You are on page 1of 20

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya alam, berupa tanah, air, udara, dan sumberdaya alam lain yang termasuk ke dalam sumberdaya alam yang diperbaharui maupun tidak diperbaharui. Namun demikian harus disadari bahwa sumberdaya alam yang diperlukan mempunyai keterbatasan dalam banyak hal, yaitu keterbatasan tentang ketersediaan menurut kuantitas, kualitas, ruang dan waktu. Oleh sebab itu diperlukan pengelolaan sumberdaya alam yang baik dan bijaksana. Lingkungan dan manusia mempunyai keterkaitan yang erat. Hal ini dapat terlihat dari aktivitas yang dilakukan manusia ditentukan oleh keadaan lingkungan di sekitarnya. Keberadaan sumberdaya alam, air, tanah dan sumberdaya yang lain menentukan aktivitas manusia sehari-hari. Manusia tidak dapat hidup tanpa udara dan air. Sebaliknya ada pula aktivitas manusia yang sangat mempengaruhi keberadaan sumberdaya dan lingkungan di sekitarnya. Kerusakan sumberdaya alam banyak ditentukan oleh aktivitas manusia. Banyak contoh kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti pencemaran udara, air, tanah serta kerusakan hutan yang tidak terlepas dari aktivitas manusia sehingga pada akhirnya akan merugikan manusia itu sendiri. Pembangunan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak dapat terhindarkan dari penggunaan sumberdaya alam, namun eksploitasi sumberdaya alam yang tidak mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan mengakibatkan merosotnya kualitas lingkungan. Banyak faktor yang menyebabkan kemerosotan kualitas lingkungan serta kerusakan lingkungan yang dapat diidentifikasi dari pengamatan di lapangan.

Hingga saat ini upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi permasalahan pencemaran dan pengelolaan lingkungan hidup belum sepenuhnya terealisasikan dengan baik. Dari uraian tersebut penulis ingin mengetahui kebijakan seperti apa yang sesuai untuk mengatasi permasalahan lingkungan hidup. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah yang akan dikaji adalah sebagai berikut : 1. Apa-apa saja permasalahan yang ada di bidang pengelolaan sumber daya alam? 2. Pengertian dan penggolongan Sumber Daya Alam? 3. Bagaimana kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah dalam mengatasi permasalahan dan pengelolaan lingkungan hidup? 4. Bagaimana peranan pemerintah seharusnya dalam menerapkan kebijakan yang telah dibuat? 1.3 Tujuan Penulisan Tujuan dari kajian dalam makalah ini adalah : 1. Mengetahui konsep Sumber Daya Alam 2. Mengetahui Penggolongan dari sumber daya alam. 3. Mengetahui cara pengelolaan Sumber Daya Alam yang baik. 4. Mengetahui kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dalam mengatasi permasalahan pencemaran dan pengelolaan lingkungan hidup. 5. Mengetahui peranan pemerintah dalam menerapkan kebijakan yang dibuat.

BAB II ISI 2.1 Pengertian Sumber Daya Alam Sumber daya alam adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang ada di sekitar alam lingkungan hidup kita. Sumber daya alam bisa terdapat di mana saja seperti di dalam tanah, air, permukaan tanah, udara, dan lain sebagainya. Contoh dasar sumber daya alam seperti barang tambang, sinar matahari, tumbuhan, hewan dan banyak lagi lainnya. 2.2 Penggolongan Sumber Daya Alam A. Sumber daya alam berdasarkan jenis : Sumber Daya Alam Hayati / Biotik adalah sumber daya alam yang berasal dari makhluk hidup. contoh : tumbuhan, hewan, mikro organisme, dan lain-lain Sumber Daya Alam Non Hayati / Abiotik adalah sumber daya alam yang berasal dari benda mati. contoh : bahan tambang, air, udara, batuan, dan lain-lain B. Sumber daya alam berdasarkan sifat pembaharuan : sumber daya alam yang dapat diperbaharui / renewable yaitu sumber daya alam yang dapat digunakan berulang-ulang kali dan dapat

