You are on page 1of 21

BAB VII DEMOKRASI, HUKUM, DAN HAK ASASI MANUSIA A. TUJUAN 1.

Mahasiswa memahami prinsip-prinsip demokrasi, hukum dan hak asasi manusia 2. Mahasiswa dapat berperilaku demokratis, menjunjung tegaknya hukum dan hak asasi manusia B. MATERI 1. Demokrasi dan Prilaku Demokrasi Negara kita adalah negara demokrasi, negara yang kehidupannya ditentukan oleh rakyat. Demokrasi merupakan konsep yang abstrak dan universal. Demokrasi itu telah diterapkan di banyak negara dalam berbagai bentuk, sehingga melahirkan berbagai sebutan tentang demokrasi seperti demokrasi konstitusional, demokrasi rakyat, demokrasi terpimpin, demokrasi liberal dsb. Namun demikian pada dasarnya demokrasi itu dapat dibedakan atas dua aliran yaitu demokrasi konstitusional dan demokrasi yang mendasarkan dirinya pada ajaran komunisme (Budiardjo, 1977: 55). Secara umum demokrasi diartikan pemerintahan oleh rakyat di mana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih di bawah sistem pemilihan bebas (Ravietch, 1991: 4). Demokrasi yang banyak dipraktekkan sekarang ini adalah demokrasi konstitusional dimana ciri khasnya adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya. Pembatasanpembatasan atas kekuasaan pemerintah tercantum dalam konstitusi (Budiardjo, 1977: 52) atau dalam peraturan perundangan lainnya. Demokrasi konstitusional ini sering juga disebut dengan demokrasi di bawah rule of law. Menurut Prof. Miriam Budiardjo (1977) syarat-syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintahan yang demokratis di bawah rule of law adalah : a. perlindungan konstitusional; b. badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak; c. pemilihan umum yang bebas;

80

d. kebebasan untuk menyatakan pendapat; e. kebebasan untuk berserikat/ berorganisasi dan beroposisi; dan f. pendidikan kewarganegaraan. Hal di atas berarti demokratis tidaknya suatu negara, ditentukan oleh tingkat kesempurnaan konstitusi atau aturanaturan negara dalam memberikan perlindungan terhadap warga negaranya. Begitu juga dengan tingkat jaminan perundangundangan yang diberikan terhadap badan kehakiman sehingga tidak memihak, pemilihan umum yang bebas, kebebasan untuk menyatakan pendapat, kebebasan berserikat, berorgani-sasi dan oposisi serta pendidikan kewarganegaraan. Hendri B. Mayo dalam Budiardjo (1977: 62) mengemukakan bebarapa nilai yang mendasari demokrasi seperti berikut: a. menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga; b. menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah; c. menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur; d. membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum; e. mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman dalam masyarakat yang tercermin dalam keanekaragaman pendapat, kepentingan serta tingkah laku; dan f. menjamin tegaknya keadilan. Selanjutnya menurut B. Mayo perincian itu tidak berarti bahwa setiap masyarakat demokratis menganut semua nilai yang diperinci itu, melainkan bergantung kepada sejarah serta budaya politik masing-masing. Dalam bukunya Apa Demokrasi itu? Diane Ravitch (1991: 6) mengemukakan soko guru demokrasi sebagai berikut: a. kedaulatan rakyat; b. pemerintah berdasarkan persetujuan dari yang diperintah; c. kekuasaan mayoritas; d. hak-hak minoritas; e. jaminan hak asasi manusia; f. pemilihan yang bebas dan jujur; g. persamaan di depan hukum;

81

h. i. j. k.

proses hukum yang wajar; pembatasan pemerintah secara konstitusional; pluralisme sosial, ekonomi dan politik; dan nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerjasama dan mufakat.

