You are on page 1of 17

A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada dasarnya, kita sebagai manusia, tidak tahu apa-apa.

Kita lahir atau dilahirkan dalam kondisi nol dari pengetahuan. Sesuai dengan Firman Allah dalam Al-quran

............
Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak tahu. (QS: An-Nahlu: 78) Dalam ayat ayat ini dijelaskan bahwa kita dilahirkan dalam kondisi tidak tahu apaapa. Kemudian, karena kondisi kita tiak tahu, Allah memerintahkan kita belajar atau mencari ilmu. Secara implisit, dalam Al-Quran tidak ada teks jelas (Nash Sharih) yang memerintahkan kita secara langsung untuk mencari ilmu. Namun kalau kita teliti secara seksama, kita akan menemukan beberapa ayat yang sangat menganjurkan kita untuk mencari ilmu. Salah satu dari beberapa ayat yang menganjurkan mencari Ilmu, seperti:

.......
Artinya: Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang ysng beriman dan orangorang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (QS: Al-Mujadalah: 11) Menurut Ibnu Abbas: Ulama berada seratus derajat di atas orang-orang Mumin, dan di antara dua derajat seratus tahun1

.
Artinya: Allah menyatakan bahwasanya tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu( juga menyatakan yang demikian itu). (QS: Ali Imran: 18)

Badruddin, Tadzkiratussami wal Mutakallim fi Adabil Alim wal Mutaallim,(Darul Kutubil Ilmiyah, Tanpa Tahun). Hal. 5

Ayat ini menjelaskan bahwa orang yang berilmu berada pada urutan ketiga setelah Allah dan Malaikat yang menyatakan kesaan Allah.2 Adapun Hadits Nabi yang menjelaskan tentang kewajiban mencari Ilmu, seperti Dalam Hadits:

,
Artinya: mencari ilmu adalah wajib bagi orang Islam, baik laki-laki atau perempuan, dan orang yang mencari ilmu dimohonkan ampun oleh segala sesuatu sampai ikan yang ada di air.3 Dari dalil-dalil di atas, tentang kewajiban mencari Ilmu, tentunya kewajiban ini tidak hanya pada seorang ( orang yang mencari Ilmu). kewajiban ini juga mencakup pada seorang ( orang yang punya ilmu) untuk mentransformasikan ilmunya pada Thalib al-ilmi sebagai penerus dari ilmu yang ia miliki. Sehingga dari transformasi Ilmu dari seorang Alim pada Mutaallim ini, maka terjadi proses Talim dan Taallum di dalamnya. Dalam al-Quran dijelaskan:


Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (QS: An-Nisa: 09) Dan juga dalam Hadits Nabi dijelaskan:

.
Artinya: Barang siapa ditanya tentang ilmu kemudian dia menyimpannya, maka dia akan dikekang dengan tali kekang neraka. (HR: Turmudzi) Dan dalam Hadits lain, Rasulullah bersabda:

2 3

Ibid Hasyim Asyari, Adabul Alim wal Mutaallim, (Jombang: Atturatsul Islami, tanpa tahun). Hal. 14


Artinya: pelajarilah Ilmu dan ajarkanlah pada manusia4 Tujuan yang sangat penting dari mencari Ilmu adalah pengamalan dari Ilmu itu sendiri. tanpa adanya pengamalan, ilmu tidak akan berguna apa-apa pada seseorang. Dalam hal ini Rasulullah memperingatkan pada kita:

, ,
Artinya: Manusi semua mati kecuali mereka yang Alim, dan mereka yang alim akan hancur kecuali mereka yang mengamalkan terhadap Ilmunya, dan orang yang mengamalkan Ilmunya akan tenggelam kecuali mereka yang ikhlash dan mereka yang Ikhlash dalam bahaya yang besar. Dan juga seperti yang diriwayatkan oleh Jabir Ibnu Abdillah tentang ayat

, bahwa Nabi membaca ayat ini dan Beliau bersabda: . Artinya: Yang dimaksud adalah orang yang berfikir tentang Allah dan
mengamalkan taat kepada-Nya dan menjauhi kemarahn-Nya 5 Untuk dapat mengamalkan semua ilmu yang kita miliki, kita juga harus dapat hidayah dari Allah SWT. Karena orang yang hanya berilmu dan tidak mendapatkan Hidayah dari-Nya, maka dia bukan semakin dekat dengan Allah akan tetapi malah semakin jauh dari-Nya. Dalam Hadits Rasulullah bersabda:

.
Dengan ini (ilmu yang tidak diamalkan dan hanya membuat orang yang punya semakin jauh dari Allah), maka ilmu sudah tidak bermanfaat bagi pemiliknya.

