You are on page 1of 4

AKHLAK

Secara umum, akhlak diklasifikasikan kedalam tiga bentuk, yaitu : A. Akhlak terhadap Allah Titik tolak akhlak kepada Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Pengakuan dan kesadaran ini mengantarkan manusia untuk tunduk dan patuh kepada semua perintahnya dan menjauhi semua larangan-Nya, sehingga seluruh hidup-Nya akan dipersembahkan kepada Allah dalam berbagai bentuk ibadah dan pengabdian kepada-Nya. Beberapa contoh akhlak mulia kepada Allah, antara lain : Bersyukur (as-syukr), yaitu sikap yang selalu ingin menanfaatkan dengan sebaik-baiknya nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepadanya, lalu berusaha meningkatkan pendekatan diri kepada Sang Pemberi nikmat, yaitu Allah swt. Bersabar (as-shabr), yaitu suatu sikap yang mampu bertahan pada kesulitan yang dihadapi. Sabar disini mesti diawali dengan ikhtiar, lalu diakhiri dengan ridha dan ikhlas. Bertobat (at-taubah), yaitu suatu sikap menyesali perbuatan buruk yang pernah dilakukan dan berusaha menjauhinya, serta melakukan perbuatan baik.

Beberapa akhlak buruk kepada Allah yang harus dihindari, antara lain : Takabbur (al-kibr), yaitu sikap menyombongkan diri sehingga tidak mau mengakui kekuasaan Allah di alam ini, termasuk mengingkari nikmat Allah yang ada padanya. Musyrik (al-isyrak), yaitu sikap mempersekutukan Allah dengan makhluk-Nya, dengan cara menganggap bahwa ada suatu makhluk yang menyamai kekuasaan-Nya. Murtad (ar-riddah), yaitu sikap meninggalakan atau keluar dari Islam untuk menjadi kafir. Munafiq (an-nifaq), yaitu sikap menampilkan dirinya yang bertentangan dengan kemauan hatinya dalam kehidupan beragama. Riya' (ar-riya'), yaitu sikap selalu menunjuk-nunjukan perbuatan baik yang dilakukannya. Ia berbuat bukan karena Allah, melainkan ingin dipuji oleh sesama manusia. Perbuatan ini kebalikan dari sifat ikhlas. Bertawakal (at-tawakkul), yaitu menyerahkan segala urusan kepada Allah setelah berbuat semaksimal mungkin, untuk mendapatkan sesuatu yang diharapkan. Ikhlas (al-ikhlash), yaitu sikap menjauhkan diri dari riya' (pamer kepada orang lain) ketika mengerjakan amal baik. Mengharap (ar-raja'), yaitu sikap jiwa yang sedang menunggu atau mengharapkan sesuatu yang disenangi dari Allah, setelah melakukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya sesuatu yang diharapkan. Bersikap takut (al-khauf), yaitu suatu sikap yang sedang menunggu sesuatu yang tidak disenangi dari Allah.

2. Akhlak kepada orang lain Titik tolak akhlak terhadap orang lain adalah kesadaran bahwa manusia hidup didalam sebuah masyarakat yang terdiri atas berbagai macam suku bangsa yang berbeda-beda bahasa dan budayanya, termasuk karakter dan sifat-sifatnya. Kesadaran ini akan membentuk sikap toleransi dan akhlak mulia dalam rangka menciptakan kondisi

masyarakat yang rukun dan damai. Steven R. Covey pakar etika karakter yang penulis The 7 Habits of HighEffective People, menilai bahwa mewujudkan etika karakter yang positif terhadap orang lain merupakan salah satu kecerdasan manusia. Beberapa contoh akhlak mulia terhadap orang lain, yaitu : Belas kasihan atau kasih sayang (asy-syafaqah), yaitu sikap jiwa yang selalu ingin berbuat baik dan menyantuni orang lain. Rasa persaudaraan (al-ikha'), yaitu sikap jiwa yang selalu ingin berhubungan atau mengikat tali persaudaraan. Memberi nasihat (an-nashihah), yaitu suatu upaya untuk memberikan petunjuk yang baik kepada orang lain dengan menggunakan perkataan, baik ketika orang yang dinasihati telah melakukan hal yang buruk maupun belum melakukannya. Memberi pertolongan (an-nashr), yaitu suatu upaya untuk membantu orang lain agar tidak mengalami suatu kesulitan. Menahan amarah (kazhmul-ghaiz), yaitu upaya menahan emosi agar tidak dikuasai oleh perasaan marah terhadap orang lain. Sopan santun (al-hilm), yaitu sikap jiwa yang lemah lembut terhadap orang lain, sehingga perkataan dan perbuatannya selalu mengandung kesopanan yang mulia. Suka memaafkan (al-'afw), yaitu sikap dan perilaku seseorang yang suka memaafkan kesalahan orang lain yang pernah dilakukan terhadapnya.