Pendapat Miriam Budiardjo pada hakekatnya tidak berbeda dengan soko gurunya demokrasi yang dikemukakan Diane Ravitch, perbedaan hanya terletak dalam perumusan. Demokrasi tidak hanya merupakan suatu sistem pemerintahan, tetapi juga suatu gaya hidup serta tata masyarakat tertentu, yang karenanya juga mengandung unsurunsur moral. Pengertian yang terakhir ini semakin berkembang sehingga demokrasi itu bukan hanya tertuju pada aspek pemerintahan dalam negara tetapi sudah menyangkut dengan tata kehidupan masyarakat dalam berbagai aspek seperti ekonomi, pendidikan, pengajaran, organisasi, dsb. Organisasi mahasiswa sebagai Student Government, dalam alam demokrasi juga harus mengindahkan soko guru atau nilai-nilai demokrasi di atas. Begitu juga dalam pendidikan bahkan dalam pembelajaran di kelaspun dituntut demokratis. Pengambilan keputusan dalam alam demokrasi dilakukan dengan musyawarah, mufakat atau dengan suara terbanyak. Dalam musyawarah setiap anggota harus memiliki kebebasan dalam mengemukakan pendapat baik secara lisan ataupun tertulis. Kebebasan berbicara dan berpendapat adalah darah hidup setiap demokrasi (Ravitch, 1989: 9). Selanjutnya dikatakan oleh Ravitch (1989:9) warga suatu demokrasi hidup dengan keyakinan bahwa melalui pertukaran gagasan dan pendapat yang terbuka, kebenaran pada akhirnya akan menang atas kepalsuan, nilai-nilai orang lain akan lebih dipahami, bidangbidang mufakat akan dirinci lebih jelas dan jalan kearah kemajuan terbuka. Inilah sebagian yang hendak dicapai dalam pembelajaran di sekolah yaitu ditemukannya kebenaran terutama kebenaran ilmiah, nilai-nilai yang dianut oleh orang lain dapat dipahami, serta terjalinnya saling menghormati dan kerjasama. Setelah musyawarah dilaksanakan, pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan mufakat suara bulat (musyawarah mufakat) atau dengan pemungutan suara terbanyak (voting). Prinsip utama dalam pengambilan keputusan ini adalah bahwa keputusan harus ditentukan oleh mayoritas

82

anggota tanpa mengabaikan kepentingan minoritas (Ravitch, 1989: 6). Setiap keputusan yang diambil dalam musyawarah atau voting harus didukung oleh kelompok yang semula tidak setuju atau yang kalah dalam voting. Dalam budaya politik masyarakat Indonesia baik pada tataran pemerintahan terendah maupun pada pemerintahan tertinggi (pusat), prinsip demokrasi yang selalu dipakai adalah musyawarah untuk mufakat dalam kekeluargaan (Sihombing, 1984:12). Nilai kerjasama, toleransi dan saling menghargai merupakan soko guru dalam demokrasi seperti yang telah diungkapkan sebelumnya. Nilai-nilai ini akan terlihat dalam penyusunan dan pelaksanaan program kerja dari suatu organisasi, dalam prilaku kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga, sekolah ataupun dalam masyarakat. Pelaksana-an dari nilai-nilai ini akan melahirkan program kerja yang aspiratif bukan kemauan seseorang. Biasanya program kerja yang aspiratif ini akan didukung oleh semua anggota dalam pelaksanaannya. Pragmatisme memperlihatkan bahwa penyusunan dan pelaksanaan program bermanfaat bagi seluruh anggota. Jadi bukan dalam alam idealis semata atau kemauan sekelompok orang. Konsep partisipasi merupakan hal penting dalam demokrasi. Sebagaimana dikatakan Ravitch (1989: 11) inti tindakan demokrasi adalah partisipasi aktif pilihan warga sendiri dalam kehidupan umum masyarakat dan bangsa mereka. Berkaitan dengan ini ada ungkapan mantan Presiden Amerika Serikat yang mengatakan jangan tanya apa yang diberikan negara kepada anda, tetapi tanyalah diri anda, apa yang telah anda perbuat untuk negara. Ungkapan itu dapat diterjemahkan kedalam kehidupan keluarga, sekolah dan masyarakat. Tanyalah lebih dulu apa yang telah anda perbuat untuk keluarga, sekolah, atau masyarakat sebelum anda mempertanyakan apa yang diberikan keluarga, sekolah, atau masyarakat kepada anda. Penerapan prinsip demokrasi di Indonesia disesuaikan dengan nilai-nilai sosial budaya bangsa Indonesia. Nilai-nilai budaya bangsa Indonesia yang sangat banyak itu disederhanakan dengan mengambil yang universalnya. Inilah yang disebut dengan nilai-nilai Pancasila. Menurut Sihombing (1984: 9) untuk mendapatkan pengertian demokrasi Pancasila secara lengkap dan utuh diperlukan 2 alat pengukur yang saling