4 5

Hasyim Asyari, Adabul Alim wal Mutaallim, (Jombang: Atturatsul Islami, tanpa tahun). Hal. 15 Catatan kaki dari kitab Tadzkiratussami wal Mutakallim fi Adabil Alim wal Mutaallim ,(Darul Kutubil Ilmiyah, Tanpa Tahun). Hal. 5

Ilmu sebagai sesuatu yang mulya, tentunya dalam proses untuk mendapatkannyadalam hal ini ketika proeses belajar mengajar, karena ilmu dapat diperoleh lewat proses belajar- juga harus dengan cara yang mulya, agar ilmu yang didapat bermanfaat pada yang punya dan dapat mendekatkannya pada Allah. Ada banyak cara dan etika, agar ilmu bermanfaat, yang harus dilakukan oleh seorang Mutaallim sebagai orang yang menerima ilmu dan Alim sebagai orang yang memberikan ilmu saat proses talim dan taallum. Beberapa ulama sudah banyak yang menjelaskan tentang etika dan adab saat mecari dan mengajarkan ilmu. Sebagai salah satu contoh dari etika saat mencari ilmu, seorang Mutaallim harus tunduk dan patuh pada gurunya. Dalam al-quran perintah langsung untuk menghormati guru mungkin tidak kita temukan. Namun contoh atau tamtsil tentang keharusan tunduk dan patuh ini bisa kita lihat dalam beberapa ayat dalam al-quran. Salah satunya, dalam kisah nabi Isa dan Nabi Khadir. Nabi Isa sebagai sorang Rasul, dimana tidak ada pangkat yang lebih tinggi lagi selain kerasulan, harus tunduk dan tidak boleh bertanya apa-apa pada Nabi Khadir sampai Nabi Khadir menjelaskannya. Allah berfirman:


Artinya: Dia berkata: Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkan kepadamu. (QS: Al-Kahfi: 71)6 Begitu juga pada masa Sahabat. Seorang Ibnu Abbas tidak segan-segan membawakan kendaraan Zaid Bin Tsabit. Padahal Beliau adalah salah satu dari para pembesar Sahabat, kemudian Beliau berkata: Beginilah caranya kita diperintahkan untuk memperlakukan Ulama7 Dewasa ini, sering kita temukan orang-orang yang sudah beilmu pengetahuan namun dari ilmu yang dia miliki, tadak membuat orang itu menjadi baik. Kita tahu para pejabat yang koruptor, mereka semua bukan orang yang tidak berilmu, namun kelakuannya tidak mencerminkan bahwa dia berilmu.
6

Badruddin, Tadzkiratussami wal Mutakallimfi Adabil Alim wal Mutaallim, (Darul Kutubil Ilmiyah, Tanpa Tahun). Hal. 88 7 Badruddin, Op. Cit. Hal. 87

Dan kalau kita lihat pelaksanaan pendidikan di sekitar kita akhir-akhir ini, semua sudah menjauh dari norma-norma yang sudah digariskan oleh agama lewat para ulama salfusshalih. Sering kita temukan kasus seorang murid yang melaporkan gurunya melakukan kekerasan, karena sebuah kesalahan yang memang sudah seharusnya dikerasi. Tidak jarang kita dengar ada mahasiswa mendemo dosennya, hanya karena sebuah kesalahan yang kadang memang tidak disengaja. Padahal Imam Ali ra. Berkata: Aku adalah hamba sahaya dari orang yang telah mengajariku satu huruf. Kalau dia mau menjualku (silahkan), kalau dia mau memerdekakanku (silahkan).8 Dan juga, orang-orang alim (orang yang berilmu) sekarang sudah banyak yang menyimpang. Mereka sudah keluar dari kondisi mereka sebagai orang yang alim. Mereka tidak dapat mengambil manfaat dari ilmunya. Tidak jarang kita temukan seorang kiayi yang sudah tahu bahwa ini haram, namun tetap mereka lakukan. Tidak jarang juga oranng alim sekarang menjual akhirat demi kepentingan dinia. Mungkin inilah yang menurut Imam Ghazali dikatakan . Padahal rasulullah sudah memperingatkan:


Artinya: Manusia yang paling sangat siksanya nanti pada hari kiamat adalah orang alim yang ilmunya tidak manfaat. 9 Dapat disimpulkan dari uraian di atas, bahwa agar ilmu bermanfaat, ada etika dan norma-norma yang harus diikuti saat proses Talim dan Taallum baik oleh Mutaallim sebagai orang yang mencari Ilmu dan oleh seorang Alim sebagai orang yang sudah berilmu. Berkaitan dengan hal ini, KH. Hasyim Asyari dalam salah satu karya Beliau,


Menerangkan secara rinci, tentang etika dan hal-hal yang harus dilakukan oleh seorang Mutaallim, baik etika pada ilmu yang dicari atau pada guru yang mengajarkan ilmu, dan seorang Alim, baik etika pada dirinya, pada ilmu dan pada muridnya.
8 9

Azzarnuji, Talimul Mutaallim,(Surabaya: Tanpa tahun. Nurul Huda). Hal. 16 Al-Ghazali, Mukhtashor Ihya Ulumiddin,(Darul Fikri: 1993). Hal. 27

Berangkat dari latar belakang permasalahan di atas inilah, penulis tertarik untuk mengkaji secara teoritis, sebagi bahan kajian dalam Skripsi, tentang konsep Etika Pembelajaran menurut KH. Hasyim Asyari dalam kitab Adabul Alim wal Mutaallim fi Ma Yahtaju ilaihil Mutaallimu fi Ahwali Taallumihi wa Ma Yatawaqqafu alaihil Muallimu fi Maqamaati Talimihi dengan mengambil judul : Etika Pembelajaran menurut KH. Hasyim Asyari (Telaah terhadap Kitab Adabul Alim wal Mutaallim. B. Rumusan Masalah Untuk memudahkan dalam kajian ini, perlu penulis rumuskan beberapa rumusan masalah yang akan menjadi bahan pembahasan, yaitu: 1. Apa Esensi Etika Pembelajaran menurut Syaikh Hasyim Asyari dalam kitab Adabul Alim wal Mutaallim 2. Bagaimana Konsep Pembelajaran menurut Syaikh Hasyim Asyari dalam kitab Adabul Alim wal Mutaallim C. Tujuan Kajian Berangkat dari rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam kajian ini adalah: 1. Untuk mengetahui Esensi Etika Pembelajaran menurut KH. Hasyim Asyari dalam kitab Adabul Alim wal Mutaallim 2. Untuk mengetahui konsep Pembelajaran menurut KH. Hasyim Asyari dalam kitab Adabul Alim wal Mutaallim D. Manfaat Kajian Setiap Penelitian diharapkan memiliki manfaat. Manfaat tersebut bisa bersifat teoritis dan praktis. Untuk penelitian kualitatif, manfaat penelitian lebih bersifat teoritis, yaitu untuk pengembangan ilmu, namun juga tidak menolak manfaat prktisnya untuk memecahkan masalah. Bila peneliti kualitatif dapat menemukan teori, maka akan berguna untuk menjelaskan, memprediksikan dan mengendalikan suatu gejala.10 Adapun manfaat dan kegunaan dari kajian ini adalah:

10

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif. (Bandung: Alfabeta. 2010) Hal. 143

