You are on page 1of 15

TEORI AKUNTANSI MENGENAI BEBAN

ABFI INSTITUTE PERBANAS

TUGAS INDIVIDU

Rachmat Syaugi 1211060074

Program Studi Akuntansi ABFI Institute Perbanas Jakarta, 2013

PENDAHULUAN

Pengukuran nilai beban dalam suatu entitas bisnis sangat penting, dan seperti apa pengungkapannya dalam Laporan Keuangan harus jelas agar beban yang dilaporkan di dalam Laporan Keuangan adalah wajar. Menurut Standar Akuntansi Keuangan Beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal. Secara normal biaya terjadi karena kegiatan-kegiatan yang menyebabkan pengeluaran kas. Beban, menurut FSAB, berhubungan dengan operasi terbesar atau utama dari perusahaan. Otoritas lain mendifinisikan beban secara lebih luas dengan mencakup habis waktunya biaya operasi dan bukan operasi. Kewajaran dan kecermatan dalam pengukuran biaya akan berpengaruh terhadap kewajaran informasi keuangan yang dihasilkan. Sementara itu ketetapan saat pengakuan biaya juga akan berpengaruh dalam penentuan laba atau rugi perusahaan

LANDASAN TEORI

1. DEFINISI BEBAN Dalam SFAC no 6, FASB mendefinisikan beban adalah aliran keluar atau pemakaian aktiva dan timbulnya hutang selama satu periode yang berasal dari penjualan atau produksi barang, atau penyerahan jasa atau pelaksanaan kegiatan yang lain yang merupakan kegiatan utama suatu entitas. Sedangkan menurut IAI mendefinisikan beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal (paragraf 70b). FASB dan IAI memiliki sudut pandang yang berbeda dalam mendefinisikan beban. IAI mendefinisikan biaya dari sudut pandang peristiwa moneter seperti penurunan aktiva, kenaikan hutang atau ekuitas. Sedangkan FASB memiliki sudut pandang sebagai berikut: 1. Tidak menunjukkan dengan jelas peristiwa moneter dan fisik. FASB lebih menekankan pada peristiwa fisik yaitu penjualan barang atau produk yang dihasilkan. 2. Pemakaian aktiva harus menunjukkan suatu Biaya yang dinyatakan keluar sebagai biaya. 3. Apabila dilihat dari sudut pandang tradisional definisi yang dikemukakan FASB menunjukkan bahwa beban hanya dihasilkan dari pemakaian aktiva untuk tujuan menghasilkan pendapatan pada periode yang berjalan. IAI dan FASB membedakan Biaya menjadi beban dan rugi, sedangkan IAI tidak. IAI dan FASB memang mempertimbangkan pendapatan dalam mengklasifikasi apakah Biaya tersebut termasuk ke dalam beban ataukah rugi. Apabila Biaya tersebut tidak menghasilkan pendapatan, baik secara langsung maupun tidak langsung, maka Biaya tersebut akan dianggap sebagai rugi (misalnya pemberian donasi, pembayaran pajak, dan lain-lain). Sedangkan IAI membedakan Biaya hanya dari kadaluarsanya. Biaya yang sudah kadaluarsa akan dialui sebagai beban, sedangkan yang belum sebagai aset. Perbedaan tersebut dijelaskan oleh gambar di bawah ini.

Menurut Suwardjono dinyatakan bahwa ada beberapa karakteristik penting yang melekat pada makna beban: 1. Aliran keluar/penurunan aset Untuk menyatakan timbulnya beban, transaksi atau kejadian harus terjadi dalam penurunan aset / yang menimbulkan aliran keluar aset. Aset yang dimaksud adalah semua aset perusahaan. Jadi konsumsi atau pemakaiannya diartikan bahwa manfaat ekonomi aset itu telah habis karena melekat pada barang atau jasa yang telah diserahkan dari kesatuan aset tersebut, sehingga perusahaan sudah tidak menguasai lagi manfaat tersebut. 2. Operasi utama atau sentral Dinyatakan oleh Suwardjono dalam Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan bahwa tidak semua penurunan atau konsumsi aset membentuk biaya, untuk itu biaya konsumsi harus berkaitan dengan kegiatan utama. Yang dimaksud kegiatan utama adalah kegiatan penciptaan pendapatan (laba) yang direpresentasi dalam kegiatan memproduksi barang. Sehingga biaya adalah penurunan aset yang berkaitan dengan operasi dan bukan dengan investasi dan pendanaan.

