You are on page 1of 10

Pengolahan biji besi menjadi besi atau baja.

Besi dan baja sampai saat ini menduduki peringkat pertama logam yang paling banyak penggunaanya, besi dan baja mempunyai kandungan unsur utama yang sama yaitu Fe, hanya kadar karbon-lah yang membedakan besi dan baja. Besi dan baja diperoleh dari hasil pengolahan bijih besi menjadi besi kasar untuk selanjutnya diolah menjadi besi atau baja. Pada uraian ini akan diberikan pemaparan tentang pengolahan oksida besi atau bijih besi Hematite (70% Fe), Magnetite (72% Fe) dan Limonite (60% Fe) bijih besi menjadi besi danbaja. PROSES PENGOLAHAN BESI DAN BAJA. Pengolahan Besi Kasar Pengolahan Besi Tuang Pengolahan Baja Pengolahan Besi Kasar Besi kasar diperoleh dari peleburan oksida besi atau bijih besi Hematite (70% Fe), Magnetite (72% Fe) dan Limonite (60% Fe) di dalam tanur tinggi. Bijih besi tersebut mula mula dibersihkan dengan cara mencucinya pada saluran goyang, kemudian dihaluskan dengan proses pemecahan secara bertingkat Butiran bijih besi halus tersebut kemudian dilewatkan pada roda magnetik untuk memisahkan bijih yang mengandung kadar Fe yang tinggi dan yang rendah Biji atau bijih besi adalah cebakan yang digunakan untuk membuat besi gubal. Biji besi terdiri atas oksigen dan atom besi yang berikatan bersama dalam molekul. Besi sendiri biasanya didapatkan dalam bentuk magnetit (Fe3O4), hematit (Fe2O3), goethit, limonit atau siderit. Bijih besi biasanya kaya akan besi oksida dan beragam dalam hal warna, dari kelabu tua, kuning muda, ungu tua, hingga merah karat. Saat ini, cadangan biji besi nampak banyak, namun seiring dengan bertambahnya penggunaan besi secara eksponensial berkelanjutan, cadangan ini mulai berkurang, karena jumlahnya tetap. Sebagai contoh, Lester Brown dari Worldwatch Institute telah memperkirakan bahwa bijih besi bisa habis dalam waktu 64 tahun berdasarkan pada ekstrapolasi konservatif dari 2% pertumbuhan per tahun. Potensi Biji Besi di Kalimantan Tengah Biji besi mempunyai 2 tipe yaitu magnetis dan kolovial, biji besi tipe magnetis dijumpai didaerah Kabupaten Lamandau, sedangkan tipe kolovial dijumpai didaerah Kabupaten Kotawaringin Timur. Tipe magnetis terdiri dari hematite dan pegmatite, sedangkan tipe kolovial terdiri dari limonit dan Ilmenite. Lokasi tipe magnetis berada didaerah : - Bukit Karim, Kabupaten Lamandau - Bukit Gojo, Kabupaten Lamandau - Petarikan, Kabupaten Lamandau - Mirah, Tumbang Manggu, Kabupaten Katingan - Barito Timur Lokasi tipe kolovial berada didaerah : - Kenyala, Kecamatan Kotabesi, Kabupaten Kotawaringin Timur. Cadangan bijih besi yang sudah ditemukan 41,2 juta ton. Besi merupakan logam kedua yang paling banyak di bumi ini. Karakter dari endapan besi ini bisa berupa endapan logam yang berdiri sendiri namun seringkali ditemukan berasosiasi dengan mineral