1. Pada penulis: untuk menambah wawasan dan pemahaman tentang bagaimana Etika dalam proses Belajar Mengajar, baik pada guru atau pada murid yang ada dalam Kitab Adabul Alim wal Mutaallim 2. Pada Kampus: untuk menambah dan memberikan kontribusi keilmuan dalam khazanah pendidikan Islam dan sebagai salah satu bahan rujukan pada teman-teman mahasiswa di STAI Al-Khairat 3. Pada Aktivis Pendidikan: untuk memberi penyadaran tentang pentingnya beretika yang baik dalam proses Talim dan Taallum E. Tinjauan Pustaka 1. Biografi Syaikh Hasyim Asyari a. Riwayat Hidup Nama lengkapnya adalah Muhammad Hasyim ibn Asyaari ibn Abd. Wahid ibn Abd,. Halim. Karena perang dan prestasi yang dicapainya ia mempunyai banyak gelar, di antaranya Pengeran Bona ibn Abd. Rahman yang dikenal dengan nama Jaka Tingkir, Sultan Hadi Wijaya ibn Abdullah ibn Abd. Aziz ibn Abd. Fattah ibn Maulana Ishaq, ayah dari Raden Ainul Yaqin atau lebih dikenal dengan Sunan Giri11 Ia lahir di desa Gedang, sebuah desa di sebelah utara Kota Jombang pada hari Selasa tanggal 24 Dzul Qadah 1287 H. bertepatan dengan tanggal 14 Pebruari 1871 M. Beliau wafat pada tanggal 25 Juli 1947 pukul 03:45 dini hari bertepatan dengan tanggal 7 Ramadhan 1366 pada usia 77 tahun.12 b. Riwayat Pendidikan Karena ia lahir di lingkungan Pesantren, ayah beliau adalah pendiri Pesantren di Jombang13, Riwayat Pendidikan beliau dimulai dari mempelajari ilmu-ilmu Al-Quran dan dasar-dasar ilmu agama pada

orang tuanya sendiri. Setelah itu ia melenjutkan pendidikannya pada beberapa pada berbagai pondok pesantren, khususnya yang ada di pulau
11 12

Hasyim Asyari, Adabul Alim wal Mutaallim, (Jombang: Atturatsul Islami, tanpa tahun). Hal. 03 Ibid. 13 Latiful Khuluq, Fajar Kabangunan Ulam, Biografi K.H. Hasyim Asyari. (Yogyakarta: LKiS. 2001)Hal. 14

jawa, seperti Pondok Pesantren Shona, Siwalan Buduran, Langitan, Tuban, Demangan, Bangkalan, dan Sidoarjo. Di usia 21 tahun, tepatnya pada tahun 1892, ia bersama istri dan mertuanya, Kiai Yaqub, pergi ke Mekah untuh menuntut ilmu. Namun ketika baru tujuh tahun di Mekah, istrinya melahirkan seorang putra dan diberi nama Abdullah. Akan tetapi beberapa seteah melahirkan istrinya, Khadijah meninggal dunia. Dan setelah selang empat puluh hari dari wafat istrinya, putranya, Abdullah juga meninggal dunia. Akhirnya ia bersama mertuanya pulang ke Indonesia. 14 Pada tahun berikutnya, yaitu tahun 1983, ia bersama adik kandungnya yang bernama Anis berangkat lagi ke Mekah untuk menuntut ilmu di sana. 15 c. Peran Beliau dalam Bidang Pendidikan Banyak aktivitas yang dilakukan Syaikh Hasyim Asyari dalam hubunygannya dengan bidang pendidikan Islam. Aktivitas Beliau tersebut antara lain: Mengajar, Mendirikan Pesantren Mendirikan Organisasi, berjuang melawan Belanda, dan aktif di masyumi. 16 d. Karya-karya Beliau Di tengah-tengah kesibukan Beliau sebagai pipmpinan Pondok Pesantren dan Pimpinan Organisasi besar NU, Beliau juga banyak menyumbangkan pemikiran, gagasan dan ide-ide beliau yang tertuang dalam beberpa karya Beliau. Di antaranya: 1. Al-Tibyan fi al-Nahy an Muqathaah al-Arham wa al-Aqarib wa alIkhwan. Berisi tentang tata cara menjalin silaturrahim, bahaya dan pentingnya interaksi sosial (1360H). 2. Mukaddimah al-Qanun al-Asasy Li Jamiyyah Nahdhatul Ulama. Pembukaan undang-undang dasar (landasan pokok) organisasi Nahdhatul Ulama (1971 M). 3. Risalah fi Takid al-Akhdz bi Madzhab al-Aimmah al-Arbaah. Risalah untuk memperkuat pegangan atas madzhab empat.

