You are on page 1of 15

SUMBER DAYA AIR

a. Pengertian Sumber Daya Air Sumber daya air adalah sumber daya berupa air yang berguna atau potensial bagi manusia. Kegunaan air meliputi penggunaan di bidang pertanian, industri, rumah tangga, rekreasi, dan aktivitas lingkungan. Sangat jelas terlihat bahwa seluruh manusia membutuhkan air tawar. 97% air di bumi adalah air asin, dan hanya 3% berupa air tawar yang lebih dari 2 per tiga bagiannya berada dalam bentuk es di glasier dan es kutub. Air tawar yang tidak membeku dapat ditemukan terutama di dalam tanah berupa air tanah, dan hanya sebagian kecil berada di atas permukaan tanah dan di udara. Air tawar adalah sumber daya terbarukan, meski suplai air bersih terus berkurang. Permintaan air telah melebihi suplai di beberapa bagian di dunia dan populasi dunia terus meningkat yang mengakibatkan peningkatan permintaan terhadap air bersih. Perhatian terhadap kepentingan global dalam mempertahankan air untuk pelayanan ekosistem telah bermunculan, terutama sejak dunia telah kehilangan lebih dari setengah lahan basah bersama dengan nilai pelayanan ekosistemnya. Ekosistem air tawar yang tinggi biodiversitasnya saat ini terus berkurang lebih cepat dibandingkan dengan ekosistem laut ataupun darat. b. Pengembangan Pengembangan sumber daya air adalah merupakan upaya pendayagunaan sumbersumber air secara terpadu dengan upaya pengelolaan, pengendalian dan pelestariannya. Wawasan pengembangan sumber daya air adalah cara pandang atau cara memahami daripada upaya pendayagunaan sumber-sumber air secara terpadu melalui kegiatan pengelolaan, pengendalian, dan pelestariannya.

Peningkatan kebutuhan akan air telah menimbulkan eksploitasi sumber daya air secara berlebihan sehingga mengakibatkan penurunan daya dukung lingkungan sumber daya air yang pada gilirannya menurunkan kemampuan pasokan air. Gejala degradasi fungsi lingkungan sumber daya air ditandai dengan fluktuasi debit air di musim hujan dan kemarau yang semakin tajam, pencemaran air, berkurangnya kapasitas waduk dan lainnya. Disamping tantangan fisik tersebut, pengelolaan sumber daya air juga mengalami tantangan dalam penanganannya seperti tidak tercukupinya dana operasi dan pemeliharaan, lemahnya kordinasi antar instansi terkait dan masih kurangnya akuntabilitas, transparansi serta partisipasi para pihak (stakeholders) yang mencerminkan good governance dalam pengelolaan sumber daya air. Sementara itu seiring dengan semangat reformasi disektor publik seperti good governance, akuntabilitas publik, otonomi daerah dan pemberdayaan keuangan daerah sebagaimana telah diamanatkan oleh TAP TAP MPR dan UU no.32/2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU no. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, pada awal milenium ketiga ini telah terjadi pula pergeseran paradigma pengelolaan sumber daya air, yang dulunya pengelolaan secara sektoral berubah menjadi pengelolaan secara holistik, komprehensif dan terpadu. Pengelolaan kebutuhan atau alokasi air tidak saja untuk pertanian, domestik, perkotaan, industri dan kebutuhan lainnya tetapi air juga sebagai komoditas ekonomi yang memiliki fungsi sosial yang berwawasan lingkungan. Pengembangan organisasi pengelola air diharapkan dapat menuju ke desentralisasi dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan dan pembiayaan sumber daya air. c. Pengelolaan 1. Permasalahan Dalam pengelolaan Sumber Daya Air Permasalahan umum dalam pengelolaan sumber daya air pada dasarnya terdiri atas 3 aspek yaitu terlalu banyak air, kekurangan air dan pencemaran air. Banjir sering terjadi