logam lainnya. Kadang besi terdapat sebagai kandungan logam tanah (residual), namun jarang yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Endapan besi yang ekonomis umumnya berupa Magnetite, Hematite, Limonite dan Siderite. Kadang kala dapat berupa mineral: Pyrite, Pyrhotite, Marcasite, dan Chamosite. Beberapa jenis genesa dan endapan yang memungkinkan endapan besi bernilai ekonomis antara lain : 1. Magmatik: Magnetite dan Titaniferous Magnetite 2. Metasomatik kontak: Magnetite dan Specularite 3. Pergantian/replacement: Magnetite dan Hematite 4. Sedimentasi/placer: Hematite, Limonite, dan Siderite 5. Konsentrasi mekanik dan residual: Hematite, Magnetite dan Limonite 6. Oksidasi: Limonite dan Hematite 7. Letusan Gunung Api Dari mineral-mineral bijih besi, magnetit adalah mineral dengan kandungan Fe paling tinggi, tetapi terdapat dalam jumlah kecil. Sementara hematit merupakan mineral bijih utama yang dibutuhkan dalam industri besi. Mineral-mineral pembawa besi dengan nilai ekonomis dengan susunan kimia, kandungan Fe dan klasifikasi komersil dapat dilihat pada Tabel dibawah ini: Tabel mineral-mineral bijih besi bernilai ekonomis Mineral Susunan kimia Kandungan Fe (%) Klasifikasi komersil Magnetit FeO, Fe2O3 72,4 Magnetik atau bijih hitam Hematit Fe2O3 70,0 Bijih merah Limonit Fe2O3.nH2O 59 63 Bijih coklat Siderit FeCO3 48,2 Spathic, black band, clay ironstone

Besi primer ( ore deposits ) Proses terjadinya cebakan bahan galian bijih besi berhubungan erat dengan adanya peristiwa tektonik pra-mineralisasi. Akibat peristiwa tektonik, terbentuklah struktur sesar, struktur sesar ini merupakan zona lemah yang memungkinkan terjadinya magmatisme, yaitu intrusi magma menerobos batuan tua. Akibat adanya kontak magmatik ini, terjadilah proses rekristalisasi, alterasi, mineralisasi, dan penggantian (replacement) pada bagian kontak magma dengan batuan yang diterobosnya. Perubahan ini disebabkan karena adanya panas dan bahan cair (fluida) yang berasal dari aktivitas magma tersebut. Proses penerobosan magma pada zona lemah ini hingga membeku umumnya disertai dengan kontak metamorfosa. Kontak metamorfosa juga melibatkan batuan samping sehingga menimbulkan bahan cair (fluida) seperti cairan magmatik dan metamorfik yang banyak mengandung bijih. Besi sekunder ( endapan placer ) Cebakan mineral alochton dibentuk oleh kumpulan mineral berat melalui proses sedimentasi, secara alamiah terpisah karena gravitasi dan dibantu pergerakan media cair, padat dan gas/udara. Kerapatan konsentrasi mineral-mineral berat tersebut tergantung kepada tingkat kebebasannya dari sumber, berat jenis, ketahanan kimiawi hingga lamanya pelapukan dan mekanisma. Dengan nilai ekonomi yang dimilikinya para ahli geologi menyebut endapan alochton tersebut sebagai cebakan placer. Jenis cebakan ini telah terbentuk dalam semua waktu geologi, tetapi kebanyakan pada umur Tersier dan masa kini, sebagian besar merupakan cadangan berukuran kecil dan sering terkumpul dalam waktu singkat karena tererosi. Kebanyakan cebakan berkadar rendah tetapi dapat ditambang karena berupa partikel bebas, mudah dikerjakan dengan tanpa penghancuran; dimana pemisahannya dapat menggunakan alat semi-mobile dan relatif murah. Penambangannya biasanya dengan cara pengerukan, yang merupakan metoda penambangan termurah. Cebakan-cebakan placer berdasarkan genesanya:

GenesaJenis Terakumulasi in situ selama pelapukan Placer residual Terkonsentrasi dalam media padat yang bergerak Placer eluvial Terkonsentrasi dalam media cair yang bergerak (air) Placer aluvial atau sungai Placer pantai Terkonsentrasi dalam media gas/udara yang bergerak Placer Aeolian (jarang) Placer residual. Partikel mineral/bijih pembentuk cebakan terakumulasi langsung di atas batuan sumbernya (contoh : urat mengandung emas atau kasiterit) yang telah mengalami pengrusakan/penghancuran kimiawi dan terpisah dari bahan-bahan batuan yang lebih ringan. Jenis cebakan ini hanya terbentuk pada permukaan tanah yang hampir rata, dimana didalamnya dapat juga ditemukan mineralmineral ringan yang tahan reaksi kimia (misal : beryl). Placer eluvial. Partikel mineral/bijih pembentuk jenis cebakan ini diendapkan di atas lereng bukit suatu batuan sumber. Di beberapa daerah ditemukan placer eluvial dengan bahan-bahan pembentuknya yang bernilai ekonomis terakumulasi pada kantong-kantong (pockets) permukaan batuan dasar. Placer sungai atau aluvial. Jenis ini paling penting terutama yang berkaitan dengan bijih emas yang umumnya berasosiasi dengan bijih besi, dimana konfigurasi lapisan dan berat jenis partikel mineral/bijih menjadi faktor-faktor penting dalam pembentukannya. Telah dikenal bahwa fraksi mineral berat dalam cebakan ini berukuran lebih kecil daripada fraksi mineral ringan, sehubungan : Pertama, mineral berat pada batuan sumber (beku dan malihan) terbentuk dalam ukuran lebih kecil daripada mineral utama pembentuk batuan. Kedua, pemilahan dan susunan endapan sedimen dikendalikan oleh berat jenis dan ukuran partikel (rasio hidraulik). Placer pantai. Cebakan ini terbentuk sepanjang garis pantai oleh pemusatan gelombang dan arus air laut di sepanjang pantai. Gelombang melemparkan partikel-partikel pembentuk cebakan ke pantai dimana air yang kembali membawa bahan-bahan ringan untuk dipisahkan dari mineral berat. Bertambah besar dan berat partikel akan diendapkan/terkonsentrasi di pantai, kemudian terakumulasi sebagai batas yang jelas dan membentuk lapisan. Perlapisan menunjukkan urutan terbalik dari ukuran dan berat partikel, dimana lapisan dasar berukuran halus dan/ atau kaya akan mineral berat dan ke bagian atas berangsur menjadi lebih kasar dan/atau sedikit mengandung mineral berat. Placer pantai (beach placer) terjadi pada kondisi topografi berbeda yang disebabkan oleh perubahan muka air laut, dimana zona optimum pemisahan mineral berat berada pada zona pasang-surut dari suatu pantai terbuka. Konsentrasi partikel mineral/bijih juga dimungkinkan pada terrace hasil bentukan gelombang laut. Mineral-mineral terpenting yang dikandung jenis cebakan ini adalah : magnetit, ilmenit, emas, kasiterit, intan, monazit, rutil, xenotim dan zirkon. Mineral ikutan dalam endapan placer. Suatu cebakan pasir besi selain mengandung mineral-mineral bijih besi utama tersebut dimungkinkan berasosiasi dengan mineral-mineral mengandung Fe lainnya diantaranya : pirit (FeS2), markasit (FeS), pirhotit (Fe1-xS), chamosit [Fe2Al2 SiO5(OH)4], ilmenit (FeTiO3), wolframit [(Fe,Mn)WO4], kromit (FeCr2O4); atau juga mineral-mineral non-Fe yang dapat memberikan nilai tambah seperti : rutil (TiO2), kasiterit (SnO2), monasit [Ce,La,Nd, Th(PO4, SiO4)], intan, emas (Au), platinum (Pt), xenotim (YPO4), zirkon (ZrSiO4) dan lain-lain. Eksplorasi bijih besi Penyelidikan umum dan eksplorasi bijih besi di Indonesia sudah banyak dilakukan oleh berbagai pihak, sehingga diperlukan penyusunan pedoman teknis eksplorasi bijih besi. Pedoman dimaksudkan sebagai bahan acuan berbagai pihak dalam melakukan kegiatan penyelidikan umum dan eksplorasi bijih besi primer, agar ada kesamaan dalam melakukan kegiatan tersebut diatas sampai pelaporan. Tata cara eksplorasi bijih besi primer meliputi urutan kegiatan eksplorasi sebelum pekerjaan lapangan, saat pekerjaan lapangan dan setelah pekerjaan lapangan. Kegiatan sebelum pekerjaan lapangan ini bertujuan untuk mengetahui gambaran mengenai prospek cebakan bijih besi primer, meliputi studi