83

melengkapi, yaitu: 1) alat pengukur yang konsepsionil, dan 2) alat pengukur tingkah laku (kebudayaan). Dari alat pengukur pertama dapat diambil pengertian bahwa demokrasi Pancasila adalah kedaulatan rakyat yang dijiwai dan diintegrasikan dengan sila-sila Pancasila lainnya, artinya dalam menggunakan hak-hak demokrasi haruslah selalu disertai dengan rasa tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, mampu mempersatukan bangsa serta dimanfaatkan untuk meujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pengertian semacam ini lebih bersifat formalistik dan diatur dalam UUD 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya. Alat pengukur kedua bersifat kebudayaan yaitu berupa tingkah laku yang bersumber dari kebudayaan bangsa Indonesia. Pengertian demokrasi melalui alat pengukur kedua ini melengkapi pengertian melalui alat pengukur pertama, karena memberikan struktur informal terhadap demokrasi Pancasila. Kearifan dan bijaksana dalam tingkah laku merupakan kekhasan dalam demokrasi Pancasila. Pelaksanaan prinsip demokrasi sebetulnya menyangkut dengan prilaku manusia, baik secara individual maupun secara kelompok, dalam kedudukannya sebagai warga ataupun sebagai pejabat yang diberi kewenangan. Prilaku adalah manifestasi dari kebudayaan sebab kebudayaan terujud dan disalurkan melalui prilaku manusia. Proses pembudayaan berlangsung sepanjang kehidupan manusia dalam lingkungannya, mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan bermain, lingkungan sekolah sampai kepada lingkungan masyarakat yang lebih luas. Nilai-nilai yang berkembang dalam lingkungan masyarkat itulah yang mempengaruhi prilakunya dalam kehidupan. Nilai-nilai itu beraneka ragam termasuk di dalamnya nilai-nilai demokrasi. Nilai-nilai demokrasi itulah yang membentuk prilaku demokratiknya. Faktor-faktor yang mempengaruhi prilaku demokrasi beraneka ragam, diantaranya adalah kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara dan kepercayaan kepada pemerintah. Selain dari itu faktor-faktor lainnya adalah status sosial, status ekonomi, afiliasi politik orang tua dan pengalaman berorganisasi (Surbakti, 1992: 144). Disamping itu pengetahuan

84

tentang demokrasi juga mempengaruhi prilaku demokrasi. Demokrasi bergantung pada warga negara yang berpendidikan dan berpengetahuan (Ravitch, 1989: 9). Bila kita ingin mewujudkan masyarakat yang demokratis tingkatkanlah pendidikan dan pengetahuan serta berprilakulah sesuai dengan nilai-nilai demokrasi seperti yang diungkapkan di atas. Suatu hal yang sangat penting dalam mewujudkan demokrasi adalah taat akan nilai dan aturan-aturan hukum yang telah disepakati, karena nilai dan aturan hukum itulah yang membingkai demokrasi. 2. Hukum Pertanyaan pertama yang sering dikemukakan orang dalam memahami hukum adalah apa itu hukum? Jawabannya bermacam-macam, ada yang mengatakan hukum itu ada di kantor polisi, di kejaksaan dan pengadilan. Bagi orang awam jawaban semacam ini wajar-wajar saja sesuai dengan pengetahuannya. Jika ditanya kepada pemuka adat, hukum itu ada dalam adat seperti dalam pepatah adat nan tak lakang dek paneh, tak lapuak dek hujan. Para ulama akan mengatakan hukum itu adalah ketentuan-ketentuan yang datang dari Allah SWT. yang mengatur kehidupan manusia. Jika ditanya kepada ahlinya jawabannya juga sulit, tak obahnya seperti menanyakan apa itu waktu. Para sarjana hukum sebetulnya masih berbeda pendapat dalam merumuskan suatu definisi hukum yang dapat memuaskan semua pihak. Namun demikian salah satu batasan yang banyak dipahami adalah seperti yang dikemukakan oleh seorang sarjana hukum yang bernama E. Utrecht, menurutnya hukum itu adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah dan larangan) yang mengatur tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu. Hukum itu menentukan/ mengatur tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat dan bersifat memaksa. (E.Utrecht, 1956 : 10) Seseorang yang melanggar aturan hukum akan dikenakan sanksi dan dapat dipaksakan kepadanya. Tujuannya adalah agar terjaminnya keamanan, ketertiban, ketentraman dan keadilan bagi setiap orang dalam masyarakat, termasuk masyarakat kampus. Ketertiban dapat diwujudkan karena hukum berupaya menetapkan kepastian tingkah laku manusia, baik

85

yang berupa perintah maupun larangan, perintah dan larangan itu ditegakkan dengan sanksi yang tegas dan nyata dari negara. Ketentraman yang diharapkan bukan bersifat sementara atau semu tetapi sedapat mungkin bersifat abadi dan diterima dengan tulus oleh masyarakat. Penerimaan yang tulus dari masyarakat baru akan terjadi seandainya hukum itu sesuai dengan perasaan keadilan yang tersimpan dalam lubuk hati mereka. Hukum yang semata-mata hanya mengabaikan aspek keadilan dan kurang memperhatikan rasa keadilan masyarakat, pada suatu saat akan menimbulkan tantangan dari masyarakat, seperti pandangan masyarakat terhadap kasus-kasus hukum yang di proses di pengadilan. Sebaliknya harus pula dipahami, bukan berarti setiap orang yang berstatus terdakwa (dalam perkara pidana) harus langsung dimasukkan ke dalam penjara/lembaga pemasyarakatan. Seseorang yang dihukum menjadi terpidana, ia masih mempunyai upaya hukum berupa banding (dari pengadilan negeri ke pengadilan tinggi), kasasi dan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA). Dalam negara hukum ada suatu asas yang perlu diingat, bahwa seseorang dianggap tidak bersalah (presumption of innocence) sebelum adanya keputusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde). Apabila upaya hukum itu sudah dilalui dan hakim Mahkamah Agung sudah menetapkan keputusannya (menghukum atau membebaskan) maka tertutuplah upaya hukum untuk mencari keadilan dan putusan hakim harus dilaksanakan. Hukum diciptakan adalah sebagai suatu sarana atau instrumen untuk mengatur hak-hak dan kewajiban subjek hukum (pendukung hak dan kewajiban) agar masing-masing subjek hukum tersebut dapat menjalankan kewajibannya dengan baik dan mendapatkan haknya secara wajar. Dengan demikian tujuan hukum adalah untuk mengatur masyarakat secara damai dengan cara melindungi kepentingan-kepentingan manusia seperti kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda dan sebagainya terhadap yang merugikannya. Bentuk aturan hukum itu bermacam-macam baik jenis ataupun tingkatannya. Secara umum dibedakan atas hukum publik dan hukum privat. Hukum publik adalah aturan hukum

