You are on page 1of 13

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar belakang Secara teknis kebutuhan nutrisi ternak ruminansia berpotensi biologis untuk dapat memanfaatkan hijauan sebagai sumber bahan pakan utamanya (Parakkasi, 1999). Hijauan relatif lebih mudah ditanam sehingga harganya lebih murah dibandingkan dengan tanaman sumber karbohidrat lainnya. Masih menurut Parakkasi, sistem pemeliharaan intensif ternak ruminansia yang sering disinonimkan sebagai usaha peternakan dengan penggunaan ransum tinggi akan penguat (konsentrat), sesungguhnya memiliki keuntungan lain yaitu dapat memanfaatkan bahan makanan hasil ikutan dari berbagai industri. Semakin intensif sistem pemeliharaan pada ternak ini, maka faktor nutrisi harus semakin kritis untuk diperhatikan. Dikatakan demikian karena biaya pakan merupakan bagian terbesar dari total biaya produksi, yang jika tidak dikelola dengan benar dapat menghambat upaya meningkatkan efisiensi bruto. Dalam keadaan demikian, maka nutrisi yang cukup merupakan hal yang esensial. Seperti halnya pada ternak unggas dan ternak monogastrik maka kebutuhan nutrisi ternak ruminansia adalah :

Energi Karbohidrat Lemak Protein Mineral Vitamin Air

BAB II PENJELASAN 2.1. pengertian Ternak ruminansia adalah ternak atau hewan yang memiliki empat buah lambung dan mengalami proses memamahbiak atau proses pengembalian makanan dari lambung ke mulut untuk di mamah. Contoh hewan ruminansia ini adalah ternak sapi, kerbau, dambing serta ternak domba. Ternak non ruminansia adalah ternak atau hewan yang memiliki satu lambung atau di sebutjuga dengan ternak monogastrik. Contohnya : ayam, burung, kuda serta babi. Saluran pencernaan ruminansia dan non ruminansia 1. Saluran pencernaan ruminansia. Pola sistem pencernaan pada hewan umumnya sama dengan manusia, yaitu terdiri atas mulut, faring, esofagus, lambung, dan usus. Namun demikian, struktur alat pencernaan kadang-kadang berbeda antara hewan yang satu dengan hewan yang lain. Berdasarkan susunan gigi di atas, terlihat bahwa sapi (hewan memamah biak) tidak mempunyai gigi seri bagian atas dan gigi taring, tetapi memiliki gigi geraham lebih banyak dibandingkan dengan manusia sesuai dengan fungsinya untuk mengunyah 1 makanan berserat, yaitu penyusun dinding sel tumbuhan yang terdiri atas 50% selulosa. Jika dibandingkan dengan kuda, faring pada sapi lebih pendek. Esofagus (kerongkongan) pada sapi sangat pendek dan lebar serta lebih mampu berdilatasi (mernbesar). Esofagus berdinding tipis dan panjangnya bervariasi diperkirakan sekitar 5 cm. Lambung sapi sangat besar, diperkirakan sekitar 3/4 dari isi rongga perut. Lambung mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan sementara yang akan dimamah kembali (kedua kali). Selain itu, pada lambung juga terjadi proses pembusukan dan fermentasi. Lambung ruminansia terdiri atas 4 bagian, yaitu rumen, retikulum, omasum, dan abomasum dengan ukuran yang bervariasi sesuai dengan umur dan makanan alamiahnya. Kapasitas rumen

80%, retikulum 5%, omasum 7-8%, dan abomasum 7-8%. Pembagian ini terlihat dari bentuk tonjolan pada saat otot sfinkter berkontraksi. 2.2. Pengelolahan Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar dan modern, dengan skala usaha kecilpun akan mendapatkan keuntungan yang baik jika dilakukan dengan prinsip budidaya modern. PT. NATURAL NUSANTARA dengan prinsip K-3 (Kuantitas, Kualitas dan Kesehatan) membantu budidaya penggemukan sapi potong baik untuk skala usaha besar maupun kecil. II. Penggemukan Penggemukan sapi potong adalah pemeliharaan sapi dewasa dalam keadaan kurus untuk ditingkatkan berat badannya melalui pembesaran daging dalam waktu relatif singkat (3-5 bulan). Beberapa hal yang berkaitan dengan usaha penggemukan sapi potong adalah : 1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : A. Sapi Bali. Cirinya berwarna merah dengan warna putih pada kaki dari lutut ke bawah dan pada pantat, punggungnya bergaris warna hitam (garis belut). Keunggulan sapi ini dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan yang baru. B. Sapi Ongole. Cirinya berwarna putih dengan warna hitam di beberapa bagian tubuh, bergelambir dan berpunuk, dan daya adaptasinya baik. Jenis ini telah disilangkan dengan sapi Madura,

