You are on page 1of 31

Hukum Keluarga dan Kewarisan Adat KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM PEMBAGIAN HARTA WARIS DALAM SISTEM PATRILINEAL SUKU

BATAK

Disusun oleh Andrian Andri Hadi Arlyza Ismah Elfrida Suryanti Windra Ruben 02111001163 02101001184 02101001072 02101001169 02111001071

Fakultas Hukum UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2013

Hukum Keluarga dan Kewarisan Adat KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM PEMBAGIAN HARTA WARIS DALAM SISTEM PATRILINEAL SUKU BATAK

Disusun oleh Andrian Andri Hadi Arlyza Ismah Elfrida Suryanti Windra Ruben 02111001163 02101001184 02101001072 02101001169 02111001071

Fakultas Hukum UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2013

Tugas Makalah Hukum Keluarga dan Kewarisan Adat

Fakultas Hukum - Universitas Sriwijaya

DAFTAR ISI

Halaman Cover . i Daftar Isi ... ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ....... 1 B. Permasalahan ...... 4 C. Tujuan Penulisan .... 4 D. Sistematika Penulisan ..... 5 BAB II PEMBAHASAN Hukum Waris dalam Suku Batak ......... 8 A. Hukum Waris Batak Toba ........ 13 B. Hukum Waris Batak Karo ........ 19 BAB III PENUTUP Kesimpulan . 24 DAFTAR PUSTAKA 27

Kedudukan Perempuan dalam Pembagian Waris dalam Sistem Patrilineal Suku Batak

ii

Tugas Makalah Hukum Keluarga dan Kewarisan Adat

Fakultas Hukum - Universitas Sriwijaya

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang kaya akan suku bangsa, budaya, adat istiadat, bahasa dan agama. Di berbagai daerah di Indonesia memiliki suku, budaya dan adat istiadat yang berbeda dari satu daerah dengan daerah yang lain begitupun di provinsi Sumatera Utara terdapat berbagai suku bangsa yang hidup dan berkembang. Salah satu suku bangsa yang terbesar di daerah tersebut adalah suku Batak. Masyarakat Batak sebenarnya terdiri dari beberapa anak suku walaupun secara umum lebih sering hanya disebut orang Batak. Di propinsi ini juga berkembang suku bangsa Melayu di daerah pesisir timur dan suku bangsa Nias di Pulau Nias di sebelah Barat pulau Sumatera. Suku Batak yang hidup didaerah Sumatera Utara dibedakan dalam 6 (enam) kesatuan yang terdiri dari:1 o masyarakat Toba yang berdiam di sekitar Danau Toba; o Karo yang berdiam di sekitar dataran tinggi Karo (Kabanjahe); o Pakpak yang mendiami daerah Angkola (Sidikalang); o Simalungun yang mendiami daerah Simalungun (Pematang Siantar); o Angkola yang mendiami daerah Angkola (Gunung Tua), dan; o Mandailing yang mendiami daerah Tapanuli Selatan

(Padangsidempuan). Suku Masyarakat Batak menganut sistem kekerabatan yang menghitung garis
Tolib Setiady., Intisari Hukum Adat Indonesia dalam Kajian Kepustakaan, Bandung: PT Alfabeta, 2008, hal: 94-95
Kedudukan Perempuan dalam Pembagian Waris dalam Sistem Patrilineal Suku Batak
1

Tugas Makalah Hukum Keluarga dan Kewarisan Adat

Fakultas Hukum - Universitas Sriwijaya

keturunan secara patrilineal 2 , yaitu dimana anggota-anggotanya (keluarga) menarik garis keturunan dari pihak ayah saja terus ke-atas (vertikal). Orang-orang yang berasal dari satu ayah disebut paripe (satu keluarga), pada orang Karo dinamakan sada bapa (satu keluarga), sedangkan pada orang Simalungun disebut sepanganan (satu keluarga). Bermula mereka hidup dalam perkauman yang terdiri dari kelompok-kelompok kekerabatan yang mengusut garis keturunan dari ayah, dan mendiami satu kesatuan wilayah permukiman yang dikenal dengan huta atau lumban. Biasanya kesatuan kerabat itu berpangkal dari seorang kakek yang menjadi cikal bakal dan pendiri pemukiman, karenanya juga disebut saompu. Kelompokkelompok kerabat luas terbatas saompu yang mempunyai hubungan seketurunan dengan nenek moyang yang nyata maupun yang fiktif membentuk kesatuan kerabat yang dikenal dengan nama marga. Sedangkan menurut kamus besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan Marga 3 adalah kelompok kekerabatan yg eksogam dan unilinear, baik secara matrilineal maupun patrilineal. Hubungan sosial dengan sesama marga diatur melalui hubungan perkawinan, terutama antara marga pemberi pengantin wanita (boru) dengan marga penerima pengantin wanita (hula-hula). Untuk mempertahankan kelestarian kelompok kerabat yang patrilineal, marga-marga tersebut tidak boleh tukar menukar mempelai. Karena itu hubungan perkawinan satu jurusan memaksa setiap marga menjalin hubungan perkawinan dengan sekurangkurangnya dua marga lain, yaitu dengan marga pemberi dan marga penerima mempelai wanita. Marga-marga atau klen patrilineal secara keseluruhan mewujudkan sub-suku daripada suku bangsa Batak. Pertumbuhan penduduk dan persebaran mereka di wilayah pemukiman yang semakin luas serta pengaruh-pengaruh dari luar menyebabkan
2

Tolib Setiady., Intisari Hukum Adat Indonesia dalam Kajian Kepustakaan , Bandung: PT Alfabeta, 2008, hal: 80 3 Sumber: http://kamusbahasaindonesia.org/marga

Kedudukan Perempuan dalam Pembagian Waris dalam Sistem Patrilineal Suku Batak

Tugas Makalah Hukum Keluarga dan Kewarisan Adat

Fakultas Hukum - Universitas Sriwijaya

perkembangan pola-pola adaptasi bervariasi dan terwujud dalam keanekaragaman kebudayaan Batak dan sub-suku yang menggunakan dialek masing-masing. Seperti hal-nya dalam masyarakat Batak Toba yang berada di wilayah dataran tinggi Batak bagian Utara. Dalam masyarakat Batak Toba, dibagi lagi dalam suatu komunitas seperti sub suku menurut dari daerah dataran tinggi yang didiami. Seperti wilayah Silindung yang di dalamnya masuk daerah di lembah Silindung yaitu Tarutung, Sipahutar, Pangaribuan, Garoga dan Pahae. Daerah Humbang diantaranya Dolok Sanggul, Onan Ganjang, Lintong Ni huta, Pakkat dan sekitarnya. Sementara Toba meliputi Balige, Porsea, Samosir, Parsoburan dan Huta Julu4. Dalam klasifikasi daerah Batak Toba tersebut juga memiliki perbedaan dalam hal adat istiadat, diantaranya perbedaan dalam tata adat perkawinan, pemakaman dan juga dalam hal pembagian warisan. Selain itu juga dalam adat istiadat ada beberapa daerah yang sangat patuh terhadap adat istiadat-nya, itu dikarenakan daerah dan keadaan daerah yang masih menjunjung tinggi sistem adat- istiadat. Dalam masyarakat Batak, daerah yang masih sangat menjunjung tinggi adat istiadat tersebut adalah masyarakat daerah Humbang dan daerah Toba. Masyarakat ini biasanya selalu mempertahankan kehidupan dari budaya dan adat istiadat mereka. Perkembangan adat istiadat yang tumbuh dan berkembang di masyarakat Batak ini kemudian memberikan kontribusi dalam hal pengaturan pembagian harta waris dalam kehidupan masyarakat. Adat Batak yang menganut sistem patrilineal (menarik garis keturunan dari ayah saja) tentulah sangat menarik untuk dikaji lebih mendalam terutama mengenai bagaimana kedudukan perempuan dalam sistem patrilineal tersebut, dan bagaimana pula kedudukannya dalam hal pembagian harta warisan. Hal inilah yang kemudian melatar belakangi penulis (kami) untuk ingin mengkaji secara mendalam akan hal itu.