dilestarikan. contoh : air, tumbuh-tumbuhan, hewan, hasil hutan, dan lain-lain sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui / non renewable ialah sumber daya alam yang tidak dapat di daur ulang atau bersifat hanya dapat digunakan sekali saja atau tidak dapat dilestarikan serta dapat punah. contoh : minyak bumi, batubara, timah, gas alam. Sumber daya alam yang tidak terbatas jumlahnya / unlimited contoh : sinar matahari, arus air laut, udara, dan lain lain. C. Sumber daya alam berdasarkan kegunaan atau penggunaannya: Sumber daya alam penghasil bahan baku adalah sumber daya alam yang dapat digunakan untuk menghasilkan benda atau barang lain sehingga nilai gunanya akan menjadi lebih tinggi. contoh : hasil hutan, barang tambang, hasil pertanian, dan lain-lain Sumber daya alam penghasil energy adalah sumber daya alam yang dapat menghasilkan atau memproduksi energi demi kepentingan umat manusia di muka bumi. misalnya : ombak, panas bumi, arus air sungai, sinar matahari, minyak bumi, gas bumi, dan lain sebagainya. 2.3 Permasalahan Sumber Daya Alam. DI SEKTOR MIGAS Masalah kebijakan tambang migas di Indonesia Minyak dan Gas Bumi (Migas), diyakini banyak kalangan sebagai komoditi tulang punggung ekonomi Indonesia hingga kini. Dilihat dari angka-angka, Migas memang berkontribusi paling tinggi dibanding sektor lain pada pendapatan (yang katanya) negara.

Kesalahan utama kebijakan dan orientasi pertambangan di Indonesia bermula dari UU No 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang diikuti penandatanganan kontrak karya (KK) generasi I antara pemerintah Indonesia dengan Freeport McMoran . Disusul dengan UU No 11 tahun 1967 tentang KetentuanKetentuan Pokok Pertambangan. Sejak saat itu, Indonesia memilih politik hukum pertambangan yang berorientasi pada kekuatan modal besar dan eksploitatif. Dampak susulannya adalah keluarnya berbagai regulasi pemerintah yang berpihak pada kepentingan pemodal. Dari kebijakan-kebijakannya sendiri, akhirnya pemerintah terjebak dalam posisi lebih rendah dibanding posisi pemodal yang disayanginya. Akibatnya, pemerintah tidak bisa bertindak tegas terhadap perusahaan pertambangan yang seharusnya patut untuk ditindak. Berbagai kasus korupsi di dunia pertambangan belum satupun yang diusut tuntas. Eufemisme justru sering digunakan untuk menyelamatkan Pertamina dari tuduhan korupsi seperti kasus mis-manajemen yang diungkap pada Habibie. Selain masalah korupsi, banyak masalah lain yang juga belum terungkap dalam penambangan Migas. Misal saja, hak menguasai negara yang diberikan secara mutlak pada PERTAMINA, proses lahirnya Production Sharing Contract (Kontrak Bagi Hasil/PSC) antara PERTAMINA dengan perusahaan multinasional, rencana investasi yang diatur oleh perusahaan multinasional. Production Sharing Contrac (Kontrak Bagi Hasil/PSC) Dalam usulan RUU Migas, pemerintah berkeinginan mengganti PSC dengan Kontrak Kerjasama, yang menyerupai Kontrak Karya dalam pertambangan umum. Padahal semua tahu model Kontrak Kerjasama ala Kontrak Karya, telah nyata-nyata merugikan bangsa yang dikeruk hasil alamnya oleh perusahaan tambang. Perdebatan menjadi tereduksi oleh bingkai penglihatan sistem kontrak, yang sangat diharapkan oleh investor. Ancaman besarnya modal yang akan masuk pada industri migas di Indonesia, juga menjadi tidak mendapatkan perhatian pemerintah. Padahal, dilihat dari rencana investasi yang sedang disiapkan oleh perusahaan multinasional dan campur tangan mereka lewat lembaga-lembaga keuangan internasional dalam kebijakan negara,

