You are on page 1of 109

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Allah Swt. karena atas izin dan rahmat-Nya lah penyusun dapat menyelesaikan tugas pembuatan buku dalam Mata Kuliah Media Pembelajaran PTAG. Penyusun banyak berterima kasih kepada Dr. Sri Handayani, MPd. sebagai dosen Mata Kuliah Media Pembelajaran yang telah membimbing dalam pengerjaan tugas ini, serta teman-teman Jurusan Pendidikan Teknologi Agroindustri 2010 yang turut membantu dalam penyelesaian tugas ini. Judul buku ini adalah Belajar dan Model-Model Pembelajara. Penyusunan buku ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas semester padat mata kuliah Media Pembelajaran PTAG. Dalam proses penyusunan buku ini, penyusun menyadari masih banyak kekurangan. Untuk itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak untuk perbaikan buku ini. Penyusun berharap buku ini dapat menunjang pembelajaran Media Pembelajaran PTAG dan dapat bermanfaat bagi semua orang. Akan tetapi, penyusun menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam buku ini. Oleh karena itu penyusun menerima saran dan kritik agar dapat membuat buku yang lebih bagus lagi.

Bandung, Agustus 2012

Penyusun

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

DAFTAR ISI

Daftar Isi ..................................................................................................... i Kata Pengantar .......................................................................................... ii

BAB I TEORI BELAJAR ....................................................................... 1 A. Teori Belajar Behavioristik ............................................................. 3 B. Teori Belajar Kognitivisme ............................................................ 6 C. Teori Belajar Konstruktivisme ........................................................ 9 D. Teori Belajar Humanistik ................................................................ 11 BAB II TEORI BELAJAR MENURUT PARA AHLI .......................... 16 A. Teori Belajar Menurut J.B. Bruner ................................................. 17 B. Teori Koneksionisme ...................................................................... 26 C. Teori Belajar Skinner ...................................................................... 33 D. Teori Belajar Piaget ........................................................................ 41 BAB III MODEL_MODEL PEMBELAJARAN .................................... 47 A. Model PAKEM ............................................................................... 48 B. Model Pembelajaran Example non Example .................................. 56 C. Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning .................... 62 D. Model Pembelajaran Number Head Together ............................... 73 E. Model Pembelajaran Project Work ................................................. 76 F. Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw ......................................... 81 G. Model Pembelajaran Debate ........................................................... 87 H. Model Pembelajaran Role Playing................................................... 92 I. Model Pembelajaran Based Learning ............................................. 99 Daftar Pustaka ............................................................................................ 103

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

ii

Bab 1

TEORI BELAJAR
Belajar dan Model-Model Pembelajaran 1

I TEORI BELAJAR
Dalam psikologi dan pendidikan, pembelajaran secara umum didefinisikan sebagai proses yang menyatukan pengaruh kognitif, emosional, dan lingkungan dan pengalaman untuk memperoleh, meningkatkan, atau membuat perubahan dalam pengetahuan seseorang, keterampilan, nilai, dan pandangan dunia (Illeris, 2004; Ormrod, 1995). Hal ini juga dianggap sebagai cara di mana informasi diserap, diproses, dan disimpan. Teori Belajar adalah hipotesis rumit yang menggambarkan bagaimana sebenarnya prosedur ini terjadi. Teori belajar memiliki dua nilai utama menurut Hill (2002), Salah satunya adalah dalam menyediakan kita dengan kosa kata dan kerangka kerja konseptual untuk menafsirkan contoh pembelajaran yang kita amati. Yang lainnya adalah dalam mengusulkan dimana kita seharusnya mencari solusi untuk masalah praktis. Teori-teori tidak memberikan solusi, tetapi mengarahkan perhatian kita pada variabel yang penting dalam menemukan solusi. Ada tiga kategori utama atau kerangka filosofis dari teori teori belajar ini, yaitu; (1)behaviorisme, (2) kognitivisme, dan (3) kontruktivisme. Secara garis besar, behaviorisme hanya berfokus pada aspek-aspek obyektif yang diamati pada proses pembelajaran. Teori kognitif melihat melampaui perilaku untuk menjelaskan bagaimana otak bekerja dalam mempelajari sesuatu. Sedangkan teori konstruktivisme mengemukakan bahwa belajar sebagai proses saat peserta didik secara aktif membangun ide-ide baru dalam belajar. Merriam dan Caffarella (1991) menyoroti empat pendekatan atau orientasi untuk belajar, yaitu; behavioris, cognitivist, humanis dan sosial/situasional. Pendekatan ini melibatkan ide yang bertentangan dengan tujuan dan proses pembelajaran dan pendidikan juga peran para pendidik dalam mengajar.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

A. Teori Belajar Behavioristik


Teori behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-respon, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukumhukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon). Ciri-Ciri Teori Behavioristik :
a) b) c)

Mementingkan faktor lingkungan Menekankan pada faktor bagian Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif

d) e)

Sifatnya mekanis Mementingkan masa lalu


Teori behaviouristik ini memiliki beberapa cabang teori yang menekankan

pembelajaran pada titik yang berbeda-beda yaitu;

1. Classical Conditioning oleh Ivan Pavlov yang menyimpulkan bahwa sesuatu yang di pelajari dapat di kembalikan kepada stimulus respon. Mendidik pada dasarnya

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

adalah memberikan stimulus yang memberi respon sesuai yang kita inginkan. Hal ini di lakukan berulang ulang agar hubungan stimulus dan respon semakin kuat. 2. Teori Behaviorisme Watson,beliau mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Penganut aliran ini lebih suka memilih untuk tidak memikirkan hal hal yang tidak bisa diukur, meskipun mereka tetap mengakui bahwa semua hal itu penting. Pendapat yang di kemukakan yaitu :
a.

Teori stimulus dan respon. Apabila kita menganalisis tingkah laku yang kompleks, akan di temukan rangkaian unit stimulus dan respon yang disebut reflex. Stimulus merupakan situasi objektif dan respon merupakan reaksi subjektif individu terhadap stimulus.

b.

Pengamatan dan kesan. Adanya kesan motoris di tujukan terhadap berbagai stimulus.

c.

Perasaan, Tingkah laku dan Afektif. Di temukan tiga reaksi emosional yang di bawa sejak lahir, yaitu : takut, marah, dan cinta. Perasaan senag dan tidak senang merupakan reaksi senso motoris.

d.

Teori berpikir. Berpikir harus merupakan tingkah laku senso motoris dan berbicara dalam hati adalah tingkah laku berfikir.

e.

Pengaruh Lingkungan tehadap perkembangan individu. Reaksi instinktif atau kodrati yang di bawa sejak lahir jumlahnya sedikit sekali, sedangkan kebiasaan kebiasaan yang terbentuk dalam perkembangan di sebabkan oleh latihan dan belajar.

3. Operant Conditioning .Teori ini di pelopori oleh Skinner, dalam teori ini di sebutkan bahwa ada dua macam respon, yaitu :
a.

Respondent response. Respon ini di timbulkan oleh perangsang perangsang tertentu yang disebut electing stimuli yang sifatnya relative tetap dan terbatas

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

serta hubungan antara stimulus dan respons sudah pasti sehingga kemungkinan untuk di modifikasi kecil, misalnya makanan yang

menimbulkan air liur.


b.

Operant response. Respon yang timbul dan berkembangnya di ikuti oleh perangsangperangsang tertentu, yamg biasa di sebut dengan reinforcing stimuli atau reinforcer. Perangsang tersebut memperkuat respon yang telah dilakukan oleh organisme sehingga sifatnya mengikuti, misalnya saja seorang anak belajar, kemudian memperoleh hadiah sehingga ia akan lebih giat lagi belajar, berarti responnya menjadi lebih kuat / intensif. Respon ini merupakan bagian yang tebesar dari pada tingkah laku manusia dan kemungkinannya untuk di modifikasi tak terbatas. Titik berat teori Skinner adalah pada respon kedua ini.

4. Teori Systematic Behavior Clark Hull. Mengemukakan konsep pokok teorinya yang sangat di pengaruhi oleh teori evolusi Darwin. Dia berpendapat bahwa tingkah laku seseorang berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup. Oleh karena itu, dalam teori Hull, kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis menempati posisi sentral. Menurut Hull, kebutuhan dikonsepkan sebagai dorongan (drive), seperti lapar, haus, tidur, dan sebagainya. Stimulus hampir selalu di kaitkan dengan kebutuhan biologis ini, meskipun menghasilkan respon yang berbedabeda bentuknya. Teori ini tidak banyak dipakai dalam dunia praktis karena (1)dianggap terlalu kompleks dan sulit dimengerti, (2)idenya tentang proses internal dianggap abstrak dan sulit dibuktikan melalui eksperimen empiris, dan (3)partikularistic, usaha utk menggeneralisasi hasil eksperimen secara berlebihan, meskipun sering digunakan dalam berbagai eksperimen
5. Teori Koneksionisme Thorndike. Menurut Thorndike, belajar adalah proses

interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran,
tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionismeProsedur eksperimennya ialah membuat agar setiap binatang lepas dari kurungannya sampai ke tempat makanan. Dalam hal ini apabila binatang terkurung, maka binatang itu sering melakukan bermacam kelakuan, seperti menggigit, menggosokkan badannya ke sisi kotak, dan cepat atau lambat binatang itu tersandung pada palang sehingga kotak terbuka dan binatang itu lepas ke tempat makanan. 6. Teori Edwin Gutrie, mengemukakan teori kontinguiti yang memandang bahwa belajar merupakan kaitan asosiatif antara stimulus tertentu dan respon tertentu. Selanjutnya Edwin Guthrie berpendapat bahwa hubungan antara stimulus dan respon merupakan faktor kritis dalam belajar. Oleh karena itu, di perlukan pemberian stimulus yang sering agar hubungan menjadi lebih langgeng. Selain itu, suatu respon akan lebih kuat apabila respon tersebut berhubungan dengan berbagai macam stimulus. Sebagai contoh, seseorang yang memiliki kebiasaan merokok sulit di tinggalkan. Hal ini dapat terjadi karena merokok bukan hanya berhubungan dengan satu macam stimulus, tetapi juga dengan stimulus lain seperti minum kopi.Guthrie juga mengemukakan bahwa hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Menurutnya suatu hukuman yang di berikan pada waktu yang tepat, akan mampu mengubah kebiasaan seseorang.

B. Teori Belajar Kognitivisme


Teori belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana sebuah informasi diproses.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

Peneliti yang mengembangkan teori kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar. Bruner menitikberatkan pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan. Proses pembelajaran strategi kognitif merupakan proses reflection in action. Sebagai salah satu komponen dalam kegiatan belajar mengajar (KBM), guru memiliki posisi yang menentukan keberhasilan pembelajaran, karena fungsi utama guru ialah merancang, mengelola dan mengevaluasi pembelajaran (Gagne, 1974). Ausubel (1968) mengatakan bahwa guru bertugas mengalihkan seperangkat pengetahuan yang terorganisasikan sehingga pengetahuan tersebut menjadi bagian dari sistem pengetahuan siswa. Sejalan dengan itu, Kurikulum { KTSP } menegaskan bahwa kedudukan guru dalam kegiatan belajar mengajar sangat strategis dan menentukan. Strategis karena guru akan menentukan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Menentukan karena gurulah yang memilah dan memilih bahan pelajaran yang akan disajikan kepada peserta didik. Salah satu faktor yang mempengaruhi guru dalam upaya memperluas dan memperdalam materi ialah rancangan pembelajaran yang efektif, efisien, menarik dan hasil pembelajaran yang bermutu tinggi dapat dilakukan dicapai oleh setiap guru. Menurut Snelbecker (1983 : 465), CDT (Center for the Development of Teaching) merupakan model preskripsi pembelajaran yang paling lengkap yang memperhitungkan teori pembelajaran behavioristik, teori pembelajaran humanistik dan teori pembelajaran kognitif. CDT juga memerhatikan fungsi kegiatan mental yang berhubungan dengan proses belajar yang diadopsi dari pandangan neo-behaviorist, agar tercapai suatu proses belajar (internal condition) diperlukan situasi belajar (external condition) tertentu sesuai dengan unjuk kerja belajar. Asumsi ini kemudian digunakan oleh CDT dalam penetapan tujuan belajar.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

Konsep yang diajukan teori pembelajaran humanistik terhadap individu siswa juga diadaptasi oleh CDT untuk mempreskripsikan cara membelajarkan siswa. Menurut Rogers (1983) dalam melaksanakan tugasnya di kelas, guru harus mampu memfasilitasi tumbuhnya kemamuan belajar siswa melalui motivasi. Begitu pula Maslow (1971), sebagai seorang tokoh psikologi humanistik, menentukan perlunya pemberian motivasi bagi tumbuhnya semangat belajar siswa. Pendapat dan prinsipprinsip pemberian motivasi dari dua tokoh psikologi humanistik ini digunakan oleh CDT dalam merancang strategi penyajian Keungulan CDT secara teoretis juga dibuktikan lewat berbagai penelitian. Hasil-hasil penelitian Merrill dan Tennyson (1982), Suhardjono (1990), dan Tugur (1991), semuanya menunjukkan bahwa CDT memiliki keunggulan dalam meningkatkan perolehan belajar pada performansi mengingat, menggunakan, dan mengembangkan, baik untuk tipe isi pelajaran yang berupa fakta, konsep, prosedur, maupun prinsip.
Tabel 1. Asumsi Umum Tentang Teori Belajar Kognitif Asumsi Pembelajaran sekarang berasal dari proses Pembelajaran sebelumnya Pembelajaran informasi melibatkan Penjelasan Siswa memiliki latar belakang dan motivasi yang berbeda sehingga mereka mengkonstruksi satu hal yang sama secara berbeda. proses Ini merupakan proses aktif yang mengacu pada pengetahuan siswa Pemaknaan Pemaknaan hubungan merupakan dikonstruksi refleksi dari pengalaman antara yang proses

hubungan

pembelajaran sebelumnya dengan yang baru. Kegiatan belajar mengajar menekankan Penekananya pada hubungan dan strategi pada kebermaknaan yang tujuanya

membantu siswa belajar bagaimana cara belajar.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

C. Teori Belajar Konstruktivisme


Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan dapat diartikan konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran kontekstual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari ide dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih paham dan mampu mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selian itu siswa terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep. Ciri-ciri teori Konstruktivisme
a) b)

Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.

c)

Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah

d)

Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.
Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaanSelain itu

yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa . siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi , tetapi harus diupayakan agar siswa itu sendiri yang memanjatnya. Aplikasi dan Implikasi dalam Pembelajaran Setiap guru akan pernah mengalami bahwa suatu materi telah dibahas dengan jelas-jelasnya namun masih ada sebagian siswa yang belum mengerti ataupun tidak mengerti materi yang diajarkan sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa seorang guru dapat mengajar suatu materi kepada sisiwa dengan baik, namun seluruh atau sebagian siswanya tidak belajar sama sekali. Usaha keras seorang guru dalam mengajar tidak harus diikuti dengan hasil yang baik pada siswanya. Karena, hanya dengan usaha yangkeras para sisiwa sedirilah para siswa akan betul-betul memahami suatu materi yang diajarkan. Tugas setiap guru dalam memfasilitasi siswanya, sehingga pengetahuan materi yang dibangun atau dikonstruksi para siswa sendirisan bukan ditanamkan oleh guru. Para siswa harus dapat secara aktif mengasimilasikan dan mengakomodasi pengalaman baru kedalam kerangka kognitifnya Untuk mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model mental yang digunakan para siswa untuk mengenal dunia mereka dan penalaran yang dikembangkandan yang dibuat para sisiwa untuk mendukung model-model itu. Siswa perlu mengkonstruksi pemahaman yang mereka sendiri untuk masing-masing konsep materi sehingga guru dalam mengajar bukannya menguliahi, menerangkan atau upaya-upaya sejenis untuk memindahkan pengetahuan pada siswa tetapi menciptakan situasi bagi siswa yang membantu perkembangan mereka membuat konstruksi-konstruksi mental yang diperlukan. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadisituasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai dengan dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator, mediator, dan teman yang membuat situasi kondusif untuk terjadinya konstruksi engetahuan pada diri peserta didik.Kelebihan dan Kekurangan Konstruktivisme

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

10

1.

Kelebihan Murid berfikir untuk menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat keputusan.

Faham kerana murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi. Selian itu murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep. Kemahiran sosial diperoleh apabila berinteraksi dengan rekan dan guru dalam membina pengetahuan baru; Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri; Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya; Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap; Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri; Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu. 2. Kelemahan Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung; siswa berbeda persepsi satu dengan yang lainnya.

D.

Teori Belajar Humanistik

Dalam teori belajar humanistik proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam dunia keseharian.. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk memanusiakan manusia (mencapai aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai. Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

11

Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Menurut hemat kami, Teori Belajar Humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana memanusiakan manusisa serta peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya.

1.

