You are on page 1of 5

PEMBAHASAN HUKUM ADAT WARIS Pengertian hukum adat waris Menurut Prof.

Soepomo hukum adat waris memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak terwujud benda (immateriele goederen) dari suatu angkatan manusia (generatie) kepada turunannya. 1). Menurut Wirjono Prodjodikoro S.H warisan adalah soal apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup2) Menuru Ter Haar Bzn3)memberikan rumusan hukum waris sebagai berikutHukum waris adalah aturan-aturan hukum yang mengenai cara bagaimana dari abad ke abad penerusan dan peralihan dari harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi ke generasi. secara umum hukum waris adalah sekumpulan peraturan yang mengatur perihal bagaimana mengatur atau mengurus suatu harta peninggalan dari pemiliknya setelah si pemilik harta tersebut meninggal dunia dan bagaimana pengurusan peralihan harta benda kepada ahli waris yang berhak dan berapa porsi atau bagian-nya masing-masing4) Hal yang penting dalam masalah warisan ini adalah bahwa pengertian warisan itu setidaknya terdapat 3 unsur, yang ketiga unsur ini merupakan unsur yang mutlak yang harus terdapat dalah masalah warisan. Ketiga unsur-unsur tersebut yaitu ; Almarhum yang meninggalkan harta kekayaan atau pewaris Seorang atau beberapa orang ahli waris yang berhak menerima atas harta kekayaan yang ditinggalkan tersebut atau para ahli waris Harta warisan atau harta kekayaan. 2. Sifat hukum waris dan beberapa pengertian istilah. Jika ditilik maka sifat hukum adat waris ini berbeda dengan sistem kewarisan hukum perdata barat maupun sistem hukum kewarisan islam hal ini disebabkan karena pengaruh dari alam pikiran tradisional indonesia yang berprinsip pada kerukunan, komunal serta alam pikiran konkrit dari bangsa indonesia, Hukum waris yang ada dan berlaku di indonesia nampaknya saat ini belum merupakan suatu hukum waris yang satu atau belum merupakan unifikasi hukum waris yang utuh karena hukum waris yang berlaku di indonesia masih pluralistik dalam artian setidaknya ada 3 hukum waris yang masih berlaku di indonesia yakni hukum waris berdasarkan BW (burgerlijk Wetboek)atau hukum waris barat, ada juga hukum waris adat dan hukum waris islam. Akibatnya sampai sekarang pengaturan masalah warisan indonesia masih belum menemui keseragaman. Bentuk dan sistem hukum waris sangat erat kaitannya dengan bentuk masyarakat dan sifat kekeluargaan. Seperti yang telah diketahui bahwa sistem kekeluargaan pada masyarakat indonesia berpokok pada 2 faktor, faktor teritorial dan faktor genealogis5) faktor teritorial berdasarkan lingkungan daerah dan faktor genealogis berdasarkan pertalian garis keturunan, nah berkaitan dengan faktor genealogis ini seperti yang diketahui di indonesia setidak-tidaknya dikenal tiga macam sistem keturunan6) Ketiga sistem keturunan dengan sifat-sifat kekeluargaannya yang unik serta sudah sedemikian populernya ini disebabkan karena segi-segi perbedaannya yang amat mencolok ini, sistem patrilineal_sistem pertalian darah menurut garis nenek moyang pria atau bapak sistem matrilineal_sistem pertalian darah menurut garis nenek moyang perempuan atau

ibu sistem bilateral atau parental_sistem pertalian darah menurut garis ibu maupun bapak. Dengan melihat perbedaan-perbedaan dari ketiga macam sistem keturunan tersebut diatas maka akan nampak menunjukkan bahwa sistem hukum waris di indonesia pun sangat pluralistik yang menurut Mochtar kusumaatmadja bahwa hukum waris sebagai salah satu bidang hukum yang sangat sulit untuk diperbaharui dengan jalan perundangundangan atau kodifikasi guna mencapai suatu unifikasi hukum karena upaya ke arah membuat hukum waris yang sesuai dengan kebutuhan dan kesadaran masyarakat akan senantiasa mendapat kesulitan mengingat beraneka ragamnya corak budaya, agama, sosial, dan adat istiadat serta sistem kekeluargaan yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat indonesia. dibawah ini akan dibedakan perbedaan yang prinsipil dengan sisem hukum waris yang lain; Hukum Adat Waris Hukum Waris Barat -0 Tidak mengenal legitieme portie atau bagian waris menurut undang-undang yang tidak boleh dikurangi oleh si pewaris_akan tetapi menetapkan dasar pembagian harta warisan ini berdasarkan persamaan hak dan dasar kerukunan. -1 Harta warisan tidak boleh dipaksakan untuk dibagikan diantara para ahli waris. Mengenal legitieme -2 Bersumber pada hukum adat indonesia yang tidak tertulis -3 portie seperti yang tercantum dalam pasal 913~929 KUHPerdata.

