You are on page 1of 10

16 2.2. Parasit Pada Ikan Air Tawar 2.2.1.Ektoparasit a. Argulus sp.

(kutu ikan) Penyakit kutu ikan disebabkan oleh Argulus sp. Argulus atau kutu ikan merupakan ektoparasit yang menempel pada bagian luar tubuh ikan. Parasit ini termasuk filum Arthropoda, kelas Crustacea, famili Arguilidae, genus Argulus, dan spesies Argulus sp. Ada beberapa spesies Argulus sp. yang dikenal diantaranya Argulus indicus, A. siamensis, dan A. foliaceus (Ghufran, 2004). Menurut Ghufran (2004), Argulus berbentuk pipih dan bagian dorsal dilindungi oleh karapas yang menutupi hampir sebagian tubuhnya. Bagian sisi karapas ini dapat digerakan ke atas dan ke bawah seperti sayap. Pada bagian anterior terdapat dua pasang antena, sepasang mata majemuk, mulut, organ penghisap dan maxilla yang pada ujung-ujungnya terdapat pengkait berfungsi untuk mengkaitkan diri pada inangnya. Bagian posterior tediri dari 3 segmen yang masing-masing berhubungan dengan sepasang kaki renang. Bagian perut tidak terlihat jelas, berbentuk seperti ekor. Gejala klinis yang ditimbulkan saat ikan terserang Argulus sp. yaitu perubahan tingkah laku pada ikan antara lain berenang pasif / tidak normal, sering menggesek- gesekkan tubuhnya pada dinding, selera makan menurun, pendarahan pada sirip ekor, kondisi tubuh terdapat luka baik pada permukaan tubuh maupun sirip ikan dan serangan parasit ini biasanya diikuti oleh infeksi sekunder jamur dan bakteri. Infeksi sekunder inilah yang kemudian

mengakibatkan kematian massal (Ghufran, 2004).

17

Gambar 11. Argulus sp. (www.dnr.state.md.us, 2005) b. Epistylis sp. Parasit ini termasuk dalam Filum ciliophora, Kelas Oligohymenophorea, Ordo Sessile, Famili Epistylididae, Genus Epistylis, Spesies Epistylis sp.

Penyakit epistiliasis disebabkan oleh parasit Epistylis sp. Epistylis sp. adalah protozoa yang menyerang ikan air tawar, air payau, dan ikan-ikan laut budidaya, termasuk udang windu dan udang galah. Ikan air tawar yang sering diserang parasit ini adalah ikan mas, gurami, tambakan, lele, tawes, nila, mujair, nilem. Sedangkan ikan laut yang diserang parasit adalah kakap putih dan kakap merah (Ghufran, 2004). Epistylis sp. merupakan protozoa bertangkai dan memiliki bulu getar. Pada dasarnya merupakan protozoa yang hidup bebas dengan melekat pada tanaman air. Pada kondisi kualitas air kaya akan bahan organik, maka Epistylis sp. dapat berubah menjadi agensia penyakit (Irianto, 2005). Ikan yang terserang mula-mula memperlihatkan gejala:flashing yaitu tubuhnya bergerak secara berkelambat dan memantulkan cahaya biasanya saat menjelang tengah hari atau malam hari. Parasit ini melakat di permukaan tubuh

18 ikan yaitu kulit dan insang, sehingga menimbulkan kerusakan pada bagian yang ditempeli tersebut. Infeksi berat biasanya diikuti oleh infeksi sekunder oleh bakteri dan jamur sehingga biasanya terjadi pendarahan (Ghufran, 2004).

Gambar 12. Epistylis sp. (protist.i.hosei.ac.jp, 2010) c. Dactylogyrus sp. Dactylogyrus sp. digolongkan ke dalam phylum Vermes, subphylum Platyhelmintes, kelas Trematoda, ordo Monogenea, famili Dactylogyridae, subfamily Dactylogyrinae, genus Dactylogyrus dan spesies Dactylogyrus sp. (Gusrina, 2008). Pada bagian tubuhnya terdapat posterior haptor. Haptornya ini tidak memiliki struktur kutikular dan memiliki satu pasang kait dengan satu baris kutikular, memiliki 16 kait utama, satu pasang kait yang sangat kecil. Dactylogyrus sp. mempunyai ophistapor (posterior suker) dengan 1 2 pasang kait besar dan 14 kait marginal yang terdapat pada bagian posterior. Kepala memiliki 4 lobe dengan dua pasang mata yang terletak di daerah pharynx (Gusrina, 2008). Penyakit dactylogiriasis disebabkan oleh Dactylogyrus sp. Organisme

parasit ini tergolong cacing monogenea. Cacing ini bentuknya pipih dan pada

19 ujung badannya dilengkapi dengan alat yang berfungsi sebagai pengkait dan alat penghisap darah. Dactylogyrus sp. menghasilkan telur berwarna coklat muda (Ghufran, 2004). Dactylogyrus sp. sering menyerang pada bagian insang ikan. Ikan yang diserang parasit ini biasanya akan menjadi kurus dan kulitnya tidak kelihatan bening lagi. Kulit juga terlihat pucat, bintik-bintik merah dibagian kulit tertentu, produksi lendir tidak normal, dan pada sebagian atau seluruh tubuh berwarna lebih gelap, sisik dan kulit terkelupas, proses respirasi dan osmoregulasi terganggu (ikan terlihat megap-megap seperti kekurangan oksigen), sel darah putih berlebihan, juga sering terlihat ikan menggosok-gosokkan badanya ke dasar atau pematang kolam (Ghufran, 2004).