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak

Kedudukan Perempuan dalam Pembagian Waris dalam Sistem Patrilineal Suku Batak

Tugas Makalah Hukum Keluarga dan Kewarisan Adat

Fakultas Hukum - Universitas Sriwijaya

B. Permasalahan

Masyarakat Batak yang terdiri dari beberapa anak suku juga memiliki perbedaan dari anak suku yang satu dengan anak suku yang lain dalam segi adat istiadat-nya masingmasing, yang di pengaruhi dari kebiasaan masyarakat adat itu sendiri. Hal inilah yang kemudian membuat penulis merasa perlu untuk mengkaji bagaimana pembagian waris dari suku Batak khususnya dalam masyarakat Toba dan masyarakat Karo? Kemudian daripada itu mengingat bahwa di dalam masyarakat suku Batak menganut dan/atau memakai sistem kekerabatan patrilineal dalam hukum adatnya, yang mana sistem patrilineal tersebut adalah dimana anggota-anggotanya (keluarga) menarik garis keturunan dari pihak ayah saja terus ke-atas (vertikal). Sehingganya hal ini menimbulkan banyak pertanyaan, terkhususnya bagi diri penulis (kami) sendiri mengenai bagaimana kedudukan dan hak-hak perempuan Batak dalam hal pembagian harta warisan tersebut? Dari berbagai hal yang telah penulis uraikan diatas maka dapat ditarik suatu kesimpulan mengenai masalah-masalah yang penulis rasa dan perlu untuk dipaparkan dalam penulisan makalah ini, yaitu: a) Bagaimana pembagian waris dalam suku Batak? b) Bagaimana kedudukan perempuan dalam pembagian harta warisan dalam masyarakat Toba dan masyarakat Karo? c) Bagaimana hak perempuan Batak dalam memperoleh harta waris?

C. Tujuan Penulisan

Makalah ini penulis (kami) buat untuk memenuhi salah satu tugas kelompok pada mata kuliah Hukum Keluarga dan Kewarisan Adat, serta untuk megkaji lebih dalam dan

Kedudukan Perempuan dalam Pembagian Waris dalam Sistem Patrilineal Suku Batak

Tugas Makalah Hukum Keluarga dan Kewarisan Adat

Fakultas Hukum - Universitas Sriwijaya

memahami tentang Hukum Keluarga dan Kewarisan Adat khususnya mengenai Sitem kekerabatan patrilineal yang ada dalam masyarakat suku Batak serta mengenai pembagian harta waris. Mengingat suku batak yang menganut sistem patrilineal sehingganya penulis (kami) ingin lebih memahami akan sistem tersebut dan bagaimana kedudukan perempuan dalam segi pembagian harta waris dalam sistem patrilineal khususnya dalam masyarakat suku Batak itu sendiri.

D. Sistematika Penulisan

Pembahasan yang kami lakukan terdiri dari 3 Bab yang akan diuraikan. Adapun sistematika penulisan ini adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Dalam penulisan bab ini membahas tentang Latar Belakang dan Tujuan Penulisan serta Sistematika Penulisan. BAB II : PEMBAHASAN Dalam bab ini menguraikan tentang Pembahasan dari Kedudukan Perempuan dalam Pembagian Waris dalam Sistem Patrilineal Suku Batak, yang mana pembahasan ini merupakan uraian-uraian dari rumusan-rumusan masalah yang telah penulis (kami) jelaskan sebelumnya. Dan agar pemaparan dari makalah yang kami tulis ini tidak meluas, maka kami membatasi pembahasannya dengan hanya membahas mengenai waris adat dalam suku Batak serta kedudukan dan hak perempuan Batak (baik sebagai anak kandung maupun anak angkat/naniain) dalam hal pembagian waris terkhususnya yang ada di masyarakat Toba dan Karo.

Kedudukan Perempuan dalam Pembagian Waris dalam Sistem Patrilineal Suku Batak

Tugas Makalah Hukum Keluarga dan Kewarisan Adat

Fakultas Hukum - Universitas Sriwijaya

BAB III

: PENUTUP Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dari penulis (kami) yang sebagaimana telah di uraikan dalam bab-bab sebelumnya.

Kedudukan Perempuan dalam Pembagian Waris dalam Sistem Patrilineal Suku Batak

Tugas Makalah Hukum Keluarga dan Kewarisan Adat

Fakultas Hukum - Universitas Sriwijaya

BAB II

PEMBAHASAN

ukum waris adat (hukum adat waris) merupakan salah satu aspek hukum dalam lingkup permasalahan Hukum Adat yang meliputi norma-norma

yang menetapkan harta kekayaan baik yang materiil maupun yang immaterial, yang mana dari seorang tertentu dapat diserahkan kepada keturunannya serta yang sekaligus juga mengatur saat, cara dan proses peralihannya dari harta dimaksud. Istilah hukum waris adat dalam hal ini dimaksudkan untuk membedakannya dengan istilah hukum waris Barat dan hukum waris Islam. Definisi hukum waris adat menurut beberapa para ahli hukum dan sarjana5: Prof. Dr. R. Soepomo, S.H., Hukum Waris Adat adalah hukum adat yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta meng-over-kan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak terwujud benda (immaterielle goederen) dari suatu angkatan manusia (generatie) kepada turunannya. (proses itu telah dimulai dalam waktu orang tua masih hidup. Proses tersebut tidak menjadi akuut oleh sebab orang tua meninggal dunia). Prof. Mr. Barend Ter Haar B.Zn., Hukum adat waris meliputi peraturan-peraturan hukum yang bersangkutan dengan proses yang sangat mengesankan serta yang akan selalu berjalan tentang penerusan dan peng-over-an kekayaan materiil dan immaterial dari suatu generasi kepada generasi berikutnya

Tolib Setiady., Intisari Hukum Adat Indonesia dalam Kajian Kepustakaan , Bandung: PT Alfabeta, 2008, hal: 281-282
Kedudukan Perempuan dalam Pembagian Waris dalam Sistem Patrilineal Suku Batak