-4 Menentukan adanya hak mutlak dari ahli waris untuk sewaktu-waktu menuntut pembagian dari harta warisan. Pasal 1066 KUHPerdata. -5 Bersumberkan pada undang-undang tertulis atau KUHPerdata

Hukum Adat Waris Hukum Waris Islam -0 Harta peninggalan dapat bersifat tidak dapat dibagi karena berbagai hal -1 Memberi kepada anak angka, hak nafkah dari harta peninggalan orang tua yang mengasuhnya. -2 Ada sistem penggantian waris. -3 Pembagiannya berdasarkan kerukunan dan kesadaran dengan memperhatikan keadaan khusus tiap waris. -4 Harta peninggalan tidak merupakan satu kesatuan harta warisan melainkan wajib diperhatikan sifat / macam, asal dan kedudukan hukum daripada barang-barang masingmasing yang terdapat dalam harta peninggalan itu - Tiap ahli waris dapat menuntut pembagian harata peninggalan tersebut sewaktu-waktu -0 Tidak dikenal ketentuan ini. -1 Tidak dikenal -2 Bagian-bagian ahli waris telah ditentukan dan pembagian harta peninggalan tersebut menurut ketentuan tersebut. -3 Merupakan satu kesatuan warisan

Jadi dari uraian diatas hukum adat waris sangatlah erat kaitannya dengan sifat-sifat kekeluargaan. Sedangkan sifat hukum waris di indonesia masih bersifat pluralistik Sistem Kewarisan Adat Di indonesia kita dapat menjumpai tiga sistem kewarisan dalam hukum adat, yaitu7) Sistem Kewarisan individual yaitu sistem kewarisan dengan menentukan bahwa para ahli waris mewarisi secara perorangan dengan cirinya harta peninggalan dapat dibagi-bagikan di antara para ahli waris seperti dalam masyarakat bilateral di jawa, batak, sulawesi dan lain-lain Sistem kewarisan kolektif yaitu sistem kewarisan yang menentukan bahwa para ahli waris mewaris harta peninggalan secara bersama-sama (kolektif) sebab harta peninggalan yang diwarisi tersebut tidak dapat di bagi-bagi pemilikannya kepada masing-masing ahli waris, biasanya harta peninggalan tersebut berupa harta pusaka yang harta peninggalan ini hanya boleh di bagi-bagikan pemakaiannya saja kepada mereka (hanya mempunyai hak pakai saja) seperti dalam masyarakat matrilineal minangkabau dengan harta pusaka dan masyarakat patrilineal ambon dengan tanah dati. Sistem kewarisan mayorat, yaitu sistem kewarisan yang menentukan bahwa harta peninggalan pewaris keseluruhan atau sebagian besar hanya diwarisi oleh seorang anak saja. Sistem mayorat ini ada dua macam : Mayorat laki-laki, yaitu apabila anak laki-laki tertua/suling atau keturunan laki-laki merupakan ahli waris tunggal dari si pewaris, misalnya terdapat di bali, lampung Mayorat perempuan, yaitu apabila anak perempuan tertua merupakan ahli waris tunggal dari pewaris, misalnya pada masyarakat tanah semendo di sumsel diman terdapat hak mayorat anak perempuan yang tertua. Ketiga sistem kewarisan ini masing-masing tidak lantas merujuk pada suatu bentuk susunan masyarakat tertentu di mana sistem kewarisan itu berlaku, sebab suatu sistem tersebut di atas dapat diketemukan pula dalam berbagai bentuk susunan masyarakat ataupun dalam satu bentuk susunan masyarakat dapat pula di jumpai lebih dari satu sistem kewarisan dimaksud diatas seperti pada contoh sistem kewarisan kolektif di atas. Pewaris Adat Dalam pelaksanaan proses penerusan serta pengoperan kepada orang yang berhak menerima harta kekayaan itu akan selalu menimbulkan persoalan-persoaloan seperti berikut ; - Bagaimana dan sampai mana hubungan seorang peninggal warisan dengan kekayaannya dipengaruhi oleh sifat lingkungan kekeluargaan dimana si pewaris itu berada. - Bagaimana dan sampai dimana harus ada tali kekeluargaan antara peninggal warisan dan ahli waris - Bagaimana dan sampai mana ujud kekayaan yang beralih itu, dipengaruhi olehb sifat lingkungan kekeluargaan dimana sipeninggal warisan dan si ahli waris bersama-sama berada8). Mengenai unsur ahli waris ini seperti telah diterangkan diatas menimbulkan persoalan bagaiman dan sampai di mana harus ada tali kekeluargaan antara si peninggal warisan di satu pihak dan para ahli waris di lain pihak, agar harta kekayaan si peninggal warisan dapat beralih kepada para ahli waris. Dalam hukum waris adat adat, anak-anak si pewaris merupakan golongan ahli waris yang

