You are on page 1of 15

TUGAS PERPAJAKAN

PPN dan PPN BM

UNIVERSITAS MAHASARASWATI FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI KELAS EKSEKUTIF (AK B)

Nama Kelompok : 1. 2. 3. 4. Ni Made Kartini (35) I. B. Gd. Swadhika Purwa Satya (27) I. B. Adi Surya Parameswara (24) I Wayan Budiarta (29)

Pengertian PPN
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung. Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP.Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya. Indonesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10 persen.Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang No.8/1983 berikut revisinya, yaitu Undang-Undang No. 11/1994 dan Undang-Undang No. 18/2000.

Karakteristik PPN

Pajak tidak langsung, maksudnya pemikul beban pajak dan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke kantor pelayanan pajak adalah subjek yang berbeda.

Multitahap, maksudnya pajak dikenakan di tiap mata rantai produksi dan distribusi. Pajak objektif, maksudnya pengenaan pajak didasarkan pada objek pajak. Menghindari pengenaan pajak berganda. Dihitung dengan metode pengurangan tidak langsung (indirect subtraction), yaitu dengan memperhitungkan besaran pajak masukan dan pajak keluaran.

Objek Pajak Pertambahan Nilai


Apabila ditinjau dari jenis penyerahan yang menjadi objek PPN, maka terdapat 6 (enam) jenis PPN.Dari keenam jenis PPN, 2 (dua) jenis di antaranya dibatasi dengan unsur untuk dapat mengenakan PPN, yaitu PPN Barang dan PPN Jasa.

Unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk dapat dikenakan PPN adalah: 1. adanya penyerahan; 2. yang diserahkan adalah Barang Kena Pajak (BKP); 3. yang menyerahkan adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP); 4. penyerahannya harus di Daerah Pabean, yaitu daerah Republik Indonesia; 5. PKP yang menyerahkan harus dalam lingkungan perusahaan /pekerjaannya terhadap barang yang dihasilkan. Penyerahan yang dikenakan PPN meliputi: 1. penyerahan hak karena suatu perjanjian; 2. pengalihan barang karena suatu perjanjian sewa-beli dan perjanjian leasing; 3. penyerahan kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang; 4. pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma; 5. penyerahan likuidasi atas aktiva yang tujuan semula tidak untuk diperjuabelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran, sepanjang PPN sewaktu memperoleh aktiva dapat dikreditkan menurut perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan; 6. penyerahan dari cabang ke cabang lainnya, atau dari pusat ke cabang atau sebaliknya; 7. penyerahan secara konsinyasi. Barang kena pajak dimungkinkan berbentuk: 1. barang berwujud dan bergerak; 2. barang berwujud dan tidak bergerak; 3. barang tidak berwujud yang dimanfaatkan di Indonesia.

Perkecualian
Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan barang kena pajak dan jasa kena pajak, sehingga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kecuali jenis barang dan jenis jasa sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 4A Undang-Undang No. 8/1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 18/2000 tidak dikenakan PPN, yaitu:

Barang tidak kena PPN

Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, meliputi:

1. Minyak mentah. 2. Gas bumi. 3. Panas bumi. 4. Pasir dan kerikil. 5. Batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara. 6. Bijih timah, bijih besi, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, dan bijih bauksit.

Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, meliputi:

Segala jenis beras dan gabah, seperti beras putih, beras merah, beras ketan hitam, atau beras ketan putih dalam bentuk:

1. Beras berkulit (padi atau gabah) selain untuk benih. 2. Gilingan. 3. Beras setengah giling atau digiling seluruhnya, disosoh, dikilapkan maupun tidak. 4. Beras pecah. 5. Menir (groats) beras.

Segala jenisng putih, jagung kuning, jagung kuning kemerahan, atau berondong jagung, dalam bentuk:

1. Jagung yang telah dikupas maupun belum. 2. Jagung tongkol dan biji jagung atau jagung pipilan. 3. Menir (groats) atau beras jagung, sepanjang masih dalam bentuk butiran.

Sagu, dalam bentuk:

1. Empulur sagu. 2. Tepung, tepung kasar, dan bubuk sagu.

Segala jenis kedelai, seperti kedelai putih, kedelai hijau, kedelai kuning, atau kedelai hitam, pecah maupun utuh.

Garam, baik yang beriodium maupun tidak beriodium, termasuk:

1. Garam meja. 2. Garam dalam bentuk curah atau kemasan 50 kilogram atau lebih, dengan kadar NaCl 94,7%.

Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak; tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha katering atau usaha jasa boga.

Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga

Jasa tidak kena PPN

Jasa di bidang pelayanan kesehatan, meliputi:

1. Jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi. 2. Jasa dokter hewan. 3. Jasa ahli kesehatan, seperti akupunktur, fisioterapis, ahli gizi, dan ahli gigi. 4. Jasa kebidanan dan dukun bayi. 5. Jasa paramedis dan perawat. 6. Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium.

Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi:

1. Jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo. 2. Jasa pemadam kebakaran, kecuali yang bersifat komersial. 3. Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan. 4. Jasa lembaga rehabilitasi, kecuali yang bersifat komersial. 5. Jasa pemakaman, termasuk krematorium. 6. Jasa di bidang olahraga, kecuali yang bersifat komersial. 7. Jasa pelayanan sosial lainnya, kecuali yang bersifat komersial.

Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko yang dilakukan oleh PT Pos Indonesia (Persero).

Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi, meliputi:

1. Jasa perbankan, kecuali jasa penyediaan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga, jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan surat kontrak (perjanjian), serta anjak piutang. 2. Jasa asuransi, tidak termasuk broker asuransi. 3. Jasa sewa guna usaha dengan hak opsi.

Jasa di bidang keagamaan, meliputi:

1. Jasa pelayanan rumah ibadah. 2. Jasa pemberian khotbah atau dakwah. 3. Jasa lainnya di bidang keagamaan.

Jasa di bidang pendidikan, meliputi:

1. Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesi. 2. Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah, seperti kursus.

Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan termasuk jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial, seperti pementasan kesenian tradisional yang diselenggarakan secara cuma-cuma.

Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan seperti jasa penyiaran radio atau televisi, baik yang dilakukan oleh instansi pemerintah maupun swasta, yang bukan bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial.

Jasa di bidang angkutan umum di darat dan air, meliputi jasa angkutan umum di darat, laut, danau maupun sungai yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh swasta.

Jasa di bidang tenaga kerja, meliputi:

1. Jasa tenaga kerja. 2. Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggungjawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut. 3. Jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja.

Jasa di bidang perhotelan, meliputi:

1. Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap. 2. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, dan hostel.

Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah seperti pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Izin Usaha Perdagangan (IUP), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai


Untuk menghitung besarnya PPN terutang, harus dipahami terlebih dahulu tentang Dasar Perhitungan PPN (DPP), saat terutangnya PPN dan tarif PPN. Dasar perhitungan PPN adalah sebagai berikut: 1. untuk PPN Barang adalah harga jual; 2. untuk PPN Jasa adalah penggantian; 3. untuk PPN Impor adalah Nilai Impor; 4. untuk PPN atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar negeri adalah jumlah yang dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan BKPTB atau JKP; 5. untuk PPN atas pemakaian sendiri, pemberian cuma-cuma, penyerahan media rekaman suara/gambar, penyerahan film, persediaan BKP tersisa (likuidasi), aktiva yang tujuan semula tidak untuk dijual dan Jasa Pengiriman Paket, adalah Nilai Lain;

6. untuk PPN Ekspor adalah Nilai Ekspor. Pengertian harga jual pun dipengaruhi oleh perjanjian penyerahan BKP, apakah loco gudang atau franco gudang. Pengertian Harga Jual dan Penggantian tidak termasuk PPN, potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak dan barang retur. Pengertian DPP dengan nilai lain, adalah: 1. untuk pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma adalah harga jual/penggantian tidak termasuk laba kotor; 2. untuk penyerahan media rekaman suara/gambar adalah perkiraan harga jual rata-rata; 3. untuk persediaan tersisa (likuidasi) dan aktiva yang tujuan semula tidak untuk dijual adalah harga pasar wajar; 4. untuk jasa pengiriman paket adalah 1% (satu persen) dari Tagihan atau seharusnya dibayar.

