You are on page 1of 20

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan kewajiban kenegaraan di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai dengan sistem self assessmentyang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia. Eksistensi pajak merupakan sumber pendapatan utama sebuah negara, karena itu merupakan isu strategis yang selalu menjadi pantauan masyarakat. Apalagi sekarang telah dilakukan pembahasan RUU Pajak yang baru yang akan menggantikan UU No. 16/2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Penduduk Indonesia sebesar 215 juta jiwa merupakan potensi pajak yang berlimpah. Ironisnya, hingga 2004 jumlah wajib pajak/ pembayar pajak hanya mencapai 3.670.060 jiwa dengan perincian 2.622.184 pembayar pajak orang pribadi dan 1.047.876 lainnya pembayar pajak badan. Hal ini menandakan
1

bahwa kebijakan perpajakan tidak cukup kuat untuk melakukan ekstensifikasi pajak di samping proses pendataan wajib pajak yang kurang gencar dilakukan. Urgensi pajak bagi kelangsungan pembangunan tak lagi disangsikan. Karena itu wajar jika pemerintah terus berupaya menggali berbagai potensi tax coverage (lingkup/cakupan pajak) sekaligus menekankan tax compliance (kepatuhan pajak) dari masyarakat. Namun demikian, kepatuhan pajak yang bersumber dari kesadaran masyarakat terhadap penunaian kewajiban membayar pajak itu tentu bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Berbagai persoalan perpajakan yang kerap muncul, baik yang bersumber dari wajib pajak (masyarakat), aparatur pajak (fiscus), maupun yang bersumber dari sistem perpajakan itu sendiri menunjukkan bahwa persoalan pajak merupakan hal yang kompleks. Oleh karena itu, penanganannya perlu diupayakan secara sinergis dan komprehensif. Dengan sendirinya, berbagai upaya untuk menciptakan masyarakat agar memiliki apresiasi yang baik terhadap kewajiban membayar pajak tidak terpaku pada wajib pajak belaka, tapi perlu mempertimbangkan aspek-aspek lainnya secara korelatif. Dengan pertimbangan yang simultan, solusi alternatif yang signifikan akan lebih memungkinkan Sebelum sampai pada pembahasan tentang Wajib Pajak Pribadi, sebagai cakrawala pengetahuan perpajakan perlu diketahui terlebih dahulu tentang pengertian, jenis dan macam pajak serta manfaat pajak yang berlaku di Indonesia.

1.2 Perumusan Masalah Wajib Pajak Pribadi adalah orang yang memperoleh penghasilan baik sebagai seorang direktur dari satu, beberapa, atau bahkan ratusan perusahaan atau seorang pemegang saham atau komisaris atau pegawai menengah atau pegawai rendah atau pekerja mandiri seperti dokter, notaries , pengacara . Wajib Pajak Orang Pribadi memiliki resiko mengalami pemeriksaan pajak . Namun sering kali terjadi berbagai permasalahan mengenai pembyaran pajak pribadi itu sendiri. 1. Bagaimanakah Perlakuan PPh atas pengalihan tanah? 2. Bagimanakah Perlakuan PPh atas kerugian yang timbul akibat terjadinya bencana alam?

1.3 Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan: Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini adalah: 1. Supaya penulis pribadi dan para pihak yang membaca makalah ini mengetahui tentang macam-macam serta penggolongan penggolongan pajak di Indonesia 2. Untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan pengenaan pajak terhadap penghasilan.

1.3.2 Manfaat: Manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah: 1. Bagi para pihak yang membaca, hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi serta pengetahuan mengenai ilmu Hukum Pajak Khususnya mengenai hal Pajak Penghasilan 2. Bagi penulis merupakan penerapan secara ilmiah ilmu Hukum Pajak khususnya Pajak Penghasilan 3. Sebagai referensi bagi penulis lain yang juga menulis dalam hal yang sama.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian pajak Beberapa ahli memberikan pengertian antara pajak antara yang satu dengan yang lainnya. Diantara beberapa pengertian yang diberikan oleh para ahli adalah sebgai berikut. 1. . Menurut Sommerfeld: pajak adalah suatu pengalihan sumber-sumber