3. Kenaikan kewajiban

Terdapat suatu keadaan dimana perusahaan telah memanfaatkan barang dan jasa namun sebelumnya tidak mengakuinya sebagai aset atau belum mengakui kewajiban atas penggunaan barang dan jasa yang dikuasai pihak lain. Hal tersebut menimbulkan keharusan perusahaan untuk membayar atau melakukan pengorbanan ekonomik di masa datang sehingga timbul kewajiban. Misalnya jasa pengiriman barang yang belum dibayar oleh perusahaan namun jasa pengirimannya telah dinikmati perusahaan dan menimbulkan pendapatan. Dengan demikian beban (untuk pengiriman) harus timbul dengan kenaikan kewajiban. 4. Penurunan ekuitas Dalam operasi sentral perusahaan, dengan adanya penurunan aset atau kenaikan kewajiban akan mengubah ekuitas atau menurunkan ekuitas. Namun, penurunan ekuitas merupakan karakteristik pendukung karena tidak setiap penurunan aset mengakibatkan penurunan ekuitas. Misalnya pembagian deviden yang menyebabkan penurunan aset tetapi tidak disebut sebagai beban. 5. Diukur atau dikaitkan dengan Biaya Dalam hal ini beban timbul dari adanya Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh aset. Beban diukur berdasarkan jumlah Biaya dari aset yang telah dimanfaatkan selama periode berjalan. 6. Bukan berasal dari transaksi dengan pemilik Berdasarkan prinsip kesatuan usaha, maka harus ada pemisahan antara beban yang dihasilkan oleh perusahaan dan pemilik. Beban yang diakui dalam laporan keuangan merupakan beban yang berasal dari transaksi perusahaan, bukan pemilik. 7. Untuk menghasilkan pendapatan Beban merupakan pengorbanan perusahaan dari barang atau jasa yang telah dikonsumsi perusahaan untuk memperoleh pendapatan.

PEMBAHASAN

1.. HUBUNGAN BEBAN, BIAYA DAN RUGI 1.1 Biaya dan Beban Untuk memanfaatkan aset entitas memerlukan Biaya dan beban merepresentasikan perubahan nilai. Perubahan nilai diartikan sebagai perngorbanan yang dilakukan untuk mendapatkan jasa. Jika tidak ada Biaya maka tidak ada beban. Secara konseptual menurut prinsip keberlangsungan usaha (going concern), penggunaan akan barang dan jasa (aset) perusahaan ditujukan untuk jangka panjang sehinggan Biaya dari aset tersebut mengalami dua tahap yaitu pengakuan dan pembebanan. Hal tersebut berarti Biaya diakui sebagai aset kemudian diakui sebagai beban untuk periode manfaat aset tersebut digunakan. Dengan landasan konsep dasar kontinuitas usaha serta upaya dan hasil, masalah teoritis dalam tahap pembebanan adalah pemecahan aliran Biaya yang telah diakui sebagai aset menjadi bagian yang merupakan biaya perioda berjalan dalam rangka penentuan biaya periodik dan bagian yang baru akan menjadi biaya dalam perioda-perioda berikutnya. (Suwardjono, Edisi Ketiga:397) Selain itu terdapat pula definisi mengenai hubungan Biaya dan beban menurut American Accounting Association (AAA) pada tahun 1957 sebagai: beban adalah biaya yang telah kadaluarsa, secara langsung maupun tidak langsung pada periode fiskal, dari aliran barang atau jasa ke pasar dan operasi yang berhubungan 1..2 Beban dan Rugi Menurut definisi, yang dimasukkan dalam beban hanya perubahan perubahan yang tidak menguntungkan saja yang terjadi dalam proses memperoleh pendapatan. Kebalikannya adalah bahwa aktiva yang habis atau menurunnya aktiva dimana kejadian ini tidak berkaitan dengan proses penyediaan barang dan jasa bagi pelanggan atau klien seharusnya dikelompokkan sebagai kerugian dan tidak dikelompokkan sebagai beban. Kerugian dan beban merupakan perubahan yang relevan dalam perhitungan laba bersih bagi pemegang saham dan perusahaan. Menurut Suwardjono (Edisi Ketiga, Hlm. 9) terdapat tiga kata kunci pada pengertian rugi yaitu penurunan ekuitas, bukan merupakan transaksi ke pemilik, dan transaksi periferal atau