Tarif dan Menghitung PPN


Setelah memahami dasar perhitungan PPN (DPP), saat terutangnya PPN dan tarif PPN, maka dengan mudah dapat menghitung PPN terutang secara benar dan cepat. Tarif PPN menerapkan tarif yang proporsional dan tunggal, sebagai sarana dalam rangka memudahkan melakukan kredit pajak.Di samping itu juga diuraikan tentang tarif efektif termasuk asal-usul tarif efektif. Dalam menghitung PPN terutang diberikan beberapa contoh menghitung, termasuk menghitung PPN dengan dasar perhitungan nilai lain, seperti PPN atas pemberian cumacuma, PPN pemakaian sendiri, PPN atas penyerahan kaset rekaman lagu dan gambar, PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud, PPN atas pemanfaatan JKP dari luar negeri, dan PPN jasa pengiriman Paket. Tidak ketinggalan adalah PPN Bendaharawan, baik saat terutangnya pajak maupun pembayaran

Pengertian PPn BM
PPnBM merupakan jenis pajak yang merupakan satu paket dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. Namun demikian, mekanisme pengenaan PPnBM ini sedikit berbeda dengan PPN. Berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) Undang-undang PPN, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dikenakan terhadap : 1. penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya; 2. impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah. Dengan demikian, PPnBM hanya dikenakan pada saat penyerahan BKP Mewah oleh pabrikan (pengusaha yang menghasilkan) dan pada saat impor BKP Mewah. PPnBM tidak dikenakan lagi pada rantai penjualan setelah itu. Adapun fihak yang memungut PPnBM tentu saja pabrikan BKP Mewah pada saat melakukan penyerahan atau penjualan BKP Mewah. Sementara itu, PPnBM atas impor BKP mewah dilunasi oleh importir berbarengan dengan pembayaran PPN impor dan PPh Pasal 22 Impor.

Dasar Pertimbangan Pengenaan PPnBM


1. perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi; 2. perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah; 3. perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional; 4. perlu untuk mengamankan penerimaan negara;

Pengertian BKP Mewah


1. bahwa barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau 2. barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau 3. pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau 4. barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau

5. apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat, seperti minuman beralkohol.

Pengertian Menghasilkan
PPnBM dikenakan pada saat Pengusaha yang menghasilan BKP Mewah menyerahkan kepada fihak lain. Termasuk dalam pengertian menghasilkan adalah sebagai berikut ; 1. merakit : menggabungkan bagian-bagian lepas dari suatu barang menjadi barang setengah jadi atau barang jadi, seperti merakit mobil, barang elektronik, perabot rumah tangga, dan sebagainya; 2. memasak : mengolah barang dengan cara memanaskan baik dicampur bahan lain atau tidak; 3. mencampur : mempersatukan dua atau lebih unsur (zat) untuk menghasilkan satu atau lebih barang lain; 4. mengemas : menempatkan suatu barang ke dalam suatu benda yang melindunginya dari kerusakan dan atau untuk meningkatkan pemasarannya; 5. membotolkan : memasukkan minuman atau benda cair ke dalam botol yang ditutup menurut cara tertentu;

Tarif, Kelompok dan Jenis BKP Mewah


Berdasarkan Pasal 8 Undang-undang PPN, ditentukan : 1. Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen). 2. Atas ekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen). 3. Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. 4. Jenis Barang yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Peraturan Pemerintah yang mengatur pengelompokan BKP yang tergolong mewah ini adalah PP Nomor 145 Tahun 2000 yang kemudian mengalami beberapa perubahan dengan PP Nomor 60Tahun 2001, PP Nomor 7 Tahun 2002, PP Nomor 6 Tahun 2003, PP Nomor 43 Tahun 2003, PP Nomor 55 Tahun 2004, PP Nomor 41 Tahun 2005 dan PP Nomor 12 Tahun 2006. Adapun Keputusan Menteri Keuangan yang mengatur jenis barang yang dikenakan PPnBM adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 570/KMK.04/2000, 381/KMK.03/2001, 141/KMK.03/2002, 620/PMK.03/2004. 39/KMK.03/2003 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

Tata Cara Pembayaran Dan Pelaporan PPN/PPnBM


Siapa saja yang wajib membayar/menyetor & melaporkan PPN/PPnBM ? Kalau dalam objek Pajak Pertambahan Nilai yang ditekankan adalah adanya penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, maka dalam subjek Pajak Pertambahan Nilai yang dibahas adalah siapa yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP. Adapun yang menyerahkan adalah Pengusaha kena pajak (PKP) yang dapat berupa Orang Pribadi atau juga Badan. Pengertian badan dirumuskan dalam Pasal 1 angka 13 UU PPN 1984 sebagai berikut: Badan merupakan sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan, melakukan atau tidak melakukan usaha. Badan dapat terdiri dari 1. PT, CV, Perseroan lainnya; 2. BUMN/BUMD; 3. Firma, Kongsi, Koperasi; 4. Dana Pensiun; 5. Persekutuan, Perkumpulan; 6. Yayasan; 7. Ormas, orsospol, organisasi lainnya;