literatur dan penginderaan jarak jauh. Penyediaan peralatan antara lain peta topografi, peta geologi, alat pemboran inti, alat ukur topografi, palu dan kompas geologi, loupe, magnetic pen, GPS, pita ukur, alat gali, magnetometer, kappameter dan peralatan geofisika. Kegiatan pekerjaan lapangan yang dilakukan adalah penyelidikan geologi meliputi pemetaan; pembuatan paritan dan sumur uji, pengukuran topografi, survei geofisika dan pemboran inti. Kegiatan setelah pekerjaan lapangan yang dilakukan antara lain adalah analisis laboratorium dan pengolahan data. Analisis laboratorium meliputi analisis kimia dan fisika. Unsur yang dianalisis kimia antara lain : Fetotal, Fe2O3, Fe3O4, TiO2, S, P, SiO2, MgO, CaO, K2O, Al2O3, LOI. Analisis fisika yang dilakukan antara lain : mineragrafi, petrografi, berat jenis (BD). Sedangkan pengolahan data adalah interpretasi hasil dari penyelidikan lapangan dan analisis laboratorium. Tahapan eksplorasi adalah urutan penyelidikan geologi yang umumnya dilakukan melalui empat tahap sbb : Survei tinjau, prospeksi, eksplorasi umum, eksplorasi rinci. Survei tinjau, tahap eksplorasi untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang berpotensi bagi keterdapatan mineral pada skala regional. Prospeksi, tahap eksplorasi dengan jalan mempersempit daerah yg mengandung endapan mineral yg potensial. Eksplorasi umum, tahap eksplorasi yang rnerupakan deliniasi awal dari suatu endapan yang teridentifikasi . Eksplorasi rinci, tahap eksplorasi untuk mendeliniasi secara rinci dalarn 3-dimensi terhadap endapan mineral yang telah diketahui dari pencontohan singkapan, paritan, lubang bor, shafts dan terowongan. Penyelidikan geologi adalah penyelidikan yang berkaitan dengan aspek-aspek geologi diantaranya : pemetaan geologi, parit uji, sumur uji. Pemetaan adalah pengamatan dan pengambilan conto yang berkaitan dengan aspek geologi dilapangan. Pengamatan yang dilakukan meliputi : jenis litologi, mineralisasi, ubahan dan struktur pada singkapan, sedangkan pengambilan conto berupa batuan terpilih. Penyelidikan Geofisika adalah penyelidikan yang berdasarkan sifat fisik batuan, untuk dapat mengetahui struktur bawah permukaan, geometri cebakan mineral, serta sebarannya secara horizontal maupun secara vertical yang mendukung penafsiran geologi dan geokimia secara langsung maupun tidak langsung. Pemboran inti dilakukan setelah penyelidikan geologi dan penyelidikan geofisika. Penentuan jumlah cadangan (sumberdaya) mineral yang mempunyai nilai ekonomis adalah suatu hal pertama kali yang perlu dikaji, dihitung sesuai standar perhitungan cadangan yang berlaku, karena akan berpengaruh terhadap optimasi rencana usaha tambang, umur tambang dan hasil yang akan diperoleh. Dalam hal penentuan cadangan, langkah yang perlu diperhatikan antara lain : - Memadai atau tidaknya kegiatan dan hasil eksplorasi. - Kebenaran penyebaran dan kualitas cadangan berdasarkan korelasi seluruh data eksplorasi seperti pemboran, analisis conto, dll. - Kelayakan penentuan batasan cadangan, seperti Cut of Grade, Stripping Ratio, kedalaman maksimum penambangan, ketebalan minimum dan sebagainya bertujuan untuk mengetahui kondisi geologi dan sebaran bijih besi bawah permukaan.