adalah ancaman serius yang patut diperhatikan semua pihak. Perang saudara di Angola adalah satu contoh terparah akan betapa buruknya intervensi perusahaan multinasional pada keutuhan negara. Isu lingkungan hidup merupakan isu yang sangat marjinal di kalangan politisi dan pemerintah. Seolah-olah aktivitas industri migas dilakukan di wilayah hampa kepemilikan dan kebal polusi. Padahal berbagai kasus menunjukan isu ini menjadi pemicu lahirnya perlawanan rakyat, seperti kasus Aceh, Riau dan Kaltim. Kasus Mobil Oil yang sudah lama disengketakan orang Aceh, masih juga belum cukup jadi referensi bagi pengambil kebijakan untuk mengubah susbstansi dan perilaku kebijakan. Negara secara semena-mena mereduksi perlawanan rakyat atas ketidakadilan menjadi persoalan perimbangan keuangan semata. DI SEKTOR KEHUTANAN Kawasan hutan lindung/konservasi yang saat ini benar-benar sudah terancam keberadaannya diantaranya hutan lindung Pulau Gag-Papua yang sudah resmi menjadi lokasi proyek PT Gag Nickel/BHP, Tahura Poboya-Paneki oleh PT Citra Palu Mineral/Rio Tinto, Palu (Sulteng) dan Taman Nasional Meru Betiri di Jember Jawa Timur oleh PT Jember Metal, Banyuwangi Mineral dan PT Hakman. Belum lagi ancaman terhadap kawasan konservasi lainnya yang hampir semuanya dijarah oleh perusahaan tambang, seperti ; Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi tengah oleh PT. Mandar Uli Minerals/Rio Tinto, Taman Nasional Kerinci Sebelat oleh PT. Barisan Tropikal Mining dan Sari Agrindo Andalas; Kawasan Hutan lindung Cagar Alam Aketajawe dan Lalobata, Maluku Tengah oleh Weda Bay Minerals; Hutan lindung Meratus Kalimantan Selatan oleh PT. Pelsart Resources NL dan Placer Dome; Taman Nasional Wanggameti oleh PT. BHP; Cagar Alam Nantu oleh PT. Gorontalo Minerals; dan Taman Wisata Pulau Buhubulu, oleh PT. Antam Tbk. Terjadi perubahan luas kawasan hutan karena eksploitasi hutan tropis Indonesia secara besar-besaran, dipacu dengan UU No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Kehutanan. Sejalan itu pula, diterbitkan UU No. 1 Tahun 1967

tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan UU No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), yang memberi ruang bagi para investor menanamkan modalnya di Indonesia. Selanjutnya diikuti dengan berbagai kebijakan yang memungkinkan para pengusaha besar kroni Orde Baru menguasai dan membabat hutan untuk membesarkan modalnya, misalnya PP No. 21 Tahun 1970 tentang Pengusahaan Hutan, PP No. 7 Tahun 1990 tentang Hutan Tanaman Industri, dan peraturan lainnya yang secara nyata tidak berpihak kepada Struktur penguasaan kekayaan sumber daya alam di Indonesia banyak didominasi oleh pengusaha besar dengan kekuatan kapitalnya. Mereka dapat menguasai kawasan hutan, lahan dan pertambangan serta mengeksploitasinya sampai jutaan hektar luasnya dan puluhan tahun masa konsesinya. Sementara masyarakat setempat yang hidupnya mengandalkan sumber daya lahan tersebut secara turun temurun sebelum negara berdiri, nasibnya justru menjadi sengsara. Ketidakadilan distribusi penguasaan sumber daya alam ini sebagai basis konflik sosial yang riil terjadi dalam kehidupan rakyat. Ketimpangan pembangunan yang paling serius justru terjadi pada sub sektor kehutanan, antara pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dengan rakyat. Eksploitasi yang dilakukan para pemegang HPH sangat fantastis dalam rentang 10 tahun terakhir. Data memperlihatkan bahwa produksi kayu bulat mencapai 260,58 juta meter kubik, kayu gergajian 35,84 juta meter kubik, dan kayu lapis 98,052 juta meter kubik. Di sisi lain, ekspor kayu lapis Indonesia dalam 5 tahun terakhir mencapai 56,06 juta m3 dengan nilai devisa 18,73 milyar US$. Sayangnya, nilai devisa itu tidak dinikmati oleh rakyat, tidak juga oleh Pemerintah Daerah. Studi Walhi (1994) menunjukkan 85% keuntungan sektor kehutanan langsung dinikmati oleh para pengusaha, sementar sisanya oleh Pemerintah Pusat. Tampak jelas bahwa hasil eksploitasi bukan untuk rakyat. Indikator ini dapat dilihat dari tenaga kerja yang terlibat dalam usaha perkayuan pada HPH terbilang sangat kecil, yakni hanya 153.438 orang pada tahun 1997. Sementara di pihak lain, ada sekitar 20 juta jiwa rakyat yang mengharapkan hidupnya dari sumber daya hutan mengalami kemiskinan