Tugas Makalah Hukum Keluarga dan Kewarisan Adat

Fakultas Hukum - Universitas Sriwijaya

Prof. Bus.Har Muhammad S.H., Hukum waris adat adalah serangkaian peraturan yang mengatur penerusan dan peng-over-an harta peninggalan atau harta warisan dari suatu generasi ke generasi lain, baik mengenai benda material maupun immaterial. Bahwa hukum waris yang dimaksud mencakup pula persoalan-persoalan, tindakan-tindakan mengenai pelimpahan harta benda semasa seorang masih hidup. Lembaga yang dipakai dalam hal ini adalah Hibah. Prof. H. Hilman Hadikusuma,S.H., Hukum Waris Adat adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur bagaimana harta peninggalan atau harta warisan diteruskan atau dibagi-bagi dari pewaris kepada para waris dari generai ke generasi berikutnya. Dalam hal pewarisan dan penyelesaian terhadap sengketa dalam pembagian warisan dalam hukum waris adat dikenal dengan adanya beberapa asas, yaitu: a. Asas ketuhanan dan pengendalian diri. b. Asas kesamaan hak dan kebersamaan hak. c. Asas kerukunan dan kekeluargaan. d. Asas musyawarah dan mufakat. e. Asas keadilan dan parimirma

Pembagian Waris dalam Suku Batak Sistem pewarisan sangat dipengaruhi oleh struktur kemasyarakatan setempat, di tanah Batak terdapat struktur kemasyarakatan yang patrilineal, yaitu masyarakat yang berdasarkan hubungan darah yang ditarik melalui garis keturunan laki-laki, sehingga yang berhak meneruskan garis keturunan hanyalah anak/keturunan laki-laki, sedangkan anak

Kedudukan Perempuan dalam Pembagian Waris dalam Sistem Patrilineal Suku Batak

Tugas Makalah Hukum Keluarga dan Kewarisan Adat

Fakultas Hukum - Universitas Sriwijaya

perempuan yang sudah menikah akan keluar dari kekerabatan patrilineal keluarganya dan kemudian masuk ke dalam patrilineal suaminya. Pada masyarakat Batak ini ada dua macam pembagian waris, ada yang menurut pembagian Batak toba dan ada juga pembagian dalam adat Batak karo. Jadi dalam

masyarakat batak banyak macam pembagiannya dan bukan hanya satu saja. Karena masyarakat Batak menganut banyak perbedaannya. Dalam adat Batak aneka ragam marga itu adalah sebuah kesatuan dan bukan sebuah perbedaan yang mampu membuat kehancuran, dalam hal ini di terangkan tentang pembagian-pembagian harta warisan setiap kepala pada masyarakat Batak. Dalam pembagian warisan orang tua, yang mendapatkan warisan adalah anak laki laki sedangkan anak perempuan mendapatkan bagian dari orang tua suaminya atau dengan kata lain pihak perempuan mendapatkan warisan dengan cara hibah. Pembagian harta warisan untuk anak laki laki juga tidak sembarangan, karena pembagian warisan tersebut ada kekhususan yaitu anak laki laki yang paling kecil atau dalam bahasa batak nya disebut Siapudan dan dia mendapatkan warisan yang khusus. Dalam sistem kekerabatan Batak Parmalim, pembagian harta warisan tertuju pada pihak perempuan. Ini terjadi karena berkaitan dengan sistem kekerabatan keluarga juga berdasarkan ikatan emosional kekeluargaan dan bukan berdasarkan perhitungan matematis dan proporsional, tetapi biasanya dikarenakan orang tua bersifat adil kepada anak anak nya dalam pembagian harta warisan. Dalam masyarakat Batak non-parmalim (yang sudah bercampur dengan budaya dari luar), hal itu juga dimungkinkan terjadi. Meskipun besaran harta warisan yang diberikan kepada anak perempuan sangat bergantung pada situasi, daerah, pelaku, doktrin agama dianut dalam keluarga serta kepentingan keluarga. Apalagi ada sebagian orang yang lebih memilih untuk menggunakan hukum perdata dalam hal pembagian warisannya.

Kedudukan Perempuan dalam Pembagian Waris dalam Sistem Patrilineal Suku Batak

Tugas Makalah Hukum Keluarga dan Kewarisan Adat

Fakultas Hukum - Universitas Sriwijaya

Hak anak tiri ataupun anak angkat dapat disamakan dengan hak anak kandung. Karena sebelum seorang anak diadopsi atau diangkat, harus melewati proses adat tertentu. Yang bertujuan bahwa orang tersebut sudah sah secara adat menjadi marga dari orang yang mengangkatnya. Tetapi memang ada beberapa jenis harta yang tidak dapat diwariskan kepada anak tiri dan anak angkat yaitu Pusaka turun temurun keluarga. Karena yang berhak memperoleh pusaka turun-temurun keluarga adalah keturunan asli dari orang yang mewariskan. Dalam Ruhut-ruhut ini adat Batak (Peraturan Adat batak) jelas di sana diberikan pembagian warisan bagi perempuan yaitu, dalam hal pembagian harta warisan bahwa anak perempuan hanya memperoleh: Tanah (Hauma pauseang), Nasi Siang (Indahan Arian), warisan dari Kakek (Dondon Tua), tanah sekadar (Hauma Punsu Tali). Dalam adat Batak yang masih terkesan Kuno, peraturan adat istiadatnya lebih terkesan ketat dan lebih tegas, itu ditunjukkan dalam pewarisan, anak perempuan tidak mendapatkan apapun. Dan yang paling banyak dalam mendapat warisan adalah anak Bungsu atau disebut Siapudan. Yaitu berupa Tanak Pusaka, Rumah Induk atau Rumah peninggalan Orang tua dan harta yang lain nya dibagi rata oleh semua anak laki laki nya. Anak siapudan juga tidak boleh untuk pergi meninggalkan kampong halaman nya, karena anak Siapudan tersebut sudah dianggap sebagai penerus ayahnya, misalnya jika ayahnya Raja Huta atau Kepala Kampung, maka itu Turun kepada Anak Bungsunya (Siapudan). Jika kasusnya orang yang tidak memiliki anak laki-laki maka hartanya jatuh ke tangan saudara ayahnya. Sementara anak perempuannya tidak mendapatkan apapun dari harta orang tuanya. Dalam hukum adatnya mengatur bahwa saudara ayah yang memperoleh warisan tersebut harus menafkahi segala kebutuhan anak perempuan dari si pewaris sampai mereka berkeluarga. Dan akibat dari perubahan zaman, peraturan adat tersebut tidak lagi

Kedudukan Perempuan dalam Pembagian Waris dalam Sistem Patrilineal Suku Batak

10

Tugas Makalah Hukum Keluarga dan Kewarisan Adat

Fakultas Hukum - Universitas Sriwijaya

banyak dilakukan oleh masyarakat batak. Khususnya yang sudah merantau dan berpendidikan. Dimana pun orang batak berada, adat istiadat (partuturan) tidak akan pernah hilang. Bagi orang tua dalam suku batak anak sangatlah penting untuk diperjuangkan terutama dalam hal Pendidikan. Karena Ilmu pengetahuan adalah harta warisan yang tidak bisa di hilangkan atau ditiadakan. Dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan maka seseorang akan mendapat harta yang melimpah dan mendapat kedudukan yang lebih baik dikehidupan nya nanti.