Prinsip-prinsip Teori Belajar Humanistik Beberapa prinsip Teori belajar Humanistik 1. Manusia mempunyai belajar alami 2. Belajar signifikan terjadi apabila materi plajaran dirasakan murid mempuyai relevansi dengan maksud tertentu 3. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya. 4. Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasarkan bila ancaman itu kecil 5. Bila bancaman itu rendah terdapat pangalaman siswa dalam memperoleh cara. 6. Belajar yang bermakna diperolaeh jika siswa melakukannya 7. Belajar lancer jika siswa dilibatkan dalam proses belajar 8. Belajar yang melibatkan siswa seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam 9. Kepercayaan pada diri pada siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri 10. Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar

Roger sebagai ahli dari teori belajar humanisme mengemukakan beberapa prinsip belajar yang penting yaitu: (1). Manusia itu memiliki keinginan alamiah untuk belajar, memiliki rasa ingin tahu alamiah terhadap dunianya, dan keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi dan asimilasi pengalaman baru, (2). Belajar akan cepat dan lebih bermakna bila bahan yang dipelajari relevan dengan kebutuhan siswa,

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

12

(3) belajar dapat di tingkatkan dengan mengurangi ancaman dari luar, (4) belajar secara partisipasif jauh lebih efektif dari pada belajar secara pasif dan orang belajar lebih banyak bila belajar atas pengarahan diri sendiri, (5) belajar atas prakarsa sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi, pikiran maupun perasaan akan lebih baik dan tahan lama, dan (6) kebebasan, kreatifitas, dan kepercayaan diri dalam belajar dapat ditingkatkan dengan evaluasi diri orang lain tidak begitu penting. 2. Aplikasi Teori Belajar Humanistik Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran. Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif. Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah : 1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas 2. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif. 3. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri 4. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri 5. Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

13

6. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk

bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya. 7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya 8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan. Keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku. 3. Implikasi Teori Belajar Humanistik Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator. Berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa (petunjuk): 1) Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas 2) Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum. 3) Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk

melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi. 4) Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka. 5) Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

14

6) Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok 7) Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain. 8) Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa 9) Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar 10) Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri. Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah : a) Merespon perasaan siswa b) Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang c) Berdialog dan berdiskusi dengan siswa d) Menghargai siswa e) Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan f) Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari siswa) g) Tersenyum pada siswa

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

15

Bab II TEORI BELAJAR MENURUT PARA AHLI

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

16

II TEORI BELAJAR MENURUT PARA AHLI


A. Teori Belajar Menurut J.B Bruner
Jerome Bruner dilahirkan dalam tahun 1915. Jerome Bruner, seorang ahli psikologi yang terkenal telah banyak menyumbang dalam penulisan teori pembelajaran, proses pengajaran dan falsafah pendidikan. Bruner bersetuju dengan Piaget bahawa perkembangan kognitif kanak-kanak adalah melalui peringkatperingkat tertentu. Walau bagaimanapun, Bruner lebih menegaskan pembelajaran secara penemuan iaitu mengolah apa yang diketahui pelajar itu kepada satu corak dalam keadaan baru (lebih kepada prinsip konstruktivisme). Beliau bertugas sebagai profesor psikologi di Universiti Harvard di Amerika Syarikat dan dilantik sebagi pengarah di Pusat Pengajaran Kognitif dari tahun 1961 sehingga 1972, dan memainkan peranan penting dalam struktur Projek Madison di Amerika Syarikat. Setelah itu, beliau menjadi seorang profesor Psikologi di Universiti Oxford di England. Jerome S. Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar kognitif. Pendekatannya tentang psikologi adalah eklektik. Penelitiannya yang demikian banyak itu meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar dan berfikir. Dalam mempelajarai manusia, ia menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga proses kognitif, yaitu memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Pandangan terhadap belajar yang disebutnya sebagai konseptualisme instrumental itu, didasarkan pada dua prinsip, yaitu pengetahuan orang tentang alam didasarkan pada model-model

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

17

mengenai kenyataan yang dibangunnya, dan model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang itu. Pematangan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang ditunjukkan oleh bertambahnya ketidaktergantungan respons dari sifat stimulus. Pertumbuhan itu tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjadi suatu sistem simpanan yang sesuai dengan lingkungan. Pertumbuhan itu menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk mengemukakan pada dirinya sendiri atau pada orang lain tentang apa yang telah atau akan dilakukannya. Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan berfikir secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah. Teori instruksi menurut Bruner hendaknya mencakup: 1. Pengalaman-pengalaman optimal bagi siswa untuk mau dan dapat belajar, ditinjau dari segi aktivasi, pemeliharaan dan pengarahan. 2. Penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman optimal, ditinjau dari segi cara penyajian, ekonomi dan kuasa. 3. Perincian urutan-urutan penyajian materi pelajran secara optimal, dengan memperhatikan faktor-faktor belajar sebelumnya, tingkat perkembangan anak, sifat materi pelajaran dan perbedaan individu. 4. Bentuk dan pemberian reinforsemen. Beliau berpendapat bahawa seseorang murid belajar dengan cara menemui struktur konsep-konsep yang dipelajari. Kanak-kanak membentuk konsep dengan mengasingkan benda-benda mengikut ciri-ciri persamaan dan perbezaan. Selain itu, pengajaran didasarkan kepada perangsang murid terhadap konsep itu dengan pengetahuan sedia ada. Misalnya,kanak-kanak membentuk konsep segiempat dengan mengenal segiempat mempunyai 4 sisi dan memasukkan semua bentuk bersisi empat

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

18

kedalam kategori segiempat,dan memasukkan bentuk-bentuk bersisi tiga kedalam kategori segitiga. Dalam teori belajarnya Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah: (1) tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru, (2) tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.

1. Ciri khas Teori Pembelajaran Menurut Bruner a) Empat Tema tentang Pendidikan Tema pertama mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan. Hal ini perlu karena dengan struktur pengetahuan kita menolong siswa untuk untuk melihat, bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain. Tema kedua adalah tentang kesiapan untuk belajar. Menurut Bruner kesiapan terdiri atas penguasaan ketrampilan-ketrampilan yang lebih sederhana yang dapat mengizinkan seseorang untuk mencapai kerampilan-ketrampilan yang lebih tinggi. Tema ketiga adalah menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan. Dengan intuisi, teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasiformulasi itu merupaka kesimpulan yang sahih atau tidak. Tema keempat adalah tentang motivasi atau keingianan untuk belajar dan cara-cara yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu. b) Model dan Kategori Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi. Asumsi pertama adalah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

19

Berlawanan dengan penganut teori perilakau Bruner yakin bahwa orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan tidak hanya terjadi di lingkungan tetapi juga dalam diri orang itu sendiri. Asumsi kedua adalah bahwa orang mengkontruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya, suatu model alam (model of the world). Model Bruner ini mendekati sekali struktur kognitif Aussebel. Setiap model seseorang khas bagi dirinya. Dengan menghadapi berbagai aspek dari lingkungan kita, kita akan membentuk suatu struktur atau model yang mengizinkan kita untuk mengelompokkan hal-hal tertentu atau membangun suatu hubungan antara hal-hal yang diketahui. c) Belajar sebagai Proses Kognitif Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu adalah (1) memperoleh informasi baru, (2) transformasi informasi dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan (Bruner, 1973). Informasi baru dapat merupaka penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang atau informasi itu dapat dersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam transformasi pengetahuan seseorang mempelakukan pengetahuan agar cocok dengan tugas baru. Jadi, transformasi menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah bentuk lain. Hampir semua orang dewasa melalui penggunaan tig sistem keterampilan untuk menyatakan kemampuanny secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu adalah yang disebut tiga cara penyajian (modes of presentation) oleh Bruner (1966). Ketiga cara itu ialah: cara enaktif, cara ikonik dan cara simbolik. Cara penyajian enaktif ialah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif. Dengan cara ini seseorang mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata. Jadi cara ini terdiri atas penyajian kejadian-

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

20

kejadian yang lampau melalui respon-respon motorik. Misalnya seseorang anak yang enaktif mengetahui bagaimana mengendarai sepeda. Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendefinisikan sepenuhnya konsep itu. Misalnya sebuah segitiga menyatakan konsep kesegitigaan. Penyajian simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa. Penyajian simbolik dibuktikan oleh kemampuan seseorang lebih memperhatikan proposisi atau pernyataan daripada objek-objek, memberikan struktur hirarkis pada konsep-konsep dan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan alternatif dalam suatu cara kombinatorial. Sebagai contoh dari ketiga cara penyajian ini, tentang pelajaran penggunaan timbangan. Anak kecil hanya dapat bertindak berdasarkan prinsip-prinsip timbangan dan menunjukkan hal itu dengan menaiki papan jungkat-jungkit. Ia tahu bahwa untuk dapat lebih jauh kebawah ia harus duduk lebih menjauhi pusat. Anak yang lebih tua dapat menyajikan timbangan pada dirinya sendiri dengan suatu model atau gambaran. Bayangan timbangan itu dapat diperinci seperti yang terdapat dalam buku pelajaran. Akhirnya suatu timbangan dapat dijelaskan dengan menggunakan bahasa tanpa pertolongan gambar atau dapat juga dijelaskan secara matematik dengan menggunakan Hukum Newton tentang momen. d) Ciri khas Teori Bruner dan perbedaannya dengan teori yang lain Teori Bruner mempunyai ciri khas daripada teori belajar yang lain yaitu tentang discovery yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri. Disamping itu, karena teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan-penulangan, maka desain yang berulang-ulang itu disebut kurikulum spiral kurikulum. Secara sin gkat, kurikulum spiral menuntut guru untuk memberi materi pelajaran setahap demi setahap dari yang sederhana ke yang kompleks, dimana materi yang sebelumnya sudah diberikan suatu saat muncul kembali secara terintegrasi di dalam suatu materi baru yang lebih

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

21

kompleks. Demikian seterusnya sehingga siswa telah mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh. Bruner berpendapat bahwa seseorang murid belajar dengan cara menemui struktur konsep-konsep yang dipelajari. Anak-anak membentuk konsep dengan melihat benda-benda berdasarkan ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain itu, pembelajaran didasarkan kepada merangsang siswa menemukan konsep yang baru dengan menghubungkan kepada konsep yang lama melalui pembelajaran penemuan.

2. Belajar Penemuan Salah satu model kognitif yang sangat berpengaruh adalah model dari Jerome Bruner (1966) yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning). Bruner menganggap bahwa belajar peneuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan konsep dan prinsip itu sendiri. Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan. Diantaranya adalah: a. Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat. b. Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik. c. Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas. Asumsi umum tentang teori belajar kognitif: a. Bahwa pembelajaran baru berasal dari proses pembelajaran sebelumnya. b. Belajar melibatkan adanya proses informasi (active learning). c. Pemaknaan berdasarkan hubungan. d. Proses kegiatan belajar mengajar menitikberatkan pada hubungan dan strategi. Model kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

22

perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses. Peneliti yang mengembangkan kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar. Menurut Ausubel, konsep tersebut dimaksudkan untuk penyiapan struktur kognitif peserta didik untuk pengalaman belajar. Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan. Bruner

mengembangkan teorinya tentang perkembangan intelektual, yaitu: a. Enactive, dimana seorang peserta didik belajar tentang dunia melalui tindakannya pada objek, siswa melakukan aktifitas-aktifitasnya dalam usahanya memahami lingkungan. b. Iconic, dimana belajar terjadi melalui penggunaan model dan gambar c. Symbolic yang mendeskripsikan kapasitas dalam berfikir abstrak, siswa mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika dan komunikasi dilkukan dengan pertolongan sistem simbol. Semakin dewasa sistem simbol ini samakin dominan. Sejalan dengan pernyataan di atas, maka untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan lain perkataan perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya. Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkap perkembangan

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

23

kognitif mereka. Cara belajar yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan (discovery learning). Berdasarkan pendapat ketiga ahli di atas (Burner, Ausubel, dan gagne), ternyata teori kognitif melibatkan hal-hal mental atau pemikiran seseorang individu. Teori ini ada kaitan dengan ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang. Sesuatu pengetahuan yang diperolehi melalui pengalaman atau pendidikan formal akan disimpan dan disusun melalui proses pengumpulan pengetahuan supaya dapat digunakan kemudian. Tabel 2. Penerapan Model Kognitif dalam pembelajaran: Belajar Kognitif Bruner Karakteristik Teori Model ini sangat Penerapan Dalam pembelajaran 1. Menentukan instruksional 2. Memilih materi pelajaran 3. Menentukan topik-topik yang akan dipeserta didiki 4. Mencari ilustrasi contoh-contoh, dsbnya., yang tugas, dapat tujuan-tujuan

membebaskan peserta didik sendiri. untuk belajar ini

Teori

mengarahkan didik secara learning. untuk

peserta belajar

discovery

digunakan peserta didik untuk bahan belajar 5. Mengatur topik peserta didik dari konsep yang paling kongkrit ke yang abstrak, dari yang sederhana ke kompleks 6. Mengevaluasi proses dan hasil belajar

Bermakna Ausubel

Dalam

aplikasinya

1. Menentukan instruksional

tujuan-tujuan

menuntut peserta didik belajar secara deduktif

2. Mengukur kesiapan peserta didik

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

24

(dari khusus)

umum dan

ke lebih aspek

(minat,

kemampuan, melalui tes

struktur awal,

kognitif)baik

mementingkan struktur peserta didik

interviw, pertanyaan dll. 3. Memilih materi pelajaran dan

kognitif

mengaturnya dalam bentuk penyajian konsep-konsep kunci 4. Mengidentifikasikan prinsip-prinsip

yang harus dikuasai peserta didik dari materi tsb. 5. Menyajikan suatu pandangan secara menyelurh tentang apa yang harus dikuasai pesertadidik 6. Membuat dan menggunakan advanced organizer paling tidak dengan cara membuat rangkuman terhadap materi yang baru disajikan, dilengkapi dengan uraian singkat yang menunjukkan relevansi yang sudah

(keterkaiatan) materi

diberikan dengan yang akan diberikan 7. Mengajar memahami peserta didik untuk dan

konsep-konsep

prinsip-prinsip yang sudah ditentukan dengan memberi fokus pada

hubungan yang terjalin antara konsep yang ada 8. Mengevaluasi proses dan hasil belajar

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

25

B. Teori Koneksionisme
Koneksionisme merupakan teori yang paling awal dari rumpun Berhaviorisme. Teori belajar koneksionisme dikembangkan oleh Edward L. Thorndike (1874-1949). Thorndike berprofesi sebagai seorang pendidik dan psikolog yang berkebangsaan Amerika. Lulus S1 dari Universitas Wesleyen tahun 1895, S2 dari Harvard tahun 1896 dan meraih gelar doktor di Columbia tahun 1898. Bukubuku yang ditulisnya antara lain Educational Psychology (1903), Mental and social Measurements (1904), Animal Intelligence (1911), Ateachers Word Book (1921),Your City (1939), dan Human Nature and The Social Order (1940). Teori Thorndike dikenal dengan teori Stimulus-Respons. Menurutnya, dasar belajar adalah asosiasi antara stimulus (S) dengan respons(R). Stimulus akan memberi kesan ke-pada pancaindra, sedangkan respons akanmendorong seseorang untuk melakukan tindakan. Asosiasi seperti itu disebut Connection.Prinsip itulah yang kemudian disebut sebagai teori Connectionism. Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang. Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah trial and error learning atau selecting and connecting learning dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi. Adanya pandangan-pandangan Thorndike yang memberi sumbangan yang cukup besar di dunia pendidikan tersebut maka ia dinobatkan sebagai salah satu tokoh pelopor dalam psikologi pendidikan.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

26

Pendidikan yang dilakukan Thorndike adalah menghadapkan subjek pada situasi yangmengandung problem. Model eksperimen yang ditempuhnya sangat sederhana, yaitudengan menggunakan kucing sebagai objek penelitiannya. Kucing dalam keadaan lapar dimasukkan ke dalam kandang yang dibuat sedemikian rupa, dengan model pintu yangdihubungkan dengan tali. Pintu tersebut akan terbuka jika tali tersentuh/tertarik. Di luar kandang diletakkan makanan untuk merangsang kucing agar bergerak ke-luar. Padaawalnya, reaksi kucing menunjukkan sikap yang tidak terarah, seperti meloncat yangtidak menentu, hingga akhirnya suatu saat gerakan kucing menyentuh tali yangmenyebabkan pintu terbuka.Setelah percobaan itu diulang-ulang, ternyata tingkah laku kucing untuk keluar darikandang menjadi semakin efisien. Itu berarti, kucing dapat memilih atau menyeleksiantara respons yang berguna dan yang tidak. Respons yang berhasil untuk membuka pintu, yaitu menyentuh tali akan dibuat pembiasaan, sedangkan respons lainnyadilupakan. Eksperimen itu menunjukkan adanya hubungan kuat antara stimulus danrespons. Percobaan tersebut menghasilkan teori trial and error atau selecting and conecting, yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat salah. Dalam melaksanakan coba-coba ini, kucing tersebut cenderung untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak mempunyai hasil. Setiap response menimbulkan stimulus yang baru, selanjutnya stimulus baru ini akan menimbulkan response lagi, demikian selanjutnya, sehingga dapat digambarkan sebagai berikut: S R S1 R1 dst

1. Hukum-Hukum Belajar Dari percobaan yang Thorndike lakukan seperti yang telah dipaparkan pasa subbab sebelumnya, ia menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut : a) Hukum Kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organism memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

27

Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan membentuk asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan. Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan membentuk asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan. Masalah pertama, bila seseorang sudah siap melakukansuatu tingkah laku, pelaksanaannya akan memberi kepuasan baginya sehingga tidak akanmelakukan tingkah laku lain. Contoh, peserta didik yang sudah benar-benar siapmenempuh ujian, dia akan puas bila ujian itu benar-benar dilaksanakan. Masalah kedua, bila seseorang siap melakukan suatu tingkah laku tetapi tidak dilaksanakan, makaakan timbul kekecewaan. Akibatnya, ia akan melakukan tingkah laku lain untuk mengurangi kekecewaan. Contoh peserta didik yang sudah belajar tekun untuk ujian,tetapi ujian dibatalkan, ia cenderung melakukan hal lain (misalnya: berbuat gaduh, protes) untuk melampiaskan kekecewaannya. Masalah ketiga, bila seseorang belum siap melakukan suatu perbuatan tetapi dia harusmelakukannya, maka ia akan merasa tidak puas. Akibatnya, orang tersebut akanmelakukan tingkah laku lain untuk menghalangi terlaksananya tingkah laku tersebut.Contoh, peserta didik tiba-tiba diberi tes tanpa diberi tahu lebih dahulu, mereka pun akan bertingkah untuk menggagalkan tes. Masalah keempat, bila seseorang belum siap melakukan suatu tingkah laku dan tetap tidak melakukannya, maka ia akan puas. Contoh, peserta didik akan merasa lega bila ulanganditunda, karena dia belum belajarHukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/ dilatih (digunakan) , maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

28

Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Prinsip menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai. b) Hukum akibat(law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi. Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak dapat menguat atau melemah, tergantung pada buah hasil perbuatan yang pernah dilakukan. Misalnya, bila anak mengerjakan PR, ia mendapatkan muka manis gurunya. Namun, jika sebaliknya, ia akan dihukum. Kecenderungan mengerjakan PR akan membentuk sikapnya.

Thorndike berkeyakinan bahwa prinsip proses belajar binatang pada dasarnya sama dengan yang berlaku pada manusia, walaupun hubungan antara situasi dan perbuatan pada binatang tanpa dipeantarai pengartian. Binatang melakukan responsrespons langsung dari apa yang diamati dan terjadi secara mekanis(Suryobroto, 1984). 2. Hukum Tambahan Selanjutnya Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai berikut: a. Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response). Hukum ini mengatakan bahwa pada individu diawali oleh prooses trial dan error yang menunjukkan adanya bermacam-macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

29

b. Hukum Sikap ( Set/ Attitude).


Hukum ini menjelaskan bahwa perilakku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respon saja, tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif, emosi , sosial , maupun psikomotornya.

c. Hukum Aktifitas Berat Sebelah ( Prepotency of Element). Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam proses belajar memberikan respon pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi ( respon selektif). d. Hukum Respon by Analogy. Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam melakukan respon pada situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru. Makin banyak unsur yang sama maka transfer akan makin mudah. e. Hukum perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting) Hukum ini mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur baru dan membuang sedikit demi sedikit unsur lama.