Gambar 13. Dactylogyrus sp. (t3.gstatic.com, 2010) d. Gyrodactylus sp. Menurut Ghufran (2004), Gyrodactilus sp. digolongkan kedalam phylum Vermes, subphylum Platyhelmintes, kelas Trematoda, ordo Monogenea, famili Gyrodactylidae, subfamily Gyrodactylinae dan genus Gyrodactilus, spesies Gyrodactylus sp.. Penyakit gyrodactiliasis disebabkan oleh parasit Gyrodactylus sp. yang tergolong cacing monogenea. Cacing ini juga bentuknya pipih dan pada ujung

20 badannya dilengkapi dengan alat yang berfungsi sebagai pengait dan alat penghisap darah. Gyrodactylus sp. tergolong vivipar (Ghufran, 2004). Menurut Gusrina (2008), Gyrodactylus sp. biasanya sering menyerang ikan air tawar, payau dan laut pada bagian kulit luar dan insang. Parasit ini bersifat vivipar dimana telur berkembang dan menetas di dalam uterusnya. Memiliki panjang tubuh berkisar antara 0,5 0,8 mm, hidup pada permukaan tubuh ikan dan biasa menginfeksi organ-organ lokomosi hospes dan respirasi. Larva berkembang di dalam uterus parasit tersebut dan dapat berisi kelompok-kelompok sel embrionik. Gyrodactylus sp. biasanya menyerang kulit dan sirip ikan. Ikan yang terserang gejalanya dapat dikenali dari insang pucat dan bengkak sehingga operkulum terbuka, ikan terlihat berkumpul pada pintu masuk air. Telangiectasis pada insang, produksi lender berlebihan, pertumbuhan ikan terhambat, nafsu makan ikan berkurang kandungan sel darah putih berlebihan, tingkah laku ikan tidak normal, dan berenang tidak normal (Ghufran, 2004).

Gambar 14. Gyrodactilus sp. (www.phsource.us, 2010) e. Trichodina sp. Trichodina sp. digolongkan ke dalam kingdom animalia, filum Ciliophora, kelas Olygohymenephorea, genus Trichodina dan spesies Trichodina sp. Bentuk

21 parasit ini bundar seperti topi, berukuran lebih 100 mikron. Dengan bantuan mikroskop Trichodina sp. terlihat berbentuk lingkaran transparan dengan sejumlah silia (cilia) yang menempel di sekeliling lingkaran. Pada tubuh bagian bawah terdapat lingkaran pelekat (adhesive disk) untuk melekatkan dirinya ke tubuh ikan atau dengan benda-benda lainnya (Ghufran, 2004). Jenis parasit ini berbentuk seperti setengah bola dengan bagian tengah (dorsal) cembung, sedangkan mulut pada bagian ventral. Pada bagian mulut dilengkapi alat penghisap dengan dilengkapi suatu alat dari chitine yang melingkari mulut. Alat chitine ini berbentuk seperti jangkar (anchor). Gejala adanya serangan parasit ini adalah pendarahan pada kulit ikan, pucat, ikan berlendir banyak (Irianto, 2005) Menurut Van Duijn (1967), Trichodina dan Cylocchaeta merupakan spesies yang sama sebab bentuknya tidak berbeda. Namun, ada hasil yang memisahkanya menjadi dua genus dari famili Urceolaridae. Parasit ini menempel di bagian kulit, sirip, dan insang serta menyebabkan iritasi. Semua jenis ikan air tawar dapat terserang parasit ini. Begitu juga ikan-ikan laut budidaya, seperti kakap, kerapu, baronang, bandeng, kuwe, dan ikan ketang-ketang (Ghufran, 2004). Gejala ikan yang terserang penyakit ini antara lain terdapat bintik-bintik putih terutama di bagian kepala punggung, nafsu makan ikan hilang, ikan menjadi sangat lemah, produksi lendir bertambah sehingga tubuh ikan nampak mengkilat, pada tubuh bagian luar sering dijumpai pendarahan, warna tubuh ikan kusam, sering terlihat ikan menggosok-gosokkan tubuhnya pada dinding (Ghufran, 2004).