insidental. Dalam hal ini yang membedakan biaya dan rugi adalah mengenai transaksi periferal atau insidental atau di luar kendali manajemen. Berbeda dengan beban yang timbul akibat dari kendali manajemen yaitu aktivitas penggunaan aset (barang dan jasa). Namun, dari definisi yang terdapat dalam Konsep Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan, IAI (1994) tidak memisahkan biaya dengan rugi. Jadi semua potensi jasa baik yang digunakan secara langsung ataupun tidak langsung untuk memperoleh pendapatan disebut dengan biaya. IAI (1994) bahkan secara spesifik menyebutkan hal tersebut seperti yang tertulis pada paragraf 78 berikut ini : kerugian termasuk dalam kelompok beban. Pada dasarnya pembedaan antara beban dan rugi hanya untuk kepentingan pengungkapan seperti pada pendapatan dan untung. 2. PENGAKUAN BEBAN Berdasarkan KDPPLK paragraf 94, beban diakui dalam laporan laba rugi kalau penurunan manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan penurunan aktiva atau peningkatan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan andal. Ini berarti pengakuan beban terjadi bersamaan dengan pengakuan kenaikan kewajiban atau penurunan aktiva (misalnya, akrual hak karyawan atau penyusunan aktiva tetap). Beban diakui dalam laporan laba rugi atas dasar hubungan langsung antara biaya yang timbul dan pos penghasilan tertentu yang diperoleh (matching of cost with revenue). Misalnya, berbagai komponen beban yang membentuk beban pokok penjualan (cost or expense of goods sold) diakui pada saat yang sama sebagai penghasilan yang diperoleh dari penjualan barang. Kalau manfaat ekonomi diharapkan timbul selama periode akuntansi dan hubungannya dengan penghasilan hanya dapat ditentukan secara luas atau tak langsung, beban diakui dalam laporan laba rugi atas dasar prosedur alokasi yang rasional dan sistematis. Hal ini sering diperlukan dalam pengakuan beban yang berkaitan dengan penggunaan aktiva seperti aktiva tetap, goodwill, paten, merk dagang. Dalam kasus semacam itu, beban ini disebut penyusutan atau amortisasi. Prosedur alokasi ini dimaksudkan untuk mengakui beban dalam periode akuntansi yang menikmati manfaat ekonomi aktiva yang bersangkutan. Pengakuan beban menurut kerangka kerja IASB terdiri dari dua kriteria utama yaitu : 1. Terdapat kemungkinan adanya keuntungan yang akan mengalir ke perusahaan. Tingkat kemungkinan tersebut memang merupakan konsep yang tidak mutlak. Hal tersebut tergantung pada ketersediaan bukti ketika laporan keuangan akan disusun atau dipersiapkan.

2. Memiliki nilai yang dapat diukur dan reliabel. Dengan demikian untuk akun-akun yang menggunakan estimasi, diperlukan bukti-bukti yang mendukung validitas estimasi tersebut. Beban harus diakui dalam laporan laba rugi ketika penurunan keuntungan ekonomi di masa depan berhubungan dengan penurunan aset atau peningkatan kewajiban dapat diukur secara reliabel. Semua Biaya dapat ditangguhkan pembebanannya apabila Biaya tersebut memenuhi kriteria sebagai aktiva yaitu:

perusahaan, dan berasal dari transaksi masa lalu).

pada aktiva dapat dinikmati oleh entitas yang menguasai.

