You are on page 1of 14

Etos Kerja dalam Islam Sesungguhnya dikotomi antara "kerja" dengan "belajar" tidak perlu terjadi.

Karena, apabila kita menghayati ikrar kita secara mendalam pada proposisi "Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in" dalam surat Al-Fatihah, maka dunia kehidupan kaum Muslimin bernuansa ibadah yang sangat kental. Dalam firmanNya yang lain, Allah mengatakan, "Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan untuk beribadah," (QS Adz-Dzariyat, 51 : 56). Sehingga, jelas-jelas tidak ada pemisahan antara yang sakral dengan yang profan, yang duniawi dengan yang ukhrawi. Ketika mengomentari ayat, "Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad (perjanjian) itu" (QS Al-Ma'idah, 5 :1), Raghib Isfahani, sebagaimana dikutip Seyyed Hossein Nasr (1994) mengatakan bahwa perjanjian-perjanjian itu meliputi perjanjian-perjanjian antara Tuhan dan manusia, yakni kewajibankewajiban manusia kepada Tuhan; [perjanjian antara manusia dan dirinya sendiri; dan [perjanjian] antara individu dan sesamanya. Dengan demikian, perjanjian (uqud) yang dirujuk pada ayat tersebut berkisar antara pelaksanaan shalat sehari-hari sampai menjual barang dagangan di bazaar, dari sembah sujud hingga kerja mencari penghidupan. Berangkat dari pandangan dunia tradisional tersebut yang tidak mendikotomikan antara yang sakral dan yang profan, maka etos kerja kaum Muslim selayaknya memperhatikan kualitas pekerjaannya. Ini artinya, dalam bekerja karakteristik spiritual tetap terjaga dan terpelihara yakni pekerjaan itu dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Tanggung jawab terhadap kerja berarti kesiapan untuk bertanggung jawab di hadapan Yang Mutlak karena kerja adalah saksi bagi semua tindakan manusia. Dalam ushuluddin disebut-sebut perihal konsep ma'ad atau qiyamah yang bila diterjemahkan dalam keseharian akan sangat mendukung sekali terhadap profesionalisme dalam bekerja. Di sini konsep ma'ad atau qiyamah bukanlah suatu konsep di langit-langit Platonik melainkan sesuatu yang hidup, membumi. Penghayatan yang mendalam terhadap prinsip ma'ad akan berimplikasi positif dan konstruktif terhadap perkembangan kepribadian kaum Muslim. Setidaknya dengan menghayati prinsip tersebut, pemuda Muslim tidak mengenal istilah pengangguran. Konon, praktik shalat wajib di kalangan Syi'ah yang mencakup shalat fajr, shalat siang hari (Zhuhur dan 'Ashar), dan shalat malam hari (Maghrib dan 'Isya), merupakan refleksi etos kerja mereka yang begitu tinggi dan manifestasi produktivitas dalam berkarya. Artinya, bila kaum Syi'ah selesai melaksanakan shalat siang hari, maka setelah selesai shalat dan zikir, mereka akan kembali bekerja dengan semangat yang tetap terjaga. Bukan meneruskannya dengan aktivitas yang kurang produktif dan tidak bermanfaat. "Kerja berkaitan erat dengan doa dan hidayah bagi semua masyarakat tradisional dan kaitan ini dirasakan dan diaksentuasikan dalam Islam," tulis Nasr (1994). Dengan mengamati lafaz adzan Syi'ah, dengan formulasi hayya 'ala al-shalah, hayya 'ala al-falah, dan hayya 'ala khair al-'amal, Nasr menyimpulkan bahwa shalat dan kerja memiliki keterkaitan yang prinsipal. "Di sana hubungan antara shalat, kerja, dan amal saleh selalu ditekankan," lanjutnya. Perspektif Islam yang padu, menolak membedakan antara yang sakral dan yang profan, yang ukhrawi dan yang duniawi, yang religius dan yang sekular atau, secara lebih spesifik, antara shalat dan kerja. Implikasi praktisnya adalah bahwa sebagaimana kita mencoba khusyu dalam shalat, maka begitu pula dalam bekerja kita mencoba untuk meng-khusyu'-kan diri. Dalam bahasa bisnisnya, berusaha bersikap lebih profesional. Lebih jauh, sebagaimana ketakutan pada Tuhan dan tanggung jawab kepada-Nya dalam ekspresi shalat kita, maka demikian pula kita dalam pekerjaan kita. Karena, "Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu." [ ]

5 Prinsip Kerja Seorang Muslim (Etos Kerja dalam Islam)


Muhammad Hamzah

1. Kerja, aktifitas, amal dalam Islam adalah perwujudan rasa syukur kita kepada nimat Allah SWT. (QS. Saba [34] : 13)

}13/ {

2. Seorang Muslim hendaknya berorientasi pada pencapaian hasil: hasanah fi addunyaa dan hasanah fi al-akhirah QS. Al-Baqarah [002] : 201)

}201/ {

3. Dua karakter utama yang hendaknya kita miliki: al-qawiyy dan al-amiin. QS. AlQashash [28] : 26

}22/ {

Al-qawiyy merujuk kepada : reliability, dapat diandalkan. Juga berarti, memiliki kekuatan fisik dan mental (emosional, intelektual, spiritual)

Sementara al-amiin, merujuk kepada integrity, satunya kata dengan perbuatan alias jujur, dapat memegang amanah.