22

Gambar 15. Trichodina (t3.gstatic.com, 2009) f. Ichthyophthirius multifiliis I. multifiliis adalah jenis parasit yang digolongkan kedalam phylum Protozoa,subphylum Ciliophora, kelas Ciliata, subkelas Holotrichia, Ordo Hymenostomatida, famili Ophryoglenia, genus Ichthyophthirius dan spesies Ichtyophthirius multifiliis. (Hoffman, 1967). Penyakit bintik putih atau white spot disebabkan oleh jenis protozoa I. multifiliis. I. multifiliis termasuk protozoa yang sering menimbulkan penyakit pada ikan air tawar, baik ikan konsumsi maupun ikan hias. Protozoa ini mempunyai ukuran relatif kecil, sehingga tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Pada tubuh ikan yang terserang protozoa ini akan terbentuk bintik-bintik putih berdiameter antara 0,5-1 mm sehingga penyakit ini disebut white spot . bintik putih ini sebenarnya merupakan koloni dari puluhan sampai ratusan I. multifiliis (Ghufran, 2004). I. multifiliis merupakan protozoa berbulu getar, parasit obligat pada ikan tawar yang harus menemukan inang baru dalam 48 jam. Stadium trovozoitnya (tropozoit) dapat memiliki diameter hingga 100 mm, berbulu getar (cilia) dan

23 memiliki nukleus yang berbentuk tapal kuda. I. Multifilis dikenal sebagai penyebab penyakit bintik putih atau ich. Penyakit ich sangat menular dan menyebar dengan cepat (Irianto, 2005). Serangan I. multifiliis. Umumnya terjadi pada musim hujan ketika temperatur turun menjadi 20-24 C. sedangkan pada musim kemarau serangannya bersifat sporadik. Bagian tubuh ikan yang paling sering diserangnya adalah bagian eksternal, terutama lapisan lendir kulit, sirip, dan insang. Jika sudah menyerang insang, protozoa ini akan merusak fungsi insang sehingga proses pertukaran gas (oksigen, karbondioksida dan amonia) menjadi terhambat (Ghufran, 2004). Menurut Ghufran (2004), Ikan yang terserang penyakit ini biasanya menjadi malas berenang dan cenderung mengapung dipermukan air. Terlihat adanya bintik-bintik putih, terutama di bagian sirip, tutup insang, permukaan tubuh, dan ekor. Ikan sering terlihat ikan menggosok-gosokkan tubuhnya pada dinding. Timbul pendarahan pada sirip dan insang. Pada penyerangan yang berat dan massal terlihat ikan berkumpul dan megap-megap di sekitar air masuk atau permukaan air. Biasanya memperlihatkan gejala flashing, yaitu ikan yang bergerak secara berkelabat dan memantulkan cahaya biasanya saat menjelang tengah hari atau malam hari. Tubuh ikan juga memperlihatkan iritasi dan melompat-lompat di permukaan.

Gambar 16 . Ichthyophthirius multifiliis (aqua.intervet.com, 2010)

24 2.2.2.Endoparasit a. Cacing Cestoda Cacing cestoda merupakan kingdom Animalia, subkingdom Eumetozoa,

filum Platyzoa, subfilum Platyhelminthes, kelas Cestoda. Penyakit cacing cestoda disebabkan oleh organisme cacing cestoda jenis Lytocestus sp. Cacing ini adalah jenis cacing pita yang mempunyai satu atau lebih induk perantara. Cacing cestoda mempunyai kepala dengan organ-organ pelekat (sucker atau disk). Di dalam inang perantara terdapat larva yang dapat ditemukan dalam otot atau di dalam rongga tubuh. Pada tempat terakhir, parasit tersebut dapat menyebabakan penyakit bengkok pada ikan mas, baik ikan mas konsumsi maupun ikan mas hias (koi dan koki) (Ghufran,2004). Tubuh terdiri dari segmen berurutan (proglottids). Jumlah dari proglottids disebut strobila yang tipis dan menyerupai plester. Dari sini berasal nama "cacing pita" umum. Seperti beberapa cacing pipih lainnya, cestoda menggunakan sel-sel api (protonephridia), terletak di proglottids, untuk ekskresi (Ghufran, 2004). Ikan yang terserang penyakit ini gejalanya dapat dikenali sebagai berikut : ikan menjadi kurus, nafsu makan berkurang proses metabolisme ikan terganggu, pada serangan berat produksi darah putih meningkat dan cestoda dewasa berada pada usus sehingga mengganggu pada saat absorsi makanan (Ghufran, 2004).

25

Gambar 17. Cestoda (www.curryguide.com, 2010) b. Trematoda (Cacing darah) Penyakit cacing darah disebabkan oleh penyakit jenis Saguinicola Inermis. Cacing ini tergolong dalam kelompok metazoa filum Digenea (Trematoda). Siklus hidupnya melibatkan molusca sebagai inang perantara, sedangkan cacing dewasa hidup di dalam pembuluh darah inang (ikan). Serangan S. inermis dapat menyebabkan pembekuan darah (thrombosis) dan tersumbatnya pembuluh kapiler insang yang di akibatkan oleh telur-telurnya. Jika terjadi serangan secara besarbesaran biasanya ikan mengalami pendarahan, nekrosis, dan akhirnya mati (Ghufran, 2004).

Gambar 18. Trematoda (3.bp.blogspot.com, 2010)

You might also like