14

Abuddin Nata, Toko-tokoh Pembaruab Pendidikan Islam di Indonesia. (Jakarta: Rajawli Pers. 2005) Ha. 114

15 16

Ibid Ibid

4. Mawaidz (Beberapa Nasihat). Berisi tentang fatwa dan peringatan bagi umat (1935). 5. Arbain Haditsan Tataallaq bi Mabadi Jamlyah Nahdhatul Ulama. Berisi 40 hadis Nabi yang terkait dengan dasar-dasar pembentukan Nahdhatul Ulama. 6. Al-Nur al-Mubin fi Mahabbah Sayyid al-Mursalin (Cahaya pada Rasul), ditulis tahun 1346 H. 7. At-Tanbihat al-Wajibat liman Yashna al-Maulid bi al-Munkarat. Peringatan-peringatan wajib bagi penyelenggara kegiatan maulid yang dicampuri dengan kemungkaran, tahun 1355 H. 8. Risalah Ahli Sunnah Wal Jamaah fi Hadits al-Mauta wa Syarat asSaah wa Bayan Mafhum al-Sunnah wa al-Bidah. Risalah Ahl Sunnah Wal Jamaah tentang hadis-hadis yang menjelaskan kematian, tandatanda hari kiamat, serta menjelaskan sunnah dan bidah. 9. Ziyadat Taliqat ala Mandzumah as-Syekh Abdullah bin Yasin alFasuruani. Catatan seputar nazam Syeikh Abdullah bin Yasin Pasuruan. Berisi polemik antara Kiai Hasyim dan Syeikh Abdullah bin Yasir. 10. Dhauul Misbah fi Bayan Ahkam al-Nikah. Cahayanya lampu yang benderang menerangkan hukum-hukum nikah. Berisi tata cara nikah secara syari; hukum-hukum, syarat, rukun, dan hak-hak dalam perkawinan. 11. Ad-Durrah al Muntasyiroh Fi Masail Tisa Asyarah. Mutiara yang memancar dalam menerangkan 19 masalah. Tahun 1970-an kitab ini diterjemahkan oleh KH Tholhah Mansoer atas perintah KH M Yusuf Hasyim, diterbitkan oleh percetakan Menara Kudus. 12. Al-Risalah fi al-Aqaid. Berbahasa Jawa, berisi kajian tauhid, pernah dicetak oleh Maktabah an-Nabhaniyah al-Kubra Surabaya, bekerja sama dengan percetakan Musthafa al-Babi al-Halabi Mesir tahun 1356 H/1937 M. 13. Al-Risalah fi at-Tasawwuf. Menerangkan tentang tashawuf; penjelasan tentang marifat, syariat, thariqah, dan haqiqat. Ditulis dengan bahasa Jawa.

14. Adab al-Alim wa al-Mutaallim fima Yahtaju ilaih al-Mutaallim fi Ahwal Talimih wama Yatawaqqaf alaih al-Muallim fi Maqat Talimih. Tatakrama pengajar dan pelajar. Berisi tentang etika bagi para pelajar dan pendidik, merupakan resume dari Adab al-Muallim karya Syekh Muhammad bin Sahnun (w.256 H/871 M); Talim al-Mutaallim fi Thariq at-Taallum karya Syeikh Burhanuddin al-Zarnuji (w.591 H); dan Tadzkirat al-Saml wa al-Mutakallim fi Adab al-Alim wa al-Mutaallim karya Syeikh Ibn Jamaah. Selain kitab-kitab tersebut di atas, terdapat beberapa naskah manuskrip karya KH Hasyim Asy'ari yang hingga kini belum diterbitkan. Yaitu: 1. Hasyiyah ala Fath ar-Rahman bi Syarh Risalah al-Wali Ruslan li yeikh al-Islam Zakariya al-Anshari. 2.Ar-Risalahat-Tawhidiyah 3. Al-Qalaid fi Bayan ma Yajib min al-Aqaid 4. Al-Risalah al-Jamaah 5. Tamyiz al-Haqq min al-Bathil 6. al-Jasus fi Ahkam al-Nuqus 7. Manasik Shughra17 2. Tinjauan tentang Etika Pembelajaran Pengertian Etika (Etimologik), berasal dari kata Yunani Ethos, yang berarti watak kesusilaan atau adat. Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu Mos dan dalam bentuk jamaknya Mores, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup. 18 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlaq); kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlaq; nilai mengenai nilai benar dan salah, yang dianut suatu golongan atau masyarakat. 19
17 18 19

republika online---posted by: pkspiyungan.blogspot.com

Achmad Charrs Zubair, Kuliah Etika. (Jakarta: Rajawali Pers. 1990) Hal. 13 Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka. Cet. IV. 1995) Hal. 271