Subyek Hukum dalam Hukum Waris Batak Yang termasuk subyek hukum dalam hukum waris adat Batak ini adalah: a) Pewaris Orang atau subyek yang berkedudukan sebagai pemilik harta kekayaan yang meneruskan/mewariskan harta peninggalannya ketika ia masih hidup atau ketika la sudah meninggal dunia. Pada suku Batak yang disebut pewaris adalah pihak laki-laki (ayah). b) Ahli waris Ahli waris utama yang berlaku di tanah Batak adalah terhadap anak laki-laki meskipun harta benda yang telah dibawakan kepada anak-anak perempuan tidak boleh diabaikan. Menurut asas hukum waris adat Batak Toba, yang berhak atas warisan seorang ayah hanyalah anak laki-laki. Hal ini dapat diperlunak dengan pembekalan tanah pertanian atau ternak si ayah kepada anak-anak perempuannya yang tidak kawin dan yang akan kawin, serta pemberian kepada keturunan sulung dari anak perempuannya tersebut (cucu si pewaris). Yang biasanya menjadi ahli waris dari harta peninggalan orang tuannya adalah anak kandung, yaitu anak yang lahir dari kandungan ibunya dan ayah kandungnya, bisa juga

Kedudukan Perempuan dalam Pembagian Waris dalam Sistem Patrilineal Suku Batak

11

Tugas Makalah Hukum Keluarga dan Kewarisan Adat

Fakultas Hukum - Universitas Sriwijaya

disebut sebagai anak sah. Anak angkat bisa juga menjadi ahli waris dari orang tuanya angkatnya, tapi tidak bisa mewaris dari orang tua kandungnya. Yang merupakan obyek dalam hukum waris adat Batak adalah harta warisan, yaitu harta benda yang dimiliki oleh si pewaris yang diteruskan semasa hidupnya atau yang ditinggalkan oleh pewaris yang sudah meninggal dunia; dan diteruskan dalam keadaan tidak terbagi-bagi, jenis-jenisnya adalah: Harta Bawaan Harta kekayaan yang dibawa oleh suami dan istri ke dalam perkawinan sebagai modal di dalam kehidupan rumah tangga yang bebas dan berdiri sendiri. Telah menjadi asas umum yang berlaku di dalam hukum adat bahwa suami dan istri yang memperoleh harta yang berasal dari warisan atau hibah, akan tetap menjadi milik suami dan istri. Harta bawaan itu dapat berupa tanah, kebun dan perhiasan lainnya. Pada masyarakat Batak pemberian harta benda dari orang tua kepada anak-anaknya, baik laki-laki atau perempuan disebut dengan "Holong Ate" (kasih sayang). Harta Pencaharian Bersama Suami Istri Harta ini adalah harta yang diperoleh oleh keluarga itu sebagai hasil kerja sama antara suami dan istri dalam rangka biaya kehidupan rumah tangga, selama berjalannya kehidupan rumah tangga. Semua pendapatan dan penghasilan suami istri yang didapat selama perkawinan mereka. Harta ini kelak dapat ditinggalkan dan diteruskan kepada keturunan mereka. Kedudukan atau Jabatan dalam Adat Harta Bawaan Harta Pencaharian Bersama Suami Istri Kedudukan atau Jabatan dalam Adat

Kedudukan Perempuan dalam Pembagian Waris dalam Sistem Patrilineal Suku Batak

12

Tugas Makalah Hukum Keluarga dan Kewarisan Adat

Fakultas Hukum - Universitas Sriwijaya

Kedudukan sebagai "Raja Adat hal ini bersifat turun temurun, akan tetapi biasanya jabatan ini hanya diturunkan atau diteruskan oleh anak laki-laki.

A. HUKUM WARIS BATAK TOBA Masyarakat Batak Toba yang berada di wilayah dataran tinggi Batak bagian Utara merupakan suatu suku yang terdapat di provinsi Sumatera Utara. Dalam masyarakat Batak Toba, dibagi lagi dalam suatu komunitas seperti sub suku menurut dari daerah dataran tinggi yang didiami 6 . Seperti wilayah Silindung yang di dalamnya masuk daerah di lembah Silindung yaitu Tarutung, Sipahutar, Pangaribuan, Garoga dan Pahae. Daerah Humbang diantaranya Dolok Sanggul, Onan Ganjang, Lintong Ni huta, Pakkat dan sekitarnya. Sementara Toba meliputi Balige, Porsea, Samosir, Parsoburan dan Huta Julu. Dari ketiga daerah Batak Toba tersebut, juga memiliki perbedaan dalam hal adat istiadat juga, diantaranya perbedaan dalam tata adat perkawinan, pemakaman juga dalam pembagian warisan. Dan dalam adat istiadat juga ada beberapa daerah yang sangat patuh terhadap dalam adat atau dengan kata lain adat istiadat nya sangat kuat, itu dikarenakan daerah dan keadaan daerah yang masih menjunjung tinggi sistem adat- istiadat. Daerah yang sangat menjunjung tinggi adat istiadat tersebut adalah masyarakat daerah Humbang dan daerah Toba. Masyarakat ini biasanya selalu mempertahankan kehidupan dari budaya dan adat istiadat mereka. Masyarakat Batak yang menganut sistim kekeluargaan yang Patrilineal yaitu garis keturunan ditarik dari ayah. Hal ini terlihat dari marga yang dipakai oleh orang Batak yang turun dari marga ayahnya. Melihat dari hal ini jugalah secara otomatis bahwa kedudukan kaum ayah atau laki-laki dalam masyarakat adat dapat dikatakan lebih tinggi dari kaum wanita. Namun bukan berarti kedudukan wanita lebih rendah. Apalagi pengaruh
6

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak_Toba

Kedudukan Perempuan dalam Pembagian Waris dalam Sistem Patrilineal Suku Batak

13

Tugas Makalah Hukum Keluarga dan Kewarisan Adat

Fakultas Hukum - Universitas Sriwijaya

perkembangan zaman yang menyetarakan kedudukan wanita dan pria terutama dalam hal pendidikan. Dalam pembagian warisan orang tua. Yang mendapatkan warisan adalah anak laki laki sedangkan anak perempuan mendapatkan bagian dari orang tua suaminya atau dengan kata lain pihak perempuan mendapatkan warisan dengan cara hibah. Pembagian harta warisan untuk anak laki laki juga tidak sembarangan, karena pembagian warisan tersebut ada kekhususan yaitu anak laki laki yang paling kecil atau dalam bahasa batak nya disebut Siapudan. Dan dia mendapatkan warisan yang khusus. Dalam sistem kekerabatan Batak Parmalim, pembagian harta warisan tertuju pada pihak perempuan. Ini terjadi karena berkaitan dengan system kekerabatan keluarga juga berdasarkan ikatan emosional kekeluargaan. Dan bukan berdasarkan perhitungan matematis dan proporsional, tetapi biasanya dikarenakan orang tua bersifat adil kepada anak anak nya dalam pembagian harta warisan. Dalam masyarakat Batak non-parmalim (yang sudah bercampur dengan budaya dari luar), hal itu juga dimungkinkan terjadi. Meskipun besaran harta warisan yang diberikan kepada anak perempuan sangat bergantung pada situasi, daerah, pelaku, doktrin agama dianut dalam keluarga serta kepentingan keluarga. Apalagi ada sebagian orang yang lebih memilih untuk menggunakan hukum perdata dalam hal pembagian warisannya. Hak anak tiri ataupun anak angkat dapat disamakan dengan hak anak kandung. Karena sebelum seorang anak diadopsi atau diangkat, harus melewati proses adat tertentu. Yang bertujuan bahwa orang tersebut sudah sah secara adat menjadi marga dari orang yang mengangkatnya. Tetapi memang ada beberapa jenis harta yang tidak dapat diwariskan kepada anak tiri dan anak angkat yaitu Pusaka turun temurun keluarga. Karena yang berhak memperoleh pusaka turun-temurun keluarga adalah keturunan asli dari orang yang mewariskan.