3. Revisi Hukum Belajar


Selain menambahkan hukum-hukum baru, dalam perjalanan penyamapaian teorinya thorndike mengemukakan revisi Hukum Belajar antara lain :

a. Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak cukup untuk memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa

pengulanganpun hubungan stimulus respon belum tentu diperlemah. b. Hukum akibat direvisi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang berakibat positif untuk perubahan tingkah laku adalah hadiah, sedangkan hukuman tidak berakibat apa-apa.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

30

c. Syarat utama terjadinya hubungan stimulus respon bukan kedekatan, tetapi adanya saling sesuai antara stimulus dan respon. d. Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang lain maupun pada individu lain. Teori koneksionisme menyebutkan pula konsep transfer of training, yaiyu kecakapan yang telah diperoleh dalam belajar dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang lain. Perkembangan teorinya berdasarkan pada percobaan terhadap kucing dengan problem box-nya.

4.

Begesernya Teori-Teori Belajar (Dari Koneksionisme hingga Humanisme) Tak dapat dipungkiri manusia sebagai makhluk sosial yang dinamis selalu

tidak puas dengan apa yang sudah ada akan selalu mencoba dan menciptakan sesuatu yang baru atau lain dari biasanya, begitu juga dengan teori-teori pembelajaran. Adanya sikap kritis para ahli, perkembangan IPTEK, adanya keinginan untuk mengadakan perbaikan hingga Curiosity dari para ahli untuk memecahkan dan menutup kekurangan yang ada pada teori sebelumnya menjadi pemicu untuk melakukan perubahan terhadap teori-teori pembelajaran. Kita tentu telah mengetahui teori pembelajaran koneksionisme, dimana teori ini merupakan teori pembelajaran yang hanya berfokus pada perilaku yang bisa diamati dan stimuli yang mengontrolnya, karena teori ini hanya berfokus pada perilaku individu, teori ini kemudian bergeser menjadi teori pembelajaran kognitivisme dimana teori ini menekankan pada proses pendalaman yang berlaku dalam akal pikiran, dan tidak dapat diperhatikan secara langsung dengan tingkah laku. Karena teori ini hanya membicarakan input, maka teori ini bergeser menjadi teori pembelajaran konstruktivisme, dimana Teori pembelajaran ini mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan proses daripada belajar, sehingga mengharuskan siswa bersikap aktif. Dengan kata lain, teori ini mampu membangun ilmu pengetahuan yang telah lalu dengan ilmu pengetahuan yang baru. Karena teori pembelajaran ini dianggap masih kurang, maka bergeser dari teori pembelajaran

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

31

konstruktivisme menjadi teori pembelajaran humanisme, dimana teori pembelajaran ini mampu menciptakan manusia yang ideal, sehingga proses pembelajarannya pun ideal. Manusia memiliki kebebasan untuk berfikir alternatif, menemukan konsep dan prinsip. Dalam teori humanisme memandang bahwa belajar bukan sekedar pengembangan kualitas kognitif saja, melainkan juga sebuah proses yang terjadi dalam diri individu yang melibatkan seluruh bagian atau domain yang ada. Domain tersebut meliputi domain kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pergeseran Teori Pembelajaran berawal dari teori koneksionisme dan sementara ini berakhir pada teori humanisme. Dengan alur pergeseran: Koneksionisme Kognitivisme Konstruktivisme Kognitivisme Konstruktivisme Humanisme

Dengan adanya pergeseran teori-teori pembelajaran ini diharapkan mampu menawarkan solusi dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dengan landasan teori yang lebih mutakhir sehingga proses dan tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal. Selain itu dengan adanya pergeseran teori-teori pembelajaran ini diharapkan mampu mendorong pemilihan cara-cara yang tepat untuk membelajarkan siswa, mendorong guru untuk responsif terhadap perubahan serta mendorong guru untuk mengkondisikan pembelajaran sesuai konteks yang nyata.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

32

C. Teori Belajar Menurut Skinner


Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Untuk lebih lengkapnya penulis akan membahas teori kondisioning operan pada bagian berikut ini. 1. Teori Kondisioning Operan Menurut B.F.Skiner. Asas pengkondisian operan B.F Skinner dimulai awal tahun 1930-an, pada waktu keluarnya teori S-R. Pada waktu keluarnya teori-teori S-R. pada waktu itu model kondisian klasik dari Pavlov telah memberikan pengaruh yang kuat pada pelaksanaan penelitian Skinner tidak sependapat dengan pandangan S-R dan penjelasan reflex bersyarat dimana stimulus terus memiliki sifat-sifat kekuatan yang tidak mengendur. Menurut Skinner penjelasan S-R tentang terjadinya perubahan tingkah laku tidak lengkap untuk menjelaskan bagaimana organisme berinteraksi dengan

lingkungannya. Bukan begitu, banyak tingkah laku menghasilkan perubahan atau konsekuensi pada lingkungan yang mempunyai pengaruh terhadap organisme dan dengan begitu mengubah kemungkinan organisme itu merespon nanti. Asas-asas kondisioning operan adalah kelanjutan dari tradisi yang didirikan oleh John Watson. Artinya, agar psikologi bisa menjadi suatu ilmu, maka studi tingkah laku harus dijadikan fokus penelitian psikologi. Tidak seperti halnya teoritikus-teoritikus S-R lainnya, Skinner menghindari kontradiksi yang ditampilkan oleh model kondisioning klasik dari Pavlov dan kondisioning instrumental dari Thorndike. Ia mengajukan suatu paradigma yang mencakup kedua jenis respon itu dan berlanjut dengan mengupas kondisi-kondisi yang bertanggung jawab atas munculnya respons atau tingkah laku operan.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

33

2. Kajian Teori Kondisioning Operan Menurut B.F.Skiner Kondisian operan adalah sebentuk pembelajaran dimana konsekuensikonsekuensi dari prilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas prilaku itu akan diulangi. Inti dari teori behaviorisme Skinner adalah Pengkondisian operan (kondisioning operan). Ada 6 asumsi yang membentuk landasan untuk kondisioning operan (Margaret E. Bell Gredler, hlm 122). Asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut: a. Belajar itu adalah tingkah laku. b. Perubahan tingkah-laku (belajar) secara fungsional berkaitan dengan adanya perubahan dalam kejadian-kejadian di lingkungan kondisi-kondisi lingkungan. c. Hubungan yang berhukum antara tingkah-laku dan lingkungan hanya dapat di tentukan kalau sifat-sifat tingkah-laku dan kondisi eksperimennya di devinisikan menurut fisiknya dan di observasi di bawah kondisi-kondisi yang di control secara seksama. b. Data dari studi eksperimental tingkah-laku merupakan satu-satunya sumber informasi yang dapat di terima tentang penyebab terjadinya tingkah laku. Menurut Skinner (J.W. Santrock, 272) unsur yang terpenting dalam belajar adalah adanya penguatan (reinforcement ) dan hukuman (punishment).Penguatan dan Hukuman. Penguatan (reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi. Sebaliknya, hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku. Menurut Skinner penguatan berarti memperkuat, penguatan dibagi menjadi dua bagian yaitu : a. Penguatan positif adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding). Bentukbentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan, dll), perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb).

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

34

b. Penguatan negatif, adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan). Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dll). Satu cara untuk mengingat perbedaan antara penguatan positif dan penguatan negatif adalah dalam penguatan positif ada sesuatu yang ditambahkan atau diperoleh. Dalam penguatan negatif, ada sesuatu yang dikurangi atau di hilangkan. Adalah mudah mengacaukan penguatan negatif dengan hukuman. Agar istilah ini tidak rancu, ingat bahwa penguatan negatif meningkatkan probabilitas terjadinya suatu prilaku, sedangkan hukuman menurunkan probabilitas terjadinya perilaku. Contoh dari konsep penguatan positif, negatif, dan hukuman (J.W Santrock, 274). A. Penguatan positif Perilaku Murid Konsekuensi mengajukan Guru menguji murid Prilaku kedepan Murid mengajukan

pertanyaan yang bagus B. Penguatan negatif Perilaku Murid Konsekuensi

lebih banyak pertanyaan

Prilaku kedepan makin sering

menyerahkan Guru berhenti menegur Murid murid

PR tepat waktu

menyerahkan PR tepat waktu

C. Hukuman Perilaku Murid menyela guru Konsekuensi Guru mengajar Prilaku kedepan murid Murid berhenti menyela guru

langsung

Ingat bahwa penguatan bisa berbentuk postif dan negatif. Dalam kedua bentuk itu, konsekuensi meningkatkan prilaku. Dalam hukuman, perilakunya berkurang.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

35

Skinner menghasilkan suatu sistem ringkas yang dapat diterapkan pada dinamika perubahan tingkah laku baik di laboratorium maupun di dalam kelas. Belajar, yang digambarkan oleh makin tingginya angka keseringan respons, diberikan sebagai fungsi urutan ketiga unsure (SD)-(R)-(R Reinsf). Skinner menyebutkan praktek khas menempatkan binatang percobaan dalam kontigensi terminal. Maksudnya, binatang itu harus berusaha penuh resiko, berhasil atau gagal, dalam mencari jalan lepas dari kurungan atau makanan. Bukannya demikian itu prosedur yang mengena ialah membentuk tingkah-laku binatang itu melalui urutan Sitimulus-responpenguatan yang diatur secara seksama. Skinner menggambarkan praktek tugas dan ujian sebagai suatu contoh menempatkan pelajar yang manusia itu dalam kontigensi terminal juga. Skinner menyarankan penerapan cara pemberian penguatan komponen tingkah laku seperti menunjukkan perhatian pada stimulus dan melakukan studi yang cocok terhadap tingkah laku. Hukuman harus dihindari karena adanya hasil sampingan yang bersifat emosional dan tidak menjamin timbulnya tingkah laku positif yang diinginkan. Analisa yang dilakukan Skinner tersebut diatas meliputi peran penguat berkondisi dan alami, penguat positif dan negative, dan penguat umum. Dengan demikian beberapa prinsip belajar yang dikembangkan oleh Skinner antara lain: a. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat. b. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. c. Materi pelajaran, digunakan sistem modul. b. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri. c. Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun ini lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman. d. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebagainya. Hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable rasio reinforce

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

36

e. Dalam pembelajaran, digunakan shaping. Disamping itu pula dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya : a. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat. b. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

3. Aplikasi Skinner terhadap pembelajaran. Beberapa aplikasi teori belajar Skinner dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: a. Bahan yang dipelajari dianalisis sampai pada unit-unit secara organis. b. Hasil berlajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan dan jika benar diperkuat. c. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi pelajaran digunakan sistem modul. d. Tes lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostic. b. Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri. c. Dalam proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman. d. Dalam pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk mengindari pelanggaran agar tidak menghukum. e. Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah. f. Hadiah diberikan kadang-kadang (jika perlu) g. Tingkah laku yang diinginkan, dianalisis kecil-kecil, semakin meningkat mencapai tujuan. h. Dalam pembelajaran sebaiknya digunakan pembentukan (shaping). i. Mementingkan kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah laku operan.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

37

j. Dalam belajar mengajar menggunakan teaching machine. k. Melaksanakan mastery learning yaitu mempelajari bahan secara tuntas menurut waktunya masing-masing karena tiap anak berbeda-beda iramanya. Sehingga naik atau tamat sekolah dalam waktu yang berbeda-beda. Tugas guru berat, administrasi kompleks.

4. Analisa Perilaku Terapan Dalam Pendidikan Analisis Perilaku terapan adalah penerapan prinsip pengkondisian operan untuk mengubah perilaku manusia. Ada tiga penggunaan analisis perilaku yang penting dalam bidang pendidikan yaitu a) Meningkatkan perilaku yang diharapkan Ada lima strategi pengkondisian operan dapat dipakai untuk meningkatkan perilaku anak yang diharapkan yaitu: a. Memilih Penguatan yang efektif Tidak semua penguatan akan sama efeknya bagi anak. Analisis perilaku terapan menganjurkan agar guru mencari tahu penguat apa yang paling baik untuk anak, yakni mengindividualisasikan penggunaan penguat tertentu. Untuk mencari penguatan yang efektif bagi seorang anak, disarankan untuk meneliti apa yang memotivasi anak dimasa lalu, apa yang dilakukan murid tapi tidak mudah diperolehnya, dan persepsi anak terhadap manfaat dan nilai penguatan. Penguatan alamiah seperti pujian lebih dianjurkan ketimbang penguat imbalan materi, seperti permen, mainan dan uang. b. Menjadikan penguat kontingen dan tepat waktu Agar penguatan dapat efektif, guru harus memberikan hanya setelah murid melakukan perilaku tertentu. Analisis perilaku terapan seringkali menganjurkan agar guru membuat pernyataan jikamaka. penguatan akan lebih efektif jika diberikan tepat pada waktunya, sesegera mungkin setelah murid menjalankan tindakan yang diharapkan. Ini akan membantu anak melihat hubungan kontingensi antar-imbalan dan perilaku mereka. Jika anak menyelesaikan perilaku sasaran (seperti mengerjakan

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

38

sepuluh soal matematika) tapi guru tidak memberikan waktu bermain pada anak, maka anak itu mungkin akan kesulitan membuat hubungan kontingensi. c. Memilih jadwal penguatan terbaik Menyusun jadwal penguatan menentukan kapan suatu respons akan diperkuat. Empat jadwal penguatan utama adalah 1) Jadwal rasio tetap: suatu perilaku diperkuat setelah sejumlah respon. 2) Jadwal rasio variabel : suatu perilaku diperkuat setelah terjadi sejumlah respon, akan tetapi tidak berdasarkan basis yang dapat 3) diperidiksi. 4) Jadwal interval - tetap : respons tepat pertama setelah beberapa waktu akan diperkuat. 5) Jadwal interval - variabel : suatu respons diperkuat setelah sejumlah variabel waktu berlalu. c. Menggunakan Perjanjian. Perjanjian (contracting) adalah menempatkan kontigensi penguatan dalam tulisan. Jika muncul problem dan anak tidak bertindak sesuai harapan, guru dapat merujuk anak pada perjanjian yang mereka sepakati. Analisis perilaku terapan menyatakan bahwa perjanjian kelas harus berisi masukan dari guru dan murid. Kontrak kelas mengandung pernyataan jika maka dan di tandatangani oleh guru dan murid, dan kemudian diberi tanggal. e. Menggunakan penguatan negatif secara efektif Dalam penguatan negatif, frekuensi respons meningkat karena respon tersebut menghilangkan stimulus yang dihindari.seorang guru mengatakanPepeng, kamu harus menyelesaikan PR mu dulu diluar kelas sebelum kamu boleh masuk kelas ikut pembelajaran ini berarti seorang guru menggunakan penguatan negatif.

b) Menggunakan dorongan (prompt) dan pembentukkan (shaping). Prompt (dorongan) adalah stimulus tambahan atau isyarat tambahan yang diberikan sebelum respons dan meningkatkan kemungkinan respon tersebut akan

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

39

terjadi. Shapping (pembentukan) adalah mengajari perilaku baru dengan memperkuat perilaku sasaran.

c) Mengurangi perilaku yang tidak diharapkan. Ketika guru ingin mengurangi perilaku yang tidak diharapkan (seperti mengejek, mengganggu diskusi kelas, atau sok pintar) yang harus dilakukan berdasarkan analisis perilaku terapan adalah a. Menggunakan Penguatan Diferensial. b. Menghentikan penguatan (pelenyapan) c. Menghilangkan stimuli yang diinginkan. d. Memberikan stimuli yang tidak disukai (hukuman)

d) Kelebihan dan kekurangan Menurut B.F. Skinner a. Kelebihan Pada teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya. hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan meminimalkan terjadinya kesalahan. b. Kekurangan Beberapa kelemahan dari teori ini berdasarkan analisa teknologi (Margaret E. B. G. 1994) adalah bahwa: (i) teknologi untuk situasi yang kompleks tidak bisa lengkap; analisa yang berhasil bergantung pada keterampilan teknologis, (ii) keseringan respon sukar diterapkan pada tingkah laku kompleks sebagai ukuran peluang kejadian. Disamping itu pula, tanpa adanya sistem hukuman akan dimungkinkan akan dapat membuat anak didik menjadi kurang mengerti tentang sebuah kedisiplinan. hal tersebuat akan menyulitkan lancarnya kegiatan belajarmengajar. Dengan melaksanakan mastery learning, tugas guru akan menjadi semakin berat.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

40

Beberapa Kekeliruan dalam penerapan teori Skinner adalah penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa. Menurut Skinner hukuman yang baik adalah anak merasakan sendiri konsekuensi dari perbuatannya. Misalnya anak perlu mengalami sendiri kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verbal maupun fisik seperti: kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat buruk pada siswa.