Pengolahan Biji Besi Biji besi umumnya disertai batu pengering yang terdiri dari silikat atau aluminat. Batu pengiring (kotoran) perlu dipisahkan dengan dicuci pada saluran goyang kemudian dihaluskan dengan proses pemecah secara bertingkat. Pemecahan diawali dengan proses breaking menggunakan hammer mill yang mampu mereduksi dimensi bijih besi dari 300 1500mm menjadi 100 200mm, dilanjutkan dengan proses crushing menggunakan gyratori mill yang mampu mereduksi dimensi bijih besi hingga 10mm dan terakhir proses grinding menggunakan ball mill yang menghasilkan butiran bijih besi berukuran 0,005 0,15mm. Butiran halus bijih besi kemudian dilewatkan pada roda magnetik untuk memisahkan bijih besi yang mengandung kadar Fe tinggi dengan yang berkadar Fe rendah. Bijih besi yang mengandung kadar Fe tinggi kemudian disinter untuk mengurangi kadar air, karbon dan zat asam lainnya. Serbuk dicampur dengan serbuk arang kayu atau serbuk kokas, dibakar dalam dapur berputar. Disini terjadi reduksi tidak sempurna, biji besi setengah meleleh. Akibat dapur berputar akan terbentuk gumpalan berukuran kira-kira 30 60mm yang disebut sinter. Bahan-Bahan Yang Diperlukan Pada Proses Pengolahan Biji Besi 1. Biji besi yang telah diselesaikan (dipecah, dibuat sinter, briket). 2. Bahan bakar a. Arang kayu Keuntungan : tidak mengandung P dan S Kerugian : panas pembakarannya rendah 300 k.cal/Kg, tidak keras, tidak berpori-pori, maka hanya untuk dapur tinggi 17 M. b. Kokas Kokas diperoleh dengan membakar tidak sempurna dari batu bara. Kokas yang baik harus dipilih yang keras, besar dan berpori-pori. Keuntungan : jumlahnya banyak, mudah panas pembakaran tinggi 8000 kcal/kg. 3. Batu tambahan Gunanya untuk mengambil P dan S dari besi dan menghindarkan oksidasi. Umumnya digunakan CaO atau CaCO3. Dalam dapur tinggi batu akan mencair dan menjadi terak. Berat jenis terak < berat jenis besi cair, sehingga butiran-butiran besi terbungkus oleh terak dan terapung di atas cairan besi. Dengan demikian cairan besi dapat dihindarkan dari oksidasi. Lain daripada itu, semua kotoran dapat diserap oleh terak, sehingga besi cair bersih. 4. Udara Untuk mengadakan pembakaran dan pembentukan CO sebagai bahan reduksi biji besi diperlukan udara yang banyak sekali. Oksigen yang murah terdapat dalam udara. Untuk kapasitas 300 ton besi kasar diperlukan kira-kira 300 ton kokas, 800 ton biji besi, 106 M3 udara. Agar bahan bakarnya dapat lebih hemat, udara tersebut dipanaskan sampai 900oC dalam pemanas Cowper. Dengan cara ini dapat dihemat bahan bakar 20%.