yang berkepanjangan. Bahkan akibat kebakaran hutan dan lahan 1997-1998, mereka mengalami proses pemiskinan antara 40-73 persen dibandingkan sebelum kebakaran. Selama beberapa dasawarsa, penguasa Indonesia mendorong pertumbuhan ekonomi dengan mengorbankan lingkungan dan kehidupan masyarakat setempat yang berkelanjutan. Sikap ini tidak lepas dari dukungan pemerintah negara-negara Utara, program bantuan internasional dan perusahaan-perusahaan asing. Atas nama pembangunan hutan dirusak dan laut, sungai dan tanah tercemar. Masyarakat harus mengalah kepada HPH, HTI, pertambangan, pembangkit listrik dan proyek berskala besar lainnya. Ironisnya, keuntungan yang diperoleh hanya dinikmati oleh segelintir orang, kelompok elit yang kaya dan penanam modal internasional. Contoh kasus permasalahan Sumber Daya Alam Di Selat Madura, wilayah kecamatan Kenjeran Surabaya, pernah terdapat aktivitas penambangan pasir laut. Aktivitas ini melibatkan sejumlah perusahaan. Awalnya masyarakat tidak merasakan dampak signifikan dari pengerukan ini. Namun, sejak PT Gora Gahana melakukan penambangan pasir laut, mereka mulai merasakan dampak negatif aktivitas tersebut. Dampak pertama yang mereka rasakan adalah kerusakan wilayah tangkap ikan mereka yang dikenal dengan Petorosan. Nelayan Kedungcowek lazim memiliki petorosan yang berfungsi untuk perangkap ikan yang dipasang di berbagai tempat di wilayah laut Selat Madura. Nelayan di wilayah Kedung Cowek dapat dibedakan menjadi tiga tipe nelayan. Pertama, Nelayan Petorosan: nelayan yang mencari ikan dengan membuat sejenis perangkap jaring yang dipasang pada beberapa kayu kelapa yang ditancapkan ke dasar laut. Kedua, Nelayan Jala: yaitu nelayan yang mencari ikan dengan alat jaring, dan Ketiga, Nelayan pencari Kerang: nelayan yang mencari kerang dengan cara menyelam ke dasar laut. Nelayan tipe ketiga ini sangat bergantung dengan kondisi tanah lumpur dan pasir didasar laut.

Beroperasinya PT Gora Gahana pada 1991 diawali dengan mempekerjakan beberapa warga untuk membuat bagan sebagai alat mengukur ketebalan pasir yang akan ditambang pada dua tahun sebelumnya. Warga tidak pernah dimintai persetujuan aktivitas ini. Padahal wilayah operasi perusahaan meliputi area petorosan milik warga. Dan untuk meminimalisir keresahan warga, perusahaan memberikan kompensasi kepada sekitar 30 nelayan petorosan. Namun, inilah yang kemudian semakin memicu kemarahan warga. Kapal perusahaan yang beraktivitas didatangi dan dihentikan aktivitasnya. Jumlah nelayan petorosan yang sejumlah 100 orang dan dengan tidak diberi penggantian secara merata membuat kecemburuan satu dengan lainnya. Pada tahun 2002 warga kembali mendengar adanya rencana penambangan pasir oleh perusahaan yang sama, namun tanpa sebab yang jelas rencana ini tidak terealisasi. Selanjutnya pada tahun 2005 terjadi kembali rencana penambangan. Sosialisasi yang dilakukan, hanya pada tingkat kelurahan dan tidak diteruskan kepada warga. Trauma akan dampak penambangan pada puluhan tahun sebelumnya menjadi dasar warga untuk menolak rencana ini. Namun, adanya peluang mendapatkan sejumlah kompensasi dari perusahaan menjadikan beberapa nelayan mendukung rencana ini. Beberapa dampak yang dirasakan warga terkait dengan penambangan antara lain: Pertama, populasi biota laut terutama ikan di Selat Madura menurun akibat banyaknya tempat-tempat berkembang biak ikan yang rusak. Hal ini mengurangi penghasilan karena jumlah ikan tangkapan yang menurun. Kedua, Nelayan harus menempuh jarak lebih jauh untuk mendapatkan ikan yang membutuhkan biaya bahan bakar berlipat hingga 4 kali dari masa sebelumnya. Ketiga, Nelayan harus masuk ke wilayah tangkap nelayan wilayah lain yang untuk itu membutuhkan biaya keamanan bagi nelayan di wilayah lain.