10

Adapun menurut para pakar terdapat perbedaan dalam mengartikan dan mendefinisikan Etika. Abudin Nata, dalam salah satu bukunya, Akhlaq Tasawuf (2010), mengutip dari Ahmad Amin mengartikan Etika sebagai: Ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang harus dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat. 20 Sementara itu, tetap menurut Abudin Nata yang dikutip dari Soegarda Poerbakawatja mengartikan Etika sebagai Filsafat Ilmu; Kesusilaan tentang baik buruk, serta berusaha mempelajari nila-nilai dan merupakan juga pengetahuan tentang nilai-nilai itu sendiri. 21 Ki Hajar Dewantara, sebagaimana dikutip oleh Achmad Charris Zubair menggartikan Etika dengan: Ilmu yang mempelajari segala soal kebaikan (dan keburukan) di dalam hidup manusia semuanya, teristimewa yang mengenai gerak-gerik fikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan perasaan, sampai mengenai tujuannya yang dapat merupakan perbuatan22 Sementara itu, Pembelajaran menurut Munif Chatib adalah proses transfer ilmu dua arah, antara guru sebagai pemberi informasi dan siswa sebagai penerima informasi adalah Kalau menurut Achjar Chalil Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar 23 3. Tinjauan tentang kitab Adabul Alim wal Mutaallim Kitab Adabul Alim wal Mutaallim adalah salah satu dari sekian banyak karya KH. Hasyim Asyari. Sesuai dengan judulnya, kitab ini mengupas tuntas tentang semua Etika dan Adab dalam Proses Talim dan Taallum, baik etika murid pada gurunya, etika murid pada dirinya sendiri, etika murid pada kitabnya atau etika guru pada dirinya, etika guru pada muridnya. Kitab

20 21

Abuddin Nata, Akhlaq Tasawuf. (Jakarta: Rajawali Pers. 2010) Hal. 90 Ibid. 22 Achmad Charrs Zubair, op.cit., Hal. 15 23 http://carapedia.com/pengertian_definisi_pembelajaran_menurut_para_ahli_info507.html

11

ini selesai dikarang oleh beliau pada Ahad pagi tanggal 22 Jumadits Tsaniyah tahun1343 H. kitab ini disusun dengan sistematis. Kitab ini oleh pengarangnya dibagi menjadi delapan Bab dan ada satu Fashal setelah Bab pertama, dan pada setiap Babnya terdiri dari beberapa macam penjelasan tentang Etika dalam Talim dan Taallum. Oleh cucu pengarangnya, Muhammad Isham Hadziq, pada awal kitab ini ditambah sedikit Biografi dari KH. Hasyim Asyari sebagai pengarang. Sebagai gambaran dari kitab ini, penulis perlu menuliskan beberapa bab dari kitab Adabul Alim wal Mutaallim. Bab Pertama :Tentang keutamaan Ilmu, ulama dan keutaman mengajar dan belajar. Pada Bab ini dijelaskan tentang Dalil-dalil yang menjelaskan keutamaan Ilmu, Ulama, mengajar dan belajar Bab kedua :Menjelaskan beberapa Etika Mutaallim pada dirinya sendiri. Pada Bab ini terdapat sepuluh macam Etika. Bab ketiga :Menjelaskan beberapa Etika Murid pada gurunya. Pada Bab ini terdapat dua belas macam etika. Bab keempat :Menjelaskan beberapa Etika Murid terhadap pelajaran dan teman belajarnya. Pada Bab ini terdapat tiga belas macam etika Bab kelima :Menjelaskan Etika seorang Alim pada dirinya sendiri. Pada bab ini ada dua puluh macam Etika. Bab keenam :Menjelaskan beberapa Etika seorang Alim pada pelajarannya. Pada bab ini tidak dijelaskan tentang macam-macam etikanya. Bab ketujuh :Menjelaskan beberapa Etika seorang Alim pada muridnya. Pada Bab ini terdapat empat belas macam etika. Bab kedelapan :Menjelaskan beberpa Etika terhadap kitab. Pada Bab ini terdapat lima macam etika.