keturunannya disebut Peranakan Ongole (PO) cirinya sama dengan sapi Ongole tetapi kemampuan produksinya lebih rendah.

C. Sapi Brahman. Cirinya berwarna coklat hingga coklat tua, dengan warna putih pada bagian kepala. Daya pertumbuhannya cepat, sehingga menjadi primadona sapi potong di Indonesia. D. Sapi Madura. Mempunyai ciri berpunuk, berwarna kuning hingga merah bata, terkadang terdapat warna putih pada moncong, ekor dan kaki bawah. Jenis sapi ini mempunyai daya pertambahan berat badan rendah. E. Sapi Limousin. Mempunyai ciri berwarna hitam bervariasi dengan warna merah bata dan putih, terdapat warna putih pada moncong kepalanya, tubuh berukuran besar dan mempunyai tingkat produksi yang baik 2. Pemilihan Bakalan. Bakalan merupakan faktor yang penting, karena sangat menentukan hasil akhir usaha penggemukan. Pemilihan bakalan memerlukan ketelitian, kejelian dan pengalaman. Ciri-ciri bakalan yang baik adalah : - Berumur di atas 2,5 tahun. - Jenis kelamin jantan. - Bentuk tubuh panjang, bulat dan lebar, panjang minimal 170 cm tinggi pundak minimal 135 cm, lingkar dada 133 cm.

- Tubuh kurus, tulang menonjol, tetapi tetap sehat (kurus karena kurang pakan, bukan karena sakit). - Pandangan mata bersinar cerah dan bulu halus. - Kotoran normal III. Tatalaksana Pemeliharaan. 3.1. Perkandangan. Secara umum, kandang memiliki dua tipe, yaitu individu dan kelompok. Pada kandang individu, setiap sapi menempati tempatnya sendiri berukuran 2,5 X 1,5 m. Tipe ini dapat memacu pertumbuhan lebih pesat, karena tidak terjadi kompetisi dalam mendapatkan pakan dan memiliki ruang gerak terbatas, sehingga energi yang diperoleh dari pakan digunakan untuk hidup pokok dan produksi daging tidak hilang karena banyak bergerak. Pada kandang kelompok, bakalan dalam satu periode penggemukan ditempatkan dalam satu kandang. Satu ekor sapi memerlukan tempat yang lebih luas daripada kandang individu. Kelemahan tipe kandang ini yaitu terjadi kompetisi dalam mendapatkan pakan sehingga sapi yang lebih kuat cenderung cepat tumbuh daripada yang lemah, karena lebih banyak mendapatkan pakan. 3.2. Pakan. Berdasarkan kondisi fisioloigis dan sistem pencernaannya, sapi digolongkan hewan ruminansia, karena pencernaannya melalui tiga proses, yaitu secara mekanis dalam mulut dengan bantuan air ludah (saliva), secara fermentatif dalam rumen dengan bantuan mikrobia rumen dan secara enzimatis setelah melewati rumen. Penelitian menunjukkan bahwa penggemukan dengan mengandalkan pakan berupa hijauan saja, kurang memberikan hasil yang optimal dan membutuhkan waktu yang lama. Salah satu cara mempercepat penggemukan adalah dengan pakan kombinasi antara hijauan dan konsentrat. Konsentrat yang digunakan adalah ampas bir, ampas tahu, ampas tebu, bekatul, kulit biji kedelai, kulit nenas dan buatan pabrik pakan. Konsentrat diberikan