86

yang mengatur hubungan hukum antara negara dan warganya (hubungan vertical) atau sebaliknya. Pelanggaran aturan hukum itu pada dasarnya akan diproses dan dikenakan sanksi oleh negara, walaupun para pihak yang terlibat atas pelanggaran hukum itu sepakat untuk berdamai. Hukum yang termasuk kategori ini diantaranya adalah aturan hukum pidana, hukum tata negara, hukum pajak, hukum administrasi negara. Contoh pelanggaran aturan hukum pidana seperti: mencuri, korupsi, merusak harta/kepunyaan orang lain atau negara, menyiksa orang lain, membunuh, memperkosa, mencemarkan nama baik orang lain, penyalahgunaan obat terlarang atau narkoba yang dapat diancam dengan hukuman mati, dan sebagainya. Sedangkan hukum privat adalah aturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara seseorang/ kelompok orang dengan orang lain/ kelompok lain (hubungan horizontal). Pelanggaran aturan hukum ini penyelesaiannya tergantung kepada para pihak yang merasa dirugikan, apakah melalui perdamaian ataukah proses peradilan. Diantara yang termasuk kesini adalah aturan hukum perdata. Contohnya masalah sengketa harta, masalah jual beli, dan sebagainya. Untuk menegakkan aturan-aturan hukum di atas dibentuk lembaga-lembaga kekuasaan kehakiman. Sebelum adanya perubahan, UUD 1945 menentukan bahwa kekuasaan Kehakiman dilaksanakan oleh Mahkamah Agung. Melalui perubahan UUD 1945 dibentuk lagi suatu lembaga sebagai pelaku kekuasaan kehakiman selalin Mahkamah Agung yaitu Mahkamah Konstitusi (MK) yang memiliki kewenangan (1) meguji undang-undang terhadap UUD ; (2) memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD ; (3) memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum ; dan (4) memutus pembubaran partai politik. Selain itu, dibentuk Komisi Yudisial (KY) yang berfungsi sebagai lembaga penegak etika hakim. Komisi ini mempunyai wewenang dalam proses pemilihan hakim agung dan pengawasan hakim. Fungsi kekuasaan kehakiman adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan melalui penyelenggara peradilan. Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 menyatakan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,

87

lingkungan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Tingkatan (hierarki) hukum dalam suatu negara juga tersusun sedemikian rupa, dimana ketentuan hukum yang lebih rendah lingkungan dan kekuatan berlakunya dibatasi oleh ketentuan hukum yang lebih tinggi. Di negara Indonesia jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan sebelumnya diatur dalam TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 dan TAP MPR No. III?MPR?2000. Dewasa ini diatur dalam pasal 7 ayat 1 UU RI No. 10 tahun 2004 (tentang Pembentukan Perundang-undangan) sebagai berikut: a. Undang-Undang Dasar Negara RI tahun 1945 b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang c. Peraturan Pemerintah d. Peraturan Presiden e. Peraturan Daerah. Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada huruf e tersebut meliputi: 1. Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama gubernur; 2. Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota; 3. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya (badan perwakilan nagari) bersama dengan kepala desa atau nama lainnya (wali nagari). Ajaran tentang tata urutan peraturan perundangundangan mengandung beberapa prinsip. Bagir Manan (2004:133) menyebutkan prinsip tersebut sebagai berikut : 1. Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya dapat dijadikan landasan atau dasar hukum bagi peraturan perundang-undangan yang lebih rendah atau berada di bawahnya. 2. Peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah harus bersumber atau memiliki dasar hukum dari suatu peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