terpenting oleh karena mereka pada hakikatnya merupakan satu-satunya golongan ahli waris, dengan adanya anak-anak maka kemungkinan lain-lain anggota keluarga dari si peninggal warisan untuk menjadi ahli waris menjadi tertutup. Namun seperti yang telah di kemukakan di atas bahwa sifat hukum waris adat indonesia yang unik maka setidaknya tidak akan sama siapa-siapa yang menjadi ahli waris dari harta kekayaan yang di tinggalkan pewaris itu, di bawah ini sedikit akan di uraikan pewaris menurut sistem kekerabatan, Ahli waris atau para ahli waris dalam hukum waris di sistem kekerabatan Patrilineal.. Anak laki-laki, namun apabila tidak mempunyai anak laki-laki maka harta warisan diwariskan pada anak perempuan dan istri Anak angkat, namun ia hanya menjadi ahli waris terhadap harta bersama orang tua angkatnya saja, sedangkan ia tidak berhak atas hak waris terhadap harta pusaka. Ayah dan ibu serta saudara sekandung si pewaris apabila anak laki-laki yang sah maupun anak angkat tidak ada. Keluarga terdekat dalam derajat yang tidak tentu Persekutuan adat. Ahli waris atau para ahli waris dalam hukum waris di sistem kekerabatan Matrilineal. Waris bertali darah yaitu ahli waris kandung/ sedarah yang urutan-urutannya terdiri atas waris setampok, waris sejangka, waris saheto, masing-masing dari ahli waris ini mewaris secara bergiliran. Waris bertali adat yaitu waris yang sesama ibu asalnya yang berhak memperoleh hak warisnya bila tidak ada sama sekali waris bertali darah. Ahli waris atau para ahli waris dalam hukum waris di sistem kekerabatan Parental. Sedarah dan tidak sedarah, ahli waris yang sedarah terdiri atas anak kandung, orang tua, saudara, dan cucu, sedangkan ahli waris yang tidak sedarah yaitu anak angkat, janda/duda. Kepunahan atau nunggul pinang yaitu ketika seorang pewaris tidak mempunyai ahli waris (punah/nunggul pinang), jika hal ini terjadi maka harta peninggalan ini diserahkan ke desa, ke baitulmaal, kepada orang yang tidak mampu, juga dapat diserahkan ke dinas sosial. Harta Warisan Adat. Harta warisan yaitu sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal dunia, harta warisan ini menurut Prof Soepomo tidak merupakan satu kesatuan, ada berbagai macam harta warisan disini yang diantaranya adalah harta asal dan harta bawaan. - Harta asal atau bawaan adalah kekayaan yang dimiliki oleh seseorang yang diperoleh sebelum maupun selama perkawinan yang didapatkan dengan cara pewarisan, hibah, hadiah, harta asal ini bisa berasal dari harta bawaan suami ataupun harta bawaan dari pihak istri. - Harta bersama atau lebih dikenal dengan harta gono-gini yaitu harta yang didapatkan selam perkawinan itu berlangsung atau atas usaha bersama. Oleh karena harta peninggalan tersebut bukan merupakan satu kesatuan maka ini berimbas pada pelaksanaan pembagiannya, para ahli waris tidak dapat begitu saja meminta pembagian harta waris ini melainkan harus diperhatikan sepenuhnya sifat (macam), asal dan kedudukan hukum daripada harta peninggalan tersebut. Beberapa harta

peninggalan mungkin masih dikuasai oleh peraturan-peraturan tersendiri yang mengatur bagaimana cara pengalihannya.. Harta warisan menurut hukum waris adat diklasifikasikan ke dalam : Harta warisan yang dapat dibagi-bagi antara ahli waris. Harta warisan yang tidak dapat dibagi-bagi yang terdiri atas - Mayorat - Minorat - Harta warisan yang dianggap sebagai milik bersama seluruh ahli waris sehingga tidak dapat dibagi-bagi untuk mereka secara individual. Lebih lanjut soerojo wignjodipoero SH menjelaskan mengapa harta peninggalan/warisan tidak dapat di bagi-bagi9) Alasan-alasan tersebut diantaranya ; Karena sifatnya memang tidak memungkinkan untuk di bagi-bagi (misalnya barangbarang tersebut milik suatu kerabat atau famili). Karena kedudukan hukumnya memang terikat kepada suatu tempat atau jabatan tertentu (misalnya barang-barang keramat keraton yang barang-barang ini tetap disimpan di keraton) Karena belum bebas dari kekuasaan persekutuan hukum yang bersangkutan, seperti tanah kasikepan di cirebon. Karena pembagiannya untuk sementara ditunda Karena hanya diwarisi oleh seorang saja (dalam sistem kewarisan mayorat) sehingga tidak perlu dibagi.

You might also like