Beban juga dapat timbul dalam laporan laba rugi pada saat timbul kewajiban tanpa adanya pengakuan aktiva. Misalnya adanya hutang garansi produk. 3. PENGUKURAN BEBAN Dalam mengukur beban dalam satu periode akuntansi, dibutuhkan berbagai keputusan atau pertimbangan untuk menentukan bagaimana beban tersebut akan dialokasikan pada periode-periode selanjutnya yang menunjukkan adanya pendapatan. Dalam hal tersebut, terdapat berbagai standar akuntansi yang dapat digunakan sebagai acuan atau pedoman. Misalnya, IAS 16/AASB 116 yang menyatakan bahwa nilai-nilai aset yang dapat di depresiasi dapat diukur dengan beberapa cara setelah pengakuannya (seperti model biaya perolehan atau model penilaian) dan beberapa pilihan alternatif untuk depresiasi (seperti metode garis lurus, nilai menurun dan jumlah unit). Sejalan dengan penilaian aktiva, biaya dapat diukur atas dasar jumlah rupiah yang digunakan untuk penilaian aktiva dan hutang. Oleh karena itu, pengukuran biaya dapat didasarkan pada: Biaya Historis Biaya historis merupakan jumlah rupiah kas atau setaranya yang dikorbankan untuk memperoleh aktiva. Pengukuran beban atas dasar Biaya historis dapat digunakan untuk jenis aktiva seperti gedung, peralatan, dan sebagainya.

Biaya Pengganti / Biaya Masukan Terkini (Replacement Cost / Curent Input Cost) Biaya masukkan terkini menunjukkan jumlah rupiah harga pertukaran yang harus dikorbankan sekarang oleh suatu entitas untuk memperoleh aktiva yang sejenis dalam kondisi yang sama. Contohnya, penilaian untuk persediaan.

Setara kas adalah jumlah rupiah kas yang dapat direalisir dengan cara menjual setiap jenis aktiva di pasar bebas dalam kondisi perusahaan normal. Meskipun pada prakteknya metode pengukuran yang masih banyak digunakan adalah historical cost, namun dengan mulai diadopsinya IFRS di Indonesia, maka pengukuran yang sesuai standar adalah dengan menggunakan metode fair value. Dengan demikian, untuk pencatatan beban sebagai akibat dari depresiasi (penyusutan), nilai yang dicantumkan dalam beban adalah nilai selisih antara nilai wajar dengan nilai buku (apabila nilai wajar lebih kecil dari nilai bukunya). 3.1 Alokasi Beban Salah satu cara untuk mengukur beban adalah dengan mengalokasikan beban-beban tersebut ke periode-periode dimana beban tersebut dinikmati. Hal ini biasanya disebut dengan matching concept. Konsep tersebut memperlakukan Biaya dengan mengalokasikan Biaya yang sudah kadaluarsa (beban) ke periode-periode dimana beban tersebut terjadi. Namun, pengalokasian tersebut hanya bersifat estimasi. Dalam akuntansi, pencocokan antara beban dan pendapatan merupakan fungsi utama, namun hal tersebut tetap saja sulit untuk dilakukan karena berhubungan dengan penilaian akuntan tersebut. Akuntan harus mengidentifikasi mana aset yang telah digunakan (kadaluarsa) dan jumlah yang harus ditulis sebagai tandingan pendapatan pada periode tersebut. Matching Concept adalah hal yang paling penting dalam akuntansi biaya historis. Biaya yang sudah kadaluarsa akan menjadi beban dan disajikan dalam laporan laba rugi.

a) Hubungan Sebab dan Akibat Penggunaan barang dan jasa oleh perusahaan harus menghasilkan pendapatan pada periode tersebut. Hubungan antara beban dan pendapatan harus merupakan hubungan sebab akibat pada perusahaan tersebut. Maksudnya, pendapatan timbul karena adanya outflow berupa beban. Dengan demikian pendapatan merupakan akibat dari adanya beban.

