You are on page 1of 135

Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah -1

1 KIAT MENJADI
MUSLIM SEJATI
“Sesungguhnya ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah ia dan jan-
ganlah kamu mengikuti jalan-jalan lain, karena itu akan mencerai beraikan
kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu
agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-An’am:153)

***
Menjadi seorang muslim sejati adalah cita-cita kita. Apapun status
sosial yang disandang, bila kita telah mengikrarkan diri dalam Islam,
pasti akan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk melaksanakan syar-
i’at Islam. Walaupun tidak sedikit orang yang lalai dari keimanannya
dan terjerumus pada kesesatan.
Memasuki agama Islam memang sesuatu hal yang mudah dan sama
sekali tidak ada paksaan, sebagaimana disinyalir dalam firman Allah;
”Tidak ada paksaan dalam (memeluk) Islam.” 1
Namun, bukan berarti orang boleh begitu saja melecehkan agama.
Justeru dengan ayat ini setiap orang yang telah yakin memeluk Islam di-
tuntut agar menyadari keberadaan masing-masing diri. Karena Allah
memberikan aturan hidup ini bukan untuk kepentingan-Nya, tetapi seba-
gai jalan hidup satu-satunya yang menjaga kelangsungan serta kemasla-
hatan manusia di dunia ini.
Untuk itu manusia perlu mawas diri, apakah sudah pantas dirinya
menyandang gelar seorang muslim atau hanya menjadi benalu yang mer-
usak citra Islam itu sendiri. Dengan begitu, ia akan dipacu mendalami
dan menghayati bagaimanakah menjadi seorang muslim sejati, serta apa
karakter yang mesti dimilikinya. Urgensi dalam ber-Islam telah
dijelaskan dalam Al-Quran sebagai satu-satunya syarat meraih kebahagi-
aan. Firman Allah; “Sesungguhnya agama (yang diridlai) di sisi Allah hanya-
lah Islam...” 2
Sayyid Qutub dalam tafsirnya menjelaskan bahwa seorang muslim
tidak diberi kesempatan menerima “alternatif sintesis” (ragu) dalam men-
gikuti jalan Allah, seperti sikap plin-plannya Bani Israil.3 Menurutnya,
1
QS. 2:256
2
QS. 3:19
3
QS. 2:211
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah -2

ketika seseorang masuk Islam, maka dia harus menyelaraskan seluruh


aspek kehidupannya yang iradi (dimana manusia memiliki kebebasan
memilih) dengan kehendak Allah yang suci. Maka karakter dan kepriba-
dian muslim adalah kiat yang penting untuk dikaji dan dihayati.
Ibnu Al-Jauzi meriwayatkan sebuah hadits dari Abdullah, ia
berkata; “Rasulullah SAW menggambar satu garis lurus dengan tan-
gannya, kemudian beliau bersabda; “Ini adalah jalan Allah yang lurus.”
Kemudian membuat garis ke kanan dan kirinya, kemudian bersabda;
“jalan ini tidak ada jalan kecuali syetan terus menyeret kepadanya.” Kemudi-
an beliau membacakan ayat, “Sesungguhnya ini adalah jalan-Ku yang lurus,
maka ikutilah ia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan lain.” 4

Makna Islam
Islam adalah agama dan ajaran wahyu yang diturunkan oleh Allah
SWT untuk kelangsungan dan kebahagian makhluq-Nya di dunia sampai
di Akhirat kelak. Tidak benar orang yang beranggapan Islam adalah
agama yang hanya diajarkan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga
mereka mengidentikkan Islam sebagai “mohamadisme”.
Islam ada sejak Nabi pertama Adam AS sampai kepada Nabi
terakhir penutup nabi dan rasul, Muhammad SAW.
Perhatikanlah ungkapan Nabi Nuh AS,
“Dan aku diperintahkan untuk menjadi golongan muslimin.” 5
Do’a Nabi Ibrahim;
“Ya Tuhan kami, jadikanlah kami orang yang berserah diri (muslim) ke-
pada-Mu.” 6
Nasehat Nabi Ya’qub AS;
“Sesungguhnya Allah telah memilih untuk kalian agama, maka janganlah
kalian mati kecuali dalam keadaan muslim.”7
Pengakuan Nabi Yusuf AS;
“Wafatkanlah aku dalam keadaan muslim dan masukkanlah aku pada go-
longan orang-orang yang shalih.” 8
Demikian pula ikrar Nabi Isa AS;
“Aku beriman kepada Allah dan aku bersaksi bahwa aku adalah muslim.” 9
Setiap nabi dan rasul diutus kepada umatnya masing-masing, kecu-
ali Nabi Muhammad SAW sebagai khatamun nabiyin diutus untuk selur-
uh umat manusia10 dan hal ini telah diisyaratkan oleh kitab-kitab sebelum
Al-Quran.
4
Talbisu Iblis, 12.
5
QS. Yunus:72
6
QS. Al-Baqarah:128.
7
QS. Al-Baqarah:132
8
QS. Yunus:101.
9
QS. Ali Imran:57.
10
QS. Al-Anbiya: 107, QS. Saba: 28
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah -3

Karenanya, syari’at Islam dari Nabi terakhir wajib dilaksanakan oleh


seluruh umat manusia, sebab Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad
SAW adalah penyempurna seluruh syari’at sebelumnya.
Kata “Al-Islam” berasal dari akar kata Aslama - Yuslimu - Islaman
yaitu berserah diri. Para ulama mendefinisikan Islam yaitu berserah diri
kepada Allah SWT dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan men-
jauhi segala larangan-Nya serta seluruh khabar-Nya yang disampaikan
lewat lisan wahyu.
Menurut Sa’id Hawwa, Islam secara umum memiliki dua makna;
1) Yaitu nash-nash yang berupa wahyu Allah SAW sebagai penjelas-
an akan keberadaan Allah SWT.
2) Tentang amal manusia dalam mengimani Allah lewat nash-nash-
Nya dan berserah diri melaksanakan nash-nash tersebut.
Sedangkan definisi Islam berdasarkan hadits diantaranya;
Dari Thalhah Bin ‘Ubaidillah, dia berkata; “Seorang lelaki datang kepada
Rasulullah SAW, kemudian bertanya tentang Islam. Rasulullah SAW bersabda;
“Shalat lima waktu dalam sehari semalam.” Dia bertanya lagi; “Apakah ada
yang lainnya?” Beliau bersabda; “Tidak, kecuali jika kau akan melakukan yang
sunat.” Kemudian beliau menjelaskan kewajiban zakat. Dia bertanya lagi;
“Apakah ada yang lainnya ?” Beliau bersabda; “Tidak, kecuali jika kau akan
melakukan yang sunat.” Dia merenung dan berkata; “Aku tidak akan menam-
bah atau menguranginya.” Maka Rasulullah SAW bersabda; “Jika benar, sung-
guh kau beruntung atau masuk surga.” 11
1.Mu’awiyah Bin ‘Ubaidah dari Bapaknya dari Kakeknya; “Aku bertan-
ya kepadamu tentang Allah, dengan apa engkau diutus kepada kami ?”
Beliau bersabda; “Dengan Islam.” Aku bertanya lagi; “Apa ciri-ciri Islam ?”
Sabdanya; “Kamu berikrar, aku berserah diri kepada Allah sepenuh hati dan
mendirikan shalat, membayar zakat. Setiap muslim dengan muslim lainnya
adalah bersaudara dan saling menolong. Tidak akan diterima amal syirik
setelah Islam yang membedakan kaum musyrikin dan muslimin.” 12
2.Rasulullah SAW bersabda; “Islam itu, engkau bersaksi tiada tuhan
selain Allah dan Muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya, mendirikan
shalat, membayar zakat, berpuasa Ramadlan dan menunaikan haji jika en-
gkau mampu di jalannya.” 13
Maka asas Islam itu terdiri dari rukun Islam yang berupa aqidah
dan ibadah. Aqidah ialah keyakinan dan iman kepada Allah, Malaikat,
kitab-kitab, para nabi, hari akhir dan qadla dan qadar. Ibadah adalah
syahadat, shalat, zakat, shaum dan haji.

11
HR. Enam orang kecuali At-Tirmidzi, menurut riwayat Abu Dawud,
“Beruntunglah dia dan bapaknya, jika benar.”
12
HR. An-Nasa-i.
13
HR. Lima orang kecuali Al-Bukhari.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah -4

Namun, ajaran Islam tidak sampai di situ. Islam juga memberikan


sistem hidup untuk pribadi dan masyarakat bahkan negara, meliputi sis-
tem pemerintahan, ekonomi, pendidikan, kebudayaan dan seluruh aspek
kehidupan manusia.
Sesuai makna Islam di atas, tanpa kita berserah diri pada ajaran
wahyu dari Allah SWT lewat utusan-Nya apalagi bertolak belakang
dengan syari’at-Nya, maka hal itu tidak lagi disebut Islam atau muslim.14
Juga menurut Sa’id Hawwa, seseorang yang telah Islam, yang per-
tama kali harus difahami dan dihayati adalah Al-Ushul Ats-Tsalatsah,
yaitu tiga dasar yang menentukan kebenaran Islam kita, Pertama; Allah,
kedua; Islam dan ketiga; Rasul. Beliau menegaskan pandangannya dengan
sebuah hadits; “Nikmatnya rasa iman ada pada Keridlaan bahwa Allah sebagai
Rabb, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai rasul.” 15
Riwayat lain menyebutkan sabda Rasulullah SAW ; “Barangsiapa
yang mengucapkan; RADLITU BILLAHI RABBA WA BIL ISLAM DINA
WABI MUHAMMAD SAW NABIYA, maka dia berhak mendapat surga.” 16
Maka, setiap muslim dituntut untuk menggali makna ketiga aspek
tadi dalam rangka mendapatkan kebenaran Islam dan kenikmatan
iman.17

Sosok Kepribadian Muslim


Jalan hidup yang Allah bentangkan untuk manusia telah jelas dan
nyata, sebagaimana kutipan ayat diatas. Tinggal manusia memahaminya
serta mengaplikasikan dalam perilaku kehidupannya.
Adapun ciri-ciri pokok dari sosok kepribadian Islam antara lain;
Pertama, Shibghah Ilahiah, yaitu celupan Allah yang berbekas dalam
diri setiap muslim. Karena Islam membentuk manusia dengan warna ter-
tentu, baik dalam aqidah, pemikiran, perasaan, persepsi, cita-cita, tujuan,
tingkah laku dan perbuatan serta seluruh aspek hidup manusia. Imam
Al-Qurthubi menafsirkan firman Allah; ”Shibghah Allah, dan adakah
shibghah yang lebih baik daripada shibghah Allah.” 18
Menurutnya, kalimat pinjaman (isti’arah) dan majaz dari ayat ini
merupakan sebuah sikap dan perbuatan dalam beragama yang tampak
dalam diri pemeluknya, sebagaimana bekas celupan pewarna yang tam-
pak jelas pada kain.
Maka, ciri muslim sejati adalah memiliki komitmen pada Allah
dengan jalan menjauhkan diri dari keinginan-keinginan pribadi maupun
hawa nafsu dan konsisten beramal demi Islam serta selalu memohon pe-

14
Sa’id Hawwa, Al-Islam:10-12.
15
HR. Muslim & At-Tirmidzi.
16
HR. Muslim, An-Nasa-i & Abu Dawud
17
Sa’id Hawwa, Allah, 1995.
18
QS. 2:138
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah -5

tunjuk Allah. Untuk itu ada beberapa jalan yang harus tempuh agar men-
capai shibghah Ilahiah tersebut, yaitu;
(a) Memahami Islam secara benar dan menyeluruh
(b) Bertauhid kepada sumber petunjuk hakiki
(c) Menerapkan ajaran-ajaran Islam
(d) Membersihkan jiwa dan menegakkan kebenar-an Islam
(e) Menda’wahkan Islam
Kedua, Memiliki kepekaan dan ketajaman jiwa.
Apabila shibghah telah membentuk pribadinya, seorang muslim se-
jati selalu berusaha menyingkap kegelapan dan kesesatan dalam dirinya,
yaitu dengan “bashirah” (kepekaan akan cahaya kebenaran).
Cahaya Islam menjadi penerang yang menuntunnya dalam kebaik-
an. Firman Allah; “Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu (Al-Quran)
dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidak mengetahui apakah kitab itu
dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Quran
itu cahaya yang Kami tunjuki dengannya siapa yang Kami kehendaki di antara
hamba-hamba Kami.” 19
Ketiga, Memiliki kebanggaan terhadap Islam. Karena Islam adalah
agama kebenaran yang universal dan harus disebarluaskan ke seluruh
pelosok negeri, sebagaimana firman Allah; ”Siapakah yang lebih baik
perkataannya daripada orang yang mengajak kepada Allah dan beramal shalih
dan berkata; “Sesungguhnya kami termasuk orang yang berserah diri
(muslim).”20
Keempat, Berpegang teguh pada kebenaran.
Seorang muslim yang telah meyakini akan kebenaran Islam akan
berusaha tetap mempertahankannya, apapun rintangan yang meng-
godanya. Sebuah Hadits menyebutkan ciri muslim sejati; ”...dia akan benci
untuk kembali kepada kekafiran sebagaimana dia benci manakala terlempar ke
dalam neraka.” 21
Kelima, Mujahadah
Muslim sejati tidak hanya berda’wah lewat lisan saja, tetapi juga
berjama’ah dalam melaksanakan syari’at serta mempertahankannya. Ini-
lah yang dimaksud mujahadah, yaitu bersungguh-sungguh membela
kebenaran dari tangan-tangan kebatilan.
Keenam, Disamping kelima ciri di atas ialah membina kesinam-
bungan muslim mutlak dipelihara. Sebab tidak mustahil keimanan kita
rontok akibat derasnya godaan. Sehingga Rasulullah SAW selalu berdo’a;
“YAA MUQALLIBAL QULUB TSABBIT QALBY ‘ALA DINIKA” (Ya Al-
lah Yang membolakbalikkan hati manusia, tetapkanlah hati kami atas agama-
Mu.)
19
QS. Asy-Syura:52
20
QS. Fushilat:33
21
HR. Muslim
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah -6

Adapun cara memelihara hati di antaranya;


1. Memohon lindungan kepada Allah
2. Berdzikir dan selalu ingat kepada Allah
3. Membiasakan membaca Al-Quran
4. Memelihara ibadah yang fardlu dan memperbanyak ibadah Sunnah
5. Bergaul dengan orang yang shalih atau menghadiri majlis ta’lim
6. Menjauhkan diri dari tempat maksiat
Ketujuh, Hatinya tenteram dan tulus ikhlas dalam beramal. Hal ini
tercermin dalam sikap hidupnya. Manakala ia mendapat kemudahan dan
kebahagiaan selalu bersyukur. Dan jika ditimpa kesulitan ia bershabar
dan berlindung kepada Allah.
Demikianlah sosok muslim sejati yang memiliki beberapa karakter-
istik dalam kehidupannya. Pada dasarnya, untuk merealisasikan sosok
muslim sejati ini tidaklah rumit, karena cukup dengan menghayati tel-
adan nyata kehidupan Rasulullah SAW serta keberadaan Islam dari masa
ke masa. Tinggal ummat Islam menyadari sepenuhnya akan tugas mulia
ini, termasuk mempersiapkan generasi pewaris kepribadian muslim ini.
22

Alangkah indahnya ungkapan Ibnu Umar RA.: “Aku telah hidup pada
zamanku dengan sebuah penjelasan. Seorang diantara kami ada yang beriman
sebelum turunnya al-Quran serta surat demi surat kepada Muhammad SAW,
kemudian ia mempelajari halal dan haram darinya, ia-pun berpegang teguh ata-
snya sebagaimana kalian mengetahui al-Quran. Aku juga menyaksikan orang
yang diturunkan al-Quran sebelum beriman, kemudian ia membaca dari awal
Al-Fatihah sampai akhir, ia tidak mengetahui apa yang diperintahkan dan yang
diperingatkan di dalamnya, ia-pun berpegang dengannya dan menyebarkannya
seperti tersebarnya kurma busuk dan buruk.”23

***

22
Disarikan dari “Ma’alimu Syakhshiah Al-Islamiah”, Dr. Otman Sulaiman Al-Asygar.
23
HR. At-Thabrany dalam Al-Ausat, rijalnya shahih seperti dalam Majma’ Al-Zawaid
I:165.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah -7

2 MEMBINA
MUSLIM PARIPURNA
“Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu ke dalam Islam secara
keseluruhannya (kaffah), dan janganlah kamu turuti langkah-langkah
syetan. Sesungguhnya syetan itu musuh yang nyata bagi kamu.”
(QS. Al-Baqarah:208)

***
Tidak sedikit di antara kita yang mengaku sebagai muslim namun
belum merasakan apa bedanya antara muslim dengan yang bukan. Ban-
yak di antara ummat Islam yang menjadi muslim karena memang di-
lahirkan dari orang tua Islam, kemudian menjadi muslim keturunan dan
ikut-ikutan. Tidak pernah merasakan nikmatnya beragama Islam
maupun bertanggungjawab akan agama yang dianutnya.
Kesadaran inilah yang harus segera diperingatkan sebelum kita di-
mintai pertanggungjawaban keIslaman kita di hadapan Allah SWT.
Memang Islam agama yang tidak dipaksakan untuk memeluknya,
tetapi apabila kita telah siap untuk memasukinya, di dalamnya ter-
kandung beberapa syari’at dan ajaran yang mau tidak mau harus ditaati
dan dilaksanakan. Ibaratnya Islam adalah sebuah rumah, setiap orang
yang lewat dipersilahkan menengok dan memperhatikannya serta tidak
ada paksaan untuk memasukinya. Namun jika telah yakin untuk memas-
ukinya, maka dia menjadi penghuni rumah itu dan harus mematuhi se-
tiap aturan yang diberlakukan oleh tuan rumah.
Demikian pula agama Islam. Janganlah kita seperti orang yang han-
ya melihat Islam dari jendelanya saja. Artinya hanya mengamalkan seba-
gian syari’at saja, atau memilih-milih mana yang menguntungkan dir-
inya, ia laksanakan dan yang merugikan kehidupan materinya, ia buang
jauh-jauh. Seperti yang disitir Allah dalam firman-Nya; “Sesungguhnya
Allah telah membeli dari orang-orang mu’min diri dan harta mereka dengan
memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu
mereka membunuh atau terbunuh. Itu telah menjadi perjanjian yang benar dari
Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Quran. Dan siapakah yang lebih menepati
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah -8

janjinya selain Allah. Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu
lakukan itu dan itulah kemenangan yang besar.”24
Dengan jelas ayat ini mengemukakan tentang kewajiban seorang
mu’min yang telah mengadakan perjanjian dengan Allah SWT yaitu un-
tuk melaksanakan syari’at-Nya dan akan dibalas dengan kebahagiaan
surga yang kekal abadi. Demikian pula ayat yang penulis kutip di atas,
menjelaskan seruan Allah SWT kepada seluruh kaum mu’minin dan
mu’minat agar menjalani Islam dengan kaffah, artinya secara sempurna
dari “A” sampai “Z”, baik dalam kehidupan pribadi, rumah tangga,
masyarakat serta bagaimana menghubungkan diri dengan Khaliq (Pen-
cipta dan Pemelihara seluruh makhluk). Karena apabila kita lengah dan
lalai dalam mengamalkan syari’at Islam, di sanalah pintu syetan akan
terus mengintai kehidupan kita. Padahal Allah menegaskan bahwa
syetan adalah musuh yang nyata. Mengapa kesadaran tersebut belum
kunjung datang ? Jawabnya, karena kita belum sempurna mempelajari
dan mengamalkan syari’at Islam dalam setiap langkah kita. Maka untuk
mengantisipasi khutwaat syetan (strategi syetan dalam menyesatkan
manusia) ada beberapa aspek penting yang harus menjadi acuan setiap
muslim agar terwujud seorang muslim yang paripurna.
Pertama: Meluruskan aqidah yang telah kita yakini.
Aqidah adalah masalah yang prinsipil dalam Islam, karena hal ini-
lah yang membedakan antara muslim dengan manusia lainnya. Aqidah
atau yang kita kenal dengan iman merupakan syarat diterimanya amal
baik serta perbuatan kita, sebagaimana firman Allah; “Barangsiapa yang
mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beri-
man, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik
dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang
lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”25
Ayat ini menegaskan bahwa hanya dengan iman-lah amal kita diter-
ima oleh Allah dan mendapat balasan di sisi-Nya. Supaya aqidah dan
keimanan kita tetap terpelihara, maka ada beberapa amalan yang harus
dilaksanakan, yaitu;
a. Mengetahui seluk beluk tauhid sebagai intinya aqidah yang ter-
kandung dalam Al-Quran dan As-Sunnah, baik tauhid uluhiah yaitu men-
jadikan Allah sebagai Yang berhak disembah dan dipertuhankan. Atau
tauhid Ubudiah yaitu menjadikan Allah SWT yang berhak diibadahi, seba-
gaimana firman Allah; “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus pada tiap-
tiap ummat seorang rasul (untuk menyerukan); “Sembahlah Allah saja, dan
jauhilah thaghut itu !”, maka di antara mereka ada orang yang diberi petunjuk
oleh Allah dan ada pula orang yang sesat. Maka berjalanlah kamu di muka

24
QS. 9:111
25
QS. An-Nahl/16:97
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah -9

bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan rasul-


rasul.”26
Juga memahami tauhid Asma wa Sifat yaitu memelihara sifat-sifat Al-
lah SWT dengan cara meyakini serta menerapkannya dalam kehidupan
kita. Sabda Rasulullah SAW; “Allah SWT memiliki 99 nama (Asmaul
Husna). Barangsiapa yang memeliharanya pasti mendapat surga.”27
b. Memelihara aqidah dengan melaksanakan taqwa (takut kepada
Allah dengan melaksanakan perintah-Nya dan memelihara hududullah.28
Dzikir (selalu mengingat Allah dengan lisan dan sikap), firman Allah;
“Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi ten-
teram.”29
Syukur (menyadari kebesaran nikmat Allah yang telah diberikan.30
Taubat (mendekatkan diri kepada Allah dengan iman dan amal shalih. 31
Muraqabah (merasa selalu diperhatikan Allah, baik ketika menyendiri
atau dalam keramaian. Mahabbah, menjadikan Allah SWT sebagai
kekasihnya dengan cara melaksanakan permintaan-Nya dan tawakkal,
menjadikan Allah sebagai tempat mengadu dan berserah diri.
Kedua, Membenahi ibadah kita yang sudah biasa kita lakukan.
Selama ini, terkadang kita melaksanakan ibadah atas dorongan
terpaksa. Akibatnya ibadah tersebut kurang berpengaruh dalam ke-
hidupan. Untuk menjaga keutuhan ibadah kita, maka hendaknya kita
memeliharanya dengan cara;
a. Ittiba’ yaitu mengikuti ketentuan Allah dalam Al-Quran dan se-
suai dengan Sunnah Rasulullah SAW, termasuk juga memperhatikan se-
tiap amalan yang wajib dan sunat, seperti shalat tahajud, qira-atul quran,
dzikir dan do’a serta amal shalih lainnya. Hal ini dalam upaya melaksan-
akan taqarrub (mendekatkan diri kepada Allah), sebagaimana sabda Ra-
sulullah SAW; “Sesungguhnya Allah SWT telah berfirman; “Siapa yang
memusuhi wali-Ku, maka sungguh Aku akan menyatakan perang kepadanya.
Dan tiada mendekatkan diri kepada-Ku seorang hamba dengan sesuatu yang le-
bih Aku sukai daripada menjalankan apa yang telah Aku wajibkan atasnya. Dan
selalu hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan menambah amal-amal yang
sunat sehingga Aku sayang kepadanya. Maka apabila Aku telah sayang ke-
padanya, jadilah Aku sebagai pendengaran yang ia dengar, penglihatan yang ia
saksikan dan tangannya dimana ia bergerak serta kakinya dimana ia berjalan.

26
QS. An-Nahl:36
27
HR. Al-Bukhari & Muslim dari Abu Hurairah RA
28
QS An-Nur:53
29
QS. 13:28
30
QS. Ibrahim:37
31
QS. 4:110
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 10

Apabila ia meminta pasti aku akan memberinya dan apabila ia mohon per-
lindungan pasti Aku melindunginya.”32
b. Menerapkan ikhlas dalam seluruh ibadah dan khusyu’ melaksan-
akannya. Artinya tujuan dan niat kita harus lurus dan sejalan dengan ke-
hendak Allah sebagaimana yang selalu kita ikrarkan; “Sesungguhnya shal-
atku, Ibadahku, hidupku dan matiku hanya bagi Allah, Pengurus semesta
alam.” 33
Ketiga, Memperbaiki akhlaq serta perilaku hidup sehari-hari.
Banyak sekali akhlaq mulia dalam Islam yang belum kita laksana-
kan, yang meliputi;
a. akhlaq terhadap diri sendiri.
b. akhlaq terhadap Allah dan Rasul-Nya dan
c. akhlaq terhadap sesama makhluk.
Dengan jelas Rasulullah SAW menyatakan, bahwa Allah mengu-
tusnya untuk membenahi akhlaq-akhlaq manusia. Inti dari akhlaq ialah
selalu menjaga diri dari syubhat (yang meragukan) dan syahwat yang
selalu dihembuskan syetan la’natullah. Sabda Rasulullah SAW; “Perkara
yang halal telah jelas dan perkara yang haram pun telah jelas, dan di antara ke-
duanya ada perkara yang syubhat dan kebanyakan manusia mengetahuinya.
Barangsiapa yang berhati-hati dari syubhat, maka ia telah memelihara agama
dan kehormatannya. Tetapi barangsiapa yang melakukan syubhat, maka ia ter-
jerumus pada yang haram. Ingatlah, dalam setiap diri ada segumpal daging, ap-
abila ia baik maka baik pula seluruh jasadnya dan apabila ia rusak, maka Binas-
alah jasadnya. Ingatlah bahwa itulah hati.”34
Maka selayaknya kita selalu menjaga seluruh aktifitas kita dari se-
suatu yang syubhat apalagi yang haram, menjaga pandangan kita, pen-
dengaran kita, ucapan kita serta bisikan hati kita dari syahwat yang selalu
menggoda.
Keempat, Menerapkan kehidupan Islami dalam keluarga dan
rumahtangga.
Setelah kita mampu menjaga diri serta membereskan aqidah, ibadah
dan akhlaq pribadi, maka kewajiban kita selanjutnya ialah menjaga kelu-
arga serta kerabat dekat kita agar menjadi muslim kaffah. Hal ini
merupakan tanggung jawab bersama, apapun status yang kita sandang,
apakah sebagai anak, ayah, ibu, suami atau isteri tetap berkewajiban
mengajak keluarga ke dalam kebaikan. Prinsip kita dalam ber-amar
ma’ruf nahi munkar kepada keluarga ini ialah “Lebih baik memaksa mereka
ke dalam surga daripada membiarkan mereka menuju neraka.” Dengan de-
mikian keluarga kita telah menjadi keluarga sakinah (tenteram), mawad-

32
HQR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah RA
33
QS. Al-An’am:163
34
Muttafaq ‘Alaih
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 11

dah (saling menyayangi dalam kebaikan) dan rahmah (penuh kasih sayang
Allah).
Empat aspek ini yang termasuk kurikulum atau tingkatan menuju
muslim paripurna. Insya Allah, dengan mengamalkan seluruhnya akan
lahir generasi yang selalu konsisten terhadap keIslamannya serta ber-
tanggung jawab atas agama yang dianutnya.35
***

3 KESEMPURNAAN
IMAN
Rasulullah SAW bersabda: “Tiga Perkara yang merupakan puncak
nikmatnya iman yaitu; Pertama, orang yang mencintai kepada Allah dan
Rasul-Nya melebihi cintanya kepada orang lain. Kedua, orang yang
mencintai sesamanya karena Allah semata. Dan Ketiga, orang yang benci
kembali kepada kekafiran seperti merasa takut dilemparkan ke dalam
neraka.”
(HR. Al-Bukhari dari Anas RA)

***
Mahabbah atau cinta merupakan amaliah batin yang membuat
manusia terlena dan berani berkorban demi sesuatu yang dicintainya,
sekalipun nyawa taruhannya. Sejak manusia pertama Adam as dan
Hawa, masalah cinta telah membuat kehidupan penuh dengan dinamika
dan keramaian. Kisah Kabil dan Habil merupakan salah satu di antara
sekian banyak peristiwa cinta yang romatis sekaligus mendebarkan.
Keinginan manusia mencurahkan cintanya adalah naluri yang sifatnya
alamiah dan merupakan sunnatullah yang wajar. Sebagaimana firman Al-
lah: “Dihiaskan kepada manusia mencintai syahwat (keinginan nafsu) seperti
perempuan-perempuan, anak-anak dan harta benda yang banyak dari emas,
perak kuda yang bagus, binatang-binatang ternak dan tanaman-tanaman. De-
mikianlah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah adalah tempat kembali
yang sebaik-baiknya.”36
Namun, terkadang orang keliru memilih objek yang dicintai dan
cara mencintai, sehingga tidak sedikit yang terjerumus menjadi korban
cinta yang salah kaprah tadi. Hal ini sebagaimana disinyalir dalam fir-
35
Disarikan dari Limadza Ya’ni Al-Intima-i Al-Islami, Fathi Yakan.
36
QS. 3:14
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 12

man Allah SWT. “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik ba-
gimu. Dan boleh jadi pula, kamu mencintai sesuatu padahal ia amat buruk ba-
gimu, Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.”37
Ayat ini secara jelas mengemukakan tentang perasaan cinta manusia
yang relatif kebenarannya sehingga salah memilih objek yang dicin-
tainya. Oleh karena itu, ada baiknya bila kita memahami sifat yang layak
kita cintai dan bagaimana mengekspresikan cinta kita kepadanya, supaya
kita tidak terseret arus dan menjadi korban cinta yang buta akan keben-
aran.
Kecenderungan manusia untuk mencintai makhluk sebagaimana
disebutkan pada ayat di atas, menunjukkan bahwa dunia dan segala
isinya merupakan objek cinta yang mudah melekat pada setiap manusia.
Karena Rasulullah SAW mengingatkan ummatnya, akan dampak yang
ditimbulkan bila kita terlalu mencintai dunia, sabdanya: “Akan datang
suatu masa dimana ummat Islam akan diperebutkan dan dikoyak-koyak seperti
hidangan oleh ummat lainnya, padahal jumlah mereka banyak tetapi mereka
seperti busa lautan, hal ini terjadi karena telah terjangkit penyakit”, para
shahabat menanyakan apa penyakit tersebut, Nabi menjawab, “Yaitu cinta
dunia dan takut mati.” 38 Hadits ini menyebutkan bahwa salah satu akibat
dari terlalu mencintai dunia, maka kaum muslimin akan lalai dari tu-
gasnya sebagai hamba Allah yang diciptakan hanya untuk beribadah ke-
pada-Nya. Jadi, cinta seseorang kepada sesuatu yang menjadi kekasihnya
itu dapat membuat dirinya melupakan yang lain selain dirinya. Seba-
gaimana diungkapkan dalam firman Allah SWT yang mengingatkan
manusia agar berhati-hati mencintai sesuatu, “Hai orang-orang yang beri-
man jangan sampai harta dan anak-anak mu melalaikan kamu dari ingat kepada
Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian, merekalah orang-orang yang
rugi...” 39
Secara tegas ayat ini menegur kaum mu’minin untuk tetap men-
gingat Allah dan jangan sampai harta dan anak serta perhiasan duniawi
melalaikannya dari dzikir dan mahabbah kita kepada-Nya. Bagaimana
sebenarnya hakikat cinta itu ? Dari penjelasan di atas, kita dapat sedikit
menyimpulkan makna cinta serta konsekuensinya bila kita jatuh cinta.
Lebih jelas lagi, Rasulullah SAW menggambarkan sikap dan karakter
cinta, sabdanya: “Cinta sejati akan terwujud dalam tiga bentuk: Pertama, le-
bih mementingkan perintah kekasihnya daripada perintah yang lain, Kedua, le-
bih mementingkan pertemuan dengan kekasihnya daripada pertemuan dengan
yang lain dan Ketiga, lebih mementingkan mendapat keridlaan kekasihnya dari-
pada keridlaan yang lainnya.” 40

37
QS. 2:216
38
HR. Bukhari
39
QS. 63:9
40
Nashaihul ‘Ibad:76
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 13

Ketiga karakter cinta sejati ini, memang harus menjadi bahan


perenungan kita, sudah sejauh mana cinta kita terhadap kekasih kita ?,
apakah hanya sekedar ucapan saja tanpa memperhatikan perihal lainnya
yang justeru merupakan konsekuensi dari cinta sejati.
Hadits yang penulis kutip di atas menjelaskan tentang objek cinta
yang sesungguhnya disertai dengan pelaksanaannya yang secara nyata
menjadi jaminan untuk mendapatkan kelezatan iman. Terlalu sering kita
mendengar istilah iman dan segala yang berkaitan dengannya. Namun
kita sering mempertanyakan tentang kualitas iman yang ada pada
pribadi setiap muslim sekarang. Kenyataan yang sering terjadi, iman
hanya dijadikan hiasan bibir saja. Untuk itu, sudah selayaknya kita
mengerti dan faham di antaranya ialah tiga ciri yang menjadi jaminan
keimanan kita mencapai puncaknya.
Pertama; orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi dari
kecintaannya kepada yang lain. Mahabatullah (Cinta kepada Allah)
merupakan puncak iman yang tertinggi, bahkan menurut Ibnul Qayim,
kesempurnaan seorang hamba sangat ditentukan oleh dua kekuatan,
yaitu ilmu dan mahabbah (cinta kepada Allah), karena melalui dua jalan
inilah seorang hamba semakin dekat dengan-Nya. Cinta kepada Allah
artinya sesuai dengan pengertian cinta sejati di atas, yaitu dengan mem-
perhatikan setiap apa yang difirmankan-Nya sampai masalah sekecil
apapun. Cinta kepada Allah dibuktikan juga dengan kecintaan kepada
Rasul SAW yaitu dengan mengikuti Sunnah-Nya serta menjadikannya
sebagai panutan dan figur yang mulia. Firman Allah SWT: “Katakanlah
(wahai Muhammad); “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”, Allah Maha Pengam-
pun lagi Maha Penyayang.”41
Kedua, mencintai seseorang atau sesuatu karena Allah. Maksudnya,
setiap kali mencintai sesuatu baik itu hiasan duniawi atau kekasih
lainnya, maka yang harus menjadi dorongannya ialah karena Allah
semata. Mencintai seorang wanita karena Allah misalnya, dengan niat
bahwa kecintaannya hanya sebatas kasih sayang sesama muslim selama
dia berjalan di atas keridlaan Allah. Cinta kepada sesama muslim sangat
dianjurkan dalam Islam, sebuah firman Allah menyebutkan:
“Muhammad utusan Allah dan orang-orang yang bersamanya adalah
sangat keras menghadapi kekufuran dan belas kasih di antara sesama mereka.” 42
Hal ini juga disinyalir dalam Hadits Nabi SAW sabdanya; “Allah
berfirman: “Mereka yang cinta kasih karena kebesaran-Ku, maka baginya be-
berapa mimbar dari cahaya yang diinginkan oleh para Nabi dan orang-orang
yang syahid.” 43 Bahkan dalam Hadits Qudsi yang lain, Allah SWT berfir-
41
QS. 3:31
42
QS. Al-Fath:29
43
HR. At-Tirmidzi dari Mu’adz
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 14

man; “Mereka yang berteman satu sama lain karena Aku, berhak memperoleh
cinta-Ku. Dan tiada seorang mu’min yang berserah diri kepada-Ku atas kema-
tian tiga orang anak kandungnya yang belum dewasa, niscaya Allah memas-
ukannya ke dalam surga dengan limpahan karunia dan rahmatnya.”44
Dalam Al-Quran banyak sekali ayat yang menyinggung masalah
cinta kasih. Di antara orang yang dicintai Allah ialah;
(1) Orang yang shabar 45
(2) Orang yang bersatu dalam jihad fi sabilillah 46
(3) Orang yang adil 47
(4) Orang yang bertawakal kepada-Nya48
(5) Orang yang berbuat baik49
(6) Orang yang taqwa50
Ketiga; ciri yang terakhir dari orang yang mendapat kelezatan iman
ialah mereka yang benci untuk kembali kapada kekafiran dan maksiat
setelah Allah melepaskannya dengan mengabulkan taubatnya, seba-
gaimana dia benci dilemparkan ke dalam neraka. Sikap seperti ini mutlak
dimiliki oleh setiap muslim sejati yang memilih Allah sebagai
kekasihnya. Karena Dia menghendaki dan mencintai orang-orang yang
selalu menjauhi dosa serta membersihkan jiwa. Firman Allah: “Sesung-
guhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, mereka itu
adalah sebaik-baiknya makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhannya ialah surga
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah
meridlai mereka dan merekapun ridla kepada-Nya.” 51
Inilah ayat yang mendorong kita untuk selalu berusaha meraih
keridlaan-Nya dengan iman dan amal shalih, supaya kita mendapat
kasih sayang Allah SWT yang tidak ada bandingannya. Dengan tiga
sikap dan sifat di atas, mudah-mudahan kita termasuk salah seorang di
antara mereka yang mendapat kelezatan iman. Amien.
***

44
HQR. Thabrani dari Amr Anbasah RA
45
QS. 3:146
46
QS. 61:4
47
QS. 49:9
48
QS. 3:159
49
QS. 2:195
50
QS. 3:76
51
QS. 98:8
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 15

4
DASAR-DASAR
AQIDAH ISLAM &
KONSEP IBADAH
“Adalah kamu (kaum muslimin) sebaik-baiknya ummat yang dilahirkan
untuk manusia, menyuruh kepada
kebaikan dan mencegah kemunkaran dan beriman kepada Allah.” (QS.
3:110)

***
Max Weber dalam bukunya “The Protestant Ethic And Spirit Of
Capitalism” (Etika Protestan dan Roh Kapitalisme) mengemukakan
tentang terdapatnya kaitan antara afiliasi keagamaan dan stratifikasi so-
sial dengan mendasarkan pada penjelasan akan pengaruh doktrin teologi
pada berbagai sekte keagamaan terhadap etos kerja para pemeluknya.
Beberapa contoh membenarkan teori Max Weber ini. Di antaranya hasil
penelitian Yamamoto Shichihei terhadap pendeta Budha Zen Suzuki
Shashan (1879-1955). Sebagaimana diketahui, Jepang merupakan negara
Timur yang mampu menandingi Barat dalam kemajuan industri dan
perekonomian sehingga mampu menguasai dunia. Ternyata kemajuan Je-
pang sangatlah unik karena kesuksesan yang diraihnya tidak semata-
mata mengikuti dan mengambil unsur-unsur ilmu pengetahuan dan
teknologi Barat, melainkan dengan memelihara dan mendekatkan diri
pada nilai budaya tradisionalnya yaitu sistem kepercayaan Budhisme
Zen. Ajaran Budhisme Zen ini menekankan bahwa dengan niat yang ben-
ar, maka setiap gerak kerja adalah amal budhis sehingga seluruh penga-
nutnya memiliki etos kerja yang bersumber pada nilai-nilai agama, baik
dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam bisnis.52
Islam adalah agama wahyu yang diyakini dan dianut kebanyakan
ummat manusia dari berbagai etnis dan suku bangsa. Perbedaan warna
kulit dan bahasa tidak menjadi masalah karena semuanya merujuk pada
52
Jurnal U. Q. 1989:23
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 16

satu azas yang telah disepakati yaitu Al-Quran sebagai satu-satunya kit-
ab suci dan dijelaskan dengan Sunnah Nabawiah sebagai interpretasinya.
Kedua konsep ini menjadi sumber hukum dan pedoman hidup setiap
muslim baik dalam kehidupan pribadi, keluarga maupun masyarakat
dan bernegara. Inilah yang dimaksud dengan Muslim Kaffah atau muslim
paripurna yang selalu mengaplikasikan kedua azas tadi dalam setiap ak-
tifitas hidupnya.
Al-Quran dan Sunnah telah terbukti sebagai sumber ajaran yang
menganjurkan kerja keras dan optimisme dalam menjalani kehidupan
dunia. Firman Allah;
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka
merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri...” 53
Petikan ayat ini secara tegas mengajarkan optimisme walaupun
tidak dipungkiri adanya konsep taqdir dalam hal ini. Namun jika pema-
haman taqdir diletakkan pada makna yang sesungguhnya, maka akan
sampai pada kesimpulan bahwa Islam menghargai kerja keras dan ke-
sungguhan niat dalam berikhtiar, serta Islam mencela ummatnya yang
hanya berpangku tangan menanti nasib atau hanya bangga dengan
setumpuk konsep tanpa dibuktikan dengan aplikasinya. Dalam sebuah
Hadits dijelaskan; “Allah tidak akan menerima ucapan seseorang melainkan
diiringi dengan amalnya, serta Allah tidak akan menerima ucapan dan amal
melainkan dengan niat, serta Allah tidak akan menerima ucapan, amal dan niat
melainkan harus sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah.” 54
Ummat Islam sesungguhnya punya potensi besar seperti yang di-
capai oleh bangsa Jepang sekarang yang juga berangkat dari sistem ke-
percayaannya. Al-Quran menyebut kaum muslimin sebagai ummatan
wasatha, khairul ummah, golongan yang terbaik seperti dijelaskan dalam
firman Allah: “Adalah kamu (kaum muslimin) sebaik-baiknya ummat yang di-
lahirkan untuk manusia, menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran
dan ber-iman kepada Allah.” 55
Masalahnya sekarang ialah, sejauh mana ummat Islam memahami
konsep-konsep ini sehingga bisa membawa pada kemajuan dan bisa
meningkatkan etos kerja yang kini pasang surut.
Jika kita memperhatian ayat 11 surat Ar-Ra’du di atas maka sesung-
guhnya ajaran Islam tidak statis, bahkan membantah paham fatalism
(jabariah) dalam masalah predetinations (taqdir). Kemudian dipertegas
dengan beberapa Hadits yang mengisyaratkan bahwa Islam menghargai
ummatnya yang optimis menjalani hidup di dunia.
Dengan beberapa penjelasan ini, ada beberapa hikmah yang harus
kita pahami, bahwa seharusnya setiap muslim memiliki etos kerja yang
53
QS. 13:11
54
HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Ibnu Mas’ud RA
55
QS. 3:110
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 17

tinggi dan sikap optimis. Namun mengapa kondisi sekarang justeru se-
baliknya ?
Ada beberapa hal yang menjadi penghambat kemajuan ummat Is-
lam dewasa ini. Salah satu di antaranya ialah masih memandang saktari-
an dan sempit makna ibadah serta ada salah paham dalam menjalankan
konsep ajaran Islam. Golongan tradisional sebagian menganggap ibadah
itu hanya shalat, dzikir di sudut masjid dan berdo’a belaka. Ibadah
dibatasi oleh ruang dan waktu, dan di luar itu sama sekali tidak ada
pengaruhnya dalam kehidupan pribadi maupun masyarakat. Padahal
antara keduanya memiliki keterkaitan dan merupakan satu kesatuan
yaitu ibadah, sebagaimana firman Allah; “Tidak ada kebaikan pada bisikan
mereka kecuali bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah
atau berbuat kebaikan atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan
barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridlaan Allah maka kelak
Kami akan memberi kepadanya pahala yang besar.” 56
Dalam hal ini, seluruh aktifitas manusia bisa bernilai ibadah dan
disediakan pahala yang besar apabila diiringi niat mencari keridlaan Al-
lah. Karenanya niat atau motivasi merupakan faktor yang dapat membe-
dakan satu perbuatan bernilai ibadah atau tidak, bukan masalah jenis
perbuatannya. Sabda Rasulullah SAW; “Sesungguhnya sah atau tidak suatu
amal itu tergantung pada niat. Bagi setiap orang akan menerima balasan sesuai
dengan apa yang telah diniatkannya. Maka barangsiapa berhijrah dengan niat
semata-mata karena Allah dan Rasul-Nya, pastilah diterima di sisi Allah dan
Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah karena keuntungan duniawi, maka
dia akan mendapatkannya. Serta barangsiapa yang berhijrah karena wanita, dia-
pun akan mendapatkannya. Adalah hijrah itu sesuai dengan niatnya.” 57
Syekhul Islam Ibnu Taimiyah mengemukakan konsep ibadah seba-
gai penafsiran dari QS. Adz-Dzariyat:56 yaitu segala bentuk aktifitas
manusia yang dicintai Allah dan yang diridlai-Nya baik dalam bentuk
ucapan maupun perbuatan lahir dan batin. Definisi ini bersifat universal
sehingga memungkinkan kita memasukkan berbagai macam aktifitas
manusia setiap saat.
Lebih rinci lagi definisi yang dikemukakan Ibnul Qayim seorang
tokoh salaf, bahwa ibadah memiliki lima belas kaidah. Dengan penjelas-
an antara lain; Ibadah meliputi tiga aktifitas, yaitu (1) hati, (2) lisan dan
(3) anggota badan. Setiap aktifitas ini masing-masing memiliki lima
hukum yaitu; (1) Wajib, (2) Sunnah, (3) Mubah, (4) Makruh dan (5)
Haram. Contohnya, lisan dikenai oleh wajib menyampaikan yang haq
dan dikenai haram mengucapkan dusta, dan seterusnya. 58

56
QS. 4:114
57
HR. Al-Bukhari dari Umar Bin Khattab RA
58
Al-Fawaid:37
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 18

Ibnul Qayim lebih menekankan batasan ibadah yang aplikatif.