88

3. Isi atau muatan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh menyimpang atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya. 4. Suatu peraturan perundang-undangan hanya dapat dicabut atau diganti atau diubah dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi atau paling tidak yang sederajat. 5. Peraturan-peraturan perundang-undangan yang sejenis apabila mengatur materi yang sama, maka peraturan yang terbaru harus diberlakukan. Implikasi tata urutan peraturan perundang-undangan di atas adalah bahwa setiap peraturan yang dibuat oleh setiap organisasi (termasuk Perguruan Tinggi) harus mempedomani prinsip di atas. Peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi dan peraturan yang lebih rendah tersebut adalah menjabarkan aturan/ketentuan yang lebih tinggi. Contoh aturan hukum yang dikeluarkan oleh Dekan tidak boleh bertentangan dengan aturan yang dikeluarkan oleh Rektor atau Menteri. Begitu juga aturan hukum yang dibuat oleh lembaga kemahasiswaan tidak boleh bertentangan dan harus sesuai dengan aturan yang dikeluarkan oleh Rektor atau aturan yang lebih tinggi. Disamping itu untuk mentaati peraturan hukum itu sangat diperlukan adanya kesadaran hukum. Kesadaran hukum akan terwujud bila semua kita mempunyai komitmen yang tinggi untuk melaksanakan ketentuan hukum yang telah ditetapkan dan bila hal ini terjadi terciptalah masyarakat yang aman, tertib dan sejahtera. Kesadaran hukum itu sebetulnya adalah suatu kesadaran yang ada di dalam kehidupan manusia untuk selalu patuh dan taat pada hukum. Dalam simposium kesadaran hukum masyarakat (1975) yang dilaksanakan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) ditegaskan bahwa kesadaran hukum itu antara lain meliputi (a) pengetahuan tentang hukum, (b) penghayatan terhadap hukum dan (c) ketaatan terhadap hukum. Ada suatu asumsi yang mengatakan bahwa semakin tinggi taraf kesadaran hukum seseorang akan semakin tinggi pula ketaatan dan kepatuhannya terhadap hukum. Dan sebaliknya semakin rendah tingkat kesadaran hukum seseorang maka semakin kurang pula ketaatan dan kepatuhannya terhadap hukum.

89

Kesadaran hukum itu berpangkal pada adanya suatu pengetahuan tentang hukum yang mengatur hidup dan kehidupan. Dari pengetahuan tersebut akan lahir suatu pengakuan dan penghargaan terhadap ketentuan-ketentuan hukum, hal ini kemudian akan menimbulkan sikap penghayatan terhadap hukum tersebut. Apabila sikap ini sudah terwujud dengan sendirinya ketaatan dan kepatuhan terhadap hukum akan terwujud pula. Kesadaran hukum masyarakat (termasuk masyarakat kampus) senantiasa berkembang, oleh sebab itu wajarlah bila senantiasa diperlukan pembinaan dan peningkatan kesadaran hukum melalui berbagai kesempatan dan kegiatan seperti dalam Pengenalan Kehidupan Kampus bagi mahasiswa baru. Penegakan hukum (law enforcement) sangat ditentukan oleh kesadaran hukum yang tinggi dari masyarakat, penegak hukum (polisi, jaksa dan hakim) dan terciptanya hukum yang baik. Ketiga komponen penegakan hukum itu harus bersinergi dan ditopang oleh faktor ketauladanan dari setiap pemimpin. Kesalahan kita selama ini lebih banyak disebabkan oleh rendahnya tingkat kesadaran hukum tersebut. Kita tahu adanya aturan, tetapi kita tidak mentaatinya. Oleh karena itu marilah kita mulai dari diri kita sendiri, kemudian lingkungan kita, keluarga, sampai kepada masyarakat yang lebih luas untuk mentaati peraturan-peraturan hukum tersebut. 3. Hak Asasi Manusia Dalam undang-undang Republik Indonesia No. 39 tahun 1999, dijelaskan pengertian hak asasi manusia (HAM) seperti dalam pasal 1 ayat (1), hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Di samping hak asasi, dalam pasal 67 ditegaskan pula tentang kewajiban dasar manusia yaitu setiap orang yang ada di wilayah negara RI wajib patuh pada peraturan perundang-undangan, hukum tak tertulis dan hukum internasional mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia. Di dalam perundang-undangan negara Indonesia semua jenis hak-hak asasi yang harus dilindungi termuat dalam