Beberapa contoh akhlak buruk kepada orang lain, yaitu : Mudah marah (al-ghadhab), yaitu kondisi emosi seseorang yang tidak dapat ditahan oleh kesadarannya sehingga menonjolkan sikap dan perilaku yang tidak menyenangkan orang lain. Iri hati atau dengki (al-hasad/al-hiqd), yaitu sikap kejiwaan seseorang yang selalu menginginkan agar kenikmatan dan kebahagiaan hidup orang lain bisa hilang sama sekali. Mengumpat (al-ghibah), yaitu suatu perilaku yang suka membicarakan keburukan seseorang pada orang lain. Mengadu domba (an-namimah), yaitu suatu perilaku yang suka memindahkan perkataan seseorang kepada orang lain, dengan maksud agar hubungan sosial keduanya rusak. Bersifat congkak (al-'ujb), yaitu suatu sikap dan perilaku yang menampilkan kesombongan, baik dilihat dari tingkah lakunya maupun perkataanya. Sikap kikir (al-bukhl), yaitu suatu sikap yang tidak mau memberikan nilai materi dan jasa kepada orang lain. Berbuat aniaya (az-zhulm), yaitu suatu perbuatan yang merugikan orang lain, baik kerugian materi maupun non materi. 3. Akhlak terhadap diri sendiri Selain berakhlak kepada Allah dan berakhlak kepada orang lahn, manusia mesti berakhlak terhadap diri sendiri. Akhlak terhadap diri sendiri dapat diartikan sebagai sikap menghormati, menghargai, menyayangi dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya adalah ciptaan dan amanah Allah yang harus dipertanggungjawabkan dengan sebaiknya.

Menurut Iman Al-Ghazali, akhlak ialah karakter yang menetap kuat didalam jiwa. Selain berakhlak kepada Allah dan kepada orang lain, manusia mesti berakhlak terhadap diri sendiri, yaitu menghormati, menghargai, menyayangi dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya.