Semua definisi ibadah merujuk pada satu pemahaman bahwa seluruh as-
pek kehidupan manusia tidak boleh kosong dari ruh ibadah sebagaimana
firman Allah; “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali hanya
untuk beribadah kepada-Ku.” 59
Pokok ajaran ibadah terkandung dalam tiga disiplin yang satu sama
lain tidak bisa dipisahkan yaitu Islam, Iman dan Ihsan. Unsur Islam yang
lima60 ibarat tiang penyangga bangunan ibadah. Unsur iman61 perlam-
bang segi enam pondasi yang harus tersusun kokoh. Dan unsur ihsan ba-
gaikan atap yang membuat keteduhan ruangan ibadah. Dengan mema-
hami konsep ibadah secara benar, akan terbentuk pribadi muslim
paripurna yang berprinsip Hayatuna Kulluha ‘Ibadah (Seluruh hidup kami
hanya ibadah semata) sehingga dengan begitu akan menumbuhkan etos
kerja yang tinggi dengan motifasi (niat) mencari keridlaan Allah SWT
dalam setiap aktifitas duniawi maupun ukhrawi.
Allah berfirman; “Dan carilah apa yang telah Aku anugerahkan kepada-
mu dari tempat Akhirat, janganlah kamu melupakan bagian duniawi. Berbuat
baiklah sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
membuat kerusakan.” 62

***

59
QS. 51:56
60
Syahadat, Shalat, Zakat,Puasa dan Haji
61
Iman kepada Allah,Malaikat,Kitab,Nabi, Hari Akhir dan Qadla/Qadar
62
QS. 28:77
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 19

5 WASPADA TERHADAP
SYIRIK

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia mengam-


puni dosa selainnya, bagi orang yang ia
kehendaki. Barangsiapa berbuat syirik pada Allah, maka sesungguhnya ia
telah bebuat dosa besar.”
(QS. An-Nisa: 48)
***
Begitu mendesaknya masalah syirik dan pirantinya disoroti dan
kembali dijadikan tema pokok kajian da’wah Islamiah, agar ummat Islam
tidak terkecoh dan semakin waspada terhadap parasit aqidah yang selalu
mengancam kehidupan kita.
Masalah kemusyrikan telah menjadi tantangan agama tauhid sejak
para Nabi sebelum Muhammad SAW, sehingga semua Nabi menyerukan
pemurnian aqidah dari syirik ini. Nabi Ibrahim AS pun seorang Nabi
yang menentang kemusyrikan. Firman Allah SWT.:
“Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan
orang-orang yang bersama dia, ketika mereka berkata kepada kaumnya; “Ses-
ungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain
Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu per-
musuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Al-
lah.” 63
Demikian juga yang dilakukan oleh Rasulullah SAW beserta para
shahabatnya. Beliau mewanti-wanti ummatnya dari masalah syirik seke-
cil apapun, sehingga secara detail dijelaskan. sebuah Hadits mengun-
gkapkan betapa syirik selalu mengintai kita setiap saat, sabda Rasulullah
SAW: “Syirik menyebar di kalangan ummat lebih tersembunyi dari pada semut
kecil yang melata di atas batu hitam, sedang penghapusnya ialah: “Allahumma
Innii A’udzubika an Usyrika bika syai-an wa ana a’lamu, Astaghfiruka minad
dzanbil ladzi laa a’lamu.” 64 (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ter-
jerumusnya aku pada menyekutukan-Mu, sedangkan aku mengetahui,
aku mohon ampunan-Mu dari dosa yang tidak aku ketahui.”
63
QS. 60:4
64
Majmu’atu At-Tauhid.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 20

Pada ayat di atas dengan tegas Allah memurkai syirik kepada-Nya


dan tidak akan pernah mengampuni orang yang berlaku syirik selama ia
tidak meninggalkan perbuatannya atau bertobat sebelum ajalnya datang,
sehingga menghukuminya sebagai dosa yang paling besar.
Syirik dan Jenisnya
“Asy-Syirku” berasal dari “Asyraka - Yusyriku” yang berarti membuat
persekutuan. Dalam istilah fiqh dikenal sistem Musyarakah yaitu
mengadakan akad bersekutu dalam usaha dan mu’amalah.
Beberapa kitab tauhid mendefinisikan Asy-syirku billah dengan
menyekutukan atau membuat tandingan terhadap Allah SWT. Secara ter-
sirat QS. Al-Ikhlas: 1-4 mengisyaratkan makna tauhid sebagai lawan dari
syirik. Firman Allah: “Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah tempat ber-
gantung. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan (berbapak). Tidak ada
satupun yang menyamainya.” 65
Ditinjau dari sebab turunnya (asbabunnuzul) surat ini berkenaan
dengan kaum musyrikin yang menentang ajaran Tauhid yang dibawa
oleh Rasulullah SAW. Sebagaimana dikutip oleh Al-Maraghi dalam
tafsirnya: Ad-Dhahhak meriwayatkan bahwa kaum musyrik pernah
mengutus Amir Ibnu Thufail menghadap Rasulullah SAW untuk
menyampaikan ancaman mereka terhadap ajaran tauhid dan tawaran-
tawaran halus agar meninggalkan da’wahnya. Namun dengan tegas Ra-
sulullah SAW menjawab: “Aku adalah utusan Allah untuk mengajak kalian
meninggalkan penyembahan berhala dan supaya menyembah Allah saja!”
Kemudian Amir mengatakan: “Jelaskanlah Tuhan yang kamu sembah ? apakah
terbuat dari emas atau perak ?.” Maka turunlah surat Al-Ikhlas di atas.66
Jamaludin Al-Qasimi dalam kitab tafsirnya mengutip pendapat Ab-
dul Baqa’ tentang enam jenis syirik ketika menafsirkan QS. An-Nisa: 48
di atas antara lain:
Pertama; Syirik Istiqlal, yaitu meyakini adanya tuhan yang berkedu-
dukan sama sebagai tandingan Allah SWT. masing-masing memiliki
kekuatan sendiri yang sebanding. Syirik Istiqlal ini dianut oleh orang
Majusi dengan ajaran bahwa api mempunyai maha kekuatan.
Kedua; Syirik Tab’idl, yaitu berkeyakinan bahwa tuhan terdiri dari
beberapa unsur yang tidak bisa dipisahkan dalam sifat maupun dzatnya.
Misalnya ajaran trinitas, trimurti dan sebagainya.
Ketiga; Syirik Taqrib, ialah menjadikan sesuatu sebagai sembahan
dengan maksud mendekatkan diri kepada Allah SWT atau sebagai per-
antara-Nya, seperti keyakinan kaum musyrikin jahiliah penyembah ber-
hala. Firman Allah: “Ingatlah hanya kepunyaan Allah lah agama yang bersih
dari (syirik) dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah berkata

65
QS. Al-Ikhlas: 1-4
66
Tafsir Al-Maraghi X/30:267
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 21

kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami ke-
pada Allah dengan sedekat-dekatnya.” 67
Keempat; Syirik Taqlid, yaitu melakukan upacara atau penyembahan
tertentu karena mengikuti atau melestarikan nenek moyang walaupun
bertentangan dengan akal dan syara’. Seperti upacara yang dilakukan
oleh kaum watsaniah.
Kelima; Syirik Asbab, ialah meyakini adanya penyebab selain Allah
dan menyandarkan segala kejadian kepada selain Allah. Misalnya masih
ada keyakinan bahwa sapi merupakan binatang suci pembawa (penye-
bab) berkah.
Keenam; Syirik Aghrad, yaitu apabila melakukan suatu perbuatan
mengharap maksud selain dari Allah SWT atau disebut syirik niat. Sep-
erti melaksanakan puasa tertentu dengan niat untuk mendapat jodoh dan
lain-lain.
Kemudian secara garis besar, Al-Qasimi mengklasifikasikan bentuk
syirik menjadi:
1. Syirik Fil af’al; ialah bentuk syirik yang merupakan perbuatan ang-
gota badan seperti membungkukkan badan ketika menyembah berhala
dan sebagainya.
2. Syirik Fil Aqwal; ialah menyekutukan Allah dengan perkataan atau
ucapan baik secara langsung maupun tidak langsung. Misalnya ber-
sumpah dengan selain nama Allah dan sebagainya.
3. Syirik Fil Iradah wan Niah; berupa syirik dalam hati yang seringkali
tidak terasa kita melakukannya, misalnya riya (ingin diperhatikan
manusia), sum’ah (ingin didengar orang) atau berbentuk keyakinan ter-
hadap kekuatan selain Allah.68
Beberapa contoh di atas hanyalah contoh kecil dari sekian banyak
syirik yang masih dianut dan dilakukan masyarakat kita. Terkadang se-
cara tidak disadari, masih ada beberapa unsur syirik yang masih melekat
pada kita.69
Demikianlah bahaya dan ancaman syirik yang bertebaran pada
masyarakat kita dan meracuni aqidah ummat Islam yang masih awam
dalam ketauhidannya. Padahal kemurnian tauhid serta keimanan
merupakan jaminan utama sebuah negara aman sentosa, sebagaimana
firman Allah SWT: “Jika sekiranya penduduk negeri beriman dan bertaqwa
pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.
Tetapi bila mereka mendustakan (ayat-ayat) Kami, maka Kami siksa mereka dis-
ebabkan perbuatannya.” 70
67
QS. 39:3
68
Mahasinut Ta’wil V:212
69
Apabila anda ingin mendalami lebih jauh syirik-syirik tersembunyi ini bisa dikaji
pada buku “Parasit Aqidah; Selintas Perkembangan dan sisa-sisa Agama Kultur”
Karya A. D. Elmarzdedeq terbitan Yayasan Ibnu Ruman Bandung
70
QS. 7:96
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 22

Sudah saatnya kita mengambil langkah penyelamatan aqidah kita


dari parasit-parasit syirik yang menjalar sampai pada jenis bacaan
sekalipun, supaya terwujud Baldatun Thayibatun wa Rabbun ghafur, negeri
yang tenteram penuh rahmat Allah SWT. Amien.

***
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 23

6 KONSEP TAQDIR
Suraqah datang kepada Nabi SAW, lalu berkata: Ya Rasulallah, apakah kita
akan beramal hari ini dengan apa yang telah ditulis qalam dan telah kering
tintanya serta berdasar taqdir dari Allah ataukah terhadap apa yang akan ter-
jadi? Nabi Menjawab: “Kita beramal sekalipun telah tertulis dengan qalam dan
telah ditaqdirkan.” Suraqah berkata: Kalau begitu untuk apa kita beramal? Nabi
menjawab: “Beramallah, setiap orang dimudahkan dengan apa yang telah dicip-
takan untuknya.(HR. Muslim dari Jabir)

***
Sudah lama perbedaan pendapat masalah taqdir dibahas dan dicari
penyelesaiannya oleh para ulama, namun selalu saja mendapat jalan
buntu dan belum dapat terselesaikan. Masalah taqdir merupakan sesuatu
yang esensil dalam Islam, karena salah satu dalam rukun iman itu adalah
meyakini taqdir Allah yang baik dan jelek. Dengan demikian para ulama
tidak pernah berhenti mengungkap rahasia-rahasia taqdir ini sesuai
dengan kemampuan mereka. Dr. Abdullah Nashih Ulwan, seorang
ulama terpandang di Universitas King Abdul Aziz Jeddah menulis se-
buah buku khusus tentang taqdir ini "Af'al Al-Insan bain Al-Jabr wa Al-
Ikhtiar" yang diterjemahkan oleh GIP menjadi "Jawaban Tuntas Masalah
Taqdir.” Benarkah dengan membaca buku ini masalah taqdir jadi selesai?
Jawabnya, belum, namun setidaknya keberadaan buku ini menambah
khazanah pemikiran teologi Islam sekaligus membuka satu jalan keluar
bagi penyelesaiannya.
Memang, ketika membicarakan masalah taqdir ini, kita harus lebih
berhati-hati, karena sedikit saja kita le-ngah, tidak mustahil kelalaian itu
membawa kepada kemusyrikan. Pernah suatu malam Rasulullah SAW
datang ke rumah Ali, lalu beliau bertanya: "Apakah kamu sudah shalat?"
Ali menjawab: "Wahai Rasulullah, jiwa kami ada dalam genggaman Allah,
apabila Allah menghendaki, tentulah kami dibangunkan-Nya untuk shalat.”
Mendengar jawaban Ali, Rasulullah SAW meninggalkannya tanpa
berkata-kata. Sambil keluar Nabi memukul pahanya sambil membacakan
ayat: "Dan adalah manusia lebih banyak berdebatnya.” Demikianlah sikap
Rasulullah SAW ketika mempermasalahkan taqdir, beliau lebih baik
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 24

menghentikan pembicaraan, karena bila diteruskan akan terjadi perde-


batan yang tidak ada ujung pangkalnya.
Lalu, bagaimana sesungguhnya mengimani taqdir Allah tersebut?
Apakah dengan tidak membicarakannya dianggap telah beriman?
“Ikhtiar adalah taqdir.” Kalimat ini merupakan kesimpulan sement-
ara dari pemahaman penulis terhadap beberapa pendapat tentang taqdir
ini. Mudah-mudahan dengan penjelasan alakadarnya, maksud ungkapan
ini dapat dipahami dan membuka pikiran sementara orang yang meman-
dang taqdir hanya berlaku dalam masalah bencana dan kejelekan saja.
Syekh Muhammad Bin Shalih Al-Utsamain dalam risalahnya "Nubdzah
fi Al-Aqidah Al-Islamiah" mengemukakan empat pokok iman terhadap
qadar/taqdir Allah SWT.
Pertama, meyakini bahwa Allah SWT mengetahui segala sesuatu
sekecil apapun, mengetahui peristiwa lampau dan yang akan terjadi,
apapun yang kita perbuat Dia Maha Melihat.
Kedua, mengimani bahwa Allah SWT telah menentukan segala se-
suatu yang terjadi di “Lauh Al-mahfuzh.” Firman Allah SWT: "Apakah
kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di
langit dan di bumi? Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam kitab (lauh
Al-mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” 71
Dalam sebuah Hadits dijelaskan: "Allah telah menuliskan qadar setiap
makhluk sebelum Dia menciptakan langit dan bumi selama lima puluh ribu
tahun.” 72
Ketiga, mengimani bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah atas ke-
hendak Allah SWT, baik perbuatan-Nya sendiri atau perbuatan makhluk-
Nya. Firman Allah: "Dan tuhanmu menciptakan apa saja yang Dia kehendaki
dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha suci Allah dan
Maha tinggi dari apa saja yang mereka sekutukan dengan Dia.”73
Keempat, mengimani bahwa Allah SWT menguasai seluruh kejadian
dengan dzat-Nya, sifat-Nya dan gerakan-Nya. Firman Allah: ”... Dia telah
menciptakan segala sesuatu dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan
serapi-rapinya.” 74,75
Setelah mengetahui pokok-pokok iman pada taqdir ini yang pada
dasarnya menyimpulkan bahwa amal perbuatan manusia, baik dan bur-
uk, telah tertulis (bukan ditentukan) dalam kitab “Lauh Al-Mahfuzh” di
sisi Allah SWT. Masalahnya sekarang ialah apa gunanya amal manusia
bila semuanya telah dialas? sebagaimana pertanyaan Umar bin Khathab,
serta bagaimana kaitannya dengan kebebasan memilih (ikhtiar) di antara

71
QS. 22:70
72
HR. Muslim dari Abdullah bin Amr bin Ash
73
QS 28:68, lihat juga QS. 4:90, QS. 6:137, QS. 14:27.
74
QS 25:2
75
t.th.:55
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 25

dua perbuatan. Sebagai contoh, seorang berada di antara dua jalan, jalan
pertama sangat berbahaya dan jalan kedua tidak berbahaya. Jika Allah
telah menentukan dia memilih jalan pertama, apakah ikhtiar masih ber-
laku? Sebelum menerapkan makna taqdir dan ikhtiar pada contoh di
atas, harus dipahami dulu beberapa faktor yang memperjelas masalah
ini.
Pertama, Allah memang telah menulis qadar dan pilihan seseorang,
tetapi manusia tidak mengetahui putusan yang telah Allah tulis berdasar
kemaha tahuan-Nya itu.
Kedua, Allah SWT memberikan penjelasan tentang perbuatan dan
akibat-akibatnya melalui para Rasul. Firman Allah: "Mereka Kami utus se-
bagai Rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar tidak ada
alasan bagi manusia membantah Allah setelah diutusnya rasul-rasul itu.” 76
Ketiga, Secara syara', Allah SWT menyuruh manusia beramal baik
dan memilih jalan yang selamat sesuai dengan kemampuannya. Ia
mendapat pahala dari kebaikan yang diperbuatnya dan ia mendapat
siksa dari kejahatan yang dilakukannya.77
Keempat, berdasarkan kenyataan yang terjadi, sesungguhnya
manusia tidak menyadari bahwa dirinya telah ditentukan untuk melak-
ukan perbuatannya, karena mereka diberi akal untuk menimbang dan
memutuskan.
Keempat faktor ini mempermudah dalam memahami taqdir dan
ikhtiar. Maka pada contoh di atas bisa dijelaskan sebagai berikut: kepu-
tusan yang ia ambil sebagai ikhtiar, sekaligus taqdirnya. Dia memilih
(ikhtiar) jalan pertama, itulah taqdirnya. Sehingga kalau kedua-duanya
adalah taqdir, maka tentu seharusnya memilih jalan yang selamat.
Dikisahkan dalam Al-Bukhari, suatu ketika Umar bin Khathab dan
shahabat lainnya hendak ke Syam. Di tengah perjalanan mereka bertemu
dengan pasukan yang baru pulang dari Syam dan mengabarkan bahwa
di Syam sedang dilanda wabah penyakit tha’un. Maka Umar memu-
tuskan untuk kembali ke Madinah. Tapi Abu Ubaidah menolak dengan
mengatakan: "Tidakkah kita lari dari taqdir Allah?" Umar menjawab:
"Kita lari dari taqdir Allah ke taqdir Allah yang lain. Bukankah jika kamu
menggembalakan untamu dan melihat dua lembah yang satu subur dan satu
lagi kering, kamu memilih yang subur. Karena masing-masing keputusan ada-
lah taqdir.”
Kisah lainnya, Umar akan menghukum seorang pencuri dengan po-
tong tangan. Lalu pencuri itu membela: "Aku mencuri karena taqdir Allah"
kemudian Umar menghukumnya dengan cambukan tiga puluh kali dan

76
QS 4: 165
77
QS 2:286
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 26

baru dipotong tangannya. Umar berkata: "Sesungguhnya kami mencambuk-


mu dan memotong tanganmu adalah taqdir Allah.” 78
Demikianlah hakikat ikhtiar dan taqdir yang menjadi pendorong
seseorang berbuat dan memilih keputusannya. Dengan memahami dan
mengimani qadha dan qadar Allah, akan timbul beberapa sikap sebagai
buah dari keimananan, di antaranya,
Pertama, selalu optimis dalam beramal shalih dan berusaha memilih
keputusan yang terbaik.
Kedua, ketika terjadi cobaan menimpa dirinya seperti musibah atau
kesakitan, ia akan mencari jalan keluar dan berlapang dada pada kepu-
tusan akhir, karena ia telah berusaha sebaik-baiknya, firman Allah:
"Tiada suatu bencana pun yang menimpa di muka bumi dan pada dirimu
sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Al-mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
Kami jelaskan supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang diberikan
kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan mem-
banggakan diri.” 79
Ketiga, menumbuhkan sikap shabar dan syukur dalam hati setiap
mu’min yang mengimani taqdir ini. Sabda Rasulullah SAW: "Sungguh
beruntung menjadi seorang mu’min, karena setiap yang menimpanya adalah ke-
baikan. Jika menimpanya sesuatu yang menggembirakan ia akan bersyukur dan
jika menimpanya suatu yang menyedihkan ia akan bershabar. Inilah kebaik-
annya.” 80
Renungkanlah do’a Istikharah ini;
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon Engkau pilihkan yang baik
dengan pengetahuan-Mu, dan aku mohon Engkau memberi kekuatan dengan
kekuasaan-Mu, dan aku mohon kemurahan-Mu yang Maha luas, karena ses-
ungguhnya Engkau berkuasa, sedang aku tidak berkuasa, dan Engkau Maha
mengetahui, sedang aku tidak mengetahui, dan Engkau Maha mengetahui
perkara ghaib. Ya Allah, kalau sudah memang Engkau ketahui, perkara ini baik
bagiku, bagi agamaku dan kehidupanku serta baik bagi hari penghabisanku,
maka berikanlah dia kepadaku dan mudahkanlah urusannya buatku dan
curahkanlah berkah bagiku. Dan kalau sudah memang Engkau ketahui, perkara
ini tidak baik bagiku, bagi agamaku dan kehidupanku serta bagi hari penghabis-
anku, maka jauhkanlah dia dariku dan jauhkan aku darinya, dan berikanlah ke-
baikan kepadaku, dimanapun adanya serta jadikanlah aku orang yang ridla.”
Wallahu a'lam bishshawab.

78
Hasbi 1986:107
79
QS. 57: 22-23
80
HR. Muslim
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 27

7 PERISTIWA
RABI’UL AWAL

Renungan Iman Kepada Rasulullah SAW


“Sesungguhnya telah ada bagimu pada diri Rasulullah teladan yang baik
bagi orang yang berharap berjumpa de-ngan Allah dan Hari Akhir dan ban-
yak mengingat Allah.”
(QS. 33:21)
***
RABI’UL AWAL, baru saja kita masuki sebagai bulan ketiga tahun
Hijriah. Bulan ini dikenal juga sebagai bulan da’wah yang setiap harinya
dipenuhi dengan tablig-tablig menyambut dan memperingati hari ke-
lahiran seorang utusan penutup para Nabi ialah Muhammad Ibn Abdil-
lah yang kelak menjadi Rasulullah SAW yang ditunggu kelahirannya.
Sejak kelahirannya ke dunia ini, ia selalu menjadi bahan pujian se-
tiap orang yang mengenalnya. Terutama kakeknya Abdul Muthalib yang
menanti kelahiran seorang anak lelaki yang akan menjadi penerusnya
kelak sebagai pemelihara Ka’bah yang disucikan. Pada hari ketujuh ke-
lahirannya itu, Abdul Muthalib minta disembelihkan seekor unta, lalu
mengundang masyarakat Quraisy dan
mengumumkan pemberian nama cucunya dengan nama
Muhammad kemudian berkata: “Kuingatkan, dia akan menjadi orang yang
terpuji bagi Tuhan di langit dan bagi makhluknya di bumi.” Keluhuran sifat-
nya sempat diabadikan dalam beberapa sya’ir pujian seperti “Barjanzi,”
“Qashidah Burdah” serta berbagai bacaan Shalawat yang mengangkat
namanya.81
Rasulullah SAW dan para Rasul lainnya memiliki tugas mulia, di-
antaranya;
•Menyeru manusia menyembah hanya kepada Allah SWT
semata.82
•Menyampaikan perintah dan larangan Allah kepada manusia.83
•Menunjukan dan membimbing manusia kepada jalan yang benar
dan lurus .84
81
Haekal 1992:47
82
QS. Al-Anbiya:25, QS. An-Nahl:36
83
QS. Al-Ahzab:39, QS. Al-Maidah:67
84
QS. Ibrahim:5, QS. Al-Ahzab:45-46
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 28

•Sebagai teladan dan contoh yang baik bagi manusia.85


•Memperingatkan manusia tentang kehidupan sesudah mati dan
masalah ghaib yang akan dihadapi setelah mati.86
•Menyeru manusia mengutamakan kehidupan akhirat yang abadi
daripada kehidupan dunia yang sementara.87
•Agar manusia tidak membuat alasan mengapa Allah menghisab
mereka. 88
Demikian penjelasan Ash-Shabuni dalam “Membela Nabi.”89
Pada bulan Rabi’ul Awal tercatat beberapa peristiwa bersejarah
yang berkaitan dengan kelangsungan hidup dan berkembangnya agama
Islam di muka bumi ini. Tiga peristiwa penting yang menentukan eks-
istensi Islam sebagai agama langit untuk seluruh manusia, yaitu:
Pertama: peristiwa lahirnya Muhammad sebagai calon Nabi dan Ra-
sul, tepatnya tanggal 12 Rabi’ul Awal tahun Gajah (20 April 571 M). Per-
istiwa kelahirannya terjadi di tengah bergolaknya masyarakat Jazirah
Arab, ialah kisah penyerbuan pasukan gajah dibawah komando Abrahah
untuk menghancurkan Ka’bah yang saat itu menjadi pusat perhatian
dunia.
Karena keistimewaan inilah Abrahah ingin menghancurkan dan
mengambil alih kekuasaan dengan membuat gereja Ayya Shafiya sebagai
pengganti Ka’bah. Namun Allah SWT tidak menghendaki dan kemudian
kisah ini diabadikan dalam QS. Al-Fiil: 1-5. Kelahiran inilah yang
melatarbelakangi adanya Mauludan, walaupun kadangkala pelaksan-
aannya tidak sejalan dengan makna kelahiran Nabi SAW.90
Memang, pada mulanya Mauludan ini diselenggarakan untuk men-
ingkatkan semangat jihad pasukan yang sudah mulai menurun yaitu
dengan mengkaji ulang perjuangan Rasulullah SAW semasa hidupnya
yang penuh dengan cobaan. Namun kenyataan sekarang maulidan ber-
makna lain sehingga Syekh Abdul Aziz Ibn Abdillah Bin Baaz, ketua Or-
ganisasi Riset Ilmiah dan Majlis Fatwa Makah Al-Mukarramah meman-
dang bid’ah yang haram dilaksanakan.91
Terlepas dari Khilafiah di atas, yang penting bagi kita ialah memetik
hikmah dibalik kelahiran seorang Nabi yang amat kita junjung, yang
memiliki sifat mulia lagi terpuji, agar kita merenungi setiap perilaku
serta akhlaqnya untuk dijadikan teladanhidup dan anutan bagi kita yang

85
QS. Al-Ahzab:21, QS. Al-An’am:90
86
QS. Al-An’am:130-131
87
QS. Al-Ankabut:64
88
QS. An-Nisa:165.
89
hlm.16
90
Lihat kolom “Maulid Nabi SAW”
91
Lihat At-Tahdzir Min Al-Bida’, 1400 H: 3-6
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 29

mencintainya. Sungguh banyak perilaku Rasulullah SAW yang belum


kita contoh.
Peristiwa Kedua, adalah hijrahnya Rasulullah SAW dari Makah ke
Madinah yang pada waktu itu dikenal dengan nama Yatsrib. Jika kita
menghayati kisah perjalanan hijrah ini, maka hal ini sungguh menggugah
hati kita, betapa Rasulullah SAW dan para shahabat memiliki ketabahan
dan semangat jihad yang tangguh. Peristiwa hijrah ini menjadi mo-
mentum yang menentukan bagi kelangsungan Islam di jazirah Arab. Kar-
ena, setelah tiga belas tahun beliau menda’wahkan Islam di Makah, para
pembesar kaum Quraisy semakin menekan kaum muslimin yang lemah
dengan penyiksaan fisik yang tidak berperikemanusiaan, seperti terjadi
pada keluarga Ammar Ibn Yassir.
Kisah penyiksaannya diungkapkan Sabir Abduh Ibrahim; “Pada
pagi hari berikutnya datang pula kepada kami Abu Hudzaifah (majikan
Ammar). Ia mengikat kaki dan tangan kami hingga datang waktu
Dzuhur. Dengan tanpa belas, dia seret kami ke tengah padang pasir yang
panas sampai kulit kami hangus terbakar... Kemudian datang Abu Jahal
membawa tombak. Dengan tombak terangkat ia mengancam agar kami
meninggalkan Islam. Namun setelah lama ia menunggu, diarahkannya
tombak itu pada ibuku (Sumayyah), lalu ditusukkannya ke arah auratnya
dengan sekuat tenaga akhirnya iapun syahid...”92
Inilah salah satu alasan mengapa hijrah mesti dilaksanakan dis-
amping sebagai perintah Allah SWT. Sulit dibayangkan, ketabahan para
shahabat melaksanakan hijrah ini. Walaupun jarak antara Makah dan
Madinah begitu jauh (lk. empat belas hari dengan berjalan kaki) dan
keadaan cuaca teramat gersang. Namun dengan dorongan iman dan ke-
setiaan pada Rasulullah SAW mereka rela meninggalkan harta dan
segala kenangan di Makah Al-Mukarramah. Demikianlah sikap generasi
shahabat yang telah mencapai kenikmatan iman sebagaimana sabda Ra-
sulullah SAW: “Tiga Perkara yang merupakan puncak nikmatnya iman yaitu;
Pertama, orang yang mencintai kepada Allah dan Rasul-Nya melebihi cintanya
kepada orang lain. Kedua, orang yang mencintai sesamanya karena Allah
semata. Dan Ketiga, orang yang benci kembali kepada kekafiran seperti merasa
takut dilemparkan ke dalam neraka.”. 93
Setelah Rasulullah SAW dan para shahabatnya me-ngalami per-
jalanan yang cukup panjang, mereka tiba di Madinah dengan sambutan
hangat dari penduduk setempat. Maka dikenallah golongan ummat Is-
lam saat itu Muhajirin (mereka yang hijrah) dan golongan Anshar
(mereka yang menolong). Tepat pada hari Jum’at tanggal 12 Rabiul
Awwal tahun Pertama Hijriah (24 September 622 M), Rasulullah SAW
sampai di Madinah dan mulai saat itulah Rasulullah SAW membangun
92
KH. Firdaus AN. 1985:94
93
HR. Al-Bukhari dari Anas RA
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 30

kekuatan Islam bersama para shahabatnya selama sepuluh tahun di


Madinah.
Peristiwa Ketiga, berkenaan dengan wafatnya Rasulullah SAW tepat-
nya pada tanggal 12 Rabi’ul Awal 11 Hijriah (8 Juni 632 M). Peristiwa ke-
wafatannya sungguh amat mengharukan setelah beliau sakit selama 18
hari pada akhir Bulan Shafar. Kepergiannya memberikan kenangan
tersendiri bagi para shahabat, seperti yang dikisahkan oleh Ibnu Mas’ud
RA: “Ketika telah dekat hari kewafatannya, kami (para shahabat)
berkumpul di rumah Aisyah RA, Rasulullah SAW menoleh dan meman-
dang wajah kami satu persatu, Kedua matanya berbinar menahan tangis,
kemudian beliau bersabda; “Selamat datang, semoga Allah mencurahkan
rahmat-Nya bagi kalian semua, aku berwashiat kepadamu, bertawakkallah ke-
pada-Nya, sungguh telah dekat perpisahan ini. Hendaklah Ali RA memandik-
anku, Al-Fadlal Ibnu Abbas RA dan Utsman Bin Zaid RA yang menuangkan
airnya, dan kafanilah aku dengan kainku atau kain putih buatan Yaman, jika te-
lah selesai letakkanlah di rumahku di atas pinggir lubang kuburku, kemudian
bawalah keluar sebentar karena Allah SWT sendiri yang pertama kali memberi
shalawat atasku kemudian Jibril, Mikail, Israfil, Izrail dan para malaikat, baru-
lah kamu shalatkan aku.”
Setelah kami mendengar washiatnya, tak kuasa kami menahan tan-
gis. Seorang shahabat berkata: “Ya Rasulallah, engkau Rasul kami, pembina
dan pemimpin kami, apabila engkau mati, kepada siapa lagi kami mengadu ?”
Maka Rasul-pun menjawab; “Aku tinggalkan kamu di atas jalan terang dan
aku tinggalkan kamu penasehat yang berbicara dan yang diam. Penasehat yang
berbicara adalah Al-Quran dan yang diam adalah maut. Apabila kamu
menghadapi persoalan berat, maka kembalilah kepada Al-Quran dan Sunnah
Nabawiah, dan apabila hatimu gelisah, maka tuntunlah dia dengan mengambil
i’tibar dari peristiwa kematian !” 94
Demikianlah tiga peristiwa besar bulan Rabiul Awal sebagai kenan-
gan dan pelajaran bagi ummat Islam dewasa ini dengan mamahami
makna dan hikmah di balik peristiwa-peristiwa tadi. Sudah saatnya kita
memperingati ketiga peristiwa itu dalam arti yang sesungguhnya, yaitu
menjalankan nasehatnya yang agung dan selalu berpegang teguh kepada
Al-Quran dan Sunnah Nabawiah serta menjadikan teladan hidup baik
dalam ibadah maupun dalam perilaku sehari-hari.

ALLAHUMMA SHALLI ‘ALA MUHAMMAD WA ‘ALA ALI


MUHAMMAD KAMA SHALLAITA ‘ALA AALI IBRAHIM WA
BAARIK ‘ALA MUHAMMAD WA ‘ALA ALI MUHAMMAD KAMAA
BARAKTA ‘ALA AALI IBRAHIM, AMIEN.
(Ya Allah, curahkanlah rahmat atas Muhammad dan keluarga
Muhammad sebagaimana Engkau curahkan rahmat kepada keluarga Ibrahim,
94
Detik-Detik Terakhir Rasulullah, KH. Firdaus AN. 1985:27
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 31

dan berikanlah berkah keselamatan kepada Muhammad dan keluarga


Muhammad sebagaimana Engkau berikan berkah keselamatan kepada keluarga
Ibrahim, Amien).
***

8 AGENDA INTERNAL
UMMAT

“Maka hadapkanlah wajahmu (istiqamahlah) kepada agama Allah yang


hanief. (Tetaplah atas) fitrah Allah Yang telah menciptakan manusia menur-
ut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lur-
us, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
(QS. 30:30)
***
Muharram baru saja kita lewati. Tak terasa sudah sekian tahun abad
XV Hijriah yang dicanangkan sebagai abad kebangkitan Islam sudah kita
lewati. Namun dalam kurun waktu yang cukup panjang ini gaung ke-
bangkitan masih belum terdengar, bahkan suaranyapun semakin samar
dijegal oleh hingar bingarnya era modernisasi yang hakikatnya adalah
westernisasi (pembaratan).
Akankah kebangkitan Islam terwujud? Dan sudah seberapa jauhkah
langkah ummat Islam menyikapi era kebangkitan ini ? Mengapa fenom-
ena sekarang justeru sebaliknya, kaum muslimin menjadi kelompok yang
tertintas bahkan dijadikan khadim yang penurut dan menjadi objek
kebengisan kaum kapitalis ? Inilah sederet pertanyaan yang harus di-
jawab seluruh kaum muslimin. Islam sebagai Ad-Dien Al-Kamil Al-Mu-
takammil sebenarnya memiliki konsep dan sumber nilai yang mendorong
ummatnya untuk maju dan mengangkat ummatnya menjadi khairu
ummah (bangsa terhormat) mengungguli ummat lainnya. 95
Kondisi ini dimungkinkan karena Islam sebagai agama langit yang
memiliki dasar ajaran wahyu Ilahi yaitu Al-Quran dan Sunnah Nabawi-
ah. Dengan dua azas ini terbukti validnya Islam menjadi agama dunia
95
QS. 3:110
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 32

serta tercatat dalam sejarah gemilangnya Islam di balik pilar-pilar kejay-


aannya, baik ketika Rasulullah SAW berkuasa dengan berdirinya negara
Islam pertama Madinah Al-Munawarah atau pada masa Khulafaurrasy-
idin yang penuh kedamaian. Demikian juga pada abad pertengahan, ke-
jayaan Islam merambah ke seluruh pelosok negeri, bahkan Eropa
sekalipun.
Seddilot seorang orientalis pernah berkomentar; “Hanya bangsa Arab
pemikul panji-panji peradaban abad pertengahan. Mereka melenyapkan Barbar-
isme Eropa yang digoncangkan oleh serangan suku-suku Utara Bangsa Arab
melanglang mendatangi sumber-sumber filsafat Yunani yang abadi. Mereka
tidak berhenti pada batas yang telah diperoleh berupa khazanah-khazanah ilmu
pengetahuan, tetapi terus berusaha mengembangkannya dan membuka pintu-
pintu baru bagi pengkajian alam.” 96
Bukti majunya peradaban Islam dalam berbagai bidang telah banyak
diungkap oleh para sejarawan, seperti dalam bidang filsafat dan ilmu ke-
dokteran,pada abad ke-12 diterjemahkan buku Al-Qanun karya Ibnu Sina
(Avicenne) dan Al-Hawi karya Ar-Razi yang menjadi buku pegangan
pada perguruan tinggi Eropa abad ke-16. Fakta sejarah berupa bangunan
dan sarana lainnya seperti rumah sakit Adhudi di Baghdad yang diban-
gun Daulah Bin Buwaihi pada tahun 317 H dengan 24 orang dokter dan
peralatan yang cukup lengkap.
Dengan demikian konsep “Al-Islamu Ya’lu Wa laa Yu’la ‘Alaih” (Is-
lam itu tinggi dan tidak ada yang menandingi ketinggiannya) merupakan
konsep yang benar dan bisa dipertanggungjawabkan setelah kita
menyaksikan pesatnya peradaban Islam pada masa keemasan.
Untuk memahami kendala ummat Islam dalam menghadapi abad
kebangkitan dewasa ini, maka kita harus membuka kembali lembaran se-
jarah masa silam sebagai kilas balik dalam mengambil sikap dan langkah
yang tepat. Peristiwa historis yang terpenting dalam kajian ini adalah
peristiwa penjajahan negeri-negeri Islam pada abad XIII Hijriah oleh
bangsa asing non muslim yang datang dari Barat. Keterbelakangan um-
mat Islam di masa lalu sesungguhnya merupakan konsekuensi logis dari
kemerosotan kita di bidang keagamaan, moral dan pemikiran Islam.
Selama seratus tahun jatuhnya kerajaan Ottoman pada akhir Perang
Dunia I, penghapusan khilafah pada tahun 1924 dan deklarasi Mustafa
Kemal At-Taturk yang menjadikan Turki sebagai negara nasionalis
sekuler, melengkapkan kemunduran ummat Islam yang telah dimulai se-
jak jatuhnya Spanyol. Bukti sejarah inilah yang mendasari kesimpulan
penulis bahwa problematika yang melanda ummat Islam muncul dari
dua faktor.
Pertama, faktor internal ummat Islam dan

96
Peradaban Islam Dulu, Kini dan Esok, Dr. Musthafa as-Siba’i, 1992
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 33

Kedua, faktor eksternal.


Bila dikaji lebih jauh, ternyata faktor internal lebih dominan terjadi
pada ummat Islam dewasa ini disamping faktor eksternal yang
merupakan akibat dari faktor sebelumnya.
A. Faktor Internal
Di antara sekian banyak sebab yang menimbulkan kemunduran um-
mat Islam adalah;
Pertama, jauhnya ummat Islam dari ajaran Islam yang bersumber
pada Al-Quran dan Sunnah Nabawiah yang lurus. Al-Quran tidak dipos-
isikan sebagaimana mestinya. Yaitu sebagai petunjuk dan pedoman
hidup bagi kebahagiaan dunia dan Akhirat. Pemahaman Al-Quran hanya
sebatas bacaannya saja dan tidak menjadi penggugah semangat dan
dasar beramal apalagi teraplikasi dalam seluruh aspek kehidupan um-
mat. Syekh Syakib Arselan dalam bukunya “Limadza Ta-akharal Muslim-
um Wa Taqaddama Ghairuhum” (Mengapa Ummat Islam Terbelakang dan
Ummat Lain Maju) menjelaskan bahwa kemunduran ummat Islam diseb-
abkan mereka telah meninggalkan Al-Quran dan Sunnah. Sedangkan
ummat lain maju justeru karena me-ninggalkan ajarannya. Mengapa de-
mikian ? Sebab ajaran Islam sangat luas dan dalam, mengandung aspek
pendukung kemajuan ummat manusia, sedangkan ajaran lain telah ban-
yak dirubah dan mengekang pemikiran penganutnya.
Disamping gejala di atas, ada sebab lain yang mendukung jauhnya
ummat Islam dari Al-Quran yaitu perlakuan mereka yang keliru ter-
hadap Al-Quran itu sendiri. Seperti;
(1) Mencampur-adukkan antara hak dan batil. 97
(2) Iman pada sebagian ayat dan mengingkari sebagian yang lain.98
(3) Al-Quran hanya dijadikan benda pusaka atau keramat.99
(4) Mempermainkan kandungannya dan dijadikan senda gurau.100
Demikian juga terhadap Sunnah. Rasulullah SAW sebagai utusan
Allah dengan membawa ajaran yang terkandung dalam Sunnahnya tidak
dijadikan teladan dalam perilaku dan kehidupan ummat Islam.
Pergeseran keteladanan ini lahir akibat misi Barat yang senantiasa dilan-
carkan ke tubuh ummat Islam. Sehingga generasi Islam-pun malu untuk
berbaju Sunnah Rasulullah SAW Inilah masa yang mengutip istilah
Muhammad Abduh, “Al-Islam Mahjubun Bil Muslimin.” (Islam terhalang
oleh ummatnya sendiri).
Kedua, Perpecahan dalam tubuh ummat Islam sendiri sebagai akibat
dari kurangnya rasa tasamuh (toleransi) antar sesama muslim serta saling
pengertian. Hal ini dilatarbelakangi oleh minimnya pemahaman ummat

97
QS. 2:24
98
QS. 2:85
99
QS. 59:21
100
QS. 36:69
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 34

terhadap Al-Quran dan Sunnah yang benar dan lurus, sebagaimana fir-
man Allah; “Dan berpegang teguhlah kamu semua kepada tali (agama) Allah
dan janganlah kamu bercerai berai. Ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika
kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuhan, maka Allah menjinakkan antara hati
kamu, lalu jadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara dan
kamu telah berada di tepi jurang neraka. Lalu Allah menyelamatkan kamu dar-
inya. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya agar kamu
mendapat petunjuk.” 101
Tafarruq (perpecahan) ini bermula dari perbedaan konsep ibadah
yang sebenarnya masalah furu’iah (bukan ushul/ aqidah) dan sifatnya
ijtihadi (interpretasi). Tetapi kenyataannya menjadi sumber perpecahan
yang maha dahsyat. Kemudian terjadilah sikap saling curiga dan ber-
musuhan antar golongan/organisasi tanpa pandang bulu, sehingga
ukhuwah Islamiah tak kunjung terwujud bahkan semakin kronis men-
jalar di tubuh ummat Islam.
B. Faktor Eksternal
Adapun faktor eksternal, berupa faham dari luar yang meng-
gerogoti aqidah ummat Islam sebagai akibat dari lemahnya kondisi in-
tern di atas seperti sekularisme, kristenisasi, westernisasi, imperialisme,
feodalisme atau kapitalisme serta faham lainnya yang menerapkan
strategi Ghazwul Fikri (Invasi Pemikiran) untuk mengacaukan dan mera-
cuni pemikiran ummat dari dalam sehingga terbentuk ummat Jahiliah
Qarnul ‘Isyrin (Jahiliah Abad XX), meminjam istilah Muhammad Qutb.
Langkah-langkah yang dilakukan oleh musuh Islam sebagaimana
yang ditulis Prof. Abdurrahman Habankah dalam bukunya “Ajihatul
Maktris Tsalatsah Wa khawafiha.” (Metode Merusak Akhlaq dari Barat)
antara lain;
Langkah Pertama, merusak ajaran Islam dari segi aqidah, ibadah,
etika dan akhlaq di antaranya dengan mengacaukan dan mencemarinya
(tasywih).
Kedua, memecah belah kaum muslimin dengan sukuisme dan nas-
ionalisme sempit.
Ketiga, menjelek-jelekkan Islam dan ummatnya sekarang dan
mengaburkan sejarah tempo dulu.
Keempat, menyebarkan opini publik bahwa kemajuan itu hanya
dapat dicapai dengan meninggalkan ajaran Islam.
Pada Konferensi Missionaris V, Zummer -seorang missionaris
Kristen mengatakan; “Kerja kita hari ini tidak mengkristenkan ummat Islam,
tetapi menjauhkan mereka dari Al-Quran dan Sunnah. Jadikan mereka tidak
bangga dengan Nabi Muhammad SAW dan jauhkan mereka dari sejarah ummat
Islam. Jadikan mereka malu mengakui keIslamannya, buatlah mereka jauh dari
ulama mereka.”
101
QS. 3:103
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 35

Istiqamah; Menuju Perbaikan & Pembinaan


Setelah kita mengetahui berbagai kendala yang mengakibatkan mer-
osotnya nilai ummat Islam, ada satu langkah yang harus segera dilak-
ukan guna mengantisipasi dua faktor di atas, yaitu sikap istiqamah seba-
gaimana ditegaskan dalam firman Allah; “Maka hadapkanlah wajahmu
(istiqamahlah) kepada agama Allah yang hanief. (Tetaplah atas) fitrah Allah
yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada
fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak menge-
tahui.” 102
Syekh Abul A’la Al-Maududi menjelaskan secara rinci abstraksi dan
aplikasi dari sikap istiqamah tadi dalam bukunya “Waqi’ul Muslimin Sab-
il An-Nuhudh Bihim” (Kemerosotan Ummat Islam dan Upaya Pem-
bangkitnya) antara lain;
Pertama, Pensucian alam pemikiran ummat Islam dan mempersiap-
kan untuk menerima pembinaan selanjutnya. Yaitu upaya menjelaskan
kepada masyarakat bagaimana menerapkan prinsip-prinsip Islam se-
hingga ia dapat menjadi sistem yang selaras dengan peradaban,
kemasyarakatan dan semua aspek kehidupan manusia
Kedua, Menghimpun orang-orang yang shalih dalam organisasi yang
rapi. Kemudian memberikan pendidikan yang secara teknis membantu
penyebaran da’wah sesuai dengan khittah gerakan Islam.
Ketiga, Upaya perbaikan seluruh lapisan masyarakat yang mencakup
perbaikan seluruh lapisan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan dalam
aspek sosial ekonominya serta pendidikannya.
Keempat, Perbaikan pemerintahan, karena kehancuran yang ada di
masyarakat sebagian besar akibat tidak kokohnya sistem perundang-un-
dangan pemerintah, kebijaksanaan dan sejenisnya yang tidak mungkin
diperbaiki hanya dengan khutbah dan pengajian belaka. 103
Islam seperti disinggung M. Natsir dalam Fiqhud Da’wah-nya ada-
lah agama da’wah, Islam tidak memusuhi, tidak menindas unsur-unsur
fitrah manusia. Islam mengakui adanya hak jasad, nafsu, akal, rasa
dengan fungsinya masing-masing. Islam memanggil seluruh potensi
manusia untuk menjangkau al-kaun yang tidak tercapai oleh mereka
sendiri, sehingga dengan Islam manusia tidak lagi meraba-raba atau
menerka mencari Tuhan dan keghaiban, seperti kisah lima orang buta
yang menerka bentuk gajah. Maka, tugas kita sebagai pengemban risalah
Islam berkewajiban melanjutkan dan menjaganya. Istilah M. Natsir, “ris-
alah merintis, da’wah melanjutkan.” 104
Dengan demikian lengkaplah konsep Islam sebagai agama yang
menjanjikan kemenangan dan kemajuan.
102
QS. 30:30
103
Pustaka, 1984
104
1984:25
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 36

Masalahnya sekarang, mampukah ummat Islam menindaklanjuti se-


luruh konsep tadi dengan program yang nyata dan benar ? Insya Allah.
***

9 ASAS-ASAS
UKHUWAH
“Sesungguhnya orang-orang mu’min itu
bersaudara, maka baiklah antara saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah
supaya kamu
mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat:10)
***

MUKADIMAH
Ukhuwah Islamiah, sebuah istilah yang tidak asing lagi. Setiap for-
um dan kegiatan selalu menggunakan istilah ini untuk merangkul orang
lain. Bisa jadi ukhuwah diselewengkan maknanya untuk kepentingan-
kepentingan pihak tertentu. Namun, pernahkah kita menganalisa kem-
bali, sejauh mana penggunaan istilah ini dalam kamus ‘daulah Islamiah’
baik pada masa Rasulullah SAW dan para shahabatnya atau masa
keemasan khilafah Islamiah, sehingga maknanya menempati proporsi
yang sesungguhnya, tidak kabur atau disalah artikan.
Dari kajian-kajian berdasarkan Al-Quran maupun as-Sunnah, kita
akan memahami lebih mendalam karakteristik dan asas (dasar-dasar)
ukhuwah yang telah diterapkan serta dibina oleh Rasulullah SAW, juga
oleh simbol ukhuwah yang paling masyhur, yaitu shahabat Muhajirin
dan Anshar.
Allah SWT telah meneguhkan kedudukan Islam bagi generasi per-
tama dari ummat ini, yaitu generasi shahabat. Mereka berhasil dalam
meyakini syari’at Islam, melahirkan jiwa manusia sesuai metode Islami,
dan dalam membukhulkan Islam sebagai dasar persatuan mereka.
Kemudian mereka maju, beramal dengan landasan Islam untuk
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 37

kepentingan Islam dengan melancarkan gerakan secara berjama’ah. Ini-


lah jalan yang telah mereka tempuh untuk mengantarkan kepada kedau-
latan dan keteguhan posisi dienul Islam. Dan inilah jalan yang harus kita
tempuh kembali, jika pada suatu saat kita sadar dan hendak kembali ke-
pada dienul Islam.
Dengan demikian, penyadaran kembali menuju ukhuwah Islamiah
hendaklah merujuk pada apa yang telah dibuktikan oleh generasi salaf
yang teguh dan komitmen akan Risalah Islam ini. Hal ini sebenarnya tel-
ah menjadi janji Allah SWT bagi mereka yang memiliki sifat dan ciri gen-
erasi terbaik sebagaimana yang difirmankan-Nya dalam QS. An-Nur: 55
yang dijadikan piagam beramal dalam Islam: “Dan Allah telah berjanji ke-
pada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal shalih
bahwa Dia bersungguh-sungguh akan menjadikan orang-orang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan mereka agama yang telah dirid-
lai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar keadaan mereka ses-
udah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap
menyembah-Ku dengan tiada menyekutukan sesuatupun dengan-Ku. Dan
barang siapa yang tetap kafir sesudah janji itu, maka mereka itulah orang-orang
yang fasik.” 105
Dengan jelas ayat di atas merupakan bukti komitmen setiap muslim
jika mereka benar-benar dapat mewujudkan satu amal bersama yang
dilandasi oleh ukhuwah Islamiah yang benar-benar sempurna. Dr. Najib
Ibrahim dalam bukunya ‘Mitsaq ‘amal Al-Islami’ mengatakan ayat terse-
but sebagai ayat piagam beramal dalam Islam. Untuk itu penting bagi se-
tiap Muslim agar memahami serta melaksanakan dengan benar amal Is-
lamnya yang dilandasi ukhuwah Islamiah, sebagaimana diperintahkan
oleh Rasulullah SAW. “Allah ridla pada kalian tiga hal dan benci tiga hal,
Dia ridla kamu menyembahnya, tidak menyekutukannya, serta tidak berpecah
belah. Dan benci akan tiga hal, bersandar kata orang atau katanya, banyak ber-
tanya dan menyia-nyiakan harta.” 106
Demikianlah yang dimaksud beramal yang dilandasi ukhuwah seba-
gaimana yang pernah dilaksanakan oleh para Shahabat dan para Ulama
pada masa pertama Islam.