di banyak daerah di Indonesia antara lain di kota besar seperti Jakarta, Medan, Semarang maupun di pedesaan dengan kerugian yang dialami mencapai milyaran bahkan sampai trilyunan rupiah. Untuk mengatasi bahaya banjir dan kerugian yang diakibatkannya terdapat upaya struktural dan non struktural. Upaya struktural meliputi normalisasi sungai, pembuatan tanggul, sudetan, waduk pengendali banjir, daerah retensi banjir dan perbaikan lahan (reboisasi, terassering); sedangkan upaya non struktural adalah zonasi banjir, pengaturan pada dataran banjir, peramalan banjir dan peringatan dini, dan pemasangan peil banjir. Potensi air permukaan yang dimiliki oleh Indonesia diperkirakan sebesar 1.789.000 juta m3/tahun yang berasal dari seluruh pulau pulau di indonesia seperti Papua sekitar 401.000 juta m3/tahun, Kalimantan 557.000 juta m3/tahun, dan Jawa 118.000 juta m3/tahun (Direktorat Jenderal Pengairan, 1995). Hal ini belum termasuk potensi sumber air tanah yang jumlahnya tidak sedikit. Secara umum alokasi kebutuhan air dikelompokkan dalam 3 kategori kebutuhan, yaitu kebutuhan air domestik, pertanian dan industri. Ketersediaan air untuk Pulau jawa dan Bali sudah berada dalam kondisi kritis. Kondisi ini sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan memicu kerusakan lingkungan air. Konflik antar Kabupaten dan antar penduduk dengan pengusaha berkaitan dengan keterbatasan volume air mulai mencuat kepermukaan akhir akhir ini. Terjadinya pencemaran air disebabkan oleh tingginya beban pencemaran yang masuk ke dalam sumber air. Berdasarkan data yang tercatat, pada tahun 2015, beban pencemaran meningkat, apabila tidak dilakukan upaya pengendalian pencemaran yang memadai (PUSAIR, 1990). Sampai saat ini air tanah masih merupakan sumber air minum yang sangat penting bagi penduduk Indonesia baik di perkotaan maupun di perdesaan. Hanya 28% (37 juta jiwa) dari total penduduk yang dapat dilayani PDAM yaitu 26.7 juta penduduk perkotaan dan 10.3 juta penduduk pedesaan, sedangkan sisanya sebagian besar menggunakan air sumur (PERPAMSI, 2000).

Terbatasnya sarana pengolahan limbah penduduk (domestik) serta tingginya penggunaan tangki septik pada daerah permukiman, telah mencemari air tanah dangkal. 2. Kondisi Daerah Pengaliran Sungai Dalam kerangka kegiatan penyusunan kebijakan pendayagunaan sumber daya air dan konservasi daerah aliran sungai telah disusun prioritas satu sampai tiga daerah aliran sungai kritis untuk masuk dalam program konservasi. Penyusunan prioritas didasarkan pada nilai indeks pemanfaatan air, koefisien variasi ketersediaan air yang menggambarkan ketersediaan air sebagai fungsi waktu. Perubahan tata guna lahan yang tidak terkendali mengakibatkan kerusakan daerah aliran sungai yang teridentifikasi dari semakin besarnya perbandingan antara debit maksimum dan debit minimum. 3. Kerusakan Lingkungan Morfologi Sungai Hasil identifikasi lapangan menunjukkan bahwa 90% morfologi ruas sungai yang mengalir disekitar sentra-sentra pengembangan wilayah di Pulau Jawa dan Sumatera berada dalam kondisi rusak amat sangat berat. Penyebab utama kerusakan morfologi sungai adalah kegiatan penambangan material dasar sungai yang tidak terkendali. d. Penerapan Penerapan Eco-Efficiency dalam Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air Dalam rangka penerapan konsep eco-efficiency dalam pembangunan infrastruktur sumber daya air, Pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya yang dijelaskan di bawah ini: 1. Konservasi Sumber Daya Air Konservasi sumber daya air dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia dilatarbelakangi pada beberapa hal sebagai berikut:

Perlunya keseimbangan kebutuhan air saat ini dan di masa mendatang Penggunaan persediaan air yang ditampung pada saat musim hujan untuk digunakan pada musim kemarau

Meningkatkan ketersediaan air tanah Perbandingan infrastruktur skala besar dengan infrastruktur skala kecil Kebijakan Pemerintah Indonesia: peningkatan embung yang dikelola oleh petani di perdesaan dan daerah pertanian.

