You are on page 1of 15

Pengantar Ilmu Pertanian Pembangunan Pertanian Modern

Disusun oleh :
ELVIRA GINA LESTARIARTI ISTIFANI TRI OKTAVIANA MELVA MUSTIKA RAFI FAUZAN RASYID TOBING

FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2012

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunianya kepada kami. Salawat beriringan salam semoga tercurahkan kepada rasulullah Nabi Muhammad SAW sebagai tauladan utama, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini disusun dengan suatu materi pembahasan yang menyangkut tentang Pembangunan Pertanian Modern . Makalah ini kami susun untuk membantu mengetahui lebih lengkap mengenai Pembangunan Pertanian Modern dan memperluas pengetahuan pembaca yang mungkin kurang memahami tentang Pembangunan Pertanian Modern Makalah ini kami susun sebagai salah satu tugas mandiri dari mata kuliah Pengantar Ilmu Pertanian di bawah bimbingan ibu Prof.Dr,Ir,Melinda Noer,M.sc. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan memiliki kekurangan kekurangan. Oleh sebab itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca, guna perbaikan makalah ini di masa yang akan datang. Akhir kata kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan terutama bagi kami dalam kehidupan sehari-hari.

Padang , 21 Nov 2012

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i Daftar Isi . ii

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . 1

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Pertanian Pembangunan ..................................2 2.2 Ciri-ciri Pertanian Modern.................................................2 2.3 Syarat-syarat Modernisasi Pertanian..................................3

BAB III PENUTUP 3.1Kesimpulan..................8 DAFTAR PUSTAKA... 9

Ii

Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Sejarah menunjukkan keragaman pertanian konvensional antar unit-unit usaha tani maupun natar Negara. Meskipun demikian mereka saling bertukar karakteristik dalam hal : inovasi teknologi yang cepat, investasi besar untuk menerapkan dan mnegelola teknologi, skala usaha yang luas, penanaman satu jenis tanaman secara terus-menerus dari musim ke musim, keseragaman benih unggul, penggunaaan pestisida yang semakain meningkat, pemupukan, dan penggunaan input energy eksternal, efisiensi tinggi dalam pembagunan tenaga kerja serta ketergantungan pada agribisnis. System pertanian yang sekarang dilakukan yang biasa disebut dengan pertanian konvensional, pertanian modern, pertnian industry (industrial farming), telah disebarluaskan sebagai yang memberikan keuntungan besar baik dilihat dari produktivitas dan efisiensinya. Sementara itu produksi pangan di seluruh dunia telah meningkat selama 50 tahun terakhir yang menurut prakiraan bank dunia berkisar sekitar 70-90 persennya sebagai akibat darri pertanian konvensional tersebut.Terkait dengan hal itu industry pertanian menggunakan asumsi-asumsi (stauber et al, 1995). 1. Alam merupakan pesaing yang harus ditaklukkan 2. Kemajuan pertanian mensyaratkan evolusi yang tak berakhir dari pertanian yang berskala semakin luas dan pengurangan penduduk masyarakat pertanian. 3. Kemajuan, pertama-tama diukur oleh konsumsi material yang semakin bertambah 4. Efisiensi diukur dari lini terbawah 5. Ilmu merupakan sebuah bisnis yang bersifat tidak bias, yang digerakkan oleh kekuatan alam untuk memproduksi barang-barang social. Daripadanya terdapat kondisi-kondisi negative yang secara signifikan berasal dari usaha tani komersial dimana : 1. Interaksi antara pertanian dan lahan, air, biota, dan atmosfer sangat lah kompleks yang dapat diamati dari dinamika nya dan dapatnya dalam jangka panjang. 2. Sebagian besar masalah lingkungan sangat dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan : ekonomi, social, dan politis dari luar terhadap pertanian. 3. Beberapa masalah bersifat global, dan sebagian lainnya berdasarkan pengalaman local. 4. Banyak di antara masalah-masalah tersebut disebabkan oleh alasan-alasan konvensional seperti halnya alternative jalur pertanian. Di pihak lain, keterandalan system produksi yang ada sekarang, telah lama dipertanyakan kaitannya dengan banyak alasan. Tentang hal ini, cara terus-menerus media massa menunjukkan kepada kita paradox gambaran tentang ana-anak yang kelaparan dan iklan supermarket. Juga sering dikemukakan dampak lingkungan dari kegiatan pertanian yang

berakibat buruk terhadap penyakit yang melanda bayi-bayi yang baru lahir. Dengan kata lain, diberitakan tentang krisis pertanian telah disampaikan terus-menerus.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pembangunan Pertanian Pembangunan pertanian adalah upaya sadar dan terencana yang dilakukan oleh manusia untuk memperbesar atau menggiatkan turutnya campur tangan manusia didalam proses tumbuhan tanaman atau hewan dengan tujuan untuk selalu dapat memperbaiki kesejahteraan atau kualitas hidup petani pengelolanya.