Dasar-dasar Ukhuwah Islamiah


Membina sikap ukhuwah di kalangan kaum muslimin memang
tidak mudah apalagi merealisasikan seluruh aspek yang menjadi lan-
dasan ukhuwah tersebut. Namun, tidak berarti terwujudnya ukhuwah
merupakan suatu yang mustahil, karena telah terbukti pada masa Rasu-
lullah SAW sebuah ukhuwah yang harmonis dan ideal.

105
QS. An-Nur 55
106
HR. Muslim dari Abu Hurairah RA
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 38

Merujuk pada ayat Al-Quran serta Hadits Rasulullah SAW dan juga
atas para Shahabat salafussalih, ada lima hal yang menjadi dasar-dasar
ukhuwah Islamiah, antara lain:
1. Iman, tauhid dan berpegang teguh pada Al-Quran dan Sunnah
Landasan pertama dan utama dalam ukhuwah Islamiah ialah; kei-
manan yang terpatri kuat pada setiap pribadi muslim dan aqidah yang
lurus terhadap Allah SWT, serta menjadikan Rasulullah SAW sebagai tel-
adan yang baik. Tauhid adalah pendorong yang menggerakkan setiap
muslim menuju tujuan yang lurus dan menjadi pemandu arah, jangan
sampai menyimpang apalagi berbalik arah. Apabila aqidah itu telah tim-
pang ataupun lemah di hati, maka daya dorongnya pun lenyap sehingga
seorang Muslim tidak akan mampu meraih tujuannya bahkan menjadi
sesat dan menyesatkan. Pada kondisi ini, kadang kala ia mengingat Allah
dan kadang berpaling jauh. Kalau imannya masih ada maka ia akan kem-
bali kepada Allah, tapi jika hilang, maka syetanlah yang akan men-
ariknya jauh dari kebenaran. Allah SWT berfirman “Sesungguhnya orang-
orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, mereka itulah sebaik-baiknya
makhluk.” 107
Aqidah adalah suatu keyakinan yang meresap di hati, kemudian
memantul dalam bentuk amal perbuatan. Aqidah yang benar akan me-
lahirkan bekas yang tampak, dan inilah bukti kebenaran pengakuan
iman. Ukuran kebenaran iman serta aqidah ini adalah Al-Quran dan
Hadits, sebagaimana firman-Nya: ”Dan berpeganglah kamu semuanya ke-
pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan
nikmat Allah kepada kamu ketika dulu bermusuhan maka Allah mempersatukan
hatimu. Dan dengan nikmat-Nya, jadilah kamu bersaudara.” 108
2. Cinta kepada Allah, Rasul-Nya dan sesama Muslim.
Landasan ukhuwah yang tidak kalah pentingnya ialah cinta kasih
yang tumbuh dari kesadaran serta tanggung jawab. Cinta kepada Allah
dan Rasul-Nya ialah dengan selalu memperhatikan setiap kehendak-Nya,
karena cinta yang sejati menuntut pengorbanan yang tidak ringan. Fir-
man Allah: ”Hai orang-orang yang beriman, jika kamu ada yang murtad, Al-
lah akan mendatangkan satu kaum yang Dia cintai dan mereka mencintai-Nya,
lemah lembut kepada sesama muslim serta keras kepada orang-orang kafir, berji-
had di jalan Allah, tidak takut celaan. Itulah karunia Allah kepada yang Dia ke-
hendaki.” 109
Di antara bukti kecintaan itu adalah sikap saling percaya dan loyalit-
as yang kuat kepadanya. Jika benih-benih cinta kepada Allah, Rasul-Nya
serta sesama muslim benar-benar terhujam kuat, maka janji Allah, akan
terwujud ukhuwah yang melahirkan kemenangan. Firman Allah:
107
QS. Al-Bayinah:7
108
QS. 3:103
109
QS. 5: 54
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 39

”Barang siapa menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman


menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang
pasti menang.” 110
Belas kasih terhadap sesama muslim merupakan pokok utama
dalam terwujudnya ukhuwah, Rasulullah SAW bersabda: “Perumpamaan
kaum mu’min dalam cinta dan rahmat serta kasih sayang, bagaikan satu badan.
Jika satu anggota sakit, maka seluruh badan merasa sakit.” 111
3. Nasehat, da’wah dan amar ma’ruf nahi munkar.112
Suasana kebersamaan kadang kala mendapat tangtangan bahkan
menyimpang. Karenanya pembinaan dari dalam mutlak dilakukan guna
mengantisipasi benturan tadi. Untuk itulah ukhuwah Islamiah dapat ter-
wujud, jika di dalamnya terdapat landasan ketiga yaitu nasehat menase-
hati, da’wah serta saling mengingatkan dengan amar ma’ruf nahi munk-
ar hal ini berdasarkan firman Allah; “Orang-orang mu’min dan mu’minat
adalah penolong satu sama lainnya, menganjurkan berbuat baik dan mencegah
kemunkaran, mendirikan Shalat, berzakat dan taat kepada Allah serta Rasul-
Nya. Merekalah yang akan mendapatkan rahmat dari Allah.” 113
Rasulullah memberikan perumpamaan, sabdanya; “Perumpamaan or-
ang yang teguh menjalankan hukum Allah dan orang-orang yang terjerumus di
dalamnya, bagaikan satu kaum yang berbagi tempat dalam perahu, sebagian di
atas dan yang lain di bawah. Sedangkan bagian bawah jika memerlukan air
harus naik, dan mengganggu yang di atas. Maka mereka berkata: ”lebih baik
kami melubangi bagian kami ini, supaya tidak mengganggu orang di atas.
Maka jika dibiarkan oleh orang di atas, pastilah binasa semua isi perahu itu,
tapi jika mereka mencegahnya maka selamatlah seluruh isi perahu itu.” 114
4. Amal jama’i dan ta’awun (bergotong royong).
Landasan keempat ini ada kaitannya dengan dasar ketiga, yang dari
sikap saling menasehati ini lahirlah ikrar kebersamaan dalam suka
maupun duka. Hidup berjama’ah dengan satu tujuan yaitu beribadah ke-
pada Allah SWT merupakan asas ukhuwah yang pokok.
Ibnu Taimiyah pernah berkata: “Allah dan Rasul-Nya memerintahkan
kita agar berjama’ah serta bersatu, dan melarang kita berpecah serta berselisih.
Juga memerintah kita agar bergotong royong dalam kebaikan dan ketaqwaan
serta melarang bergotong royong dalam dosa dan permusuhan. Firman Allah:
“Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan taqwa, dan
janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” 115
Sumber kekuatan pertama bagi ummat adalah persatuan, sedangkan
persatuan tak mungkin terwujud tanpa cinta. Tingkatan cinta yang pal-
110
QS. 5:56
111
HR. Al-Bukhari, Muslim dari An-Nu’man
112
lengkapnya Amrun bil Ma’ruf wa Nahyun ‘anil Munkar
113
QS. 9:71
114
HR. Al-Bukhari dari an-Nu’man
115
QS 4: 2
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 40

ing rendah adalah berlapang dada, bersih hatinya dari iri dan dengki,
sedangkan tingkatan cinta yang paling tinggi adalah itsar, yaitu selalu
mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan dirinya
sendiri.
Keempat asas di atas saling terkait satu sama lainnya dan harus
terpadu dalam pribadi muslim dengan sempurna agar lahir ukhuwah Is-
lamiah dalam arti sesungguhnya. Karena mewujudkan ukhuwah Islami-
ah adalah kewajiban setiap muslim, dan jika tidak dilaksanakan, Allah
SWT sangat mengecamnya. Rasulullah SAW menegaskan: “Hendaklah
kamu meluruskan barisanmu, atau nanti Allah merubah bentuk-bentuk wajah-
mu.” 116
“Dia-lah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para
mu’min, dan Yang telah mempersatukan hati orang-orang yang beriman.
Walaupun kamu membelanjakan semua kekayaan yang ada di muka bumi, nis-
caya kamu tak akan bisa mempersatukan hati mereka. Akan tetapi Allah telah
mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bi-
jaksana.” 117
***

116
HR. Al-Bukhari, Muslim dari Abi Abdullah
117
QS.Al-Anfal:62-63.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 41

1
DA’WAH ;
MENEBAR SUNNAH
MENANGKAL BID’AH

“Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan Taatilah Rasul-Nya dan
Ulil Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (Sun-
nah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Akhir. Yang de-
mikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya.” (QS. 4:59)
***
Banyak di antara kita -kaum muslimin, jika mendengar kata
“bid’ah” langsung tutup kuping. Ada juga orang yang phobi terhadap
istilah yang satu ini walaupun mereka terkenal seorang da’i atau ulama,
sehingga ketika melihat perbuatan yang sudah jelas menyalahi ketentuan
syari’at Islam, mereka tidak berani menegur atau memperingatkan bah-
wa hal itu termasuk bid’ah yang dilarang. Inilah sedikit illustrasi bahwa
opini masyarakat terhadap kata “bid’ah” cukup negatif, bahkan diang-
gap sebagai penghalang terwujudnya ukhuwah Islamiah yang sekarang
menjadi tema sentral era kebangkitan Islam.
Apa sebenarnya istilah yang menyeramkan ini ? Patutkah kita
menghapusnya dalam kamus da’wah, sehingga dengan demikian
ukhuwah Islamiah dalam konteks lain tetap utuh dan berjalan mulus ?
Beberapa ulama kita ada yang memandang bahwa memvonis suatu
masalah agama dengan ungkapan bid’ah termasuk menyalahi metoda
da’wah yang seharusnya dengan lemah lembut atau dengan hikmah dan
mau’idzah hasanah. Benarkah demikian ?
Uraian dalam tulisan ini dimaksudkan untuk mengungkap apa dan
bagaimana pengertian bid’ah yang sesungguhnya serta meluruskan
persepsi yang keliru tentang penerapan kata “bid’ah” dalam masalah
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 42

agama ini, sehingga diharapkan kita mengerti dan dapat mengambil


sikap ketika berhadapan dengan istilah ini.
Bid’ah dan Jenisnya
Biasanya orang merasa takut akan sesuatu padahal belum mengenal
lebih dekat hakikat yang sesungguhnya. Demikian halnya dengan istilah
bid’ah yang kita bicarakan sekarang, kebanyakan kaum muslimin masih
merasa keberatan ketika seorang menegurnya dengan ungkapan bid’ah
dan harus ditinggalkan. Sementara ada juga yang berpandangan, tidak
relevan lagi ungkapan bid’ah di kalangan ummat Islam sekarang, orang
lain sudah ke bulan, kita hanya berkutat dalam masalah bid’ah melulu.
Padahal, bila kita memperhatikan kehidupan Rasulullah SAW dan para
shahabatnya, mereka sangat mewanti-wanti akan perbuatan bid’ah yang
dapat menyeret kita pada jurang kebinasaan, na’udzubillah.
Abdullah Ibnu Umar RA pernah berkata; “Setiap bid’ah adalah sesat
walaupun dianggap baik oleh manusia.” Ibnu Abbas juga pernah berkata
ketika menafsirkan ayat; Artinya; ”Pada hari itu ada golongan yang wa-
jahnya putih bersih dan golongan yang hitam legam.”118 Golongan yang putih
wajahnya ialah AhlusSunnah. Sedangkan yang hitam wajahnya ialah
para pelaku bid’ah.”
Diperkuat pula oleh beberapa ulama salaf seperti Hudzaifah, Umar
Ibn Abdul Aziz dan ulama madzhab lainnya yang tidak bosan-bosannya
mengingatkan kita akan penyakit bid’ah yang terus menggerogoti aqidah
ummat Islam. Misalnya ucapan Imam Malik Bin Anas “Barangsiapa mem-
buat satu bid’ah dalam Islam dan dia menganggap baik, maka dia telah menu-
duh Muhammad SAW mengkhianati risalah. Karena Allah SWT telah berfir-
man; “Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kamu agama.” 119 Maka segala
sesuatu yang pada masa sebelumnya tidak termasuk agama, demikian pula
sekarang, tetap tidak termasuk dalam agama.”
Berdasarkan beberapa hadits yang mengisya-ratkan bahaya bid’ah,
para ulama begitu besar perhatiannya untuk mengungkap apa itu bid’ah,
jenis dan upaya penanggulangannya. Diantara kitab yang khusus
menyoroti bid’ah ialah;
1. Al-I’tisham karya Al-Imam Abi Ishaq Ibrahim Bin Musa Ibnu
Muhammad Al-Lakhmini Asy-Syathibi Al-Gharnaty Al-Maliki (...-790 H.)
2.Al-Bid’ah Wal Hawadits karya Abi Bakar Muhammad Bin Al-Walid
Bin Muhammad Al-Fahry Al-Maliki At-Tharthusyi (451-560 H.)
3.Al-Ba’its ‘Ala Inkaril Bida’ Wal Hawadits karya Syekh Abi
Muhammad Abdirrahman Bin Isma’il, yang terkenal dengan Abi Syamah
(590-665 H.)
4.Al-Luma’ Fi Al-Hawadits Wal Bida’ karya Idris Bin Baidikin Bin Ab-
dullah At-Turkumany Al-Hanafi.
118
QS. 3:106
119
QS. Al-Maidah:3
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 43

5.Iqtidla As-Shirat Al-Mustaqim Mukhalafah Ashabil Jahim karya


Syekhul Islam Ibnu Taimiyah (661-728 H.)
6.As-Shira’ Bainal Islam Wal Watsaniyah karya Abdullah Ali Al-Qush-
aimy.
7.Talbisu Iblis karya Imam Jamaluddin Abil Faraj Abdilrrahman Ibnul
Jauzy Al-Baghdady (...-597 H.)
8.As-Sunan Wal-Mubtada’at karya Muhammad Abdussalam Khadlar
As-Syaqiry.
9.Al-Ibda’ Fi Mudlail Ibtida’ karya Syekh Ali Mahfuzh.
10.Al-Bid’ah, Tahdiduha Wa Mauqiful Islam Minha karya Dr. ‘Izzat
Ali ‘Id ‘Athiyah.
11.Itqanus Shun’ah Fi Tahqiq Ma’nal Bid’ah karya Imam Abil Fadlal
Abdullah Bin As-Shiddiq Al-Ghimary Al-Musny.
Masih banyak lagi kitab lainnya baik dari salaf maupun ulama kon-
temporer abad ini. Imam Al-Ghazali pun tidak ketinggalan membahas
masalah bid’ah dalam Ihya-nya dan juga dalam “Iljamul ‘Awam ‘Anil
Kalam.” Kemudian Shubhi Labib mengadakan studi komparatif tentang
teori Al-Ghazali dalam masalah bid’ah.120
Selama kita berpegang kepada Sunnah Rasulullah SAW pasti di sana
kita akan menemui bid’ah-bid’ah yang selalu bermunculan.
Bid’ah secara terminologi mempunyai makna Al-Hadits yang berarti
baru atau sesuatu yang diadakan padahal sebelumnya tidak pernah ada.
Pengertian ini merujuk kepada beberapa ayat Al-Quran seperti pada QS.
57:27
“Dan mereka mengadakan-adakan (bid’ah) rahbaniah (tidak menikah)
padahal Kami tidak menetapkan ketentuan tersebut atas mereka.”121
Sedangkan menurut istilah syara’ secara definitif ialah;
”Perbuatan yang menyalahi Sunnah, dinamakan bid’ah apabila seseorang
melakukan perbuatan (baik ucapan atau amaliah badani) menyalahi apa yang
telah ditetapkan sebelumnya. Lebih tegas lagi, bid’ah berarti penyimpangan baru
yang tidak ada pada masa shahabat atau tabi’in, serta tidak ada dalil syar’i (dari
Al-Quran atau Sunnah) yang menunjukkan keberadaannya.” 122
At-Tharthusyi mendefinisikan; “Setiap perkara yang diada-adakan
dalam masalah aqidah maupun adat dan ajaran sehari-hari yang tidak ada
penyandaran hukumnya sama sekali dari sunnah Nabi SAW baik bersifat amal
hati, lisan maupun anggota badan dengan maksud ibadah.” 123
Menurutnya, bid’ah sama dengan al-muhda-tsah, walaupun Imam
Asy-Syafi’i membedakan keduanya.
Adapun mengenai jenis bid’ah terbagi menjadi dua bagian.

120
Al-Bid’ah Fil ‘Aqidah Wat-Tashawuf 1993:9-11.
121
lihat juga QS. 46:9, QS. 2:177, QS. 6:101
122
At-Ta’rifat, Al-Jarjany:43
123
1990:30, semakna dengan definisi As-Syathiby.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 44

Pertama, Bid’ah dunyawiah yaitu setiap sesuatu yang baru dan


kaitannya dengan masalah keduniaan. Bid’ah ini dipandang hasanah
(baik) selama membawa kemaslahatan bagi ummat Islam khususnya dan
seluruh manusia.
Kedua, Bid’ah diniah, definisi ini sesuai dengan pengertian bid’ah
menurut istilah syara’ yaitu setiap sesuatu yang dibuat-buat menjadi
aturan agama (dien) baik ucapan, amaliah ataupun aqidah yang sesat
(batil) setelah Allah SWT menyempurnakan agama tersebut lewat lisan
Rasul-Nya dan bid’ah ini terjadi setelah Rasulullah SAW.124
Dalam hal ini, Al-Fallaty menegaskan bahwa bid’ah yang dikecam
dalam Hadits-Hadits Nabi SAW dan perkataan ulama ialah bid’ah
fil-‘ibadah yang kemudian dia membagi bid’ah diniah ini menjadi
(1) Bid’ah Kufriah yaitu perbuatan bid’ah yang menjerumuskan para
pelakunya ke dalam kekufuran, seperti faham tharekat Tijaniah dengan
aqidah yang bertolak belakang dengan Al-Quran dan Sunnah.
(2) Bid’ah Dhalaliah yaitu perilaku bid’ah yang tidak sampai menjer-
umuskan kepada kekufuran, namun termasuk sesat dan diancam api
neraka, sebagaimana sabda Rasulullah SAW; “Aku mewasiatkan kepada
kalian agar taqwa kepada Allah dan mendengar serta taat walaupun kepada se-
orang Habsyi. Nanti kalian akan menghadapi masa dimana semakin banyak
ikhtilaf (perbedaan), maka kewajibanmu berpegang pada Sunnahku dan Sunnah
Khulafa al Rasyidin Al-mahdiyyin, genggamlah dengan sekuat-kuatnya. Hati-
hatilah terhadap perkara yang diada-adakan. sesungguhnya setiap perkara yang
diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.”125
Demikian banyak Hadits-Hadits Nabi SAW, yang mengisyaratkan
akan bahayanya bid’ah yang mungkin saja terjadi bila ummat Islam
lengah. Syekh Muhammad Abdus Salam Khadhar dalam “As-Sunnah
Wal Mubtada’at” menambahkan pembagian bid’ah diniah ini disertai con-
toh masing-masing antara lain ;
(1) Al-Bid’ah Al-Mukaffarah,
Yaitu Bid’ah yang menjadikan pelakunya kafir seperti berdo’a ke-
pada selain Allah, meminta pertolongan kepada Nabi, orang-orang shalih
yang telah mati, dll.
(2) Al-Bid’ah Al-Muharramah,
Yaitu Bid’ah jelas perbuatan tersebut melanggar syari’at Islam sep-
erti bertawassul kepada yang mati, memuja kuburan, dll. Ibnu Hajar Al-
Haitsami menjelaskan secara rinci penyimpangan-penyimpangan terse-
but dalam kitab “Al-Zawair Minal Kabair” dan mengistilahkannya bid’ah
dhalalah.
(3) Al-Bid’ah Al-Makruhah Tahriman,

124
Saiful Qathi’ Nin-Niza, Muhammad Al-Marzuq Ibnu Abdil Mu’min Al-Fallaty:125.
125
HR. Ahmad dari Irbadh Bin Sariah
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 45

Yaitu perbuatan bid’ah tetapi dalil yang mela-rangnya adalah dalil


dzanni, bukan dalil qath’i, seperti shalat dzuhur setelah shalat Jum’at,
membaca Al-Quran dengan upah, membaca do’a tertentu pada malam
nishfu Sya’ban, dll
(4) Al-Bid’ah Al-Makruhah Tanzihan,
Yaitu bid’ah yang larangannya tidak tegas namun lebih baik diting-
galkan karena dapat membawanya kepada bid’ah yang lebih sesat, sep-
erti ketentuan bersalaman setiap akhir shalat, membaca do’a di akhir
tahun, dll. 126
Setiap pembagian ini merujuk pada kesimpulan bahwa bid’ah diniah
semuanya dhalalah. Kemudian Imam asy-Syafi’i mengemukakan tentang
adanya bid’ah Mahmudah (Bid’ah yang baik) dan bid’ah madzmumah
(bid’ah yang jelek), berdasarkan ungkapan Umar Bin Khatab tentang
hukum shalat tarawih berjama’ah. Pengertian kedua bagian ini adalah
bila perbuatan itu sesuai dengan Sunnah maka disebut bid’ah Mah-
mudah. Tetapi bila menyalahi Sunnah dinamakan bid’ah Madzmumah,
jadi tidak bertentangan dengan pengertian sebelumnya.127
Ada juga sebagian kaum Muslimin beranggapan bahwa selama per-
buatan itu dipandang baik (oleh dirinya) maka sah-sah saja walaupun
tanpa dalil. Inilah salah satu pamahaman yang harus diluruskan, karena
yang namanya amal shalih itu disamping baik menurut kita juga harus
sesuai dengan ajaran Allah (Al-Quran) dan Rasul-Nya (Sunnah Nabawi-
ah). Hal ini disinyalir Allah dalam firman-Nya: “Katakanlah, akan Kami
beritahukan orang-orang yang paling merugi perbuatannya. Yaitu mereka yang
telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka
menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.”128
Ayat ini mengingatkan kita bahwa dalam beramal shalih harus hati-
hati dan tidak gegabah ataupun telah merasa berbuat baik. Lebih jelas
lagi Hadits yang diriwayatkan dari Anas Bin Malik menceritakan tentang
tiga orang shahabat yang mengunjungi rumah isteri Rasulullah SAW un-
tuk menanyakan perilaku ibadah Rasulullah SAW. Setelah mendengar
penjelasan itu, mereka merasa jauh dari ibadahnya Rasulullah SAW
padahal Beliau telah dijamin Allah SWT dengan ampunan-Nya. Maka sa-
lah seorang berkata: “Aku akan bangun tiap malam dan shalat malam
selamanya.” Yang lain berkata: “Aku akan berpuasa satu tahun tanpa ber-
buka.” Dan yang seorang lagi berkata: “Aku akan menjauhi wanita dan tidak
akan menikah selamanya.” Kemudian datanglah Rasulullah SAW dan ber-
sabda: “Kaliankah yang mengatakan begitu? Wallahi, sesungguhnya aku pal-
ing takut dan paling taqwa kepada Allah, aku berpuasa tapi juga berbuka, aku
shalat dan juga tidur, serta aku beristeri dan menikah, maka barang siapa yang
126
hlm. 17
127
Al-Bid’ah 1993:18.
128
QS. 18:103-104
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 46

membenci Sunnahku sungguh dia bukan dari golonganku.”129 Dari Hadits ini
bisa difahami bahwa ibadah dan amal shalih tidak bisa sekehendak hati
dan perasaan, karena banyak juga perbuatan yang tidak sejalan dengan
kehendak hati tetapi termasuk amal shalih. Maka dalam hal ini keimanan
kita harus mantap agar perbuatan kita tidak sia-sia.
Hal ini terjadi karena beberapa faktor;
Pertama, ingin lebih (baik) dalam melaksanakan Ibadah dan kedua,
Ingin merasa ringan dalam ibadah. Kedua faktor ini diakibatkan oleh
ketidak tahuan terhadap Al-Quran, As-Sunnah dan dalil syara’ serta
ilmu pendukungnya, disamping karena taqlid buta dan mengikuti hawa
nafsu.130
Ihya as-Sunnah dan Kewajiban Da’i
Adalah menjadi tugas setiap muslim untuk menyerahkan jiwa
raganya fisabilillah dalam rangka menegakkan kalimatullah setinggi-ting-
ginya, dan inilah yang membuat ummat Islam unggul di atas ummat
lainnya sehingga mereka berhak mendapat julukan ummatan wasathan,
khairul ummat atau ummat yang terbaik.131
Maka dalam rangka Amar Ma’ruf Nahi Munkar inilah, selayaknya
setiap muslim menyadari untuk menjalankan kewajibannya ini sesuai
dengan kemampuannya serta mengetahui sikap yang harus diambil
ketika menghadapi rintangan da’wah dan penyakit-penyakit ummat se-
tiap saat. Bid’ah merupakan penyakit ummat yang paling kronis mewa-
bah ummat pada setiap masa. Adapun sebagai upaya menangkalnya ia-
lah dengan gerakan Ihya as-Sunnah sebagai lawan bid’ah dan merupakan
metode Rasulullah SAW serta para Salaf as-Shalih baik shahabat maupun
para ulama. Ihya as-Sunnah berarti menghidupkan kembali Sunnah, mak-
sudnya menjalankan setiap tapak lacak kehidupan Rasulullah SAW
dalam seluruh perilaku setiap muslim. Dengan demikian pintu bid’ah
akan tertutup dan tidak mendapat kesempatan mengganggu kehidupan
ibadah ummat Islam. Namun, bukan berarti perbuatan bid’ah tersebut
hilang sama sekali, karena selama syetan menghembuskan bisikannya,
maka bid’ah akan terus hidup dan mengintai kehidupan Sunnah. Sabda
Rasulullah SAW:
“Sesungguhnya syetan telah putus asa mengajak kalian rela menyem-
bahnya, tetapi dia akan terus menyesatkan kalian dengan jalan lain, yaitu meru-
sak amal-amal kalian. Maka berhati-hatilah, aku tinggalkan bagi kalian apa
yang tidak akan menyesatkan jika kalian pegang teguh selamanya yaitu Kit-
abullah (Al-Quran) dan Sunnah Nabi-Nya.”132

129
Al-Bukhari III: 237
130
Al-Bid’ah 1993:24.
131
QS. 3: 110
132
HR. Al-Hakim dari Ibnu Abbas
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 47

Beberapa ayat Al-Quran menegaskan tentang kewajiban


menghidupkan dan mengikuti Sunnah Rasulullah SAW sebagaimana fir-
man Allah:
“Katakanlah jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya
Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.”133
Ayat ini menjelaskan posisi ummat Islam sebagai pengemban
da’wah sekaligus sebagai penyebar kebaikan dan pemberantas kemunk-
aran termasuk bid’ah yang menyesatkan. Ihya as-Sunnah sudah
selayaknya menjadi acuan utama dalam berda’wah disamping juga
memperingatkan mereka yang telah terjerumus dalam perbuatan bid’ah
untuk membuang jauh-jauh perbuatan sesatnya. Memang berat tugas
para da’i tersebut, tidak sedikit mereka menghadapi orang-orang yang
enggan mendengar Sunnah bahkan menuduhnya aliran sesat. Rasulullah
SAW menegaskan dalam sabdanya:
“Sesungguhnya Islam pada awalnya dipandang asing dan akan kembali
dipandang asing, maka berbahagialah orang-orang yang dianggap asing.”
Ketika ditanyakan siapa yang dianggap asing tersebut Rasulullah SAW men-
jawab: “yaitu mereka yang berbuat baik pada saat manusia berbuat kerusakan
dan yang menghidupkan Sunnah-ku dari manusia yang maninggalkannya.”134.
As-Sayyid Muhammad ‘Aqil Bin Ali Al-Mahdi menjabarkan Ihya-us-
Sunnah dengan beberapa kiat;
1.Menyebarluaskan Sunnah dan pemahamannya secara menyeluruh.
2.Mengaplikasikan Sunnah dalam kehidupan pribadi dan masyarakat
baik dengan pendidikan maupun pembinaan secara terpadu.
3.Mengantisipasi faktor-faktor penyebab bid’ah, diantaranya dengan:
• Menyeleksi hasil ijtihad serta tidak boleh berijtihad kecuali orang yang ahli
dalam bidangnya.
• Memberantas benih-benih bid’ah dan memberi kesadaran untuk kembali
kepada al-Qur’an dan As-Sunnah.
• Menghilangkan sifat fanatik terhadap satu pendapat maupun hasil ijtihad
tanpa dalil yang jelas dan benar.
• Mewaspadai pemikiran yang menyimpang dari As-Sunnah serta memberi
peringatan keras terhadap pelakunya.
• Mencegah orang awam menyatakan pendapat dalam agama apalagi masa-
lah yang mereka belum kuasai.
• Mencegah adat dan pemikiran yang menyesatkan baik aqidah maupun
akal. 135
Memperhatikan penjelasan di atas, maka sesungguhnya tidak ada
istilah pemberantasan bid’ah kini tidak relevan lagi dijadikan program
133
QS. 3:31, Lihat juga QS. 4:59, QS. 33: 21, QS. 59: 7
134
HR. Muslim dari Abu Hurairah RA
135
Al-Bid’ah 1993:26.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 48

da’wah, karena itulah yang menjadi kewajiban para da’i disamping


menggencarkan penyebaran Sunnah yang bersumber dari Al-Quran dan
Hadits Shahih serta menghindari bid’ah sekecil apapun.
Kemudian jika kita menghadapi masalah yang meragukan, apakah
perbuatan tersebut bid’ah atau bukan, maka kembalikan kepada asalnya,
adakah Sunnah Rasulullah SAW yang menganjurkannya serta merujuk
pada sebuah kaidah ushul:
“Meninggalkan suatu perbuatan yang masih kita ragukan Sunnahnya, le-
bih baik daripada melakukan perbuatan yang kita takutkan bid’ahnya.”
Ibnu Abbas berkata; “Pandangan kepada orang dari AhlisSunnah yang
mengajak kepada Sunnah dan mencegah dari bid’ah adalah ibadah.” 136
Wallahu A’lam Bi Ash-Shawab.
***

1 ESENSI DA’WAH
Panduan Praktis Para Da’i
"Dan katakanlah, bekerjalah! Maka Allah, Rasul-Nya dan orang-orang
Mu'min akan melihat amal kamu dan kamu akan dikembalikan ke alam
ghaib dan alam syahadah. Kemudian Allah akan memberitahukan tentang
apa yang telah kalian kerjakan"(QS. At-Taubah: 105)
***
Sejalan dengan munculnya kesadaran kaum muslimin akan pent-
ingnya kebangkitan Islam dewasa ini, maka upaya ke arah pemantapan
da’wah dan strateginya mutlak diperlukan. Kesadaran inilah yang dapat
menyingkap tabir tipu daya dan konspirasi musuh Islam dan antek-
anteknya. Dampaknya semakin nyata de-gan munculnya yel-yel dan
gema pembebasan kaum muslimin dari berbagai pengaruh penjajahan.
Di mana-mana terdengar seruan untuk berjuang dan berjihad. Demikian
pula seruan untuk menegakkan daulah Islamiah dan mengembalikan
khilafah Islamiah yang dapat merebut kembali setiap tanah kaum
muslimin yang dirampas, terutama bumi Palestina dan Masjidil Aqsha
serta menyelesaikan problema ummat Islam Bosnia Herzegovina. Sebab,
dengan tegaknya khilafah Islamiah, nyawa, kehormatan dan tanah serta
harta kaum muslimin dapat terlindungi. Bahkan dengan daulah Islamiah,

136
Talbisu Iblis, 14.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 49

kaum muslimin dapat menumbuhkan kembali tanah-tanah baru di bumi


Allah dengan menyebarkan Islam sebagai agama perdamaian. Semua ini
merupakan indikasi bahwa perubahan yang terjadi tengah berjalan
menuju perbaikan sejak beberapa puluh tahun terakhir ini. Perubahan ini
tentu akibat pengaruh kegiatan harakah da’wah Islamiah yang baik dan
profesional, tidak asal-asalan. Bagaimanakah format harakah da’wah Is-
lamiah yang sukses dan benar ?
FIQIH DA'WAH137
Kebutuhan kita yang paling mendesak sekarang adalah menyangkut
strategi yang paling tepat, agar da’wah bisa terlaksana dengan terencana,
terarah dan sistematis, sehingga risalah Islam bisa tersampaikan dengan
baik.
Maka, pembahasan untuk masalah ini diambil dari pengalaman-
pengalaman para ulama kita, yang telah banyak makan garam dalam
merambah perjuangan da’wah. Karena akan menjadi suatu kesom-
bongan jika kita mengatakan bahwa pembahasan seperti ini mesti diam-
bil dari pemikiran dan pengalaman sendiri. Selain karena menuntut
pengalaman lapangan yang luas dan menuntut tingkatan nazhar bagi
yang sedang memikirannya, baik menyangkut pemahaman keislaman,
da’wah dan realitas masyarakat Muslim, pada tingkat lokal maupun in-
ternasional, bahkan juga tentang masyarakat non-Muslim; pengalaman-
pengalaman para pembesar kita juga sangat representatif untuk kita
terapkan dalam medan perjuangan da’wah kita. Sebab risalah da’wah di
manapun sama saja, yang berbeda paling hanya retorika humanioranya
(sosial, politiknya, budaya dan sebagainya).
I. Tugas dan Tujuan Da’wah
A. Tugas Da’wah
Kurang lebih ada tujuh tugas dan kewajiban seorang da’i. Tugas-tu-
gas itu antara lain:
1. Berusaha keras untuk menyampaikan risalah agamanya kepada orang
lain.
QS. Ali Imran :187 dan QS. Al-Baqarah: 146 memberikan kata haram
untuk menyembunyikan kebenaran (al-haq ) bagi setiap orang yang men-
getahuinya, padahal Allah dan agama adalah al-haq. Maka setiap orang
diwajibkan untuk menyampaikan kebenaran yang diketahuinya.
2. Meyakinkan orang, bahwa hanya agama Islamlah yang wajib diikuti.
Jika saja ada agama lain yang wajib diikuti selain Islam, maka Islam
tak mempunyai hak untuk penyempurna terhadap agama-agama yang
diturunkan Allah sebelumnya. Dan karenanya nash-nash Islam tak mem-
punyai hak untuk mengklaim kesyumuliyahan risalahnya.138 Dalam se-
buah Hadits dinyatakan: “Demi Allah yang diriku ada dalam kekuasaan-
137
Disarikan dari makalah Diskusi LESPISI.
138
QS. Al-An’am: 107, QS. Saba: 28, QS. Ali Imran: 85.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 50

Nya, tidak seorangpun dari umatku yang mendengar da’wahku, baik seorang
Yahudi atau Nasrani, kemudian ia mati dengan tidak beriman kepada risalahku,
maka ia akan menjadi penghuni api neraka.” 139
3. Mengajarkan masalah-masalah agama dan dunia kepada setiap orang.
Urusan keagamaan yang harus diajarkan oleh seorang da’i, secara
ringkas ada tiga;
a. Mengajarkan tauhid, “Maka ketahuilah, sesungguhnya tidak ada
Tuhan selain Allah.”140
b. Mengajarkan cabang-cabang iman. Dalam sebuah hadits
dijelaskan tentang rincian dari iman: “Iman adalah, engkau beriman kepada
Allah, Malaikat, Kitab, para Rasul, hari akhir dan engkau beriman kepada qadla
dan qadar”.
c. Mengajarkan rukun Islam, makna ihsan, dan menjelaskan halal
dan haram.
Sedangkan urusan keduniaan yang harus diajarkan sangatlah ban-
yak, semuanya bersumber dari dua prinsip dalam Islam, yaitu al-mashla-
hah al-mursalah dan saddudzari’ah. Dalam arti, kaidah seorang da’i dalam
menilai suatu urusan keduniaan yang tak ada nashnya dalam agama,
baik tentang halal atau haramnya adalah, jika mendatangkan maslahat
bagi umat manusia maka hukumnya halal. Tetapi jika sebaliknya jika
mendatangkan madarat, maka hukumnya menjadi haram.
4. Mendorong manusia untuk melakukan kebajikan.
Kewajiban ini merupakan tugas da’wah yang paling asasi, karena
melakukan kebajikan dalam hidup akan membuat hidup manusia aman
tenteram, terbebas dari rasa cemas dan takut, dan sebagai upaya untuk
memberantas kejahatan dan permusuhan. Oleh karena itu maka Allah
memerintahkan orang-orang mu’min untuk berbuat kebajikan: “Wahai
orang-orang yang beriman, ruku’ dan sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan
berbuat baiklah, semoga kamu beruntung.” 141
5. Menumbuhkan loyalitas terhadap Islam dalam hati umat manusia.
Loyalitas terhadap Islam berarti merasa bangga sebagai seorang
muslim. Bukan sekedar bangga dengan nama Islamnya, tetapi bangga
dengan mengerjakan ajaran-ajaran Islam. Konsekwensi dari kebanggaan
ini adalah menanggalkan rasa bangga dari selain Islam, baik harta, kelu-
arga, kemashuran dan sebagainya, yang biasa dijadikan sumber kebang-
gaan oleh orang-orang yang lupa bahwa semua itu hanyalah sementara.
Sedangkan kebanggaan dengan Islam, berarti bangga dengan Allah,
ajaran dan Kitab-Nya akan abadi. Bukan saja akan terasa berkahnya di
dunia, tetapi juga pahalanya di akhirat kelak.