yang wajib dilakukan dari sektor swasta kepada sektor pemerintah berdasarkan peraturan tanpa mendapat suatu imabalan kemabali yang langsung dan seimbang, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas tugasnya dalam pemerintahan 2. Menurut Prof. DR. Rochmat Soemitro: pajak adalah pengalihan kekayaan dari pihak rakyat kepad negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. Dari pengertian itu dapat disimpulkan unsur-unsur yang terdapat dalam pajak ialah: a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan

pelaksananya; b. Sifatnya dapat dipaksakan, hal ini berarti bahwa pelanggaran atas iuran perpajkan dapat dikenakan sanksi; c. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya

kontra[restai secara langsung oleh pemerintah; d. Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun daerah;
5

e. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment. 3. Menurut Prof. DR. M.J.H. Smeets: pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan tanpa ada kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal individual; maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah 4. Menurut Ray M. Sommer, Hershel M. Andersen dan Horace R. Brock: A tax can be defined meaningfully as any nonpenal yet compulsory transfer of recourses from the private to the public sector, levied on the basis of predetermined criteria without reference to specific benefits receifed, so as to accomplish some of a nations economic and social objectives . Sebenarnya masih banyak lagi para ahli dan pakar perpajakan yang mengemukakan pengertian pajak dengan menggunakan kalimat masingmasing.

2.2 Jenis Pajak Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak - Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun

Kabupaten/Kota. Beberapa jenis pajak dapat dibagi menjadi :

1.

Pajak Penghasilan (PPh) : PPH adalah pajak langsung dari pemerintah pusat yang dipungut atas penghasilan dari semua orang yang berada di wilayah Republik Indonesia .

Pajak Penghasilan Pajak penghasilan adalah pajak langsung dari pemerintah pusat yang dipungut pada seseorang atas pengahsilan dari semua orang yang berda di wilayah Indonesia. Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dipungut setiap akhir tahun atau setelah tahun pajak berakhir. Pajak penghasilan diatur dalam undang-undang diantaranya adalah: Undang-undang nomor: 7 tahun 1991 tentangperubahan atas undangundang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan Undang-undang nomor 46 tahun 1994 tentang pembayaran pajak penghasilan bagi orang pribadi yang bertolak keluar negri UUD 1945 pasal23 ayat (2): segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang UU No. 6 Tahun 1983 ttg KUP jo. UU No. 9/1994 UU No. 7 Tahun 1983 ttg PPh jo. UU No. 10/1994 UU No. 8 Tahun 1983 ttg PPN jo. UU No. 11/1994 UU No. 12 Tahun 1985 ttg PBB sbg diubah dengan UU no. 12 Tahun 1994 UU No. 13 Tahun 1985 ttg Bea Materai UU No. 21 Tahun 1997 ttg BPHTP sbg diubah dengan UU No. 20 tahun 2007

Dalam Undang-Unadang Pajak Penghasilan sendiri tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan subjek PPh, namun secara umum pengertian Subjek Pajak adalah siapa yang dikenakan pajak. UU PPh menegaskan ada tiga kelompok yang menjadi Subjek PPh yaitu: a. Orang pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. b. Badan yang terdiri dari Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, perseroan lainya, BUMN dan BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi Yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga dana pensiun, dan Bentuk Badan Usaha lainnya. c. Bentuk Usaha Tetap (BUT). BUT adalah bentuk usaha yang dikenakan orang pribadi yang tidak beretempat tinggal di Indonesia atau bertempat tinggal di Indonesia kurang dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. 2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang

mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan

PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN. 3. PajakPenjualan atas Barang Mewah (PPn BM) Selain dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah : a. barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok. b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu c. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status d. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral

masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat. 4. Bea Meterai Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, dengan menggunakan benda materai atau benda lainya contohnya dengan menggunakan mesin teraan, pemeteraian, kemudian dan surat setoran pajak bentuk KPU 35 Kode 006. 5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) PBB adalah atas harta tak bergerak yang terdiri atas tanah dan bangunan (property tax). 6. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat namun realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan.

10

Selain pajak-pajak yang dikelola pemerintah daerah diatas juga terdapat pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun

Kabupaten/Kota antara lain: 1. Pajak Propinsi a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air, b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor d. Pajak Pengambilan dan pemanafaatan Air bawah tanah dan air permukaan, 2. Pajak Kabupaten Kota a. Pajak Hotel, b. Pajak Restoran, c. Pajak Hiburan, d. Pajak Reklame, e. Pajak Penerangan Jalan, f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, g. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan Selain yang dibahas diatas, dalam parktek sering dikenakan pungutan yang disebut sumbangan wajib. Sumbangan wajib biasanya tidak memiliki kejelasan balas jasa maupun imabalanya. Sumbangan atau sumangan wajib yang didasarkan

11

atas ketentuan yang sah dan hasilnya masuk ke kas negara maka pungutan tersebut merupakan pungutan yang legal.