2.2 Ciri-ciri Pertanian Modern Usaha tani modern adalah suatu usaha tani yang memiliki ciri-ciri 1. Selalu dapat memperbaiki teknologinya 2. Selalu dapat menyesuaikan jenis tanaman dan ternak yang diusahakan dengan perubahan permintaan pihak konsumen dan dengan perubahan biaya produksi yang ditimbulkan oleh perubahan-perubahan teknologi 3. Selalu dapat menyesuaikan perbandingan faktor-faktor produksi yang berupa tanah, modal, tenaga kerja, perubahan penduduk dan perubahan teknologi Di pihak lain, Napitupulu (2000) menyatakan bahwa pertanian modern sebagai pertanian yang tangguh dan efisien apabila dikelola secara professional dan memiliki keunggulan untuk memenangkan persaingan.Pertanian modern seperti itu, memiliki ciri-ciri: 1. Usahanya merupakan industri/perusahaan pertanian, memenuhi skala ekonomi, menerapkan teknologi maju dan spesifik lokasi, menghasilkan produk segar dan olahan yang dapat bersaing di pasar global, dikelola secara profesional. 2. Petani mampu mengambil keputusan rasional dan inovatif, memiliki jiwa kewirausahawan, memiliki menajemen yang modern dan profesional, memiliki informasi ke pasar global. 3. Organisasinya memiliki asosiasi diantara petani yang kuat dan berjenjang dari tingkat desa ke tingkat nasional, bisa mengakses lembaga keuangan dan lembaga bisnis lainnya. 4. Aturan mainnya memncerminkan adanya kesadaran tingkat makro dan mikro serta operasional berpihak kepada petani, khususnya konteks perdagangan global. Sedangkan pertanian modern yang maju, efisien dan tangguh itu mempunyai kemampuan (Rasahan, 200): Memanfaatkan sumberdaya pertanian secara berkelanjutan Mengelola keterkaitan ke belakang dan kedepan yang erat dengan kegiatan ekonomi lainnya.

Menyerap dan mendiversifikasikan tenaga-tenaga produktif di pedesaan sekaligus pemerataan kesejahteraan pedesaan. Antisipasi terhadap perubahan-perubahan lingkungan strategis baik tingkat domestik, regional dan internasional

Jadi, usaha tani modern merupakan usaha tani yang sifatnya komersial, yang selalu dinamis dan luwes dan produktivitasnya selalu meningkat. Usaha tani yang modern, memerlukan keterampilan, sarana produksi, alat-alat pertanian dan kredit untuk menerapkan teknologi yang selalu berkembang itu didalam usaha taninya. Untuk mengembangkan usaha tani modern, akan memerlukan bantuan dari pihak luar, memerlukan agri support yang berupa penyuluhan, penyediaan sarana produksi, alat-alat pertanian dan kredit, kesempatan pemasaran dari hasil usaha taninya (Hadisapoetro, 1972). Seluruh kegiatan pembinaan usaha tani modern, baik kegiatan agriculture yang dilakukan petani dalam usahataninya masingmasing atau kegiatan agrisupport yang dilakukan oleh pihak swasta, koperasi dan pemerintah, tetap memerlukan agri climate atau iklim berusaha-tani yang berupa keadaan politik, ekonomi sosial dan budaya yang stabil.