12

Pada bagian akhir kitab ini, dilampirkan beberap komentar para ulama tentang Kitab ini. Inilah beberpa Bab yang ada dalam kitab Adabul Alim wal Mutaallim. Namun, karena keterbatasan waktu, dalam kajian ini penulis hanya akan membahas dua Bab saja dari delapan Bab yang ada, yaitu Bab tiga dan Bab tujuh sebagai bahan kajian dalam Skripsi ini. Karena dua bab ini menurut penulis adalah hal sangat penting dalam kaitannya dengan Etika dalam Proses Belajar Mengajar. F. Metode Kajian 1. Pendekatan dan jenis kajian Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan ini penulis lakukan mengingat obyek atau fokus yang dikaji adalah suatu konseptual, tentu saja penulis menggunakan penelitian pustaka, yaitu studi literature dari berbagai rujukan seperti buku, makalah, inseklopedi dan lain sebagainya. Menurut Prof. Sukardi, Ph. D, Isi dari studi kepustakaan ini dapat berbentuk kajian teoritis yang pembahasannya hanya difokuskan pada informasi di sekitar permasalahan yang akan di teliti atau di pecahkan melalui penelitian tersebut. 24 2. Sumber Data Ada dua macam sumber data yang penulis gunakan dalam kajian ini, yang akan dijadikan rujukan, primer dan sekunder. a. Sumber data Primer: Adapun sumber data Primer dalam kajian ini adalah: Kitab Adabul Alim wal Mutaallim karya Syaikh Hasyim Asyari, Kitab Tadzkiratussami wal Mutakallim fi Adabil Alim wal Mutaallim karya Syaikh Badruddin, b. Sumber Data sekunder: Adapun data Sekunder dari kajian ini adalah: Mukhtashar Ihya Ulumiddin karya Imam al-Ghazali, Talimul Mutaallim karya Syaikh Azzarnuji, Tokoh-tokoh pembaruan Pendidikan Islam di Indonesi karya Abuddin Nata.
24

Sukardi, Metode Penelitian Pendidikan Kompetensi dan raktiknya. (Jakarta: Bumi Aksara. 2007) Hal. 38

13

3. Teknik pengumpulan data Dalam pengumpulan data penulis menggunakan tehnik sumber tertulis dan tehnik dokumenter. Walaupun menurut Prof. Dr. lexy J. Moleong, M. A., dikatakan bahwa sumber data selain kata-kata dan tindakan merupakan sumber data kedua, akan tetapi hal itu tidak bisa diabaikan, karena tehnik sumber tertulis dan dokomenter merupakan suatu tehnik dengan cara memanfaatkan sebanyak-banyaknya buku-buku atau literature yang sudah ada sebelumnya dan bisa dipertanggung jawabkan. 25 Tehnik sumber tertulis adalah merupakan sumber yang berbentuk buku, majalah ilmiah dan sebagainya, sedangkan tehnik dokomenter Menurut Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, adalah metode yang tak kalah penting dibanding metode-metode yang lain yaitu dengan cara mencari data-data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya. Tehnik sumber tertulis dan tehnik documenter merupakan dua tehnik yang sangat berkaitan satu sama lain.26 Menurut Guba dan Lincoln, tehnik dokumenter digunakan untuk keperluan penelitian, karena mempunyai alasan-alasan yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai barikut: Dokumen digunakan karena merupakan sumber yang stabil, kaya, dan mendorong. a. Berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian. b. Juga berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karena sifatnya yang ilmiah, sesuai dengan konteks, lahir dan berada dalam konteks. c. Dokumen tidak sukar diperoleh, akan tetapi harus mencari dan ditemukan.

25

Lexi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif.Ed. Revisi (Bandung: Remaja Rosdakarya.2005) Hal. 159
26

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Ed. Revesi VI. (Jakarta: Rineka Cipta. 2006). Hal. 231

14

d. Dokumen juga tidak reaktif sehingga sukar ditemukan dengan tehnik kajian isi. e. Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki.27 4. Analisis data Menurut Prof. Dr. Sugiyono, dalam penelitian kualitatif, teknik analisis data lebih banyak dilakukan bersamaan dengan pengumpulan datanya. 28 Pada penulisan kajian ini, penulis menggunakan dua metode analisis data sebagaimana berikut: a. Metode Deskriptif Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara menggambarkan atau mendeskripsikan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau bersifat menyeluruh. 29 Metode ini akan penulis pergunakan untuk memperoleh gambaran umum tentang suatu obyek penelitian, dalam hal ini tentang Etika Pembelajaran menurut KH. Hasyim Asyari b. Metode Content Analysis Kontent Analysis adalah suatu teknik untuk menganalisis isi dari sebuah teks. Pengertian isi dari teks di sini bukan hanya tulisan atau gambar saja, melainkan jug aide, tema, pesan, arti, maupun symbol-simbol yang terdapat dalam teks, baik dalam bentuk tulisan )seperti buku, majalah, surat kabar, iklan, surat resmi, lirik lagu, puisi, dan sebagainya), gambar (misalnya film, foto, lukisan), atau pidato. 30 G. Definisi Istilah 1. Etika