Pembakaran Batubara
Total sumber daya batubara Indonesia sampai akhir tahun 1994 mencapai 36,5 miliar ton dengan cadangan terbukti sebesar 5,086 miliar ton, Sumber daya batubara ini tersebar di Sumatera sebesar 68%, 31% di Kalimantan, dan sisanya terdapat di Jawa Barat, Sulawesi dan Irian Jaya. Pada bulan Maret 2003, PT Tambang Batubara Bukit Asam dan New Energy and Industrial Technology Devolepment Organization (NEDO) Jepang, menemukan sumber cadangan batubara sebesar 230 juta ton di Kungkilan Timur, Sumatra Selatan. Dengan demikian dari segi ketersediaan sumber daya batubara, tingginya kebutuhan batubara di masa mendatang tidaklah mengkhawatirkan. Akan tetapi, meskipun sumber daya batubara sangat banyak, namun sumber daya batubara Indonesia pada umumnya tergolong batubara muda, mencapai 58,7% terhadap total sumber daya batubara. Jenis batubara ini berciri kandungan moisture tinggi (30%-40%), dan nilai kalor yang rendah (3500 kcal/kg-5000 kcal/kg). Karena ciri tersebut, jenis batubara ini kurang menguntungkan untuk diangkut jarak jauh dan mudah terbakar dengan sendirinya (self combustion). Emisi dan Limbah Pembakaran Batubara Batubara yang dipakai oleh PT Indonesia Power UBP Suralaya dipasok dari PT Bukit Asam, PT Kideco Jaya Agung, PT Artha Daya Coalindo, PT Adaro, dan PT Berau Coal. PT Bukit Asam merupakan pemasok utama PLTU Suralaya, karena unit pembangkit PLTU Suralaya, terutama unit 1-4, didesain sesuai ketersediaan batubara dari perusahaan tersebut. PT Bukit Asam memasok 6,1 Juta ton/tahun dari total kebutuhan batubara sekitar 11-12,5 Juta ton/tahun. Pembakaran batubara akan menghasilkan emisi limbah yang lebih banyak dibandingkan bahan bakar minyak dan gas. Limbah batubara dapat berupa limbah padat batubara (bottom ash), abu terbang (fly ash) maupun lumpur flue gas desulfurization. Pembakaran batubara akan menghasilkan abu, gas-gas oksida belerang (SOX), oksida nitrogen (NOX), gas hidrokarbon, karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2). 1. Abu Abu batubara adalah bagian dari sisa pembakaran batubara pada boiler pembangkit listrik tenaga uap yang berbentuk partikel halus amorf dan bersifat Pozzolan, berarti abu tersebut dapat bereaksi dengan kapur pada suhu kamar dengan media air membentuk senyawa yang bersifat mengikat. Dengan adanya sifat pozzolan tersebut abu terbang mempunyai prospek untuk digunakan berbagai keperluan bangunan. Abu merupakan bahan anorganik sisa pembakaran batubara dan terbentuk dari perubahan bahan mineral (miniral matter) karena proses pembakaran. Pada pembakaran batubara dalam pembangkit tenaga listrik terbentuk dua jenis abu yakni abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash). Partikel abu yang terbawa gas buang disebut abu terbang, sedangkan abu yang tertinggal dan dikeluarkan dari bawah tungku disebut abu dasar. Sebagian abu dasar berupa lelehan abu disebut terak (slag). Komposisi antara abu terbang dan abu dasar tergantung sistem pembakarannya. Dalam tungku pulverized coal sistem basah antara 45-55 %, dan tungku underfeed stoker 30-80 %