D. Teori Belajar Menurut Piaget


Tujuan teori Piaget adalah untuk menjelaskan mekanisme dan proses perkembangan intelektual sejak masa bayi dan kemudian masa kanak-kanak yang berkembang menjadi seorang individu yang dapat bernalar dan berpikir menggunakan hipotesis-hipotesis. Piaget mengemukakan, inteligensi adalah ciri bawaan yang dinamis sebab tindakan yang cerdas akan berubah saat organisme itu makin matang secara biologis dan mendapat pengalaman. Inteligensi adalah bagian integral dari setiap organisme karena setiap organisme yang hidup selalu mencari kondisi yang kondusif untuk keberlangsungan hidup. Namun bagaimana kecerdasan memanifestasikan dirinya pada waktu tertentu akan selalu bervariasi sesuai kondisi yang ada. Teori Piaget sering disebut sebagai genetic epistemology, karena teori ini berusaha melacak perkembangan kemampuan intelektual. Sedangkan istilah genetik yang dimaksud mengacu pada pertumbuhan developmental bukan warisan biologi. Ada tiga aspek perkembangan intelektual yaitu : struktur, isi dan fungsi. (Dahar ,1988:179). Struktur atau skemata merupakan organisasi mental tingkat tinggi yang terbentuk pada individu waktu ia berinteraksi dengan lingkungannya. Isi merupakan pola perilaku khas anak yang tercermin pada responnya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya. Sedangkan fungsi adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual. Fungsi itu terdiri dari organisasi dan adaptasi. Semua organisme lahir dengan kecenderungan untuk beradaptasi atau

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

41

menyesuaikan diri dengan lingkungan mereka. Cara beradaptasi ini berbeda antara organisme yang satu dengan yang lain. Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui 2 proses yaitu : assimilasi dan akomodasi. Dalam proses asimilasi seseorang menggunakan struktur atau kemampuan yang sudah ada untuk menanggapi masalah yang dihadapinya dalam lingkungan. Dan proses akomodasi seseorang memerlukan modifikasi struktur mental yang ada untuk mengadakan respon terhadap tantangan lingkungan. Piaget menyimpulkan dari penelitiannya bahwa organisme bukanlah agen yang pasif dalam perkembangan genetik. Perubahan genetik bukan peristiwa yang menuju kelangsungan hidup suatu organisme melainkan adanya adaptasi terhadap lingkungannya dan adanya interaksi antara organisme dan lingkungannya. Dalam responnya organisme mengubah kondisi lingkungan, membangun struktur biologi tertentu yang ia perlukan untuk tetap bisa mempertahankan hidupnya. Perkembangan kognitif yang dikembangkan Piaget banyak dipengaruhi oleh pendidikan awal Piaget dalam bidang biologi. Dari hasil penelitiannya dalam bidang biologi, ia berkeyakinan bahwa suatu organisme hidup dan lahir dengan dua kecenderungan yang fundamental, yaitu kecenderungan untuk : a. Beradaptasi. Pada proses ini berisi dua kegiatan. Pertama, mengabungkan atau mengintegrasikan pengetahuan yang diterima oleh manusia atau disebut asimilasi. Kedua, mengubah struktur pengetahuan yang sudah dimiliki dengan struktur pengetahuan baru, sehingga akan terjadi keseimbangan (equilibrium). b. Organisasi (tindakan penataan). Yaitu proses ketika manusia menghubungkan informasi yang diterimanya dengan struktur-struktur pengetahuan yang sudah disimpan atau sudah ada sebelumnya dalam otak. Melalui proses ini, manusia dapat memahami sebuah informasi baru yang didapatnya dengan menyesuaikan informasi tersebut dengan struktur pengetahuan yang dimilikinya, sehingga manusia dapat mengasimilasikan atau mengakomodasikan informasi atau pengetahuan tersebut.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

42

Untuk memahami proses-proses penataan dan adaptasi terdapat empat konsep dasar, yaitu sebagai berikut: 1) Skema, Istilah skema atau skemata yang diberikan oleh Piaget untuk dapat menjelaskan mengapa seseorang memberikan respon terhadap suatu stimulus dan untuk menjelaskan banyak hal yang berhubungan dengan ingatan.

Skema adalah struktur kognitif atau serangkaian perilaku terbuka secara sistematis yang digunakan oleh manusia untuk mengadaptasi diri terhadap lingkungan (barang, orang, keadaan, kejadian) dan menata lingkungan ini secara intelektual. Misalnya, skema memegang adalah kemampuan umum untuk memegang sesuatu. Skema lebih dari sekedar manifestasi refleksi memegang saja. Skema memegang dapat dianggap sebagai struktur kognitif yang membuat semua tindakan memegang bisa dimungkinkan. Dalam teori Piaget, skema dianggap sebagai elemen penting dalam struktur kognitif organisme. Skema akan menentukan bagaimana ia akan merespon lingkungan fisik. Skemata dapat muncul dalam perilaku yang jelas, seperti dalam kasus refleks memegang, atau muncul secara tersamar. Manifestasi skema yang tidak jelas dapat disamakan dengan tindak berpikir. Jelas, cara anak menghadapi lingkungan akan berubah seiring dengan pertumbuhan anak. Agar terjadi interaksi organisme-lingkungan, skemata yang tersedia untuk anak harus berubah. Adaptasi terdiri atas proses yang saling mengisi antara asimilasi dan akomodasi. 2) Asimilasi Asimilasi itu suatu proses kognitif, yang aktif dalam menggunakan skema untuk merespon lingkungan. Dengan asimilasi seseorang mengintegrasikan bahan-bahan persepsi atau stimulus ke dalam skema yang ada atau tingkah laku yang ada. Asimilasi berlangsung setiap saat. Seseorang tidak hanya memproses satu stimulus saja, melainkan memproses banyak stimulus. Secara teoritis, asimilasi tidak menghasilkan perubahan skemata, tetapi asimilasi mempengaruhi pertumbuhan skemata. Dengan demikian asimilasi adalah bagian dari proses

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

43

kognitif, dengan proses itu individu secara kognitif mengadaptasi diri terhadap lingkungan dan menata lingkungan itu. 3) Akomodasi Akomodasi dapat diartikan penyesuaian aplikasi skema yang cocok dengan lingkungan yang direspons . Atau sebagai penciptaan skemata baru atau pengubahan skemata lama. Asimilasi dan akomodasi terjadi sama-sama saling mengisi pada setiap individu yang menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Proses ini perlu untuk pertumbuhan dan perkembangann kognitif. Antara asimilasi dan akomodasi harus ada keserasian dan oleh Piaget disebut sebagai keseimbangan. 4) Keseimbangan, Yaitu keseimbangan antara skema yang digunakan dengan lingkungan yang direspons sebagai hasil ketepatan akomodasi . Dalam proses adaptasi dengan lingkungan individu berusaha mencapai struktur mental atau skemata yang stabil. Yaitu keseimbangan antara proses asimilasi dan akomodasi. Seandainya hanya asimilasi secara kontinu maka yang bersangkutan hanya akan memiliki beberapa skemata global dan ia tidak mampu melihat perbedaan antara berbagai hal. Sebaliknya jika hanya akomodasi saja secara kontinu, maka hanya memiliki skemata kecil-kecil saja dan mereka tidak memiliki skemata yang umum. Dan tidak akan mampu melihat persamaan antara berbagai hal. Dengan keseimbangan ini maka efisiensi interaksi antara anak yang sedang berkembang dengan lingkungannya dapat tercapai dan terjamin. Dengan kata lain terjadi keseimbangan antara faktor-faktor internal dan faktor eksternal. Proses akomodasi adalah proses memodifikasi struktur kognitif yang sudah dimiliki dengan informasi yang diterima. Proses asimilasi dan akomodasi akan menimbulkan ketidakseimbangan antara yang telah diketahui dengan apa yang dilihat atau dialaminya sekarang. Proses ketidakseimbangan ini harus disesuaikan melalui proses ekuilibrasi. Proses ekuilibrasi ini merupakan proses yang berkesinambungan antara proses asimilasi dan

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

44

akomodasi. Proses ini akan menjaga stabilitas mental dalam diri pembelajar dan ia akan dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuannya. Perubahan struktur kognitif yang dipengaruhi oleh proses adaptasi tersebut melalui tahap-tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya dan bersifat hierarki. Seseorang harus melalui urutan tertentu dan tidak dapat belajar sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya. Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi empat. Kemampuan bayi melalui tahapan ini bersumber dari tekanan biologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan (melalui asimilasi dan akomodasi) serta adanya pengorganisasian struktur berpikir. Tahapan ini secara kualitatif berbeda pada setiap individu. Demikian pula, pemikiran seorang anak berbeda pada setiap tahap. Desmita mengutip dari Mussen (1969) mengatakan bahwa Piaget tidak menegaskan batasan umur dalam masing-masing tahap. Batasan umur tersebut diberikan oleh Ginsburg dan Opper. Untuk keperluan pegkonseptualisasian pertumbuhan kognitif /perkembangan intelektual Piaget membagi perkemabngan ini ke dalam 4 periode yaitu : a. Periode Sensori motor (0-2,0 tahun) Pada periode ini tingksh laku anak bersifat motorik dan anak menggunakan system penginderaan untuk mengenal lingkungannya untu mengenal obyek. b. Periode Pra operasional (2,0-7,0 tahun) Pada periode ini anak bisa melakukan sesuatu sebagai hasil meniru atau mengamati sesuatu model tingkah laku dan mampu melakukan simbolisasi. c. Periode konkret (7,0-11,0 tahun) d. Pada periode ini anak sudah mampu menggunakan operasi. Pemikiran anak tidak lagi didominasi oleh persepsi, sebab anak mampu memecahkan masalah secara logis. e. Periode operasi formal (11,0-dewasa)

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

45

Periode operasi fomal merupakan tingkat puncak perkembangan struktur kognitif, anak remaja mampu berpikir logis untuk semua jenis masalah hipotesis, masalah verbal, dan ia dapat menggunakan penalaran ilmiah dan dapat menerima pandangan orang lain. Piaget mengemukakan bahwa ada 4 aspek yang besar yang ada hubungnnya dengan perkembangan kognitif : a. Pendewasaaan/kematangan, merupakan pengembanagn dari susunan syaraf. b. Pengalaman fisis, anak harus mempunyai pengalaman dengan benda-benda dan stimulus-stimulusdalam lingkungan tempat ia beraksi terhadap benda-benda itu. c. Interaksi social, adalah pertukaran ide antara individu dengan individu d. Keseimbangan, adalah suatu system pengaturan sendiri yang bekerja untuk e. menyelesaikan peranan pendewasaan, penglaman fisis, dan interksi social.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

46

Bab III
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

47

III MODEL-MODEL PEMBELAJARAN


A. Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (PAKEM)
PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, dan Menyenangkan. PAKEM adalah sebuah model pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mengejakan kegiatan yang beragam untuk mengembangkan keterampilan dan pemahaman dengan penekanan kepada belajar sambil bekerja, sementara guru menggunakan berbagai sumber dan alat bantu belajar termasuk pemanfaatan lingkungan supaya pembelajaran lebih menarik, menyenangkan dan efektif. Fokus PAKEM adalah pada kegiatan siswa di dalam bentuk grup, individu dan kelas, partisipasi di dalam proyek, penelitian, penyelidikan, penemuan, dan beberapa macam strategi yang hanya dibatasi dari imaginasi guru. Philip Rekdale (2005) melakukan penelitian menyangkut sejauh mana PAKEM mendukung pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Yang menyangkut dua aspek tentang penelitian pelaksanaan PAKEM dalam mendukung KTSP, yang pertama mereka perlu mulai belajar mengenai cara mereka belajar (learning how to learn), cara belajar secara penemuan (discovery), secara kreatif, analisa, dan kritis, supaya mereka dapat menjadi pelajar selama hidup (life long learner) yang efektif. Yang kedua menyangkut cara siswa kita belajar yaitu A conception that helps teachers relate subject matter content to real world situations and motivates student to make connections between knowledge and its application to their lives as family members, citizens and workers. (BEST,2001). Satu konsep yang membantu

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

48

guru-guru menghubungkan isi mata pelajaran dengan situasi keadaan di dunia (real world) dan memotivasikan siswa untuk lebih paham hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya kepada hidup mereka sebagai anggota keluarga, masyarakat dan karyawan-karyawan. Dari kepanjangannya PAKEM mempunyai empat ciri-ciri pembelajaran yaitu Aktif, Kreatif , Efektif, Menyenangkan. 1. Aktif Ciri aktif dalam PAKEM berarti dalam pembelajaran memungkinkan siswa berinteraksi secara aktif dengan lingkungan, memanipulasi objek-objek yang ada di dalamnya serta mengamati pengaruh dari manipulasi yang sudah dilakukan. Guru terlibat secara aktif dalam merancang, melaksanakan maupun mengevaluasi proses pembelajarannya. Guru diharapkan dapat menciptakan suasana yang mendukung (kondusif) sehingga siswa aktif bertanya. 2. Kreatif Kreatif merupakan ciri ke-2 dari PAKEM yang artinya pembelajaran yang membangun kreativitas siswa dalam berinteraksi dengan lingkungan, bahan ajar serta sesama siswa lainnya terutama dalam menyelesaikan tugas-tugas pembelajarannya.Gurupun dituntut untuk kreatif dalam merancang dan

melaksanakan pembelajaran. Guru diharapkan mampu menciptakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. 3. Efektif Ciri ketiga pembelajaran PAKEM adalah efektif . Maksudnya pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran, yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. 4. Menyenangkan Menyenangkan merupakan ciri ke empat dari PAKEM dengan maksud pembelajaran dirancang untuk menciptakan suasana yang menyenangkan. Menyenangkan berarti tidak membelenggu, sehingga siswa memusatkan

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

49

perhatiannya secara penuh pada pembelajaran, dengan demikian waktu untuk mencurahkan perhatian (time of task) siswa menjadi tinggi. Dengan demikian diharapkan siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya. Sehubungan dengan ciri menyenangkan dalam PAKEM, Rose and Nocholl (2003) mengatakan bahwa pembelajaran yang menyenangkan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : a. Menciptakan lingkungan tanpa stress (relaks), lingkungan yang aman untuk melakukan kesalahan, namum harapan untuk sukses tetap tinggi. b. Menjamin bahwa bahan ajar itu relevan. Anda ingin belajar ketika Anda melihat manfaat dan pentingnya bahan ajar. Demikian Rose dan Nicholl. c. Menjamin bahwa belajar secara emosional adalah positif, yang pada umumnya hal itu terjadi ketika belajar dilakukan bersama orang lain, ketika ada humor dan dorongan semangat,waktu rehat dan jeda teratur serta dukungan antusias. d. Melibatkan secara sadar semua indera dan juga pikiran otak kiri dan otak kanan. e. Menantang peserta didik untuk dapat berpikir jauh ke depan dan mengekspresikan apa yang sedang dipelajari dengan sebanyak mungkin kecerdasan yang relevan untuk memahami bahan ajar.

1. Ciri-Ciri/Karakteristik PAKEM Ciri-ciri/karakteristik PAKEM adalah: a. Pembelajarannya mengaktifkan peserta didik b. Mendorong kreativitas peserta didik &guru c. Pembelajarannya efektif d. Pembelajarannya menyenangkan utamanya bagi peserta didik

2. Prinsip PAKEM Prinsip PAKEM antara lain:

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

50

a. Mengalami: peserta didik terlibat secara aktif baik fisik, mental maupun emosional b. Komunikasi: kegiatan pembelajaran memungkinkan terjadinya komunikasi antara guru dan peserta diidik c. Interaksi: kegiatan pembelajarannyaa memungkinkan terjadinya interaksi multi arah d. Refkesi: kegiatan pembelajarannya memungkinkan peserta didik memikirkan kembali apa yang telah dilakukan

3. Jenis Penilaian Model PAKEM a. Penilaian yang sesuai dengan pembelajaran model Pakem adalah penilaian otentik yang merupakan proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran telah benar-benar dikuasai dan dicapai. b. Tujuan Penilaian otentik itu sendiri adalah untuk: 1) Menilai Kemampuan Individual melalui tugas tertentu; 2) Menentukan kebutuhan pembelajaran; 3) Membantu dan mendorong siswa; 4) Membantu dan mendorong guru untuk mengajar yang lebih baik; 5) Menentukan strategi pembelajaran; 6) Akuntabilitas lembaga; 7) Meningkatkan kualitas pendidikan. c. Bentuk penilaian tes dapat dilakukan secara lisan, tertulis, dan perbuatan. Sementara itu, bentuk penilaian non tes dilakukan dengan menggunakan skala sikap, cek lis, kuesioner, studi kasus, dan portofolio. d. Dalam pembelajaran, dengan pendekatan Pakem rangkaian penilaian ini seyogiayanya dilakukan oleh seorang guru. Hal ini disebabkan setiap jenis atau bentuk penilaian tersebut memiliki beberapa kelemahan selain keunggulan.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

51

4. Tujuan Penilaian Model PAKEM a. Menilai kemampuan individual melalui tugas tertentu b. Menentukan kebutuhan pembelajaran c. Membantu dan mendorong siswa d. Membantu dan mendorong guru untuk mengajar yang lebih baik e. Menentukan strategi pembelajaran f. Akuntabilitas lembaga g. Meningkatkan kualitas pendidikan

5. Merancang dan Melaksanakan Penilaian Model PAKEM a. Merancang penilaian dilakukan bersamaan dengan merancang pembelajaran tersebut. Penilaian disesuaikan dengan pendekatan dan metode yang dilaksanakan dalam pembelajaran. b. Dalam pembelajaran dengan pendekatan model Pakem, penilaian dirancang sebagaimana dengan penilaian otentik. Artinya, selama pembelajaran itu berlangsung, guru selain sebagai fasilitator juga melakukan penilaian dengan berbagai alat yang sesuai dengan kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Pendekatan pembelajaran sebagai bahan kajian yang terus berkembang, oleh Gladene Robertson dan Hellmut Lang di maknai selain sebagai Kerangka umum untuk Praktek Profesional guru, juga dimaksudkan sebagai studi komprehensif tentang praktik pembelajaran, maupun petunjuk pelaksanaanya. Selain itu dokumen itu juga dimaksudkan untuk mendorong para guru untuk: (1) mengkaji lebih jauh tentang pendekatan-pendekatan pembelajaran yang lainnya; (2) menjadi bahan refleksi tentang pembelajaran yang sudah dilakukannya; (3) merupakan seni, seperti hal nya ilmu mengajar yang terus berkembang, dan (4) juga sebagai katalisator untuk mengembangkan profesional guru lebih lanjut. Gambaran mengenai pendekatan pembelajaran yang lebih jelas terdapat dalam artikel pendidikan yang diterbitkan oleh Saskatchewan education (1980). Pendekatan

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

52

pembelajaran digambarkan sebagai kerangka besar tentang tugas profesional guru yang di dalamnya meliputi: model-model pembelajaran, Strategi-strategi

pembelajaran, metode-metode pembelajaran dan juga keterampilan-keterampilan mengajar. Pendekatan pembelajaran juga merupakan skenario pembelajaran yang akan dilaksanakan guru dengan menyusun dan memilih model pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran maupun keterampilan mengajar tertentu dalam rangka mencapai suatu tujuan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran digambarkan dalam diagram sebagai berikut:

Instructional Frame Work (Sumber: Saskatchewan Education, 1988:9) Berdasarkan diagram di atas, pendekatan pembelajaran digambarkan sebagai kerangka umum tentang skenario yang digunakan guru untuk membelajarkan siswa dalam rangka mencapai suatu tujuan pembelajaran. Diagram tersebut juga memperlihatkan dengan lebih jelas tentang hubungan antara model pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran dan keterampilan mengajar. Menurut Philip R. Wallace (1992: 13) pendekatan pembelajaran dibedakan menjadi 2, yaitu: Pendekatan konservatif (conservative approaches) dan pendekatan liberal (liberal approach). Pendekatan konservatif memandang bahwa proses pembelajaran yang dilakukan sebagai mana umumnya guru mengajarkan materi kepada siswanya. Guru mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa, sedangkan siswa lebih banyak sebagai penerima. Sedangkan pendekatan liberal (liberal approaches)

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

53

adalah pendekatan pembelajaran yang memberi kesempatan luas kepada siswa untuk mengembangkan strategi dan keterampilan belajarnya sendiri.