8. Lembaga; 9. Bentuk Usaha lainnya; 10. Bentuk Badan Lainnya.

Subjek Pajak Pertambahan Nilai, adalah Pengusaha Kena Pajak 1. Pengusaha yang melakukan atau sejak semula bermaksud melakukan penyerahan BKP/JKP. 2. Bentuk Kerja sama Operasi. Bukan Pengusaha Kena Pajak 1. Orang Pribadi/Badan yang mengimpor Barang Kena Pajak (BKP). 2. Orang pribadi yang memanfaatkan BKP Tidak Berwujud/Jasa Kena pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean. 3. Orang Pribadi/Badan yang membangun sendiri di luar kegiatan

usaha/pekerjaannya. 4. Jasa di bidang perhotelan. Pemungut PPN/PPn BM, adalah :


o o o o o o

KPKN Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Pertamina BUMN/ BUMD Kontraktor Bagi Hasil dan Kontrak Karya bidang Migas dan Pertambangan Umum lainnya

o o o

Bank Pemerintah Bank Pembangunan Daerah Perusahaan Operator Telepon Selular.

Apa saja yang wajib disetor oleh PKP dan pemungut PPN &PPnBM ? 1. Oleh PKP adalah : a. PPN yang dihitung sendiri melalui pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran.Yang disetor adalah selisih Pajak Masukan dan Pajak Keluaran, bila Pajak Masukan lebih kecil dari Pajak Keluaran. b. PPn BM yang dipungut oleh PKP Pabrikan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah. c. PPN/ PPn BM yang ditetapkan oleh DJP dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Tagihan Pajak (STP). 2. Oleh Pemungut PPN/PPn BM adalah PPN/PPn BM yang dipungut oleh Pemungut PPN/ PPn BM Dimana tempat pembayaran/penyetoran pajak ? 1. Kantor Pos dan Giro 2. Bank Pemerintah, kecuali BTN 3. Bank Pembangunan Daerah 4. Bank Devisa 5. Bank-bank lain penerima setoran pajak 6. Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Khusus untuk impor tanpa LKP Kapan saat pembayaran/penyetoran PPN/PPnBM ? 1. PPN dan PPn BM yang dihitung sendiri oleh PKP harus disetorkan paling lambat tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah bulan Masa Pajak. Contoh : Masa Pajak Januari 1996, penyetoran paling lambat tanggal 15 Pebruari 1996. 2. PPN dan PPn BM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP harus dibayar/ disetor sesuai batas waktu yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP tersebut.

3. PPN/ PPn BM atas Impor, harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk, dan apabila pembayaran Bea Masuk ditunda/ dibebaskan, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Impor. 4. PPN/PPn BM yang pemungutannya dilakukan oleh: a. a. Bendaharawan Pemerintah, harus disetor selambat-lambatnya tanggal 7 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. b. b. Pemungut PPN selain Bendaharawan Pemerintah, harus disetor selambatlambatnya tanggal 15 bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. c. c. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memungut PPN/ PPn BM atas Impor, harus menyetor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan. 5. PPN dari penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Badan Urusan Logistik (BULOG), harus dilunasi sendiri oleh PKP sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (D.O) ditebus. Catatan: Apabila tanggal jatuh tempo pembayaran jatuh pada hari libur, maka pembayaran harus dilaksanakan pada hari kerja berikutnya. Kapan saat pelaporan PPN/PPnBM ? 1. PPN dan PPn BM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir. 2. PPN dan PPn BM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP yang telah dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan. 3. PPN dan PPn BM yang pemungutannya dilakukan oleh : a. Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan selambat-lambatnya 14 hari setelah Masa Pajak berakhir. b. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai selain Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir. c. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas Impor, harus dilaporkan secara mingguan selambat-lambatnya 7 hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.

4. Untuk penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan PPn BM dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir. Catatan : Apabila tanggal jatuh tempo pelaporan jatuh pada hari libur, maka pelaporan harus dilaksanakan pada hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo. Apa sarana yang digunakan untuk melakukan pembayaran/penyetoran pajak? 1. Untuk membayar/menyetor PPN dan PPn BM digunakan formulir Surat Setoran Pajak yang tersedia gratis di Kantor-kantor Pelayanan Pajak dan Kantor-kantor Penyuluhan Pajak di seluruh Indonesia. 2. Surat Setoran Pajak menjadi lengkap dan sah bila jumlah PPN/PPnBM yang disetorkan telah diberi teraan oleh : Bank, Kantor Pos dan Giro, atau Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai penerima setoran.

You might also like