Kedudukan Perempuan dalam Pembagian Waris dalam Sistem Patrilineal Suku Batak

14

Tugas Makalah Hukum Keluarga dan Kewarisan Adat

Fakultas Hukum - Universitas Sriwijaya

Dalam Ruhut-ruhut ni adat Batak (Peraturan Adat batak) jelas di sana diberikan pembagian warisan bagi perempuan yaitu, dalam hal pembagian harta warisan bahwa anak perempuan hanya memperoleh: Tanah (Hauma pauseang), Nasi Siang (Indahan Arian), warisan dari Kakek (Dondon Tua), tanah sekadar (Hauma Punsu Tali). Dalam adat Batak yang masih terkesan Kuno, peraturan adat istiadatnya lebih terkesan ketat dan lebih tegas, itu ditunjukkan dalam pewarisan, anak perempuan tidak mendapatkan apapun. Dan yang paling banyak dalam mendapat warisan adalah anak Bungsu atau disebut Siapudan. Yaitu berupa Tanak Pusaka, Rumah Induk atau Rumah peninggalan Orang tua dan harta yang lain nya dibagi rata oleh semua anak laki laki nya. Anak siapudan juga tidak boleh untuk pergi meninggalkan kampong halaman nya, karena anak Siapudan tersebut sudah dianggap sebagai penerus ayahnya, misalnya jika ayahnya Raja Huta atau Kepala Kampung, maka itu Turun kepada Anak Bungsunya (Siapudan). Jika kasusnya orang yang tidak memiliki anak laki-laki maka hartanya jatuh ke tangan saudara ayahnya. Sementara anak perempuannya tidak mendapatkan apapun dari harta orang tuanya. Dalam hukum adatnya mengatur bahwa saudara ayah yang memperoleh warisan tersebut harus menafkahi segala kebutuhan anak perempuan dari si pewaris sampai mereka berkeluarga. Akibat dari perubahan zaman, peraturan adat tersebut tidak lagi banyak dilakukan oleh masyarakat batak. Khususnya yang sudah merantau dan berpendidikan. Selain pengaruh dari hukum perdata nasional yang dianggap lebih adil bagi semua anak, juga dengan adanya persamaan gender dan persamaan hak antara laki laki dan perempuan maka pembagian warisan dalam masyarakat adat Batak Toba saat ini sudah mengikuti kemauan dari orang yang ingin memberikan warisan. Jadi hanya tinggal orang-orang yang masih tinggal di kampung atau daerah lah yang masih menggunakan waris adat seperti di atas. Beberapa hal positif yang dapat disimpulkan dari hukum waris adat dalam suku

Kedudukan Perempuan dalam Pembagian Waris dalam Sistem Patrilineal Suku Batak

15

Tugas Makalah Hukum Keluarga dan Kewarisan Adat

Fakultas Hukum - Universitas Sriwijaya

Batak Toba yaitu laki-laki bertanggung jawab melindungi keluarganya, hubungan kekerabatan dalam suku batak tidak akan pernah putus karena adanya marga dan warisan yang menggambarkan keturunan keluarga tersebut. Dimana pun orang batak berada adat istiadat (partuturan) tidak akan pernah hilang. Bagi orang tua dalam suku batak anak sangatlah penting untuk diperjuangkan terutama dalam hal Pendidikan. Karena Ilmu pengetahuan adalah harta warisan yang tidak bisa di hilangkan atau ditiadakan. Dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan maka seseorang akan mendapat harta yang melimpah dan mendapat kedudukan yang lebih baik dikehidupan nya nanti. Pembagian harta warisan dalam Batak Toba ada dua hal, yaitu 1) Pada waktu pewaris masih hidup Pada masyarakat Batak yang bersistem patrilineal, umumnya yang menjadi ahli waris hanya anak laki-laki, akan tetapi hal itu tidak berarti bahwa anak-anak perempuannya tidak mendapat apa pun dari harta kekayaan ayahnya. Di suku Batak Toba, telah menjadi kebiasaan untuk memberikan tanah kepada anak perempuan yang sudah menikah dan kepada anak pertama yang dilahirkan olehnya. 2) Pada waktu pewaris sudah meninggal dunia Pewaris meninggal dunia meninggalkan istri dan anak-anak, maka harta warisan, terutama harta bersama suami istri yang didapat sebagai hasil pencaharian bersama selama perkawinan dapat dikuasai oleh janda dan dapat dinikmatinya selama hidupnya untuk kepentingan dirinya dan kelanjutan hidup anak-anaknya. Prinsip hukum adat Batak Toba terhadap kedudukan anak perempuan adalah sebagai berikut : a. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dan yang menganut sistem patrilineal maka anak tersebut masuk ke dalam klan ayahnya.

Kedudukan Perempuan dalam Pembagian Waris dalam Sistem Patrilineal Suku Batak

16

Tugas Makalah Hukum Keluarga dan Kewarisan Adat

Fakultas Hukum - Universitas Sriwijaya

b. Anak perempuan diberikan pendidikan dan dibantu dalam melakukan perbuatan hukum. Selama si anak belum kawin, dia masih tetap kelompok ayahnya. Asas hukum adat Batak Toba terhadap kedudukan anak perempuan adalah sebagai berikut : a. Bahwa sebagai seorang manusia mereka memiliki kedudukan yang sama di mata Tuhan. Didasari hal itu, mereka juga harus diakui keberadaannya dan dihormati hak dan kewajibannya sebagai manusia. b. Tidak adanya perbedaan kedudukan anak laki-laki dan anak perempuan, keduanya diperlakukan sama. c. Apabila kedua orang tuanya meninggal dunia yang bertanggung jawab terhadap biaya hidupnya adalah saudaranya laki-laki serta keluarga dari pihak ayah, kecuali apabila keluarga ayah tidak sanggup di dalam membiayai anak-anak maka keluarga dari pihak ibu dapat dilibatkan. d. Apabila orang tuanya meninggal dunia maka ia berhak atas warisan dari harta peninggalan orang tuanya bersama-sama dengan saudaranya laki-laki Namun demikian, ada beberapa cara agar anak perempuan dapat menikmati hak milik bapaknya. Pemberian harta benda dari orang tua kepada, anak-anaknya baik laki-laki atau perempuan disebut istilahnya dengan "Holong Ate" (kasih sayang). Pemberianpemberian harta benda ini mempunyai istilah berbeda-beda. Harta benda yang diberikan kepada anak laki-laki disebut dengan istilah "Harta Panjaean" sedangkan harta yang diberikan kepada, anak perempuan disebut dengan "Pauseang". Walaupun sebenarnya artinya sama. Selain dari harta pauseang maupun panjaean, masih ada lagi harta bawaan yang fungsinya sama dengan pauseang dan panjaean, antara lain:

Kedudukan Perempuan dalam Pembagian Waris dalam Sistem Patrilineal Suku Batak

17

Tugas Makalah Hukum Keluarga dan Kewarisan Adat

Fakultas Hukum - Universitas Sriwijaya

a) Indahan arian, yaitu pemberian sebidang tanah oleh seorang ayah kepada anak perempuannya apabila anak perempuan tersebut telah mempunyai anak. Jadi, pemberian ini adalah bermaksud indahan arian bagi cucunya. b) Batu ni assimun, yaitu pemberian dari seorang ayah kepada anak perempuannya yang sudah mempunyai anak. berupa hewan peliharaan dan emas. Maksudnya adalah pemberian yang seolah-olah sebagai hadiah bagi cucunya. c) Dondon tua, yaitu pemberian seorang ayah kepada anak perempuannya yang telah melahirkan anak berupa sebidang sawah kepada, cucunya yang paling besar dan si cucu baru boleh menerima setelah kakak meninggal dunia. d) Punsu tali, yaitu pemberian dari seorang ayah kepada anak perempuannya. Pemberian ini merupakan pemberian terakhir dan baru dapat diterima oleh anak perempuannya apabila si ayah meninggal dunia. e) Ulos naso ra buruk, yaitu pemberian dari seorang ayah kepada anak perempuannya.Harta pemberian ini adalah merupakan sebagai modal pertama pada saat mulai membangun rumah tangga.

Perkembangan Hak Waris Anak Perempuan dalam Hukum Waris Adat Batak Toba Pandangan tentang keadilan tidak selalu sama pada suatu tempat dan waktu yang berbeda. Keadilan diangkat dari perasaan masyarakat dan dijadikan kaidah hukum. Pada masyarakat yang kehidupannya masih sederhana, maka hukumnya juga masih sederhana, sedangkan pada masyarakat yang sudah modern ketentuan hukumnya sudah kompleks. Salah satu masalah yang dipandang juga berubah adalah pengertian keluarga pada masyarakat dahulu dan sekarang sehingga. akan berpengaruh kepada ketentuan yang menyangkut perkawinan, harta benda perkawinan dan warisan. Tetapi perubahan dan pergeseran itu pun terjadi sering dengan perkembangan yang hidup di tengah-tengah masyarakat.

Kedudukan Perempuan dalam Pembagian Waris dalam Sistem Patrilineal Suku Batak

18

Tugas Makalah Hukum Keluarga dan Kewarisan Adat

Fakultas Hukum - Universitas Sriwijaya

Perubahan dan perkembangan dalam kedudukan anak perempuan dan janda, terjadi dengan keluarnya Tap MPRS Nomor II Tahun 1960 yaitu mengenai Pembinaan Hukum Nasional dalam lampiran A Pasal 402 disebut sebagai berikut : a) Di adakan usaha ke arah homogeniteit kesatuan hukum dalam usaha mana harus diperhatikan kenyataan yang hidup. b) Asas dari pembinaan hukum nasional disesuaikan dengan haluan negara dan berlandaskan hukum adat yang tidak menghambat perkembangan masyarakat yang adil dan makmur. c) Semua harta adalah untuk anak-anak dan janda apabila peninggal harta ada meninggalkan anak-anak dan janda. Setelah keluarnya Tap MPRS Nomor II/1960, kemudian disusul dengan putusan yang sangat membawa perkembangan pada hukum waris khususnya terhadap kedudukan anak perempuan dan janda yang membawa pengaruh terhadap persamaan kedudukan perempuan pada umumnya dengan anak laki-laki yang juga didukung oleh Undang-undang Nomor I Tahun 1974 yaitu mengenai perkawinan. Mempertegas penjelasan-penjelasan sebelumnya yang menyangkut pluralisme hukum waris dan pilihan hukum serta kompetisi hukum adat dan hukum negara dalam sengketa warisan. Satu hal menarik jika dibandingkan dengan perempuan janda adalah bahwa anak perempuan dianggap tidak saja sebagai sebagai agen perubahan karena keberanian mereka untuk membawa kasus mereka ke pengadilan, tetapi juga sebagai agen dalam menghidupkan budaya Batak yang sangat litigious. Ini terbukti dengan banyaknya kasus pengadilan yang melibatkan anak perempuan dibandingkan dengan janda perempuan.

B. HUKUM WARIS ADAT BATAK KARO Hukum waris adat Batak Karo yang menganut sistem pewarisan patrilinial, yaitu

Kedudukan Perempuan dalam Pembagian Waris dalam Sistem Patrilineal Suku Batak

19

Tugas Makalah Hukum Keluarga dan Kewarisan Adat

Fakultas Hukum - Universitas Sriwijaya

sistem keturunan yang ditarik menurut garis bapak, dimana anak laki-laki sajalah yang berhak terhadap harta warisan orang tuanya. Di Indonesia, putusan Mahkamah Agung hanya menentukan suatu hukum yang berlaku bagi pihak-pihak tertentu dalam suatu perkara. Keputusan hakim hanya mengikat bagi para pihak yang diadili oleh putusan yang bersangkutan, dan tidak mengikat bagi orang lain yang bukan merupakan para pihak, sementara hukum waris adat Batak Karo dirasa kurang adil bagi kaum perempuan dan janda. Telah ada perkembangan hukum waris adat Batak Karo khususnya terhadap anak perempuan sebagai ahli waris. Ini dapat dibuktikan dengan adanya pembahagian yang khusus dan kewajiban untuk memberikan pemberian kepada anak perempuan walaupun tidak sebanyak bahagian anak laki-laki. Filosofinya anak perempuan tidak boleh meminta warisan, sebab ia akan dipenuhi kebutuhannya oleh suaminya. Tetapi anak perempuan harus mendapat bagian sebagai kenang-kenangan dari orangtuanya, bisa berupa kaplingan Rumah atau barang berharga dari orang tua mereka, emas atau berliandst-nya. Tetapi anak laki-laki harus bertanggung jawab terhadap turang-nya apabila hidup turang-nya tidak beruntung (misal: diceraikan oleh suaminya). Namun kedudukan janda belum diterima sebagai ahli waris harta suaminya karena masyarakat masih berpegang teguh pada hukum waris adat Batak Karo yang menolak janda sebagai ahli waris. Dalam kehidupan masyarakat Batak pada umumnya dan masyarkat Karo pada khususnya bahwa pembagian harta warisan telah diatur secara turun temurun menurut hukum adat harta orang tua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya diwariskan kepada anak laki-laki. Masyarakat Karo yang mengananut paham patriachat atau patrialinial yakni menurut garis keturunan ayah berbeda dengan masyarakat Minangkabau yang menganut paham kaum matrilininal atau matriachat yakni menurut garis keturuan ibu. Dalam klaim masyarakat Karo, garis keturunan seseorang akan terputus apabila