6. Peranan Guru Dalam Model PAKEM Agar pelaksanaan Pakem berjalan sebagaimana diharapkan, John B. Biggs and Ross Telfer, dalam bukunya The Process of Learning, 1987, edisi kedua, menyebutkan paling tidak ada 12 aspek dari sebuah pembelajaran kreatif, yang harus dipahami dan dilakukan oleh seorang guru yang baik dalam proses pembelajaran terhadap siswa: a. Memahami potensi siswa yang tersembunyi dan mendorongnya untuk berkembang sesuai dengan kecenderungan bakat dan minat mereka, b. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar meningkatkan rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan bantuan jika mereka membutuhkan, c. Menghargai potensi siswa yang lemah/lamban dan memperlihatkan entuisme terhadap ide serta gagasan mereka, d. Mendorong siswa untuk terus maju mencapai sukses dalam bidang yang diminati dan penghargaan atas prestasi mereka, e. Mengakui pekerjaan siswa dalam satu bidang untuk memberikan semangat pada pekerjaan lain berikutnya. f. Menggunakan kemampuan fantasi dalam proses pembelajaran untuk membangun hubungan dengan realitas dan kehidupan nyata. g. Memuji keindahan perbedaan potensi, karakter, bakat dan minat serta modalitas gaya belajar individu siswa, h. Mendorong dan menghargai keterlibatan individu siswa secara penuh dalam proyek-proyek pembelajaran mandiri, i. Menyatakan kapada para siswa bahwa guru-guru merupakan mitra mereka dan perannya

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

54

sebagai motivator dan fasilitator bagi siswa. j. Menciptakan suasana belajar yang kondusif dan bebas dari tekanan dan intimidasi dalam usaha meyakinkan minat belajar siswa, k. Mendorong terjadinya proses pembelajaran interaktif, kolaboratif, inkuiri dan diskaveri agar terbentuk budaya belajar yang bermakna (meaningful learning) pada siswa. l. Memberikan tes/ujian yang bisa mendorong terjadinya umpan balik dan semangat/gairah pada siswa untuk ingin mempelajari materi lebih dalam.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

55

B. Model Pembelajaran Examples non Example


Menurut Buehl (1996) examples non examples adalah taktik yang dapat digunakan untuk mengajarkan definisi konsep. Taktik ini bertujuan untuk

mempersiapkan siswa secara cepat dengan menggunakan 2 hal yang terdiri dari examples non examples dari suatu definisi konsep yang ada dan meminta siswa utnuk mengklasifikasikan keduanya sesuai dengan konsep yang

ada. Examples memberikan gambaran akan sesuatu yang menjadi contoh akan suatu materi yang sedang dibahas, sedangkan non examples memberikan gambaran akan sesuatu yang bukanlah contoh dari suatu materi yang sedang dibahas. Menurut Buehl (1996) keuntungan dari metode examples non examples antara lain: a. Siswa berangkat dari suatu definisi yang selanjutnya digunakan untuk memperluas pemahaman konsepnya dengan lebih mendalam dan lebih komplek. b. Siswa terlibat dalam satu proses discovery (penemuan), yang mendorong mereka untuk membangun konsep secara progresif melalui pengalaman dari examples non examples. c. Siswa diberi sesuatu yang berlawanan untuk mengeksplorasi karakteristik dari suatu konsep dengan mempertimbangkan bagian non examples yang

dimungkinkan masih terdapat beberapa bagian yang merupakan suatu karakter dari konsep yang telah dipaparkan pada bagian examples. Tennyson dan Pork (1980) dalam Slavin 1994 menyarankan bahwa jika guru akan menyajikan contoh dari suatu konsep maka ada tiga hal yang seharusnya diperhatikan, yaitu: a. Urutkan dari yang gampang sampai yang ke sulit. b. Pilih contoh yang berbeda satu sama lainnya. c. Bandingkan dan bedakan contoh-contoh dan bukan contoh.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

56

Menyiapkan pengalaman dengan contoh dan non contoh akan membantu siswa untuk membangun pemikiran yang kaya dan lebih mendalam dari sebuah konsep penting. Joyce and Weil (1986) dalam Buehl (1996) telah memberikan kerangka konsep terkait strategi tindakan, yang menggunakan model inkuiri untuk memperkenalkan konsep yang baru dengan metode example non example. Kerangka konsep tersebut antara lain: a. Menggeneralisasikan pasangan antara contoh dan non contoh yang menjelaskan beberapa dari sebagian esar kareakter atau atribut dari konsep baru. Menyajikannya dalam satu waktu dan meminta siswa untuk memikirkan perbedaan apa yang terdapat pada dua daftar tersebut. Selama siswa memikirkan tentang tiap example dan non example tersebut, tanyakanlah pada mereka apa yang membuat kedua daftar tersebut berbeda. b. Menyiapkan examples non examples tambahan, mengenai konsep yang lebih spesifik untuk mendorong siswa mengecek hipotesis yang telah dibuatnya sehingga mampu memahami konsep yang baru. c. Meminta siswa untuk bekerja berpasangna untuk menggeneralisasikan

konsep examples non examples mereka. Setelah itu meminta tiap pasangan untuk menginformasikan di kelas untuk mendiskusikan secara klaikal sehingga tiap siswa dapat memberikan umpan balik. d. Sebagai bagian penutup, adalah meminta siswa untuk mendeskripsikan konsep yang elah diperoleh dengan menggunakan karakter yang telah didapat dari examples non examples. 1. Langkah-langkah Pembelajaran Langkhah-langkah: a. Guru menggunakan gambar/tulisan sesuai tengan tujuan pembelajaran. b. Guru menempelkan gambar/tulisan dipapan atau ditayangkan . c. Guru memberi petunjuk pada peserta didik untuk memperhatikan/menganalisis. d. Guru memberi kesempatan pada peserta didik untuk memperhatikan/menganalisis. e. Melalui diskusi gambar tersebut dicatat pada kertas.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

57

f. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya. g. Guru menjelaskan materi sesuai tujuan yang dicapai. h. Kesimpulan 2. Motivasi Belajar Motivasi berpangkal dari kata motiv yang dapat diartikan sebagai daya penggerak yang ada didalam diri seseorang untuk melakukan aktifitas-aktifitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiap siagaan). Adapun menurut Mc Donald, motivasi adalah perubahan energi dalamdiri seseorang yang ditandai dengan munculnya "feeling" dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian tersebut, mengandung tiga elemen/ciri pokok dalam motivasi itu, yakni motivasi itu mengawalinya terjadinya perubahan energi, ditandai dengan adanaya feeling, dan rangsang karena adanya tujuan. Namun pada intinya bahwa motivasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam kegiatan belajar, motivbasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar tidak akan mungkin melakukan aktifitas belajar. Jenis motivasi belajar ada dua yaitu: a. Motivasi instrinsik, jenis motivasi ini timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan dari luar. b. Motivasi ekstrinsik, jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu. Strategi yang digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, ialah : a. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

58

b. Pada permulaan belajar mengajar seharusnya terlebih dahulu seseorang guru menjelaskan mengenai tujuan instruksional khusus yang akan dicapai kepada siswa makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam belajar. c. Hadiah d. Berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan memacu semangat meraka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Disamping itu, siswa yang belum berprestai akan termotivasi untuk bisa mengejar siswa yang berprestasi. e. Saingan atau kompetisi f. Guru berusaha mengadakan persaingan diantara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya. g. Pujian h. Pujian yang bersifat membangun kepada siswa yang berprestasi. i. Hukuman j. Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau mengubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya. k. Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar l. Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik. m. Membentuk kebiasaan belajar yang baik. n. Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok. o. Menggunakan metode yang bervariasi. p. Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. 3. Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian tehadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menysun dan

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

59

membina kegiatan-kegitan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu. Hasil belajar dibagi dalam tiga macam hasil belajar yaitu: a. b. c. Keterampilan dan kebiasaan. Pengetahuan dan pengertian Sikap dan cita-cita yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah, (Nana Sudjana, 2004: 22) Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar a. Faktor internal, faktor ini lebih ditekankan pada faktor dari dalam individu yang belajar. b. Faktor eksternal, pencapaian tujuan belajar perlu diciptka adanya sistem lingkkungan belajar yang kondusif. Hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa. Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa. (Nana Sudjana, 1989: 111)

4. Kunggulan dan Kekurangan Menggunakan Model Pembelajaran Examples Non Examples Ada beberapa keunggulan dalam menggunakan model examples non examles, diantaranya adalah sebagai berikut. 1) Siswa lebih berpikir kritis dala mengenalisis gambar yang relevan dengan kompetensi dasar (KD). 2) Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar yang relevan dengan kompetensi dasar (KD). 3) Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya mengenai analisis gambar yang relevan dengan kompetensi dasar (KD). Ada pun kelemahan dalam menggunakan model Examles non examples, adalah sebagai berikut:

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

60

1) Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar. 2) Memakan waktu yang lama.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

61

C. Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning


Salah satu strategi pembelajaran yang dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan dengan produktif dan bermakna bagi siswa adalah strategi pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) yang selanjutnya disebut CTL. Strategi CTL fokus pada siswa sebagai pembelajar yang aktif, dan memberikan rentang yang luas tentang peluang-peluang belajar bagi mereka yang menggunakan kemampuan-kemampuan akademik mereka untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan nyata yang kompleks. Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara materi yang mereka pelajari dengan pemanfaatannya dalam kehidupan nyata. Pemahaman konsep akademik yang dimiliki siswa hanyalah merupakan sesuatu yang abstrak, belum menyentuh kebutuhan praktis kehidupan siswa. Pembelajaran secara konvensional yang diterima siswa hanyalah penonjolan tingkat hafalan dari sekian macam topik, tetapi belum diikuti dengan pengertian dan pemahaman yang mendalam yang bisa diterapkan ketika mereka berhadapan dengan situasi baru dalam kehidupannya. Terkait dengan CTL ini, para ahli menyebutnya dengan istilah yang berbedabeda, seperti: pendekatan pembelajaran kontekstual, strategi pembelajaran

kontekstual, dan model pembelajaran kontekstual. Apapun istilah yang digunakan para ahli tersebut, pada dasarnya kontekstual berasal dari bahasa Inggris contextual yang berarti sesuatu yang berhubungan dengan konteks. Oleh sebab itu pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang mana guru menggunakan pengalaman siswa yang pernah dilihat atau dilakukan dalam kehidupannya sebagai sumber belajar pendukung. Pembelajaran dapat mendorong siswa membuat hubungan antara materi yang dipelajari, pengalaman yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Landasan filosofis CTL adalah konstruktivisme yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekadar menghafal, tetapi merekonstruksikan

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

62

atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya. Pendekatan ini selaras dengan konsep kurikulum berbasis kompetensi yang diberlakukan saat ini dan secara operasional tertuang pada KTSP. Kehadiran kurikulum berbasis kompetensi juga dilandasi oleh pemikiran bahwa berbagai kompetensi akan terbangun secara mantap dan maksimal apabila pembelajaran dilakukan secara kontekstual. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sistem pembelajaran yang cocok dengan kinerja otak, untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna, dengan cara menghubungkan muatan akademis dengan konteks kehidupan sehari-hari peserta didik. Hal ini penting diterapkan agar informasi yang diterima tidak hanya disimpan dalam memori jangka pendek, yang mudah dilupakan, tetapi dapat disimpan dalam memori jangka panjang sehingga akan dihayati dan diterapkan dalam tugas pekerjaan. CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat. Menurut teori pembelajran kontekstual, pembelajaran terjadi hanya ketika siswa (peserta didik) memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dapat terserap kedalam benak mereka dan mereka mampu

menghubungannya dengan kehidupan nyata yang ada di sekitar mereka. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa pikiran secara alami akan mencari makna dari hubungan individu dengan linkungan sekitarnya. Berdasarkan pemahaman di atas, menurut metode pembelajaran kontekstual kegiatan pembelajaran tidak harus dilakukan di dalam ruang kelas, tapi bisa di laboratorium, tempat kerja, sawah, atau tempat-tempat lainnya. Mengharuskan pendidik (guru) untuk pintar-pintar memilih serta mendesain linkungan belajar yang betul-betul berhubungan dengan kehidupan nyata, baik konteks pribadi, sosial, budaya, ekonomi, kesehatan, serta lainnya, sehingga siswa memiliki pengetahuan/

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

63

ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya. Dalam lingkungan seperti itu, para siswa dapat menemukan hubungan bermakna antara ide-ide abstrak dengan aplikasi praktis dalam konteks dunia nyata; konsep diinternalisasi melalui menemukan, memperkuat, serta menghubungkan. Sebagai contoh, kelas fisika yang mempelajari tentang konduktivitas termal dapat mengukur bagaimana kualitas dan jumlah bahan bangunan mempengaruhi jumlah energi yang dibutuhkan untuk menjaga gedung saat terkena panas atau terkena dingin. Atau kelas biologi atau kelas kimia bisa belajar konsep dasar ilmu alam dengan mempelajari penyebaran AIDS atau cara-cara petani bercocok tanam dan pengaruhnya terhadap lingkungan.

1. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual mempunyai karakteristik sebagai berikut. a) Problem-Based Learning, yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang

menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar melalui berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah dalam rangka memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran. b) Authentic Instruction, yaitu pendekatan pengajaran yang menperkenankan siswa untuk mempelajari konteks bermakna melalui pengembangan keterampilan berpikir dan pemecahan masalah yang penting di dalam konteks kehidupan nyata. c) Inquiry-Based Learning; pendekatan pembelajaran yang mengikuti metodologi sains dan memberi ke-sempatan untuk pembelajaran bermakna. d) Project-Based Learning; pendekatan pembelajaran yang memperkenankan siswa untuk bekerja mandiri dalam mengkonstruk pembelajarannya (pengetahuan dan keterampilan baru), dan mengkulminasikannya dalam produk nyatae.

Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan,

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

64

bekerja sama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam. e) Work-Based Learning; pendekatan pembelajaran yang memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi ajar dan menggunakannya kembali di tempat kerja. f) Service Learning, yaitu pendekatan pembelajar-an yang menyajikan suatu penerapan praktis dari pengetahuan baru dan berbagai keterampilan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat melalui proyek/tugas terstruktur dan kegiatan lainnya.Secara lebih sederhana karakteristik pembelajaran kontekstual dapat dinyatakan menggunakan sepuluh kata kunci yaitu: kerja sama, saling menunjang, menyenangkan, belajar dengan gairah, pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sumber, siswa aktif, sharing dengan teman, siswa kritis dan guru kreatif. g) Cooperative Learning, yaitu pendekatan pembelajaran yang menggunakan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam rangka memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.

2. Implementasi Pembelajaran Kontekstual di Kelas Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama. Kelas dikatakan menerapkan CTL jika menerapkan ke tujuh komponen tersebut dalam

pembelajarannya. Secara garis besar langkah-langkah penerapatan CTL dalam kelas sebagai berikut. 1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya 2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik 3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya 4) Ciptakan masyaraka belajar (belajar dalam kelompok) 5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran 6) Lakukan refleksi di akhir pertemuan

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

65

7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara

Untuk lebih jelasnya uraian setiap komponen utama CTL dan penerapannya dalam pembelajaran adalah sebagai berikut sebagai berikut: a. Kontruktivisme (Constructivism) Komponen ini merupakan landasan berfikir pendekatan CTL. Pembelajaran konstruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif dan produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna. Pengetahuan bukanlah serangkaian fakta, konsep dan kaidah yang siap dipraktekkan, melainkan harus dkonstruksi terlebih dahulu dan memberikan makna melalui pengalaman nyata. Karena itu siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan mengembangkan ideide yang ada pada dirinya. Prinsip konstruktivisme yang harus dimiliki guru adalah sebagai berikut. a) Proses pembelajaran lebih utama dari pada hasil pembelajaran. b) Informasi bermakna dan relevan dengan kehidupan nyata siswa lebih penting daripada informasi verbalistis. c) Siswa mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan dan

menerapkan idenya sendiri. d) Siswa diberikan kebebasan untuk menerapkan strateginya sendiri dalam belajar. e) Pengetahuan siswa tumbuh dan berkembang melalui pengalaman sendiri. f) Pengalaman siswa akan berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila diuji dengan pengalaman baru. g) Pengalaman siswa bisa dibangun secara asimilasi (pengetahuan baru dibangun dari pengetahuan yang sudah ada) maupun akomodasi (struktur pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk menyesuaikan hadirnya pengalaman baru). b. Bertanya (Questioning) Komponen ini merupakan strategi pembelajaran CTL. Bertanya dalam pembelajaran CTL dipandang sebagai upaya guru yang bisa mendorong siswa untuk

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

66

mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, sekaligus mengetahui perkembangan kemampuan berfikir siswa. Pada sisi lain, kenyataan menunjukkan bahwa pemerolehan pengetahuan seseorang selalu bermula dari bertanya. Prinsip yang perlu diperhatikan guru dalam pembelajaran berkaitan dengan komponen bertanya sebagai berikut. a) Penggalian informasi lebih efektif apabila dilakukan melalui bertanya. b) Konfirmasi terhadap apa yang sudah diketahui siswa lebih efektif melalui tanya jawab. c) Dalam rangka penambahan atau pemantapan pemahaman lebih efektif dilakukan lewat diskusi baik kelompok maupun kelas. d) Bagi guru, bertanya kepada siswa bisa mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa. e) Dalam pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya berguna untuk: menggali informasi, mengecek pemahaman siswa, membangkitkan respon siswa, mengetahui kadar keingintahuan siswa, mengetahui hal-hal yang diketahui siswa, memfokuskan perhatian siswa sesuai yang dikehendaki guru, membangkitkan lebih banyak pertanyaan bagi diri siswa, dan menyegarkan pengetahuan siswa. c. Menemukan (Inquiry) Komponen menemukan merupakan kegiatan inti CTL. Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa. Dengan demikian pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa tidak dari hasil mengingat seperangkat fakta, tetapi hasil menemukan sendiri dari fakta yang dihadapinya. Prinsip yang bisa dipegang guru ketika menerapkan komponen inquiry dalam pembelajaran adalah sebagai berikut. Pengetahuan dan keterampilan akan lebih lama diingat apabila siswa menemukan sendiri.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