Berdasarkan

pengalaman,

Pemerintah

Indonesia

saat

ini

mencoba

untuk

meminimalkan dampak pembangunan infrastruktur sumber daya air melalui pembangunan skala mikro yang meningkatkan partisipasi masyarakat untuk mendukung konsep ramah lingkungan. Dengan partisipasi masyarakat, biaya operasi dan pemeliharaan dapat lebih efisien dan anggaran dapat dikurangi. Perbandingan dalam pembangunan infrastruktur sumber daya air ditampilkan dalam tabel berikut. Tabel 1: Perbandingan Bendungan dan Embung Field Reservoir Kriteria Fungsi Investasi Partisipasi Masyarakat Dampak Sosial Kapasitas Dampak Lingkungan Sumber: Sebagai tambahan pengembangan waduk dan embung, pemerintah juga mendorong konservasi sumber daya air lainnya yang memberikan lebih banyak pada peningkatan air tanah dan penguranan limpasan air permukaan. Konservasi sumber daya air yang Bendungand Jangka Panjang Tinggi Rendah Tinggi Besar Resiko Tinggi (Embung) Jangka Pendek Rendah/Moderat Tinggi Rendah/Moderat Kecil/Medium Ramah Lingkungan

diperkenalkan oleh Handojo (2008) dapat dibagi menjadi konservasi di hulu, tengah dan hilir sungai wilayah. A. 1. 2. Daerah Hulu (Parit resapan) Parit resapan merupakan penampungan air sementara untuk menampung limpasan air permukaan supaya terserap ke dalam tanah. Fungsi dari parit resapan tersebut adalah untuk mengurangi air limpasan, menyaring polutan, dan meningkatkan pengisian ulang air tanah. 3. Parit resapan dibuat dengan kedalaman kurang dari 1 m dan lebar 80 cm. Parit dapat diisi dengan kerikil atau dikominasikan dengan pipa.

Gambar 1: Parit Resapan di Daerah Hulu A. 1. 2. 3. 4. Daerah Tengah (Embung resapan) Membuat embung resapan: efektif dengan pendekatan keteknikan yang ringan, berdasarkan pada prose salami untuk mengantisipasi banjir dan kekeringan. Menyediakan waktu untuk air dapat terserap Menampung air hujan yang dapat digunakan saat musim kemarau Meningkatkan kualitas air

Gambar 2: Embung Resapan di Daerah Tengah A. 1. 2. 3. Daerah hilir (Sumur resapan) Membangun sumur resapan yang menjadi syarat dalam izim membangun bangunan khususnya di Provinsi DKI Jakarta. Meningkatkan pengisian kembali air tanah. Sebagai upaya untuk mengatasi ekstrasi air tanah yang akan mengakibatkan penurunan tanah. 4. Berkontribusi dalam mengurangi limpasan air permukaan.

Gambar 3: Sumur Resapan di Daerah Hilir Sumber: 1. Pengendalian Banjir melalui Biopori

Biopori merupakan metode penyerapan air yang berfungsi untuk mengurangi dampak banjir dengan meningkatkan infiltrasi air ke dalam tanah. Metode ini dikembangkan oleh Kamir R Brata, peneliti dari Institut Pertanian Bogor. Konsep Biopori: Biopori adalah lubang-lubang di dalam tanah yang terbentuk karena adanya berbagai akitivitas organisme di dalamnya, seperti cacing, perakaran tanaman, rayap dan organisme tanah lainnya. Dengan adanya aktivitas tersebut maka akan terbentuk lubang-lubang yang akan menjadi tempat berlalunya air di dalam tanah. Bila lubanglubang seperti ini dapat dibuat dengan jumlah banyak, maka kemampuan dari sebidang tanah untuk meresapkan air akan diharapkan semakin meningkat. Meningkatnya kemampuan tanah dalam meresapkan air akan memperkecil peluang terjadinya aliran air di permukaan tanah. Penambahan jumlah biopori tersebut dapat dilakukan dengan membuat lubang vertikal ke dalam tanah. Lubang-lubang tersebut selanjutnya diisi bahan organik, seperti sampah-sampah organik rumah tangga, potongan rumput, dan vegatasi sejenisnya. Bahan organik ini dapat meningkatkan aktivitas organiseme dalam tanah sehingga akan semakin banyak biopori yang terbentuk. Dampak dari biopori terhadap lingkungan dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Meningkatkan Daya Resapan Air.