90

berbagai dokumen dan dokumen tersebut hanya dibedakan oleh jenis perundang-undangannya. Ketentuan tentang perlindungan hak-hak asasi termuat dalam Pembukaan UUD 1945, Ketetapan MPR, Undang-Undang No.39 tahun l999 tentang HAM dan peraturan perundang-undangan lainnya. Hak-hak sipil dan politik itu jelas termuat dalam peraturan perundang-undangan negara RI seperti: a. Pembukaan UUD 1945 pada semua alineanya mengandung jaminan hak asasi manusia seperti alinea pertama berkenaan dengan martabat manusia dan keadilan; alinea kedua hak asasi bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya; alinea ketiga hak asasi bidang sosial budaya dan politik; dan alinea ke empat hak asasi bidang ekonomi, politik, sosial budaya dan hankam (H.A.W. Widjaja, 2000 : 66). b. Undang Undang Dasar 1945. Batang tubuh atau isi UUD 1945 sebelum dilakukan perubahan (amandemen) mengatur hak asasi manusia dalam 7 pasal antara lain adalah pasal 27, 28, 29, 30, 31, 33 dan 34. Namun setelah UUK 1945 dilakukan perubahan (amandemen) maka ada bagian khusus tentang hak asasi manusia yaitu pada BAB XA dengan rincian sebagai berikut: Pasal 28 A Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Pasal 28 B (1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. (2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pasal 28 C (1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. (2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.

91

Pasal 28 D (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. (2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. (3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. (4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan. Pasal 28 E (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya (3) Setiap orang berhak atas kebebasab berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Pasal 28 F Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Pasal 28 G (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. (2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atas perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain. Pasal 28 H (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggl, dan mendapatkan lingkungan hidup

92

yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan (2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan (3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat (4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun. Pasal 28 I (1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun (2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. (3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban (4) Perlindungan, kemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak-hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah (5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 28 J (1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang dijalankan

93

Dalam memenuhi dan menuntut hak tidak terlepas dari pemenuhan kewajiban yang harus dilaksanakan. Pemenuhan, perlindungan dan penghormatan terhadap HAM harus diikuti dengan pemenuhan terhadap kewajiban asasi manusia dan tanggung jawab asasi manusia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, bernegara. c. Ketetapan MPR No. XVII\MPR\1998 tentang Hak Asasi Manusia. Ketetapan MPR tersebut terdiri dari 10 bab dan meliputi 44 pasal. d. Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang merupakan tindak lanjut dari Tap. MPR No XVII/MPR/1998 e. Peraturan perundang-undangan lainnya yang melindungi Hak Asasi Manusia. Misalnya KUHP, KUHAP dan sebagainya. 4. Perlindungan Terhadap Hak Asasi Manusia Perlindungan terhadap hak asasi di Indonesia mengalami pasang naik dan pasang surut atau maju dan mundur. Maju mundurnya itu ditentukan oleh kesadaran bangsa Indonesia. Pada awal kemerdekaan ataupun pada saat ini dalam masyarakat pedesaan pelanggaran HAM tidak banyak terjadi disebabkan karena kesadaran akan nilai-nilai sosial budaya masih tinggi. Dalam masyarakat yang penuh dengan kekeluargaan dimana rasa tenggang rasa dan kebersamaan masih tinggi, social control masih jalan, agama menjadi pegangan hidup, maka pelanggaran HAM tidak akan terjadi. Munculnya pelanggaran-pelanggaran HAM di Indonesia sebenarnya berakar dari dua hal; pertama menurunnya pengamalan nilai-nilai sosial budaya (Pancasila) dalam masyarakat, kedua sistem politik Indonesia yang tidak demokratis. Penurunan pengamalan nilai-nilai budaya/ nilai-nilai Pancasila dalam masyarakat sejalan dengan masuknya nilai-nilai budaya asing yang berakar dari individualisme dan liberalisme.

94

Dalam masyarakat yang berasaskan kekeluargaan dan demokratis hak-hak asasi manusia sudah terlindungi. Hak asasi manusia akan terancam bila terdapat kebebasan yang berlebihan dan tidak seimbang dengan kewajiban. Bung Karno berpendapat bahwa pemikiran tentang hak asasi manusia merupakan sumber individualisme dan liberalisme karena sangat menekankan kepada kebebasan manusia sebagai individu (H.A.W. Widjaja, 2000: 89). Pengamalan terhadap nilai-nilai sosial budaya atau Pancasila oleh penyelenggara negara dan masyarakat Indonesia sebenarnya sudah memberikan jaminan terhadap hak asasi manusia. Masalahnya sekarang adalah pengamalan nilai-nilai sosial budaya atau Pancasila itu yang jauh dari harapan. Untuk itu sudah waktunya nilai-nilai sosial budaya atau Pancasila tadi dituangkan kedalam norma-norma yuridis yang mempunyai sanksi yang jelas dan tegas. Keberadaan bab dan pasal-pasal tentang HAM dalam UUD 1945, Ketetapan MPR tentang HAM, undang-undang yang berkenaan dengan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia sudah merupakan langkah positif untuk itu. Pelanggaran-pelanggaran HAM di Indonesia selama ini, dan sulitnya melakukan penyelesaian disebabkan karena kurangnya peraturan perundang-undangan yang memberikan jaminan dan petunjuk dalam penyelesaiannya. Semenjak reformasi telah ada peraturan perundang-undangan yang memberikan jaminan dan petunjuk dalam penyelesaian masalah yang sehubungan dengan HAM diantaranya adalah Undangundang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia; dan UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Dalam penyampaian pendapat diatur dalam pasal 9 (1) UU No. 9 Tahun 1998 mengatakan bentuk penyampai-an pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan bentuk: a. unjuk rasa atau demontrasi; b. pawai; c. rapat umum; dan atau d. mimbar bebas. Penyampaian pendapat di muka umum tersebut wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri oleh yang bersangkutan, pimpinan atau penanggung jawab kelompok,