67

a) Informasi yang diperoleh siswa akan lebih mantap apabila diikuti dengan buktibukti atau data yang ditemukan sendiri oleh siswa. b) Siklus inquiry adalah observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data, dan penyimpulan. c) Langkah-langkah kegiatan inquiry: merumuskan masalah; mengamati atau melakukan observasi; menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lain; mengkomunikasikan atau menyajikan hasilnya pada pihak lain (pembaca, teman sekelas, guru, audiens yang lain). d. Masyarakat belajar (learning community) Komponen ini menyarankan bahwa hasil belajar sebaiknya diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar bisa diperoleh dengan sharing antar teman, antarkelompok, dan antara yang tahu kepada yang tidak tahu, baik di dalam maupun di luar kelas. Karena itu pembelajaran yang dikemas dalam diskusi kelompok dengan anggota heterogen dan jumlah yang bervariasi sangat mendukung komponen learning community. Prinsip-prinsip yang bisa diperhatikan guru ketika menerapkan pembelajaran yang berkonsentrasi pada komponen learning community adalah sebagai berikut. a) Pada dasarnya hasil belajar diperoleh dari kerja sama atau sharing dengan pihak lain. b) Sharing terjadi apabila ada pihak yang saling memberi dan saling menerima informasi. c) Sharing terjadi apabila ada komunikasi dua atau multiarah. d) Masyarakat belajar terjadi apabila masing-masing pihak yang terlibat di dalamnya sadar bahwa pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang dimilikinya bermanfaat bagi yang lain. e) Siswa yang terlibat dalam masyarakat belajar pada dasarnya bisa menjadi sumber belajar.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

68

e. Pemodelan (modelling) Komponen pendekatan CTL ini menyarankan bahwa pembelajaran

keterampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru siswa. Model yang dimaksud bisa berupa pemberian contoh, misalnya cara mengoperasikan sesuatu, menunjukkan hasil karya, mempertontonkan suatu penampilan. Cara pembelajaran semacam ini akan lebih cepat dipahami siswa dari pada hanya bercerita atau memberikan penjelasan kepada siswa tanpa ditunjukkan modelnya atau contohnya. Prinsip-prinsip komponen modelling yang bisa diperhatikan guru ketika melaksanakan pembelajaran adalah sebagai berikut. a) Pengetahuan dan keterampilan diperoleh dengan mantap apabila ada model atau contoh yang bisa ditiru. b) Model atau contoh bisa diperoleh langsung dari yang berkompeten atau dari ahlinya. c) Model atau contoh bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, contoh hasil karya, atau model penampilan. f. Refleksi (reflection) Komponen yang merupakan bagian terpenting dari pembelajaran dengan pendekatan CTL adalah perenungan kembali atas pengetahuan yang baru dipelajari. Dengan memikirkan apa yang baru saja dipelajari, menelaah, dan merespons semua kejadian, aktivitas, atau pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, bahkan memberikan masukan atau saran jika diperlukan, siswa akan menyadari bahwa pengetahuan yang baru diperolehnya merupakan pengayaan atau bahkan revisi dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Kesadaran semacam ini penting ditanamkan kepada siswa agar ia bersikap terbuka terhadap pengetahuan-pengetahuan baru. Prinsip-prinsip dasar yang perlu diperhatikan guru dalam rangka penerapan komponen refleksi adalah sebagai berikut.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

69

a) Perenungan atas sesuatu pengetahuan yang baru diperoleh merupakan pengayaan atas pengetahuan sebelumnya. b) Perenungan merupakan respons atas kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diperolehnya. c) Perenungan bisa berupa menyampaikan penilaian atas pengetahuan yang baru diterima, membuat catatan singkat, diskusi dengan teman sejawat, atau unjuk kerja. g. Penilaian autentik (authentic assessment) Komponen yang merupakan ciri khusus dari pendekatan kontekstual adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran atau informasi tentang perkembangan pengalaman belajar siswa. Gambaran perkembangan pengalaman siswa ini perlu diketahui guru setiap saat agar bisa memastikan benar tidaknya proses belajar siswa. Dengan demikian, penilaian autentik diarahkan pada proses mengamati, menganalisis, dan menafsirkan data yang telah terkumpul ketika atau dalam proses pembelajaran siswa berlangsung, bukan semata-mata pada hasil pembelajaran. Sehubungan dengan hal tersebut, prinsip dasar yang perlu menjadi perhatian guru ketika menerapkan komponen penilaian autentik dalam pembelajaran adalah sebagai berikut. a) Penilaian autentik bukan menghakimi siswa, tetapi untuk mengetahui perkembangan pengalaman belajar siswa. b) Penilaian dilakukan secara komprehensif dan seimbang antara penilaian proses dan hasil. c) Guru menjadi penilai yang konstruktif (constructive evaluators) yang dapat merefleksikan bagaimana siswa belajar, bagaimana siswa menghubungkan apa yang mereka ketahui dengan berbagai konteks, dan bagaimana perkembangan belajar siswa dalam berbagai konteks belajar. d) Penilaian autentik memberikan kesempatan siswa untuk dapat mengembangkan penilaian diri (self assessment) dan penilaian sesama (peer assessment).

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

70

3. Peran Guru dalam Pembelajaran Kontekstual Dalam pembelajaran kontekstual guru dituntut membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya adalah guru lebih berurusan dengan strategi dari pada memberi informasi. Di sini guru hanya mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi siswa. Kegiatan belajar mengajar (KBM) lebih menekankan Student Centered daripada Teacher Centered. Menurut Depdiknas guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut: 1) Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa. 2) Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama. 3) Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan mengkaiykan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual. 4) Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka. 4) Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan refeksi terhadap rencana pemebelajaran dan pelaksanaannya.

4. Kelebihan & Kekurangan Contextual Teaching and Learning a. Kelebihan 1) Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan. 2) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme,

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

71

dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui mengalami bukan menghafal. b. Kelemahan 1) Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau penguasa yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya. 2) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ideide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategistrategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

72

D. Metode Pembelajran Kooperatif Number Head Together (NHT)


Tipe pembelajaran kooperatif melalui metode NHT dirancang khusus agar siswa dapat memahami materi pelajaran meski menggunakan metode berkelompok. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dengan melibatkan siswa yang terbagi dalam kelompok untuk menguasai materi pada mata pelajaran yang akan dibahas. Tipe NHT menekankan pada pembentukan struktur-struktur khusus untuk menciptakan pola interaksi siswa. NHT menekankan kepada siswa agar saling bergantung pada kelompok-kelompok yang telah dibuat secara kooperatif. Hal ini dapat

meminimalkan kegaduhan dalam kelas pada penggunaan metode tradisional dimana siswa mengacungkan tangan terlebih dahulu baru ditunjuk guru untuk menjawab pertanyaan yang telah diberikan. Ada tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu : a. Hasil belajar akademik stuktural, bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. b. Pengakuan adanya keragaman, bertujuan agar siswa dapat menerima temantemannya yang mempunyai berbagai latar belakang. c. Pengembangan keterampilan social, bertujuan untuk mengembangkan

keterampilan sosial siswa.

1. Langkah-langkah penerapan NHT a. Persiapan Pada tahap ini guru mempersiapkan lembar kerja siswa yang digunakan sebagai bahan permasalahan yang akan didiskusikan dalam proses pembelajaran. Jumlah lembar kerja siswa disesuaikan dengan jumlah kelompok. b. Pembentukan kelompok

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

73

Guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok. Diusahakan setiap kelompok berjumlah 3-5 anak agar diskusi di dalam kelompok berjalan efisien. Kelompok yang dibentuk sebaiknya mewakili prestasi akademik, ras, jenis kelamin, dan kemampuan belajar. Setelah kelompok terbentuk, guru memberikan nomor kepada masing-masing siswa pada setiap kelompok antara 1-3 atau 1-5. c. Pegangan materi Setiap kelompok wajib memiliki pegangan materi berupa buku paket atau sumber bacaan yang lain. Hal ini untuk memudahkan para siswa di dalam kelompok tersebut mengerjakan lembar kerja yang sudah dipersiapkan oleh guru. d. Diskusi masalah Pada langkah ini setiap kelompok mulai membahas materi yang telah diberikan guru. Dengan pegangan buku paket para siswa di dalam kelompok mulai berdiskusi mengenai permasalahan yang tertuang dalam lembar kerja siswa. Setiap siswa diharapkan dapat aktif dan memahami alur diskusi masing-masing kelompok. Setelah itu setiap anggota kelompok memiliki pandangan yang sama terhadap masalah yang sudah didiskusikan. e. Pemanggilan Nomor Anggota Langkah ini dilakukan ketika diskusi sudah selesai. Guru memanggil salah satu nomor, kemudian para siswa dari masing-masing kelompok yang nomornya disebut mengangkat tangan. Setelah itu guru akan mengajukan pertanyaan kepada para siswa yang nomornya ditunjuk secara bergantian. f. Kesimpulan Setelah semua siswa menjawab pertanyaan yang diajukan, guru yang merupakan fasilitator dalam pembelajaran bersama para siswa akan merangkum kesimpulan dari hasil diskusi dan mempresentasikan hasil diskusinya.

2. Kelebihan dan Kekurangan NHT Kelebihan atau keunggulan dari metode pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah:

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

74

a. Kelas menjadi benar-benar hidup dan dinamis b. Setiap siswa mendapat kesempatan untuk berekspresi dan mengeluarkan pendapatnya c. Munculnya jiwa kompetisi yang sehat d. Waktu untuk mengkoreksi hasil kerja siswa lebih efektif dan efisien e. Pemahaman yang lebih mendalam f. Timbul rasa tanggung jawab Sedangkan kekurangan tipe number head together adalah: a. Adanya alokasi waktu yang panjang b. Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru atau adanya nomor yang tidak terpanggil

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

75

E. Model Pembelajaran Project Work


Project Work adalah model Pembelajaran yang mengarahkan peserta didik pada prosedur kerja yang sistematisdan standar untuk membuat atau menyelesaikan suatu produk (barang atau jasa), melalui proses produksi/pekerjaan yang sesungguhnya. Model pembelajaran project work sering digunakan untuk program pembelajaran produktif, sehingga cocok digunakan untuk di SMK. Langkah-langkah pembelajaran project work 1. Perencanaan Project Work a. Inventarisasi jenis pekerjaan (job), standar kompetensi dan produk yang dapat dihasilkan. 1) Inventarisasi Standar Kompetensi Lulusan Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi standar kompetensi (SK) yang terdapat dalam kurikulum/silabus. SK1 .. SK2 ... SK3 ... Dst ..

b. Inventarisasi Pekerjaan (Job) Pendataan jenis pekerjaan (job) dapat mengacu: kepada jenis pekerjaan yang ada di kurikulum, Standar Kompetensi Kerja (SKK) yang berlaku, dan atau standar pekerjaan lain yang ada di DU/DI/masyarakat. Setiap kompetensi keahlian pada umumnya memiliki lebih dari satu bidang/jenis pekerjaan yang dapat di isi oleh lulusan. P.1 . P.2 . P.3 ..

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

76

Dst.

c. Inventarisasi Produk (Barang/Jasa) Setiap Pekejaan Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengiden-tifikasi produk yang dapat dihasilkan oleh setiap bidang/jenis pekerjaan sehingga peserta didik memilki orientasi produk yang akan dihasilkan pada setiap pembelajaran.

Tabel 1. Daftar Nama Produk Setiap Bidang Pekerjaan No 1 Bidang/Jenis Pekerjaan P1 Nama Produk (barang/jasa) Pr1 Pr2 2 P2 Pr3 Pr3 3 P3 Pr4 Pr5

d. Analisis Standar Kompetensi Terhadap Produk (Barang/Jasa) Hasil inventarisasi standar kompetensi lulusan, bidang pekerjaan, dan produk tersebut, selanjutnya dianalisis standar kompetensi yang dibutuhkan untuk menghasilkan setiap produk dan bidang pekerjaan dengan menggunakan tabel 2.

Tabel 2. Analisis Standar Kompetensi Terhadap Jenis Produk Standar Kompetensi Produk Kode Standar Kompetensi SK1 Pr1 Pr2 Pr3 Prn SK2 SK3 SK4 SK5 SK6 SK7 SKn

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

77

Baris pada kolom 1 diisi kode produk (nama barang/jasa), sedangkan kolom berikutnya diisi dengan kode Standar Kompetensi hasil inventarisasi

(Kurikulum/Silabus). Menentukan standar kompetensi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan produk (barang/jasa) dengan memberi tanda cek () pada kolom standar kompetensi terkait. Hasil analisis Standar Kompetensi terhadap Jenis Produk pada tabel 2 dapat dimaknai sebagai berikut. 1) Produk (Pr1) dapat dikerjakan pada pembelajaran SK1, SK2, SK4 2) Produk (Pr2 ) dapat dikerjakan pada pembelajaran SK1, SK2, SK3 dan SK 5, demikian selanjutnya untuk Produk yang lain. 3) Produk (Pr1) dan (Pr2 ) dapat digunakan sebagai pilihan peserta didik sebagai media pembelajaran SK1 dan SK2 4) Setelah seluruh standar kompetensi teridentifikasi terhadap produk yang ada, maka guru menetapkan alternatif produk yang akan dikembangkan untuk setiap standar kompetensi yang dipelajari. Alternatif produk dapat dipilih oleh peserta didik.

e. Penetapan Bukti Belajar/Evidence of Learning Berdasarkan hasil analisis standar kompetensi terhadap produk, guru diminta untuk menetapkan bukti-bukti belajar (Evidence Of Learning) yang akan digunakan sebagi acuan dalam penilaian hasil belajar peserta didik.

2.

Pelaksanaan Model Pembelajaran Pendekatan Project Work Pembelajaran dengan pendekatan Project Work dilaksanakan dengan

langkah-langkah sebagai berikut. a. Guru menyampaikan: 1) tujuan pembelajaran yang akan dicapai 2) strategi pembelajaran dengan pendekatan project work

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

78

3) alternatif judul/nama produk/jasa yang dapat dipilih peserta. 4) ruang lingkup standar kompetensi yang akan dipelajari oleh peserta didik untuk setiap judul/nama produk/jasa 5) menyusun dan menetapkan pedoman penilaian kompetensi sesuai dengan judul project work 6) memfasilitasi bimbingan kepada peserta didik dengan memanfaatkan lembar bimbingan.

b. Peserta didik 1. memilih salah satu judul/nama produk/jasa. Dan menyusun rencana Project Work sesuai dengan judul yang dipilih. Kerangka rencana Project Work sebagai berikut. 1) Latar Belakang 2) Keunggulan Dan Fungsi Produk/Jasa. 3) Sketsa/Gambar Kerja (Jika Diperlukan) 4) Bahan Produksi 5) Fasilitas/Peralatan Produksi 6) Proses Produksi

Rencana Anggaran Biaya Sasaran Pasar/Konsumen


o

Jadwal Pelaksanaan

2. melakukan proses belajar sesuai dengan proses produksi yang telah direncanakan. Kegiatan dilakukan sesuai dengan rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam proposal di bawah bimbingan dan pengawasan guru. Proses belajar menekankan pada pencapaian standar kompetensi yang dibuktikan dengan bukti belajar (learning evidence) dan diorganisasi dalam bentuk portofolio. 3. mengorganisasi bukti belajar sebagai portofolio. 4. melaksanakan kegiatan kulminasi (presentasi/ pengujian/penyajian/display).

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

79

5. menyusun laporan sesuai dengan pengalaman belajar yang diperoleh.

3.

Penilaian Hasil Belajar Penilaian hasil belajar dengan pendekatan project work pada dasarnya adalah

penilaian standar kompetensi yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, kesesuaian produk/jasa, dan kesesuaian waktu pelaksanaan. Komponen project work yang dinilai terdiri dari penyusunan rencana Project Work, pelaksanaan proses produksi, laporan, kegiatan, dan kulminasi (presentasi/ pengujian/penyajian/display). Peserta didik dinyatakan kompeten apabila memenuhi standar minimal yang dipersyaratkan pada indikator dari setiap kompetensi dasar. Penetapan pencapaian nilai mengacu pada Pedoman Penilaian dan Pelaporan Hasil Belajar Peserta Didik SMK.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

80

F. Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw


Dari sisi etimologi Jigsaw berasal dari bahasa inggris yaitu gergaji ukir dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah Fuzzle, yaitu sebuah teka-teki yang

menyusun potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model jigsaw ini juga mengambil pola cara bekerja sebuah gergaji (jigsaw), yaitu siswa melakukan sesuatu kegiatan belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama. Model pemebelajaran kooperatif model jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitik beratkan kepada kerja kelompok siswa dalam bentuk

kelompok kecil, seperti yang diungkapkan Lie (1993: 73), bahwa pembelajaran kooperatif model jigsaw ini merupakan model belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai dengan enam orang secara heterogen dan siswa bekerja sama saling ketergantungan positif dan

bertanggung jawab secara mandiri. Dalam model pembelajaran jigsaw ini siswa memiliki banyak kesempatan untuk mengemukakan pendapat, dan mengelolah

informasi yang didapat dan dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi, anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya dan

ketuntasan bagian materi yang dipelajari, dan dapat menyampaikan kepada kelompoknya ( Rusman, 2008.203). Menurut Slavin (2007), pembelajaran kooperatif menggalakan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. Ini membolehkan pertukaran ide dan pemeriksaaan ide sendiri dalam suasana yang tidak terancam, sesuai dengan falsafah konstruktivisme. Dengan demikian, pendidikan hendaknya mampu mengkondisikan dan memberikan dorongan untuk dapat mengoptimalkan dan membangkitkan potensi siswa, menumbuhkan aktivitas dan daya cipta kreativitas sehingga akan menjamin terjadinya dinamika di dalam proses pemebelajaran. Dalam model pemebelajaran kooperatif ini guru berperan sebagai

fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubungan ke arah pemahaman yang

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

81

lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri. Guru tidak hanya memberikan penegtahuan pada siswa, tetapi harus juga membangun dalam pikirannya. Siswa mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan langsung menerapkan ide-ide meraka, ini merupakan kesempatan bagi siswa menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri. dalam untuk

1.

Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Jigsaw Menurut Rusman (2008 : 205) pembelajaran model jigsaw ini dikenal juga

dengan

kooperatif para ahli. Karena anggota setiap kelompok dihadapkan pada

permasalahan yang berbeda. Namun, permasalahan yang dihadapi setiap kelompok sama, kita sebut sebagai team ahli yang bertugas membahas permasalahan yang dihadapi. Selanjutnya, hasil pembahasan itu dibawa kekelompok asal dan disampaikan pada anggota kelompoknya. Menurut Stepen, Sikes and Snapp (1978 ) yang dikutip Rusman (2008), mengemukakan langkah-langkah kooperatif model jigsaw sebagai berikut: a. Siswa dikelompokan sebanyak 1 sampai dengan 5 orang siswa. b. Tiap orang dalam team diberi bagian materi berbeda c. Tiap orang dalam team diberi bagian materi yang ditugaskan d. Anggota dari team yang berbeda yang telah mempelajari bagian sub bagian yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusiksn sub bab mereka. e. Setelah selesai diskusi sebagai tem ahli tiap anggota kembali kedalam kelompok asli dan bergantian mengajar teman satu tem mereka tentang subbab yang mereka kusai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan seksama f. Tiap tem ahli mempresentasikan hasil diskusi g. Guru memberi evaluasi h. Penutup Secara umum langkah-langkah model pembelajaran kooperatif yaitu sebagai berikut:

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

82

Bahan Ajar

Diskusi Kelompok Ahli

Pelaporan dan Pengetesan

Penghargaan

Gambar. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Keterangan: a) Bahan Ajar Guru memilih satu bab dalam buku ajar kemudian membagi bab tersebut menjadi bagian-bagian sesuai dengan jumlah anggota kelompok. Jadi, apabila jumlah anggota kelompok 4 orang siswa maka bab tersebut dibagi menjadi 4 bagian. Setiap anggota kelompok ditugasi untuk membaca dan mempelajari bagiannya pada bab tersebut. Pada tahap selanjutnya masing-masing anggota kelompok bertemu dengan ahli-ahli dari kelompok lain dalam kelas. b) Diskusi Kelompok Ahli Kelompok ahli harus melakukan pertemuan sekitar satu kali pertemuan untuk mendiskusikan topik yang ditugaskan. Setiap anggota kelompok ahli harus menerima satu lembar kerja ahli. Lembar kerja ahli harus membuat pertanyaan-pertanyaan dan kegiatan (jika ada) utnuk mengarahkan diskusi kelompok. Guru mendorong para siswa menggunakan cara belajar yang bervariasi. Tujuan kelompok ini adalah mempelajari subbab tersebut kepada kelompok kecil masing-masing. c) Pelaporan dan Pengetesan Masing-masing anggota kelompok ahli kembali ke kelompok kecil masingmasing. Masing-masing anggota kelompok kecil mengajarkan topik masing-masing ke anggota lainnya dalam kelompok. Guru mendorong para siswa untuk menggunakan metode mengajar yang bervariasi. Guru mendorong anggota kelompok mengajukan pertanyaan ke penyaji dan mendiskusikan lembar kerja kelompok kecil. Setelah diskusi kelompok kecil guru menyelenggarakan tes yang mencakup materi satu bab penuh dalam waktu yang tidak lebih dari 15 menit. Seringlah

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

83

menggunakan kuis-kuis dan jangan menggunakan skor tim, skor kemajuan, atau lembar berita. Cukup berikan nilai individual kepada siswa. (Slavin, 2008: 246). d) Penghargaan Tahap ini merupakan tahap yang mampu mendorong para siswa untuk lebih kompak. Pada tahap ini rata-rata peningkatan kelompok dilaporkan. Guru dapat menggunakan kata-kata khusus untuk memberikan kinerja kelompok semacam Bintang Sains, Kelompok Einstein, atau sebutan lainnya. Penghargaan kerja masingmasing kelompok dapat disajikan pada papan pengumuman yang dilaporkan peringkat masing-masing kelompok dalam kelas. Kinerja individu yang luar biasa juga dilaporkan. Kepekaan guru sangat diperlukan disini. Penting untuk dipahami bahwa menghargai siswa secara akademik dari kelompok berkemampuan rendah merupakan bagian integral keefektifan pembelajaran Jigsaw. Ellizabeth Cohen telah menemukan bahwa penting untuk menyadari akan para siswa yang diduga memiliki kompetensi yang konsisten rendah. Ketika siswa semacam ini meununjukkan kinerja baik, segera beri dia penghargaan khusus yang bersifat terbuka untuk kompetisi ini.

Dampak dari model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sebagai berikut:

struktur konsep kepekaa n sosial keberga ntungan positif

toleransi atas perbeda an kepemi mpinan kolektif

model jigsaw

pemrose san kelompo k

kesadara n akan perbeda an

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

84

Gambar. Dampak Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw Kelompok Asal

1 1

1 1

2 2

2 2

3 3

3 3

4 4

4 4

Kelomok Ahli Gambar. Illustrasi kelompok Jigsaw Keterangan: Dalam Jigwas ini setiap anggota kelompok ditugaskan untuk mempelajari materi tertentu. Kemudian siswa-siswa perwakilan dari kelompoknya masing-masing bertemu dengan anggota dari kelompok lain yang mempelajari materi yang sama. Selanjtunya materi tersebut didiskusikan, mempelajari serta memahami setiap masalah yang dijumpai sehingga perwakilan tersebut dapat memahami dan menguasai materi tersebut. Para anggota dari kelompok asala yang berbeda, bertemu dengan topik yang sama dalam kempok ahli untuk berdiskusi dan membahas metari yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topik mereka tersebut. Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian kembali pada kelompok asal dan berusaha mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan dikelompok ahli. Selanjutnya diakhir pembelajaran, siswa diberi kuis secara individu yang mencakup topik materi yang telah dibahas. Kunci tipe Jigsaw ini adalah interdependensi yang diperlukan dengan tujuan agar dapat mengerjakan kuis dengan baik.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

85

2. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigwas a) Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah: 1) Mengembangkan hubungan antar pribadi positif siswa yang dimiliki kemampuan belajar berbeda 2) Menerapkan bimbingan sesama teman 3) Rasa menghargai yang lebih tinggi 4) Memperbaiki kehadiran dan keaktifan siswa 5) Penerima terhadap perbedaan individu 6) Sikap apatis berkurang 7) Pamahaman materi lebih mendalam 8) Meningkatkan motivasi belajar

b) Kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah: 1) Jika guru tidak meningkatkan agar siswa selalu menggunakan keterampilanketerampilan kooperatif dalam kelompok masing-masing maka dikhawatirkan kelompok akan macet. 2) Jika jumlah anggota kelompok kurang akan menimbulkan masalah, misal jika ada anggota yang hanya membonceng dalam menyelesaikan tugas-tugas dan pasif dalam diskusi. 3) Membutuhkan waktu yang lebih lama terelebih bila ada penataan ruang yang belum terkondisi dengan baik, sehingga perlu waktu merubah possi yang dapat juga menimbulkan gaduh.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

86

G. Metode Pembelajaran Debate


Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling efektif, oleh karena itu kita harus terampil berbahasa supaya komunikasi berjalan lancar. Suatu komunikasi dikatakan berhasil kalau pesan yang disampaikan pembicara atau penulis dapat dipahami penyimak atau pembaca persis sama seperti yang dimaksudkan pembicara atau penulis tersebut. Dalam pembelajaran keterampilan berbahasa saat ini lebih di tekankan pada fungsi bahasa artinya bahasa sebagai alat komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan keterampilan siswa berkomunikasi dan fungsi utama sastra sebagai sebagai penghalus budi, peningkatan rasa kemanusiaan, kepedulian sosial, penumbuhan apresiasi budaya, serta penyalur gagasan, imajinasi dan ekspresi secara kreatif dan konstruktif baik secara lisan maupun tulis. Kemampuan atau keterampilan berbicara adalah kemampuan mengungkapkan gagasan pendapat dan perasaan pada pihak lain secara lisan. Ketepatan mengungkapakan gagasan pendapat dan perasaan dipengaruhi oleh penggunaan bahasa yang efektif, tepat dan sesuai dengan kaidah ketatabahasaan yang berlaku. Keterampilan berbicara sangat berperan dalam kehidupan manusia di lingkungan sekolah, kerja, pergaulan, dan bermasyarakat. Peran penting penguasaan keterampilan berbicara sangat tampak di semua lingkungan . hampir dapat dipastikan setiap orang yang sukses pasti memiliki kemampuan berbicara yang baik. Hal itu terjadi karena memang berbicara merupakan hal yang sangat penting dalam pencapaian cita-cita. Seorang presiden pastilah orang yang pandai dalam berbicara, seorang pemuka agama pastilah juga mempunyai kemampuan berbicara yang baik, seorang guru pun dituntut untuk dapat berbicara dengan baik agar siswa dapat menerima pelajaran dengan baik. Kesulitan pokok yang dihadapi siswa dalam berbicara adalah menghubungkan berbagai ide yang dimiliki untuk membangun suatu pemahaman dan penyampaian yang baik dan menarik. Kesulitan yang dialami siswa dalam berbicara dapat

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

87

dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor pada diri siswa yaitu pemahaman siswa masih kurang terhadap keterampilan berbicara, dan sikap siswa yang meremehkan kegiatan berbicara. Selain itu, faktor guru juga sangat berpengaruh khususnya dalam proses pembelajaran. Melihat pentingnya kemampuan berbicara dalam kehidupan sehari-hari tentulah dalam membelajarkan kemampuan berbahasa aspek berbicara diperlukan metode dan atau model pembelajaran yang bervariasi. Kevariasian ini dilakukan untuk menemukan model yang paling cocok doterapkan pada siswa tertentu dan dalam kondisi tertentu pula. Salah satu model pembelajaran yang mungkin dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan berbicara anak adalah model pembelajaran debat.

1. Pengertian Model Pembelajaran Debate Model pembelajaran debat merupakan model pembelajaran berbicara yang tidak hanya monoton satu arah. Model pembelajaran debat mengarahkan siswa untuk berbicara dengan beradu argumen dari dua kelompok yang telah disetting untuk selalu beda pendapat, kelompok pertama diminta untuk selalu setuju ( kelompok pro ) terhadap masalah yang diberikan sedangkan kelompok yang kedua diminta untuk selalu tidak setuju ( kelompok kontra ) terhadap masalah yang diberikan. Dalam pelaksanaanya dua kelompok tersebut akan mempertahankan pendapatnya sesuai apa yang telah di setting. Lebih jelasnya pembelajaran model Debat dilakukan dengan pemberian materi berupa masalah yang sedang hangat dibicarakan saat itu. Pertama-tama masalah yang akan diperdebatkan dibacakan dengan pemberian beberapa ilustrasi yang sudah terjadi, kemudian siswa yang telah dibagi menjadi dua kelompok diminta untuk memberi tanggapan, pertama kelompok kontra diberi kesempatan untuk menolak atau tidak setuju dengan ilustrasi yang diberikan dengan memberikan alasan-alasan yang logis dari berbagai sudut pandang. Setelah itu kelompok pro diminta untuk menyanggah apa yang telah disampaikan oleh kelompok kontra juga dengan pemberian alasan-alasan yang logis.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

88

Proses debat tersebut dilakukan secara terus menerus sehingga siswa benarbenar berfikir semaksimal mungkin kemudian mengungkapkanya di depan forum. Untuk menghindari kebosanan kedua kelompok diadakan pertukaran posisi dan permasalahan yang berbeda-beda, yaitu kelompok pro berubah menjadi kelompok kontra dan begitu juga sebaliknya. Dalam pelaksanaan model pembelajaran debat ini sangat diperlukan seorang pembimbing untuk mengendalikan keadaan kelas, karena apabila sudah terjadi perdebatan setiap kelompok tidak ada yang mau mengalah dan semakin lama perdebatan akan semakin memanas sehingga kehadiran seorang pembimbing sangat diperlukan. Yang diharuskan bagi para peserta debat adalah tidak diperkenankan menggunakan kata-kata yang kasar atau tidak baik agar siswa terlatih untuk berbicara dengan baik dan teratur. Metode debat juga merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat orang. Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang diharapkan pembelajaran kooperatif, setiap model harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan tugas.

2. Langkah-langkah Pembelajaran Debate Langkah-langkah dalam pembelajaran debate adalah sebagai berikut: a. Guru membagi 2 kelompok peserta debat yang satu pro dan yang lain kontra b. Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan didebatkan oleh kedua kelompok diatas. c. Setelah selesai membaca materi guru menunjukkan salah satu anggotanya kelompok pro untuk bicara saat itu ditanggapi atau diulas oleh kelompok

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

89

kontra demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa bisa menemukakan pendapatnya. d. Sementara siswa menyampaikan gagasannya guru menulis inti/ide-ide dari setiap pembicaraan di papan tulis. Sampai sejumlah ide yang diharapkan guru terpenuhi. e. Guru menambah konsep / ide yang belum terungkap f. Dari data-data di papan tersebut guru mengajukan siswa membuat kesimpulan rangkuman yang mengacu pada topic yang ingin dicapai.

Langkah-langkah penerapan pembelajaran model ini yaitu pertama-tama siswa diberi tahu tentang aturan main dari model debat ini. Siswa dibagi dalam dua kelompok besar, yang terdiri dari kelompok pro dan kontra. Setelah kelompok dibagi, guru menjelaskan tentang kompetensi dasar yang akan dipelajari. Proses pembelajaranya dimulai dengan pemberian masalah berupa informasi kontroversial yang sedang hangat dibicarakan dengan memberikan ilustrasi terhadap masalah tersebut kemudian salah satu kelompok diberi kesempatan memberi tanggapan terhadap ilustrasi tersebut, setelah itu kelompok yang satunya diberi kesempatan untuk menyanggah pendapat dari kelompok yang satunya. Kegitan tersebut di ulang terus secara bergantian dan peran kelompok juga dirubah dari yang semula kelompok pro menjadi kelompok kontra dan sebaliknya juga. Pelaksanaan langkah-langkah metode pembelajaran debate misalnya sebagai berikut: a. Pembacaan informasi atau masalah yang akan diperdebatkan. b. Menyuruh kelompok kontra untuk menanggapi informasi tersebut, tentunya dalam bentuk sanggahan. c. Menyuruh kelompok pro untuk menanggapi pernyataan dari kelompok kontra. d. Kelompok kontra kembali menyanggah untuk mempertahankan pendapat mereka, dan kelompok pro pun mempertahankan pendapat mereka dengan berbagai argumen yang dimiliki.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

90

e. Setelah dirasa cukup, kelompok diadakan pergantian yaitu kelompok pro diubah menjadi kelompok kontra, dan sebaliknya. f. Pembacaan masalah lain yang harus ditanggapi oleh tiap kelompok dan seterusnya. g. Setelah kegiatan debat selesai siswa diminta menanggapi dan mengevaluasi cara penyampaian pendapat yang diberikan oleh siswa dalam kegiatan debat tersebut. h. Guru yang bertindak sebagai pembimbing di sini juga memberikan evaluasi terhadap kegiatan dan cara mengemukan pendapat siswa dalam kegiatan debat. Dalam pembelajaran berbicara dengan model debat akan lebih menarik apabila pembimbing dapat menguasai emosi peserta. Dengan pembimbing mengguasai emosi peserta dia akan mudah membuat debat tersebut menjadi sangat menarik, menyenangkan, dan ramai. Selain itu dia juga dapat dengan mudah merangsang siswa untuk berpikir kritis dan spontan yang kemudian ditindaklanjuti dengan pengungkapan secara lisan yang secara langsung merangsang kemampuan berbicara anak. Dengan sering diadakanya kegiatan ini siswa akan menjadi terbiasa untuk berbicara secara terstuktur dan terkonsep dengan baik.

3. Kelebihan dan Kelemahan Metode Pembelajaran Debate Kelebihan dari model pembelajaran debat adalah memantapkan pemahaman konsep siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan, melatih siswa untuk bersikap kritis terhadap semua teori yang telah diberikan oleh guru, melatih siswa untuk berani mengemukakan pendapat. Adapun kekurangan dari metode ini adalah ketika menyampaikan pendapat saling berebut, saling adu argumen yang tidak kunjung selesai bila guru tidak menengahi, siswa yang pandai berargumen akan selalu aktif dan yang kurang pandai berargumen hanya diam dan pasif.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

91

H. Model Pembelajaran Role Playing


Role playing atau bermain peran adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang (Jill Hadfield, 1986). Main peran disebut juga main simbolik, pura-pura, make-believe, fantasi, imajinasi, atau main drama, sangat penting untuk perkembangan kognisi, sosial, dan emosi anak pada usia tiga sampai enam tahun (Vygotzky, 1967; Erikson, 1963). Dalam role playing murid dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas. Selain itu, role playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain (Basri Syamsu, 2000). Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Kegiatan tersebut biasanya spontan tanpa dipersiapkan atau dilatih terlebih dahulu. Kegiatan tersebut dilaksanakan tanpa menggunakan kostum atau naskah cerita tertentu. Latar belakang dari sesuatu situasi didiskusikan dan kemudian bagian-bagian yang ada diseleksi. Biasanya anak didik memilih di antara beberapa topik yang diberikan kepada mereka. Naskah pendek yang dibawakan biasanya sudah mengandung situasi permasalahan. Dan sesudah sosiodrama berlangsung masing-masing individu mendiskusikan bagaimana

perasaan-perasaan mereka. Pada metode bermain peranan, titik tekanannya terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi masalah yang secara nyata dihadapi. Murid diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab) bersama teman-temannya pada situasi tertentu. Belajar efektif dimulai dari lingkungan yang berpusat pada diri murid

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

92

(Departemen Pendidikan Nasional, 2002). Lebih lanjut prinsip pembelajaran memahami kebebasan berorganisasi, dan menghargai keputusan bersama, murid akan lebih berhasil jika mereka diberi kesempatan memainkan peran dalam

bermusyawarah, melakukan pemungutan suara terbanyak dan bersikap mau menerima kekalahan sehingga dengan melakukan berbagai kegiatan tersebut dan secara aktif berpartisipasi, mereka akan lebih mudah menguasai apa yang mereka pelajari (Boediono, 2001). Jadi, dalam pembelajaran murid harus aktif, karena tanpa adanya aktivitas, maka proses pembelajaran tidak mungkin terjadi. Metode role playing (bermain peranan) pada pengajaran yang direncanakan secara baik, dapat menanamkan pengertian peranan orang lain pada kehidupan bermasyarakat, menanamkan kemampuan bertanggung jawab dalam bekerja sama dengan orang lain, menghargai pendapat dan kemampuan orang lain, dan belajar mengambil keputusan dalam hubungan kerja kelompok. 1. Langkah-langkah Pembelajaran Role Playing Dengan mengutip dari Shaftel dan Shaftel, E. Mulyasa (2003) mengemukakan tahapan pembelajaran bermain peran meliputi: 1. Menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik. Menghangatkan suasana kelompok termasuk mengantarkan peserta didik terhadap masalah pembelajaran yang perlu dipelajari. Hal ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi masalah, menjelaskan masalah, menafsirkan cerita dan

mengeksplorasi isu-isu, serta menjelaskan peran yang akan dimainkan. Tahap ini lebih banyak dimaksudkan untuk memotivasi peserta didik agar tertarik pada masalah karena itu tahap ini sangat penting dalam bermain peran dan paling menentukan keberhasilan. Bermain peran akan berhasil apabila peserta didik menaruh minat dan memperhatikan masalah yang diajukan guru. 2. Memilih peran Memilih peran dalam pembelajaran, tahap ini peserta didik dan guru mendeskripsikan berbagai watak atau karakter, apa yang mereka suka, bagaimana