139
HR. Muslim dari Abu Hurairah.
140
QS. Muhammad: 19
141
QS. Al-Hajj: 77
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 51

6. Menumbuhkan komitmen umat terhadap Islam dalam setiap perilakun-


ya.
Keimanan seperti yang dikatakan Hadits bertambah dan berkurang,
bertambah dengan melaksanakan ta’at dan berkurang dengan melakukan
maksiat; maka komitmen dengan Islam baik sebagai akidah dan ibadah,
pikiran dan perilaku, adab dan akhlaq adalah unsur yang paling penting
dalam menumbuhkan dan menguatkan iman, sehingga bisa
mendekatkan pada kesempurnaan iman. Maka secara singkat komitmen
ini berarti ta’at dan taqarub kepada Allah dengan melaksanakan yang
fardu dan nafilah. Sedemikian penting komitmen ini, sehingga orang yang
beriman tanpa komitmen dengan ajaran-ajarannya hanya disebut sebagai
Mu’min hukmi, bukan Mu’min yang sesungguhnya. Sebab keimanan yang
sesungguhnya terpatri dalam dada dan dibenarkan oleh amal per-
buatannya.
7. Memobilisasi potensi umat untuk mendapatkan kebaikan agama dan
dunia.
Sesungguhnya absennya umat Islam dari pentas kehidupan dewasa
ini, karena setiap orang yang bekerja demi Islam, semata-mata hanya
menurut visinya sendiri dan bekerja secara sendiri-sendiri. Padahal or-
ang lain tak mustahil mempunyai potensi dan kemampuan yang lebih be-
sar untuk kerja Islam. Jika seluruh potensi itu dikoordinasi dan dimobil-
isasi secara profesional akan melahirkan hasil yang sangat menakjubkan.
Dan sebaliknya, jika tidak dilakukan mobilisasi terhadap sumber daya
umat ini justru akan menjadi kendala bagi amal Islam itu sendiri. Baik
pada tingkap pribadi maupun jama’ah, dan pada gilirannya akan memal-
ingkan dari tujuannya yang paling besar, yaitu terlaksananya syari’at dan
kukuhnya agama Allah di muka bumi.
B. Tujuan Da'wah:
1. Membantu orang untuk beribadat kepada Allah SWT. sesuai dengan
tatacara yang disyariatkan-Nya.
Tujuan ini membutuhkan penjelasan, penafsiran, petunjuk, peneran-
gan yang bisa membantu orang untuk ma’rifat kepada Allah SWT: dzat,
sifat, asma, af'al, Malaikat, Kitab, Rasul, hari akhir, qadla dan qadar dan
segala yang datang dari Nabi Muhammad SAW.
2. Membantu orang untuk saling mengenal antara sesama manusia tanpa
memandang perbedaan ras, warna kulit dan bahasa.
Dalam iklim yang saling mengenal ini akan tercipta solidaritas dan
persaudaraan atas nama Allah sehingga bisa bersama-sama menyelesaik-
an segala persoalan hidup.
3. Merubah kondisi umat yang jelek, yang sedemikian jauh jarak mereka
dengan Islam, menjadi masyarakat Islam yang dekat dengan Allah, kebenaran
dan kebaikan dunia dan akhirat.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 52

4. Mendidik pribadi Muslim dengan pendidikan Islam yang benar yang


mencakup seluruh sendi kemanusiaan: ruh, akal, jasmani, perilaku dan sosial.
Sebab jika ada di antara salah satu sendi dari sendi-sendi kemanusi-
aan ini yang tak terdidik, ia tak akan menjadi Muslim yang paripurna.
Sehingga dengan demikian akan mengalami kesulitan dalam men-
jalankan missinya dalam hidup.
5. Mempersiapkan keluarga Muslim dan mendidik anggota keluarga sesuai
dengan ajaran Islam.
Keluarga ini diharapkan menjadi sekolah yang akan mencetak gen-
erasi umat yang mampu melaksanakan kewajibannya terhadap
masyarakat.
6. Mempersiapkan masyarakat Muslim yang dihiasi de-ngan nilai, ajaran
dan akhlaq Islam, agar setiap orang bisa melaksanakan kewajibannya dalam
melaksanakan amar ma'ruf dan nahyi munkar, keadilan dan ihsan untuk men-
capai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
7. Mengupayakan iklim kehidupan bernegara yang sejalan dengan ajaran
Allah.
8. Membebaskan bangsa dari segala bentuk permusuhan, ketergantungan
dan pengekoran terhadap bangsa lain.
9. Mengusahakan terwujudnya persatuan antara bangsa-bangsa negara
Muslim; dalam bentuk kesatuan pikiran, budaya, tujuan ekonomi dan politik.
10. Bekerja untuk menyebarkan da'wah Islam di seluruh negeri, sebab Is-
lam adalah agama seluruh umat manusia.
II. Fase-fase Pembinaan Da’wah
Agar da’wah Islam dapat tersampaikan dengan terarah, terencana
dan sistematis, dan dapat menuai hasilnya yang memuaskan, ada lima
fase yang harus dilewati seorang da’i. Lima fase itu antara lain:
a. Fase Tamhidi (Pendahuluan)
Fase ini dimaksudkan untuk mempersiapkan umat dalam memasuki
fase pengenalan (ta'rif) tentang hakikat ajaran Islam. Target yang ingin
dicapai adalah membuat orang mempunyai semangat keislaman. Terbi-
asa melaksanakan shalat fardu dan menghadiri majlis-majlis ta'lim. Se-
cara pribadi, mereka juga diharapkan berjanji untuk terus memperdalam
semangat keberagamaan, dan terus mendorong dirinya untuk selalu me-
nambah amal-amal baik, belajar membaca al-Qur'an, Sunnah Rasulullah,
Sirah nabawiyah, memperkuat hubungan persaudaraan antara sesama
Muslim dan menjalin kekompakan masyarakat dalam melaksanakan
kerja-kerja sosial.
b. Fase Ta'rif (Pengenalan)
Adalah sebuah marhalah dalam da'wah, di mana umat yang men-
jadi objek da'wah diajak agar dengan penuh kesadaran untuk berfikir
dan mendalami penghayatannya terhadap ayat-ayat Allah di seke-
lilingnya, untuk mengetahui hakikat Islam, tujuan, risalah, rukun, ke-
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 53

wajiban, syarat dan akhlaqnya. Untuk itu nilai-nilai Islam harus diter-
angkan dengan sejelas-jelasnya, mendalam dan menyeluruh, dengan
pemahaman yang menyentuh segala aspek yang terjadi di sekelilingnya.
Ciri utama dari fase ini adalah sifatnya yang umum, diarahkan ke-
pada semua orang yang sudah melewati fase tamhidi. Sebab setiap orang
harus mengetahui Islam secara benar, jelas dan mendalam.
Hal-hal yang harus dilakukan seorang da'i pada fase ini secara
umum adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan ushulul Islam dan kaidah-kaidahnya.
Yang termasuk ushulul Islam adalah al-Qur'an, Sunnah termasuk di
dalamnya Sirah nabawiah, ijma, qiyas, jalbul mashalih dan daf'ul mafasid.
Sedang kaidah-kaidah Islam mencakup: iman, Islam, ihsan, kead-
ilan, amar ma'ruf, nahyi munkar dan berjuang di jalan Allah.
2. Menafsirkan nash-nash Islam (al-Qur'an dan Sunnah) dengan penafsir-
an yang sesuai dengan dinamika zaman dan lingkungan di mana ia hidup dan
berjuang.
Dengan demikian seorang da'i -yang berarti seorang ulama, dituntut
untuk selalu melihat kembali penafsiran-penafsiran lama terhadap nash,
dengan analisa yang tajam terhadap seluruh dilalah nash, agar ia bisa
membawa kehidupan manusia sejalan dengan nilai, dan akhlaq Islam.
Tentu saja dengan syarat tidak berlebihan dalam menafsirkan nash.
Di antara kaidah-kaidah menafsirkan ayat antara lain adalah sesuai
dengan kaidah-kaidah bahasa Arab (nahwu, sharaf dan fiqih lugah), dilalah
lafadl dan ibarah, menafsirkan al-Qur'an dengan hadits, mengetahui asb-
abun nuzul dan nasakh-mansukh. Sedangkan untuk menafsirkan hadits
harus sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab dan merujuk kepada ri-
jal dan ulama hadits yang tsiqat.
3. Memerangi syubuhat dan kebohongan-kebohongan tentang Islam.
Ketidakmampuan seorang da'i dalam melaksanakan kewajiban ini
akan memalingkannya dari tanggung jawab da'wah, lebih dari itu akan
menggoncangkan keimanan dan loyalitasnya terhadap Islam. Untuk itu
seorang da'i dituntut untuk cerdas, sehingga dengan cara-cara yang met-
odologis dan mujadalah billati hiya ahsan bisa membedakan mana yang
benar dan mana yang batil.
4. Mengenali hambatan-hambatan da'wah dan menghilangkannya.
Hambatan-hambatan ini di antaranya dibuat musuh-musuh Islam
untuk merintangi jalannya da'wah. Hambatan ini ada yang bersifat
pribadi dan ada yang bersifat jama'ah. Yang bersifat pribadi ini bisa
dalam bentuk menakut-nakuti atau mengancam seorang Muslim agar
tidak melaksanakan amal islami; sedang yang bersifat jama'ah di ant-
aranya mencampakan label-label negatif kepada jama'ah yang melaksan-
akan ajaran-ajaran Islam. Seperti misalnya masyarakat yang terbelakang,
fanatik, fundamentalis, teroris dan banyak lagi istilahnya. Semua itu
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 54

sedapat mungkin harus berhasil difahami, dianalisa dan diupayakan


cara-cara untuk memberantasnya.
5. Menyatukan umat manusia dan mengarahkannya untuk memahami dan
mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan kemampuannya.
Tugas ini mempunyai peranan yang sangat menentukan, sebab
merupakan tugas yang melandasi pembentukan dan pembinanan jamaah
yang akan mengerjakan kewajiban-kewajiban Islam. Termasuk dalam tu-
gas ini adalah membuat rencana kerja dan aturan-aturan bagi kelompok
da'wah yang akan melaksanakan kerjanya untuk Islam.
Rencana kerja ini di antaranya adalah:
a. Meyakinkan umat dengan alasan-alasan yang pasti tentang pent-
ingnya pembentukan dan pembinaan jama’ah yang akan bekerja untuk
Islam.
b. Menjelaskan manhaj Islam dalam hubungannya dengan seluruh
sendi kehidupan manusia.
c. Menjelaskan fondasi atau dasar-dasar Islam dan menye-
barkannya, khususnya nilai-nilai akhlaq dan kerukunan yang
menyangkut hubungannya dengan sesama Muslim dan non-Muslim.
d. Menjelaskan sumber-sumber yang menjadi pijakan dalam mema-
hami sendi-sendi keislaman (seperti yang sudah disebutkan pada point
satu).
e. Menentukan bentuk atau bidang kerja apa saja yang harus dilak-
ukan oleh jamaah.
Garapan kerja ini diantaranya adalah: 1) bidang pemikiran; 2) ke-
budayaan; 3) da'wah; 4) membantu orang untuk menjadi shalih, baik sha-
lih untuk dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa dan bagi dunia Islam se-
cara umum, 5) mendukung semangat ta'aruf dan gotong royong sesama
manusia, untuk mengembangkan kemaslahatan masyarakat dan menolak
petaka yang akan menimpanya, 6) mengajak orang untuk selalu melak-
sanakan kewajiban-kewajiban langsungnya terhadap Allah SWT di
masjid dan membantu orang untuk berakhlaq dengan akhlaq Islam
dalam setiap perbuatan yang dilakukannya.
f. Membuat prioritas kerja Islam dalam fase ini, karena dengan
melakukan prioritas akan lebih menjamin tercapainya target yang
hendak dicapai.
Tugas da’i dalam fase ini antara lain:
1. Mengajarkan Islam dengan tepat.
Dalam arti menafsirkan dan menjelaskannya dengan pemahaman
yang sejalan dengan dinamika zaman kapan kita hidup di satu pihak,
dan kemampuan orang (yang dida'wahi) dalam menyerap ajaran Islam
di pihak lain. Dalam hal terakhir ini seorang da'i dituntut untuk melak-
sanakan konsep Hadits: "Khatibunnasa 'ala qadri 'uqulihim."
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 55

2. Membina masyarakat agar selalu berpikir dalam menyelesaikan segala


persoalan hidup dalam setiap profesinya secara islami.
Setiap lapisan kehidupan harus disentuh da'wah dan diberikan
pemahaman yang mendalam tentang bagaimana harus menyelesaikan
problematika hidupnya dari norma Islam.
4. Membina barisan da'wah, yang dipilih dari segenap lapisan masyarakat
untuk memahami Islam secara benar.
5. Membina kekuatan barisan orang-orang yang mempunyai loyalitas dan
komitmen yang tinggi terhadap Islam.
Kriteria loyalitas adalah:
1. Bangga dengan loyalitasnya terhadap Islam,
2. Tsabat dan istiqomah dalam loyalitas , dan
3. Bisa mewariskan loyalitas ini kepada orang lain.
Sedang komitmen adalah:
1. Mempunyai komitmen yang tegas terhadap segala yang bersifat
Islami,
2. Kemampuannya dalam mewariskan komitmen ini kepada orang
lain.
3. Membina barisan orang-orang yang bergabung dalam amal jama'i.
Amal jama'i ini merupakan inti kekuatan umat, karena tanpa amal
jama'i berarti perpecahan yang terjadi. Amal jama'i ini harus ditegakkan
dalam seluruh segi kehidupan: pemikiran, kebudayaan, sosial, ekonomi,
politik, pendidikan, da'wah dan lain-lain.
4. Membina barisan mutafaqihin fi al-din.
5. Membina barisan orang-orang yang pantas masuk ke dalam fase
pembinaan.
c. Fase Takwin (Pembinaan)
Fase ketiga ini diarahkan kepada sekelompok tertentu yang
memenuhi kriteria tertentu dari fase pengenalan. Sifat da'wah yang pal-
ing utama dari fase pembinaan ini adalah lebih bersifat amali ketimbang
nazhari. Satu lagi adalah sifatnya yang khusus. Khusus dari segi
da'wahnya itu sendiri, da'inya, objek da'wahnya, kerja Islamnya bahkan
managemennya. Dan yang menjadikan khusus karena objek da'wahnya
terbatas pada orang-orang yang memenuhi keriteria-keriteria tertentu
dari fase ta'rif.
Di antara kriteria-kriteria itu antara lain:
a. Mempunyai pemahaman yang mendalam tentang Islam, baik dari
segi sumber-sumbernya, akhlaq, manhaj dan sistemnya dalam ke-
hidupan.
b. Mempunyai segi amaliah yang mendalam dalam melaksanakan
ajaran-ajaran agama. Sehingga diharapkan bisa menjadi profil Islam yang
hidup, yang melaksanakan segala manhaj Islam secara menyeluruh:
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 56

dalam makan, minum, pakaian, urusan rumah tangga, dan seluruh kegi-
atan kesehariannya.
c. Mempunyai pengetahuan dan kebudayaan Islam yang mendalam.
Pengetahuan dan kebudayaan ini mencakup:
• Menguasai betul kondisi dunia Islam, baik menyangkut sosial,
politik, ekonomi dan pemikiran. Bagian dunia Islam yang paling
penting tentu saja negerinya sendiri.
• Memahami betul segala problematika yang sedang dihadapi oleh
dunia Islam. Mengenali sebab-sebab, akibat-akibat, mempelajari dan
mencarikan pemecahannya.
• Mempelajari masalah-masalah minoritas Muslim, dari segi kondisi,
problematika dan kebutuhan-kebutuhannya, serta diusahakan pe-
mecahannya.
• Mempelajari gerakan-gerakan reformasi yang terjadi di dunia Islam
dan mengambil pelajaran darinya.
4. Mempunyai pengalaman praktek lapangan yang luas.
5. Mempunyai kepribadian yang berdimensi banyak, dalam arti
cakap dalam banyak hal.
Ada dua muqadimah yang melandasi keterdesakan umat untuk
melakukan pembinaan:
a. Kondisi umat yang tak berdaya dalam menghadapi arus ke-
hidupan, maka diperlukan pembinaan sehingga umat mempunyai arus
dan gelombangnya sendiri.
b. Ilmu dalam pandangan syariat itu terbagi dua: fardu 'ain dan
fardu kifayah. Yang pertama dituntut dari setiap Muslim dalam bentuk
ilmu-ilmu syariat, dan kedua diperlukan umat untuk bisa mengurusi
persoalan-persoalan duniawi dan agama. Kelalaian umat dalam melak-
sanakan dua kewajiban ini menjadikannya terbelakang dari segi
peradaban: segala barang-barang kebutuhan hidupnya diproduksi
bangsa lain dan karenanya menjadi sangat tergantung kepada orang lain.
Dan karenanya umat Islam tetap terbelakang dari segi budaya.
Dari tiga muqadimah ini, pembinaan kepribadian Muslim mencak-
up tiga bidang: bidang kebudayaan (tsaqafah), kepribadian (khasaish) dan
komitmen (iltizam).
a. Budaya. Pembentukan budaya ini terfokus pada empat hal:
1. Ilmu-ilmu keislaman.
-Sebelum menguasai ilmu-ilmu yang lain seorang Muslim dituntut
untuk mempelajari ushul al-tsalasah (ma'rifat kepada Allah, Rasul dan Is-
lam). Ini merupakan Sunnah Rasul dalam metode pendidikannya ter-
hadap para Sahabat. Karena Rasul mengajarkannya sebelum menga-
jarkan al-Qur'an itu sendiri, seperti yang disinyalir sebuah Hadits yang
diriwayatkan oleh Ibn Umar ra.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 57

-Ilmu-ilmu lain yang kemudian harus diajarkan adalah 'akidah, fiqh,


akhlaq, ushul fiqh, bahasa Arab, sekitar kondisi dunia Islam kontem-
porer, sejarah Islam, tentang siasat bangsa lain untuk menghancurkan Is-
lam, studi-studi keislaman modern dan fiqh da'wah.
2. Kebudayaan modern.
Seorang Muslim yang tidak menguasai ilmu zamannya tidak mun-
gkin bisa merespon dan mengantisipasi persoalan-persoalan yang timbul.
Dirinya sendiri akan hidup tergusur zaman, maka bagaimana dia bisa
membawa Islam dalam mengarungi zamannya. Untuk itulah umat Islam
harus menguasai budaya masanya.
3. Ilmu-ilmu tentang keahlian hidup.
Umat Islam tidak akan bisa memecahkan mitos kemaha perkasaan
(supremasi) asing kecuali jika mereka memiliki para bintang yang men-
guasai seluruh sektor kehidupan: sipil-militer, produksi, pertanian, ke-
dokteran, farmasi, arsitek dan sebagainya. Kewajiban ini terasa sangat
mendesak untuk zaman kita.
4. Keahlian amal untuk Islam. Mulai dari aktifitas pribadi, pendidik-
an keluarga, mendirikan halaqah-halaqah, memimpin masyarakat dan
seterusnya.
b. Pembentukan watak/kepribadian.
Pada generasi Islam pertama, anggota masyarakat yang berada di
papan atas adalah Rasulullah SAW. Para sahabat kemudian mengambil
suri tauladan darinya sehingga mereka menjadi pewaris yang sempurna
dari watak dan kepribadian Rasulullah SAW (tentu saja dengan perbe-
daan derajat satu sama lain), sehingga keseluruhan umat dari generasi ini
adalah umat mujahidin. Ketika tingkat mujahadah ini semakin berkurang
dari zaman ke zaman maka satu-satunya alternatif di zaman kita adalah
berjuang untuk membalikkan umat pada karakter-karakter generasi per-
tama. Diantara sifat-sifat mujahidin itu adalah: cinta kepada Allah SWT,
bersikap lembut kepada sesama Mu'min, bersikap tegas kepada orang-
orang kafir, berjuang dan membebaskan komitmen dan loyalitas dari
selain Allah SWT.142
c. Komitmen.
Sifat Mu'min yang paling utama adalah menjadikan satu sama lain
sebagai sahabat dekat.143 Dengan terbinanya komitmen sesama individu
Mu'min ini akan lahir rasa solidaritas yang membentuk suatu kekuatan
umat sehingga kondisi ghutsaiyyah ummat akan terkikis habis.
Ketiga kerangka ini harus betul-betul terjalin secara bersamaan
dalam proses pembinaan.
Target yang ingin dicapai dari fase ini:
142
QS. At-Taubat:128; QS. Ali Imran:159; QS. asy-Syura:36-39 dan
QS. Al-Haj: 41
143
QS. at-Taubat:71
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 58

1. Ishtifa. Memilih orang-orang yang pantas untuk menanggung be-


ban perjuangan.
Pemilihan ini harus didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut:
a. Kemampuan ruhiyah. Mempunyai ruh yang bersih, yang selalu
sadar tentang wujud Allah disetiap saat, merasa mendapat pengawasan
Allah dalam setiap perbuatan yang dilakukannya, merasakan hangatnya
kecintaan kepada Allah dan ridla dengan qadla dan qadar-Nya; juga
mempunyai hubungan yang kuat dengan Allah dengan cara banyak
melakukan amal-amal nafilah.
b. Kemampuan akal. Sifat-sifat yang harus dimiliki adalah: tingkat
kecerdasan akal yang memungkinkannya untuk menerima pengajaran,
bisa berpikir kritis sehingga tidak mudah menerima segala permasalahan
yang didasarkan pada prasangka (zhanni/wahmi),144 hati-hati dalam mem-
berikan suatu putusan kepada manusia145 dan selalu merenungkan
kemaha kuasaan Allah lewat makhluk-makhluk yang disaksikan di seke-
lilingnya.146
c. Kekuatan fisik. Karena fase ini merupakan fase perjuangan maka,
yang bisa memasuki fase ini adalah orang-orang yang mempunyai fisik
yang kuat dan indera yang sehat. Ciri-cirinya adalah selalu membiasakan
makan makanan yang sehat, memperhatikan kebersihan, berolah raga,
menjauhi segala yang bisa merusak kesehatan dan tidak membiasakan
bergadang.
d. Mempunyai kemampuan bergaul antara sesama manusia.
e. Bisa menarik orang untuk bergabung ke dalam barisan yang ber-
juang untuk Islam, sehingga ia menyadari betul tentang keberadaan dir-
inya sebagai seorang pengemban da'wah.
2. Taudlif. Menugaskan kerja tertentu kepada setiap orang yang mas-
uk ke dalam barisan amal Islam, sesuai dengan potensi dan keahlian
yang dimilikinya. Pembagian ini harus dibarengi dengan menjelaskan
batasan maksud dari setiap kerja, cara yang tepat untuk menjamin keber-
hasilan kerja, menentukan orang yang tepat dan batas waktu yang harus
dilewati. Empat hal ini kemudian menjadi rukun taudlif.
3. Takwin. Mempersiapkan barisan da'wah dengan membina
kekuatan fisiknya, akal dan akhlaqnya, sehingga menjadi orang-orang
yang kuat, yang mampu menanggung beban perjuangan di jalan Allah.
Dengan sendirinya pembinaan ini mencakup segi-segi ruh, akal, akhlaq
dan fisik.
4. Indlibath. Kecermatan dan kesungguhan seorang da'i dalam
melaksanakan kerjanya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan syari’at Al-
lah. Target ini merupakan pembinaan umat dalam tujuan agama. Sebab
144
QS. Yunus:36
145
QS. al-Hujurat: 6
146
QS. Al-Hijr: 85
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 59

tujuan agama adalah mengarahkan manusia dari segi aqidah, akhlaq,


ibadah dan mua'malahnya sesuai dengan syari’at Allah.
Cara yang bisa dipergunakan untuk tercapainya target adalah:
1. Pendidikan keluarga
2. Kutaibah, pengelompokan anggota pembinaan (tiap kelompok 40
orang) agar terkoordinasi dengan baik.
3. Rihlah
4. Daurah, mengadakan pendidikan da'wah secara berjenjang.
5. Nadwah, atau seminar-seminar
6. Kemping
7. Mu'tamar
Program-program yang harus dilakukan dalam fase pembinaan:
1. Pendidikan ruh
Pendidikan ruhiyah ini merupakan aspek pendidikan yang terpent-
ing. Sebab ruh berbeda dengan potensi akal yang sangat terikat dengan
ruang dan waktu, awal, akhir dan fana; ruh sama sekali tidak terikat
dengan keterbatasan ini. Dan ia mempunyai tugas yang paling mulia,
adalah berhubungan dengan Allah SWT. Maka pendidikan Islam untuk
ruh ini mencakup, antara lain:
a. Mengupayakan hubungan yang terus berlanjut antara ruh dengan
Tuhannya, di setiap saat.
Cara yang bisa dilakukan adalah: 1) menggerakan hati agar selalu
merasakan wujud Allah dengan merenungkan segala ciptaan-Nya; 2)
membangkitkan perasaan hati agar selalu merasakan adanya pengawas-
an Allah dalam setiap gerak hidupnya; 3) membangkitkan rasa takut dan
taqwa kepada Allah; 4) menggerakan rasa cinta kepada Allah dan
mengharap akan keridlaan-Nya; dan 5) membangkitkan rasa ketenangan
hati untuk menerima qadla dan qadar Allah SWT.
b. Menjadikan ruh agar senantiasa terjaga untuk berada dalam ketaatan
kepada Allah SWT.
Cara yang bisa dilakukan adalah: 1) menjadikan ruh untuk iltizam,
ta'at dan dekat dengan Allah SWT, dengan banyak melaksanakan nawa-
fil, dzikir, qiyamul lail, sedekah dan lain-lain; 2) menjauhkannya dari mak-
siat kepada Allah yang akan membuatnya buta; 3) terus melakukan kegi-
atan-kegiatan ruhiah dengan mentadaburi segala apa yang terkandung
dalam al-Qur'an, tentang ciptaan Allah, keagungan, hikmah-Nya dan se-
bagainya; 4) mengajak untuk merenungkan dan memikirkan segala
ciptaan Allah; dan 5) mengarahkan ruh untuk mengetahui akan keluasan
ilmu Allah yang menyeluruh, sehingga merasakan betul tentang keagun-
gan Allah SWT.
c. Mendidik ruh dengan ibadah kepada Allah.
Hal ini merupakan wasilah yang paling penting dalam pendidikan
ruh, karena ibadah merupakan ketundukan mutlak kepada Allah SWT.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 60

Ada dua bentuk ibadah yang bisa mendidik ruh: 1) ibadah fardu
seperti, thaharah, shalat, puasa, zakat dan haji; dan 2) ibadat dalam
artinya yang luas, yang mencakup segala aktifitas manusia, dari yang
dilaksanakan dan ditinggalkannya, bahkan seluruh perasaan untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Hasil akhir yang bisa dicapai dari pendidikan ruh ini adalah: 1)
memperkuat hubungan manusia dengan Allah; 2) memperbaiki
hubungan manusia dengan dirinya sendiri; 3) memperjelas hubungan
manusia dengan al-kaun; 4) membuat kecintaan manusia terhadap
saudaranya sesama Muslim; 5) membuat kecintaan manusia terhadap
makhluk-makhluk Allah; 6) membuat kecintaan manusia untuk melak-
ukan segala bentuk kebajikan; 7) bisa menundukan syahwatnya; 8) bisa
mengendalikan kekuatan materi; 9) bisa mengekang segala kekuatan ma-
teri dan non-materi yang bisa mengancam manusia untuk memal-
ingkannya dari Allah SWT.; dan 10) mengharapkan segala kekuatan
datang dari Allah SWT.
2. Pendidikan akal
Adalah membangun kemampuan akal untuk berpikir, merenung
dan tadabur yang membuatnya mampu mengemban beban da'wah.
Pendidikan Islam terhadap akal ini diarahkan kepada hal-hal seba-
gai berikut:
a. Manusia harus bisa membebaskan akalnya dari segala hal yang bi-
asa diterima orang secara sederhana, yang dibangun di atas prasangka,
perkiraan atau taqlid.147
b. Ketetapan akal untuk selalu berhati-hati dalam menyikapi dan
mempercayai segala persoalan, sebelum menjadi suatu keyakinan.
c. Mengajak akal untuk selalu merenungi dan mentafakuri alam
semesta.
d. Mengajak akal untuk merenungkan hikmah dari segala ajaran
yang disyari’atkan Allah kepada hamba-Nya, baik ibadah, mua'malah,
akhlaq dan sebagainya.
e. Mengajak akal untuk merenungkan sunnah Allah terhadap
manusia sepanjang sejarah umat manusia.
Hasil yang bisa diharapkan dari pendidikan akal adalah: membersi-
hkan akal dari waham dan khurafat, mengokohkan kematangan akal agar
selalu berhati-hati, membiasakan akal untuk menggali hakikat dan ra-
hasia al-kaun yang dihuninya, komitmen akal untuk mengetahui keben-
aran dari dekat dan dengan ainul yakin, membuat akal untuk merenun-
gkan dan memikirkan hikmah-hikmah dari segala yang disyari’atkan Al-
lah kepada manusia, dan membuat akal selalu merenungkan sejarah
umat manusia.

147
QS. an-Najm: 28; QS. al-Baqarah: 170
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 61

3. Pendidikan akhlaq.
Pertama-tama yang dimaksud dengan ahklak adalah setiap per-
buatan yang bisa disifati dengan baik atau buruk. Maka pendidikan akh-
laq yang dimaksud di sini adalah nilai-nilai kebajikan yang harus
menghiasi setiap manusia secara umum, dan Muslim pada khususnya.
Akhlaq yang mulia ini akan selalu sejalan dengan kebenaran yang datang
dari Allah SWT. lewat wahyu-Nya, dan akan selalu terkait dengan ter-
ciptanya kemanfaatan bagi manusia di dunia dan di akhirat.
Pendidikan akhlaq dalam Islam itu menekankan beberapa hal:
1. Manusia mempunyai kebebasan kehendak dalam melaksanakan
segala perbuatannya.
2. Manusia akan diminta pertanggung jawaban di hadapan Allah
terhadap segala sesuatu yang dilakukannya, dan akan mendapat balasan
sesuai dengan ketaatan atau kemaksiatan yang dilakukannya.
3. Akhlaq dalam Islam bersumber dari wahyu Allah SWT. yang bisa
dibaca dalam Kitab-Nya, dan dari Sunnah Rasulullah SAW. yang bisa
dibaca dalam kitab-kitab Hadits dan sirah nabawiah.
4. Akhlaq dalam Islam berdiri di atas dua dasar: yaitu keadilan (adil
dengan Allah, dengan diri sendiri dan dengan sesama manusia) dan ih-
san.
5. Amar ma'ruf dan nahyi munkar. Dalam arti, seorang Mu’min yang
berakhlaq mulia, ketika mengetahui suatu perbuatan baik mesti menger-
jakan dan mengajak orang untuk mengamalkannya. Demikian seba-
liknya, ketika ia mengetahui sesuatu yang munkar, ia meninggalkanya
dan mencegah orang dari mengerjakannya. Sehingga baik dan buruk
menjadi semacam karakter, untuk selalu dilaksanakan atau ditinggalkan,
baik untuk dirinya maupun untuk orang lain.
Sehingga secara ringkas pendidikan Islam terhadap akhlaq me-
nekankan dua hal: al-takhliyah dan al-tahliyah. Yang pertama membersi-
hkan diri dari setiap bentuk kejelekan, kejahatan dan memunkaran atau
dari setiap yang diharamkan Allah kepada hamba-Nya, baik yang nam-
pak maupun yang tersembunyi. Sedangkan yang kedua, menghiasi diri
dengan segala bentuk kebaikan yang datang dari Islam.
4. Pendidikan fisik
Fisik merupakan potensi manusia yang ketiga, sekaligus menjadi
penyangga potensi ruh dan akal. Pendidikan ini jelas sangat mendesak,
sebab diperlukan keseimbangan di antara ketiga potensi tadi, sehingga
terjadi keserasian yang harmonis, yang satu sama lain saling meng-
uatkan. Karenanya al-Quran dan Sunnah begitu memperhatikan kebu-
tuhan-kebutuhan fisik, tentang makanan, pakaian, tempat tinggal, istira-
hat dan sebagainya.
Jika pendidikan fisik ini diterapkan dengan benar sesuai dengan
tuntutan-tuntutan Islam, maka akan melahirkan masyarakat Muslim
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 62

yang kuat, yang mampu mengemban kewajibannya dengan sebaik-


baiknya; masyarakat yang bersih dan sehat dari berbagai bentuk
penyakit; masyarakat yang bebas dari penyakit-penyakit kejiwaan; dan
masyarakat yang gesit, dinamis dan energik, jauh dari sikap kemalasan.
Pendidikan fisik ini karena merupakan kebutuhkan seluruh umat
manusia secara kontinu, maka karenanya menjadi kewajiban bersama
bagi para pengemban da’wah dan yang menjadi objek da’wah secara ber-
samaan.
5. Pendidikan rasa sosial
Pendidikan ini dimaksudkan sebagai penggemblengan bagi pribadi
Muslim agar sadar tentang hubungannya dengan masyarakat, faham
tentang kedudukannya di tengah masyarakat dan selalu sadar tentang
hak dan kewajibannya. Seorang Muslim dengan kesadaran ini
merupakan orang yang memiliki rasa solidaritas sosial, yang selalu mer-
asa terlibat untuk berperan secara aktif dalam menghadapi segala masa-
lah sosial. Jika bersikap aktif ini merupakan kewajiban manusia secara
keseluruhan, maka bagi seorang Muslim tentu saja lebih wajib lagi. Se-
hingga dengan demikian mempunyai rasa solidaritas sosial merupakan
kewajiban syari’at.
d. Fase Tanfidz (pelaksanaan)
Fase ini menggambarkan pelaksanaan dari nilai-nilai dan akhlaq Is-
lam yang telah diterima dari pengajaran dan pendidikan. Dengan kata
lain merupakan praktek dari setiap pengajaran yang telah didapatkannya
dari fase-fase sebelumnya (tamhid, ta’rif dan takwin).
Seperti halnya fase-fase lain, fase ini mesti mempunyai kejelasan
tujuan, wasail dan manhaj yang jelas. Dan perlu dicatat bahwa fase ini
hanya diperuntukan bagi orang-orang yang telah menyelesaikan fase-
fase sebelumnya. Tujuan, wasail, manhaj dan program-program yang
jelas ini harus betul-betul difahami, baik oleh para pengemban da’wah
itu sendiri maupun oleh orang-orang yang menjadi obyek da’wahnya.
Dengan pemahaman yang baik ini bisa membuat cara dan hasil kerja
yang baik pula, seperti yang diisyaratkan oleh lebih dari lima puluh kali
dalam al-Qur’an: “Alladzina amanu wa ‘amilus shalihat”, orang-orang beri-
man yang beramal (secara) baik.
Sehingga fase ini secala gamblang bisa didefinisikan sebagai: “Fase
orang-orang Mu’min yang membuktikan segala apa yang telah mereka
janjikan kepada Allah, dan mempersiapkan kerjanya untuk Islam,
dengan segala pengetahuan dan kekuasaan yang diperlukannya; adalah
fase perjuangan di jalan Allah, hatta takuna kalimatullahi hiyal ‘ulya.
Kerangka umum dalam fase tanfidz:
1. Orang-orangnya telah sampai pada tingkat nazhar dalam fiqih Is-
lam.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 63

Derajat nazhar ini dimaksudkan sebagai kemampuannya untuk


merefleksikan, merenungkan, dan memikirkan nash-nash agama, baik
ayat maupun Sunnah, untuk kemudian mengistinbat hukum-hukum
syara’. Sehingga yang masuk ke dalam fase ini bisa disebut sebagai faqih.
2. Membina sekelompok orang yang mempunyai keahlian-keahlian
tertentu dalam setiap aspek kehidupan.
Bidang pembinaan ini harus mencakup: 1) pembinaan ulama yang
mutafaqih fi al-din, 2) pembinaan orang-orang yang mempunyai keahlian
dalam bidang ilimu-ilmu kemanusiaan atau humaniora (misalnya sosi-
ologi, politik, ekonomi, pendidikan, penerangan, pertanian, astronomi,
dan sebagainya), 3) bidang fiqh da’wah, 4) kepemimpinan dan strategi, 5)
dan yang ahli tentang dunia internasional.
3. Pendalaman loyalitas terhadap agama dan da’wah Islam.
Artinya setiap orang dituntut untuk melaksanakan amal Islami
dengan sebaik-baiknya. Pendalaman komitmen dan loyalitas terhadap Is-
lam dan da’wahnya ini harus dilakukan dengan pendalaman komitmen
terhadap manhaj dan aturannya menyangkut kehidupan.
4. “Islam amali” merupakan syiar yang paling tepat untuk fase ini.
Dalam arti setiap orang mempunyai keinginan atau himmah yang
kuat untuk melaksanakan segala yang telah diterimanya tentang Islam.
Diantara sifat-sifat yang harus dimiliki dalam rangka kerja Islam itu ant-
ara lain: ikhlas, kontinu, keinginan yang kuat dan hati-hati, sabar, sung-
guh-sungguh, ihsan dan tidak terburu-buru untuk menggapai kemenan-
gan dari Allah SWT.
Tuntutan Fase:
Ada empat tuntutan dari fase ini:
1. Tuntutan terhadap setiap orang dari marhalah.
Ada tiga hal yang harus dilakukan dalam menentukan siapa orang
yang akan masuk ke dalam fase ini, adalah ishtifa (pemilihan), ikhtibar
(penyeleksian) dan tawsiq (pengujian).
Setiap orang yang yang memasuki marhalah ini harus dipilih dari
kelompok orang-orang yang telah menyelesaikan fase pembinaan sesuai
dengan jenjang dan program yang telah direncanakan. Pemilihan ini
harus didasarkan atas tiga kriteria, agar setiap orang bisa melaksanakan
kerjanya dan bisa merealisasikan tujuannya. Ketiga kriteria ini adalah:
a) Keshalihan dan ketaqwaan, sehingga bisa menjaga dirinya dari
setiap betuk maksiat dengan meninggalkan segala sesuatu yang dilarang.
Dan shalih, dengan melaksanakan ajaran-ajaran dan akhlaq Islam dengan
komitmen terhadap perintah Allah dan menjauhi segala yang dilar-
angnya.
b). Akal dan kecerdasan, pada tingkat intelegensia tertentu yang
memungkinkannya untuk mencerna ilmu pengetahuan dan menjaganya
dari kesalahan-kesalahan dalam berpikir. Kecerdasan ini juga bisa di-
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 64

artikan sebagai kemampuan untuk menganalisa, menghadapi persoalan-


persoalan baru dan menyelesaikannya dengan cara-cara yang cerdas.
c). Kuat dan amanah, dalam arti kemampuannya untuk bekerja
dengan penuh amanah.
Setelah memilih orang-orang ini kemudian melakukan seleksi untuk
mengetahui sejauh kemampuan dan kesiapannya untuk bekerja demi Is-
lam. Seleksi ini merupakan pengujian antara lain:
a) segi-segi ilmiah, untuk mengetahui sejauh mana penguasaan ma-
teri-materi keislaman, dari aqidah dan syari’ah, ibadah dan mu’amalah,
Sunnah, sirah nabawiyah, sejarah Islam, pengetahuan umum tentang Is-
lam dan tentang agama-agama secara umum.
b) Pengujian segi-segi amali untuk mengukur kemampuan seorang
calon dalam berinteraksi dan menyelesaikan berbagai persoalan yang di-
hadapi.
Dan terakhir melakukan uji coba untuk mengecek kesungguhan dan
loyalitasnya terhadap Islam dan amal islami, sehingga pada akhirnya ia
akan dipercaya sebagai orang yang betul-betul berjuang untuk Islam.
2. Tuntutan pergerakan setiap orang dari marhalah.
Tuntutan ini dimaksudkan sebagai sifat-sifat atau karakter-karakter
seorang da’i pada fase ini yang bisa menjamin tercapainya tujuan
da’wah. Sifat-sifat ini antara lain adalah:
a) kemampuannya dalam bergaul di tengah-tengah manusia, mem-
perhatikan dan ikut merasakan gembira atau sedihnya orang lain. Sifat
ini sungguh sangat asasi, karena tanpa sifat ini seseorang tak akan bisa
berperan aktif dalam kancah da’wah, bahkan justeru sebaliknya akan
membuatnya bersifat pasif dan mejauhkan diri dari masyarakat.
b) Kemampuan dalam melakukan pendekatan dan menarik simpati
orang, sehingga akan mencintai dan dicintai masyarakat.
c) Senantiasa mendambakan kebaikan bagi masyarakat dan bekerja
keras untuk menolak bencana yang mungkin menimpanya.
d) Mempunyai kemampuan untuk mengkoordinasi dan memobil-
isasi potensi masyarakat. Karena selama masih melakukan kerjanya
sendiri-sendiri tak akan mencapai target yang diinginkan. Oleh karena
itu diperlukan orang-orang yang mampu memimpin, mengarahkan kerja
mereka dan menumbuhkan semangat gotong royong di antara anggota
masyarakat.
e) rela dan bahkan senang untuk berkorban demi tercapainya per-
juangan.
3. Tuntutan taktik dan strategi
Setiap orang yang bergerak di bidang da’wah ini harus memahami
taktik dan strategi, agar bisa merintis tujuan da’wahnya dengan teren-
cana, teratur dan sistematis.
4. Tuntutan managemen
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 65

Target Fase Tanfidz:


1. Menerapkan nilai-nilai, ajaran dan etika yang telah disyari’atkan
Islam lewat nash-nashnya menjadi ajaran yang betul-betul praktis.
2. Memperdalam hubungan kebersamaan antar sesama anggota fase
ini, dan memperkuat hubungan persaudaran ke tingkat ikatan per-
saudaran tertinggi yang hanya didasarkan atas keimanan murni. Se-
hingga seluruh anggota menjadi satu bangunan yang kokoh, yang jika sa-
lah satu anggotanya sakit bagian anggota lain juga ikut merasa sakit.
3. Memperdalam kesucian ruh anggota marhalah dengan banyak
melakukan latihan-latihan spiritual. Dengan demikian, satu kelebihan
marhalah ini dari fase-fase sebelumnya adalah mempunyai kedalaman
spiritual.
4. Memperkuat dimensi fisik anggota dengan banyak melakukan
olah raga, sehingga mampu mengemban beban da’wah. Termasuk mem-
perhatikan kekuatan fisik ini adalah tidur dan makan yang teratur, serta
menjauhi segala yang bisa merusak kesehatan.
5. Bersifat kontinue dalam melakukan kerja da’wah dengan segala
pengorbanan, baik harta, tenaga, waktu dan bahkan dirinya sendiri. Se-
hingga lebih mengutamakan kerja da’wah dari pada dirinya sendiri.
6. Bekerja dengan sungguh-sungguh dalam memikirkan dan
memenuhi kebutuhan masyarakat, sebagai pelaksanaan dari ke-
wajibannya terhadap masyarakat dan sebagai praktek lapangan dari
bekerja sama dalam melakukan kebaikan dan taqwa. Target ini pada
prakteknya menuntut untuk berdirinya lembaga-lembaga sosial.
7. Mempersiapkan diri untuk memasuki fase selanjutnya (fase
tamkin, pengokohan), sebab fase itu merupakan fase yang dicita-citakan,
sedangkan sebuah cita-cita tak akan terwujud kecuali dengan kerja keras
dengan selalu meminta pertolongan Allah, sabar, shalat, ikhlas, saling
menasehati antara sesama Muslim dan komitmen dalam jama’ah.
Hal-hal yang harus selalu disadari oleh setiap anggota adalah, bah-
wa kerja yang dituntut jauh lebih besar dari waktu yang dimiliki. Karena
itu setiap anggota harus selalu taushiyah untuk selalu menjaga waktunya
agar tidak dipergunakan dalam hal-hal yang mubadzir. Dan satu lagi
adalah, semuanya harus sadar bahwa tujuan yang dicita-citakan itu jauh
lebih besar dari jangkauan kerja yang mungkin bisa dilakukannya. Kar-
enanya semua orang harus bekerja semaksimal mungkin, dengan selalu
didasari oleh kesungguhan, ihsan dan itqan (apik) dalam bekerja.
Cara-cara yang bisa dilakukan dalam menggapai target yang ingin
dicapai antara lain lewat:
1. Training, merupakan latihan amal Islam dengan mempraktekan
nilai dan ajaran Islam dalam segala kegiatan hidupnya dari mulai bangun
sampai bangun kembali.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 66

2. Kemping, untuk mempertajam hubungan persahabatan dan per-


saudaraan antara sesama anggota.
3. Kutaibah, merupakan pengelompokan anggota marhalah (40 or-
ang, seperti yang sudah dijelaskan dalam bagian terdahulu) dengan
melakukan kegiatan intensif selama empat puluh hari.
4. Rihlah.
5. Nadwah.
Prioritas Kerja pada Fase ini:
1. Praktek kerja Islam, baik bagi masing-masing individu, keluarga,
pada profesi dan di masyarakat secara keseluruhan. Yang dimaksud
dengan praktek kerja ini adalah, komitmen anggota dalam setiap kata,
perbuatan dan tindakan dengan akhlaq dan ajaran Islam, tanpa mere-
mehkan suatu apapun.
2. Memperdalam loyalitas terhadap Islam dan da’wah. Kerja kedua
ini merupakan kesimpulan yang pasti dari kerja pertama. Karena loyalit-
as berarti, komitmen yang mutlak terhadap akhlaq dan ajaran Islam
dengan penuh rasa bangga sebagai seorang Muslim.
3. Mempersiapkan kader-kader yang ahli dalam berbagai bidang
kerja Islam. Baik dalam bidang kecendekiaan, ekonomi, politik, pendidik-
an dan sebagainya.
4. Ada anggota marhalah yang sampai pada tingkat nazhar dalam
agama. Ini selanjutnya menjadi kewajiban kelompok, kalau tak mungkin
bisa dicapai oleh setiap orang dari anggota marhalah.
e. Fase Tamkin (pengukuhan)
Kalau saja fase-fase da’wah ini diibaratkan sebagai kegiatan ber-
cocok tanam, maka fase terakhir ini merupakan tahap berbuah untuk
kemudian dipetik hasilnya. Fase-fase sebelumnya memang betul-betul
merupakan fase persiapan dan pembinaan untuk mendapatkan hasil
yang memuaskan. Hanya perlu dicatat bahwa, orang-orang yang memas-
uki fase ini mesti telah melewati jenjang marhalah sebelumnya. Menjalani
pendidikannya dengan sebaik mungkin, hingga kemudian sampai pada
tujuan akhir yang menjadi target dari setiap marhalah. Sebagai mana
kemenangan yang akan diraih jelas tidak sepenuhnya bersifat manusi-
awi, karena pertolongan Allah merupakan kunci penentu dari setiap de-
rap perjuangan yang kita lakukan. Kita hanya berkewajiban untuk
merambah sebab-sebab yang manusiawi. Seperti firman Allah: “Sesun-
guhnya kami telah mengukuhkan baginya (Dzulkarnain) di atas bumi, dan
Kami berikan baginya sebab-sebab bagi segala sesuatu.”148
Maka fase tamkin dalam da’wah berarti, Allah mengukuhkan kedu-
dukannya di atas bumi, lewat perantara orang-orang yang beramal shalih
dalam segala lapangan kehidupan. Seperti yang dijanjikan Allah SWT.:

148
QS. al-Kahfi: 84
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 67

“Dan Allah telah menjanjikan bagi orang-orang yang beriman di antara kalian
dan beramal shalih, bahwa Allah akan memberikan kepada mereka kekuasaan di
atas bumi, sebagai mana Allah telah memberikan kepada orang-orang yang se-
belumnya, dan bahwa Allah akan mengukuhkan bagi mereka agama yang telah
diridlai-Nya bagi mereka, dan akan memberikan rasa aman dan tenteram setelah
mereka merasa takut. Mereka menyembah-Ku dan tidak menyekutukan-Ku
dengan sesuatu apapun, dan barang siapa yang kufur setelah itu, mereka adalah
orang-orang yang fasiq. Dan dirikanlah shalat, berikanlah zakat dan taatlah
kalian kepada Rasul semoga kalian mendapat rahmat.”149 Dalam pengertian
ayat-ayat inilah kurang lebih cita-cita fase tamkin.
Hanya saja, walaupun memang fase ini merupakan fase puncak dari
marhalah da’wah, tidak berarti perjuangan da’wah terus berhenti. Ada
perjuangan untuk menjaga keberlangsungan tahapan yang sudah di-
capai. Dan lebih dari itu, fase-fase ini tidak mesti dipahami sebagai mar-
halah-marhalah yang terpisah, sesungguhnya bisa jadi dilakukan secara
serentak, bagi anggota da’wah yang berbeda.
Untuk selanjutnya, tentang fase ini hanya akan disebutkan kerangka
umum.
Kerangka umum yang harus dilakukan dalam fase ini:
1. Melaksanakan kekuasaan hukum yang telah diturunkan Allah, al-
Qur’an dan Sunnah, dalam seluruh urusan kehidupan, sehingga umat
manusia merasakan hidup aman, tenteram dan mendapatkan keadilan
yang sesungguhnya.
2. Mencetak kehidupan sehari-hari secara islami.
3. Membentuk lembaga-lembaga yang menyentuh segala sektor ke-
hidupan umat secara islami.
4. Mempersiapkan para ahli, secara akademis, dalam seluruh sektor
kehidupan.
5. Mempersiapkan para ahli yang bisa merancang lapangan kerja
untuk menutupi kebutuhan kerja Islam dalam seluruh fase da’wah.
III. Ushul al-Tsalatsin
(Tiga puluh prinsip dalam berda'wah)
1. Islam adalah sistem syumul yang mengurusi seluruh sendi ke-
hidupan, dari kenegaraan dan kebangsaan, etika dan kekuasaan, ke-
budayaan dan hukum, materi dan kekayaan, perjuangan dan da'wah. Se-
bagaimana ia adalah aqidah dan ibadah yang benar.
2. Al-Qur'an dan Sunnah adalah rujukan setiap Muslim dalam men-
getahui seluruh hukum Islam. Al-Qur'an itu harus difahami sesuai
dengan kaidah-kaidah bahasa Arab tanpa berlebihan dan serampangan.
Dan dalam memahami sunnah ia harus dikembalikan kepada Rijalul
hadits yang tsiqat.