95

selambat-lambatnya 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sebelum kegiatan dimulai (pasal 10 UU No. 9 Tahun 1998). Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum setiap warga negara harus memperhatikan kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 UU No. 9 Tahun 1998 beserta penjelasannya, diantaranya: a. menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain, maksudnya adalah ikut memelihara dan menjaga hak dan kebebasab orang lain untuk hidup aman, tertib, dan damai; b. menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum, maksudnya adalah mengindahkan norma, agama, kesusilaan, dan kesopanan dalam kehidupan masyarakat; c. mentaati hukum dan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku; d. menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum, maksudnya adalah perbuatan yang dapat mencegah timbulnya bahaya bagi ketentraman dan keselamatan umum, baik yang menyangkut orang, barang maupun kesehatan; e. menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa, maksudnya adalah perbuatan yang dapat mencegah timbulnya permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suku, agama, ras, dan antar golongan dalam masyarakat. Pembentukan lembaga yang mengurus persoalan HAM dan pelanggarannya juga merupakan upaya yang memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Lembaga-lembaga tersebut diantaranya KOMNAS HAM, pusat-pusat/Lembaga Kajian HAM yang terbentuk di berbagai daerah, LSM dan sebagainya. Lembaga-lembaga ini di samping berupaya mensosialisasikan peraturan-peraturan tentang HAM juga menerima pengaduan-pengaduan pelanggaran HAM dan meneruskan kepada lembaga yang berwenang untuk memprosesnya. Upaya yang dilakukan selama ini terkendala oleh beberapa faktor diantaranya kurangnya perangkat hukum, kurangnya bukti-bukti yang lengkap dan keterbatasan penegak hukum. Oleh karenanya bila telah terjadi pelanggaran hak asasi maka secepatnyalah hal ini dilaporkan kepada yang berwenang. Upaya yang sangat menentukan perlindungan terhadap pelanggaran HAM adalah melalui peradilan. Peradilan yang kuat akan memberikan perlindungan yang baik terhadap HAM dan

96

berdampak positif terhadap tindakan-tindakan yang menjurus kepada pelanggaran HAM. Untuk mendukung itu sekarang sudah ada undang-undang tentang pengadilan hak asasi manusia yaitu Undang-Undang No. 26 tahun 2000. Undangundang itu menetapkan disetiap daerah kabupaten atau kotamadya ada pengadilan HAM. Pelaksanaan peradilan HAM juga perlu dukungan penyidik yang berusaha untuk mencari bukti-bukti yang kuat tentang pelanggaran HAM tersebut. Bantuan kita bersama dalam memberikan data (bukti) adalah langkah baik untuk tegaknya HAM di negara Indonesia. Lembaga-lembaga pendidikan juga berperan dalam memberikan perlindungan terhadap HAM. Lembaga-lembaga pendidikan terutama lembaga pendidikan formal memberikan pengetahuan dan kesadaran kepada pelajar, siswa atau mahasiswa tentang hak asasi manusia, prosedur yang harus ditempuh bila mengetahui adanya pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Kepedulian terhadap hak asasi sudah berarti menekan peluang terjadinya pelanggaran hak asasi manusia. Perlindungan terhadap hak asasi juga ditentukan oleh sistem politik yang dianut oleh suatu negara. Sistem politik yang demokratislah yang memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia terutama hak-hak sipil dan politik. Sebab hak-hak sipil dan politik tergolong kepada hak-hak negatif. Artinya, hak-hak dan kebebasan yang dijamin di dalamnya akan dapat terpenuhi apabila peran negara dibatasi atau terlihat minus (Ifdhal Kasim, 2001: xi). Tetapi apabila negara berperan intervensionis seperti yang terdapat pada negara-negara yang otoriter pelanggaran terhadap hak-hak sipil dan politik akan terjadi. Pengalaman negara Indonesia dengan menpraktekan sestem politik yang tidak demokratis seperti pada zaman Orde Lama dan Orde Baru jelas memperlihatkan pelanggaran terhadap hak-hak sipil dan politik. Contoh konkrit dapat dikemukakan diantaranya: pembubaran DPR hasil pemilu 1955 oleh presiden Soekarno tahun 1960, penolakan permohonan untuk mendirikan partai politik, pembekuan partai politik, pembrendelan majalah dan koran, peristiwa Tanjung Priuk, Peristiwa Dili, Aceh dsb. Pelanggaran terhadap hak asasi manusia sebetulnya karena terjadinya pengabaian terhadap kawajiban asasi. Sebab antara hak dan kawajiban merupakan dua hal yang tak