dari total abu batubara. Abu terbang ditangkap dengan Electric Precipitator sebelum dibuang ke udara melalui cerobong. PLTU berbahan bakar batubara biasanya menghasilkan limbah padat dalam bentuk abu. Jumlah abu batubara yang dihasilkan per hari dapat mencapai 500 - 1000 ton. Sebagian besar abu terbang dan abu dasar dikumpulkan dalam pembuangan abu (ash disposal). Jumlah abu tersebut demikian banyaknya sehingga menjadi masalah dalam pembuangannya. Dengan bertambahnya jumlah abu batubara maka ada usaha-usaha untuk memanfaatkan limbah padat tersebut. Hingga saat ini abu batubara tersebut banyak dimanfaatkan untuk keperluan industri semen dan beton, bahan pengisi untuk bahan tambang dan bahan galian serta berbagai pemanfaatan lainnya. PT Indonesia Power UBP Suralaya selain sebagai pensuplai tenaga listrik Jawa Bali sebesar 30% dari seluruh kapasitas pembangkit listrik lainnya, juga bergerak dalam bidang trading batubara atau fly ash sebagai non core business. Saat ini UBP Suralaya dapat memproduksi 24 ribu ton fly ash per bulan. 2. Oksida Belerang Unsur belerang terdapat pada batubara dengan kadar bervariasi dari rendah (jauh di bawah 1%) sampai lebih dari 4%. Unsur ini terdapat dalam batubara dalam 3 bentuk yakni belerang organik, pirit dan sulfat. Dari ketiga bentuk belerang tersebut, belerang organik dan belerang pirit merupakan sumber utama emisi oksida belerang. Dalam pembakaran batubara, semua belerang organik dan sebagian belerang pirit menjadi SO2. Oksida belerang ini selanjutnya dapat teroksidasi menjadi SO3. Sedangkan belerang sulfat disamping stabil dan sulit menjadi oksida belerang, kadar relatifnya sangat rendah dibanding belerang bentuk lainnya. Oksida-oksida belerang yang terbawa gas buang dapat bereaksi dengan lelehan abu yang menempel dinding tungku maupun pipa boiler sehingga menyebabkan korosi. Sebagian SO2 yang diemisikan ke udara dapat teroksidasi menjadi SO3 yang apabila bereaksi dengan uap air menjadi kabut asam sehingga menimbulkan turunnya hujan asam. Energi batubara merupakan jenis energi yang sarat dengan masalah lingkungan, terutama kandungan sulfur sebagai polutan utama. Sulfur batubara juga dapat menyebabkan kenaikan suhu global serta gangguan pernafasan. Oksida belerang merupakan hasil pembakaran batubara juga menyebabkan perubahan aroma masakan atau minuman yang dimasak atau dibakar dengan batubara (briket), sehingga menyebabkan menurunnya kualitas makanan atau minuman, serta berbahaya bagi kesehatan (pernafasan). Cara yang tepat untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan mewujudkan gagasan clean coal combustion melalui desulfurisasi batubara. 3. Oksida Nitrogen Nitrogen umumnya terikat dengan material organik dalam batubara dan kadarnya kurang dari 2%. Pada pembakaran, nitrogen akan dirubah menjadi oksida nitrogen dan disebut NOx. Selain nitrogen dari batubara, NOx juga dapat terbentuk dari nitrogen dalam udara pembakaran. Zat nitrogen oksida ini dapat menyebabkan kerusakan paru-paru. Setelah bereaksi di atmosfer, zat ini membentuk partikel-partikel nitrat amat halus yang menembus bagian