2.3 Dasar Hukum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Undang-undang No. 10/1994 Undang-Undang Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. Pasal 4 ayat (2). Atas Pengasilan berupa bungan deposito dan tabungan dan tabungan-tabungan lainya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harat berupa tanah dan atau tabungan serta pengasilan tertentu lainya, pengenaan pajaknya diatur dengan peraturan pemerintah. Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Undang-undang nomor: 7 tahun 1991tentang perubahan atas undangundang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan Undang-undang nomor 46 tahun 1994 tentang pembayaran pajak penghasilan bagi orang pribadi yang bertolak keluar negri UUD 1945 pasal23 ayat (2): segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang UU No. 6 Tahun 1983 ttg KUP jo. UU No. 9/1994 UU No. 6 Tahun 1983 ttg KUP jo. UU No. 9/1994

12

UU No. 8 Tahun 1983 ttg PPN jo. UU No. 11/1994 UU No. 12 Tahun 1985 ttg PBB sbg diubah dengan UU no. 12 Tahun 1994

UU No. 13 Tahun 1985 ttg Bea Materai UU No. 21 Tahun 1997 ttg BPHTP sbg diubah dengan UU No. 20 tahun 2007

2.4 Manfaat Pajak Sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga atau keluarga, perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan pos-pos pengeluaran. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan menggunakan uang yang berasal dari pajak. Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak. Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan.

13

Disamping fungsi budgeter (fungsi penerimaan) di atas, pajak juga melaksanakan fungsi redistribusi pendapatan dari masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi yang lebih tinggi kepada masyarakat yang kemampuannya lebih rendah. Oleh karena itu tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya secara baik dan benar merupakan syarat mutlak untuk tercapainya fungsi redistribusi pendapatan. Sehingga pada akhirnya kesenjangan ekonomi dan sosial yang ada dalam masyarakat dapat dikurangi secara maksimal.

14

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Perlakuan PPh atas keuntungan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan terhadap wajib pajak orang pribadi menimbulkan ketidakadilan bagi wajib pajak orang pribadi biasa. Yang dimaksud dengan wajib pajak orang pribadi biasa adalah mereka yang tidak melakukan kegiatan usaha jual-beli hak atas tanah dan/atau bangunan. Wajib pajak kelompok ini akan memikul beban pajak yang lebih besar dari pada mereka yang mempunyai usaha pokok jual beli hak atas tanah dan/atau bangunan. Undang-undang PPh hanya mengatur bahwa kerugian yang boleh dibebankan sebagai biaya adalah: 1. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (Pasal 6 ayat (1) huruf d) 2. 3. kerugian dari selisih kurs mata uang asing (Pasal 6 ayat (1) huruf e) piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih sepanjang memenuhi persyaratan tertentu Pasal 6 ayat (1) huruf h Ketentuan diatas belum mencakup hak wajib pajak untuk membebankan kerugian yang diderirta karena bencana alam oleh karena itu perlu dipertimbangkan untuk memperluas cakupan Pasal 6 sehingga mencakup kerugian yang diderita karena bencana dimaksud.
14

15

Pengertian-pengertian dan pemahaman mengenai pajak seperti diatas yang perlu terus disosialisasikan kepada masyarakat lewat kampanye sadar pajak dalam berbagai bentuknya, seperti seminar, diskusi, penataran, lokakarya, simulasi, dan bentuk aktifitas lainnya Dengan upaya ini diharapkan tumbuhnya apresiasi positif masyarakat terhadap pajak yang pada akhirnya sampai pada suatu keinsyafan bahwa sadar pajak merupakan kunci pembangunan.