149
QS. al-Nur:55-56
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 68

3. Keimanan dan ibadah yang benar serta mujahadah mempunyai ca-


haya dan rasa manis yang dianugerahkan Allah SWT kedalam hati or-
ang-orang yang dikehendaki dari hamba-hamba-Nya. Tetapi ilham, in-
tuisi, kasyf dan mimpi tidak bisa menjadi dalil dalam hukum syari'at, dan
tidak bisa dijadikan i'tibar (hujjah) kecuali dengan syarat tidak bertentan-
gan dengan hukum agama dan nash-nashnya.
4. Azimat, jampe-jampe, paranormal, perdukunan dan mengaku
mengetahui hal-hal yang ghaib adalah kemunkaran yang harus diperangi
(kecuali do'a-do'a yang ma'tsur).
5. Pendapat imam atau wakilnya, dalam hal yang tidak ada
nashnya, mengandung berbagai kemungkinan tentang keshahihannya,
dalam arti nisbi, tidak mutlak. Dalam al-mashalih al-mursalah pendapat
Imam ini bisa dipakai selama tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah
syari'at. Dan penilaian ini terkadang bisa berubah sesuai dengan kondisi
'urf dan adat yang berlaku dan shahih. Masalah ibadah pada dasarnya
bersifat ta'abudi, karenanya tak harus melihat 'illat-'illatnya; sedangkan
adat harus dilihat apa rahasia, hikmah dan maksud yang ingin di-
capainya.
6. Setiap orang bisa diambil pendapatnya atau ditinggalkan kecuali
al-Ma'shum SAW. Setiap pendapat yang datang dari salaf ash-Shalih yang
sejalan dengan Kitab dan Sunnah harus kita ambil, dan jika ternyata ber-
tentangan maka Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya lebih berhak kita
ikuti. Tetapi walaupun begitu, dalam hal yang berbeda pendapat, kita
tidak boleh mempersoalkan kepribadian atau orangnya, dengan men-
cerca atau meremehkan. Kita percaya akan niat baik mereka, dan kita
yakin bahwa mereka telah melakukan hal yang terbaik tentang apa yang
ingin mereka sampaikan.
7. Bagi setiap Muslim yang belum sampai kepada tingkat nazhar
dalam dalil-dalil hukum far'i hendaknya ia mengikuti salah satu imam
dari imam-imam agama. Dan bersama ittiba (pengikutan) terhadap imam
ini, alangkah baiknya jika ia berusaha untuk menguasai dalil-dalil yang
mungkin bisa dikuasainya. Ia harus menerima setiap petunjuk yang
dibarengi dengan dalil-dalil jika orang yang memberikan petunjuk itu
pantas dan mampu. Demikian pula ia harus berusaha untuk melengkapi
kekurangan ilmunya (bagi kelompok terdidik) supaya bisa sampai pada
tingkat nazhar.
8. Perbedaan pendapat fiqhiyah tidak boleh menjadi sebab terjadinya
perpecahan dalam agama, permusuhan atau kebencian. Sebab bagi setiap
mujtahid mendapat pahala dari upaya ijtihadnya. Hanya saja tak ada sa-
lahnya untuk melakukan pengecekan ilmiah terhadap masalah-masalah
khilafiah tadi selama didasari oleh kecintaan kepada Allah SWT,
bekerjasama untuk menemukan titik kebenaran tanpa mengakibatkan
adanya fanatisme yang tercela.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 69

9. Setiap masalah yang tidak berdimensi amali maka melakukan


pendalaman terhadapnya termasuk yang dilarang syara'. Termasuk
dalam kaidah ini misalnya, melakukan pembagian hukum-hukum far'i
yang tidak terjadi; mendalami makna-makna ayat al-Qur'an yang belum
dijamah oleh ilmu pengetahuan dan membanding-bandingkan kelebihan
antara shahabat serta membicarakan dan mempertajam perselisihan yang
terjadi diantara mereka. Sebab setiap shahabat mempu-nyai nilai
kedekatan dan persahabatannya dengan Rasul serta mempunyai niat
baiknya yang tak mungkin diragukan lagi.
10. Ma'rifat kepada Allah SWT, Tauhid dan tanzih adalah aqidah Is-
lam yang paling utama. Ayat-ayat sifat, hadits-hadits shahih tentang sifat
dan ayat-ayat mutasyabihat, harus kita imani seperti adanya tanpa ta'wil
dan ta'thil (meniadakan segala atribut bagi Allah SWT). Kita tak perlu
menggubris perbedaan pendapat para ulama di sekitar masalah ini,
cukuplah Rasul dan shahabatnya menjadi teladan. Merekalah orang-or-
ang yang disebut oleh al-Qur'an: "Dan orang-orang yang ilmunya rasikh
mereka berkata: "Kami beriman, semuanya itu berasal dari Tuhan kami." 150
11. Setiap bentuk kebid'ahan yang tak ada landasannya dalam agama
--yang dianggap baik oleh hawa nafsu manusia-- adalah kesesatan yang
wajib diberantas; dengan acara yang terbaik sehingga tidak membuat se-
suatu yang lebih jelek dari kebid'ahan itu sendiri.
12. Bid'ah idzafi, tarkibi 151 dan iltizam dalam melakukan ibadah mut-
lak tertentu adalah perbedaan fiqhiyah, yang setiap orang boleh mem-
punyai pendapat yang berbeda. Tak ada salahnya hakikat persoalan sep-
erti ini dianalisa dengan dalil dan bukti-bukti.
13. Mencintai orang-orang shalih, menghormati dan memuji mereka
karena amal baik yang telah dilakukannya adalah termasuk usaha
mendekatkan diri kepada Allah SWT.152
14. Ziarah kubur hukumnya sunnah, asal dengan kaifiyah atau cara-
cara yang ma'tsur, diajarkan oleh Rasulullah SAW. Tetapi meminta per-
tolongan kepada orang-orang yang mati dan memanggilnya, meminta
pertolongan kepada mereka agar kebutuhan hidupnya terpenuhi, baik
dari jauh atau dari dekat, memperingatinya, mendirikan bangunan di

150
QS.Ali Imran: 7
151
Yang disebut idzafi adalah sesuatu yang mempunyai dasar dalam syariat atau
pada dasarnya disunatkan, tetapi kemudian dilaksanakan dalam sifat dan ben-
tuknya yang berbeda dengan cara yang telah disebutkan oleh syara’. Sedang tark-
ibi adalah sesoarang yang meninggalkan sesuatu yang dihalalkan dengan ang-
gapan tadayun, atau karena alasan agama.
152
Para auliya adalah mereka yang disebutkan oleh al-Qur'an (adalah orang-orang
yang beriman dan bertaqwa). Karamah yang biasa dinisbatkan kepada mereka
juga ada, hanya dengan syarat-syarat syar'iyah. Dengan keyakinan bahwa mereka
tidak bisa mendatangkan manfaat dan madarat bagi dirinya sendiri, baik ketika
masih hidup atau sesudah meninggal, apalagi memberikan keramat itu kepada or-
ang lain.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 70

atasnya, menutupinya dengan gargeng, meneranginya, memberikan


wangi-wangian, meminta berkah kepadanya, bersumpah atas nama
selain Allah dan berbagai kebid'ahan yang diakibatkannya adalah dosa
besar yang wajib diluruskan. Kita tak boleh menta'wil, untuk memben-
arkan perbuatan-perbuatan seperti ini karena sadudzari'ah, agar tak ter-
jerembab pada hal-hal yang diharamkan.
15. Do'a, jika seseorang ber-tawasul dengan dibarengi salah seorang
dari makhluk Allah adalah termasuk perbedaan far'iyah dalam hal ber-
do'a, bukan masalah aqidah.153
16. ’Urf atau kebiasaan yang salah dalam menggunakan suatu istil-
ah, tak bisa merubah hakikat syari'ah. Karenanya perlu ditegaskan
tentang apa isi dan kandungan makna yang dimaksud oleh lafadz itu.
Kita juga harus menjauhi apologi kata (permainan kata-kata), baik dalam
masalah-masalah agama ataupun dunia. Kata sebuah kaidah "Al-ibratu bi
al-musamayat la bi al-asma", atau yang dijadikan patokan adalah kandun-
gan dari istilah itu sendiri.
17. Aqidah adalah asas dari setiap perbuatan, dan amal hati (a’mal
qulub) lebih penting dari amal lahir (a’mal khariji). Terciptanya kesem-
purnaan dari kedua amal itu adalah menjadi tuntutan syari’at, walaupun
ada perbedaan tingkat dalam tuntutan itu.
18. Islam membebaskan kemerdekaan akal, mendorong untuk
merenungkan al-kaun, menghargai setinggi-tingginya ilmu dan ulama,
dan menyambut baik terhadap segala yang baik dan bermanfaat. Karena
hikmah adalah barang berharga Mu'min yang hilang, maka kapan saja ia
menemukannya ia lebih berhak untuk memungutnya kembali.
19. Terkadang bisa terjadi perselisihan di antara pandangan akal
dan pandangan syara’. Tetapi bagaimanapun kedua pandangan itu tak
akan berselisih dalam hal-hal yang sifatnya qath'i, pasti. Maka kebenaran
ilmiah yang pasti, tak akan bertentangan dengan kaidah syar'iyah yang
tsabit.
Jika derajat kedua pandangan itu berbeda, maka kebenaran yang zh-
ani harus dita'wil agar sejalan dengan kebenaran yang qath'i. Tetapi jika
kedua-duanya zhanni maka kezhanian syara’ lebih berhak diikuti, sam-
pai kemudian ditemukan kepastian tentang kebenaran akal atau kepasti-
an tentang ketidak benarannya.
20. Kita tidak mengkafirkan seorang Muslimpun --yang mengakui
dua syahadat, mengerjakan tuntutan dan faraidlnya- hanya karena men-
geluarkan suatu pendapat atau melakukan kemaksiatan tertentu. Kecuali
jika ia mengaku bahwa dirinya kufur, mengingkari sesuatu yang pasti
dalam agama, mendustakan kebenaran yang sangat jelas dari al-Qur'an
(sharih al-Qur'an), menafsirkannya dengan cara yang tidak sesuai dengan

153
Namun termasuk masalah yang dikhawatirkan menjadi syirik.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 71

uslub dan bahasa Arab, atau melakukan suatu perbuatan yang tidak bisa
dita'wil lagi kecuali memang perbuatan itu benar-benar suatu kekufuran.
21. Wanita adalah saudaranya laki-laki. Mencari ilmu dan demikian
pula amar ma'ruf dan nahyi munkar adalah kewajiban bersama.
Dan wanita dalam batas-batas etika Islam mempunyai hak dan ke-
wajiban untuk bersama-sama membangun dan melindungi masyarakat.
22. Keluarga adalah pondasi bangunan akhlaq dan sosial umat, dan
merupakan basis yang alami untuk pertumbuhan generasi umat
manusia. Karena itu kedua orang tua mempunyai kewajiban bersama un-
tuk menciptakan lingkungan yang baik bagi pertumbuhan anak.
Lelaki adalah pemimpin rumah tangga. Meski demikian kewenan-
gan dan tanggung jawabnya terbatas pada hal-hal yang disyari’atkan Al-
lah bagi seluruh anggota keluarga.
23. Manusia mempunyai hak-hak materi (madi) dan moral (adabi)
yang sebanding dengan kemuliaan dan kedudukan yang telah di-
anugerakan Allah kepadanya. Islam telah menjelaskan hak-hak ini dan
mengajak untuk menghormatinya.
24. Para pemimpin dan penguasa bekerja untuk mengabdi kepada
rakyatnya, demi menjaga kemaslahatan agama dan dunianya. Maka ke-
beradaan mereka dalam jabatannya sangat tergantung pada komitmen
mereka dalam menjalankan dan menjaga kewajiban ini, serta kerelaan
rakyat atas mereka. Sama sekali seorang pemimpin tak berhak untuk me-
maksakan suatu keputusan secara despotik kepada rakyat.
25. Syura adalah asas pemerintahan. Bagi setiap bangsa berhak un-
tuk memilih cara yang paling tepat untuk menerapkannya. Cara yang
paling baik bagi pelaksanaan syura ini adalah yang paling mendukung
untuk ketundukan umat terhadap Allah SWT dan menjauhkannya dari
riya, penipuan dan keserakahan duniawi.
26. Hak pemilikan pribadi dijamin oleh syara’, dengan syarat-syarat
dan hak-haknya yang telah diatur oleh Islam.
Keseluruhan umat adalah ibarat satu tubuh, yang satu sama lain sa-
ling melengkapi. Karenanya satu bagian tubuhpun tak boleh diperdaya
oleh sekelompok lain. Maka persaudaraan umum adalah hukum yang
mengatur masing-masing anggota jama’ah, karenanya baik persoalan
materi ataupun moral harus tunduk pada hukum jama'ah ini.
27. Keluarga Islam internasional bertanggung jawab atas terlaksan-
anya da'wah Islam. Seperti halnya ia bertanggung jawab untuk men-
jawab tuduhan-tuduhan dan menolak kesengsaraan yang menimpa ang-
gota keluarganya. Keluarga Islam juga berkewajiban untuk mengerahkan
usahanya untuk menghidupkan kembali khilafah dalam bentuknya yang
layak dan sebanding dengan kebesaran agamanya.
28. Perbedaan agama tidak menjadi sumber permusuhan antara ses-
ama manusia. Tetapi terjadinya permusuhan, persengketaan, peperan-
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 72

gan, fitnah dan semua bentuk kezhaliman itu terjadi karena ulah
sekelompok manusia, oknumnya.
29. Hubungan muslimin dengan keluarga masyarakat internasional
didasari oleh persaudaraan kemanusiaan yang murni. Umat Islam harus
menda’wahkan agamanya hanya dengan argumentasi dan kerelaan: “La
iqraha fi al-dini qat tabayyana al-rusydu min al-ghayyi.”
30. Umat Islam bersama-sama kelompok lain --dengan perbedaan
agama dan madzhabnya-- berkewajiban untuk mewujudkan kesejahter-
aan umat manusia, baik secara materi maupun secara nilai (ma'nawi). Ini
adalah pijakan fitrah keislaman dan nilai-nilai yang kita warisi dari
pembesar para nabi, Nabi Muhammad SAW.

IV. Asas-Asas Da’wah


Syekh Musthafa Masyhur menganalisa beberapa gerakan dan organ-
isasi da’wah khususnya Ikhwanul Muslimin yang telah lama digelutinya.
Beliau menyimpulkan delapan issue penting dalam da’wah dan secara
tematis memperluas pembahasannya dengan beberapa poin pokok.
1. Ar-Ru-yah Al-Wadlihah (Pandangan yang jelas)
Seorang da’i dituntut untuk mengetahui dan memahami dengan
benar seluk beluk jalan da’wah. Mengenal dengan pasti petunjuk-petun-
juknya serta seluruh bagian penting dari da’wah ini. Langkah pertama ia-
lah menentukan ghayah (tujuan) yang harus dicapai yaitu Allah SWT
Maksudnya dengan berjalan di atas jalan da’wah, kita harus berusaha
mencapai keridlaan-Nya, meraih kenikmatan dan keselamatan api
neraka. Firman Allah SWT; “Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu
Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari adzab
yang pedih ? Yaitu kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan berjihad di
jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika
kamu mengetahuinya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan
memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,
dan memasukkan kamu ke tempat tinggal yang baik di dalam surga ‘Adn. Itu-
lah keberuntungan yang besar. Dan (ada lagi) karunia lain yang kamu sukai,
(yaitu) pertolongan Allah dan kemenangan yang dekat waktunya. Dan sam-
paikanlah berita gembira ini kepada orang-orang yang beriman.” 154
Adapun sasaran yang akan dicapai para aktifis da’wah ialah
tegaknya dienullah di bumi dengan berdirinya daulah Islamiah ‘Alamiah
yang dipimpin oleh sistem khilafah Islamiah. Waktu dan masa pencapai-
an sasaran da’wah tidak boleh diukur dengan usia seseorang, tetapi
harus diukur dengan umur da’wah atau generasi. Sehubungan dengan
ini, Imam Hasan Al-Banna dalam “Risalah Khamis” mengatakan; “Ses-
ungguhnya langkah-langkah dan batas-batas jalan kalian sangat jelas ru-
musannya. Saya tidak akan menyalahi batas-batas ini karena saya yakin
154
QS. As-Shaff: 10-13
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 73

seyakin-yakinnya bahwa kadang-kadang jalan yang harus ditempuh panjang.


Tetapi tidak ada jalan lain selain jalan ini. Jalan ini memerlukan orang yang
shabar, teguh, sungguh-sungguh dan bekerja serius. Jika di antara kalian ada
yang terburu-buru ingin memetik buah sebelum masak atau memetik bunga se-
belum mekar, maka ketika itu saya tidak bersamanya, sebaiknya ia menempuh
jalan lain, bukan jalan ini. Barangsiapa yang shabar bersamaku sampai benih
tumbuh, batangnya kuat dan berbuah ranum serta layak untuk dipetik, maka
pahalanya ada pada Allah. Kita akan mendapatkan salah satu dari dua kebaikan;
“Menang dan memimpin atau mati syahid dan bahagia.”
Ujian da’wah adalah salah satu tanda sunnatullah dalam da’wah,
dan dengan menyadari hal ini seorang da’i tahu bahwa di balik imtihan
(cobaan dan ujian) tersebut terkadang faktor-faktor kemenangan yang
tidak akan berhenti dengan sebab-sebab adanya rintangan. Kemenangan
selalu mengiringi ujian dan penderitaan. Sebuah jama’ah yang berjalan di
jalan da’wah yang lurus harus menjelaskan beberapa sifat asasi yang
menjadi karakteristiknya. Di antaranya; Pertama, Manhaj dan sasarannya
ialah tegaknya daulah Islamiah ‘Alamiah, terutama tegaknya sistem
khilafah. Kedua, Pemahamannya terhadap Islam. Yaitu pemahaman yang
menyeluruh dan bersih, bersumber dari Kitab dan Sunnah. Ketiga, Cara
mewujudkan sasarannya sejalan dengan cara Rasulullah SAW dalam
membina daulah Islamiah pertama. Secara tertib daulah ini ditegakkan di
atas tiga azas, yaitu; (1) Kekuatan aqidah dan iman, (2) kekuatan wihdah
(persatuan) dan ukhuwah, dan (3) Kekuatan fisik dan sarana penun-
jangnya. Keempat, Internasionalisasi gerakan, tidak boleh hanya bersifat
lokal atau regional kecuali ada koordinasi dengan gerakan pusat.
2. Al-Istimrariah (kesinambungan)
Banyak tenaga da’wah, jama’ah, organisasi atau partai politik tum-
buh dan kuat, tetapi tidak lama kemudian melemah dan bubar. Mengapa
ini terjadi ? Faktor penyebabnya banyak, antara lain karena tidak orisinil
dan tidak memiliki kemampuan bertahan atau buruknya manajemen se-
hingga tidak mampu mengantisipasi tipu daya dan konspirasi musuh.
Yang dimaksud kesinambungan di sini ialah tetap adanya orang yang
memikul beban da’wah dan berusaha mewujudkan sasaran-sasarannya
serta mewariskannya kepada generasi selanjutnya. Jika jalan da’wah
diibaratkan sebatang pohon, maka tarbiah dan tazkiah ruhiah adalah hu-
mus dan pupuknya, disamping persiapan setiap afrad juga kesatuan
jama’ah mesti dibina. Di antara sebab paling berbahaya yang dapat
menghentikan perjalanan bahkan menggagalkan da’wah ialah adanya
perselisihan dan pertentangan dalam shaf. Firman Allah; “Dan janganlah
kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang
kekuatanmu.”155
3. An-Namwu Wal Quwwah (Pertumbuhan dan Kekuatan)
155
QS. Al-Anfal:46
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 74

Kesinambungan yang dikehendaki ialah disertai dengan perluasan


medan gerakan yang continual dan kuantitas afrad (anggota) dan simpa-
tisan gerakan semakin berkembang serta kekuatan struktur harakah afrad
dan pirantinya yang semakin meluas. Ada dua jenis pertumbuhan dan
perkembangan yang harus diperhatikan, yaitu; Pertama, Perkembangan
horizontal, ialah berkembangnya hasil keseriusan manuver da’wah se-
hingga medan da’wah semakin meluas, bukan saja kawasan-kawasan Is-
lam tetapi juga di seluruh dunia. Di antaranya dengan memperhatikan
berbagai wasilah (sarana) nasyrud da’wah seperti buku, surat kabar, maja-
lah, brosur, seminar, diskusi, kaset, radio, televisi, film dan sebagainya.
Kedua, Pertumbuhan vertikal, ialah meningkatkan mustawa (tingkat)
afrad dan pembinaannya. Ini jelas merupakan lapangan tarbiah seperti
pengajaran, usrah, rihlah, mu’askar dan lainnya. Berkenaan dengan
kekuatan kepribadian, Imam Hasan Al-Banna dalam risalah “Ila Ayna
Nad’u an-Nas” dibawah judul “Min Ayna Nabda”, menyatakan; “Ses-
ungguhnya membentuk ummat, mentarbiah bangsa, mewujudkan cita-cita dan
membela prinsip memerlukan kekuatan jiwa besar dari ummat atau kelompok
yang memperjuangkannya. Hal ini tercermin dalam beberapa hal; (1) Iradah
Qawiah yang tidak dapat diserang kelemahannya. (2) Wafa’ Tsubut yang tidak
mengenal tukar bulu atau khianat. (3) Tadhhiah ‘Azizah yang tidak dapat di-
halangi oleh ketamakan dan kekikiran. (4) Ma’rifatul Mabda dan mengiman-
inya yang dapat melindungi dari kesalahan, penyimpangan, tawar menawar
dan ketertipuan.”
4. Al-Muhafadzah ‘ala Al-Ashalah (Menjaga Orisinalitas)
Menjaga orisinalitas berarti berpegang teguh kepada Islam dan tidak
menyalahinya, baik dalam teori maupun praktek. Imam Syahid selalu
menekankan agar jama’ah beriltizam dengan Islam, Kitab dan Sunnah
serta melangkah sesuai dengan Sirah Rasulullah SAW ketika beliau mem-
bina daulah Islamiah pertama. Firman Allah; “Sehingga tidak ada lagi fit-
nah dan agama semuanya bagi Allah.” 156
Dalam menjaga orisinalitas ini diperlukan sikap takamul dan i’tidal
(integral dan proporsional). Takamul ialah menerapkan Islam dengan se-
luruh aspek, tuntunan dan universalitasnya tanpa meremehkan satu sis-
ipun darinya. Sedangkan i’tidal ialah bahwa setiap anggota bekerja dalam
seluruh sisi Islam dengan seimbang dan proporsional, jauh dari sifat
keterlaluan (ekstrimitas) dan di luar ketentuan yang wajar, serta jauh
dari peremehan aspek Islam.
5. At-Takhtith Wa At-Tathwir (Perencanaan dan Pengembangan)
Untuk mencapai sasaran da’wah, amal Islami harus berjalan dengan
takhtith (perencanaan) yang teliti, tidak boleh asal-asalan, spontanitas
atau reaksioner. Karena itu perlu lebih dirinci sasaran tersebut dengan
program yang jelas dan alat/sarana yang memadai. Selanjutnya Amal Is-
156
QS. 8:39
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 75

lami melakukan evaluasi seluruh pelaksanaan program pencapaian sas-


aran yang telah digariskan. Kita harus memanfaatkan penemuan baru
dalam bidang jihad dan persiapannya, baik dalam perekonomian, indus-
tri, perdagangan, pertanian atau keuangan. Karena prinsip Islam yang
tetap ini membutuhkan alat pencapaiannya yang selalu diperbaharui ter-
us sesuai perkembangan zaman.
6. Jam’u Kalimatil Muslimin (Kesatuan Pandangan)
Jalan pertama menyatukan pandangan setiap masyarakat muslim
dan mempersatukan kaum muslimin ialah melalui usaha menghidupkan
aqidah Islamiah dalam diri dan membangkitkan keimanan di dalam hati.
Kemudian memperkenalkan kaum muslimin akan hakikat agama Islam,
keagungan dan kesyumulannya.157
7. Al- ‘Amalu Fi Majalid Da’wah (Bekerja dalam lapangan Da’wah)
Amal shalih merupakan refleksi keimanan dan pembuktian ter-
hadap pengakuan imannya. Amal shalih dan iman adalah faktor penye-
bab memperoleh kemenangan, kekuasaan dan kenikmatan surga. Firman
Allah; “Dan katakanlah, bekerjalah kamu, maka Allah dan rasul-Nya serta or-
ang-orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan
kepada Allah Yang Maha Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu
diberitahukan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” 158
8. At-Taurits Wat-tuham Al-Ajyal (Pewarisan dan Regene-rasi)
Agar pemahaman terhadap masalah pewarisan dan regenerasi di
kalangan anggota da’wah dan urgensinya dalam persoalan perubahan
yang merupakan sunatullah dalam ciptaannya159 lengkap dan integral,
maka kita harus menatap sekilas tentang perkembangan da’wah Islamiah
masa lalu, masa kini dan proyeksinya untuk masa yang akan datang,
serta mewujudkan sasaran jama’ah yang telah menjadi cita-cita bersama.
Secara teoritis pewarisan tidak akan berjalan mulus hanya dengan
melalui buku dan risalah-risalah. Agar pewarisan ini benar, maka mau
tidak mau harus melalui mu’ayasyah (koeksistensi) dan regenerasi antar
tingkatan. Karena itu keteladanan akan berpengaruh efektif di dalam
perubahan dan pewarisan. Sebab dengan keteladanan akan melahirkan
ta-alluf (kesatuan hati), persenyawaan dan kecintaan yang tulus dan akan
melahirkan generasi yang lebih baik.160
***

157
lihat QS. Ali Imran:103, 105
158
QS. At-Taubah:105
159
QS. Ar-Ra’du:11
160
Disarikan dari “Qadhaya Asasiah ‘ala Thariq Al-Da’wah,” Syekh Musthafa Masy-
hur
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 76

1 AKAR IDEOLOGI
ALIRAN PEMIKIRAN

Keberadaan sebuah gerakan keagamaan ataupun pemikiran, dewasa


ini tidak lagi menjadi hal yang asing, disebabkan oleh melebarnya isu ke-
terbukaan setiap bangsa dan golongan. Abad kini yang kita kenal sebagai
era globalisasi informasi telah melahirkan sebuah kondisi masyarakat
modern dalam konteks yang beragam. Lompatan-lompatan besar yang
belum pernah terjadi sebelumnya kini dapat disaksikan. Zaman ini
merupakan sebuah revolusi komunikasi terutama di bidang transformasi
pemikiran dan informasi budaya. Tentu saja semua perubahan ini me-
lahirkan sejumlah akibat serta problema yang belum pernah dihadapi
generasi terdahulu. Politik isolasi (‘Uzlah) menjadi sesuatu yang mustahil
dapat dilakukan, baik secara pribadi maupun negara. Manusia modern
dihadapkan kepada badai informasi yang membingungkan serta kontra-
diksi di sekitar partai politik, gelombang pemikiran, aliran-aliran agama
dan filsafat atau sejenisnya yang mungkin akan mengaburkan pandan-
gannya terhadap kebenaran objektif.
Salah satu lembaga pengkajian Riyad -WAMI (An-Nadwah
Al-’Alamiyah Li Asy-Syabab Al-Islamy) mencoba mengantisipasi fenom-
ena di atas dengan menyusun sebuah ensiklopedi akar ideologi berbagai
aliran keagamaan dan pemikiran kontemporer. Ensiklopedi ini dimak-
sudkan agar menjadi rujukan ketika kita berhadapan dengan aliran-alir-
an yang muncul sekarang-sekarang ini. Walaupun dengan format neo-
isme, namun sebenarnya jika ditelusuri akan sampai kepada akar
pokoknya yang telah diisyaratkan dalam al-Quran dan As-Sunnah.
Ada tiga puluh satu aliran keagamaan dan pemikiran yang dimuat
dalam ensiklopedi ini, antara lain; (1) Ibadiyah, (2) Al-Ikhwan Al-
Muslimun, (3) Orientalisme (Istisyraq), (4) Isma-’iliyah, (5) El-Opus Dei
Instuto Secular, (6) Babiyah dan Bahaiyah, (7) Partai Ba’ats Sosialis Arab,
(8) Bareilawisme, (9) The Bilalians, (10) B’Nai B’Rith, (11) Budhisme, (12)
Jama’ah Tabligh, (13) Tijaniyah, (14) Hizbu Al-Tahrir, (15) Westernisasi,
(16) Kristenisasi, (17) Jama’at Islami (Pakistan), (18) Al-Hizb Al-Jumhuri,
(19) Jinisme, (20) Assasin, (21) Darwinisme, (22) Droze, (23) Kapitalisme,
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 77

(24) Rotary Club, (25) Ruhani Baru, (26) Zaidiyah, (27) Hizbus Salamah
al-Wathani, (28) Komunisme, (29) Sikhisme, (30) Saksi Yehova, dan (31)
Syi’ah Imamiyah (Dua Belas).
Yang menarik dari ensiklopedi ini ialah analisis yang objektif dan
terbuka dalam menelusuri setiap aliran tersebut, apalagi dikuatkan
dengan referensi yang diambil dari masing-masing aliran.
Salah satu aliran yang ada di Indonesia yaitu Rotary Club. Menurut-
nya, Rotary adalah sebuah organisasi mantel Free Massonry yang sepen-
uhnya dikendalikan Yahudi Internasional. Tokoh utamanya ialah Paul
Harris, seorang advokat yangmendirikan Rotary Club ini pada tahun
1905 di Chicago. Tiga tahun kemudian Charly Berry bergabung dan
memperluas gerakannya dengan cepat. Ia kemudian menjadi sekretaris
club dan mengundurkan diri pada tahun 1942. Paul Harris meninggal
tahun 1947 setelah gerakannya berkembang ke 80 negara dan mempun-
yai 6800 club serta 327.000 anggota.
Tentang pemikiran dan doktrin-doktrinnya, Rotary tidak menjadik-
an agama sebagai standar dalam pemilihan anggota, juga tidak diper-
masalahkan tentang kewarganegaraan. Dengan demikian memudahkan
ajaran Yahudi merasuk ke dalam berbagai aktifitas kehidupan. Terbukti
dengan dianggap perlunya keberadaan minimal dua orang Yahudi
dalam setiap club. Charles Marden yang pernah menjadi anggota Rotary
selama tiga tahun, telah melakukan studi terhadap organisasi ini. Kemu-
dian ia mengemukakan beberapa data berikut;
1.Setiap 421 orang anggota Rotary Club, 159 orang diantaranya
mempunyai keterikatan kuat dengan Free Massonry. Loyalitas mereka
terhadap Free Massonry melebihi clubnya.
2.Dalam beberapa hal, keanggotaan Rotary hanya terbatas untuk
orang-orang Free Massonry, seperti di Edinburg Inggris pada tahun
1921.
3.Dalam sebuah perkumpulan yang disebut Nan’s di Perancis dis-
ebutkan; Jika orang-orang Free Massonry membentuk organisasi yang
bekerjasama dengan golongan lain, maka urusan organisasi tidak
boleh berada di tangan orang lain. Personil organisasinya harus
dipegang orang-orang Free Massonry dan harus berjalan sesuai
dengan prinsip Free Massonry.
4.Ketika Free Massonry mengalami penyusutan, juteru Rotary
mendapat dukungan sangat besar dan aktifitasnya semakin kuat. Hal
ini dikarenakan orang-orang Free Massonry mendapat tekanan keras
dari berbagai pihak, kemudian mengalihkan segala aktifitasnya kepada
Rotary Club sampai tekanan itu hilang dan kondisinya kembali seperti
semula.
5.Rotary didirikan tahun 1905, yaitu tahun-tahun menjelang akti-
fnya Free Massonry di Amerika.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 78

Beberapa club yang seidealitas Rotary antara lain Lions, Kiwany, Ex-
change, Meja Bundar, Pulpen dan B’Nai B’Rith. Motivasi Rotary yang
sebenarnya ialah membaurkan orang-orang Yahudi dengan bangsa lain
dengan mengatasnamakan kasih dan persaudaraan. Melalui jalan ini
mereka mampu mengumpulkan berbagai maklumat yang dapat mem-
bantu mereka dalam mendukung tujuan mereka yang bersifat ekonomis
dan politis. Juga membantu mereka dalam menyebarkan tradisi tertentu
yang akan memastikan timbulnya kemerosotan (degenerate) sosial. Ini
dapat kita lihat melalui persyaratan keanggotaan yang hanya diberikan
kepada orang-orang penting dan menonjol di masyarakat.
Ada enam belas referensi yang dijadikan bahan ensiklopedi tentang
Rotary ini, diantaranya; “Rotary And Its Brothers,” karya Charles F.
Marden (Princebton University Press, 1963), “To Wards My Neighbour”
G.R.H. Nitt, “My Rode To Rotary Ravl” P.Harris, “Al-Masuniyah Fi Ara”
Dr. Syekh Muhammad Ali Az-Za’by dan lain-lain.
Aliran lain yang dikupas dengan jelas ialah “Jama’ah Tabligh” yang
kini menyebar ke setiap pelosok Indonesia.
Jama’ah Tabligh adalah sebuah jama’ah Islamiah yang da’wahnya
berpijak pada penyampaian (tabligh) tentang keutamaan-keutamaan
ajaran Islam (Fadlilah) kepada setiap orang yang dapat dijangkau.
Jama’ah yang didirikan oleh Syekh Muhammad Ilyas Kandahlawy (1303-
1364) ini menekankan kepada setiap pengikutnya agar meluangkan wak-
tunya untuk menyampaikan dan menyebarkan da’wah dengan menjauhi
bentukbentuk kepartaian dan masalah-masalah politik. Pendiri Jama’ah
telah menetapkan enam prinsip yang menjadi asas da’wahnya, yaitu (1)
Kalimah agung, (2) Menegakkan shalat, (3) Ilmu dan dzikir, (4)
Memuliakan setiap muslim, (5) Ikhlas dan (6) Berjuang fi sabilillah.
Secara umum metode da’wah mereka antara lain; Para anggota
menyusun sebuah kelompok (halaqah) yang bertugas melakukan da’wah
di sekitar tempat diam mereka dengan membawa peralatan hidup seder-
hana. Sebagian dari mereka ada yang membersihkan tempat yang diting-
gali (biasanya di masjid) dan sebagian lagi keluar (khuruj) mengunjungi
kota, kampung, pasar dan warung-warung sambil berdzikir kepada Al-
lah. Mereka mengajak orang-orang untuk mendengarkan bayan
(ceramah). Mereka berkeyakinan, jika pribadi-pribadi telah diperbaiki
satu persatu, maka secara otomatis kemunkaran akan hilang. Mereka
memandang taqlid kepada madzhab tertentu adalah wajib. Kon-
sekuensinya, mereka melarang ijtihad dengan alasan sekarang ini tidak
ada ulama yang memenuhi syarat seorang mujtahid. Jama’ah Tabligh
banyak dipengaruhi oleh sufisme India, diantara praktek sufistiknya ia-
lah;
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 79

1.Setiap pengikut diharuskan bai’at kepada syekhnya. Barang-


siapa meninggal tanpa tanda bai’at di tekuknya, maka ia mati dalam
keadaan jahiliyah.
2.Sangat berlebihan mencintai syekh.
3.Menjadikan mimpi sebagai landasan kebenaran dalam
da’wahnya.
4.Meyakini tashawuf sebagai jalan terdekat mewujudkan keiman-
an.
5.Senantiasa menyebut tokoh-tokoh sufi seperti Abdul Qadir Jail-
ani, Suhrawardi dan lain-lain.
Jama’ah Tabligh memperluas dirinya secara horizontal kuantitatif,
tetapi mereka lemah dalam mencapai keunggulan kualitatif. Sebab men-
capai kualitas yang baik memerlukan pembinaan dan ketekunan yang
berkesinambungan. Inilah yang tidak dimiliki Jama’ah Tabligh, karena
orang yang mereka da’wahi hari ini belum tentu akan mereka jumpai
sekali lagi. Malah tidak jarang orang yang telah mereka da’wahi kembali
lagi ke dalam kehidupan semula. Pengaruh da’wah mereka lebih membe-
kas secara jelas kepada pengurus masjid. Sedangkan kepada orang-orang
yang telah memiliki pemikiran dan ideologi tertentu, hampir-hampir
pengaruhnya tidak ada. Dapat juga dikatakan bahwa mereka mengambil
Islam sebagian dan meninggalkan sebagiannya. Memilah-milah hakikat
Islam jelas bertentangan dengan watak Islam yang utuh. Kitab utama
yang dipelajari oleh anggota Jama’ah Tabligh ialah “Hayatus Shahabah”
karya pendiri aliran ini.
Alangkah beragamnya pola pemikiran dan aliran yang terjadi di
dunia ini, yang tentunya ada sisi positif dan negatifnya. Bagi kita selaku
muslim yang meyakini Islam sebagai ajaran yang kamil mutakammil,
selayaknya membentengi diri dari faham-faham sesat dan menyesatkan.
161

***

161
Disarikan dari Gerakan Keagamaan dan Pemikiran (Akar Ideologis dan Penye-
barannya, WAMI
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 80

1 AQIDAH SYI’AH
Pandangan Muhammad Malullah

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-


Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan
kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih
sayang, padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada keben-
aran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasulullah dan men-
gusir kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu.”
(QS. 60:1)
***
Sungguh sangat disayangkan, sebagian besar mereka yang
mengaku golongan AhlusSunnah Wal-Jama’ah telah terseret menjadi or-
ang-orang yang membenarkan praktek golongan "pencinta Ahlulbait.”
Akhirnya tidak ada lagi jarak antar pemuja Syi’ah dan pembela Ahlus-
Sunnah. Bahkan kini telah beredar buku-buku yang menyerukan persatu-
an antara AhlusSunnah dan Syi’ah Rafidhah, baik yang ditulis oleh orang
Syi’ah maupun mereka yang pro dari AhlusSunnah.
Jika kita kembalikan pengertian dari persatuan dan ukhuwah Islami-
ah, sesungguhnya tidak tepat bergumul dengan mereka dan mengatasna-
makan persatuan. Karena telah jelas bahwa persatuan harus bedasarkan
persamaan prinsip-prinsip pokok (ushul). Bagaimana dengan mereka?
Apakah kita akan bersatu dengan keyakinan bahwa Allah bersifat bodoh
dan pelupa? Bahwa Al-Quran Al-Karim belum sempurna? Bahwa
mencela dan mendiskreditkan shahabat dan salafusshalih adalah ibadah?
Bahwa mereka adalah para perusak sejarah Islam? Dan perbedaan prins-
ip lainnya.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 81

Ketahuilah, perbedaan antara AhlusSunnah dan Syi’ah Rafidhah


adalah perbedaan dalam ushul (prinsip dasar) bukan dalam masalah
furu’ (cabang). Ketika terjadi revolusi Iran, banyak orang terkesan akan
kekuatan dien Syi’ah. Kemudian dijadikan momentum untuk merangkul
kaum muslimin dengan seruan berbai’at kepada Khomaeni sebagai
Imam seluruh ummat Islam.
Apa yang terjadi merupakan akibat dari lemahnya pemahaman um-
mat Islam terhadap Al-Quran dan Sunnah serta kurang selektifnya men-
erima setiap faham dan keyakinan.
Beberapa Sikap Syi’ah terhadap AhlusSunnah
Penulis menjelaskan beberapa bagian tentang sikap Syi’ah terhadap
AhlusSunnah berdasarkan kepada rujukan kitab-kitab Syi’ah yang masih
dijadikan pegangan para penganutnya.
• Pengertian Al-Nashib menurut Syi’ah
Kitab-kitab Syi’ah yang saya kaji, sangat banyak memuat istilah-istil-
ah, kunyah dan laqab yang sebelumnya belum pernah digunakan oleh
para ulama. Ada juga istilah yang sama, namun pengertiannya bertentan-
gan dengan yang sebenarnya. Misalnya, dalam kitab mereka terdapat
kunyah "Al-awwal", "Al-tsani", "Al-tsalits", "Habtar.” (burung Pelanduk),
"Zaraiq” (nama burung). Dengan shighat menghina, mereka maksudkan
Al-Awwal adalah Al-Shiddiq, Al-tsani Umar, Al-tsalits Usman, Habtar ia-
lah Abu Bakr, Zaraiq adalah Umar dan banyak lagi istilah ejekan lainnya.
Begitu juga istilah "Nashib" atau "An-Nawashib.” Menurut Ahlus Sun-
nah, Nashib ialah orang-orang yang membenci Ali RA dan Ahlulbaitnya
serta melaknat mereka. Namun, menurut Syi’ah pengertiannya ialah go-
longan AhlusSunnah yang menyetujui kekhalifahan Abu Bakar RA,
Umar RA dan shahabat lainnya. Kitab-kitab Syi’ah yang menjelaskan
seperti ini di antaranya, "Al-Hadaiqun Nadlirah fi Ahkamil 'At-
rahuthahirah" karya Al-Bahrani, "Al-Mahasinun Nafsaniah fi Ajwabati
Masail lil Kharasaniah" Karya Husain Al-Usfuur. "Al-Anwarun Nu'mani-
ah” karya Ni'matullah Al-Jazairy. "Maratul Anwar Wa Misykatul Asrar"
karya Abul Hasan Al-Amily.

• Ilah AhlusSunnah berbeda dengan Ilah Syi’ah.


Ni'matullah Al-Jazairy seorang tokoh terkemuka Syi’ah menyatakan:
"Kami tidak ada persamaan dengan mereka (ahlus Sunnah) tentang Allah Nabi
dan Iman. Mereka berkata bahwa Tuhan mereka adalah yang Nabinya
Muhammad SAW dan khalifah penggantinya ialah Abu Bakar RA. Sedangkan
Tuhan kami bukan seperti itu, bukan Tuhan yang Nabinya Muhammad SAW
dan khalifah penggantinya Abu Bakar RA. Itu bukan Tuhan kami dan bukan
pula Nabi kami.” 162

162
Al-Anwarun Nu'maniah, 1: 278-279
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 82

Sebelum kita menarik kesimpulan, sebaiknya harus di jelaskan dulu


Aqidah Yahudi dan Syi’ah dalam memandang Allah SWT. Allah menur-
ut Aqidah Yahudi "Jahil" tidak mengetahui sesuatupun kecuali setelah
terjadi, bahkan Dia bersifat manusiawi seperti lupa, lelah, lemah dan si-
fat-sifat kekurangan lainnya. Demikian dijelaskan dalam Taurat versi
mereka. Ternyata Aqidah sesat seperti ini meracuni pikiran Syi’ah. Yaitu
dengan istilah "Al-Bada", artinya semakna dengan "jahil" yaitu memben-
arkan pengetahuan tentang sesuatu setelah tidak diketahui. Al-Kulaini
menulis Bab khusus dalam kitabnya "Al-Kafi" dengan judul "Al-Bada.”
Riwayat dari Rayyan Bin Ash-Shilt, mengatakan: "Aku mendengar Ar-
Ridha (Ali Bin Musa, Imam ke-8) mengatakan: "Allah tidak mengutus seor-
ang Nabi kecuali membawa perintah mengharamkan arak dan menetapkan bah-
wa Allah mempunyai sifat "Al-Bada.”163
• Syi’ah menghalalkan harta dan darah AhlusSunnah
Menurut riwayat dari imam Syi’ah dan kitab-kitab mereka, harta
dan darah AhlusSunnah halal bagi mereka. Hafs bin Al-Bukhtury
mendengar Ali Abdillah mengatakan: "Ambillah harta “Al-Nashib” (Ahlus-
Sunnah) dimana saja kamu temui dan serahkan kepada kami seperlimanya.”164
Khomaeni membolehkan perampasan harta AhlusSunnah walaupun
dengan cara yang bertentangan dengan syara’.165 Syi’ah juga
menghalalkan pertumpahan darah AhlusSunnah walaupun dengan cara
batil. 166 Atas perilaku yang dilegalisasi menjadi aqidah ini, Syekh Ahmad
Mufti Zadah, seorang ulama terkenal AhlusSunnah asal Iran berkoment-
ar dalam dua suratnya yang cukup panjang, ia menjelaskan dalam surat-
nya yang pertama yang dikirimkan kepada para ulama dan pemimpin
Iran, di antara isinya menggugah kesadaran para ulama (khususnya Sy-
i’ah) dan penguasa agar tidak memaksakan faham Syi’ah kepada Ahlus-
Sunnah apalagi dengan kekerasan, ancaman, pembunuhan, pengusiran
dan sebagainya yang mereka anggap pengamalan aqidah Syi’ah yang
fundamentalis. Surat kedua ditujukan khusus kepada Khomaeni, isinya
hampir senada dan hal ini disampaikan kepadanya, karena segala kepu-
tusan di Iran ada di tangannya sebagai Imam tertinggi.
• Shalat di belakang AhlusSunnah
Syi’ah melarang pengikutnya shalat di belakang AhlusSunnah kecu-
ali untuk taqiyah. Banyak sekali Hadits riwayat para imam yang dikutip
kitab-kitab mereka. Di antaranya “Al-Kafi,” “Man laa yadhurruhui Al-
fiqhiah,” “Al-tahdzib”, “Al-istibshar”. Sebagian ikhwan mengatakan, or-
ang Syi’ah tidak pernah menghadiri masjid AhlusSunnah, kecuali jika
akan membagikan selembaran Khomaeni atau mengumpulkan sedekah.
163
Al-Kafi I:148
164
Jami al-Hadits Syi’ah VIII:532
165
lihat Tahrir Al-Wasilah li Al-Khomaeni I:352.
166
Al-Mahasin Al-Nafsaniah: 466
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 83