27 28 29

Lexi J. Moleong, Op. Cit. Hal. 217

Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. (Jakarta: Alfabeta. 2011) Hal. 147 Ibid. 30 Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan Aplikasi. ( Jakarta: Rajawali Pers.2005) Hal. 165

15

Menurut Kamus Besar Indonesia, kata Etika adalah: ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlaq); kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlaq; nilai mengenai nilai benar dan salah, yang dianut suatu golongan atau masyarakat. 31 Pembelajaran Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar 2. KH. Hasyim Asyari Nama lengkapnya adalah Muhammad Hasyim ibn Asyaari ibn Abd. Wahid ibn Abd,. Halim. Karena perang dan prestasi yang dicapainya ia mempunyai banyak gelar, di antaranya Pengeran Bona ibn Abd. Rahman yang dikenal dengan nama Jaka Tingkir, Sultan Hadi Wijaya ibn Abdullah ibn Abd. Aziz ibn Abd. Fattah ibn Maulana Ishaq, ayah dari Raden Ainul Yaqin atau lebih dikenal dengan Sunan Giri32 Ia lahir di desa Gedang, sebuah desa di sebelah utara Kota Jombang pada hari Selasa tanggal 24 Dzul Qadah 1287 H. bertepatan dengan tanggal 14 Pebruari 1871 M. Beliau wafat pada tanggal 25 Juli 1947 pukul 03:45 dini hari bertepatan dengan tanggal 7 Ramadhan 1366 pada usia 77 tahun.33 3. Telaah Dalam kamus besar Indonesia kata Telaah mempunyai arti Penyelidikan; kajian: Pemeriksaan; penelitian.34

31

Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka. Cet. IV. 1995) Hal. 271 32 Hasyim Asyari, Adabul Alim wal Mutaallim, (Jombang: Atturatsul Islami, tanpa tahun). Hal. 03
33 34

Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia. (Jakarta: Rajawali Pers. 2005). Hal. 113

Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka. 1995). Hal. 1025

16

Daftar Pustaka

Al-Quran dan Terjermahannya Al-Ghazali, Mukhtashar Ihya' Ulumiddin. Darul Fikri. Tanpa Kota. 1993 Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Ed. Revisi. Rineka Cipta. Jakarta. 2006 Asy'ari, Hasyim, Adabul 'Alim wal Muta'allim fi Ma Yahatju ilaihil Muta'allimu fi Ahwali Ta'allumihi wa Ma Yatawaqqafu 'alaihil Mu'allimu fi Maqamati Ta'limihi. Atturatsul Islami. Jombang. Tanpa Tahun Badruddin, Tadzkiratussami' wal Mutakallim fi Adabil 'Alim wal Muta'allim. Darul Kutubil 'Ilmiyah. Tanpa Kota Charris, Achmad, Kuliah Etika. Rajawali Pers. Jakarta. 1990 J. Moleong, Lexi, Metode Penelitian Kualitatif. Ed. Revisi. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2005 Khuluq, Lathiful, Fajar Kebangunan Ulama Biografi K.H. Hasyim Asyari. LKiS. Yogyakarta. 2001 Nata, Abuddin, Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia. Rajawali Pers. Jakarta. 2005 ------------------, Akhlak Tasawuf. Rajawali Pers. Jakarta. 2010 Prasetyo, Bambang & Jannah, Lina Miftahul, Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan Aplikasi. Rajawli Pers. Jakarta. 2005 Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta. Bandung. 2010 ----------, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung. 2011 Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Praktiknya. Bumi Aksara. Jakarta. 2007 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. 1995
http://carapedia.com/pengertian_definisi_pembelajaran_menurut_para_ahli_info507.html

republika online---posted by: pkspiyungan.blogspot.com

17

You might also like