Penyuluhan

Pemasaran

Pembangunan Pertanian

Sarana Alat

Kredit Produksi

Bagan Agri-support/ Catur Sarana

2.3 Syarat-syarat modernisasi Pertanian


Untuk mewujudkan pertanian modern sebagaimana disampaikan diatas, dibutuhkan beberapa syarat mendasar sebagai berikut (Yudohoesodo, 2002): a. Pemberian luas lahan yang memenuhi skala ekonomi mikro pada setiap keluarga tani b. Mekanisasi dalam rangka optimalisasi tenaga kerja c. Pembangunan pertanian dilakukan secara agribisnis untuk menjadikan para petani berpikir dan bekerja secara ekonomis untuk meningkatkan kesejahteraannya. d. Meningkatkan keseimbangan antara kesempatan kerja pertanian dan pembangunan agro-industri di desa agar ketahanan ekonomi rakyat meningkat e. Membangun desa-desa menjadi pusat kegiatan ekonomi. Dipihak lain, Milikan dan Hapgood (1973) mengemukakan 6 prasyarat pembangunan pertanian, dan Mosher (1966) menyatakan adanya 5 Syarat mutlak dan 5 Faktor pelancar pembangunan Pertanian, yang disimpulkan: 1. Adanya kejelasan tentang kebijakan pembangunan Pertanian 2. Adanya penyuluhan pertanian yang berkelanjutan 3. Adanya permintaan pasar untuk hasil pertanian yang merangsang petani untuk berproduksi secara berkelanjutan 4. Tersedianya paket teknologi yang diperlukan untuk memproduksi 5. Tersedianya kredit bagi petani, baik utamanya berupa kredit produksi dan biaya hidup 6. Adanya kegiatan penelitian dan pengembangan yang menghasilkan inovasi teknologi 7. Adanya pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasanana pembangunan pertanian, utamanya untuk pengairan dan pengangkutan. 1. Kebijakan Pertanian Kebijakan atau kemauan politik pemerintah untuk membangun pertanian merupakan faktor penentu pertama dan terutama. Sepanjang sejarah, pembangunan pertanian yang dilaksanakan di Indonesia selalu diimplementasikan sebagai poelaksana kemauan dan keputusan politis. Dengan demikian, adanya kebijakan pembangunan pertanian selalu merupakan pemicu sekaligus pemacu pelaksanaan pertanian itu sendiri. Dengan kata lain, tanpa adanya kebijakan yang jelas, tak mungkin akan terjadi kegiatan pembangunan pertanian. Dalam hubungan ini, adanya kemauan politik untuk membangun pertanian haruslah menjadi sifat kepemimpinan di tingkat lokal dan nasional untuk memotivasi semua pemangku kepentingan pembangunan pertanian. Tidak hanya kepada petani sebagai pelaksana utama tetapi para pelaku agribisnis dan semua aparat pemerintah untuk senantiasa siap melayani, memfasilitasi dan melakukan supervisi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Kemauan politik itu, harus benar-benar ditujukan untuk perbaikan kesejahteraan masyarakat luas, dan bukannya menempatkannya sebagai tumbal pembangunan.

2. Penyuluhan Pertanian Hal ini menjadi sangat penting karena pelaku utama pertanian di Indonesia adalah petani kecil yang pada umumnya merupakan golongan ekonomi lemah yang tidak saja lemah dalam permodalan/pemilikan aset dan faktor produksi lain namun juga terutama lemah dalam pengetahuan, keterampilan dan sikapnya untuk maju untuk perbaikan nasibnya. Pemahaman seperti itu bertentangan dengan pernyataan Mosher (1966), Hal itu dapat dimaklumi karena ada perbedaan kondisi petani di Indonesia dan di negara maju yang pada umumnya keadaan petaninya jauh lebih berpendidikan dan kondisi ekonominya sangat baik. Namun, Milikan dan Hapgood menyatakan bahwa sekelompok kecil tenaga berpendidikan untuk melakukan kaderisasi bagi tumbuhnya kelompok-kelompok kecil yang melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian disetiap lokalitas usaha tani sebagai prasarat pembangunan pertanian. Kegiatan penyuluhan yang dimaksud disini tidak saja untuk mengkomunikasikan kebijakan dan program-program kepada para petani dan seluruh pemangku kepentingan pembangunan pertanian, tetapi untuk memberdayakan masyarakat petani melalui proses belajar bersama agar mereka tahu, mau dan mampu memobilisasi dan memanfaatkan sumberdaya dalam penerapan inovasi teknologi yang ditawarkan sesuai dengan kondisi sumberdaya alam, permintaan-pasar serta nilai-nilai sosial budaya dan kearifan sosial. Penyuluhan adalah proses memberdayakan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas demi kemandiriannya. Karena itu, penyuluhan pertanian tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani, tetapi juga untuk meningkatkan kapasitasnya agar mampu dan berani menyampaikan kebutuhan dan hak-hak politiknya serta mampu dan berani memilih alternatif pemecahan masalah yang dihadapi seefisien mungkin. Peningkatan kapasitas ini penting, agar masyarakat petani memiliki posisi tawar (bargaing position) dalam mengambil keputusan politik tentang kebijakan pembangunan pertanian yang berpihak kepada masyarakat.