Riwayat dari Al-Fadl bin Yassar, ia berkata: "Aku bertanya kepada Abu
Ja'far tentang menikahi “Al-Nashib” dan shalat di belakangnya, ia men-
jawab: "Janganlah menikah dengannya dan jangan shalat di belakangnya.” 167
Terdapat 39 riwayat yang senada dengan riwayat di atas.
• Syi’ah dan menikahi AhlusSunnah
Berdasarkan riwayat-riwayat Syi’ah, mereka memandang golongan
AhlusSunnah sebagai kafir, fasiq dan sesat. Sehingga dalam fiqh Syi’ah
pun terdapat beberapa hukum yang disesuaikan dengan pandangan
aqidah mereka, seperti masalah hukum menikah dengan AhlusSunnah.
Syi’ah melarang para pengikutnya menikah dengan AhlusSunnah,
bahkan mereka memandang lebih utama menikahi Yahudi, Nasrani atau
Majusi daripada menikahi Sunni. Syi’ah mengharamkan nikah dengan
AhlusSunnah secara mutlak. Karenanya, mereka tidak mengakui
Ruqayyah dan Ummu Kul-tsum karena pernah menikah dengan Utsman
bin Affan RA. Kitab-Kitab yang menjelaskan hal itu di antaranya, “Al-
Istigha-taha fi Bida'i Al-Tsalatsah” (yaitu Abu Bakar RA, Umar dan Uts-
man RA) karya Abu Al-Qasim Al-Kufi, “Anwar Al-Nu'maniah” karya
Nikmatullah Al-Jazairi dan kitab Syi’ah lainnya. Banyak sekali riwayat
yang menyatakan keharaman nikah dengan AhlusSunnah, di antara 16
riwayat tersebut adalah dari Abdullah bin SaIman dari Abi Abdillah, ia
berkata: "Ayahku bertanya kepadanya dan aku mendengarkan, tentang
menikahi Yahudi dan Nashrani. Ia menjawab: "Menikahi keduanya lebih
disukai olehku daripada menikahi Al-Nashibiah.”168
• Wajib Berbeda dengan AhlusSunnah,.
Menjadi suatu kewajiban bagi setiap pengikut Syi’ah, berbeda
dengan pengikut AhlusSunnah, baik dalam aqidah maupun hal yang ber-
hubungan dengan syari’ah. Pandangan semacam ini, bukan berdasarkan
prasangka belaka atau menurut kitab Syi’ah klasik saja. Tapi merupakan
rangkuman dari kitab kontemporer yang disusun oleh ulama Syi’ah
dengan gelar “Al-Mahdi,” “Al-Muntazhar” atau “Al-Ayat.”
Pendapat Khomaeni tentang kewajiban berbeda dengan AhlusSun-
nah telah kami tanggapi dengan kitab yang kami susun “Mauqif Al-Kho-
maeni Min AhlusSunnah.” Sebagai bahan perbandingan, kami
mengemukakan komentar Syekh Muhammad Bin Abdil Wahhab dalam
kitab “Risalah ri Al-Radd ala Al-Rafidhi”: "Sesungguhnya mereka kaum Sy-
i’ah menjadikan berbeda dengan AhlusSunnah waljamaah yang berpegang teguh
kepada Rasulullah SAW dan para shahabatnya sebagai prinsip pokok menuju
kebahagiaan. Maka setiap kali AhlusSunnah melaksanakan sesuatu, mereka sen-
gaja meninggalkannya. Dan setiap kali AhlusSunnah meninggalkan sesuatu
mereka sengaja melakukannya. Karenanya mereka keluar dari Al-dien secara bu-
lat-bulat. Syetan telah memperdaya mereka dan menghiasi angan-angan mereka
167
Wasail Al-Syi’ah III:383
168
Wasail Al-Syi’ah VIII:426
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 84

serta menyerukan pada mereka bahwa berbeda ini merupakan ciri golongan yang
selamat. Padahal Rasulullah SAW telah bersabda: "Golongan yang selamat ada-
lah himpunan terbesar dari kaum muslimin dan yang sejalan dengan apa yang
saya pegang dan para shahabatku.” Perhatikanlah golongan mereka dengan
aqidah dan amalnya sama sekali tidak sejalan dengan Nabi SAW dan para
shahabatnya tetapi mereka mengaku menjadi golongan yang selamat.
Sedangkan AhlusSunnah adalah golongan yang berpegang pada atsar Rasulul-
lah SAW dan para shahabatnya. Merekalah yang berhak menjadi golongan yang
selamat dan ciri khas keselamatan mereka adalah keteguhannya (istiqamah)
dalam Al-Dien tanpa penyimpangan. Madzhab mereka jelas, kekuasaannya ter-
lihat pada negeri yang merdeka dan keberadaan para ulama yang haq, muhad-
dits, auliya dan shalihin mereka. Sedangkan kekuasaan Rafidhah (Syi’ah) telah
hilang, penguasanya pun tak lagi terdengar.”169
• Persekongkolan Syi’ah dengan Tartarian, Yahudi dan Nashrani.
Syaikul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan: "Al-Rafidlah (Syi’ah)
sangat mempertuhankan hawa nafsu dengan kebodohan dan kezhaliman.
Mereka menyimpang dari batas awliya yang mulia setelah Nabi yaitu Al-Sabi-
qun Al-Awwalun, Muhajirin dan Anshar yang setia. Bahkan mereka menjadik-
an kuffar, munafiq dari Yahudi, Nashrani, Musyrikin, komunis seperti Nashir-
iyah, Ismailiah dan golongan sesat lainnya sebagai wali kepercayaan. Sehingga
kebanyakan mereka berbeda dalam masalah ketuhanan sebagaimana perbedaan
antara mu’min dan kafir atau orang yang berselisih tentang apa yang dibawa
para Nabi, di antara mereka ada yang percaya ada yang menolak. Baik persoalan
pendapat atau amaliah. Ketika terjadi peperangan antara muslim dengan ahli
kitab. Misalnya bantuan mereka ketika kaum musyrikin Turki menyerang pen-
duduk muslim di Khurasan, Irak, jazirah dan lain-lain. Bantuan terhadap kaum
kafir atau Yahudi sangat besar, seolah-olah mereka bagaikan keledai.”170
Persekongkolan mereka dengan kaum penjajah sangat jelas. Sampai
sekarang sikap mereka tidak berubah, karena memang demikianlah
keyakinan dan karakter mereka yang sesungguhnya. Apalagi kini bahasa
dan faham Israel meracuni mereka, khususnya di Iran. Kekuatan mereka
di bidang militer diprakarsai oleh Israel, baik kesepakatan jual beli sen-
jata dan perjanjian lainnya. Fakta dan data tentang hal itu cukup banyak
dalam kutipan majalah, surat-surat resmi dan lain-lain. Berita-berita yang
dimuat dalam berbagai surat kabar dan majalah edisi 1980 sampai
dengan 1984 membongkar seluruh persekongkolan antara penguasa Iran
(baik yang Syi’ah maupun Yahudi Iran) dengan Israel yang didalangi
mereka, termasuk peran Khomaeni dalam persetujuan-persetujuan yang
telah disepakati kedua belah pihak.
***

169
hlm. 30-31
170
Minhaj Al-Sunnah I:5
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 85

1 MASJID;
PUSAT DA’WAH
“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang
yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shal-
at, menunaikan zakat dan tidak takut kepada siapapun selain kepada Allah,
maka merekalah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
(QS. 9:18)
***
Masjid adalah sebuah tempat ibadah ritual ummat Islam dimana
dilaksanakan shalat, Jum’atan atau dzikir dan pengajian. Demikian ang-
gapan sebagian orang akan fungsi dan peranan masjid, karena pada
kenyataannya memang sebagian besar masjid dewasa ini hanya untuk
upacara ritual seperti itu. Tidak sedikit masjid yang terkunci dan hanya
dibuka ketika waktu shalat fardlu saja. Padahal jika kita memperhatikan
fungsi masjid pada masa Rasulullah SAW sangat luas. Memang diakui
jumlah masjid di Indonesia semakin hari kian bertambah. Menurut data
tahun 1990 mencapai 120.252 buah, langgar 372.243 buah dan mushalla
32.774 buah. Bahkan menurut data statistik tahunan terdapat kenaikan
5% dalam setiap tahunnya.171
Kondisi ini membuat kita merasa kagum dan bangga. Namun ada
kekhawatiran jika melihat kualitas yang biasanya jauh tertinggal dari
kuantitasnya. Sehingga ada ungkapan “Seribu masjid, satu jumlahnya.”
Kekhawatiran ini sedikit terobati dengan banyak berdirinya Dewan Kelu-
171
Al-Falah 33/Nov. 1990
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 86

arga Masjid (DKM) yang secara khusus menangani kegiatan dan organ-
isasi masjid. Memang, tidak salah bila ada yang memandang masjid se-
bagaimana pemahaman di atas. Karena menurut bahasa masjidun itu be-
rarti tempat sujud sebagai simbol ibadah mahdlah. seperti juga
dikemukakan oleh Imam Al-Maraghi dalam tafsirnya; “Masajid bentuk
jamak dari masjid artinya tempat sujud kemudian menjadi nama sebuah
bangunan yang dijadikan tempat beribadah kepada Allah SWT. Hal ini
berdasarkan firman-Nya; “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu kepunyaan
Allah, janganlah kamu menyeru kepada selain Allah dengan sesuatu apapun.”
,
172 173

Pada ayat di atas dengan tegas Allah SWT menyatakan bahwa yang
berhak dan berkewajiban memelihara masjid itu ialah orang yang memi-
liki lima sifat.
Pertama, beriman kepada Allah SWT dengan segala aspeknya ter-
masuk menjalankan segala titah-Nya.
Kedua, beriman pada Hari Akhir yang merupakan bagian iman yang
esensial disamping rukun iman lainnya.
Ketiga, selalu melaksanakan shalat yang memenuhi sifat shalat Nabi
SAW.
Keempat, menunaikan zakat, baik yang wajib maupun shadaqah
yang sunat.
Kelima, mereka yang merasa takut hanya kepada Allah SWT, se-
hingga ikhlas dalam beramal shalih. Ayat ini secara khusus berkaitan
dengan pemeliharaan Masjidil haram oleh kaum musyrikin saat itu.
Ketika perang Badar, kaum muslimin menawan beberapa tokoh musyr-
ikin di antaranya Abbas Bin Abdul Muthalib.
Kemudian Ali Bin Abi Thalib RA menyampaikan kejelekan-ke-
jelekan mereka memerangi Rasulullah SAW serta memutuskan per-
saudaraan. Kemudian Abbas membantah: “Mengapa kamu sebut kejelekan
kami, padahal kami adalah pemelihara masjidil haram dan menghijabi Ka’bah
serta menyediakan minuman bagi yang berhaji.” Maka turunlah ayat ini
berkaitan dengan hak dan kewajiban pemeliharaan masjid.174
Pedoman Ta’mirul Masjid
Abu Hayyan menjelaskan bahwa memakmurkan masjid (Ta’mirul-
masjid) ialah menjaga kebersihan bangunan dan fisik masjid, mengun-
junginya untuk beribadah, mudzakarah atau menuntut ilmu, serta men-
jauhkannya dari masalah duniawi yang menyalahi fungsi masjid. Dalam
hal ini, Abu Hayyan memandang makna ibadah dalam masjid secara
luas termasuk pengajian dan majlis ta’lim guna mempersiapkan generasi
Rabbani yang berilmu. Bahkan menurut Jumhur Ulama, pengertian
172
QS. 72:18
173
Tafsir Al-Maraghi IV/10:72
174
Ash-Shabuni I: 570
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 87

Ta’mirulmasjid mencakup dua maksud. Pertama, pemeliharaan fisik (his-


siah) seperti membangun, merenovasi dan kegiatan nyata dalam bentuk
sarana masjid. Hal ini diisyaratkan sebuah Hadits; “Barang siapa yang
membangun masjid karena Allah walaupun di atas sepetak tanah, Allah akan
membangun sebuah rumah baginya di surga.”175 Kedua pemeliharaan non
fisik (ma’nawi), seperti meramaikan kegiatan masjid, menunaikan shalat,
dzikir atau membaca Al-Quran dan setiap kegiatan yang mendekatkan
diri kepada Allah. Firman-Nya; ”Pelita itu dalam rumah (masjid) yang telah
Allah izinkan menghormatinya dan menyebut nama-Nya serta tasbih di
dalamnya pagi dan petang.” 176,177
Terlepas dari berbagai penafsiran di atas, masalah yang dihadapi
sekarang ialah bagaimana mewujudkan masjid yang paripurna di tengah
kondisi masyarakat maju dalam era globalisasi informasi maupun indus-
trialisasi yang sedikit banyak membawa pengaruh terhadap fungsi dan
peran masjid dewasa ini. Format masjid pun akan menyesuaikan diri
dengan keadaan masyarakat Islam dalam masalah pemeliharaannya.
KH. Salimuddin, MA. mengemukakan empat fungsi masjid setelah
beliau mengutip pendapat KH. Drs. Miftah Faridl dalam bukunya
“Pokok-pokok Ajaran Islam.” Keempat fungsi tersebut ialah:
Pertama, sebagai pusat pembinaan keIslaman.
Kedua, sebagai pusat syi’ar agama Islam dan peradabannya.
Ketiga, Pendidikan Islam baik formal maupun informal.
Keempat, sebagai pusat da’wah secara umum, dengan berbagai met-
ode seperti ceramah, lewat audio visual dan lainnya.178
Dalam hal ini, diperlukan beberapa pembinaan yang serius dari
berbagai pihak, mulai dari jama’ah, pemuka agama dan tokoh
masyarakat serta pemerintah agar peran serta masjid lebih luas dalam
memberi informasi dan motivasi program pembangunan melalui bahasa
agama kepada masyarakat. Secara umum, pembinaan dalam rangka
ta’mirul masjid ini meliputi tiga aspek, antaralain;
(1) Pembinaan Idarah (administrasi organisasi) mencakup masalah
kepengurusan, personalia, perencanaan, sarana perlengkapan masjid,
keuangan dan sebagainya.
(2) Pembinaan Imarah atau kesejahteraan yang ber-fungsi membina
peribadatan terutama yang sifatnya bersama (jama’ah), pembinaan pen-
didikan formal maupun informal, majlis ta’lim, pembinaan remaja, wan-
ita, perpustakaan, tabligh akbar dan sebagainya.
(3) Pembinaan Ri’ayah atau perawatan. Tugasnya meliputi pemeli-
haraan perlengkapan, kebersihan, keindahan, dan sebagainya.

175
HR. Ahmad dari Ibnu Abbas
176
QS. 24:36
177
Lihat Ahkamul Quran, Al-Jashash II:87
178
Salam No. 21 Th. IV/1411 H
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 88

Maka, untuk mengelolanya membutuhkan struktur organisasi yang


mantap sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris atau ketua bid-
ang idarah, bendahara, ketua bidang imarah dan ketua bidang ri’ayah
dan setiap bidang-bidang memiliki seksi-seksi yang ditunjuk sesuai kebu-
tuhan.
Sebagai contoh, berikut ini susunan organisasi yang diperluas
dengan seksinya masing-masing.

Ketua Umum
Penasehat
Wakil Ketua

Sekretaris Bendahara

Bidang Bidang Bidang Bidang


Peribadatan Pendidikan PHBI & Ibsos Ri’ayah

Si. Sh. Jum’at Pen.Agama Si. PHBI Pengem-


bangan
Si. Sh. Rawatib Pen. Umum Si. Kesehatan
Pemeli-har-
aan
Si. Muadzin Pend. Luar Si. Zawaib
Sekolah
Sie
Perpustakaan Kebersihan
Pem. Wanita
Sie
Pem. Re- Keamanan
maja
TKA/TPA

Gambar 1: Struktur Organisasi


Struktur organisasi ini hanyalah sebagai contoh sederhana. Yang
penting ialah kejelasan tugas masing-masing pengurus serta sikap disip-
lin dan bertanggung jawab melaksanakan tugasnya.
Karenanya, setelah kepengurusan terbentuk, perlu adanya
koordinasi dengan bermusyawarah rutin bulanan guna mengevaluasi se-
jauh mana program organisasi berjalan. Dan sebaiknya masa jabatan pen-
gurus ini dibatasi misalnya dua tahun, tiga tahun, atau lima tahun untuk
menumbuhkan sikap demokrasi serta bisa mempertanggungjawabkan
kepengurusannya selama masa jabatan.
Adanya reorganisasi ta’mirul masjid ini mendatangkan beberapa
manfaat, di antaranya;
Pertama, tugas dan kegiatan masjid semakin nyata dan terarah
dengan pengelolaan yang profesional sehingga terwujud masjid yang
mampu mengarahkan dan membina berbagai keterampilan dan penget-
ahuan praktis yang berguna bagi warga jama’ah dan masyarakat sekitar-
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 89

nya untuk menyelesaikan permasalahan hidupnya secara sehat dan eko-


nomis.
Kedua, Perkembangan kondisi masjid dapat dipantau, sehingga
memudahkan untuk melakukan langkah-langkah selanjutnya yang dapat
mendukung terlaksananya pembinaan ummat.
Ketiga, Tumbuhnya sikap tanggung jawab baik dari para pengurus
masjid maupun anggotanya untuk sama-sama melakukan ta’mirul
masjid secara kontinyu.
Keempat, memperkokoh pembinaan masjid dari dalam sehingga
tidak mudah terbawa arus dan mampu menangkal dampak negatif dari
luar sebagaimana nasehat Ali Bin Abi Thalib; “Kebaikan (kebenaran) tanpa
organisasi yang baik akan mudah dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir
dengan baik.”
Kelima, Pelaksanaan ibadah mahdlah maupun ghair mahdhah di dalam
masjid semakin tenang dan tidak terganggu.
Demikianlah sekilas gambaran pengelolaan masjid yang diharapkan
akan menjadi bahan renungan bersama sehingga akan terwujud masjid
paripurna seperti masa Rasulullah SAW yang mampu mencetak generasi
rabbani yang tangguh dalam merintis terciptanya perdamaian di muka
bumi ini dengan masjid sebagai langkah pertama untuk merealisasikan
pesan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamien.
***
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 90

1 PERPUSTAKAAN
MASJID
“Bacalah dengan nama Tuhan-Mu yang telah menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu amat
pemurah. Yang mengajarkan dengan pena. Yang mengajarkan kepada
manusia apa yang mereka tidak ketahui.”
(QS. Al-‘Alaq:1-5)
***
Dewasa ini, keberadaan masjid sangat berperan dalam menunjang
program-program pembangunan dan pembinaan iklim keagamaan
masyarakat kita, terutama setelah pihak pemerintah melibatkan diri
dalam membangun dan menyemarakkan kegiatan masjid. Jumlah masjid
yang diperkirakan sudah mencapai 150.000 masjid merupakan potensi
yang sangat besar dalam me-ningkatkan kualitas hidup dan kesejahter-
aan ma-syarakat.
Sejalan dengan perkembangan zaman dan perubahan sosial dan
ilmu pengetahuan, maka pengelolaan masjidpun perlu dibenahi kembali.
Agar fungsi masjid sebagai realisasi pesan Islam rahmatan lil ‘alamin
dapat diupayakan semaksimal mungkin.
Perpustakaan masjid adalah wadah pelestarian ilmu pengetahuan
sekaligus sebagai penyebar informasi, khususnya yang berhubungan
dengan syi’ar Islam dan secara lengkap memuat pula informasi yang
dibutuhkan oleh anggota jama’ah masjid.
Dalam makalahnya yang disampaikan pada pelatihan perpustakaan
masjid biro perpustakaan masjid Al-Furqan IKIP Bandung, Drs. Dudung
Gumilar MSc. Lib. mengemukakan akan pentingnya perpustakaan
masjid dikelola secara profesional dan terarah dengan beberapa alasan.
Pertama, perpustakaan masjid merupakan salah satu unit pen-
dukung yang vital demi tercapainya misi dan tujuan masjid.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 91

Kedua, Perpustakaan secara umum berfungsi sebagai tempat (a) un-


tuk menyimpan karya manusia, (b) pusat informasi, (c) rekreasi dan hi-
buran, (d) pendidikan dan (e) pengembangan budaya masyarakat, se-
hingga keberadaannya mutlak diperlukan guna merealisasikan fungsi di
atas. Bahkan bila ditinjau dari fungsi yang lebih esensi, menurut ketua
jurusan sumbersumber informasi Chelmer Institute Of Higher Education
Inggris ialah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, mengin-
formasikan kehidupan yang demokratis, memperoleh kebahagiaan dan
meningkatkan kesadaran akan dirinya, meningkatkan hubungan dengan
orang lain serta meningkatkan kesadaran lingkungan.179
Untuk itulah para pengelola masjid pun (DKM dan Badan Organ-
isasi Masjid) dituntut memandang jauh ke depan, dimana masyarakat se-
makin intens terhadap informasi baik lewat bacaan maupun media
lainnya dan keberadaan perpustakaan masjid akan berfungsi sebagai
pengada informasi sekaligus penyaring dari informasi yang merugikan
ummat Islam dan masyarakat pada umumnya.
Manajemen Perpustakaan Masjid (PUSMA)
Allah SWT mengawali wahyu-Nya dengan perintah membaca. Apa
rahasia di balik firman-Nya yang Maha benar ini ? Membaca memang
merupakan kegiatan yang baik dilakukan manusia guna menambah
wawasan dan cakrawala berpikir. Membaca bagi setiap muslim ber-
dasarkan ayat di atas hukumnya wajib. Karenanya, sarana penunjang un-
tuk kegiatan membacapun menjadi wajib pula. Untuk itulah upaya ke
arah terwujudnya perpustakaan sangat penting untuk diprioritaskan.
Sudah menjadi maklum bahwa Perpustakaan Masjid (PUSMA)
dahulu pernah menjadi pusat informasi Islam dan penyimpanan ilmu
pengetahuan serta penemuan-penemuan baru yang menakjubkan. Hal ini
karena didukung penuh oleh pemerintah Islam yang berkuasa saat itu.
Sebut saja misalnya Perpustakaan Khalifah Hakam II yang menggantikan
Abdurrahman, mengoleksi tidak kurang dari 400.000 jilid buku, beberapa
di antaranya dibubuhi sendiri catatan pinggir dan katalog-katalog judul
meliputi 44 jilid, atau Darul Hikmah yang didirikan oleh Khalifah Al-
Ma’mun (813-830 M) dari Bani Abbasia, di sana dibuat pula tempat berd-
iskusi dan menerjemahkan dengan sumbangan dana +/- 250 dinar per-
bulan untuk pengelolaan sarana dan prasarananya, juga perpustakaan
Dinasti Fatimiyah di Kairo yang menyimpan +/- dua juta eksemplar
buku, Baitul Hikmah di Baghdad yang didirikan oleh Harun Ar-Rasyid
serta Darul Hikmah di Kairo yang didirikan oleh Al-Hakim Bin Amrillah
tahun 395 H.
PUSMA yang berdiri saat itu memang mendapat perhatian yang
cukup besar, karena ummat Islam sedang mencapai masa keemasannya

179
Horrison And Beenham 1985:2
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 92

dengan peradaban yang tinggi sehingga pusat kebudayaan dan sejarah


banyak didirikan. PUSMA sebagai wadah untuk menampung dan
menyebarkan informasi budaya dan peradaban ummat Islam patut
mendapat perhatian khusus lagi, terutama sekarang pada saat ummat Is-
lam kembali membangun sebuah peradaban yang telah lama hilang.
Kemunculan ini terlihat dari makin nyatanya peran serta ummat Islam
dalam berbagai bidang pembangunan. Maka untuk itu, ada baiknya kita
mencari rumusan PUSMA yang relevan dengan keadaan dan format um-
mat sekarang.
Perpustakaan merupakan tempat yang strategis untuk pengemban-
gan wawasan dan cakrawala berpikir sebagai salahsatu syarat kemajuan.
Perpustakaan selalu dihiasi dengan deretan buku-buku yang men-
awarkan peradaban yang lebih maju. Di sinilah kita mengerti bahwa
buku merupakan salah satu media informasi yang patut diperhitungkan.
Seorang cendekiawan, Marshall Mc Luhan berpendapat, ”The book is an
extension of the eye” (buku dapat memperluas khazanah seseorang).
Artinya, buku memiliki peran memperpanjang atau memperluas pengli-
hatan/pandangan. Memang, buku memiliki pengaruh tertentu bagi pem-
bacanya, berperan sebagai perekam informasi yang berkaitan dengan
berbagai aspek kehidupan. Yang perlu difahami dalam hal ini ialah ba-
gaimana agar buku-buku sebagai potensi tadi dapat diterima dengan
baik dan mudah oleh ummat Islam yang membutuhkan informasi ban-
yak untuk kemajuan tersebut. Maka dari itu, peran PUSMA sangat pent-
ing dan manajemennya-pun harus profesional supaya buku menjadi as-
set yang utama.
Secara teoritis Soejono Trimo MLS menyusun rumusan-rumusan
dalam pengelolaan perpustakaan. Menurutnya, perpustakaan secara
umum terdiri dari empat komponen pendukung.
Pertama, para pemakai perpustakaan (pemin-jam/pembaca).
Kedua, koleksi buku-buku yang lengkap.
Ketiga, pengurus perpustakaan.
Keempat, sarana fisik yang berhubungan dengan perpustakaan sep-
erti gedung, tempat membaca, akomodasi dan sebagainya.
(1) Pengguna Jasa Perpustakaan
Ada beberapa motivasi orang mengunjungi perpustakaan, di ant-
aranya, (a) meminjam buku yang diperlukan, (b) memanfaatkan ruang
perpustakaan sebagai tempat belajar, (c) menjadi tempat berdiskusi dan
menyelesaikan tugas studi, (d) mencari informasi guna melengkapi data-
datanya, (e) hanya sebagai tempat istirahat dan menghilangkan ke-
jenuhan belajar. Dari kelima motivasi ini, PUSMA bisa mengambil sikap
yang dapat melayani semua tujuan orang berkunjung ke perpustakaan.
Misalnya dengan menyediakan tempat yang tenang dan bersih, penyim-
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 93

panan buku yang teratur dengan katalog yang sistematis, membuat


kenyamanan setiap pembaca dan sebagainya.
(2) Koleksi Buku
Koleksi buku di PUSMA lebih spesifik menyediakan buku-buku
yang bercorak keagamaan atau yang berhubungan dengan itu. Setiap
saat PUSMA berusaha melengkapi koleksi buku sesuai dengan per-
mintaan dari para pemakai jasa perpustakaan. Pada pokoknya jenis
koleksi buku ini diklasifikasikan menjadi, (a) buku-buku untuk dipin-
jamkan dan boleh dibawa pulang, dan (b) buku-buku referensi seperti
kamus, ensiklopedi, hand book/manual, guidebooks, directory, almanak,
buku-buku sumber biografi, peta dan lain-lain.
(3) Pengurus Perpustakaan
Secara sederhana, pengurus perpustakaan bisa saja ditangani oleh
seorang petugas yang menjaga dan memperhatikan keadaan buku dan
keinginan pembacanya. Seorang pustakawan biasanya hanya membu-
tuhkan beberapa penjaga sesuai dengan jumlah koleksi yang ada. Dalam
skala besar, PUSMA harus memilih kepengurusan yang profesional
dengan berbagai kualifikasi yang terorganisir dalam unit-unit kerja atau
bagian-bagian penting. Misalnya, (a) Bagian sirkulasi, yang menangani
peminjaman dan pengembalian buku-buku perpustakaan, (b) Bagian
Pengadaan dan seleksi bahan-bahan pustaka yang menjalankan tugasnya
mulai dari proses klasifikasi, pendataan dan kelayakan buku, (c) Bagian
pemeliharaan yang bertugas menjaga keutuhan buku, meninjau secara
rutin kondisi buku dan melakukan perbaikan baik jilid maupun ker-
tasnya, (d) Bagian Tata Ruang dan pemeliharaan fasilitas seperti pember-
sih sekitar ruang membaca, dan menjaga kenyamanan para pemakai per-
pustakaan. Juga bagian-bagian lain yang disesuaikan dengan kebutuhan
kerja.
(4) Fasilitas dan Tata Ruang Perpustakaan
Sebagaimana disinggung sebelumnya, tata ruang dan fasilitas per-
pustakaan harus sesuai dengan motivasi seseorang menggunakan jasa
perpustakaan ini. Maka keadaan dan tata ruang perpustakaan harus
diatur sedemikian rupa, misalnya tersedia tempat membaca yang nya-
man, penerangan yang cukup, suasana tenang, buku-buku disusun rapi
supaya mudah dijangkau, fasilitas mesin fotocopy untuk menyalin data-
data pada referensi, alat-alat seperti kertas permintaan judul buku yang
belum tersedia, dan lain-lain.
Demikian pula pengelolaan PUSMA, dituntut profesionalisme dan
organisasi yang baik agar buku-buku Islam yang kini semakin menjamur
dapat menyebar dan informasi tentang Islam serta peradabannya bisa
diketahui oleh ummat Islam lewat masjid-masjid dan majlis ta’lim yang
sudah ada. Dalam hal ini, pihak Dewan Keluarga Masjid (DKM) harus
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 94

tanggap dalam mengambil langkah-langkah terutama para pengurus re-


maja masjid yang biasanya lebih peka terhadap informasi keislaman.
Untuk merealisasikan terbentuknya perpustakaan masjid ini, ada be-
berapa langkah yang mesti diperhatikan.
Pertama, Tahap pengadaan koleksi buku dan fasilitas. Langkah ini
dalam rangka mengumpulkan sebanyak-banyaknya koleksi buku yang
dibutuhkan oleh semua tingkatan usia, baik anak-anak, remaja maupun
orang tua. Cara memperolehnya misalnya dengan membeli buku-buku
baru atau bekas dengan dana hasil dari shadaqah dan infaq masjid atau
dari sumbangan khusus untuk pengadaan buku/kitab. Atau dengan cara
mengajukan permohonan sumbangan buku kepada kaum muslimin atau
penerbit Islam, baik lewat surat pada media massa maupun langsung ke-
pada pihak terkait. Tahap ini dilakukan terus menerus sambil peminja-
man PUSMA berjalan. Adapun fasilitas dapat diajukan kepada pihak
DKM berupa pengadaan tempat menyimpan dan sekretariat PUSMA.
Kedua, Tahap pembentukan dan pembinaan pengurus.
Hal ini dilakukan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya dan
kepengurusan PUSMA masih menginduk kepada DKM masing-masing
sebagai salah satu kegiatan dalam rangka ta’mirul masjid. Maka setelah
kepengurusan terbentuk mulailah kegiatan perpustakaan masjid sesuai
tugas masing-masing, dari pendataan, pengarsipan dan klasifikasi buku
yang ada, juga mulai menerima pendaftaran anggota baru PUSMA yang
berlangsung sesuai kesepakatan musyawarah pengurus.
Ketiga, Tahap evaluasi seluruh kegiatan perpustakaan masjid,
langkah ini sangat penting guna mengetahui sejauhmana kegiatan
PUSMA berjalan, disamping juga sebagai ajang pertanggungjawaban
pengurus PUSMA, sehingga keberadaan PUSMA terus meningkat dan
lebih profesional, bahkan dapat juga menjadi pusat informasi Islam yang
dari sana bisa dilahirkan media massa Islami seperti bulletin, majalah
atau koran Islam.
Itulah beberapa upaya meningkatkan peran serta masjid dalam men-
dukung terlaksananya da’wah Islamiah lewat pengadaan perpustakaan
yang semakin vital menjadi kebutuhan ummat dewasa ini. Dengan adan-
ya Perpustakaan Masjid diharapkan ummat Islam semakin tanggap ter-
hadap informasi sehingga mampu menyikapi setiap dampak Era Global-
isasi yang semakin gencar, Semoga...
***
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 95

1
PEMUDA &
PROBLEMATIKA
DA’WAH

“Semua ideologi yang berorientasi kepada strategi revolusi,


menganggap pemuda sebagai tenaga
paling revolusioner yang telah dan akan terjadi di
seantero dunia ini. Pada prinsipnya, revolusi selalu akan tetap
mengandalkan pemuda dalam mencapai cita-citanya.” (Pemuda dan
Revolusi, 1987: 10)
***
Peran pemuda Islam tidak lepas dari keterkaitannya terhadap
Dienul Islam. Motivasi agama yang ada pada para pemuda sebenarnya
merupakan perkembangan psikologis yang wajar, seperti dikemukakan
J.J. Rouseau, bahwa pada periode puberitas, seseorang akan mengalami
gevoelige periode (masa peka) terhadap pendidikan keagamaan,
walaupun menurut R. Cassimir, masa ini juga merupakan awal timbu-
lnya stum and drang (kegoncangan jiwa) yang sangat membutuhkan tem-
pat perlindungan dan pengarahan positif. Maka, dasar-dasar Islam se-
cara jelas menyoroti keterlibatan pemuda dalam upaya membina dan
membangun generasi yang terhormat dan berwibawa.
Untuk itu, peranan Islam dan pemuda Islam harus selalu berjalan
bersama dan menjadi topik utama dalam mengetengahkan sisi per-
gerakan da’wah Islamiah. Dan salah satu kajiannya ialah bagaimana
pemuda Islam mampu menanamkan fikrah Islamiah dalam dirinya mas-
ing-masing. Tanpa itu sebuah pergerakan Islam atau cita-cita menjadi
ummat terhormat hanyalah angan-angan kosong. Imam Hasan Al-Banna,
tokoh nomor satu Ikhwanul Muslimin Mesir ketika menyampaikan nase-
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 96

hatnya untuk pemuda Islam mengatakan: ”Wahai pemuda tampillah


dengan nama Allah untuk menyelamatkan dunia ini. Seluruh manusia membu-
tuhkan juru selamat. Sesungguhnya hanya satu juru selamat, yaitu Risalah Is-
lam yang kalian da’wahkan dan nyalakan obornya...”
Dengan demikian pemuda Islam harus lebih memahami karakter-
istik Risalah Islam ini, serta mengetahui problematikanya agar peristiwa-
peristiwa masa lalu yang kelabu tidak terulang lagi. Ternyata, bentuk
kemunduran itu dilatarbelakangi oleh ketidak mengertian ummat Islam
terhadap Risalah Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Sunnah Rasu-
lullah SAW.180 Hal ini dipertegas lagi dengan sebuah Hadits: ”Aku ting-
galkan bagi kalian dua perkara, barang siapa yang berpegang teguh kepada ke-
duanya pasti tidak akan tersesat, yaitu Kitabullah (Al-Quran) dan Sunnah Ra-
sulullah SAW.” 181
Dengan menguasai secara mendalam dua sumber ini, diharapkan
pemuda Ummat Islam dapat menghayati karakteristik Risalah Islam
yang sebenarnya, dan tidak terpengaruhi faham lain yang lebih merusak
pemikirannya melalui Gazwulfikri (Invasi Pemikiran).
Adapun yang menjadi sebab kemajuan yang dicapai ummat Islam
terdahulu (generasi salaf), Al-Amir Syakib Arsalan mengemukakan;
“Pada pokoknya secara singkat, agama Islam yang baru lahir di seluruh jazirah
Arab pada masa itu, lalu dengan segera diikuti dan ditaati benar-benar oleh
bangsa Arab dan kabilah-kabilah di sekitarnya. Mereka dengan petunjuk dan
pimpinan Islam yang benar itu telah berubah dari berpecah belah dan bercerai
berai, kini menjadi bersatu, seia sekata. Dari biadab menjadi beradab. Dari
bodoh menjadi pandai. Dari dungu menjadi cerdik. Dari keras hati dan kasar
menjadi halus, ramah dan kasih sayang terhadap sesamanya dan dari penyem-
bah berhala menjadi penyembah Allah.” 182
Dengan penjelasan ini, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa
pemuda Islam dulu pernah jaya dengan keislamannya disebabkan
mereka benar-benar mendalami dan menghayati risalah Islamiah secara
lurus dan penuh keimanan.
Figur-figur Pemuda Islam
Banyak dikisahkan figur-figur pemuda Islam dan keberadaannya
dalam menegakkan panji tauhid. Di antaranya akan penulis kemukakan
beberapa nama yang telah dikisahkan dalam Al-Quran untuk diambil
pelajarannya.
1. Ibrahim as.
Allah SWT menjelaskan dalam firman-Nya; “Sesungguhnya telah ada
suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya.
Ketika mereka berkata kepada kaum mereka; “Sesungguhnya kami berlepas diri

180
QS. Al-Hadid: 25
181
HR. Bukhari
182
Mengapa Muslimin Mundur 1985:6
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 97

dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari kekafiran-
mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat
selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.”183
Sikap yang dimiliki Ibrahim as. adalah iman yang kuat kepada Allah
dan yakin akan Hari Akhir184 serta tegar dalam mempertahankan keben-
aran tauhid walaupun beresiko kematian dengan ancaman dibakar
hidup-hidup. Namun semua itu tidak menggoyahkan tekadnya untuk
menyerukan da’wah agama tauhid kepada penguasa yang musyrik saat
itu. Ia yakin akan janji Allah; “Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu
menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolong kalian dan mengokohkan
kedudukan kalian.” 185
Kepribadian Ibrahim as yang shabar dan penuh semangat menjadi
jundullah yang tegar dan militan.
2. Ismail as.
Dia adalah putra Ibrahim as dari Hajar. Keimanannya dibentuk se-
jak ia masih kecil dengan mu’jizat air zamzamnya. Allah SWT berfirman;
“Dan ceritakanlah (hai Muhammad) kepada mereka kisah Ismail (yang tersebut)
dalam Al-Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang rasul dan Nabi. Dan ia
menyuruh ahlinya (ummatnya) untuk shalat dan menunaikan zakat dan ia ada-
lah seorang yang diridlai di sisi Tuhannya.” 186
Ismail termasuk figur pemuda Islam yang taat kepada Allah, se-
hingga berani mengorbankan jiwa raganya untuk memenuhi perintah Al-
lah lewat bapaknya Ibrahim as. Dengan penuh keikhlasan dan
keshabaran serta iman yang kokoh terhadap jaminan Allah kelak.
3. Ashabul Kahfi
Mereka adalah para pemuda yang berjihad menentang penguasa
yang dzalim. Namun, karena kekuatan mereka lemah, akhirnya mereka
bersembunyi di balik gua sampai beberapa tahun lamanya. Allah
mengabadikan nama mereka dalam 18 ayat-Nya dan Dia memberikan
nama untuk sebuah surat Al-Quran dengan Al-Kahfi.
4. Yusuf as.
Kisah Yusuf yang terkenal ialah ketika ia tumbuh menjadi seorang
pemuda yang tampan. Namun dengan ketampanannya ia tidak tergoda
oleh rayuan dan bisikan syetan. Ia dengan tegas menolak melakukan per-
buatan yang dilarang Allah SWT dan tegar menghadapi penguasa saat
itu. Sebagaimana diceritakan dalam Al-Quran; “Dia (Yusuf) berkata;
“Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada apa yang akan mereka ajak aku ke-
padanya.”187

183
QS. 60:4
184
QS. 60:6
185
QS. 47:7
186
QS. 19:54-55
187
QS. Yusuf:33
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 98

Banyak lagi kisah pemuda Islam yang patut diteladani. Di kalangan


para shahabat Rasulullah SAW tercatat nama-nama pemuda yang
bergelora semangat jihadnya dan melibatkan diri dalam harakah da’wah
Islamiah. Seperti Ali Bin Abi Thalib RA yang dengan penuh keberanian
menemani Rasulullah SAW dalam beberapa peperangan. Usamah Bin
Zaid yang menjadi panglima perang ketika usianya masih muda belia.
Problematika Harakah Da’wah
Sesungguhnya, setiap pemuda yang melibatkan diri dengan harakah
da’wah pasti akan menemui tantangan dan cobaan. Karena hal ini
merupakan sunnatullah yang diberikan untuk menguji kekuatan iman
mereka, sebagaimana firman Allah: “Apakah kamu mengira bahwa kamu
akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu cobaan sebagaimana halnya
orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan
kesengsaraan, serta digoncangkan dengan bermacam-macam cobaan sehingga
berkatalah Rasul dan orang-orang yang bersamanya “Bilakah datangnya perto-
longan Allah? Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” 188
Ayat ini secara jelas menyatakan bagaimana para Nabi terdahulu
selalu menghadapi cobaan da’wah dalam mengajak ummat manusia ke
jalan yang lurus. Tidak sedikit dari mereka dihadang oleh berbagai anca-
man kematian.
Dengan memperhatikan beberapa kisah dan pengalaman para
pemuda Islam dalam menjalankan harakah da’wahnya, baik yang masih
bersifat personal maupun bentuk jama’i, penulis melihat adanya dua
problematika yang selalu menjadi kendala terwujudnya harakah da’wah
yang mapan. Di antara kedua problem tersebut adalah:
A. Problematika Internal
Kenyataannya, pemuda Islam lebih banyak mendapatkan tantangan
dari dalam. sehingga tidak sedikit harakah da’wah yang vakum akibat
terbengkalainya usaha da’iah melanjutkan programnya. Disamping itu,
ada beberapa tipe pemuda yang menjauhi harakah da’wah bahkan men-
jadi penghalang jalannya harakah da’wah tersebut. Inilah yang penulis
maksud dengan problematika internal.
Beberapa hal yang menjadi penyebab munculnya problema ini ant-
ara lain:
a. Sikap kurang perhatian terhadap aturan Islam yang bersumber
dari Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW, Al-Quran tidak diamalkan
sebagaimana mestinya, yaitu sebagai petunjuk dan pedoman hidup un-
tuk meraih kebahagiaan di dunia dan di Akhirat. pemahaman terhadap
Al-Quran, baru sampai pada taraf bacaan saja, belum sampai pada taraf
penghayatan dan pelaksanaannya. Bahkan terdapat beberapa sikap
pemuda Islam yang kurang proporsional terhadap Al-Quran. Se-perti

188
QS. Al-Baqarah: 214
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah - 99

mencampuradukkan antara hak dan batil189, mengimani sebagian tetapi


mengingkari sebagian yang lain190, mempermainkan kandungan Al-Qur-
an.191
Demikian pula terhadap Sunnah Rasulullah SAW Karena kuatnya
pengaruh faham dari luar, akhirnya generasi Islam malu untuk berbaju
Sunnah Rasulullah SAW
b. Krisis iman dan akhlaq karena kurangnya kesiapan mental.
Akhlaq dan budi pekerti ini merupakan salah satu faktor yang pal-
ing penting dalam kehidupan seorang pemuda. Salah satu Hadits menye-
butkan, sabda Rasulullah SAW: “Tujuh golongan manusia yang mendapat
perlindungan di hari yang tidak ada perlindungan kecuali perlindungan Allah;
(1) Imam yang adil (2) Pemuda yang senantias beribadah kepada Allah (3)
Pemuda yang hatinya senantiasa terikat ke masjid (4) Dua orang yang berkasih
sayang karena Allah (5) Pemuda yang dirayu wanita cantik dan terhormat ia
menolak: “aku takut kepada Allah.” (6) Pemuda yang memberikan sedekah
tanpa pamrih, bahkan tangan kirinya tidak tahu apa yang diberikan tangan
kanannya (7) Pemuda yang apabila di tengah malam ia mengingat Allah ter-
harulah dia.”192
Sifat-sifat yang dikemukakan dalam Hadits ini hanyalah sebagian
kecil dari bagian akhlaq Islam yang patut dimiliki oleh setiap pemuda
guna meraih keberhasilan yang gemilang.
c. Hilangnya rasa memiliki dan tanggung jawab terhadap masa de-
pan Islam, akibat dari pendidikan yang telah dipengaruhi faham luar.
Hal ini mungkin saja terjadi, karena musuh-musuh Islam selalu mengin-
ginkan kehancuran Ummat Islam dari dalam. Sebagaimana penjelasan
Abu A’la Al-Maududi: “Pada dasarnya kaum penjajah tidak menghiraukan
asas Islam, tetapi mereka telah mengambil kesimpulan, bahwa keadaan ummat
Islam yang berpegang teguh kepada ajaran agama tauhid ini bersikap sesuai
dengan asas Islam, adalah suatu bahaya yang besar bagi penjajah. Oleh karena
itu mereka tetapkanlah suatu metode pengajaran dan pendidikan di negara-neg-
ara Islam yang mereka duduki dengan cara yang halus, untuk melemahkan dan
melonggarkan aqidah Islam dan sendi-sendi iman dalam jiwa ummat.” 193
B. Problematika Eksternal
Para pemuda Islam memiliki tantangan yang jelas lebih besar, sebab
merekalah yang paling banyak terlibat dalam harakah da’wah ini. Prob-
lematika eksternal ini lebih banyak faham-faham dari luar Islam yang se-
cara jelas akan merugikan dan menyesatkan ummat. Di antaranya ialah

189
QS. 2:24
190
QS. 2:85
191
QS. 36:69
192
HR. Al-Bukhari dan Muslim
193
Peranan Mahasiswa Islam Membangun Masa Depan 1988:21
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
-
100
sekulerisme, westernisme, kapitalisme, marksisme, serta faham lainnya
yang menerapkan strategi ghazwul fikri (invasi pemikiran).
Menghadapi problematika ini, pemuda Islam dituntut untuk lebih
waspada karena secara halus faham-faham ini merasuk ke dalam dan
tidak terasa akan meracuni pola pikir ummat Islam, kemudian akan sa-
ling berpengaruh. Bahkan Rasulullah SAW pernah mengingatkan; “Or-
ang mu’min senantiasa berada di antara lima ancaman amat berat yaitu: (1)
mu’min yang mendengkinya, (2) munafik yang membencinya, (3) kafir yang
memeranginya, (4) syetan yang menyesatkannya dan (5) nafsu yang
melawannya.”194
Kiat Pemuda Islam dalam Harakah Da’wah
Menegakkan risalah Islamiah bukanlah tugas ringan dan mudah.
Demikian juga bagi para pemuda Islam yang terlibat dalam harakah
da’wah. Hal ini menuntut kesungguhan dan jihad serta pengorbanan
sepenuhnya.
Untuk itu ada beberapa kiat yang selayaknya dihayati oleh setiap
pemuda Islam, supaya risalah Islam tetap tegak berdiri di antara bentur-
an-benturan da’wah yang tiada henti. Di antara langkah tersebut ialah;
1. Membangkitkan semangat ruhaniah (Al-Yaqdzah Ar-Ruhiah)
Pemuda Islam bagai lelap tertidur sehingga lupa akan tugasnya se-
bagai pengemban panji-panji Islam. Oleh karena itu, dengan membangun
kembali mentalitas pemuda Islam, Insya Allah, harakah Islam akan tetap
kokoh. Upaya menuju kebangkitan rohani ini dilakukan dengan beberapa
metode, antara lain:
a. Penanaman Pendidikan Islam (Tarbiah Islamiah)
Pendidikan Islam merupakan kewajiban bagi setiap para pengem-
ban da’wah, karena tanpa itu akan menimbulkan dampak negatif ter-
hadap harakah da’wah Islam itu sendiri. Sehingga pantas Allah
mengemukakan dalam firman-Nya: “Allah mengangkat orang-orang yang
beriman dan berilmu beberapa derajat dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” 195
Dengan menguasai ilmu dan hikmah, para pemuda Islam akan se-
makin mapan melaksanakan program da’wahnya, baik untuk pribadi
maupun masyarakatnya. Tarbiah Islamiah ini mencakup setiap ilmu yang
dapat mempertebal keimanan kepada Allah SWT serta meningkatkan
akhlaq qurani yang luhur. Abu A’la Al-Maududi memberikan petunjuk
kepada para pemuda; “Hendaknya diketahui dengan sempurna hidayah Allah
yang diturunkan kepada Rasulullah SAW. Imani hidayah tersebut dengan tulus
dan ikhlas sepenuh hati. Jadikan iman sebagai bagian dari kehidupan di dunia,
agar kalimatullah membumbung tinggi dan kalimatul kufri terhina dan tercam-
pakkan. Hendaknya para pemuda mempersenjatai dengan akhlaq dan budi
194
HR. Abu Bakar Bin La-i dari Hadits Anas ra dalam Makarimul Akhlaq
195
QS. 58:11
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah- 101

pekerti sehingga kaum diktator yang dzalim mengubah haluan hidupnya dan
para pengikut mereka kembali kepada kebenaran yaitu jalan yang lurus bagi
fitrah manusia.”
Al-Maududy juga memberikan tiga aspek ajaran yang harus difa-
hami oleh para pemuda agar dapat bergerak mengangkat peradaban Is-
lam, yaitu ;
1. Tauhid, 2. Risalah dan 3. Hari kemudian setelah mati.196
b. Penguasaan Wawasan KeIslaman (Ta’ammuq Tsaqafah Islamiah)
Ustadz Husni Adham Jawarar pernah mengatakan; ”Seorang da’i di-
tuntut untuk memiliki tsaqafah (wawasan) Islam terus menerus dikembangkan
dan bahkan tidak cukup sumber itu jika diambil dari buku saja, koran, majalah
ataupun bulletin dapat juga dijadikan sebagai sumber informasi.” Diharapkan
dengan keluasan wawasan Islam setiap pemuda Islam akan menyadari
ketertinggalannya dari ummat lain dan bangkit membangun harakah
da’wah yang bertujuan menegakkan kalimatullah.
Syekh Sa’id Hawwa dalam “Al-Madkhal Ila Da’watil Ikhwan Al-
Muslimin” menguraikan tentang wawasan ilmu Islam yang harus dikua-
sai seorang da’iah muda yaitu ma’rifatullah, ma’rifaturrasul, ma’rifatul Is-
lam, ‘ulumul quran dan Hadits, aqa’id, fiqh dan ushul fiqh, lughah Ara-
biah, fiqh da’wah, wawasan tentang dunia Islam dan wawasan tentang
konspirasi musuh-musuh Islam. Insya Allah, dengan menguasai dasar-
dasar wawasan Islam ini, pemuda Islam semakin berani tampil menyuar-
akan haq.
2. Membina Kaderisasi Kepemimpinan Harakah Islam (Qiyadah
Harakiah Islamiah)
Pemuda Islam adalah calon pemimpin masa depan yang harus ber-
tanggung jawab kepada Allah atas ummat yang dipimpinnya. Allah SWT
sendiri mengatakan; “Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pe-
mimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, ketika mereka shabar
dan mereka meyakini ayat-ayat Kami.” 197
Kepemimpinan pemuda Islam harus sudah dikader sejak usia aqil
baligh, agar mereka bisa memimpin. Dalam hal ini ada beberapa bentuk
kaderisasi yang mendukung terwujudnya pemimpin-pemimpin Islam,
antara lain;
a. Menanamkan kepribadian militan (Syakhsiah Jundiah)
Para pemuda Islam diperkenalkan dengan pribadi-pribadi yang
tangguh, cepat tanggap dan penuh kedisiplinan, baik melalui figur
shahabat atau para Nabi yang memimpin ummatnya.
b. Membentuk organisasi yang rapi (Bina Quwwatut Tandzimiah)
Tiada lain tujuan dari pembentukan organisasi ini ialah untuk meng-
galang rasa ukhuwah Islamiah di antara sesama pemuda Islam, sehingga
196
1991:14.
197
QS. As-Sajdah:24
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah -
102
terjadi saling nasehat dalam haq dan keshabaran. Dengan demikian,
upaya membina kepemimpinan Islam harus berlanjut sampai tercapainya
tujuan yaitu pelaksanaan amal jama’i yang benar dan terarah.
3. Melatih para pemuda Islam agar berjiwa istiqamah dan shabar
(Itsbatul Istiqamah was shabri)
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya tentang figur-figur pemuda
Islam yang patut diteladani, di antara sifat yang selalu melekat dalam
pribadi mereka ialah istiqamah dan shabar. Istiqamah adalah sikap tetap
dalam pendirian yang diyakini kebenarannya. Firman Allah SWT; “Maka
tetapkanlah pendirianmu pada agama yang hanif, itulah agama Allah yang di-
jadikannya manusia sesuai dengan-Nya, tiadalah tertukar perbuatan Allah. Itu-
lah agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”198
Adapun sikap shabar dapat dibentuk dengan memperhatikan be-
berapa faktor, antara lain:
a. Menyadari bahwa Allah SWT selalu memberikan cobaan kepada
para pengemban da’wah supaya semakin kuat keshabaran kita menghad-
apinya. Oleh karena itu setiap pemuda harus tahan uji dan tawakkal (ber-
serah diri kepada Allah setelah berusaha keras) agar menjadi manusia
yang shabar.
b. Meneladani keshabaran para ulama terdahulu, karena dengan de-
mikian akan menghibur kesulitan yang akan dihadapi. Rasulullah SAW
pernah bersabda menghibur para shahabatnya; “Di antara orang-orang se-
belum kamu dahulu ditanam hidup-hidup, ada yang dibelah kepalanya, ada
yang disisir tubuhnya dengan sisir besi yang tajam sampai kulitnya terkelupas,
tetapi siksaan itu tidak menggoyahkan tekad mereka untuk tetap memperta-
hankan diennya. Demi Allah, pasti Allah akan mengakhiri semua cobaan itu se-
hingga orang berani berjalan dari Shan’a ke Hadratul Maut tanpa rasa takut ke-
pada siapapun selain kepada Allah dan takut kambingnya diserang srigala.
Tetapi kalian tampak terburu-buru dan kurang bershabar.”199
c. Mengendalikan diri dari sifat yang dapat merusak keshabaran
seperti pemarah, pendendam, mengeluh dan putus asa.
Jadi, kunci dari keberhasilan harakah da’wah bagi pemuda Islam itu
di antaranya tergantung dari kuat tidaknya sikap istiqamah dan shabar.
Demikianlah uraian sekitar problematika da’wah dan langkah
pemuda Islam dalam mengantisipasinya. Semoga lahir generasi Islam
yang tangguh untuk mempertahankan dan menyebarkan kalimatullah ke
seluruh pelosok dunia.
Wallahu A’lam
***

