Professional Documents
Culture Documents
sosial, serta mendorong transisi ekonomi, pasar, industri dan masyarakat menuju pola yang lebih berkelanjutan terhadap penggunaan sumberdaya kelautan dan perikanan dari waktu ke waktu Setidaknya ada tujuh manfaat dari pengelolaan sektor kelautan dan perikanan yang berbasis pada blue economy . Pertama, meningkatnya nilai tambah (Added value) produk kelauatan dan perikanan yang diikuti oleh peningkatan daya saing; kedua, terciptanya modernisasi sistem hulu dan hulir; ketiga, menguatnya para pelaku usaha industri kelautan dan perikanaan; keempat, terfokusnya industri pada komoditas unggulan sesuai dengan permintaan pasar dan sebaran sumberdaya alam; kelima, menjamin keberlanjutan; keenam, mendorong transformasi social dengan merubah cara berfikir dan berprilaku masyarakat sesuai karakteristik masyaraakat industry yang modern; ketujuh, sebagai penghela percepatan sistem produksi perikanan nasional yang berorientasi pada trend pasar global dan lokal Jika kita kaitkan dengan arah kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, maka konsep blue ekonomy sangat sejalan dan patut dijadikan dasar bagi pola pengelolan sektor kelautan dan perikanan yang saat ini kita akui masih belum optimal dan cenderung masih bersifat ekploitatif. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman hayati terbesar dunia sudah saatnya bangun dari mimpi yang berkepanjangan. Jika saja seorang Gunter Pauli dalam jangka waktu 10 tahun mampu mengelola SDA dengan menciptakan 100 inovasi dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 100 juta orang, bisa dibayangkan jika ini mampu diterapkan di Indonesia yang kaya SDA ini? Penulis sering kali berfikir, kenapa Indonesia belum mampu secara mandiri padahal sebenarnya sumberdaya kita mampu. Kesimpulannya, lagi-lagi komitmen elemen bangsa ini yang mungkin masih menganggap lebih baik menjadi konsumen dan sasaran pangsa pasar produk luar dibanding menjadi produsen (pelaku utama), padahal produk jadi yang kita rasakan sebenarnya product resource-nya berasal dari SDA kita. Penulis juga tidak habis pikir, kemana para pengusaha dalam negeri yang nota bene mempunyai kemampuan investasi yang besar ? kenapa jarang sekali bahkan hampir bisa dihitung dengan jari yang secara langsung mau terjun berinvestasi pada sektor kelautan dan perikanan? Kenapa cenderung hanya tertarik pada sektor non agribisnis yaitu SDA yang tidak dapat diperbaharui ( nonrenewable resources) yang bahkan bersifat ekspoitatif. Padahal konsep blue economy sebenarnya memberikan peluang besar kepada pihak swasta untuk menjadi prime mover dalam pengembangan bisnis model industri berbasis blue economy. Disisi lain komitmen pemerintah dalam memberikan regulasi dan arahan terhadap penerapan model pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan berbasis blue economy harus secara nyata diiplementasikan secara konsekwen.
dibayangkan anggaran riset dalam APBN hanya berkisar 2% dari total APBN. Inilah seringkali riset atau inovasi yang dihasilkan para peneliti kita tidak sampai pada tataran implementasi, padahal jika saja ada keseriusan pemerintah dalam menfasilitasi pengembangan riset dan teknologi, maka bangsa ini tidak hanya akan menjadi bangsa pemimpi tapi menjadi bangsa mandiri. Dalam hal ini Penulis sudah tidak meragukan lagi kemampuan sumberdaya manusia bangsa ini. Kesimpulannya, dukungan dalam pengembangan riset harus sudah menjadi prioritas utama. Beberapa waktu lalu, Gunter Pauli bersama tim KKP melakukan identifikasi terhadap sumberdaya di Pulau Nusa Penida Kabupaten Klungkung Provinsi Bali, hasilnya luar biasa, pada kawasan sekecil Nusa Penida saja Gunter Pauli telah memberikan contoh sebanyak 21 inovasi bisnis yang bisa dikembangkan. Inovasi tersebut meliputi pengembangan industri rumput laut secara terintegrasi melalui pengembangan branded lokal, pengembangan industri daging sapi organik, pengembangan pertanian organik dengan memfaatkan air laut sebagai penyanagga kesuburan tanah, pemanfaatan energi arus laut dan lain-lain. Kesemua inovasi tersebut berpegang pada prinsip efesiensi, ramah lingkungan dan peningkatan nilai tambah. Dalam pengembangan industri rumput laut misalnya, Gunter Pauli mencontohkan bagaimana negara Austria yang bukan penghasil rumput laut saja mampu menghasilkan produk tekstil/kain dari bahan alginat yang nota bene berasal dari rumput laut jenis Sargassum sp padahal jenis rumput laut tersebut melimpah di perairan Indonesia, namun lagi-lagi Indonesia hanya mampu sebagai pemasok bahan baku sedangkan nilai tambah tetap saja dirasakan oleh negaranegara importir. Gunter Pauli, mengingatkan Indonesia sebagai negara dengan sumberdaya kelautan dan perikanan yang luar biasa besar dengan jumlah penduduk ke-4 terbesar dunia, sejatinya mampu membangun pangsa pasar sendiri di dalam negeri melalui pengembangan industri yang terintergasi dari hulu- ke hilir sehingga end product tidak malah didatangkan dari luar negeri. Intinya Gunter Pauli mendorong kita, jika Indonesia ingin mandiri, maka saat ini waktunya bukan sekedar wacana, tapi harus sudah melakukan langkah nyata implementasi model bisnis blue economy, dimana pengembangan model bisa dimulai dari lingkup kawasan yang kecil seperti Nusa Penida. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan beberapa kawasan yang akan dijadikan contoh model penerapan pengelolaan sektor kelautan dan perikanan berbasis blue economy. Daerah tersebut antara lain : Kabupaten Klungkung (Nusa Penida), Kabupaten Anambas Kepulauan Riau, Kabupaten Lombok Timur NTB, Kabupaten Banaggai Kepulauan, dan Kabupaten Raja Ampat Papua. Karena konsep blue economy ini sejatinya memberikan peluang besar terhadap pihak swasta, maka pemerintah harus segera membuka diri dalam menarik minat peran investor khususnya dalam negeri untuk melakukan investasi dalam pengelolaan bisnis kelautan dan perikanan berbasis blue economy. Keterlibatan peran stakeholders lain khususnya peran lintas sektoral, para peneliti dan perguruan tinggi (dari sisi penciptaan inovasi teknologi) dan masyarakat sebagai sumber penciptaan nilai kearifan lokal sangat diperlukan melalui kerjasama secara sinergi dalam menciptakan bisnis di sektor ini. Indonesia sebagai salah satu Negara yang telah menyatakan komitmennya dalam pengembangan konsep blue economy, berkesempatan menyampaikan gagasan/pemikiran mengenai konsep ini pada sidang APEC yang direncanakan bulan
November mendatang di Nusa Dua Bali, menjadi suatu kehormatan dan akan bernilai besar jika mampu mengimplementasikan secara nyata konsep inspiratif ini sebagaimana yang telah dilakukan oleh Gunter Pauli dengan memberikan perubahan besar terhadap pergerakan ekonomi.