Sesuai dengan prinsip pengakuan pendapatan, tidak ada Biaya penjualan jika tidak ada pendapatan. Misalnya, pada perusahaan konstruksi yang menerima kontrak jangka panjang. Perusahaan tidak akan mengakui biaya yang dikeluarkan untuk membangun proyek dalam kontrak sebagai Biaya ataupun beban sebelum pendapatan diakui, melainkan diakui sebagai aset. Apabila pendapatan telah diakui maka Biaya atau beban pun akan diakui. Namun dalam prakteknya hal tersebut susah untuk dilaksanakan. Misalnya, pendapatan sebesar Rp 100.000 dihasilkan dari beban Rp 60.000. Dari jumlah beban tersebut, Rp 15.000 merupakan beban gaji. Bila menggunakan konsep sebab akibat beban berupa gaji sebesar Rp 15.000 tersebut dapat menghasilkan pendapatan sebesar Rp 25.000 dari total pendapatan tersebut. Namun pada kenyataannya hal tersebut tidak dapat dinilai dan tidak dapat dibuktikan secara pasti. b) Alokasi yang Sistematis dan Rasional Tidak semua beban dapat dialokasikan dengan menggunakan konsep sebab dan akibat. Sebagai salah satu alternatif, alokasi yang sistematis dan rasional dapat digunakan. Tujuannya yaitu untuk mengakui beban dalam periode akuntansi dimana pada periode tersebut beban itu dimanfaatkan atau telah kadaluarsa. Jadi, beban dialokasikan pada periode dimana beban tersebut dikonsumsi, bukan berdasar produk yang dihasilkan. Menurut IAS 16/AASB 116, depresiasi adalah alokasi yang sistematis dari jumlah yang dapat didepresiasi dari sebuah aset selama umur ekonomisnya. Depresiasi merupakan salah satu contoh dari proses alokasi. Namun masalahnya, apakah depresiasi merupakan suatu prosedur, atau kejiadian yang sebenarnya/nyata? Telah diketahui sebelumnya bahwa depresiasi merupakan kejadian moneter yang disebabkan oleh kejadian fisik. Jadi depresiasi merupakan fenomena yang terjadi, dan beban yang dicatat merupakan efek moneternya. Berbagai cara untuk mengukur depresiasi dapat dipilih oleh akuntans sesuai dengan standar yang ditentukan, selama cara yang digunakan rasional dan sistematik, maka cara tersebut dapat diterima. Satu kelemahan dari alokasi Biaya adalah bergantung pada estimasi dan asumsi penyusunnya yang mungkin bersifat subyektif. Namun, alasan lain yang mendukung dasar alokasi ini yaitu:

berjalan sehingga akan lebih tepat jika dialokasikan berdasar periode yang menikmati beban tersebut.

-beban tertentu dengan pendapatan. Misalnya beban perawatan medis pegawai. manfaat ekonomi di periode berjalan ataupun periode selanjutnya, maka tidak ada alasan penundaan pencatatan beban tersebut. -ulang serta jumlahnya relatif konstan, maka pengalokasian beban tersebut tidak menggambarkan penandingan yang sempurna karena beban tersebut sebenarnya berkaitan dengan periode sebelum atau sesudahnya. Namun hal tersebut tidak mempengaruhi laba secara material. n beban lainnya (misalnya beban penjualan yang terdiri dari beban angkut, potongan penjualan, dan lain-lain) dan sulit untuk menelusuri dampak pendapatan dari masing-masing beban tersebut. Namun pengalokasian beban tersebut pada periode berjalan tetap harus dicatat. c) Pengakuan Sesegera Mungkin Merupakan konsep yang mengakui dan mengukur Biaya yang dikeluarkan sesegera mungkin sebagai beban karena tidak adanya manfaat ekonomi yang dapat diukur secara reliabel. Contohnya yaitu biaya iklan (advertising expenses) dan biaya penelitian (research expenditure). Biaya iklan segera diakui sebagai beban karena manfaat ekonomi dari pengeluaran tersebut tidak dapat diukur secara reliabel. Meningkatnya konsumen yang membeli produk perusahaan bisa saja berasal dari pengaruh iklan pada periode sebelumnya sehingga efek keuntungan dari adanya iklan pada periode berjalan tidak dapat diukur dengan andal. Begitupula dengan biaya penelitian yang manfaat ekonominya juga tidak dapat diukur secara reliabel. Berbeda dengan biaya pengembangan (development expenditure) yang dapat diestimasi nilai manfaat ekonominya sehingga dapat dikapitalisasi sebagai aset, biaya penelitian belum tentu menghasilkan keuntungan di masa mendatang sehingga tidak sesuai dengan kritera aset. Oleh karena itu biaya iklan dan penelitian harus dicatat sebagai beban. 3.2 Kritik untuk Konsep Alokasi Terdapat kritik pada praktik akuntansi saat ini yang sebagian besar didasarkan pada alokasi. Menurut Thomas dalam buku Teori Akuntansi (Godfrey, 1994) alokasi tersebut secara teoritis tidak tepat. Terdapat tiga krtiteria untuk menyesuaikan alokasi yaitu :

Apabila alokasi diambil dari total nilai, maka jumlah dari pengalokasian tersebut harus sama dari total nilai sebelum alokasi, tidak kurang tidak lebih. Misalnya, alokasi beban penyusutan kendaraan tiap tahun maka jumlah alokasi untuk setiap tahun tersebut harus sama dengan nilai kendaraan sebelum alokasi.