lebih dahulu untuk memberi pakan mikrobia rumen, sehingga ketika pakan hijauan masuk rumen, mikrobia rumen telah siap dan aktif mencerna hijauan. Kebutuhan pakan (dalam berat kering) tiap ekor adalah 2,5% berat badannya. Hijauan yang digunakan adalah jerami padi, daun tebu, daun jagung, alang-alang dan rumput-rumputan liar sebagai pakan berkualitas rendah dan rumput gajah, setaria kolonjono sebagai pakan berkualitas tinggi.Penentuan kualitas pakan tersebut berdasarkan tinggi rendahnya kandungan nutrisi (zat pakan) dan kadar serat kasar. Pakan hijauan yang berkualitas rendah mengandung serat kasar tinggi yang sifatnya sukar dicerna karena terdapat lignin yang sukar larut oleh enzim pencernaan.Oleh karena itu PT. NATURAL NUSANTARA membantu peternak dengan mengeluarkan produk suplemen khusus ternak yaitu VITERNA Plus, POC NASA, dan HORMONIK. Produk ini menggunakan teknologi asam amino yang diciptakan dengan pendekatan fisiologis tubuh sapi, yaitu dengan meneliti berbagai nutrisi yang dibutuhkan ternak. VITERNA Plus mengandung berbagai nutrisi yang dibutuhkan ternak, yaitu : Mineral-mineral sebagai penyusun tulang, darah

dan berperan dalam sintesis enzim, yaitu N, P, K, Ca, Mg, Cl dan lain-lain. - Asam-asam amino, yaitu Arginin, Histidin, Leusin, Isoleusin dan lain-lain sebagai penyusun protein, pembentuk sel dan organ tubuh. - Vitamin lengkap yang berfungsi untuk berlangsungnya proses fisiologis tubuh yang normal butirat. POC NASA mengandung berbagai mineral penting untuk pertumbuhan ternak, seperti N, P, K, Ca, Mg, Fe dan lain-lain serta dilengkapi protein dan lemak nabati, mampu meningkatkan pertumbuhan sapi, ketahanan tubuh, mengurangi kadar kolesterol daging dan mengurangi bau kotoran. dan meningkatkan ketahanan tubuh sapi dari serangan penyakit. - Asam asam organik essensial, diantaranya asam propionat, asam asetat dan asam

Sedangkan HORMONIK berfungsi membantu memacu dan meningkatkan bobot ternak sapi. Cara Praktis Aplikasi Produk 1. Larutkan 1 botol VITERNA Plus (500cc) dan POC NASA (500 cc) dalam 1 wadah khusus. Aduk/kocok hingga merata kemudian tambahkan dalam larutan tersebut 20 cc atau 2 tutup HORMONIK. Kembali aduk hingga merata. 2. Berikan kepada ternak sapi dengan dosis 10 cc/ekor dengan interval 2 kali sehari (pagi dan sore) dengan cara dicampurkan dalam pakan konsentrat atau air minum. 3.3. Pengendalian Penyakit. Dalam pengendalian penyakit, yang lebih utama dilakukan adalah pencegahan penyakit daripada pengobatan, karena penggunaan obat akan menambah biaya produksi dan tidak terjaminnya keberhasilan pengobatan yang dilakukan. Usaha pencegahan yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan sapi adalah : a. Pemanfaatan kandang karantina. Sapi bakalan yang baru hendaknya dikarantina pada suatu kandang terpisah, dengan tujuan untuk memonitor adanya gejala penyakit tertentu yang tidak diketahui pada saat proses pembelian. Disamping itu juga untuk adaptasi sapi terhadap lingkungan yang baru. Pada waktu sapi dikarantina, sebaiknya diberi obat cacing karena berdasarkan penelitian sebagian besar sapi di Indonesia (terutama sapi rakyat) mengalami cacingan. Penyakit ini memang tidak mematikan, tetapi akan mengurangi kecepatan pertambahan berat badan ketika digemukkan. Waktu mengkarantina sapi adalah satu minggu untuk sapi yang sehat dan pada sapi yang sakit baru dikeluarkan setelah sapi sehat. Kandang karantina selain untuk sapi baru juga digunakan untuk memisahkan sapi lama yang menderita sakit agar tidak menular kepada sapi lain yang sehat. b. Menjaga kebersihan sapi bakalan dan kandangnya. Sapi yang digemukkan secara intensif akan menghasilkan kotoran yang banyak karena mendapatkan pakan yang