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

93

mereka merasakan, dan apa yang harus mereka kerjakan, kemudian para peserta didik diberi kesempatan secara sukarela untuk menjadi pemeran. 3. Menyusun tahap-tahap peran Menyusun tahap-tahap baru, pada tahap ini para pemeran menyusun garis-garis besar adegan yang akan dimainkan. Dalam hal ini, tidak perlu ada dialog khusus karena para peserta didik dituntut untuk bertindak dan berbicara secara spontan. 4. Menyiapkan pengamat Menyiapkan pengamat, sebaiknya pengamat dipersiapkan secara matang dan terlibat dalam cerita yang akan dimainkan agar semua peserta didik turut mengalami dan menghayati peran yang dimainkan dan aktif mendiskusikannya. 5. Pemeranan Pada tahap ini para peserta didik mulai beraksi secara spontan, sesuai dengan peran masing-masing. Pemeranan dapat berhenti apabila para peserta didik telah merasa cukup, dan apa yang seharusnya mereka perankan telah dicoba lakukan. Ada kalanya para peserta didik keasyikan bermain peran sehingga tanpa disadari telah mamakan waktu yang terlampau lama. Dalam hal ini guru perlu menilai kapan bermain peran dihentikan. 6. Diskusi dan evaluasi Diskusi akan mudah dimulai jika pemeran dan pengamat telah terlibat dalam bermain peran, baik secara emosional maupun secara intelektual. Dengan melontarkan sebuah pertanyaan, para peserta didik akan segera terpancing untuk diskusi. 7. Pemeranan ulang Pemeranan ulang, dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dan diskusi mengenai alternatif pemeranan. Mungkin ada perubahan peran watak yang dituntut. Perubahan ini memungkinkan adanya perkembangan baru dalam upaya pemecahan masalah. Setiap perubahan peran akan mempengaruhi peran lainnya. 8. Diskusi dan evaluasi tahap dua

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

94

Diskusi dan evaluasi tahap dua, diskusi dan evaluasi pada tahap ini sama seperti pada tahap enam, hanya dimaksudkan untuk menganalisis hasil pemeranan ulang, dan pemecahan masalah pada tahap ini mungkin sudah lebih jelas. 9. Membagi pengalaman dan mengambil kesimpulan Pada tahap ini para peserta didik saling mengemukakan pengalaman hidupnya dalam berhadapan dengan orang tua, guru, teman dan sebagainya. Semua pengalaman peserta didik dapat diungkap atau muncul secara spontan.

2. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Role Playing Berikut adalah kelebihan dari model pembelajaran role playing dalam kegiatan pembelajaran: 1. Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Disamping merupakan pengaman yang menyenangkan yang saling untuk dilupakan 2. Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias 3. Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi 4. Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan dapat memetik butir-butir hikmah yang terkandung di dalamnya dengan penghayatan siswa sendiri 5. Dimungkinkan dapat meningkatkan kemampuan profesional siswa,

6.

Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama.

7. 8.

Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda.

9.

Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

95

10. Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak. 11. Melatih daya imajinasi siswa Selain memiliki kelebihan, dalam proses pembelajarannya role playing memiliki bebarapa kelemahan, yaitu: 1. Sebagian besar anak yang tidak ikut bermain drama mereka menjadi kurang kreatif. 2. Banyak memakan waktu, baik waktu persiapan dalam rangka pemahaman isi bahan pelajaran maupun pada pelaksanaan pertunjukan. 3. Memerlukan tempat yang cukup luas, jika tempat bermain sempit menjadi kurang bebas. 4. Sering kelas lain terganggu oleh suara pemain dan para penonton yang kadangkadang bertepuk tangan, dan sebagainya.

3. Penerapan Role Playing saat Proses Pembelajaran Metode role playing (bermain peranan) dalam proses belajar mengajar digunakan: 1. Apabila kita ingin menerangkan suatu peristiwa yang di dalamnya menyangkut orang banyak, kita beranggapan lebih baik didramatisasikan daripada diceritakan karena akan lebih jelas. 2. Apabila kita ingin melatih anak-anak agar mereka dapat menyelesaikan masalahmasalah yang bersifat sosial psikologis. 3. Apabila kita akan melatih anak-anak agar mereka dapat bergaul dan memberi pemahaman terhadap orang lain beserta masalahnya. (Nana Sudjana, 2005:8485). Salah satu tugas guru adalah membantu anak didik untuk bisa berlaku sebagaimana yang dilakukan oleh orang lain. Berbagai bentuk permainan, ceritacerita sejarah, biografi maupun cerita-cerita yang lain dapat membantu anak didik untuk mencapai keterampilan tersebut.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

96

Bercerita tentang apa yang dirasakan orang lain kadang-kadang ada manfaatnya. Guru yang telah berhasil menggunakan sosiodrama akan beranggapan bahwa metode tersebut lebih baik dibanding metode-metode yang lain. Petunjuk pelaksanaan role playing antara lain: 1. Berikan kesempatan kepada anak didik untuk memilih peranannya sendiri. Mereka akan memerankannya dengan lebih baik apabila mereka sendiri yang memilih bagiannya. Apa yang telah dipilih barangkali mempunyai arti tersendiri bagi dirinya. 2. Di dalam melaksanakan kegiatan sosiodrama yang pertama kali sebaiknya guru juga mengambil sesuatu peran. Tindakan ini bisa menambah kegairahan anak untuk bermain peranan (role playing). 3. Diskusikan terlebih dahulu situasi yang akan dimainkan, tetapi jangan sampai membatasi anak didik tentang apa yang akan diutarakan dan bagaimana mereka menghayati perannya. Biarkan anak didik menentukan sendiri. 4. 5. Usahakan situasi benar-benar jelas dan terang. Diskusikan pelaksanaan sosiodrama tersebut. Diskusi bisa dimulai dari aktor atau aktris itu sendiri, bagaimana perasaan mereka setelah bermain. 6. 7. Ulangi situasi tersebut, baik dengan bercerita yang sama maupun tidak. Upayakan agar semua pihak bisa mengambil peranan. Harap diingat bahwa guru jangan terlalu banyak memberikan aturan-aturan permainan. Sebaliknya, guru justru memberikan kebebasan sepenuhnya kepada para siswa. Jika hal itu benar-benar dilaksanakan, maka situasi sosial yang

didramatisasikan akan serupa benar dengan kejadian yang sesungguhnya. Hal itu akan sangat menguntungkan bagi para siswa yang menjadi penonton (sekaligus sebagai penilai). Dalam penggunaan metode role playing ini ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil, antara lain: 1. Guru

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

97

Guru tidak boleh bersikap apriori. Setiap individu akan menghayati situasi sosial menurut caranya sendiri. Apa yang akan ia lakukan, keputusan apa yang akan ia pilih jika ia berada dalam situasi sosial seperti itu, semua harus diserahkan kepada pemeran yang bersangkutan. 2. Siswa Dramatisasi ini akan berhasil kalau para siswa yang berperan dapat menjiwai situasinya, dapat bertingkah laku dan bersikap seperti dalam situasi sosial yang sesungguhnya. 3. Bahan Sesuatu yang didramatisasikan akan baik hasilnya, jika bahan itu cocok dengan para pemeran yang akan memerankannya. Bahan harus dipilih dengan cermat. Kriteria yang harus diperhatikan antara lain: a. Bahan harus sesuai dengan perkembangan jiwa siswa. b. Bahan harus memperkaya pengalaman sosial siswa. c. Bahan harus cukup mengandung sikap dan perbuatan yang akan didramatisasikan siswa. d. Bahan hendaknya tidak mengandung adegan-adegan yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, agama, kepribadian bangsa Indonesia.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

98

I. Model Pembelajaran Based Learning


Pembelajaran berbasis masalah (Probelem-based learning), selanjutnya disingkat PBL, merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. PBL adalah suatu model

pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah (Ward, 2002; Stepien, dkk.,1993). Lebih lanjut Boud dan felleti, (1997), Fogarty(1997) menyatakan bahwa PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada siswa

(siswa/mahasiswa) dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open ended melalui stimulus dalam belajar. PBL memiliki karakteristikkarakteristik sebagai berikut: 1. belajar dimulai dengan suatu masalah, 2. memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa/mahasiswa, 3. mengorganisasikan pelajaran diseputar masalah, bukan diseputar disiplin ilmu, 4. memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri, 5. menggunakan kelompok kecil, dan 6. menuntut siswa untuk mendemontrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja. Pembelajaran dengan model PBL dimulai oleh adanya masalah (dapat dimunculkan oleh siswa atau guru), kemudian siswa memperdalam

pengetahuannya tentang apa yang mereka telah ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

99

berperan aktif dalam belajar.Masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran dapat diselesaikan siswa melalui kerja kelompok sehingga dapat memberi

pengalaman-pengalaman belajar yang beragam pada siswa seperti kerjasama dan interaksi dalam kelompok. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa model PBL dapat memberikan pengalaman yang kaya kepada siswa. Dengan kata lain, penggunaan PBL dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang mereka pelajari sehingga diharapkan mereka dapat menerapkannya dalam kondisi nyata pada kehidupan sehari-hari

1. Alasan Problem Based Learning digunakan PBL merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada kerangka kerja teoritik konstruktivisme. Dalam model PBL, fokus pembelajaran ada pada masalah yang dipilih sehingga siswa tidak saja mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga metode ilmiah untuk memecahkan masalah tersebut. Oleh sebab itu, siswa tidak saja harus memahami konsep yang relevan dengan masalah yang menjadi pusat perhatian tetapi juga memperoleh pengalaman belajar yang berhubungan dengan keterampilan menerapkan metode ilmiah dalam pemecahan masalah dan menumbuhkan pola berpikir kritis. Jika pembelajaran dimulai dengan suatu masalah dan masalah tersebut bersifat kontekstual, maka dapat terjadi ketidaksetimbangan kognitif pada diri siswa. Keadaan ini dapat mendorong rasa ingin tahu sehingga memunculkan bermacammacam pertanyaan. Bila pertanyaan-pertanyaan tersebut telah muncul dalam diri siswa maka motivasi intrinsik mereka untuk belajar akan tumbuh. Pada kondisi tersebut diperlukan peran guru sebagai fasilitator untuk mengarahkan siswa tentang konsep apa yang diperlukan untuk memecahkan masalah dan apa yang harus dilakukan. Dari paparan tersebut dapat diketahui bahwa penerapan PBL dalam pembelajaran dapat mendorong siswa/mahasiswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri. Pengalaman ini sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dimana berkembangnya pola pikir dan pola kerja seseorang bergantung pada

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

100

bagaimana dia membelajarkan dirinya. Lebih lanjut Arends (2004) menyatakan bahwa ada tiga hasil belajar (outcomes) yang diperoleh siswa yang diajar dengan PBL yaitu: 1. inkuiri dan ketrampilan melakukan pemecahan masalah, 2. belajar model peraturan orang dewasa (adult role behaviors), dan 3. ketrampilan belajar mandiri (skills for independent learning). 2. Implementasi Ada beberapa cara menerapkan PBL dalam pembelajaran. Secara umum penerapan model yaitu dengan adanya masalah yangharus dipecahkan atau dicari pemecahannya oleh siswa/mahasiswa. Masalah tersebut dapat berasal dari siswa/mahasiswa atau mungkin juga diberikan oleh pengajar. Siswa/mahasiswa akan memusatkan pembelajaran di sekitar masalah tersebut, dengan arti lain, siswa belajar teori dan metode ilmiah agar dapat memecahkan masalah yang menjadi pusat perhatiannya. Pemecahan masalah dalam PBL harus sesuai dengan langkahlangkah metode ilmiah. Dengan demikian siswa/mahasiswa belajar memecahkan masalah secara sistematis dan terencana. Oleh sebab itu, penggunaan PBL dapat memberikan pengalaman belajar melakukan kerja ilmiah yang sangat baik kepada siswa/mahasiswa. Langkah-langkah pemecahan masalah dalam pembelajaran PBL paling sedikit ada delapan tahapan (Pannen, 2001), yaitu: 1. mengidentifikasi masalah, 2. mengumpulkan data, 3. menganalisis data, 4. memecahkan masalah berdasarkan pada data yang ada dan analisisnya, 5. memilih cara untuk memecahkan masalah, 6. merencanakan penerapan pemecahan masalah, 7. melakukan ujicoba terhadap rencana yang ditetapkan, dan 8. melakukan tindakan (action) untuk memecahkan masalah. Adapun langkah-langkah model pembelajaran ini bagi guru adalah sebagai berikut:

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

101

1. Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai dan menyebutkan sarana atau alat pendukung yang dibutuhkan. Memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih. 2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll). 3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah. 4. Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya. 5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap eksperimen mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

102

DAFTAR PUSTAKA

Andi. (2009). Teori-Teori Belajar. [Online]. Tersedia:http://andi1988.wordpress.com/2009/01/28/teori-teori-belajar-2/ [10 Maret 2012] Anonim. 2011. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw. [Online]. Tersedia: http://repository.upi.edu/operator/upload/s_d0251_060231_chapter2.pdf [6 Juni 2012] Anonim. 2011. Model Pembelajaran Role Playing. [Online]. Tersedia: http://sharingkuliahku.wordpress.com/category/model-pembelajaran-roleplaying/ (20 Mei 2012) Dahar Ranta Willis Pof. Dr.M.SC.1989. teori-teori belajar. Jakarta : Erlangga Dra. Mitri Irianti, Msi., Prof. Dr. Almasdi Syahza, SE., MP, _______. Pembelajaran Kontekstual. Riau Fadhly. 2010. Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw. [Online]. Tersedia: http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/modeljigsaw.pdf [18 Mei 2012] Hidayat, U.S. (2011). Model-Model Pembelajaran Berbasis Paikem. Bandung: CV Siliwangi & CO Juniarso, Triman. Teori Belajar Behavioristik. [Online]. Tersedia: http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=koneksinimisme&source=web&cd= 2&ved=0CCsQFjAB&url=http%3A%2F%2Ftrimanjuniarso.files.wordpress.com %2F2008%2F02%2Fteori-belajarbehavioristik.doc&ei=RbZWT9uGGsnprQfyk8S1Bw&usg=AFQjCNGkyC_amh 54NCSlSd3-_4ZWktMyaQ [7 Maret 2012] Rizcha, Fertina. (2011). Bergesernya Teori-Teori Belajar. [Online]/ Tersedia: kompasiana.com [7 Maret 2012] Rosyid, Rum. (2005). Kolaborasi Teori dalam Pendidikan Pragmatisme. [Online]. Tersedia:http://www.scribd.com/rumrosyid/d/45080023/28-TeoriKoneksionisme [10 Maret 2012] Rulam. 2012. Pengaruh Bermain Peran (Role Playing) dalam Meningkatkan Pembelajaran Bahasa Inggris. [Online]. Tersedia:

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

103

http://www.infodiknas.com/207-pengaruh-bermain-peran-role-playing-dalammeningkatkan-pembelajaran-bahasa-inggris/ (20 Mei 2012)

Sudarman. 2007. Problem Based Learning: Suatu Metode Model Pembelajaran untuk Mengembangkan dan Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah. ____. Tidak diterbitkan. Wayan I, Dasna.____. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning). Tidak diterbitkan. _____. 2010. Model Pakem. [On Line] Tersedia http://www.vilila.com/2010/03/model-pakem.html#ixzz16klc4gPi September 2011) : (08

..2000. kumpulan-nahan diklat nasional guru biologi SMU. Bandung : Pusat pengembangan penataran guru IPA.

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

104

RIWAYAT HIDUP PENYUSUN

Anja Wulan Sari, lahir di Bandung pada 11 Januari 1992. Menempuh pendidikan SD (1998-2004) di SDN Cibeureum 8. Semasa SD-nya dia dikenal sebagai sosok murid yang rajin dan patuh. Jadi, tidak heran gelar murid teladan pernah disandangnya. Berbekal nilai hasil UAN yang memuaskan pada tahun 2004 dia berhasil diterima di SMPN 9 Bandung (2004-2007). Selama SMP, ia rajin berkunjung ke perpustakaan, ia menyenangi bacaan fiksi. Dari kegemarannya itulah ia mulai senang menulis puisi. Walau puisinya tidak sebagus punjangga tapi karyanya merupakan kepuasan batin tersendiri baginya. Tidak banyak yang bisa diceritakan tentang kehidupan SMP-nya karena dia sama seperti siswa-siswi SMP lainnya yang mematuhi peraturan sekolah dan berteman dengan banyak orang. Diakhir pendidikan SMP-nya, dia mendapatkan hasil UAN yang begitu mepet dengan passing gread SMA Negeri di Bandung. Akan tetapi, dia tetap bangga dengan apa yang didapatkannya karena semua murni hasil usahanya sendiri. Melihat hasil UAN yang peluangnya kecil unuk diterima di SMA Negeri, akhirnya dia tertarik dengan salah satu SMA swasta di Bandung dan dia berhasil diterima di SMA Angkasa Husein Sastranegara (2007-2010). Kehidupan SMA-nya cukup menarik, mulai dari dihukum berlari keliling sekolah, pernah bolos pelajaran Bahasa Sunda, juara kelas setiap semester, juara 1 lomba Danton Paskibra antar kelas, sampai juara 3 lomba musikalisasi puisi antar kelas. Di SMA dia mulai di OSIS dan menjadi panitia diberbagai acara. Posisi yang selalu diamanatkan kepadanya, tidak jauh dari sekretaris atau bendahara. Entah apa

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

105

alasanya tapi dua posisi inilah yang selalu dikaitkan dengan siswi berpenampilan sederhana ini. Selesai mengenyam pendidikan SMA, dia mulai disibukan dengan tes masuk universitas. Perjalanan memilih universitas pun penuh perjuangan. Mulai dari gagal seleksi PMDK UPI, gagal UM UPI, gagal UM Poltekes Depkes Bandung sampai akhirnya berhasil diterima melalui jalur SNMPTN di Universitas Pendidikan Indonesia di Jurusan Pendidikan Teknologi Agroindustri (2010-sekarang).

******

Belajar dan Model-Model Pembelajaran

106

You might also like