Pengalokasian harus dilakukan dengan cara yang jelas sesuai dengan metode yang dipilih.

Akuntan yang telah memilih suatu metode akuntansi harus dapat menyediakan pernyataan yang meyakinkan pilihannya dan mempertahankannya dari kemungkinan adanya metode alternatif lainnya. Dari ketiga kriteria tersebut dalam pratik nyata hampir tidak mungkin metode alokasi yang digunakan oleh perusahaan dapat memenuhi ketiga kriteria tersebut. Seringkali perusahaan menggunakan metode yang berbeda-beda sesuai dengan tujuan perusahaan. Akuntan beranggapan bahwa konsep alokasi sangatlah penting. Hal tersebut dikarenakan input yang diperoleh perusahaan dapat memberikan manfaat ekonomi pada periode berjalan dan periode selanjutnya. Jadi, konsep alokasi dibutuhkan untuk menunjukkan penggunaan input tersebut pada periode berjalan. Namun, dari alokasi tersebut akuntan tidak dapat menunjukkan aliran kas atau pendapatan yang didapat oleh perusahaan. Misalnya, untuk alokasi beban penyusutan kendaraan yang menunjukkan penggunaan kendaraan sebesar alokasi tersebut selama periode berjalan. Namun, tidak terdapat bukti bahwa perusahaan mengkonsumsi kendaraan sebesar nilai alokasi tersebut. Selain itu, akuntan beranggapan laporan keuangan lebih berguna bagi pembaca dengan adanya alokasi beban. Namun, pada kenyataannya alokasi tersebut tidak mencerminkan nilai yang sebenarnya pada laporan keuangan. Pada kenyataannya penggunaan konsep alokasi pada umumnya untuk menghindari beban yang timbul dari penggunaan jasa appraisal dalam penyusunan laporan keuangan. 3.3 Dukungan untuk Konsep Alokasi

Salah satu alasan yang sangat kuat yang dapat mendukung metode alokasi adalah objektifitasnya. Alokasi memang merupakan jalan tengah yang tidak mutlak benar, namun metode tersebut mengalokasikan nilai yang memang terjadi (harga perolehan) ke dalam periode-periode yang diestimasikan telah mengkonsumsi Biaya tersebut. Dengan demikian meskipun prinsip alokasi cenderung masih menggunakan estimasi, namun yang dialokasikan tetap berdasarkan transaksi yang memang terjadi dan terdapat bukti transaksi yang menguatkan objektivitasnya. Selain itu, metode alokasi juga merupakan salah satu jalan keluar untuk Biaya-Biaya yang sulit untuk dicari pasarnya sehingga sangat sulit untuk menggunakan nilai wajar (fair value).

KESIMPULAN DAN SARAN


Kewajaran dan kecermatan dalam pengukuran biaya akan berpengaruh terhadap informasi keuangan yang dihasilkan. Sementara itu ketetapan saat pengakuan biaya juga akan berpengaruh dalam penentuan laba atau rugi perusahaan. Hubungan antaran beban, biaya dan rugi sangat terkait oleh karena itu ca pengungkapannya pada Laporan Keuangan harus sesuai dengan standar akuntansi yang ada, pengukuran beban dan biaya harus dapat mencerminkan beban yang sesungguhnya dikeluarkan oleh Perusahaan atau entitas Bisnis.

DAFTAR PUSTAKA
Chairiri, Anis dan Imam Ghozali. 2001. Teori Akuntansi Edisi Pertama. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Godfrey, J., et.al. 1994. Accounting Theory 7th Edition. Sydney: John Wiley and Sons Ikatan Akuntansi Indonesia. 2004. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat Suwardjono. 2010. Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Yogyakarta: BPFE

You might also like