mencukupi, sehingga pembuangan kotoran harus dilakukan setiap saat jika kandang mulai kotor untuk mencegah berkembangnya bakteri dan virus penyebab penyakit. c. Vaksinasi untuk bakalan baru. Pemberian vaksin cukup dilakukan pada saat sapi berada di kandang karantina. Vaksinasi yang penting dilakukan adalah vaksinasi Anthrax. Beberapa jenis penyakit yang dapat meyerang sapi potong adalah cacingan, Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), kembung (Bloat) dan lain-lain. IV. Produksi Daging. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi daging adalah 1. Pakan. Pakan yang berkualitas dan dalam jumlah yang optimal akan berpengaruh baik terhadap kualitas daging. Perlakuan pakan dengan NPB akan meningkatkan daya cerna pakan terutama terhadap pakan yang berkualitas rendah sedangkan pemberian VITERNA Plus memberikan berbagai nutrisi yang dibutuhkan ternak sehingga sapi akan tumbuh lebih cepat dan sehat. 2. Faktor Genetik. Ternak dengan kualitas genetik yang baik akan tumbuh dengan baik/cepat sehingga produksi daging menjadi lebih tinggi. 3. Jenis Kelamin. Ternak jantan tumbuh lebih cepat daripada ternak betina, sehingga pada umur yang sama, ternak jantan mempunyai tubuh dan daging yang lebih besar. 4. Manajemen. Pemeliharaan dengan manajemen yang baik membuat sapi tumbuh dengan sehat dan cepat membentuk daging, sehingga masa penggemukan menjadi lebih singkat.

2.3. Penyebaran Dan Peranan Ternak Ruminansia Dalam Masyarakat Peternakan di Indonesia dikaruniai hewan ruminansia yaitu sapi, kerbau, kambing dan domba. Data dari Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian Republik Indonesia menunjukkan bahwa pada tahun 2009 jumlah sapi potong di Indonesia adalah 12.603.000 ekor, sapi perah 487.000 ekor, kerbau 2.046.000 ekor, kambing 15.656.000 ekor dan domba 10.472.000 ekor. Contoh dari jenis-jenis ruminansia di Indonesia dapat dilihat dari deretan. Jenis-jenis ruminansia dipelihara oleh kelompok masyarakat yang disebut peternak untuk diambil manfaatnya. Sebagian besar peternak itu juga membudidayakan tanaman pangan dan/atau tanaman industri sehingga mereka lebih sesuai disebut sebagai petani-ternak. Hal ini dikarenakan bahwa umumnya sebutan petani diasosiasikan sebagai mereka yang melakukan kegiatan budidaya tanaman saja sedangkan peternak diasosiasikan sebagai mereka yang memelihara ternak saja. Sekitar sembilan puluh persen populasi ruminansia di Indonesia dibudidayakan oleh petani-ternak yang tersebar hampir di semua desa di Indonesia. Ruminansia yang dipelihara per petani-ternak dapat hanya terdiri dari satu jenis saja atau lebih dari satu jenis. Adapun jumlah tiap jenis ruminansia yang dipelihara per petani-ternak relatif sedikit. Misalnya untuk sapi, berkisar antara satu sampai empat ekor per peternak. Kelompok petani-ternak semacam ini dikenal dengan sebutan peternakan rakyat. Kelompok ini adalah produsen ruminansia terbesar di Indonesia karena mengelola sekitar sembilan puluh persen populasi ruminansia yang ada. Hanya sekitar sepuluh persen populasi ruminansia di Indonesia dibudidayakan oleh peternakan semi-komersial dan komersial. Pola pemeliharaan ruminansia pada peternakan rakyat ini berbeda dengan pola pemeliharaan yang dilakukan di peternakan semi-komersial ataupun komersial. Pada peternakan komersial atau semi-komersial terdapat karakteristik bahwa sebagian atau