C. TUJUAN AKHLAK Tujuan akhlak adalah menggapai suatu kebahagiaan hidup umat manusia baik di dunia dan di akhirat. Dikarekan itulah kita sebagai manusia untuk hidup saling membantu baik dari pekerjaan, kebutuhan atau lainnya. Tujuan mempelajari akhlak diantaranya adalah menghindari pemisahan antara akhlak dan ibadah. Atau bila kita memakai istilah: menghindari pemisahan agama dengan dunia (sekulerisme). Kita sering mendengar celotehan, Agama adalah urusan akhirat sedang masalah dunia adalah urusan masing-masing . Atau ungkapan, Agama adalah urusan masjid, di luar itu terserah semau gue . Maka jangan heran terhadap seseorang yang beribadah, kemudian di lain waktu akhlaknya tidak benar. Ini merupakan kesalahan fatal. Kita pun sering menjumpai orang-orang yang amanah dan jujur, tetapi mereka tidak shalat. Ini juga keliru. D. MANFAAT MEMPELAJARI ILMU AKHLAK Berkenaan dengan manfaat mempelajari ilmu akhlak ini, Ahmad Amin mengatakan sebgaai berikut : Tujuan mempelajari ilmu akhlak dan permasalahannya yang menyebabkan kita dapat menetapkan sebagian perbuatan yang lainnya sebagai yang baik dan sebagian perbuatan lainnya sebagai yang buruk. Bersikap adil termasuk baik, sedangkan berbuat zalim termasuk perbuatan buruk, membayar utang kepada pemilkinya termasuk perbuatan baik, sedangkan mengingkari utang termasuk pebuatan buruk. Selanjutnya Mustafa Zahri mengatakan bahwa tujuan perbaikan akhlak itu, ialah untuk membersihkan qalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan marahsehingga hati menjadi suci bersih, bagaikan cermin yang dapat menerima NUR cahayaTuhan. Seseorang yang mempelajari ilmu ini akan memiliki pengetahuan tentang kriteria perbuatan baik dan buruk, dan selanjutnya ia akan banyak mengetahui perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk. Ilmua akhlak atau akhlak yang mulia juga berguna dalam mengarahkan dan mewarnai berbagai aktivitas kehidupan manusia disegala bidang. Seseorang yang memiliki IPTEK yang maju disertai akhlak yang mulia, niscaya ilmu pengetahuaan yang Ia miliki itu akan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kebaikan hidup manusia. Sebaliknya, orang yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi modern, memiliki pangkat, harta, kekuasaan, namun tidak disertai dengan akhlak yang mulia, maka semuanya itu akan disalahgunakan yang akibatnya akan menimbulkan bencana dimuka bumi. Demikian juga dengan mengetahui akhlak yang buruk serta bahaya-bahaya yang akan ditimbulkan darinya, menyebabkan orang enggan untuk melakukannya dan berusaha menjauhinya. Orang yang demikian pada akhirnya akan terhindar dari berbagai perbuatan yang dapat membahyakan dirinya. Dengan demikian secara ringkas dapat dikatakan bahwa Ilmu Akhlak bertujuan untuk memberikan pedoman atau penerangan bagi manusia dalam mengetahui perbuatan yang baik atau yang buruk. Terhadap perbuatan yang baik ia beruasaha melakukannya, dan terhadap yang buruk ia berusaha untuk menghindarinya. Salah satu dari tujuan dan faedah mempelajari akhlak dan Ilmu Akhlak adalah dengan Ilmu Akhlak diharapkan manusia menyadari bagaimana wajib mereka hidup, bukan bagaimana mereka hidup. Manusia mampu menyelidiki gerak jiwanya, perkataan dan perbuatan apa yang dibiasakannya, sampai mampu menemukan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk. Demikian pula dengan Ilmu Akhlak, diharapkan manusia mampu menyelidiki aturan-aturan yang menguasai perbuatannya dan menyelidiki tujuan akhir bagi dirinya.

Pelajaran akhlak sebenarnya merupakan perincian dari pada takwa sebagai hiasan penerapan akidah dan ibadah. Dengan mempelajari akhlak, diharapkan manusia terbiasa melakukan yang baik dikerjakan dan yang buruk ditinggalkan dengan tetap menuju mardat Allah. Perbuatan ini menyangkut dirinya sendiri, keluarga dan masyarakat. Artinya setelah manusia mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk itu kemudian diresapkan di dalam hati sehingga pengalamannya akan timbul dari kesadaran sendiri bukan paksaan dari luar, dan merasakan bahwa dirinya sebagai makhluk pribadi dan sekaligus makhluk sosial. Berkenaan dengan manfaat mempelajari Ilmu Akhlak ini, Ahmad Amin mengatakan sebagai berikut : Tujuan mempelajari Ilmu Akhlak dan permasalahannya menyebabkan kita dapat menetapkan sebagian perbuatan lainnya sebagai yang baik dan sebagian perbuatan lainnya sebagai yang buruk. Bersikap adil termasuk baik, sedangkan berbuat zalim termasuk perbuatan buruk, membayar utang kepada pemiliknya termasuk baik, sedangkan mengingkari utang termasuk perbuatan buruk.[1] Selanjutnya Mustafa Zahri mengatakan bahwa tujuan perbaikan akhlak itu, ialah untuk membersihkan kalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci bersih, bagaikan cermin yang dapat menerima Nur Cahaya Tuhan.[2] Ahmad Amin. Kitab al-Akhlaq hal. 1. [2] Mustafa Zahri. Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. (Surabaya: Bina Ilmu. 1995). hal. 67.

You might also like