198
QS. 30:30
199
HR. Al-Bukhari
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah- 103

1 PERAN MUSLIMAH

“Berhati-hatilah kalian pada dunia dan berhati-hatilah kalian pada wanita,


karena awal kehancuran Bani Israil adalah dari wanita.”
(Al-Hadits)
***
Wanita adalah tiang negara, jika akhlaqnya rusak maka hancurlah
negara.” Demikian bunyi sebuah hadits mengingatkan kita agar selalu
memperhatikan eksistensi kaum hawa. Karena di tangan merekalah terb-
entuk generasi baru yang akan menjadi penyangga dan pengisi kelang-
sungan pembangunan sebuah peradaban.
Akhir-akhir ini keberadaan wanita sering dipertanyakan oleh kalan-
gan ulama, terutama menyangkut peran mereka yang semakin memun-
cak bahkan terlalu kentara melebihi kaum pria. Padahal kondisi ini se-
belumnya jauh dari keadaan sekarang, namun begitu cepat perubahan
terjadi ketika gaung emansipasi diteriakkan di negara belahan Barat
sana.
Secara tidak disadari kemudian banyak wanita Timur khususnya
muslimah terpengaruh keadaan yang pada hakikatnya menyalahi keten-
tuan-ketentuan syari’at Islam maupun budaya ketimuran. Inilah salah
satu dampak negatif dari era keterbukaan yang menglobal dengan cepat.
Istilah wanita karierpun meningkat pamornya sehingga menjadi se-
buah kebanggaan tersendiri bagi mereka yang menyandangnya. Bahkan
tipe wanita karir tersebut dijadikan standar dalam menilai idealisme
wanita masa depan. Sementara itu, beberapa pihak memanfaatkan situasi
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
-
104
ini untuk mengeruk keuntungan dengan mengeksploitasi kaum hawa
yang telah terbuai oleh idealisme yang salah kaprah.
Dengan dalih emansipasi atau persamaan hak mereka menerjuni
profesi yang seharusnya oleh kaum pria bahkan pekerjaan yang menya-
lahi kodrat mereka sekalipun. Lebih gawat lagi, semakin banyak kaum
wanita yang melanggar ketentuan agama demi mencapai impiannya.
Hal ini merupakan pertanda bahwa ummat Islam kecolongan lagi
dalam satu bidang yang paling esensi dan sensitif yaitu masalah wanita
yang telah dirasuki oleh pemikiran Barat dalam rangka ghazwul fikri (in-
vasi pemikiran). Dr. Mustafa As-Siba’i mengungkapkan; “Secara historis
yang menjadi penyebab terbesar runtuhnya kebudayaan Yunani dan Romawi
adalah sikap para wanita yang terlalu bertabarruj (mengumbar aurat) dan
berikhtilath dengan orang yang bukan muhrimnya.” 200
Prof. Abdurrahman H. Habankah dalam bukunya “Ajnihatul Makris
Tsalatsah Wa Khawafiha” memperinci metode merusak akhlaq dari Bar-
at dan mencantumkan poin kelima yaitu merusak akhlaq kaum wanita
dan memperalat mereka dengan berbagai dalih dan faham yang
menyesatkan. Pada mulanya perusakan ini dimulai dari setiap individu
kemudian melembaga dan semakin tidak disadari, sebagaimana disitir
oleh Dr. Ibrahim Allabban, “Mula-mula dekadensi ini tampak pada perilaku
individu lalu orangpun menyimpang dari jalan konsepsi agama”201
Inilah yang dikhawatirkan dalam hadits di atas, dimana kedudukan
wanita seolah di ujung tanduk. Hadits lain yang semakna, sabda Rasulul-
lah SAW: “Tidak akan ada fitnah setelahku yang lebih berbahaya bagi kaum
pria selain wanita.”202
Figur Wanita Shalihah
Salah satu yang menjadi penyebab menurunnya akhlaq wanita
dewasa ini ialah kurangnya keimanan serta hilangnya sifat iffah dan
muru-ah yang seharusnya mereka miliki. Dan penyebab menurunnya kei-
manan tersebut di antaranya ialah telah hilangnya figur yang dijadikan
contoh maupun rujukan dalam beramal serta berperilaku. Karenanya Al-
lah SWT mengutus para rasul-Nya sebagai pembawa risalah sekaligus
menjadi teladan para pengikutnya. Disamping Allah SWT mengutus
para Rasul, dia menurunkan beberapa kisah tentang orang-orang shalih
dan sesat sebagai pelajaran dan bahan perbandingan dalam segala
tingkah laku manusia.
Firman Allah: ”Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka terdapat
pelajaran bagi orang-orang yang menggunakan akal. Al-Quran itu bukan cerita

200
Pesan Untuk Muslimah:31
201
Al-Ghazwul Fikri 1987:74
202
HR. Al-Bukhari
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah- 105

yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan kitab sebelumnya dan menjelaskan


segala sesuatu serta sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang ber-iman.”203
Al-Quran banyak menyinggung masalah wanita sehingga salah satu
suratnya diberi nama An-Nisa, bukankah ini menunjukkan bahwa Islam
menghormati kaum wanita dan menempatkannya pada tempat yang
mulia. Namun masalahnya menjadi lain tatkala kaum wanita melebihi
batas-batas Islam yang pada hakikatnya memelihara kemuliaan mereka.
Memang Islam tidak melarang wanita keluar rumah dalam masalah-
masalah yang tidak menyalahi kodrat mereka. Namun tidak seperti
pemahaman kaum feminisme Barat seperti Anton Nemilan, Bartrand
Russel, Anne Roud dan yang lainnya, yang hanya memperhatikan sisi
emansipasi an sich. Bahkan menurut Dr. Najat Hafidz, wanita muslimah
harus berperan serta dalam gelanggang da’wah dalam bentuk apapun,
dia menasehati; “Wahai kaum wanita, hendaklah engkau menekuni bidang
pekerjaan yang sedang dibutuhkan oleh kaummu dan membantu mereka untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka dalam berbagai bidang kewanitaan.”204
Maka, ketika seorang ulama, Wahbi Sulaiman Ghawji ditanya
tentang hukum wanita bekerja di luar rumah, dia menjawab, dalam
keadaan darurat boleh, dengan memperhatikan beberapa syarat:
Pertama, memperoleh izin dari walinya, suaminya atau bapaknya.
Kedua, tidak terjadi khalwat dan ikhtilath. 205
Ketiga, selalu mengenakan pakaian yang menutup auratnya dengan
jilbab dan pakaian longgar dan tidak mencolok.206
Dan tidak disangkal bahwa ada masalah tertentu dan tidak bisa
dilakukan oleh kaum pria, sebagaimana terjadi ketika Rasulullah SAW
menjelaskan tentang fiqh wanita dan terpaksa Aisyah RA menjelaskan
kembali secara detail.207
Menurut Hibat Rauf Izzat, MA. Selama tabarruj dan fitnah syahwat
bisa diatasi, wanita boleh bekerja dalam profesi apapun, sekalipun dalam
profesi yang berkaitan dengan politik asal dalam batas-batas yang telah
ditetapkan syara’. 208
Syekh Jabir Asyal menulis sebuah buku khusus tentang kisah wanita
dalam Al-Quran dengan judul “Qashash an-Nisa Fi Al-Quran Al-Karim”,
mengisahkan dua puluh satu wanita dengan masing-masing karakter
yang berbeda. Wanita-wanita yang baik akhlaqnya patut dijadikan figur

203
QS. Yusuf:111
204
Nasihat Untuk Para Wanita, 1991:53
205
Khalwat: berduaan antara seorang pria dan seorang wanita yang bukan
muhrim. Ikhtilath: keadaan dimana kaum wanita bercampur dengan kaum pria
bukan muhrim tanpa hijab yang menghalangi, baik dalam pekerjaan maupun tem-
pat lainnya
206
Pesan Untuk Muslimah, 1992:52
207
QS. 3:36
208
hlm. 141.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
-
106
yang ditiru dalam perilaku, dan sebaliknya, wanita yang buruk akh-
laqnya sebagai cermin bening agar kaum wanita tidak terjerumus ke
dalam kesesatan.
Di antara kisahnya adalah (1) Raithah,209 sosok wanita yang putus
asa dan pesimis, tidak tabah menghad
210

211 212

213

214
a dan tunduk pada suaminya. (7) Khulah
Binti Tsa’labah,215 isteri yang taat beribadah dan ikhlas berbakti pada
suaminya (Aus Ibnu Shamit) sehingga ucapannya didengar oleh Allah
SWT (8) Zainab Binti Jahsy,216 wanita yang bersyukur atas keadaan yang
menimpanya, berhati lembut dan kasih sayang. (9) Aisyah RA Ummul
Mu’minin,217 figur wanita cerdas yang memelihara kehormatan, amanah
dan tahan uji (ketika menghadapi kasus Haditsul Ifki) (10) Mariah Al-Qib-
tiah,218 isteri Rasulullah yang melahirkan Ibrahim, wanita terhormat
namun penuh khidmat kepada suaminya. (11) Shafura Binti Syu’aib, is-
teri Musa as,219 wanita yang menyayangi suaminya dan selalu meneman-
inya dalam kesusahan (12) Asia isteri Fir’aun, 220 wanita yang kuat me-
megang prinsip dalam kebenaran. (13) Maimunah Binti Harits, 221 seorang
wanita yang berserah diri kepada suaminya. (14) Masikah,222 wanita tuna
susila yang bertaubat dan kuat pendiriannya untuk kembali ke jalan yang
benar. (15) Hawwa,223 figur wanita pertama yang beristighfar (16) Sarah
isteri Nabi Ibrahim,224 wanita yang rela dimadu untuk kebaikan suam-
inya serta wanita yang mendidik puteranya sendiri menjadi generasi sha-
lih. (17) Ummu Kultsum Binti ‘Aqabah,225 pelopor wanita pertama bagi
kaumnya untuk hijrah ke Madinah karena Allah dan Rasul-Nya, memi-
liki semangat jihad yang tinggi. (18) Kabisyah Binti Ma’an,226 wanita yang
209
QS. 16:92
210
QS. 111:1-5
211
QS. 33:10
212
QS. 12:30
213
QS. 3:45
214
QS. 27:20-40
215
QS. 59:1
216
QS. 33:37
217
QS. 24:11
218
QS. 66:1
219
QS. 28:26
220
QS. 66:11
221
QS. 33:50
222
QS. 24:33
223
QS. 2:35
224
QS. 11:72
225
QS. 60:10
226
QS. 4:19
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah- 107

menuntut haknya dalam Islam dan membebaskan kedzaliman terhadap


kaum hawa. (19) Ummi Musa,227 seorang yang beriman dan shabar dan
mencintai anaknya. (20) Ummu Kajjah,228 sosok wanita yang membela
keadilan dan penuh perhatian terhadap suaminya.
Adapun tugas utama seorang wanita ialah bertanggung jawab ter-
hadap suami dan anak-anaknya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “...
Wanita juga adalah pemimpin yang bertanggung jawab akan suami dan anak-
anaknya...” 229 Lalu bagaimana bila wanita memiliki dualisme tugas dis-
amping dalam rumah, juga di luar rumah?
Simaklah pengakuan Marilyn Monroe - wanita tenar tahun 60-an -
sebelum kematiannya yang mengenaskan, ”Berhati-hatilah dari gemer-
lapnya ketenaran yang menipu kalian, sesungguhnya aku adalah wanita yang
paling celaka di dunia. Aku tak mampu menjadi seorang ibu. Sesungguhnya
aku amat mencintai rumah dan kehidupan keluarga. Di sanalah tempat wanita
yang sebenarnya.“ 230
Rasulullah SAW mengingatkan kaum wanita, sabdanya; “Wahai para
wanita, berbuat benarlah, karena aku menyaksikan kebanyakan penghuni neraka
adalah wanita.” Mereka bertanya; “mengapa wahai Rasulullah SAW ?” Beliau
bersabda; “Kalian banyak menggunjing dan menelantarkan suami, kalian ada
kekurangan dalam akal dan agama yang tidak pernah ada pada pribadi lelaki
yang kuat dari salah seorang diantara kalian.” Mereka bertanya; “Apa kekuran-
gan agama dan akal kami Ya Rasulallah SAW ?” Beliau bersabda; “Bukankah
saksi seorang perempuan itu setengahnya seorang lelaki ?” Mereka menjawab;
“benar !” Beliau bersabda; “Itulah kekurangan akalnya, Bukankah jika dia haid
tidak shalat dan puasa?” Mereka menjawab; “benar !” Beliau bersabda; “Itulah
kekurangan agamanya.”231
Wahai wanita, Faaina Tadzhabna ?
***

227
QS. 28:13
228
QS. 4:11
229
Muttafaq ‘Alaih
230
Pesan Untuk Muslimah 1992:22
231
HR. Al-Bukhari & Muslim
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah -
108

1 KELUARGA
RABBANI
“Katakanlah; “Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang
yang menyiksa diri mereka sendiri dan demikian pula keluarganya pada
Hari Kiamat.” Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.”
(QS. Az-Zumar/39:15)
***
Keluarga adalah bagian terkecil dari sebuah komunitas masyarakat.
Dari himpunan keluarga yang berbeda akan membentuk typologi
masyarakat tertentu. Karenanya, sebuah masyarakat akan dipandang
baik dan sejahtera apabila pada masing-masing keluarganya berperilaku
baik. Namun sebaliknya, kehancuran sebuah masyarakat mungkin saja
terjadi, bila pada masing-masing keluarga tidak lagi memperhatikan
norma-norma agama dan perilaku yang baik. Hal ini menunjukkan bah-
wa peran keluarga sangat menentukan kelangsungan hidup manusia di
dunia ini.
Kutipan ayat di atas menjelaskan bahwa kehidupan sebuah keluarga
ternyata tidak hanya dapat diraih di dunia saja tetapi sampai ke Akhirat
kelak akan dikumpulkan bersama menjadi sebuah keluarga seperti ketika
di dunia.
Ayat inipun menjelaskan bahwa manusia yang paling merugi dan
hina di hadapan Allah ialah jika dia dan keluarganya sama-sama menjadi
penghuni neraka karena perbuatan jahat yang mereka kerjakan di dunia.
Karenanya, keutuhan sebuah keluarga selayaknya dipertahankan
dan dibina ke arah yang baik mulai dari masing-masing pribadi, anggota
keluarga serta hubungan di antara mereka. Allah SWT dengan sifat
Rahim-Nya mengingatkan manusia khususnya orang yang beriman un-
tuk menjaga keutuhan keluarga ini. Firman-Nya;
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah- 109

“Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka, yang bahan bakarnya manusia dan batu.” 232
Pada ayat ini ditegaskan tentang kewajiban setiap mu’min untuk
menjaga dirinya dan setiap anggota keluarganya yang terdekat agar
selalu terpelihara dari perbuatan maksiat dan dosa kepada Allah SWT,
yang dapat menjerumuskan mereka ke dalam neraka.
Maka, jika kita melihat salah seorang di antara keluarga belum
mengamalkan perintah Allah SWT, dengan dorongan ayat ini wajib kita
mengingatkannya. Insya Allah, dengan sikap demikian keutuhan keluarga
akan sampai ke Akhirat kelak.
Dalam surat lain, terdapat ayat yang semakna dengan ayat di atas,
“Dan orang-orang yang beriman berkata: “Sesungguhnya orang-orang yang
paling merugi ialah orang-orang yang kehilangan diri mereka sendiri dan kehil-
angan keluarganya pada Hari Kiamat,” ingatlah sesungguhnya orang-orang
yang dzalim itu berada dalam adzab yang kekal.” 233
Memang, terkadang muncul perasaan berat dan ragu, ketika kita
akan menegur saudara, ibu, bapak atau keluarga kita sewaktu mereka
melakukan maksiat. Tetapi bila didasari oleh rasa iman yang kuat dan
dorongan kasih sayang, maka sepantasnya mereka diperingatkan.
Allah SWT memerintahkan dengan firman-Nya: “Dan berilah peri-
ngatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.”234
Salah satu contohnya ialah memerintahkan anggota keluarga untuk
melakukan shalat. Firman Allah: “Perintahkanlah keluargamu shalat, dan
shabarlah atas melakukannya.”235
Secara tersirat ayat ini menyuruh setiap muslim untuk selalu meme-
lihara hubungan keluarga dengan cara saling menasehati dan saling
memperingatkan bila terjadi kesalahan, juga saling menganjurkan amal
shalih sebagai upaya menghindari panasnya api neraka.
Disamping itu, dengan melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar di
antara keluarga, maka Allah akan tetap menurunkan rahmat-Nya. Tetapi
jika tidak, sebaliknya Allah menurunkan adzab-Nya karena kelalaian di
antara keluarga.
Firman Allah dalam Hadits Qudsi: “Ajaklah (manusia) berbuat kebajik-
an dan cegahlah dari berbuat kemunkaran sebelum tiba saatnya dimana kalian
berdo’a kepada-Ku tapi Aku tidak mengabulkan do’a kalian. Kalian meminta se-
suatu kepada-Ku, tapi Aku tidak akan memberinya dan kalian meminta perto-
longan kepada-Ku tapi Aku tidak akan menolong kalian.”236

232
QS. At-Tahrim:6
233
QS. Asy-Syura:45
234
QS. 26:214
235
QS. Thaha:132
236
HQR. Dailami dari ‘Aisyah RA
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
-
110
Rasulullah SAW sendiri mengajarkan bagaimana menanamkan amar
ma’ruf nahi munkar di antara keluarganya. Sebuah Hadits yang
dikisahkan oleh Abu Hafsh (Umar) Bin Abi Salamah, anak tiri Rasulullah
SAW:
“Ketika saya masih kecil dibawah asuhan Nabi SAW, biasa waktu makan
tangan saya mengacak piring-piring hidangan, maka Rasulullah SAW mem-
peringatkan saya, sabdanya: “Hai anakku, bacalah Basmalah dan makanlah
dengan tangan kananmu, dan makanlah dari hidangan yang dekat denganmu.”
Setelah itu saya tidak lagi berlaku demikian.”237
Sikap kasih sayang Rasulullah SAW terhadap keluarganya itu patut
dijadikan suri teladan bagi keluarga muslim saat ini, dimana antara ang-
gota keluarga terjadi saling amar ma’ruf nahi munkar yang didasari kasih
sayang karena Allah SWT.
Hadits lainnya menjelaskan sabda Rasulullah SAW: “Suruhlah anak-
anakmu shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka apabila
meninggalkan shalat jika telah berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah anak
laki-laki dari anak perempuan dalam tempat tidur mereka.”238
Tanggung jawab akan keutuhan keluarga sebenarnya merupakan tu-
gas bersama setiap anggota keluarga, baik bapak, ibu, anak, suami
ataupun isteri. Karena mereka mempunyai tugas masing-masing dengan
tujuan yang sama, yaitu memelihara keutuhan keluarga dan menggapai
kebahagiaan di dunia sampai Akhirat. Sebagaimana Hadits menegaskan,
sabda Rasulullah SAW: “Kamu sekalian adalah pemimpin dan akan ditanya
tentang kepemimpinanmu. Imam adalah pemimpin dan akan ditanya tanggung
jawabnya. Seorang suami adalah pemimpin keluarganya dan bertanggung
jawab atas kepemimipinannya. Isteri adalah pemimpin rumah tangga suaminya
dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Pembantu adalah pemimpin
harta majikannya dan akan ditanya tentang pemeliharaannya. Maka kalian
semua adalah pemimpin dan masing-masing bertanggung jawab atas kepe-
mimpinannya.” 239
Demikianlah kiat mempertahankan keutuhan rumah tangga dan ke-
luarga sampai Hari Akhir. Sepantasnya kita semua dapat meraih kebaha-
giaan itu sebagaimana do’a kita setiap saat, RABBANA HAB LANA
MIN AZWAJINA WADZURRIYYATINA QURRATA A’YUN WA-
J’ALNA LIMUTTAQIINA IMMAMA,
(Ya Tuhan kami anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan ketur-
unan kami sebagai penyenang hati kami dan jadikanlah kami pemimpin bagi or-
ang-orang yang bertaqwa.)
***

237
HR. Al-Bukhari dan Muslim
238
HR. Abu Daud
239
HR. Al-Bukhari dan Muslim
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah- 111

1 KEWAJIBAN SESAMA
MUSLIM

Rasulullah SAW bersabda:


“Kewajiban seorang muslim terhadap muslim lainnya ada enam; (1) Apabila
engkau bertemu dengannya, ucapkanlah salam, (2) Apabila ia mengundang-
mu, maka hadirilah, (3) Apabila ia meminta nasehatmu, maka berilah, (4)
Apabila bersin dan mengucap hamdalah, maka do’akanlah, (5) Apabila ia
sakit, maka jenguklah dan (6) Apabila ia meninggal, maka antarkanlah.”
(HR. Muslim dari Abu Hurairah RA)
***
Menjadi seorang muslim tidaklah sulit, hanya dengan mengucap
dua kalimah syahadat “Asyhadu Alla Ilaha Illalah; Muhammadur Rasu-
lullah” saja ia bisa disebut seorang muslim. Namun, pernahkah kita
merenung sejenak, apa yang sudah kita lakukan sebagai seorang
muslim ? Sudah sampai dimana tingkat keislaman kita ?.
Kita memang harus bangga menjadi seorang muslim dan itu
harus diimbangi dengan amal dan prilaku kita serta bagaimana per-
gaulan kita di masyarakat, baik terhadap sesama muslim maupun
masyarakat umum. Rasulullah SAW mengajarkan apa saja yang menjadi
kewajiban seorang muslim terhadap muslim lainnya. Hadits di atas men-
jelaskan kewajiban setiap muslim terhadap muslim lainnya.
(1) Apabila engkau bertemu dengannya, ucapkanlah salam
Mengucapkan salam merupakan simbol keramahan seorang
muslim disamping sebagai do’a bagi sesama muslim. Ucapan yang pal-
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah
-
112
ing ringkas adalah “Assalamu’alaikum” sedangkan yang paling baik ada-
lah “Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.”
Sedangkan menjawab salam juga merupakan kewajiban dan
jawabannya minimal sama dan sebaiknya lebih, yaitu “Wa’alaikumus-
salam Warahmatullahi Wa Barakatuh.”
(2) Apabila ia mengundangmu, maka hadirilah
Undangan dari sesama muslim untuk suatu kebaikan, wajib di-
hadiri, baik acara resmi maupun undangan lewat lisan saja. Karena di
sana akan banyak keberkahan yang bisa diraih, mempererat silaturrahmi
dan menyenangkan hati yang punya hajat. Menghadiri undangan tidak
perlu memaksakan diri untuk membawa sesuatu atau disediakan sesuatu
oleh yang punya hajat. Karena bagi muslim, seluruh amalnya bernilai
ibadah walau hanya memberi senyum manis untuk menggembirakan
muslim lainnya.
(3) Apabila ia meminta nasehatmu, maka berilah
Nasehat di sini tidak hanya nasehat agama, tapi juga nasehat ba-
gaimana berusaha, mengurus sesuatu, mendidik anak, memperbaiki
barang yang rusak dan nasehat cara hidup bermasyarakat. Adalah ke-
wajiban setiap muslim untuk saling mengarahkan saudaranya kepada ke-
hidupan yang lebih baik dan maju. Karena hakikatnya, kesuksesan seor-
ang muslim adalah untuk kemajuan umat Islam pada umumnya. Tak ada
saling menyudutkan, merasa tersaingi, saling dengki dan menghasud.
(4) Apabila bersin dan mengucap hamdalah, maka do’akanlah
Jika bersin dan mengucap “Alhamdulillahi-rabbil ‘Alamin”, maka ke-
wajiban muslim lainnya yang mendengar adalah mendo’akannya dengan
do’a “Yarhamukallah”, kemudian dijawab lagi oleh yang bersin tadi
dengan “Yahdikumullah Wa Yuslih Balakum.” Intinya, saling mendo’akan
agar selalu berada dalam ridla dan rahmat Allah SWT. Hal ini tidak han-
ya dalam bersin saja, tetapi juga gejala-gejala penyakit yang melanda
umat Islam harus dilakukan tindakan pencegahannya.
(5) Apabila ia sakit, maka jenguklah
Setiap muslim harus merasakan kepedihan dan derita muslim
lainnya. Jika dia ditimpa musibah sakit, maka minimal ia memberi perha-
tian dengan menjenguk dan menghibur hatinya agar mempercepat
proses penyembuhannya. Kemudian mendo’akannya, karena do’a yang
baik itu harus dibarengi usaha yang baik pula.
(6) Apabila ia meninggal, maka antarkanlah
Musibah kematian memang hal yang pasti terjadi. Duka keluarga
pasti akan terasa dengan kehilangan salah satu anggotanya. Maka ke-
wajiban sesama muslim harus saling mengobati duka saudaranya. Men-
gurus jenazah adalah bukti perhatian kita, disamping kita mengambil
pelajaran dari kematian untuk meningkatkan amal kita selagi hidup di
dunia fana ini.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah- 113

Keenam kewajiban muslim ini selayaknya kita renungkan dan kita


berusaha untuk mengamalkannya dengan sempurna, sehingga per-
umpamaan hidup sesama muslim seperti yang digambarkan Rasulullah
SAW sebagai satu tubuh yang satu sama lain saling mendukung kelang-
sungan hidup, bisa tercapai dan menjadi simbol kebersamaan umat Islam
yang kokoh dan kuat.
Wallahu A’lam Bish Shawwab
***

2
ISA AL-MASIH DALAM
PANDANGAN ISLAM
Menjawab Missionaris,
Meneguhkan Keimanan Muslim

MUKADIMAH
Suatu hari penulis mendapat kiriman surat kaleng bercap pos
Bandung dari seorang missionaris yang berisi copian selembaran ajakan
meyakini bangkitnya Yesus Kristus yang telah mati untuk menebus dosa
manusia.
Bagi penulis, keyakinan beragama adalah hak masing-masing orang
dan sama sekali tidak ada paksaan dalam menganut suatu ajaran. Hanya
saja dalam lembaran tersebut mengutip beberapa ayat al-Qur’an untuk
mempropagandakan (baca; provokasi) keyakinan kristiani dengan
membuat “pertentangan” pada ayat-ayat al-Qur’an. Redaksi lengkapnya
sebagai berikut; “…Dalam al-Qur’an sendiri sangat jelas dituliskan
bahwa Nabi Isa itu mati lalu dibangkitkan (Baca S. Maryam : 30-33)
tetapi dalam S. An-Nisa:157 dikatakan Nabi Isa tidak disalib berarti tidak
mengalami kematian dan kebangkitan. Mengapa pewahyuan dalam al-
Qur’an bisa tidak sama ? …”
Sangat disesalkan surat tersebut tanpa alamat pengirim, sehingga
penulis terdorong membuat jawaban ini yang diharapkan membentengi
kaum muslimin dari propaganda kaum salib yang bermental seperti
pengirim surat kaleng tersebut. Karena dengan cara surat kaleng seperti
ini menunjukkan bahwa mereka sendiri meragukan
kebenaran/keyakinan mereka dengan bersikap monolog dan tertutup.
Jika mereka yakin akan kebenaran apa yang mereka yakini, mengapa
tidak dengan cara berdialog terbuka, karena di kalangan ulama Islam
juga sangat banyak yang mendalami masalah kekristenan (kristolog),
seperti Ahmed Deedat dan ulama lainnya serta yang mendapat hidayah
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah -
114
Allah menjadi muslim atas dasar keyakinan akan kebenaran ajaran Islam,
daripada ajaran yang sebelumnya mereka anut.
Mudah-mudahan Allah menjadikan tulisan ini sebagai proses
dakwah seperti disinyalir dalam firman-Nya: “Katakanlah: “Hai ahli
kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak
ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali
Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak
(pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain
Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka:
“Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang muslim. Hai ahli kitab,
mengapa kamu bantah membantah tentang hal Ibrahim, padahal Taurat
dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. Apakah kamu
tidak berpikir ? Demikianlah kalian, kalian sepatutnya berbantah tentang
hal yang kamu ketahui, maka mengapa kamu berbantahan tentang hal
yang tidak kamu ketahui ? Allah mengetahui sedang kamu tidak
mengetahui.” (QS. Ali Imran/3:64-66)
Masalah Nabi Isa termasuk masalah ghaib, sebagaimana firman
Allah: “Hal itu adalah diantara berita-berita ghaib.” (QS. Ali Imran:44).
Setiap mu’min wajib beriman akan adanya para nabi dan rasul. Beriman
kepada para utusan Allah termasuk salah satu masalah aqidah yang
harus dilandasi dalil qath’i dan mutawatir, yaitu dalil yang tegas dan kuat
dalam memutuskan segala ketentuan yang berkaitan dengannya.
Demikian halnya dengan nabi Isa Bin Maryam, untuk mengetahui
keberadaannya dibutuhkan dalil qath’i dari al-Qur’an dan hadits
mutawatir, bukan hadits ahad atau penafsiran dan pikiran. Dan sebagai
argumen tambahan, penulis merujuk pada Kitab Injil Barnabas yang
orisinalitasnya masih diakui, tidak seperti Kitab Injil versi lainnya yang
terdapat banyak kerancuan. (periksa, Dialog Masalah Ketuhanan Yesus,
KH. Bahaudin Mudhary, Pustaka Da’i, Surabaya).
AL-QUR’AN MUSTAHIL BERTENTANGAN
Penulis memaklumi adanya umat kristiani yang menyatakan al-
Qur’an bertentangan antara satu ayat dengan ayat lainnya, karena
memang karakteristik mereka yang selalu berbantahan tanpa ilmu,
sebagaimana yang disinyalir Allah : “Demikianlah kalian, kalian sepatutnya
berbantah tentang hal yang kamu ketahui, maka mengapa kamu berbantahan
tentang hal yang tidak kamu ketahui ? Allah mengetahui sedang kamu tidak
mengetahui.” (QS. Ali Imran/3:64-66) Bahkan, penyusun buku “Al-Qur’an
Berbicara tentang Kristen” menceritakan pengalamannya berdebat
dengan penganut Kristiani, berikut penuturannya : “… tanggal 11
Desember 1995 penulis menelpon Herman O.T.M Simanjuntak untuk
meminta buku “Abdul Masih Menjawab”. Dia mengatakan buku itu ada
di kantor Gema Nehemia. Penulis datang sendirian ke kantor itu dan
berbincang santai dengan beberapa misionarisnya, ternyata mereka
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah- 115

semua yang bernaung di lembaga yang dipimpin oleh dr. Suradi itu,
meskipun sudah lama melakukan kajian Alqur’an untuk dimanipulasi,
masih belum mengerti Al-Qur’an, apalagi bahasa Arab. Saat itu mereka
menunjukkan kesalahan Al-Qur’an tentang maqam Ibrahim yang disebut
dalam surat Ali Imran 96 dan 97 yang berbunyi: “Sesungguhnya rumah
yang mula-mula dibangunkan untuk manusia (beribadah) ialah (bait Allah)
yang di Makkah (Ka’bah), yang diberi berkat dan petunjuk untuk semesta alam.
Di sana ada beberapa tanda nyata, (diantaranya) makam Ibrahim. Barangsiapa
yang masuk ke negeri Makkah, niscaya aman sentosa.” Menurut anggapan
mereka, yang dimaksud dengan kata-kata “makam Ibrahim” itu adalah
“kuburan Ibrahim”. Seketika kami tertawa mendengarnya…” (1999 : ix)
Al-Qur’an adalah wahyu Allah terakhir yang diturunkan sebagai
pedoman hidup seluruh umat manusia sampai hari kiamat. Allah Sendiri
yang senantiasa menjaga otentisitas dan kemurnian al-Qur’an. (QS. Al-
Hijr:9) Isinya sama sekali tidak terdapat pertentangan karena dari Satu
Sumber Yang Maha Benar. Tidak seperti Bible atau Injil, Taurat dan
Zabur yang ada sekarang yang merupakan
ungkapan/penafsiran/terjemahan manusia, dan rentan terjadi
kekeliruan penulisan dan pemahaman dengan banyaknya versi bahasa.
Sedangkan Al-Qur’an sejak diturunkan sampai detik ini di seluruh
penjuru bumi tetap sama. Jika terdapat perbedaan terjemahan atau
penafsiran bukan al-Qur’annya yang berbeda. Allah menyatakan : “Maka
apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur’an ? kalau kiranya al-
Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat
pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS. 4:82)
Seorang orientalis mengakui: “It will be seen, from the above, that a
final and complete text of the Koran was prepared wihin twenty years
after death (A.D. 632) of Muhammad, And that this has remained the
same, without any change, or alteration by enthusiasts, translators or
interpolators, up to the present time. It is tobe regretted that the same can
not be said all the books of the Old dan New Testaments.” (FF
Arbuthnot, The Contruction of The Bible And The Koran, London, 1885,
h. 5)
“Dari uraian di atas dapat diketahui, bahwa teks al-Qur’an yang
final dan lengkap itu disiapkan dalam waktu 12 tahun setelah
Muhammad wafat (632 M.) Dan teks itu sampai sekarang tetap sama
tanpa ada perubahan atau pergantian dari pembacanya, penerjemah
maupun pemalsu. Sangat disayangkan, keaslian seperti al-Qur’an in
tidak bisa ditemui dalam Kitab Suci Perjanjian Lama maupun Perjanjian
Baru (Bible).” (Al-Qur’an Berbicara tentang Kristen, 1999: 21-22)
PENCIPTAAN & KELAHIRAN ISA BIN MARYAM
Al-Qur’an menjelaskan secara rinci penciptaan Isa dan proses
kelahirannya, untuk memperlihatkan kekuasaan-Nya dan menunjukkan
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah -
116
bahwa Isa adalah manusia –bukan tuhan atau anak tuhan sebagaimana
keyakinan kristiani. Berikut firman-Nya:
“Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti
(penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah
berfirman kepadanya: “Jadilah” maka jadilah dia.” (QS. Ali Imran :59)
“Dan ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam al-Qur’an,, yaitu ketika ia
menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur, maka ia
mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh
Kami (Jibril) kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dengan bentuk)
manusia yang sempurna. Maryam berkata: “Sesungguhnya aku berlindung
daripadamu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang
bertakwa.” Ia (Jibril) berkata: “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan
Tuhanmu untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci.” Maryam
berkata: “Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak
pernah seorang manusiapun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang
pezina.” Jibril berkata: “Demikianlah Tuhanmu berfirman: “Hal itu adalah
mudah bagiKu; dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia
dan sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah
diputuskan.” Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan
kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan anak
memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma. ia berkata: “Aduhai
alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak
berarti, lalu dilupakan”. Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah:
“Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak
sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu,
niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu.
Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang
manusia, maka katakanlah: “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk
Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang
manusiapun pada hari ini. Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya
dengan menggendongnya. Kaumnya berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya
kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar. Hai saudara perempuan
Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali
bukanlah seorang pezina.” Maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka
berkata: “Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam
ayunan.” Berkata Isa: “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-
Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi, dan Dia menjadikan aku
seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan
kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan
berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong
lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku
dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup
kembali.” Itulah Isa putera Maryam, yang mengatakan perkataan yang benar,
yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenarannya. Tidak layak bagi Allah
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah- 117

mempunyai anak, Maha Suci Dia. Apabila Dia telah menetapkan sesuatu, maka
Dia hanya berkata kepadanya: “Jadilah”, maka jadilah ia. Sesungguhnya Allah
adalah Tuhanku dan Tuhanmu, maka sembahlah Dia oleh kamu sekalian. Ini
adalah jalan yang lurus.” (QS. Maryam : 16-36)
Perbedaan proses kelahiran Isa yang tanpa ayah, bukanlah suatu
yang istimewa bagi Allah sehingga janganlah menimbulkan pertentangan
atau pengkultusan terhadap Nabi Isa.
Ibnu Jarir, Ibnu Ishaq, Ibnul Mundzir meriwayatkan bahwa ayat-
ayat ini (Ali Imran 1-9) dan ayat-ayat sesudahnya, yang berjumlah
delapan puluh ayat diturunkan berkenaan dengan kaum Nasrani negeri
Najran. Yaitu ketika mereka datang menemui Rasulullah SAW.
Kedatangan mereka melibatkan delapanpuluh orang penunggang kuda.
Lalu, mereka bertengkar dengan Nabi mengenai Isa Bin Maryam. Mereka
mengatakan, “Siapakah sebenarnya ayah Isa ?” Kemudian mereka
mengatakan kepada Allah akan hal-hal bohong dan tidak terbukti. Maka,
Rasulullah SAW menjawab: “Tidakkah kamu mengetahui bahwa Tuhan
kami Maha Hidup dan tidak mati ? Dan Isa, pasti akan mengalami
kematian ?” Mereka menjawab, “Sudah pasti itu benar”. Nabi bersabda:
“Tidakkah kamu mengetahui bahwa Tuhan kami Mahakuasa terhadap
segala sesuatu. Dia-lah yang menanggungnya. Dia-lah Yang
memeliharanya, dan Dia Yang memberi rezeki padanya ?” Mereka
menjawab : “Benar !” Nabi SAW bersabda, “Apakah Isa memiliki sesuatu
selain yang telah tersebut ?” Mereka menjawab: “Tidak.” Nabi bersabda:
“Tidakkah kamu tahu bahwa Allah telah menggambarkan (bentuk) Isa di
dalam rahim (ibunya) menurut yang Allah kehendaki ? Dan Tuhan kami
tidak makan, tidak minum, dan tidak pernah berhadats ?” Jawab mereka:
“Benar !” Beliau bersabda: “Tidakkah kamu tahu bahwa Isa telah
dikandung oleh ibunya sebagaimana wanita (lainnya) melahirkan
anaknya, kemudian ia diberi makan sebagaimana seorang bayi diberi
makan. Lalu, Isa makan, dan minum serta berhadats ?” Mereka
menjawab, “Benar.” Nabi SAW bersabda: “Lalu, bagaimana Nabi Isa itu
bisa seperti yang kamu duga ?”
NABI ISA BIN MARYAM AS DIUTUS KEPADA BANI ISRAIL &
MENENTANG KEYAKINAN TRINITAS
Al-Qur’an menjelaskan kenabian Isa Bin Maryam dan ajaran yang
dibawanya. Diantaranya:
1- QS. An-Nisa:171
“Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu,
dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar.
Sesungguhnya Al-masih, Isa putra Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang
diciptakan dengan) kalimat-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan
rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: “(Tuhan itu) tiga”,
berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah -
118
Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di
langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah sebagai
Pemelihara.”
2- QS. Al-Maidah:116-117
“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, “Hai Isa putera Maryam, adakah
kamu mengatakan kepada manusia: “Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan
selain Allah ?” Isa menjawab: “Maha suci Engkau, tidaklah patut bagiku
mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah
mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau
mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada
pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha mengetahui perkara yang
ghaib-ghaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang
Engkau perintahkan kepadaku (mengatakannya) yaitu: “Sembahlah Allah,
Tuhanku dan Tuhanmu”. Dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka,
selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku,
Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha menyaksikan
atas segala sesuatu.”
3- QS. Az-Zukhruf: 59
“Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan kepadanya
ni’mat (kenabian) dan Kami jadikan dia sebagai tanda bukti (kekuasaan Allah)
untuk Bani Israil.”
(Lihat, Injil Barnabas, Fasal 21:21)

4- Nabi Isa dan sahabatnya (Hawariyyun) adalah muslim


(Isa berkata) : “Bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.
Sesungguhnya Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Karena itu sembahlah Dia.
Inilah jalan yang lurus.” “Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran
mereka (Bani Israil) berkatalah dia: “Siapakah yang akan menjadi
penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah ?” Para
hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: “Kami penolong-penolong
agama Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-
orang yang berserah diri (muslim). Ya Tuhan kami, kami telah beriman
kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasul,
karena itu masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang
menjadi saksi (tetang keesaan Allah).” (QS. Ali Imran:50-52)
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah- 119

5. Nabi Isa AS tidak berbeda dengan nabi lainnya


“Al-Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang
sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul rasul, dan ibunya
seorang yang sangat mulia, kedua-duanya biasa memakan makanan.
Perhatikanlah bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (ahli kitab) tanda-
tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling
(dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu).” (QS. Al-Maidah/5:75)
NABI ISA (TIDAK) MATI ?
Ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan peristiwa akhir Nabi Isa
tercantum dalam:
1- QS. An-Nisa : 159
“Tidak ada seorangpun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya
(Isa) sebelum kematiannya. Dan di Hari Kiamat nanti Isa itu akan menjadi
saksi terhadap mereka.”
Ayat di atas menjelaskan bahwa golongan ahli kitab (Yahudi dan
Nasrani) yang beriman kepada ajaran yang dibawa oleh Nabi Isa akan
mendapatkan persaksian Nabi Isa pada hari Kiamat bahwa mereka kaum
mu’minin pengikut Nabi Isa Bin Maryam, karena Nabi Isa AS. diutus
oleh Allah kepada kaum yang hidup sebelum kematiannya. Dan bagi ahli
kitab yang tidak beriman sebelum kematian Nabi Isa AS dengan
melakukan kedzaliman –sebagaimana dijelaskan pada ayat selanjutnya
(QS. An-Nisa:160-161), maka mereka tidak diakui sebagai pengikut Isa
dan akan mendapat adzab yang pedih. Adapun ahli kitab yang hidup
setelah kematian Nabi Isa AS. (sebagaimana lanjutan ayat QS. An-Nisa
162) mereka diperintahkan agar beriman kepada al-Qur’an dan menjadi
pengikut Rasulullah, Muhammad SAW. yang memang sudah
diberitahukan kedatangannya oleh Nabi Isa. (Lihat Injil Barnabas, Fasal
39:14, juga QS. Ali Imran:64-66)
2- QS. Ali Imran:54-55
“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya
mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya. (Ingatlah), ketika Allah
berfirman: “Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada
akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari
orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di
atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada
Akulah kembalimu, lalu Aku memutuskan di antaramu tentang hal-hal yang
selalu kamu berselisih padanya.”
3- QS.An-Nisa:157-158
“Dan karena ucapan mereka: “Sesungguhnya kami telah membunuh Al-
Masih, Isa putera Maryam, Rasul Allah”, padahal mereka tidak membunuhnya
dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah orang yang)
diserupakan (dengan Isa) bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang
berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah -
120
tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa
yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula)
yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Tetapi (yang sebenarnya),
Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.”
4- QS. Al-Maidah:116-117
“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, “Hai Isa putera Maryam, adakah
kamu mengatakan kepada manusia: “Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan
selain Allah ?” Isa menjawab: “Maha suci Engkau, tidaklah patut bagiku
mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah
mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau
mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada
pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha mengetahui perkara yang
ghaib-ghaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang
Engkau perintahkan kepadaku (mengatakannya) yaitu: “Sembahlah Allah,
Tuhanku dan Tuhan-mu”. dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka,
selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku,
Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha menyaksikan
atas segala sesuatu.”
Makna AT-TAWAFFA
At-Tawaffa berarti mengambil sesuatu secara utuh dan sempurna.
Kemudian dipakai untuk makna mematikan, sebagaimana yang telah
difirmankan Allah : “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya.” (QS. Az-
Zumar/39:42)
Para ulama yang mengartikan At-Tawaffa dengan memanggil,
memegang dan menyempurnakan, antara lain Al-Baidlawi, Syaikh
Thanthawi, Ibnu Katsir dan Ibnu Jarir Ath-Thabary yang bersumber dari
riwayat Ibnu Juraij.
Jumhur ulama mengartikan At-Tawaffa dengan mati dan
membandingkan dengan penggunaan kata tersebut dalam QS. As-Sajdah
: 11, QS. An-Nisa:97, QS. Al-Anfal:50, QS. Al-An’am : 61, QS. Al-Haj:5,
QS. An-Nisa:15, QS. Yusuf:101.
TAWAFFANY pada ayat di atas secara makna yang mudah
ditangkap ialah mati sebagaimana yang sudah diketahui manusia
umumnya. Matinya Nabi Isa pada ayat di atas menunjukkan bahwa saat
itu juga Isa mati dan bukan mati kelak setelah turun ke dunia seperti
keyakinan kristen tentang kebangkitan kembali Yesus Kristus. Atau
keyakinan bahwa Nabi Isa masih hidup di langit sampai sekarang dan
akan turun lagi ke dunia pada akhir zaman, karena ayat tersebut secara
jelas menunjukkan batas akhir hubungan Nabi Isa dengan kaumnya
disebabkan kematiannya, serta sama sekali tidak ada lagi kaitan dengan
umat setelah kematiannya atau di akhir zaman, karena mereka semua
adalah umat Muhammad SAW.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah- 121