Keempat, pengerukan mengakibatkan pasir tempat berkembang biak kerang menjadi rusak karena baik pasir maupun kerangnya tersedot. Kelima, petorosan banyak yang rusak. Padahal pembuatan satu petorosan menelan biaya jutaan rupiah. Keenam, hilangnya pasir laut mengakibatkan tergerusnya tanah permukiman yang berbatasan langsung denga laut. Sekurangnya empat juta rupiah dikeluarkan oleh warga dusun Nambangan dan Cumpat untuk memperbaiki tanggul. 2.4 Pengelolaan dan Kebijakan dalam Mengatasi Permasalahan SDA Lingkungan sebagai system sumber daya alam digunakan untuk 5 macam kiblat layanan pokok: 1. Bertujuan ekstraktif (penggalian dan penambangan) 2. Sumber masukan untuk proses produksi hayati 3. Menyediakan ruang 4. Sumber daya gen dan cagar peninggalan alam 5. Sanitasi dan Penyehatan Kiblat layanan ini bermacam-macam ini saling meniadakan menurut

pendudukan ruang. Ketiadaan kompabilitas ruang antar kiblat layanan menjadi akar perbenturan penggunaan lingkungan yang sering kali berkembang menjadi sangat sengit, mengarah kepembangunan wilayah yang tidak berkelanjutan . Persaingan ruang bahkan timbul pula antar bentuk pengguna didalam kiblat layanan yang sama misalnya antara pertanaman industri. Untuk meredakan perbenturan kepentingan manfaat lingkungan berkiblat kepada 4 asas : 1. Kemantapan
10

pangan dan hutan , antar perumahan dan kawasan

2. Kefaedahan optimum bagi berbagai kepentingan dengan imbangan adil. 3. Keterpaduan pengembangan menurut konsep saling bernasabah antar bagian lingkungan, membentuk suatu persinambungan khususnya antara bagian huluu yang berlaku sebagai daerah atasan dan bagian hilir yang berlaku bagi daerah bawahan 4. Kelangsungan fungsi lindung dan produksi secara berkelanjutan berdasarkan kompatibilitas kinerja. Kebutuhan akan layanan yang hendaknya di jalankan oleh lingkungan dapat berbeda daritempat ke tempat, dan dari waktu ke waktu. Perbedaan antar tempat sebagainya ditentukan oleh pandangan terhadap lingkungan dan sebagainya lagi ditentukan oleh apa yang disebut loka kesempatan (locus of opportunities), yaitu pilihan-pilihan yang tersediakan sehubungan dengan suatu pendapatan tertentu. Kesesuaian karena sa\saran ekonomi , keinginana social dan aspirasi politik bergantung pada waktu. Maka penggunaan lingkungan merupakan suatu konsep dinamis mengenai pendudukan lingkungan untuk suatu maksud tertentu, yang spesifikasinya bermatra ruang dan waktu. Fakta ini perlu diperhatikan pengelolaan lingkuangan. Penggunaan lingkungan dapat dipahami sebagai suatu pengaturan keruangan atau ketentuan mengenai pendudukan lingkuangan. Pertanaman lorong waduk untuk memasok air untuk irigrasi kepada daerah bawahannya , dan jalur-jalur hijau ,adalah contoh pengaturan ruangan penggunaan lingkungan.