Kedudukan Perempuan dalam Pembagian Waris dalam Sistem Patrilineal Suku Batak

20

Tugas Makalah Hukum Keluarga dan Kewarisan Adat

Fakultas Hukum - Universitas Sriwijaya

Tidak mempunyai anak laki-laki sedangkan anak perempuan kelak setelah menikah, keturunannya akan membawa marga suami. Ada kesan kedudukan wanita atau perempuan tergolong rendah yang diambil dari berbagai pengertian yang bertitik tolak akan beranggapan adanya emas kawin (tukur), seakan perempuan di jual, Adanya lakoman yang menandakan bahwa perempuan diwarisi oleh saudara dari suaminya yang telah meninggal dan perempuan tidak mendapat warisan. Sebenarnya pendapat demikian sangat dangkal dan tidak memiliki pemahaman secara mendalam tentang kultur budaya masyarakat Karo. Emas kawin pengertiannya bukanlah menandakan wanita itu dijual tetapi merupakan perubahan status dari seorang gadis serta sudah dianggap golongan kedalam kelompok marga lain. Lakoman dalam masyarakat Karo bukanlah merupakan suatu paksaan setelah suaminya meniggal ia tidak otomatis bercerai dengannya. Adat memberikan suatu kesempatan ia kawin dengan saudara suaminya jika ia setuju dan dapat menolak bila ia tidak setuju. Menurut keputusan mahkamah agung RI tanggal 1 November 1961 tentang hukum waris Karo , anak perempuan dan anak laki-laki mempunyai hak yang sama. Didalam konsideran keputusan Mahkamah agung diperoleh kesan bahwa sudah ada suatu perkara antara pihak laki-laki dan perempuan telah sampai pada tingkat kasasi , menurut adat Karo bahwa seorang anak perempuan tidak berhak sama sekali terhadap warisan yang ditinggalakan oleh orang tuannya. Sebagia hukum yang hidup di seluruh Indonesia bahwa anak berhak atas warisan dalam arti bahwa anak laki-laki mendapat bagian hak yang sama dengan perempuan. Maka seorang anak perempuan di Karo harus diangap sebagai ahli waris yang berhak menerima bagian harta warisan dari orang tuanya. Keluar-nya keputusan mahkamah RI yang melegitimasi kesamaan hak antara perempuan dan anak laki-laki di Karo dalam hak warisan, mengudang berbagai tanggapan baik yang setuju maupun yang tidak setuju atas keputusan itu.

Kedudukan Perempuan dalam Pembagian Waris dalam Sistem Patrilineal Suku Batak

21

Tugas Makalah Hukum Keluarga dan Kewarisan Adat

Fakultas Hukum - Universitas Sriwijaya

Hukum waris di Tanah Karo telah berlaku sejak lama, tidak diketahui secara pasti kapan dan bagaimana asal usulnya terjadi, kemungkinan sama tuanya dengan sejarah orang Karo,masalah waris tersebut sendiri kenyataannya adat istiadat orang Karo masih dipengang tegguh komunitas Masyarakat yang mendiami dataran tingagi itu. Adat istiadat ini pulalah salah satu pengikat yang terbukti mampu memelihara keutuhan,kesejahteraan,kebudayaan,dan persaudaraan dikalangan masyarakat Karo, kekuatan spirituil adat terbukti hasilnya tentang kemampuan menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan besar dalam lingkungan kemasyarakatan sehari-hari. Hukum waris tersebut terjadi pada masa lampau ketika masyarakat masih jauh berbeda dengan keadaan masyarakat sekarang. Ketika itu sifat-sifat harta warisan jauh berbeda dengan saat sekarang. Begitu juga dengan sifat dan ruang lingkup masyarakat. Sampai saat ini masyarakat Karo baik yang tinggal di Kabupaten Karo atau yang tinggal di perantauan masih menghormati eksistensi hukum adat dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Adat istiadat masih dipegang teguh sebagai jiwa suatu masyarakat yang mampu menciptakan kesejahteraan, tidak perlu diuabah secara radikal, jika ada yang kurang sesuai dengan perkembangan zaman dapat dimodifikasi, tanpa mengurangi nilai-nilai luhur yang terkandung didalamnya. Dalam masyarakat Karo hak dan kewajiban, tugas dan kedudukan pria dengan wanita berbeda, tapi harus di ingat perbedaan tersebut bukan berarti wanita lebih rendah dari seorang laki-laki. Pada dasarnya jiwa dan tujuan perlakuan orangtua sebagai anak laki-laki dan perempuan dalam masalah perkawinan dapat disimpulkan sebagai berikut : anak laki-laki sebagai pewaris keluarga (marga) mewarisi harta benda yang mewarisi marga yang menjadi marga yang menjadi tanda (lambing) keluarga (Marga) terutama tanah dan barang-barang yang tidak bergerak lainnya. Anak perempuan mendapat pembagian harga benda yang adil untuk kepentingannya sendiri dan rumah tangganya kemudian dan hal ini harus dianggap

Kedudukan Perempuan dalam Pembagian Waris dalam Sistem Patrilineal Suku Batak

22

Tugas Makalah Hukum Keluarga dan Kewarisan Adat

Fakultas Hukum - Universitas Sriwijaya

sebagai haknya. Kemajuan Zaman, kebutuhan hidup dan sifat-sifat benda serta warisan yang sama antara wanita dengan saudara laki-laki. Sementara ada sebagian bahwa bahwa perempuan dan laki-laki adalah keturunan kandung dari pewaris mendapat hak yang sama atas harta warisan orang tua mereka. Komunitas wanita yang tidak sependapat dengan pembagian yang sama atas harta warisan orang tua mereka dengan saudara laki-laki dengan pemikiran bahwa saudara laki-laki adalah pewaris dan penerus marga dari keluarganya. Mereka lebih memilih turang (sebutan untuk saudara) dari pada harta warisan orang tua mereka.

Kedudukan Perempuan dalam Pembagian Waris dalam Sistem Patrilineal Suku Batak

23

Tugas Makalah Hukum Keluarga dan Kewarisan Adat

Fakultas Hukum - Universitas Sriwijaya

BAB III
KESIMPULAN

PENUTUP

Dari isi makalah ini, maka dapat disimpulkan bahwa adat, hukum adat dan adat istiadat adalah tiga hal yang berbeda tapi saling berkaitan satu sama lain. Dimana Adat memiliki perngertian aturan-aturan perilaku serta kebiasaan yang telah berlaku di dalam pergaulan masyarakat. Sedangkan Hukum Adat adalah sekumpulan peraturan yang tidak tertulis, dan tidak terkodifikasi namun hidup dan berkembang di tengah masyarakat serta memiliki sanksi bagi yang melanggarnya. Terakhir, Adat istiadat adalah etika atau tata krama bersikap dan bergaul yang sifatnya diturunkan dari para leluhur dan memiliki nila-nilai tersendiri. Baik adat, hukum adat maupun istiadat merupakan tiga hal yang dimiliki oleh setiap daerah dan biasanya terdapat perbedaan-perbedaaan diantara daerah-daerah tersebut. Namun dalam perbedan-perbedaan tersebut terdapat (tersirat) suatu nilai moral yang sama, yang bertjuan untuk tetap menghormati kebudayaan yang hidup di dalam masyarakat. Di dalam hukum adat perkawinan suku Karo dan Toba di sumatera utara dilarang untuk kawin satu marga (klan), hal ini menujukkan bahwa suku ini menganut sistem perkawinan eksogami yang merupakan ciri dari struktur Patrilineal (garis hukum dari pihak laki-laki). Perkawinan semarga ini disebut juga sumbang atau incest, yang mana bila dilanggar akan mendapat sanksi adat. Sedangkan di dalam hukum warisannya, biasanya suku karo dan Toba memberikan bagian yang lebih banyak kepada anak lelaki. Hal ini karena anak lelaki akan dan harus bertanggung jawab terhadap kehidupan turang/saudara-nya (yang masih butuh