3.2 Saran Sebaiknya perlakuan pajak atas pengalihan harta dimaksud diubah dengan mengenakan pajak final terhadap wajib pajak orang pribadi yang tidak mempunyai usaha, sedangkan wajib pajak orang pribadi yang kegiatan usahanya adalah pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenai pajak dengan tarif umum. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan perlakuan PPh dimaksud perlu dipikirkan dan ditentukan dokumen-dokumen yang dapat diterima oleh fiskus.Pembebanan kerugian atas harta yang tidak dapat atau tidak boleh disusutkan mungkin dapat dilakukan seperti pembebanan penyusutan atau amortisasi, artinya tidak dibebankan sekaligus. Hal ini perlu dipikirkan agar perlakuannya juga seimbang dari sudut pandang Undang-undang PPh. Di samping itu perlu dipikirkan untuk mengatur prosedur atas penyesuaian setoran PPh dalam tahun berjalan bagi wajib pajak yang mengalami bencana. Wajib pajak yang masuk dalam kategori ini perlu mendapatkan perlakuan yang favourable dengan

16

tujuan agar usahanya dapat bangkit kembali sehingga pada gilirannya akan meningkatkan kembali setoran PPh-nya seperti sebelum terjadinya bencana. Banyaknya tokoh dari berbagai kalangan dan profesi yang terbukti mangkir membayar Pajak Penghasilan (PPh) merupakan contoh buruk bagi masyarakat wajib pajak secara keseluruhan. Oleh karena itu, keteladanan dalam hal penunaian kewajiban pajak perlu mendapat perhatian tersendiri. Keteladanan ini tentu saja harus dimulai dari jajaran pemerintah sendiri sebagai pengelola pajak. Jika pemerintah mampu memberikan teladan dan juga diikuti tokoh-tokoh dan public figur lainnya, agaknya masyarakat akan lebih mudah untuk menyadari betapa pentingnya pajak bagi kehidupan dan masa depan negaranya. Sebaliknya, jika pemerintah, para pemimpin, dan tokoh-tokoh populis sudah memperlihatkan keingkarannya terhadap kewajiban pajak ini, masyarakat di bawah akan lebih sulit lagi tersadarkan untuk membayar pajak.

17

DAFTAR PUSTAKA Soemitro, Rochmat. 1992. Pengantar Singkat Hukum Pajak, PT Eresco, Bandung Muqodim, 2000. Perpajakan Buku Satu, UII Press dan Ekonesia , Jogyakarta Brotodiharjo Santoso R, 1993. Pengantar Ilmu Hukum Pajak, PT Eresco, Bandung Burton, Richard dan Ilyas Wirawan B. 2001. Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta Alrasid,Harun. Naskah UUD 1945, 2003. Universitas Indonesia, UII Press Hostaritua, Situmorang. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Pandiangan, Liberti. 2002. Undang-Undang Perpajakan Indonesia,Erlangga, Soemitro, Rocmat.1991. Pajak Ditinjau Dari SegiHukum, PT Eresco, Bandung

17

18

KELAS : AKUNTANSI A

MATERIALITAS DAN RESIKO AUDIT

Diajukan guna memenuhi tugas dalam mata kuliah PERPAJAKAN Disusun Oleh: HASMIRA 10.12.053 Dosen: Sultan Syah SE.,MM,Akt.

SEKOLAH TINGGI EKONOMI (STIE) TRIDHARMA NUSANTARA MAKASSAR 2013

19

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, pada akhirnya dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul Sistem Perpajakan dan Pengaruhnya Pada Perekonomian di Indonesia ini dengan baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perpajakan. penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan Makalah ini terdapat kekurangan baik dari segi materi maupun teknik penulisan. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya masukan dan kritik serta saran yang membangun untuk kekurangan yang ada. Penulis tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih dan semoga Allah SWT memberikan kebaikan dan rakhmat bagi kita semua. Segala kesalahan, keterbatasan dan kekurangan dalam bentuk apapun yang mungkin ada dalam laporan tugas ini, penulis memohon maaf, kiranya dapat dimaklumi dengan bijaksana.

Makassar, April 2013

Penulis

20

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .............................................................................. DAFTRA ISI ............................................................................................. BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1.2 Perumusan Masalah ............................................................................ 1.3 Tujuan dan Manfaat ............................................................................ 1.3.1 1.3.2 BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 2.1 Pengertian Pajak .................................................................................. 2.2 Jenis Pajak ........................................................................................... 2.3 Dasar Hukum Pajak............................................................................. 2.4 Manfaat Pajak...................................................................................... BAB III PENUTUP ................................................................................................. 3.1 Kesimpulan ......................................................................................... 3.2 Saran .................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
ii

i ii

1 1 3 3 3 4

Tujuan ........................................................................................... Manfaat .........................................................................................

5 5 6 11 12

14 14 15 17

You might also like