Pengelolaan lingkungan tidak lain dari pada pengelolaan sumber daya secara terpadu. Sifat sumber daya menurut bahan penyusunnya dan menurut perilakunya pada penggunaan perlu diperhatikan dalam menetapkan cara pengelolaan lingkungan yang memadai. Oleh karena macam ,ketersediaan dan kemampuan sumber daya yang ada disuatu wilayah dapat berbeda dengan yang ada diwilayah lain, dan karena

11

kepentingan suatu sumber daya dapat berubah dari waktu

ke waktu, sistem

pengelolaan lingkungan perlu memiliki kekhasan waktu dan ruang. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan dan pencemaran serta pemulihan kualitas lingkungan telah menuntut dikembangkannya berbagai perangkat kebijakan dan program serta kegiatan yang didukung oleh sistem pendukung pengelolaan lingkungan lainnya. Sistem tersebut mencakup kemantapan kelembagaan, sumberdaya manusia dan kemitraan lingkungan, disamping perangkat hukum dan perundangan, informasi serta pendanaan. Keterkaitan dan keseluruhan aspek lingkungan telah memberi konsekuensi bahwa pengelolaan lingkungan, termasuk sistem pendukungnya tidak dapat berdiri sendiri, akan tetapi berintegrasi dengan seluruh pelaksanaan pembangunan. Pembangunan nasional yang dilaksanakan, memiliki tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tujuan tersebut membuat pembangunan memiliki beberapa kelemahan, yang sangat menonjol antara lain adalah tidak diimbangi ketaatan aturan oleh pelaku pembangunan atau sering mengabaikan landasan aturan yang semestinya dalam mengelola usaha atau kegiatan yang mereka lakukan, khususnya menyangkut bidang sosial dan lingkungan hidup, sehingga menimbulkan permasalahan lingkungan. Oleh karena itu, sesuai dengan rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dilakukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan melalui upaya pengembangan dan penegakan sistem hukum serta upaya rehabilitasi lingkungan. Menurut Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (1997), kebijakan daerah dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup khususnya permasalahan kebijakan dan penegakan hukum yang merupakan salah satu permasalahan lingkungan hidup di daerah dapat meliputi :

Regulasi Perda tentang Lingkungan. Penguatan Kelembagaan Lingkungan Hidup.

12

Penerapan dokumen pengelolaan lingkungan hidup dalam proses perijinan Sosialisasi/pendidikan tentang peraturan perundangan dan pengetahuan lingkungan hidup.

Meningkatkan kualitas dan kuantitas koordinasi dengan instansi terkait dan stakeholders

Pengawasan terpadu tentang penegakan hukum lingkungan. Memformulasikan bentuk dan macam sanksi pelanggaran lingkungan hidup. Peningkatan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia.

Peningkatan pendanaan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Kondisi lingkungan hidup dari waktu ke waktu mengalami penurunan kualitas

yang disebabkan oleh tingkat pengambilan keputusan, kepentingan pelestarian sering diabaikan sehingga menimbulkan adanya pencemaran dan kerusakan lingkungan. Pencemaran dan kerusakan lingkungan yang terjadi juga menimbulkan konflik sosial maupun konflik lingkungan. Permasalahan yang terjadi tersebut memerlukan perangkat hukum perlindungan terhadap lingkungan hidup yang secara umum telah diatur dengan Undang-undang No.4 Tahun 1982. Namun berdasarkan pengalaman dalam pelaksanaannya berbagai ketentuan tentang penegakan hukum sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Lingkungan Hidup, maka dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup diadakan berbagai perubahan untuk memudahkan penerapan ketentuan yang berkaitan dengan penegakan hukum lingkungan yaitu Undang-undang No 4 Tahun 1982 diganti dengan Undang-undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan kemudian diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaanya. Undang-undang ini merupakan salah satu alat yang kuat dalam melindungi lingkungan hidup dan ditunjang dengan peraturan perundang-undangan sektoral. Hal ini mengingat Pengelolaan Lingkungan hidup memerlukan koordinasi secara sektoral