Dengan menggungakan lubang resapan biopori diharapkan dapat menambah bidang resapan air sebesar luas dinding lubang. Sebagai contoh bila lubang dibuat dengan diameter 10 cm dan dalam 100 cm maka luas bidang resapan akan bertambah sebanyak 3.140 cm2 atau hampir 1/3 m2. Dengan adanya aktivitas organisme tanah seperti cacing tanah pada lubang resapan, maka rongga pada tanah akan terbentuk dan tetap terbuka sehingga dapat melewatkan air untuk terserap ke dalam tanah. Dengan demikian kombinasi antara luas bidang resapan dengan kehadiran biopori secara bersama-sama akan meningkatkan kemampuan dalam meresapkan air.

b.

Mengubah Sampah Organik Menjadi Kompos

Lubang resapan biopori diaktifkan dengan memberikan sampah organik kedalamnya. Sampah ini akan dijadikan sebagai sumber energi bagi organisme tanah untuk melakukan kegiatannya melalui proses dekomposisi. Sampah yang telah didekompoisi ini dikenal sebagai kompos.. Dengan melalui proses seperti itu maka lubang resapan biopori selain berfungsi sebagai bidang resapan air juga sekaligus berfungsi sebagai pembuat kompos. c. Memanfaatkan Organisme Tanah dan atau Akar Tanaman

Seperti disebutkan di atas, lubang resapan biopori diaktikan oleh organisme tanah. Aktivitas organisme tanah dan perakaran tanaman selanjutnya akan membuat ronggarongga di dalam tanah yang akan dijadikan saluran air untuk meresap ke dalam tanah. Dampak positih yang dihasilkan terhadap lingkungan adalah mengurangi limpasan air permukaan dan dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia karena biopri dapat menghasilkan pupuk organic (kompos).

e. Pelestarian Air merupakan Sumber daya yang sangat penting bagi kehidupan. Karena mempunyai bebagai macam fungsi, antara lain untuk mandi, mencuci dan minum. Air tanah terutama digunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum. Akan tetapi, mungkin pula untuk keprluan yang lain dalam rumah tangga, dan bahkan untuk keperluan industri. Oleh karena itu, sumber daya air harus dijaga kelestariannya. Antara Lain dengan tidak melakukan penyedotan air tanah secara berlebihan dan tidak membuang limbah. Bail limbah industri maupun limbah rumah tangga ke dalam badan-badan air yang dapat mengakibatkan pencemaran. Penyedotan air tanah secara berlebihandapat mengakibatkan berbagai

permasalahan, antara lain penipisan persediaan air tanah, amblesnya permukaan

tanah, dan intrusi air laut yang menyebabkan air tanah menjadi asin. Adapun pembuangan limbah pada badan air seperti sungai, danau, dan laut menyebabkan pencemaran air. Selain dari semua itu, Pencemaran air juga disebabkan antara lain oleh pemakaian deterjen dan penagkapan ikan dengan obat-obatan. bahan-bahan pencemar tersebut di dalam air antara lain dapat menganggu kehidupan ikan karena dapat menghabiskan oksigen di dalam air. karena itu, pembuangan libah ke badanbadan air harus dihindarkan. f. Partisipasi Masyarakat Sumber daya air, sebagaimana sumber daya alam lain, seperti udara dan tanah, merupakan salah satu modal dasar pembangunan yang pemanfaataannya diusahakan secara bijak agar kebutuhan dapat terpenuhi tanpa merusak keseimbangan ekosistem lingkungan. Potensi sumber daya air di suatu wilayah adalah salah satu faktor penting dalam menunjang kehidupan manusia. Ketersediaan air sangat mutlak dalam memenuhi kebutuhan domestik, industri maupun pertanian. Akan tetapi, perlu disadari bahwa sumber daya air mempunyai keterbatasan dalam banyak hal, salah satunya keterbatasan ketersediaan menurut kualitas dan kuantitasnya. Selain itu, air juga mempunyai keterbatasan menurut wilayah dan waktu. Dengan demikian, pengelolaan dan pemanfaataan sumber daya air diharapkan memperhatikan aspek keberlanjutan (sustainability), yaitu pengelolaan dan pemanfaataan yang tidak hanya memperhatikan generasi sekarang melainkan juga generasi mendatang. Realitas menunjukkan bahwa praktek pengelolaan dan pemanfaataan atas sumber daya air di sebagian besar wilayah Indonesia masih mengesampingkan kesadaran ekologis, dimana eksploitasi sumber daya air berlangsung secara masif. Ditambah pula, kehadiran pihak swasta yang seakan-akan memberikan akselerasi pelayanan penyediaan air secara optimal, faktanya justru menyulap air menjadi komoditas yang bernilai ekonomi tinggi hingga masyarakat umum mengalami kesulitan menjangkau sumber vital tersebut. Perseteruan antar kebijakan, kepentingan modal dan keselamatan