terdalam paru-paru. Partikel-partikel nitrat ini pula, jika bergabung dengan air baik air di paru-paru atau uap air di awan akan membentuk asam. Akhirnya zat-zat oksida ini bereaksi dengan asap bensin yang tidak terbakar dan zat-zat hidrokarbon lain di sinar matahari dan membentuk ozon rendah atau "smog" kabut berwarna coklat kemerahan yang menyelimuti sebagian besar kota di dunia. 4. Karbon Monoksida Gas karbon monoksida (CO) terbentuk pada pembakaran tidak sempurna. gas ini dihasilkan dari proses oksidasi bahan bakar yang tidak sempurna. Gas ini bersifat tidak berwarna, tidak berbau, tidak menyebabkan iritasi. Reaksi yang tidak sempurna antara karbon dan oksigen adalah sebagai berikut: C + O2 CO Selain menghasilkan energi lebih rendah, gas CO merupakan polutan yang dapat mencemari lingkungan terutama untuk para pekerja di lingkungan tertutup. Untuk pembakaran batubara dalam pembangkit listik yang modern, pembentukan CO biasanya kecil sehingga tidak perl dikhawatirkan karena jumlah oksigen (udara) yang dipasok biasanya sudah dihitung dan dipasok berlebih. 5. Asap dan Gas Hidrokarbon Asap dan gas hidrokarbon terbentuk pada pembakaran yang sangat tidak sempurna. Asap terutama terdiri dari partikel-partikel karbon yang tidak terbakar. Sedangkan gas-gas hidrokarbon adalah senyawa-senyawa karbon dan hidrogen hasil pemecahan bahan organik batubara yang belum mengalami oksida oksigen lebih lanjut. Seperti karbon monoksida, pembentukan asap dan gas-gas hidrokarbon menyebabkan rendahnya efisiensi pembakaran bahkan jauh lebih rendah dari yang diakibatkan oleh pembentukan karbon monoksida. 6. Karbon Dioksida Dalam pembakaran bahan bakar fosil seperti batubara, tujuan utamanya adalah semaksimal mungkin mengkonversikan unsur utama dalam batubara yakni C (karbon) menjadi CO2 sehingga dihasilkan energi yang tinggi. Dikarenakan batubara mengandung kadar karbon paling tinggi dibanding bahan bakar fosil lainnya seperti minyak dan gas, maka pembakaran batubara dianggap merupakan sumber emisi CO2 terbesar.

PROSES PENGOLAHAN BATU BARA

Terdiri dari beberapa unit, yaitu : 1.Unit Pengolahan Awal Batu Bara 2.Unit Pencairan 3.Unit Distilasi 4.Unit Hidrogenasi Solvent 1.Unit Pengolahan Awal Batu Bara Tujuannya adalah untuk mengolah batu bara menjadi bentuk yang dapat dimasukkan ke dalam proses pencairan batu bara.Batu bara yang diterima dari lapangan masih dalam bentuk bongkahan sehingga perlu dilakukan grinding. Ukuran rata-rata batu bara 20 cm dan ukuran yang diinginkan 0,01 cm.Proses Grinding yang digunakan harus bertahap : - Roller Crusher - Pengeringan - Menggunakan Ballmils

2.Unit Pencairan Batu bara yang telah melewati tahap grinding selanjutnya dialirkan ke slurry mixer menggunakan conveyor.Pada slurry mixer, batu bara dicampur dengan solvent heavy oil sehingga didapatkan slurry .Setelah itu dicampur menggunakan aliran solvent dari aliran bawah solvent hydrogenation unit .Hasil akhir dari slurry mixer dicampur dengan hidrogen.Sebelum masuk reaktor,aliran tersebut akan melewati pre-heater untuk menaikkan suhu mendekati suhu reaktor 4000 C.Setelah keluar dari reaktor, akan melewati separator yang terdiri dari 2 jenis, yaitu : - Separator suhu tinggi - Separator pemsihan gas

3.Unit Distilasi Proses distilasi ini merupakan distilasi atomsferik yang bertujuan untuk memisahkan naptha yang sudah bebas senyawa ringan dari senyawa beratnya dan keluar sebagai produk utama, selanjutnya akan masuk ke distilasi vakum.Produk bawah dari kolom ini adalah residu, keluaran atas kolom berupa distilat besar yang akan menuju ke Solvent Hydrogenation Unit 4.Unit Hidrogenasi Solvent Setelah itu akan melewati Solvent booster pump untuk memompa aliran.Kemudian dimasukkan hidrogen Dipanaskan oleh pre-heating furnace sebelum masuk ke solvent hydrogenation reactor untuk menaikkan suhu dari 320-4000C dan juga digunakan katalis NiMo (Al2O3)

You might also like