You are on page 1of 37

Oedijani-Santoso Bagian/SMF Gigi dan Mulut FK Undip/RSUP dr Kariadi SEMARANG

Berlaku

UU no 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Kedokteran Indonesia (KKI) mensahkan Standar Pendidikan Ked Gigi dan Standar Kompetensi Drg th 2007 minimal yg harus dimiliki Institusi Pendidikan dan lulusannya

Konsil

Kriteria

6 domain atau area kompetensi : = Profesionalisme = Penguasaan I Pengetahuan Ked & KG = Pem Fisik & Sistem Stomatognatik = Pemulihan fungsi St Stomatognatik = Kes Gimul Masyarakat = Manajemen praktik KG

Domain Profesionalisme = Etik & Jurisprudensi = Analisis informasi kes kritis, ilmiah & efektif menganalisis secara kritis kesahihan informasi dg menggunakan pendekatan evidence based dentistry dalam pengelolaan kes gimul = Komunikasi = Hub sosiokultural bidang kes gimul

Chambers

(1993): Behavior expected of the beginning practitioner. This behavior incorporates understanding, skill, and values in an integrated response to the full range requirements presented in practice Perilaku yang diharapkan dari praktisi drg yang baru memulai praktik, meliputi penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai sbg respons terpadu terhadap berbagai tuntutan yang dihadapi dalam praktik

Depdiknas

: Kompetensi adalah seperangkat kemampuan untuk dapat bertindak cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang untuk dapat dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas dibidang tertentu

Usaha

untuk menggambarkan : = tingkat pengetahuan (knowledge atau Cognitif=C) = keterampilan (skill atau Psikomotor=P) = sikap (attitude atau Afektif =A) Batas minimal tingkat kompetensi yg harus dimiliki seorang drg ditentukan berkisar pada tingkat Cognitif 1 s/d 4, Psikomotor 1 s/d 5 dan Afektif 1 s/d 4.

Ranah Cognitif - kriteria Bloom 1:Remember; 2: Understand; 3: Apply; 4: Analyze; 5: Evaluate; 6:Create. Psikomotor - kriteria Harrow 1: Imitation= meniru dengan contoh; 2: Manipulation= tanpa contoh visual dapat meniru; 3: Precision= lancar & tepat; 4: Articulation= akurat & cepat; 5: Naturalization= spontan, otomatis

Kemampuan Afektif - Krathwohl 1: Receiving=menerima; 2: Responding=menanggapi; 3: Valuing=menghargai; 4: Organization=mengatur diri; 5: Characterization= menjadikan pola hidup Setiap kompetensi yg ditetapkan dapat diukur dan dievaluasi

1. Standar kompetensi drg 2. Yan pasien: drg harus mampu identifikasi faktor risiko & etiologi peny, menilai metode deteksi peny, pencegahan dan perawatanmencari & interpretasi informasi 3. Drg dituntut pertahankan & tingkatkan kemampuan sesuai IPTEKDOKGI 4. Upaya tingkatkan mutu yan kes & perlindungan pasienprinsip prof

1. Kompetensi profesionalisme 2. Jujur kepada pasien 3. Menjaga kerahasiaan pasien 4. Memelihara hubungan yang baik dengan pasien 5. Kerjasama dan kesejawatan 6. Hubungan yang terbuka dan jujur dengan sejawat dan pihak ketiga

7. Meningkatkan kesehatan masyarakat 8. Meningkatkan akses terhadap yan 9. Pengetahuan Ilmiah 10. Tanggung jawab profesional Tingkatkan 9 & 10 melalui berpikir secara kritis, ilmiah, dan efektif dg pendekatan EBD serta kemampuan untuk belajar sepanjang hayat mengikuti kemajuan IPTEKDOKGI

Strategi

yang efisien untuk menelusuri perkembangan IPTEK Belajar sepanjang hayat dan pendidikan pascasarjana Perubahan paradigma hub pasien-drg Kesadaran dan keinginan pasien Biaya yang melambung Berbagai alternatif terapi Akuntabilitas dan audit

1. Perlu informasi valid tentang Diagnosis, Prognosis, Terapi dan Pencegahan 2. Sumber tradisional inadekuat: Experts, buku ajar kadaluwarsa, sisi lain melimpahnya data/informasi yang dapat dicari dengan kemajuan IT 3. Variasi kemampuan dan penentuan diagnostik versus data baru, 4. Keterbatasan waktu para klinisi.

Untuk antisipasi Pendidikan Drg perlu dibekali kompetensi EBD

Evidence-based medicine (EBM) is the conscientious, explicit, and judicious use of best evidence in making decisions about care of individual patients. Evidence-based medicine is the integration of best research evidence with clinical expertise and patient values (Sackett, 1996)

Evidence Based Medicine (EBM): Menggunakan segala pertimbangan bukti ilmiah (evidence) sahih yang diketahui hingga kini untuk menentukan pengobatan pada penderita yang sedang kita hadapi. Merupakan penjabaran bukti ilmiah lebih lanjut setelah obat dipasarkan dan seiring dg pengobatan rasional (Iwan Darmansyah, 2002)

Evidence-based

dentistry (EBD) merupakan integrasi dari keahlian klinis (clinical expertise) individual dengan tersedianya bukti ilmiah klinis yang terbaik dari systematic research, dan nilai-nilai serta harapan pasien

Evidence-based

dentistry adalah suatu pendekatan pada pelayanan kesehatan oral, yang memerlukan integrasi dari penilaian sistematik bukti ilmiah (scientific evidence) klinis yang relevan, berkaitan dengan keadaan dan riwayat oral dan medik pasien, disertai dengan keahlian klinis drg dan kebutuhan akan perawatan pasien

Pendekatan

Evidence-based merupakan proses yang terstruktur (stepwise) untuk mengatasi masalah klinis dengan menggunakan informasi terkini yang berkaitan dengan tehnik, material dan perawatan.