97

terpisahkan. Bila ada hak pasti ada kewajiban, yang satu mencerminkan yang lain. Bila seseorang atau aparat negara melakukan pelanggaran HAM, sebenarnya dia telah melalaikan kewajibanya yang asasi. Sebaliknya bila seseorang/kelompok orang atau aparat negara melaksanakan kewajibanya maka berarti dia telah memberikan jaminan terhadap hak asasi manusia. Sebagai contoh di negara kita sudah punya UU No.9 tahun 1998 berkenaan dengan hak untuk menyampaikan aspirasi secara lisan dan tertulis. Disatu sisi undang-undang tersebut merupakan hak dari seseorang warga negara, namun dalam penggunaan hak tersebut terselip kewajiban yang perlu diperhatikan. Artinya seseorang atau kelompok yang ingin berunjuk rasa dalam undang-undang tersebut harus memberi tahu kepada pihak keamanan (Polisi) paling kurang 3 hari sebelum hak itu digunakan. Hal ini dimaksudkan untuk menghormati hak orang lain seperti tidak mengganggu kepentingan orang banyak, mentaati etika dan moral sesuai dengan budaya bangsa kita. Contoh lain, dalam lingkungan kampus dapat saja terjadi mahasiswa yang melakukan kegiatan seperti diskusi yang bebas mengemukakan pendapat tetapi mereka dituntut pula menghormati hak-hak orang lain agar tidak terganggu. Begitu pula kebebasan untuk mengembangkan kreativitas, minat dan kegemaran (olah raga, kesenian, dll) tetapi hendaklah diupayakan agar kegiatan tersebut tidak mengganggu kegiatan lain yang dilakukan oleh mahasiswa atau warga kampus lainnya yang juga merupakan haknya. Banyak contoh lain dalam lingkungan kita baik di kampus maupun di dalam masyarakat yang menuntut adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban. Untuk itu marilah kita laksanakan apa yang menjadi hak dan kewajiban kita dan itu termuat dalam berbagai aturan/norma yang ada dalam negara dan masyarakat.

98

C. KESIMPULAN DAN SARAN 1 Demokrasi bukanlah kebebasan tanpa batas, tetapi dinamika demokrasi harus berada dalam bingkai nilai-nilai dan aturan hukum. Oleh karenanya bila kita ingin mewujudkan kehidupan demokrasi peganglah nilai-nilai budaya kita dan taatilah aturan hukum yang ada. 2. Setiap manusia dimanapun berada senantiasa terikat oleh aturan atau norma kehidupan. Sebelum kemerdekaan, para pendiri negara (the founding fathers) Indonesia ternyata sudah memikirkan konsep bagi negara hukum yang kemudian dirumuskan dengan tegas dalam konstitusi. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menegaskan Negara Indonesia adalah negara hukum. Oleh karenanya dalam negara Indonesia yangb berdasar atas hukum (rechtsstaat ; the rule of law) setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum. Mahasiswa sebagai bagian intergral dari masyarakat dan warga kampus sepantasnya menjadi pelopor dalam penegakan hukum, taat dan sadar hukum. 3. Perlindungan hak-hak asasi manusia selain deberikan oleh nilainilai Pancasila juga dituangkan kedalam norma-norma hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan diantaranya : Pembukaan UUD 1945, Ketetapan MPR No.XVII/MPR/ 1998, UU No.39 tahun 1998 tentang HAM, UU No.26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM, UU No.9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum, KUHP serta KUHAP. Sekarang marilah kita laksanakan aturan-aturan tersebut dan nilai-nilai yang termiat didalamnya. 4. Upaya perlindungan yang dilakukan terhadap HAM adalah dengan membentuk lembaga-lembaga seperti KOMNAS HAM, Lembaga/pusat kajian HAM di setiap daerah, Pengadilan HAM disetiap Kabupaten, selain memproses pelangaran-pelangaran yang selama ini terjadi juga melakukan pengkajian terhadap HAM dan sosialisasi aturan-aturan tentang HAM. Lembaga pendidikan baik formal ataupun non formal juga berperan dalam menanamkan kesadaran akan pentingnya perlindungan dan pelaksanaan hak dan kewajiban yang asasi. Marilah kita dukung upaya yang telah menjadi kebijakan negara kita.

99

D. METODA Materi disajikan dengan metode ceramah, tanya jawab dan diskusi. E. TINGKAT PELAKSANAAN Pelaksanaan kegiatan dilakukan di tingkat fakultas menurut gugus yang telah ditetapkan.

100

You might also like