3. Pemasaran Produksi Faktor ketiga ialah pemasaran produk, Hal ini disebabkan karena produk-produk yang dihasilkan oleh upaya pembangunan pertanian seringkali tidak memperoleh kepastian jaminan pemasaran dan harga produknya. Dalam hubungan ini, dalam banyak kasus, intervensi pemerintah terhadap pemasaran produk tidak mampu memperbaiki keadaan, bahkan memperparah keadaan yang terkesan menguntungkan pedagang. Penempatan pemasaran pada butir ketiga setelah kebijakan dan penyuluhan, nampak berbeda dengan pendapat Mosher yang menempatkan pemasaran sebagai syarat mutlak yang pertama. Hal ini dapat dipahami, karena ada atau tidaknya kebijakan pertanian yang dikomunikasikan melalui kegiatan penyuluhan, kondisi pemasaran yang mampu menjamin pembelian produk petani pada tingkat harga-jual yang layak, sebenarnya sudah cukup merangsang petani untuk melakukan pembangunan pertanian. Dalam hal ini, Pemasaran tidak terbatas hanya dalam

konsep jual-beli namum pemasaran yang meliputi informasi permintaan atas komoditas tertentu, kualifikasi produk (jenis dan spesifikasi, jumlah, mutu), packing dan pengangkutan dengan manfaat teknologi yang semakin canggih dan sistem informasi yang jelas, cepat dan efisien.

4. Teknologi Produksi Penerapan inovasi berupa teknologi-baru bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan optimalisasi sumberdaya yang berkaitan dengan, a. Peningkatan efisiensi produk jumlah dan mutu dari produksi, serta kontinuitas produk b. Adaptasi terhadap lingkungan maupun responnya terhadap pemupukan dan zat pengatur tumbuh c. Ketahanan terhadap gangguan penganggu. d. Ketahanan terhadap kondisi alam yang tidak menguntungkan Meskipun demikian, teknologi dalam pembangunan pertanian tidak selalu berdampak positif bagi kehidupan manusia. Dalam hubungan ini, teknologi yang ditawarkan tidak selalu harus baru maupun dari luar lingkungan fisik dan sosialnya, namun harus tetap menjungjung kearifan lokal (indegenuous technology) yang sudah teruji oleh waktu dan seringkali memiliki keunggulan yang lebih baik dibanding teknologu baru yang datang dari luar. Di pihak lain, penerapan teknologi-baru, seringkali tidak memberikan manfaat. Sehingga perlu diperhatikan penerapan teknologi baru yang meliputi beberapa aspek sebagai berikut: Penerapan Teknologi dan Kesempatan Kerja Birowo (1972) mengungkapkan bahwa masalah penting yang sering dikemukakan dalam pembangunan pertanian adalah sampai seberapa jauh teknologi baru yang telah berhasil menaikkan volume produksi itu benar-benar daoat menaikan pendapatan petani dan memperluas lapangan kerja. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, dikemukakan beberapa bukti bahwa adanya kenaikan kebutuhan tenaga kerja yang ditimbulkan oleh kegiatan intensifikasi (dengan penggunaan benih unggul berproduksi tinggi) serta penerapan teknologi pola bertanam ganda (Birowo, 1973) maupun terbukanya kesempatan kerja baru yang memerlukan banyak tenaga kerja di sektor pelayanan untuk menunjang kegiatan pembangunan pertanian seperti penyediaan sarana produksi, penyediaan kredit usaha tani, pengujian dan penyuluhan pertanian (Bogor, 1981). Penerapan Teknologi dan Kelestarian Sumberdaya Hadisapoetro (1975) mengingatkan bahwa upaya peningkatan produksi dan pendapatan petani yang ingin dicapai melalui pembangunan pertanian harus selalu memperthatikan pelestarian sumber daya alam melalui kegiatan konservasi lahan dan memperhatikan sifatsifat perkembangan tanaman dan hewan yang diusahakan. Sebab tujuan pembangunan pertanian tidak hanya sekedar menaikkan produksi dan pendapatan petani untuk jangka waktu terbatas, namun untuk jangka waktu yang lebih panjang. Namun, pengalama telah menunjukkan pada penerapan teknologi yang dilaksanakan melalui program intensifikasi telah mengancam keberhasilan produktivitas petani. Berikut merupakan contohnya antara lain:

a. Rusaknya kondisi fisik dan kimiawi lahan pertanian di daerah pengairan terjamin yang terus ditanami padi sepanjang tahun b. Ancaman terjadinya definisi unsur mikro sebagai akibat dsampingan dari penumpukan para-makro yang semakin bertambah, c. Ancaman terjadinya eksploitasi hama yang antara lain disebabkan selalu tersedianya pakan sepanjang tahun dalam siklus hama. Sedangkan pengendalian hama yang dilakukan melalui penanaman varietas padi tahan hama (wereng) yang terbukti telah menimbulkan munculnya biotipe-biotipe hama yang baru. (Partoatmodjo, 1976) Konsekuensi Ekonomis dari Penerapan Teknologi Pengalaman menunjukkan bahwa setiap inovasi yang ingin diterapkan sebagai upaya perubahan teknologi selalu diikuti dengan konsekuensi oembiayaan yang relatif lebih mahal dibanding dengan teknologi yang telah diterapkan sebelumnya. Hal ini nampak pada upaya menggunakan benih unggu bersertifikat, penggunaan pupuk-pupuk buatan dan penggunaan pestisida baru maupun alat/mesin pertanian. Di lain pihak, setiap inovasi yang masih mengandung berbagai ketidak pastian (Cancian, 1979) baik ketidakpastian secara teknis (kenaikan hasil yang akan dicapai), ketidakpastian ekonomis (tingkat harga jual dari produk), maupun ketidakpastian sosiokultural dan kebijakan pemerintah. Sebagai akibat dari berbagai sifat teknologi baru seperti itu, maka hanya petani lapisan atas yang mampu memanfaatkan setiap peluang peningkatan produksi dan pendapatannya melalui penerapan teknologi baru yang lebih menguntungkan itu (Soewardi, 1976). Penerapan Teknologi dan Moral Ekonomi Petani Pembangunan pertanian adalah suatu proses modernisasi usaha tani melalui perubahan teknologi yang digunakan (Mellor, 1966) yaitu suatu proses perubahan usaha tani bergerak atau berubah dari usaha tani yang subsisten (mandiri) menuju usaha tani yang bersifat komersial (Wharton, 1961). Selaras dengan proses perubahan sifat usaha tani tersebut, didalam pembangunan pertanian berlangsung perubahan-perubahan moral ekonomi petani, yaitu dari moral ekonomi subsisten yang mengandalkan selamat (Scott, 1976) berubah ke arah moral ekonomi yang rasional (Popkin, 1979). Di dalam hubungan ini, penerapan menuntut suatu pertimbangan ekonomis yang rasional, mengingat bahwa setiap penerapan teknologi baru selalu membutuhkan tambahan biaya dan penuh resiko ketidakpastian. Dengan demikian, teknologi dalam pembangunan pertanian akan mendorong proses perubahan moral ekonomi petani dari yang sifatnya mengutamakan keselamatan ke arah ekonomi rasional. Penerapan Teknologi Baru dan Perubahan Sosial Sebagai konsekuensi ekonomi dari penerapan teknologi baru, pada uraian terdahulu telah dikemukakan bahwa hanya petani lapisan atas yang memiliki kemampuan dan lebih rasional memanfaatkan peluang membuat persaingan terjadi dengan petani kecil, dengan akibat petani kecil akan selalu kalah dalam persaingan tersebut dalam memanfaatkan peluang peningkatan produksi dan pendapatannya untuk beralih pada kegiatan non-pertanian yang lebih banyak memberikan peluang kenaikan pendapatan. Dalam hal ini, petani lapisan atas akan terus aktif memperluas lahan usaha taninya. Gejala ini diungkapkan oleh Kasryno (1984) sebagai terjadi proses pengkutuban atau poralisasi pemilikan dan penguasaan tanah. Akibat tak langsung dari

penerapan teknologi yang mendorong terjadinya perubahan moral ekonomi ke arah lebih rasional. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kehadiran teknologi yang diharapkan sebagai pemberi manfaat dalam peningkatan produksi dan pendapatan juga memberikan dampak yang tidak selalu selaras dengan tujuan pembangunan pertanian itu sendiri.