1. Untuk peroleh informasi klinis yg penting ttg diagnosis, prognosis, terapi dan masalah klinis lain. 2. Kemajuan IPTEKDOKGI, praktik ked gigi jadi makin kompleks, selalu terjadi perubahan kaitan dg dental material dan peralatan baru. 3. Melimpahnya informasi dan pengaruh internet thd pasien, drg perlu informasi yang dapat dipercaya (valid).

Dalam praktik unt menerapkan evidence based, terdapat 5 elemen : 1.Question *)Background question Pertanyaan general knowledge tentang penyakit pasien (who, what, how, when, why); *)Foreground questioncara memanage pasien thd penyakit (PICO)

P- Tipe Pasien, Problem atau Populasi; I Intervensi atau Paparan (exposure), pada umumnya macam perawatan atau tes diagnostik atau beberapa faktor prognostik; C - Comparison interventions yang relevan; O - Outcome klinis. Pertanyaan baik & jelas identifikasi kata kunci, arahkan pencarian publikasi / artikel, hemat waktu penelusuran pustaka, fokus pada kebutuhan pasien

2.Find Mencari bukti ilmiah terkini melalui penelusuran informasi secara efisien; menemukan evidence melalui pendekatan terstruktur dalam penelusuran bukti ilmiah pd artikel hasil penelitian yg telah dipublikasikan *)terkait diagnosis, prognosis, etiologi desain pen observasional , *) terkait terapi dan intervensi pencegahan RCT

3.Critical Appraisal Penilaian/analisis kritis bukti ilmiah dr artikel/makalah yg sudah dipublikasi dalam upaya untuk memilah kualitas artikel yg relevan dan valid. Validitas adalah derajat kebenaran hasil pen, dapat dipercaya dan bebas dari bias. Bias adalah setiap faktor (selain faktor yg diteliti) yg dpt pengaruhi hasil pen. Desain pen yg paling kuat RCT

Critical

appraisal dilakukan secara terstruktur dg menggunakan kriteria eksplisit dan jelas membantu klinisi menilai validitas, kepentingan klinis dan relevan, serta penilaian kualitas (mutu) thd hasil pen dlm artikel tsb. Analisis kritis evidence lebih mudah dilakukan jika telah memahami konsep dasar desain pen klinis

Tujuan

penilaian kritis artikel adalah menentukan Level (L) of evidence yang digunakan sebagai pertimbangan menentukan rekomendasi dalam menjawab pertanyaan klinis yang diajukan.

4.Acting on the evidence - Keputusan unt menerapkan bukti ilmiah berdasarkan peringkat rekomendasi, harus dilandasi level of evidence, relevansi unt pasien, kemauan pasien unt menerima perawatan, dan kemampuan expertise klinis praktisi unt melaksanakan perawatan tsb. Kendala : material /peralatan, biaya, kendala personal (pengalaman prof).

5. Evaluation Setiap aspek dalam proses EBD harus dievaluasi, agar relevan dalam meningkatkan pengembangan continuing professional development - question - find - critical appraisal - act

Kendala : berkaitan dengan memformulasikan pertanyaan yg ingin dicari jawabannya, mengetahui bagaimana mencari, menilai dan menerapkan bukti ilmiah (evidence), krn praktisi umumnya mempunyai keterbatasan waktu.

Fakta terkini : banyak informasi dapat diperoleh dari internet, dari pendidikan berkelanjutan. Solusi sbg upaya menjaga performance klinis yg up to date, (1) belajar sendiri bagaimana mempraktikan EBD, (2) cari & terapkan ringk EBD yg telah dilakukan pihak lain, (3) terapkan strategi EBD unt perbaiki perilaku klinis.

Evidence-based

dentistry adalah suatu pendekatan pada pelayanan kedokteran gigi, yang memerlukan integrasi dari keahlian klinis (clinical expertise) individual drg, penilaian sistematik bukti ilmiah (scientific evidence) klinis relevan, berkaitan dg riwayat oral dan medik pasien, dan kebutuhan akan perawatan pasien

Pendekatan

Evidence-based merupakan proses yang terstruktur untuk mengatasi masalah klinis dengan menggunakan informasi terkini yang berkaitan dengan tehnik, material dan terapi.

Penerapan

5 tahap EBD : 1. Pertanyaan yg akan dicari jawabannya 2. Penelusuran the best evidence 3. Critically-appraising the evidence 4.Integrasi evidence dg keahlian klinis serta nilai dan kondisi biologis pasien 5. Evaluasi diri thd proses EBD.

EBD

memungkinkan drg untuk menerapkan hasil pen terkini yg relevan bagi pasiennya Bila evidence telah ditemukan, dinilai apakah dapat dipercaya dan diterapkan Ditent level of evidence berdasarkan kekuatan : RCT - L tertinggi, laporan kasus dan pendapat ahli L terendah

You might also like