semua bahan pakan penyusun ransum untuk ruminansia yang dipelihara diperoleh dengan cara membeli. Adapun pada peternakan rakyat, pakan yang diberikan pada ruminansia diperoleh tanpa pembelian. Peternakan rakyat memanfaatkan sumberdaya pakan yang tersedia di sekitar tempat tinggal dengan cara seperti (1) diambil oleh petani-ternak untuk kemudian diberikan kepada ternak ruminansia yang dipelihara di rumah atau (2) melepaskan ternak untuk merumput pada sumber-sumber hijauan pakan yang ada atau (3) kombinasi antara cara 1 dan 2 tersebut diatas. Mengacu pada hal ini maka dapat dikatakan bahwa kelestarian peternakan rakyat adalah bergantung pada produktivitas sumberdaya pakan ternak yang tersedia di sekitar tempat tinggal dan dapat diakses oleh para petani-ternak secara bebas. Seperti halnya peternakan semi-komersial ataupun komersial maka peternakan rakyat membutuhkan tenaga kerja. Namun, pada peternakan rakyat, tenaga kerja dimaksud berasal dari anggota rumahtangga yang secara riil tidak dibayar. Selain mencari pakan hijauan dan melakukan aktifitas pemeliharaan ternak lainnya maka tenaga kerja rumahtangga petani-ternak juga melakukan kegiatan-kegiatan produksi tanaman ataupun rumahtangga. Keadaan itu memberikan kesan bahwa kegiatan memelihara ruminansia adalah pekerjaan sambilan. Kesan tersebut semakin kuat jika memperhatikan bahwa peternakan rakyat umumnya memelihara ruminansia bukan untuk tujuan mendapatkan keuntungan seperti halnya usaha semi-komersial atau komersial. Peternakan rakyat umumnya memelihara ruminansia untuk memperoleh manfaat dari ternak itu seperti misalnya menghasilkan pupuk kandang, tenaga kerja untuk mengolah lahan dan sebagai tabungan.

10

BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan 1. Secara teknis kebutuhan nutrisi ternak ruminansia berpotensi biologis untuk dapat memanfaatkan hijauan sebagai sumber bahan pakan utamanya (Parakkasi, 1999). Hijauan relatif lebih mudah ditanam sehingga harganya lebih murah dibandingkan dengan tanaman sumber karbohidrat lainnya. 2. Ternak ruminansia adalah ternak atau hewan yang memiliki empat buah lambung dan mengalami proses memamahbiak atau proses pengembalian makanan dari lambung ke mulut untuk di mamah. Contoh hewan ruminansia ini adalah ternak sapi, kerbau, dambing serta ternak domba. Ternak non ruminansia adalah ternak atau hewan yang memiliki satu lambung atau di sebutjuga dengan ternak monogastrik. Contohnya : ayam, burung, kuda serta babi. Saluran pencernaan ruminansia dan non ruminansia 3. Peternakan di Indonesia dikaruniai hewan ruminansia yaitu sapi, kerbau, kambing dan domba. Data dari Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian Republik Indonesia menunjukkan bahwa pada tahun 2009 jumlah sapi potong di Indonesia adalah 12.603.000 ekor, sapi perah 487.000 ekor, kerbau 2.046.000 ekor, kambing 15.656.000 ekor dan domba 10.472.000 ekor. Contoh dari jenis-jenis ruminansia di Indonesia dapat dilihat dari deretan.

11

DAFTAR PUSTAKA T Theron parlin. 2008. Kebutuhan Zat Makanan Untuk Non Ruminansia. Blog at wordpress.com. Parasaki aminuddin. 1998. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia (UI-press). Jakarta Theron parlin. 2008.

Kebutuhan Zat Makanan Untuk

Non Ruminansia. Blog at wordpress.com. Parasaki aminuddin. 1998. Ilmu Nutrisi dan Jakarta heron parlin. 2008. Kebutuhan Zat Makanan Untuk Non Ruminansia. Blog at wordpress.com. Parasaki aminuddin. 1998. Ilmu Nutrisi dan Jakarta Makanan Ternak Indonesia Ruminansia. (UI-press). Universitas Makanan Ternak Indonesia Ruminansia. (UI-press). Universitas

12

13

You might also like