13

dilakukan oleh departemen dan lembaga pemerintah non-departemen sesuai dengan bidang tugas dan tanggungjawab masing-masing, seperti Undang-undang No. 22 Th 2001 tentang Gas dan Bumi, UU No. 41 Th 1999 tentang kehutanan, UU No. 24 Th 1992 tentang Penataan Ruang dan diikuti pengaturan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Peraturan Daerah maupun Keputusan Gubernur 2.5 Peranan pemerintah dalam menerapkan kebijakan yang dibuat Pemanfaatan SDA secara berlebihan tanpa memperhatikan aspek

pelestariannya dapat meningkatkan tekanan-tekanan terhadap kualitas lingkungan hidup yang pada akahirnya akan mengancam swasembada atau kecukupan pangan semua penduduk di Indonesia. Oleh karena peran pemerintah dalam memberikan kebjakan tentang peraturan pengelolaan SDA menjadi hal yang penting sebagai langkah menjaga SDA yang berkelanjutan. Kebijakan yang di buat oleh pemerintah tidak hanya ditetapkan untuk dilaksanakan masyarakat tanpa pengawasan lebih lanjut dari pemerintah. Pemerintah memiliki peran agar kebijakan tersebut diterapkan sebagaimana mestinya oleh masyarakat. Sesuai dengan Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, dalam bidang lingkungan hidup memberikan pengakuan politis melalui transfer otoritas dari pemerintah pusat kepada daerah:

Meletakkan daerah pada posisi penting dalam pengelolaan lingkungan hidup. Memerlukan peranan lokal dalam mendesain kebijakan. Membangun hubungan interdependensi antar daerah. Menetapkan pendekatan kewilayahan.

14

Dapat dikatakan bahwa konsekuensi pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004 dengan PP No. 25 Tahun 2000, Pengelolaan Lingkungan Hidup lebih diprioritaskan di Daerah, maka kebijakan nasional dalam bidang lingkungan hidup secara eksplisit PROPENAS merumuskan program yang disebut sebagai pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Program itu mencakup : 1. Program Pengembangan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Program ini bertujuan untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap mengenai potensi dan produktivitas sumber daya alam dan lingkungan hidup melalui inventarisasi dan evaluasi, serta penguatan sistem informasi. Sasaran yang ingin dicapai melalui program ini adalah tersedia dan teraksesnya informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup, baik berupa infrastruktur data spasial, nilai dan neraca sumberdaya alam dan lingkungan hidup oleh masyarakat luas di setiap daerah. 2. Program Peningkatan Efektifitas Pengelolaan, Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Alam. Tujuan dari program ini adalah menjaga keseimbangan pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup hutan, laut, air udara dan mineral. Sasaran yang akan dicapai dalam program ini adalah termanfaatkannya, sumber daya alam untuk mendukung kebutuhan bahan baku industri secara efisien dan berkelanjutan. Sasaran lain dalam program ini adalah terlindunginya kawasankawasan konservasi dari kerusakan akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak terkendali dan eksploitatif 3. Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan hidup.

15

Tujuan program ini adalah meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya mencegah kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan yang rusak akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan, serta kegiatan industri dan transportasi. Sasaran program ini adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu lingkungan yang ditetapkan. 4. Program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum, Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup. Program ini bertujuan untuk mengembangkan kelembagaan, menata sistem hukum, perangkat hukum dan kebijakan, serta menegakkan hukum untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian lingkungan hidup yang efektif dan berkeadilan. Sasaran program ini adalah tersedianya kelembagaan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup yang kuat dengan didukung oleh perangkat hukum dan perundangan serta terlaksannya upaya penegakan hukum secara adil dan konsisten. 5. Progam Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya alam dan Pelestarian fungsi Lingkungan Hidup. Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan peranan dan kepedulian pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sasaran program ini adalah tersediaanya sarana bagi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup sejak proses perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan. Dari penjelasan di atas sebaiknya peran pemerintah tidak hanya sebagai pembuat kebijakan (legislatif) dan pengontrol saja, tetapi ada beberapa hal yang seharusnya dilakukan pemerintah :

16

1.

Melakukan pembaharuan teknologi yang ramah lingkungan, dengan mendukung serta memberikan dana bagi institusi atai individu yang melakukan pembaharuan teknologi tersebut. Misalnya teknologi Biogas, Biopori, dan minyak biji jarak.