sumber daya air pun menjadi isu aktual hari ini. Ragam kepentingan yang saling mendesak satu dan lainnya tersebut seringkali melahirkan kenyataan sumber daya air tersedot habis untuk kepentingan industri semata, baik untuk bahan baku maupun bahan bantu industri yang pemanfaataannya relatif tidak terkontrol. Secara konseptual kebijakan pembangunan sudah memasukan faktor kelestarian lingkungan, termasuk di dalamnya ketersediaan air sebagai hal yang mutlak untuk dipertimbangkan, namun dalam implementasinya terjadi kekeliruan orientasi kebijakan yang tercermin melalui bebagai peraturan yang terkait. Peraturan yang dibuat cenderung mengoptimalkanpemanfaatan sumber daya air tanpa perlindungan yang memadai, sehingga membuka ruang yang sebesar-besarnya bagi pemilik modal. Regulasi pengelolaan sumber daya air yang termaktub dalam Undang-Undang No.7 Tahun 2004 pun, tidak cukup berpihak kepada masyarakat. Sebaliknya, aturanhukum tersebut justru memberikan keleluasaan untuk ekploitasi, privatisasi dan komodifikasi air oleh pihak swasta. Kondisi ini berkebalikan denan upaya-upaya demokratisasi yang hendak dibangun, dimana kebijakan publik yang dilahirkan seharusnya sesuai dengan kepentingan publik termasuk di dalamnya kebijakan tata kelola sumber daya air. Kabupaten Pasuruan merupakan salah satu daerah di Jawa Timur yang memiliki potensi sumber daya air yang cukup melimpah. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Sukobar (2007) total kapasitas sumber daya air di Kabupaten Pasuruan mencapai 5.563.823.186 meter kubik per tahun atau 193.735 liter per detik dengan rincian 4.933.876.748 meter kubik per tahun atau 174.212 liter per detik air permukaan dan 629.946.438 meter kubik per tahun atau 19.523 liter per detik air bawah tanah. Adapun cadangan air bawah tanah di Kabupaten Pasuruan sebanyak 1.828.699.720 meter kubik dan jumlah sumber mata air di Kabupaten Pasuruan sebanyak 471 buah. Sayangnya, keberlimpahan sumber daya air tersebut tidak serta merta dapat dinikmati oleh masyarakat Kabupaten Pasuruan secara keseluruhan. Problem kekeringan masih menjadi realita yang harus dihadapi masyarakat Kabupaten Pasuruan. Kontradiksi ini menandakan bahwa pengelolaan sumber daya air masih menjadi persoalan yang serius di daerah ini.

Di lain pihak, keberlimpahan sumber daya air di Kabupaten Pasuruan tersebut menjadi incaran investor baik dalam negeri maupun luar negeri, guna menjadikan air baku tersebut sebagai bahan baku industri. Salah satu industri yang cukup dominan menggunakan air sebagai bahan baku adalah industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Pertumbuhan industri AMDK di wilayah Kabupaten Pasuruan cukup tinggi dibanding daerah lain. Tercatat, sebanyak 19 Perusahaan AMDK yang berskala sedang maupun besar beroperasi di wilayah ini dengan lokasi pengeboran sebanyak 27 buah dan 2 sumber air. Kondisi demikian menandakan adanya eksploitasi air yang cukup besar dan dikhawatirkan akan mengganggu siklus ketersediaan air secara jangka panjang. Apalagi jika kalangan industri enggan berpikir konservasi lingkungan melalui konsep Corporate Social Responsibility-nya. Persoalan yang menghinggapi pengelolaan air di Kabupaten Pasuruan hendaknya dipandang sebagai masalah bersama, dimana tanggungjawab penyelesaiannya tidak dibebankan kepada kalangan pemerintah dan industri saja. Menguatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air adalah alternatif penyelesaian yang rasional. Terwujudnya sinergitas antara pemerintah, pebisnis dan masyarakat secara seimbang menjadi ikhtiar yang harusnya diwujudkan untuk mengawal proses demokratisasi ini. g. Perspektif Ekonomi h. Kebijakan 2.1 Arah Kebijakan Berdasarkan peraturan terkait dan dokumen-dokumen perencanaan pembangunan nasional, arah kebijakan dalam pengelolaan sumber daya air sebagai berikut: 1. Mewujudkan sinergi dan mencegah konflik antar wilayah, antar sektor, dan antar generasi dalam rangka memperkokoh ketahanan nasional, persatuan, dan kesatuan bangsa.