Kedudukan Perempuan dalam Pembagian Waris dalam Sistem Patrilineal Suku Batak

24

Tugas Makalah Hukum Keluarga dan Kewarisan Adat

Fakultas Hukum - Universitas Sriwijaya

ditanggung dan apabila sudah bercerai). Namun apabila di dalam suatu keluarga tidak mempunyai anak laki-laki maka hartanya jatuh ke tangan saudara ayahnya. Sementara anak perempuannya tidak mendapatkan apapun dari harta orang tuanya. Dalam hukum adat Batak mengatur bahwa saudara ayah yang memperoleh warisan tersebut harus menafkahi segala kebutuhan anak perempuan dari si pewaris sampai mereka berkeluarga. Namun, akibat dari perubahan zaman, peraturan adat tersebut sudah tidak banyak lagi dilakukan oleh masyarakat batak. Disini hak atau bagian untuk anak perempuan tidak sebanyak bagian anak lakilaki, biasanya pada anak perempuan maupun anak terakhir diberikan warisan berupa rumah tempat tinggal milik orang tuanya atau emas. Anak perempuan dianggap tidak pantas untuk meminta warisan, karena mereka hanya akan mendapat warisan apabila telah diberikan dari orang tuanya. Yang menjadi obyek dalam hukum waris adat Batak ini adalah: Harta Bawaan Harta Pencaharian Bersama Suami Istri Kedudukan atau Jabatan dalam Adat

Beberapa Prinsip hukum adat Batak Toba terhadap kedudukan anak perempuan adalah sebagai berikut : c. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dan yang menganut sistem patrilineal maka anak tersebut masuk ke dalam klan ayahnya. d. Anak perempuan diberikan pendidikan dan dibantu dalam melakukan perbuatan hukum. Selama si anak belum kawin, dia masih tetap kelompok ayahnya. Namun demikian, ada beberapa cara agar anak perempuan dapat menikmati hak milik bapaknya. Pemberian harta benda dari orang tua kepada, anak-anaknya baik laki-laki atau perempuan disebut istilahnya dengan "Holong Ate" (kasih sayang). Pemberianpemberian harta benda ini mempunyai istilah berbeda-beda. Harta benda yang diberikan

Kedudukan Perempuan dalam Pembagian Waris dalam Sistem Patrilineal Suku Batak

25

Tugas Makalah Hukum Keluarga dan Kewarisan Adat

Fakultas Hukum - Universitas Sriwijaya

kepada anak laki-laki disebut dengan istilah "Harta Panjaean" sedangkan harta yang diberikan kepada, anak perempuan disebut dengan "Pauseang". Walaupun sebenarnya artinya sama. Selain dari harta pauseang maupun panjaean, masih ada lagi harta bawaan yang fungsinya sama dengan pauseang dan panjaean, antara lain: f) Indahan arian, yaitu pemberian sebidang tanah oleh seorang ayah kepada anak perempuannya apabila anak perempuan tersebut telah mempunyai anak. Jadi, pemberian ini adalah bermaksud indahan arian bagi cucunya. g) Batu ni assimun, yaitu pemberian dari seorang ayah kepada anak perempuannya yang sudah mempunyai anak. berupa hewan peliharaan dan emas. Maksudnya adalah pemberian yang seolah-olah sebagai hadiah bagi cucunya. h) Dondon tua, yaitu pemberian seorang ayah kepada anak perempuannya yang telah melahirkan anak berupa sebidang sawah kepada, cucunya yang paling besar dan si cucu baru boleh menerima setelah kakak meninggal dunia. i) Punsu tali, yaitu pemberian dari seorang ayah kepada anak perempuannya. Pemberian ini merupakan pemberian terakhir dan baru dapat diterima oleh anak perempuannya apabila si ayah meninggal dunia. j) Ulos naso ra buruk, yaitu pemberian dari seorang ayah kepada anak perempuannya.Harta pemberian ini adalah merupakan sebagai modal pertama pada saat mulai membangun rumah tangga.

Kedudukan Perempuan dalam Pembagian Waris dalam Sistem Patrilineal Suku Batak

26

Tugas Makalah Hukum Keluarga dan Kewarisan Adat

Fakultas Hukum - Universitas Sriwijaya

DAFTAR PUSTAKA

Hadikusuma, Hilman, Prof., S.H., Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Bandung: Mandar Maju, 1992. Koesno, Moh, Prof,Dr,S.H., Hukum Adat Sebagai Suatu Model Hukum Bag. I (Historis), Bandung: Mandar Maju, 1992. Muhammad, Bushar, Pokok-Pokok Hukum Adat. Jakarta: Pradnya Paramita, 2000. Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1976. Tolib, Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia dalam Kajian Kepustakaan, Bandung: PT. Alfabeta, 2008. Tamakiran, S.H., Asas-Asas Hukum Waris Menurut Tiga Sistem Hukum, Bandung: Pionir Jaya, 1992 Vergouwen, J.C., Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba. Yogyakarta: LkiS, 2004. Wijodiporo, Soerojo, Pengantar Asas- Asas Hukum Adat, Toko Gunung Agung, 1995. , , Kronik tentang Perempuan Batak, [online],

http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/03/07/kronik-tentang-perempuan-batak/ diakses Minggu, 31 Maret 2013 jam 09:27 , , Marga, [online], http://kamusbahasaindonesia.org/marga diakses Rabu, 3 April 2013 jam 13:41 , , Patrilineal, [online], http://id.wikipedia.org/wiki/Patrilineal diakses Selasa, 02 April 2013 jam 19:40 , , Pembagian Warisan dalam Adat Batak Toba, [online],

http://rudini76ban.wordpress.com/2009/06/07/pembagian-warisan-dalam-adat-bataktoba/ diakses Minggu, 31 Maret 2013 jam 10:41

Kedudukan Perempuan dalam Pembagian Waris dalam Sistem Patrilineal Suku Batak

27

Tugas Makalah Hukum Keluarga dan Kewarisan Adat

Fakultas Hukum - Universitas Sriwijaya

, , Suku Batak, [online], http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak diakses Kamis, 4 April 2013 jam 15:12 , , Suku Batak Toba, [online], http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak_Toba diakses Kamis, 4 April 2013 jam 15:48 , , Suku Karo Asli, [online], http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Karo_Asli diakses Kamis, 4 April 2013 jam 15:59 , , Sistem Kekerabatan patrilineal dan, [online],

http://nilaieka.blogspot.com/2010/03/sistem-kekerabatab-patrilineal-dan.html diakses Selasa, 02 April 2013 jam 19:07 , , Strategi Perempuan Batak untuk Akses kepada Harta Warisan, [online], http://babiat.multiply.com/journal/item/84/Strategi_Perempuan_Batak_untuk_Akses_ kepada_Harta_Warisan diakses Minggu, 31 Maret 2013 jam 08:41

Kedudukan Perempuan dalam Pembagian Waris dalam Sistem Patrilineal Suku Batak

28

You might also like