2.

Mengajak perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang lingkungan dan SDA untuk ikut serta menjaga SDA yang ada, dengan mendorong mereka melakukan corporate sosial responsibility (CSR) sebagai bentuk tanggung jawab terhadap eksploitasi SDA yang dilakukan, dengan membuat UU perihal kewajiban perusahaan melakukan CSR.

3.

Mengkampayekan Cinta Indonesia Cinta Lingkungan, seperti buang sampah pada tempatnya, tentunya dengan memberikan sanksi bagi para pelanggar (tanpa pandang levelitas).

4.

Mensosialisasikan dengan tepat kebijakan-kebijakan kepada seluruh aspek masyarakat, agar dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk ikut berperan serta memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan.

5.

Meningkatan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia (SDM) seperti pengetahuan serta keteranpilan SDM dalam pengelolaan dan pengembagan program CSR.

17

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Sumber daya alam adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang ada di sekitar alam lingkungan hidup kita. Sumber daya alam bisa terdapat di mana saja seperti di dalam tanah, air, permukaan tanah, udara, dan lain sebagainya. Contoh dasar sumber daya alam seperti barang tambang, sinar matahari, tumbuhan, hewan dan banyak lagi lainnya. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan dan pencemaran serta pemulihan kualitas lingkungan telah menuntut dikembangkannya berbagai perangkat kebijakan dan program serta kegiatan yang didukung oleh sistem pendukung pengelolaan lingkungan lainnya.

18

Pemerintah sebagai lembaga formal yang mengatur tata kelola persediaan SDA yang ada di Indonesia menjadi hal yang penting sebagai landasan menjaga keseimbangan dimasa yang akan datang, dengan menetapkan kebijakan serta UU yang tepat agar tercapainya pengelolaan SDA yang berkelajutan. Menteri Negara Lingkungan Hidup (1997) sebagai pihak dari pemerintah, membuat kebijakan daerah dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup khususnya permasalahan kebijakan dan penegakan hukum yang merupakan salah satu permasalahan lingkungan hidup di daerah dapat meliputi :

Regulasi Perda tentang Lingkungan. Penguatan Kelembagaan Lingkungan Hidup. Penerapan dokumen pengelolaan lingkungan hidup dalam proses perijinan Sosialisasi/pendidikan tentang peraturan perundangan dan pengetahuan lingkungan hidup.

Meningkatkan kualitas dan kuantitas koordinasi dengan instansi terkait dan stakeholders

Pengawasan terpadu tentang penegakan hukum lingkungan. Memformulasikan bentuk dan macam sanksi pelanggaran lingkungan hidup. Peningkatan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia.

Peningkatan pendanaan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Peran pemerintah dalam hal ini, disamping membuat serta menetapkan

kebijakan dan pengawasan yang berkaitan dengan pengelolaan SDA yang berkelanjutan untuk menjaga keseimbangan kapasitas persediaan SDA di masa yang akan datang, sebaiknya juga menjadi aktor yang mengkampanyekan serta mendukung, dalam hal ini memberikan dana bagi institusi atau individu yang memperbaharui teknologi ramah lingkungan.
19

3.2 Saran Dalam melakukan pemamfaatan Sumber Daya Alam, seperti eksploitasi dan pengolahan melalui pabrik, manusia sebaiknya membuat sebuah perencanaan yang baik dan memperhatikan semua sisi. Terutama, dampak dari aktivitas kita terhadap lingkungan, keseimbangan ekologi, dan bahkan aspek sosial dan budaya masyarakat di sekitar aktivitas yang kita lakukan. Kita harus mempersiapkan dengan sebail mungkin serta harus bertanggung jawab terhadap kemungkinan terburuk yang akan terjadi akibat aktivitas kita sebagai pengelola Sumber Daya Alam.

DAFTAR PUSTAKA

1. http://trit0824.student.ipb.ac.id/2010/06/20/analisis kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
2. http://organisasi.org/pengertian_sumber_daya_alam_dan_pembagian_macam_je

nis-nya_biologi.
3. http://www.blogtopsites.com/outpost/692cad03dd0c62f24844e33bdc094723.

20

You might also like