Sarana produksi alat/mesin pertanian

Proses Perubahan Sistim kelembagaan tanah

Bertambahnya tunakisma

Kemudahan kredit

Sistem hubungan kerja

Kesenjangan distribusi pendapatan

Kegiatan Non pertanian

penguasaan

Terbatasnya kesempatan kerja

Input

Proses

Output

Dampak Penggunaan Teknologi Dalam Pembangunan Pertanian

5. Pembiayaan Pertanian Faktor ini merupakan kendala yang seringkali terjadi, terlebih pana petani yang tergolong sebagai pelaku usaha mikro dan usaha kecil. Kondisi ekonomi petani kecil yang sangat terbatas merupakan salah satu penghambat pembangunan pertanian di Indonesia selama ini. Hal tersebut sebenarnya dipahami pemerintah dengan menyediakan paket kredit usaha dan beragam meski kredit yang diperuntukkan bagi usaha mikro, kecil dan menengah termasuk para pelaku agribisnis. Namun kenyataan menunjukkan bahwa, minat sebagian besar petani (kecil) terhadap kredit tersebut relatif kurang, kecuali yang memang memiliki niatan untuk tidak mengembalikannya.

6. Penelitian dan Pengembangan Penelitian dan pengembangan sangat diperlukan untuk pelestarian dan peningkatan efisiensi usaha pertanian. Kegiatan penelitian dan pengembangan yang seharusnya menjadi sumber inovasi di Indonesi belum banyak berperan. Hal itu terjadi karena birokrasi pemerintah yang mengharuskan hasil-hasil di rekomendasi ke pemerintah sebelum diseminasikan ke masyarakat.

Rendahnya peran penelitian dalam pembangunan pertanian di Indonesia juga terjadi karena hubungan antara peneliti dengan pengguna (petani) yang seharusnya dijembatani oleh penyuluhan tidak berlangsung secara efektif (Timer, 1976). Hal yang memperburuk adalah sebagian besar penelitian yang dilakukan di banyak lembaga penelitian bukan dilandasi untuk memecahkan masalah yang riil dirasakan petani, melainkan dilandasi untuk memanfaatkan anggaran yang sudah disediakan.

7. Prasarana dan Sarana mendukung Untuk menjamin proses produksi, pengolahan dan pemasaran hasil, sangat diperlukan dukungan prasarana dan sarana yang meliputi: a. Prasarana dan sarana pengangkutan b. Prasarana dan sarana irigasi c. Prasarana dan sarana pengolahan hasil untuk mengolah bahan-bahan mentah menjadi bahan-baku, maupun bahan baku menjadi barang setengah jadi dan barang jadi d. Prasarana dan sarana penelitian,, pengujian serta pertanian e. Prasarana dan sarana Pemasaran

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Pembangunan pertanian adalah upaya sadar dan terencana yang dilakukan oleh manusia untuk memperbesar atau menggiatkan turutnya campur tangan manusia didalam proses tumbuhan tanaman atau hewan dengan tujuan untuk selalu dapat memperbaiki kesejahteraan atau kualitas hidup petani pengelolanya. Dalam Prakteknya menuju modernisasi Pertanian, dibutuhkan syarat-syarat modernisasi pertanian. Di Indonesia, Banyak faktor yang tidak dapat dipenuhi dalam syarat-syarat seperti Kurangnya penyuluhan, pemasaran produksi, teknologi, hingga prasarana dan sarana mendukung yang turut berpartisipasi memperlambat modernisasi pertanian di Negeri ini menjadi lebih baik seperti yang diharapkan dalam tujuan modernisasi pertanian.

DAFTAR PUSTAKA Mardikanto, Totok. 2007. Pengantar Ilmu Pertanian. Pusat Pengembangan Agrobisnis dan Perhutanan Sosial: Surakarta

You might also like