2. Mendorong proses pengelolaan sumberdaya air yang terpadu antar sektor dan antar wilayah yang terkait di pusat, propinsi, kabupaten/kota dan wilayah sungai. 3. Menyeimbangkan upaya konservasi dan pendayagunaan sumberdaya air agar terwujud kemanfaatan air yang berkelanjutan bagi kesejahteraan seluruh rakyat baik pada generasi sekarang maupun akan datang. 4. Menyeimbangkan fungsi sosial dan nilai ekonomi air untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu akan air dan pendayagunaan air sebagai sumberdaya ekonomi yang memberikan nilai tambah optimal dengan memperhatikan biaya pelestarian dan pemeliharaannya. 5. Melaksanakan pengaturan sumber daya air secara bijaksana agar pengelolaan sumber daya dapat diselenggarakan seimbang dan terpadu. 6. Mengembangkan sistem pembiayaan pengelolaan sumberdaya air yang

mempertimbangkan prinsip cost recovery dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. 7. Mengembangkan sistem kelembagaan pengelolaan sumberdaya air yangmembuka akses partisipasi masyarakat serta mewujudkan pemisahan fungsi pengatur (regulator) dan fungsi pengelola (operator).

2.2 Pembiayaan Pembangunan Sumber Daya Air Dana infrastruktur sumber daya air dianggarkan di tingkat pemerintah pusat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan di tingkat daerah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Penganggaran di tingkat pusat dilakukan melalui koordinasi antara lembaga-lembaga yang melibatkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) dalam mengembangkan Rencana Kerja Pemerintah tahunan. APBN dapat bersumber dari mata uang lokal, pinjaman, dan hibah dari Negara/lembaga donor.

Penganggaran di tingkat daerah prosesnya sama dengan proses penganggaran di tingkat pusat. Sumber untuk Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pinjaman atau hibah yang dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Selain itu, anggaran untuk Pemerintah Daerah dapat berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH) yang dilaksanakan berdasarkan undangundang yang berlaku.

DAFTAR PUSTAKA

Ackerman, Edwar

A., and George O. Lof: Technologi in American Water

Developmen, Johns Hopkin Press, Baltimore, 1959 Biswas, Asit K.: A Histori Of Hydrology, North Horland Publishing Company, Amsterdam, 1970. Chow, Ven Te (Ed.):Handbook of Applied Hydrology, McGraw-Hill, New York, 1964 Finch, James K.: Eangineering and Westerjn Civilization, McGraw-Hill, New York, 1951 Huberty, Martin R, and Warren L. Flock:Natural Resources, McGraw-Hill, New York, 1959 Langbein W B, and W G Hoyt, Water Fatcts For The Nations Future, Ronald, New York, 1959 Mardenger, Charles J.: Civil Eangineering through the Ages, Tran ASCE, Vol CT, pp.127,1953 The Nations Water Resources, U.S Water Resources Council, Wachington DC, 1968 Rown Thoer Uvdraulics in the Unkited States1776-1976, incecve of Hydrology Resources, Univ Lowa, Lowa City, Lowa, 1976 George Flower, and R locas,Wasori of Hydrology,Beatch of Hydrology Resources, Univ Lowa, Lowa City, Lowa, 1957 Tewar, G, R., and M. Donnely: Social and Water Economy of the Pufeblo Southwest, Sci Monthly, Vol. 56, pp.31-34, Januariy, 1943, pp.134-144 Water , February, 1943. Water Policies for the Future, Report of the U.S. National Water Committee, Wachington DC, 1973. Water Resources Activities in the United States, Snate Select Committee on Nation Water Resources, 1961.

You might also like