Makna RAFA’AHULLAH ILAIH (Allah mengangkat Nabi Isa


kepada-Nya)
Diantara mufassir berpendapat bahwa kalimat ini menunjukkan
Nabi Isa diangkat ke langit dengan jasadnya kemudian Allah
memberikan wajah orang lain yang serupa dengan Isa. Ia masih hidup di
langit dan akan turun pada akhir zaman untuk membunuh babi,
menghancurkan salib. Penafsiran seperti ini sejalan dengan penjelasan
Injil Barnabas yang menyebutkan orang yang serupa dengan wajah Isa
ialah Yudas Eskariot –muridnya yang berkhianat. Bukti bahwa Nabi Isa
telah wafat dan diangkat ruhnya bersama ruh lainnya ialah peristiwa
mi’raj Rasulullah SAW ke langit dan melihat Nabi Isa AS dan Yahya
-anak bibinya di langit kedua. Penjelasan hadits tentang isra’ mi’rajnya
Rasulullah SAW sangat meyakinkan (mutawatir), sehingga dapat
dijadikan bukti bahwa Nabi Isa AS sama seperti para nabi dan rasul
sebelumnya yaitu wafat dan diangkat derajat ruhnya, bukan jasadnya.
(Lihat, Fathul Bari, Zadul Ma’ad dll.)
Al-Alusi menafsirkan firman Allah, INNI MUTAWAFFIKA,
sesungguhnya Aku telah memutuskan ajalmu dan mewafatkanmu
langsung tanpa campur tangan orang yang membunuhmu dan inilah
kinayah bahwa Allah menjaganya dari musuh-musuh dan orang yang
berkhianat kepadanya, yaitu dengan mewafatkannya.
Jelaslah bahwa “mengangkat” setelah wafat bermakna mengangkat
derajatnya bukan jasadnya, apalagi kalimat selanjutnya ialah WA
MUTHAHHIRUKA MINAL LADZINA KAFARU menunjukkan bahwa
Allah mengangkat kemuliaannya.
Banyak ayat yang menjelaskan makna “mengangkat” sebagai
“memuliakan” (lihat, QS. 24:36, QS. 6:83, QS. 19:57, QS. 58:11, QS. 80:13-
14)
Pemaknaan “mengangkat” yang sifatnya ruhiyah (spiritual) ini
sebagaimana memaknai INNALLOHA MA’ANA (sesungguhnya Allah
berserta kita) yang berarti Allah menjaga dan memelihara kita.
Mengapa dlamir pada ILAIHI dikembalikan kepada “langit” yang
sama sekali tidak disinggung pada ayat tersebut. Ini sebuah kedzaliman
dalam mengartikan ayat al-Qur’an.
Jika makar Allah dengan mengangkat jasad Isa ke langit, hal ini di
luar kemampuan manusiawi dan tentunya tidak sebanding dengan
makar musuh-musuhnya yang berupa manusia. Sebagai perbandingan
ialah ketika Allah membalas makar kaum kafir kepada Rasulullah SAW,
yaitu dengan sesuatu yang dijangkau oleh kemampuan manusiawi,
walaupun Allah Maha Kuasa membuat sesuatu yang lebih dahsyat. (QS.
Al-Anfal:30) (lihat, Al-Fatawa, Al-Imam Mahmud Syaltut:59)
Sebagian ulama berpendapat, kalimat INNI MUTAWAFFIKA WA
RAFI’UKA ILAYYA menggunakan huruf WAWU yang memiliki makna
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah -
122
taqdim dan ta’khir, maka bentuk asalnya, INNI RAFI’UKA WA
MUTAWAFFIKA (aku mengangkatmu kemudian mematikanmu),
sehingga mereka berpendapat bahwa Isa telah diangkat dalam keadaan
hidup dengan jasad dan ruhnya, dan beliau kelak akan diturunkan pada
akhir zaman. Kemudian, beliau meme-gang tampuk kekuasaan di antara
kita dengan syari’at kita (Nabi Muhammad SAW). Setelah itu Allah akan
mewafatkannya.
Jika diberi makna seperti di atas, jelas hal ini menyalahi kaidah
penafsiran dengan menggunakan kaidah ma’ani yang sebenarnya tidak
perlu. Namun, kalaupun dimaknai seperti di atas, maka dapat diambil
pemahaman, bahwa Isa selamat dari kepungan musuh-musuhnya
dengan diangkat jasadnya oleh Allah keluar dari serbuan musuh-
musuhnya, kemudian baru Allah mewafatkan Isa dengan proses
kematian yang normal, tidak dibunuh atau disalib. Pemahaman ini
hampir sama dengan penjelasan Injil Barnabas, Fasal 112: 13-22 : (Yesus
berkata-pen.): “Maka ketahuilah ya Barnabas, bahwa sesungguhnya karena itu
aku harus berhati-hati dan akan dijual oleh salah seorang muridku dengan
tigapuluh keping mata uang. Dan atas dasar itu, maka aku yakin bahwa orang
yang akan menjualku itu, akan terbunuh dengan namaku. Karena Allah akan
mengangkat aku dari bumi ini kemudian akan merubah wajah pengkhianat itu
sehingga ia disangka aku oleh semua orang. Begitupun juga maka setelah ia
mati dengan seburuk-buruk cara, aku harus tinggal dalam kecemaran itu untuk
masa panjang di bumi ini. Akan tetapi apabila telah datang Muhammad Rasul
Allah yang kudus itu, akan hilanglah daripadaku kecemaran itu. Dan Allah
akan melaksanakan itu, karena aku telah mengakui akan kebenaran Messias
yang akan memberikan kepadaku anugerah itu agar diketahui orang bahwa aku
ini masih hidup (setelah disangka orang disalib/dibunuh, pen.) dan aku tersuci
dari kematian yang tercela.”
Fasal 112 ini menjelaskan pengakuan Yesus sendiri bahwa dia akan
diselamatkan oleh Allah dari kematian yang keji (dibunuh atau disalib),
yang dibunuh atau disalib adalah orang lain yang diserupakan
dengannya, kemudian ia akan disucikan dengan datangnya Muhammad
Rasulullah SAW, dari segala kekejian yang telah dilakukan Bani Israil
terhadapnya dan dari kesalahfahaman pengikutnya dalam keyakinan
dan ajaran yang dibawanya.
Imam Ar-Razi berpendapat, BAL RAFA’AHUL-LAHU ILAIH (Aku
(Allah) mengangkat kamu (Isa) ke tempat kemuliaan-Ku.” Redaksi ayat
ini menggunakan kata RAFA’A (mengangkat), adalah untuk menyatakan
keagungan peristiwa tersebut, seperti firman-Nya pada ayat lain ketika
menceritakan kisah Nabi Ibrahim yang berkata : INNI DZAHIBUN ILA
RABBI (QS. As-Shaffat:99) “Sesungguhnya aku pergi menghadap
Tuhanku.” Padahal nyatanya ia pergi dari Irak ke Syam. Jadi maksud
ayat tersebut, bahwa Allah telah mengangkat Nabi Isa ke suatu tempat
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah- 123

yang tidak dikuasai oleh hukum selain hukum Allah (di luar jangkauan
kekuasaan raja Romawi dan pasukan yang memburunya).
Jika kalimat RAFA’A dimaknai mengangkat jasad Isa, tidaklah
tepat, karena banyak ayat lain yang menegaskan bahwa RAFA’A adalah
mengangkat kedudukannya. Seperti ketika Allah menyatakan WA
RAFA’NAHU MAKANAN ‘ALIYYAN (dan Kami telah mengangkatnya
ke martabat yang tinggi, QS. Maryam:57) yaitu diangkatnya Nabi Idris
AS.
Makna SYUBBIHA LAHUM
Yang dimaksud kalimat SYUBBIHA LAHUM (…disamarkan atas
mereka) terdiri dari beberapa pemahaman, diantaranya :
1. Wajah Isa diserupakan dengan wajah Yudas Iskariot
Injil Barnabas Fasal 214 – 217 menceritakan : “Maka keluarlah Yesus
dari rumah kemudian membelok ke kebun untuk sembahyang, lalu ia bertelut
seratus kali sambil mengenakan wajahnya ke tanah sebagai kebiasaannya dalam
bersembahyang. Dan oleh karena Yudas mengetahui tempat di mana Yesus
beserta para muridnya berada, maka pergilah ia kepada kepala imam. Katanya:
“Apabila engkau berikan apa yang engkau janjikan maka akan kuserahkan ke
tanganmu pada malam ini Yesus yang kamu carinya itu. Karena ia sekarang
tinggal sendirian bersama sebelas temannya”. Kepala imam itu menjawab:
“Berapa yang engkau minta ?” Yudas menjawab: “Tigapuluh keping emas.”
Dan ketika itu juga kepala imam menghitung uang kontan untuknya. Lalu ia
mengutus seorang Parisi kepada Hakim dan Herodes untuk mendatangkan
barisan-barisan tentara. Maka kedua orang itu memberikan kepadanya satu
pasukan, karena mereka khawatir akan khalayak ramai. Lalu mereka memanggul
senjata mereka, dan keluarlah mereka dari Jerussalem dengan obor-obor dan
lampu-lampu di atas tongkat-tongkat. Dan ketika barisan tentara itu bersama
Yudas sudah mendekati tempat di mana Yesus berada di situ, maka terdengarlah
oleh Yesus suara mendekatnya sejumlah besar manusia. Dari itu ia mundur dan
sambil ketakutan ia memasuki rumah. Adapun kesebelas orang itu sedang tidur.
Maka ketika Allah melihat bahaya yang menghampiri hamba-Nya,
diperintahlah oleh-Nya para Malaikat-Nya Jibril, Michail, Rufail dan Uril
utusan-utusan-Nya itu untuk mengambilnya dari dunia ini. Dan tibalah para
Malaikat yang suci itu lalu diambilnyalah Yesus dari jendela yang menghadap
ke sebelah selatan. Kemudian diangkatnyalah dia dan diletakkannya di langit
yang ketiga, di tengah kawanan Malaikat yang memuji-muji Allah sepanjang
masa. Kemudian Yudas, dengan kekerasan memasuki kamar darimana Yesus
diangkat itu. Di saat mana para murid semuanya sedang tidur. Maka Allah
yang Maha Ajaib itu mendatangkan sesuatu yang ajaib pula. Lalu berubahlah
Yudas itu dalam kata-kata dan wajahnya, sehingga ia menyerupai Yesus, dan
kamipun menyangkanya Yesus. Adapun dia, maka setelah membangunkan kami
ia mencari-cari dimana gerangan guru itu. Dari itu kamipun merasa heran, lalu
kami jawab: “Engkaulah ya tuan, Guru kami. Lupakah engkau sekarang kepada
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah -
124
kami ?” Adapun dia maka sambil bersenyum mengatakan: “Apakah kamu
dungu sehingga kamu tidak mengenal lagi Yudas Iskariot ?” Dan di tengah-
tengah ia mengatakan demikian itu masuklah tentara itu lalu meletakkan
tangan mereka kepada Yudas, karena ia benar-benar menyerupai Yesus dalam
segala hal. Adapun kami, maka ketika kami dengar suara Yudas dan melihat
gerombolan tentara itu larilah kami bagaikan orang-orang gila. Juga Yahya
yang tadinya memakai selimut dari katun ia terjaga dan lari. Dan ketika
seorang perajurit memegangnya dengan selimut katunnya, maka ia tinggalkan
selimutnya dan ia lari telanjang. Karena Allah telah mengabulkan doa Yesus
dan menyelamatkan kesebelas orang ini dari bahaya. Maka diangkutlah Yudas
oleh tentara dan diikatlah dia sambil mengejek-ejeknya. Karena dia mungkir
sedang ia bertutur benar bahwa dia itu bukan Yesus…”
2. Disangka telah mati disalib dan dibunuh padahal belum mati ketika
disalib/dibunuh.
“Mereka tidak membunuhnya dengan salib itu; sebab yang dinamai
menyalib yaitu orang dipaku kedua tangan dan kakinya di tiang salib sampai
mati. Kalau belum berhasil sampai mati, ini berarti belum dapat dikatakan
menyalib. Oleh karena itulah maka ketika Yesus disalib tetapi belum berhasil
sampai mati beliau baru pingsan, diduga oleh mereka bahwa Yesus sudah mati.
Inilah yang dikatakan (Syubbiha lahum) artinya diserupakan kepada mereka
seakan-akan mereka telah berhasil menyalib Nabi Isa padahal belum bisa
dikatakan menyalib.” (Imam Muchlas 1982:53)
3. Bani Israil yang menentang kenabian Isa AS akan tetap dalam
keraguan tentang peristiwa makar mereka. Inilah makar Allah yang
memadamkan makar mereka. Sebagaimana dijelaskan pada ayat
selanjutnya, “Sesungguhnya orang-orang yang berselisih faham tentang
(pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu.
Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali
mengikuti persangkaan belaka.”
Dapat disimpulkan, bahwa orang-orang yang telah melakukan
makar dengan rencana busuk membunuh Nabi Isa AS. sampai akhir
hayatnya tetap ragu dan samar atas tindakan pembunuhan mereka,
benarkah yang dibunuh itu Isa atau orang lain ? dan apakah orang yang
disalib itu telah mati saat itu juga atau belum ? Keraguan inilah yang
menjadikan makar (rencana busuk) mereka dianggap gagal dan tidak
berhasil, dikalahkan oleh makar Allah menyelamatkan Rasul-Nya.
KEBANGKITAN ISA DAN TURUN KE BUMI
Salah satu keyakinan Kristiani ialah kebangkitan Yesus di akhir
zaman. Sebagian kaum muslimin pun ada yang berkeyakinan Nabi Isa
akan turun ke bumi menjelang hari Kiamat, beralasan sebagai berikut:
1- QS. Az-Zukhruf/43:61
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah- 125

“Dan sesungguhnya ia (Isa) itu, benar-benar memberikan pengetahuan


tentang hari kiamat, maka janganlah kamu ragu tetang kiamat itu, dan ikutilah
Aku; inilah jalan yang lurus.”
Dalam terjemah di atas sangat jelas bahwa Nabi Isa AS bukan
sebagai tanda hari kiamat atau akan turun sebagai tanda hari kiamat,
tetapi diutusnya Nabi Isa AS membawa ajaran keimanan tentang akan
adanya hari kiamat agar diyakini oleh kaumnya.
Oleh umat kristiani, ayat ini dijadikan argumentasi bahwa Yesus
mengetahui hari kiamat. Anggapan ini tidak benar, karena menurut
Matius 24:35, bahwa Yesus tidak tahu hari Kiamat. Hanya Allah yang
mengetahui hal ihwal hari Kiamat. (QS. Luqman:34)
2- QS. Maryam : 30-33
Berkata Isa: “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku al-Kitab
(Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. dan Dia menjadikan aku seorang
yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku
(mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti
kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.
Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepada-ku, pada hari aku dilahirkan,
pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.”
Penjelasan : “…pada hari aku dibangkitkan hidup kembali” yaitu
setelah hari kiamat bukan menjelang hari Kiamat, karena setiap manusia
akan dibangkitkan pada hari tersebut. Jika hanya Isa yang dibangkitkan
sebelum kiamat dengan dalil ayat tersebut, maka Yahya-pun demikian,
karena pada ayat sebelumnya (QS. Maryam: 15) menggunakan Kalimat
yang sama.
3- QS. Al-Mu’minun/23:50
“Dan telah Kami jadikan (Isa) putera Maryam beserta ibunya suatu bukti
yang nyata bagi (kekuasaan Kami), dan Kami melindungi mereka di suatu
tanah tinggi yang datar yang banyak terdapat padang-padang rumput dan
sumber air bersih yang mengalir.”
Qatadah mengatakan, Ar-Rabwah adalah Baitul Maqdis. Muqatil dan
Adh-Dhahhak mengatakan ia adalah Oase Damaskus, karena di sana
terdapat banyak buah-buahan dan air. Syaikh Muhammad Abduh
mengatakan dalam tafsirnya, para ahli tafsir berpendapat bahwa tanah
tinggi dalam ayat itu adalah Palestina dan Syam, diperkuat dengan fakta
sejarah ditemukannya naskah kitab suci masyarakat Essena/Esenes
(pengikut Isa yang lurus) dan biaranya di perbatasan Palestina dan Trans
Yordania di dekat sumber air Ain Fasha, di bagian barat laut mati tahun
1947.
4- Hadits Turunnya Isa
Menurut KH. Abdullah Wasi’an, Imam Jalaludin Abdurrahman As-
Suyuthi mencatat puluhan hadits tentang turunnya Isa pada akhir
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah -
126
zaman. (Karena banyak sekali haditsnya, sehingga merupakan hadits
Mutawatir).
Hadits yang dijadikan dalil ialah riwayat Wahab Bin Munabbih dan
Ka’ab Al-Ahbar, keduanya adalah ahli kitab yang masuk Islam dan
menurut ulama jarh wat ta’dil hadits, mereka dipertanyakan kredibilitas
periwayatannya, karena masih memberi penafsiran yang berdasarkan
cerita Israiliyat.
Juga berdasarkan hadits ahad riwayat Abu Hurairah RA yang tidak
boleh dijadikan dasar dalam masalah aqidah atau ghaib kecuali riwayat
mutawatir. Hadits tersebut diantaranya, “Telah bercerita kepada kami Ali
bin Abdilah; Ia berkata; telah bercerita kepadaku Sufyan, ia berkata; telah
bercerita kepadaku Az-Zuhry, ia berkata; telah mengkhabarkan kepadaku Al-
Musayyab, ia berkata: ia mendengar Abu Hurairah ra dari Rasulullah SAW
bersabda: “Tidak akan terjadi Kiamat sehingga turun pada kamu Ibnu Maryam
sebagai Hakim yang adil, lalu memecah salib, membunuh babi, menghapus
pajak, dan harta menjadi banyak, sehingga tidak ada orang yang akan
menerimanya.” (HR. Al-Bukhari, Tafsir Ibnu Katsir I:578)
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Mas’ud, Utsman Bin Abil
‘Ash, Abu Umamah, Nawwas bin Sam’an, Abdullah Bin Amr bin ‘Ash,
Mujma’ Bin Jariyah, Abi Syuraihah dan Hudzaifah bin Usaid. Ibnu Katsir
menyatakan: “Maka ini adalah hadits mutawatir” (Ibnu Katsir I:582,
Hadits ini dimuat dalam Al-Bukhari Kitab Buyu’ : 2070, Muslim Bab
Iman : 220, At-Tirmidzi Bab Al-Fitan:2159, Ibnu Majah bab al-Fitan:4068,
Ahmad II: 493, 538).
Hadits di atas memang sanadnya shahih namun tidak mencapai
derajat mutawatir (termasuk hadits ahad dan sebagian ada yang dla’if,
-Kelemahan hadits-hadits tentang turunnya Nabi Isa AS dimuat dalam
kitab “Islamiyat.”) yang tidak bisa dijadikan sandaran dalil dalam
masalah aqidah dan masalah ghaib, Imam Al-Bukhari-pun memasukkan
hadits ini bukan dalam bab aqa’id. Maka dalam matannya perlu
pemahaman dengan thariqat jam’i (kompromi).
Abdul Qadir Hasan menjelaskan, yang menunjukkan Nabi Isa akan
turun ialah kata KAHLAN (QS. Ali Imran/ 3:46) yang artinya tua yang
umurnya lebih dari 30 tahun dan beruban. Dalam hadits riwayat Ahmad
dan Abu Dawud 2:214 dengan sanad yang sah, Nabi SAW bersabda: “…
dan ia (Nabi Isa) akan turun… lalu ia akan tinggal di bumi 40 tahun …”
Maka, kata AL-KAHLU ini tertuju kepada masa tiga puluh tahun di
waktu Nabi Isa di bumi dan 40 tahun di masa beliau turun kembali ke
dunia. (Kata Berjawab VI:183-184)
Menurut Fakhrur Razi dalam tafsirnya mengatakan, ketika terjadi
penyerbuan, Yesus telah berusia 33 tahun. (At-Tafsirul Kabir II:456)
Sedangkan Ar-Raghib Al-Asfahani menjelaskan, AL-KAHLU ialah orang
yang penuh uban. (Al-Mufradat Fi Gharibil Qur’an:442). Definisi ini bisa
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah- 127

menunjukkan bahwa Isa Almasih kira-kira berumur 70 tahun. (Al-Qur’an


Berbicara tentang Kristen:170-171)
Hadits di atas memang shahih, namun jika melihat kalimat NAZIL
(dia turun) itu adalah isim fa’il untuk menunjukkan makna terjadinya
yang disifati dengannya atau yang ia lakukan dari segi kejadian, bukan
ketetapan. Maksudnya, Isa telah turun kepada Bani Israil sampai usia
sekitar 33 tahunan dan terjadi pengkhianatan Yahudi, kemudian Allah
menyelamatkan nya ke suatu tempat hingga tutup usia setelah
empatpuluh tahun dalam keadaan shalih pada umur sekitar tujuhpuluh
tahunan atau setelah beruban banyak.
Imam Ahmad Bin Hanbal menyatakan : “Tiga tema pembahasan
yang tidak jelas sumbernya, tentang peperangan, kejadian-kejadian yang
akan datang dan penafsiran.” (Asnal Mathalib:526, Tadzkiratul
Maudlu’at:223) Karena hadits-hadits tersebut menjelaskan kejadian yang
akan datang, maka tidak luput dari kelemahan sumber dan data. Tidak
seperti kisah Ashabul Kahfi yang memang diceritakan dalam al-Qur’an
dengan jelas (qath’i) dan mutawatir.
Muhammad Abduh mengutip hadits-hadits seperti di atas dan
menyatakan: “Semua yang dinukil dari ahli Tafsir Ma’tsur (Tafsir
berdasarkan riwayat hadits) mengenai masalah ahli kitab ini diambil dari
hadits Israiliyat yang tidak dapat dipercaya, sebab tidak ada sedikitpun
yang marfu’ dari Nabi Muhammad SAW. Hal itu hanyalah ditarjih oleh
ulama setelah mereka, karena riwayat itu lebih dekat kepada dzahirnya
susunan ayat, hubungan dan persesuaiannya antara satu dengan
lainnya.” (Tafsir Al-Manar III:316)
Munurut ulumul hadits, yang disebut hadits mutawatir itu
jumlahnya sangat langka, karena ketatnya seleksi dari rawi pada tiap
thabaqat. Sementara hadits tentang turunnya Isa tidak luput dari
kecacatan periwayatan atau ada rawi yang terkena Jarh, yang menurut
kaidah musthalahul hadits, AL-JARH MUQADDAMUN ‘ALA AT-
TA’DIL (Pendapat yang menyatakan cacat lebih didahulukan daripada
yang menyatakan ‘adil), maka tidak bisa dijadikan sandaran dalil untuk
masalah aqidah dan hal yang ghaib yang semestinya dinyatakan
mutawatir oleh seluruh muhadditsin.
Setelah penulis membandingkan dengan kisah Isa dalam Injil
Barnabas ternyata apa yang diungkapkan dalam hadits di atas telah
terjadi sejak Nabi Isa hidup bersama kaumnya Bani Israil, seperti,
menghancurkan salib (menentang kemusyrikan yang disinggung hampir
dalam setiap fasal), membunuh babi (Fasal 21), menolak pajak (Fasal 31),
berlimpahnya harta (Fasal 303). Maka, hadits di atas menjelaskan bahwa
di antara para pengikut Nasrani akan terjadi pemurnian ajaran Nabi Isa
sebagaimana ajaran sebelum Nabi Isa wafat, yaitu dengan diutusnya nabi
terakhir Muhammad SAW. Bahkan setiap orang dari ahli Kitab (Yahudi
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah -
128
dan Kristen), ketika telah dekat ajalnya, akan mengakui kebenaran
tentang ajaran Nabi Isa yang murni, begitu juga mengenai perkara agama
lainnya. Bagi orang Yahudi, dia sadar bahwa Isa adalah Rasulullah yang
benar dalam risalahnya, bukan pendusta. Sedangkan orang Kristen
sadar, bahwa Nabi Isa itu adalah hamba Allah dan Rasul-Nya, bukan
Tuhan dan bukan pula anak Allah. Namun pengakuan iman mereka
tidak lagi berguna karena ajal telah sampai kerongkongannya. Oleh
karena itu, segenap Ahli Kitab diseru oleh Allah agar segera beriman
yang benar sebelum tibanya hari kiamat, dimana Nabi Isa akan menjadi
saksi atas keimanan maupun kekafiran mereka pada ajaran yang
dibawanya yaitu Tauhid dan Islam. Inilah maksud ayat, “Tidak
seorangpun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum
kematiannya. Dan di hari Kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap
mereka.” (QS. An-Nisa:159)
Hadits mengenai pengangkatan Nabi Isa AS dan diturunkannya lagi
kelak di akhir zaman ialah berupa hadits Ahad, sedang kaitannya
dengan masalah akidah. Akan halnya masalah-masalah aqidah tidak bisa
dipakai untuk itu, kecuali hanya dengan dalil-dalil yang qath’i, baik dari
al-Qur’an maupun hadits mutawatir. Padahal dalam masalah ini, tak ada
suatu dalilpun dari keduanya. Atau, kemungkinan yang dimaksud
dengan turunnya beliau dan pemerintahan beliau adalah ruh atau
semangat beliau, disamping rahasia risalah terhadap umat manusia yang
tersimpulkan dalam mengamalkan maksud-maksud syari’at agama,
tanpa adanya pemahaman dalam batasan lahiriahnya saja, dan
berpegang pada kulit luarnya tanpa mengerti inti ajaran yang
sebenarnya. (Terjemah Tafsir Al-Maraghi Juz III:306)
Menurut Muhammad Al-Ghazali, “Secara dhahir, nash-nash al-
Qur’an menyatakan bahwa Isa telah wafat. Pendapat yang menyatakan
bahwa Isa masih hidup di suatu tempat atau di langit, adalah pendapat
yang sama sekali tidak didukung suatu dalil. Tidaklah mustahil bagi
Allah untuk menghidupkan Isa kembali dengan mengemban tugas yang
sangat berat sebagaimana disebutkan sebelumnya.” (Mi’ah Sual Anil
Islam:206)
Syekh Syaltut dalam masalah diangkatnya Isa dan akan turun
kembali memutuskan;
1. Hal ini tidak berdasarkan al-Quran dan Sunnah yang kuat untuk
dijadikan argumentasi dalam masalah aqidah yang
menenangkan hati, bahwa Isa diangkat jasadnya ke langit dan
masih hidup sampai kini serta akan turun ke bumi pada akhir
zaman..
2. Ayat-ayat al-Quran hanya menjelaskan janji Allah bahwa Isa
diwafatkan dan diangkat ruh serta menjaganya dari orang-
orang kafir. Hal ini diperkuat bahwa musuhnya tidak
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah- 129

membunuh atau menyalibnya, tapi Allah mewafatkan dan


mengangkat derajatnya di sisi-Nya.
3. Orang yang menolak keyakinan akan diangkatnya Isa dan hidup
sampai kini serta akan diturunkan kembali pada akhir zaman,
tidak dipandang menyalahi ketetapan yang didasarkan dalil
qath’i dan tidak menjadikannya keluar dari keislaman atau
keimanannya. Tidak boleh memvonisnya murtad. Ia tetap
muslim dan mukmin. Jika meninggal, ia termasuk salah seorang
mu’min yang harus dishalatkan dan dikuburkan seperti
mukmin lainnya. Keimanannya tidak diragukan di hadapan
Allah Yang Maha tahu dan Maha melihat. (Al-Fatawa 1991:65)

KESIMPULAN DARI AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG NABI


ISA AS.
1. Penciptaan Nabi Isa sama dengan penciptaan manusia lainnya.
Allah menyamakan penciptaan Isa yang tanpa Ayah dengan
Adam yang bahkan tanpa ayah dan ibu.
2. Nabi Isa adalah salah seorang rasul yang diutus kepada Bani
Israil mengajarkan agama tauhid (Islam) sebagaimana Allah
telah mengutus rasul-rasul sebelumnya yang mendapat
tantangan dakwah dari kaumnya. Kemudian Allah
menyelamatkannya dan memadamkan makar musuh-
musuhnya.
3. Nabi Isa diselamatkan oleh Allah ke suatu tempat –Wallahu
A’lam dan meneruskan dakwahnya, kemudian diwafatkan oleh
Allah pada usia tua, bukan mati dibunuh atau disalib, kemudian
Allah meninggikan derajatnya di sisi-Nya seperti para nabi dan
rasul lainnya. Selanjutnya, Muhammad, Rasulullah SAW
sebagai nabi akhir zaman menyempurnakan ajaran tauhid
sekaligus meluruskan pemahaman umat kristiani akan
keberadaan Isa Al-Masih dan ajaran yang dibawanya dengan al-
Qur’an.
4. Nabi Isa akan dibangkitkan pada hari Kiamat sebagaimana
seluruh umat manusia, bukan dibangkitkan menjelang hari
Kiamat sebagai tanda hari Kiamat. Kemudian akan menjadi
saksi bagi kaumnya yang beriman pada hari Kiamat. Adapun
akan turun yang dimaksud pada hadits Rasulullah SAW ialah
akan terjadinya reformasi ajaran Kristiani yang menyimpang,
kepada ajaran tauhid yang sejalan dengan risalah para nabi dan
rasul (Islam), sebagaimana para hawariyyun (pengikut setia Nabi
Isa) yang muslim.
5. Nabi Isa AS menyeru umatnya yang masih masih meyakini
dirinya sebagai Anak Tuhan atau Roh Kudus, agar segera
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah-
130
bertaubat dengan menyembah Allah (bertauhid) dan berserah
diri kepada syari’at yang dibawa oleh para Rasul (menjadi
muslim) sebelum datang ajal mereka dan sebelum hari Kiamat,
dimana Isa akan menjadi saksi kebenaran dan kebohongan
ajaran umatnya.
6. Muslim yang berpandangan Nabi Isa (tidak) akan turun, tetap
menjadi seorang muslim dan tidak menjadikannya murtad dari
Islam atau kafir.
7. Sikap umat Islam dalam menanggapi berita atau keterangan
dari ahli kitab seharusnya seperti yang dianjurkan Rasulullah
SAW kepada Abu Hurairah RA ketika Ahli Kitab membaca
Taurat berbahasa Ibrani dan menafsirkannya dalam bahasa
Arab kepada umat Islam: “Janganlah kamu membenarkan (berita
dari) ahli kitab dan juga jangan kamu mendustakannya, tetapi
katakanlah: “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan
kepada kami dan yang diturunkan kepadamu.” (HR. Al-Bukhari)
Wallahu A’lam Bish-Shawwab.
Kopo, Akhir Syawal 1420 H
DAFTAR PUSTAKA
• Al-Qur’an dan Terjemahnya, DEPAG RI.
• Az-Zuhaily, Tafsir Al-Munir
• Dr. Thaha Ad-Dasuqy, ‘Aqidatuna Wa Shilatuha Bil Kaun Wal Insan
Wal Hayat, Darul Huda, Kairo, 1995.
• Syekh Sya’ban ‘Abdulhadi Abu Rabah, Islamiyat, Haqaiq Fi Dzilli
Tauhid Al-Ara Al-Islamiyah, Muassasah Al-’Arabiyah Al-Haditsiyah,
Kairo, 1991.
• Al-Imam Al-Akbar Mahmud Syaltut, Al-Fatawa, Darusy Syuruq,
Mesir, Cet.17, 1991.
• Majalah Al-Muslimun 358, Januari 2000
• Majalah Risalah 1/XXIX April 1991
• Indjil Barnabas, terj. Bahasa Indonesia oleh Husein Abu Bakar * Abu
Bakar Basjmeleh, CV. Pelita Bandung, Japi Surabaya, Cet. I, 1970.
• H. Ischaq A. Razak, Pendeta Berpendapat Ulama Meralat, Pustaka
Progressif, Surabaya, Cet. I, 1991.
• KH. Bahaudin Mudhary, Dialog Masalah Ketuhanan Yesus, Pustaka
Da’i, Surabaya, Cet. V, 1994.
• Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, CV.
Toha Putera, Semarang, Cet. I, 1986.
• A. Hassan, Soal Jawab, Diponegoro, Bandung, Cet. XII, 1993.
• CD. Holy Quran Ver. 6.31, Sakhr, Jeddah.
• CD. Mausu’ah Hadeth Syaref, Kutubut Tis’ah, Sakhr, Jeddah.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah- 131

• Prof. Dr. H. Imam Muchlas & Masyhud SM, Al-Qur’an Berbicara


tentang Kristen, Pustaka Da’i, Surabaya, Cet I. 1999.

2 YA-JUJ & MA-JUJ


Benarkah akan datang lagi ?

Setiap mu’min wajib beriman pada hari akhir. Beriman pada hari
akhir termasuk salah satu masalah aqidah yang memerlukan dalil qath’i
dan mutawatir dalam memutuskan segala ketentuan dan seluruh aspek
yang berkaitan dengannya. Demikian halnya dengan tanda-tanda hari
akhir, untuk menentukannya dibutuhkan dalil qath’i dari al-Qur’an dan
hadits mutawatir, bukan hadits ahad. Diantara masalah yang menjadi
perbincangan adalah akan datangnya kembali Ya-juz dan Ma-juz.
Siapakah Ya-juz & Ma-juz ? Bagaimana karakter dan sifatnya ? Benarkah
akan datang lagi sebagai salah satu tanda hari kiamat ?
Ya-juj dan Ma-juj dalam al-Quran
QS. Al-Kahfi: 94
“Mereka berkata; “Hai Dzulkarnain, sesungguhnya Ya-juj dan Ma-juj itu
orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami
memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding
antara kami dan mereka ?”
QS. Al-Anbiya: 96
“Hingga apabila dibukakan (tembok) Ya-juj dan Ma-juj, dan mereka turun
dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi. Dan telah dekatlah kedatangan
janji yang benar (Hari berbangkit), maka tiba-tiba terbelalaklah mata orang-or-
ang yang kafir. (Mereka berkata); “Aduhai celakalah kami, sesungguhnya kami
adalah dalam kelalaian tentang ini, bahkan kami adalah orang-orang yang
zhalim.”
Ya-juj dan Ma-juj dalam Hadits
Dari Zainab Binti Jahsh -isteri Nabi SAW, berkata; “Nabi SAW bangun
dari tidurnya dengan wajah memerah, kemudian bersabda; “Tiada Tuhan selain
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah -
132
Allah, celakalah bagi Arab dari kejahatan yang telah dekat pada hari kiamat,
(yaitu) dibukanya penutup Ya-juj dan Ma-juj seperti ini !” beliau melingkarkan
jari tangannya. (Dalam riwayat lain tangannya membentuk isyarat 70 atau
90), Aku bertanya; “Ya Rasulullah SAW, apakah kita akan dihancurkan
walaupun ada orang-orang shalih ?” Beliau menjawab; “Ya, Jika banyak ke-
jelekan.” (HR. Ahmad, Al-Bukhari dan Muslim)
Jenis dan Asal Usul Ya-juj dan Ma-juj dalam QS. Al-Kahfi : 94
Ya-juj dan Ma-juj menurut ahli lughah ada yang menyebut isim
musytaq (memiliki akar kata dari bhs. Arab) berasal dari AJAJA AN-NAR
artinya jilatan api. Atau dari AL-AJJAH (bercampur/sangat panas), al-
Ajju (cepat bermusuhan), Al-Ijajah (air yang memancar keras) dengan
wazan MAF’UL dan YAF’UL / FA’UL. Menurut Abu Hatim, Ma-juj be-
rasal dari MAJA yaitu kekacauan. Ma-juj berasal dari Mu-juj yaitu
Malaja. Namun, menurut pendapat yang shahih, Ya-juj dan Ma-juj bukan
isim musytaq tapi merupakan isim ‘Ajam dan Laqab (julukan).
Para ulama sepakat, bahwa Ya-juj dan Ma-juj termasuk spesies
manusia. Mereka berbeda dalam menentukan siapa nenek moyangnya.
Ada yang menyebutkan dari sulbi Adam AS dan Hawa atau dari Adam
AS saja. Ada pula yang menyebut dari sulbi Nabi Nuh AS dari keturun-
an Syis/At-Turk menurut hadits Ibnu Katsir. Sebagaimana dijelaskan
dalam tarikh, Nabi Nuh AS mempunyai tiga anak, Sam, Ham, Syis/At-
Turk. Ada lagi yang menyebut keturunan dari Yafuts Bin Nuh. Menurut
Al-Maraghi, Ya-juj dan Ma-juj berasal dari satu ayah yaitu Turk, Ya-juj
adalah At-Tatar (Tartar) dan Ma-juj adalah Al-Maghul (Mongol), namun
keterangan ini tidak kuat. Mereka tinggal di Asia bagian Timur dan men-
guasai dari Tibet, China sampai Turkistan Barat dan Tamujin. Mereka
dikenal sebagai Jengis Khan (berarti Raja Dunia) pada abad ke-7 H di
Asia Tengah dan menaklukan Cina Timur. Ditaklukan oleh Quthbuddin
Bin Armilan dari Raja Khuwarizmi yang diteruskan oleh anaknya
Aqthay. “Batu” anak saudaranya menukar dengan negara Rusia tahun
723 H dan menghancurkan Babilon dan Hongaria. Kemudian digantikan
Jaluk dan dijajah Romawi dengan menggantikan anak saudaranya Man-
ju, diganti saudaranya Kilay yang menaklukan Cina. Saudaranya Hulako
menundukan negara Islam dan menjatuhkan Bagdad pada masa daulah
Abasia ketika dipimpin Khalifah Al-Mu’tashim Billah pertengahan abad
ke-7 H / 656 H.
Ya-juj dan Ma-juj adalah kaum yang banyak keturunannya.Menurut
mitos, mereka tidak mati sebelum melihat seribu anak lelakinya mem-
bawa senjata. Mereka taat pada peraturan masyarakat, adab dan pe-
mimpinnya. Ada yang menyebut mereka berperawakan sangat tinggi
sampai beberapa meter dan ada yang sangat pendek sampai beberapa
centimeter. Konon, telinga mereka panjang, tapi ini tidak berdasar.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah- 133

Pada QS. Al-Kahfi:94, Ya-juj dan Ma-juj adalah kaum yang kasar
dan biadab. Jika mereka melewati perkampungan, membabad semua
yang menghalangi dan merusak atau bila perlu membunuh penduduk.
Karenya, ketika Dzulkarnain datang, mereka minta dibuatkan benteng
agar mereka tidak dapat menembus dan mengusik ketenangan pendu-
duk. Siapakah Dzulkarnain ? Menurut versi Barat, Dzulkarnain adalah
Iskandar Bin Philips Al-Maqduny Al-Yunany (orang Mecedonia,
Yunani). Ia berkuasa selama 330 tahun. Membangun Iskandariah dan
murid Aristoteles. Memerangi Persia dan menikahi puterinya.
Mengadakan ekspansi ke India dan menaklukan Mesir. Menurut Asy-
Syaukany, pendapat di atas sulit diterima, karena hal ini mengisyaratkan
ia seorang kafir dan filosof. Sedangkan al-Quran menyebutkan; “Kami
(Allah) mengokohkannya di bumi dan Kami memberikan kepadanya se-
bab segala sesuatu.” Menurut sejarawan muslim Dzulkarnain adalah ju-
lukan Abu Karb Al-Himyari atau Abu Bakar Bin Ifraiqisy dari daulah Al-
Jumairiyah (115 SM - 552 M.). Kerajaannya disebut At-Tababi’ah. Diju-
luki Dzulkarnain (Pemilik dua tanduk), karena kekuasaannya yang
sangat luas, mulai ujung tanduk matahari di Barat sampai Timur. Menur-
ut Ibnu Abbas, ia adalah seorang raja yang shalih. Ia seorang pengem-
bara dan ketika sampai di antara dua gunung antara Armenia dan Az-
zarbaijan. Atas permintaan penduduk, Dzulkarnain membangun ben-
teng. Para arkeolog menemukan benteng tersebut pada awal abad ke-15
M, di belakang Jeihun dalam ekspedisi Balkh dan disebut sebagai “Babul
Hadid” (Pintu Besi) di dekat Tarmidz. Timurleng pernah melewatinya,
juga Syah Rukh dan ilmuwan German Slade Verger. Arkeolog Spanyol
Klapigeo pada tahun 1403 H. Pernah diutus oleh Raja Qisythalah di An-
dalus ke sana dan bertamu pada Timurleng. “Babul Hadid” adalah jalan
penghubung antara Samarqindi dan India.
Tanda-tanda Hari Kiamat
Dalam ‘Aqidatuna dijelaskan, Ya-juj dan Ma-juj akan datang pada
masa Isa AS turun kembali ke dunia untuk membunuh Dajjal, yaitu men-
jelang datangnya Hari Kiamat. Ya-juj dan Ma-juj datang untuk membalas
dendam orang yang telah membunuh Dajjal yang jumlahnya tidak sam-
pai 20.000 orang dan berkumpul di Gunung Tursina. Keluarnya Ya-juj
dan Ma-juj adalah fitnah dan salah satu tanda Hari Kiamat. Masalah ini
menjadi polemik diantara para ahli Kalam / ‘Aqa’id. Masalah hari
Kiamat dan yang berkaitan dengannya, sebagaimana telah dijelaskan se-
belumnya, harus berdasarkan dalil qath’i dan mutawatir. Syekh Syaltut
dalam masalah diangkatnya Isa dan akan turun kembali memutuskan;
1. Hal ini tidak berdasarkan al-Quran dan Sunnah.
2. Ayat-ayat al-Quran hanya menjelaskan janji Allah bahwa Isa diwa-
fatkan dan mengangkat ruh dan jasadnya serta menjaganya dari
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah-
134
orang-orang kafir. Nabi Isa tidak dibunuh atau disalib, tapi diwa-
fatkan oleh Allah dan diangkat di sisi-Nya.
3. Orang yang menolak keyakinan akan diangkatnya Isa dan hidup
sampai kini dan akan diturunkan kembali pada akhir zaman, tidak
menjadikannya keluar dari Islam atau kafir. Maka tidak boleh
memvonisnya murtad. Ia tetap muslim dan mu’min.
Karena Ya-juj dan Ma-juj berkaitan dengan turunnya Isa, sedangkan
dalil yang berkaitan dengannya tidak kuat (kelemahan hadits-haditsnya
dimuat dalam buku Islamiyat), maka keyakinan tentang datangnya Ya-juj
dan Ma-juj pun sama. Dalil yang sharih dan bisa dipegang antara lain
menjelaskan;
- Berdasarkan QS. Al-Kahfi:94, sebelum hari Kiamat, Ya-juj dan Ma-
juj telah datang, yaitu pada masa Dzulkarnain, dengan sifat dan karakter
sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.
- Berdasarkan QS. Al-Anbiya:96 dan Hadits tentang dibukanya pen-
utup Ya-juj dan Ma-juj, sepanjang waktu yang tidak diketahui, sebelum
Hari Kiamat, Ya-juj dan Ma-juj akan datang lagi dan hidup seperti
manusia lainnya dan melakukan penghancuran, yaitu ketika kejahatan
semakin banyak. Para ulama ada yang menyatakan bahwa hal ini telah
terbukti, yaitu pada pertengahan abad ke-7 H, ketika bangsa Tatar dan
Mongol menjatuhkan khilafah Islamiyah di Baghdad tahun 656 H.
Kebanyakan mufassir berpendapat munculnya Ya-juj dan Ma-juj
yang kedua kalinya itu adalah pada hari Kiamat. Kemudian datang hari
Kiamat dengan tiupan Isrofil yang pertama dan pada tiupan kedua selur-
uh umat manusia termasuk Ya-juj dan Ma-juj, akan dibangkitkan dan
dikumpulkan di mahsyar untuk menghadapi hari perhitungan. QS. Al-
Waqi’ah/18:47. Jadi, keluarnya Ya-juj dan Ma-juj yang sebenarnya adalah
hari Kiamat, bukan tanda hari Kiamat.
Menurut penulis, Ya-juj dan Ma-juj yang ada pada masa Dzulkarnaen
akan muncul lagi kelak pada hari Kiamat sebagaimana umat manusia lainnya.
Adapun kemunculan Ya-juj dan Ma-juj sebagaimana mimpi Rasulullah SAW
ialah sifat dan karakter Ya-juj dan Ma-juj yang akan terjadi tanpa diketahui
waktu dan tempatnya, jika telah tersebar kejelekan.
Wallahu A’lam Bish Shawab.
Referensi:
• Az-Zuhaily, Tafsir Al-Munir.
• Dr. Thaha Ad-Dasuqy, ‘Aqidatuna Wa Shilatuha Bil Kaun Wal Insan
Wal Hayat, Darul Huda, Kairo, 1995.
• Syekh Sya’ban ‘Abdulhadi Abu Rabah, Islamiyat, Haqaiq Fi Dzilli
Tauhid Al-Ara Al-Islamiyah, Muassasah Al-’Arabiyah Al-Hadit-
siyah, Kairo, 1991.
Islam Aplikatif : Aqidah & Dakwah- 135

You might also like