4. Kerja keras. Ciri pekerja keras adalah sikap pantang menyerah; terus mencoba hingga berhasil. Kita dapat meneladani ibunda Ismail a.s. Sehingga seorang pekerja keras tidak mengenal kata gagal (atau memandang kegagalan sebagai sebuah kesuksesan yang tertunda)

5. Kerja dengan cerdas. Cirinya: memiliki pengetahuan dan keterampilan; terencana; memanfaatkan segenap sumberdaya yang ada. Seperti yang tergambar dalam kisah Nabi Sulaeman a.s.

Jika etos kerja dimaknai dengan semangat kerja, maka etos kerja seorang Muslim bersumber dari visinya: meraih hasanah fid dunya dan hasanah fi al-akhirah.

Jika etos kerja difahami sebagai etika kerja; sekumpulan karakter, sikap, mentalitas kerja, maka dalam bekerja, seorang Muslim senantiasa menunjukkan kesungguhan Tidaklah seorang di antara kamu makan suatu makanan lebih baik daripada memakan dari hasil keringatnya sendiri. [HR. Baihaqi] Seseorang dikatakan profesional jika ia memiliki keahlian dan sungguh-sungguh dalam menyelesaikan pekerjaannya. Semakin baik dan sempurna hasil pekerjaan yang dilakukannya, kita akan sepakat mengatakan itulah profesional sejati. Disamping itu, ciri dari seorang profesional adalah adanya etos kerja yang tinggi dan selalu bersemangat dalam bekerja. Etos kerja inilah yang membuat seseorang mampu bekerja dengan baik dan optimal. Dalam Islam, etos kerja (himmatul amal) merupakan bagian yang amat penting dan mendasar. Dimana Islam mendorong setiap manusia untuk selalu bekerja keras serta bersungguh-sungguh mencurahkan tenaga dan kemampuannya dalam bekerja. Coba perhatikan hadits berikut ini : Sesungguhnya Allah Taala senang melihat hamba-Nya bersusah payah (kelelahan) dalam mencari rezeki yang halal. [HR. Ad-Dailami]

Begitu besarnya penghargaan Islam terhadap kesungguhan bekerja ini, hingga Islam (Allah swt) menempatkannya dalam kategori ibadah. Artinya, aktivitas kerja
dalam pandangan Allah (Islam) merupakan bagian dari ibadah yang akan mendapatkan bukan saja keuntungan material, tetapi juga pahala dari sisi Allah swt. Bahkan dalam beberapa hadits dikatakan, bahwa bekerja dengan sungguh-sungguh dapat menghapuskan dosa yang tidak bisa dihapus oleh aktivitas ibadah ritual sekalipun. Barangsiapa pada malam hari merasakan kelelahan dari upaya keterampilan kedua tangannya pada siang harinya, maka pada malam itu ia diampuni. [HR. Ahmad] Sesungguhnya, di antara perbuatan dosa ada dosa yang tidak bisa terhapus (ditebus) oleh pahala shalat, sedekah (zakat), ataupun haji, namun hanya dapatditebus dengan kesusahan dalam mencari nafkah penghidupan. [HR. Tabrani] Tentu sebagai muslim kita tidak akan berpikir ini hanyalah basa-basi Allah kepada hamba-Nya agar semangat bekerja. Tetapi inilah kemurahan dan bentuk penghargaan serta perhatian Nya

atas kesungguhan manusia dalam menjalani kehidupan di dunia, yang dalam paham meterialis dan sekuler tidak akan pernah di temui. Itulah hal mendasar yang membedakan konsep etos kerja dalam Islam dengan etos kerja dalam paham sekuler. Sekarang ini, mencari pekerjaan atau membuat peluang pekerjaan tidaklah mudah. Ada banyak tantangan masalah yang harus dihadapi, mulai dari keterbatasan lowongan pekerjaan, tidak adanya lahan pekerjaan, keahlian pekerjaan, atau modal dalam bekerja. Namun, semua itu tidak mesti menjadi kendala dalam bekerja atau mencari rezeki. Dalam Islam, seorang Muslim adalah seorang pekerja. Dalam Kitab Shahih Bukhari disebutkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, Seseorang yang meraih tali lalu datang dengan seikat kayu bakar di pundaknya kemudian menjualnya, sehingga Allah menutupi wajahnya (memuliakannya). Itu lebih baik daripada meminta-minta kepada orang-orang, di mana mereka itu adakalanya memberi dan tidak. Hadis tersebut menunjukkan bahwa, pertama, Allah akan memuliakan orang yang bekerja. Seorang Muslim tidak pantas bermalas-malasan dalam mencari rezeki walaupun itu dengan alasan sibuk beribadah atau tawakal kepada Allah Swt. Tidak pantas pula mengharap sedekah dari orang lain padahal ia memiliki kemampuan bekerja untuk menghidupi dirinya, memenuhi kebutuhan keluarganya, atau orang-orang yang menjadi tanggungannya. Dalam kitab Sunan Tirmidzi disebutkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, Tidak halal sedekah kepada orang kaya dan orang yang memiliki kemampuan yang stabil. Kedua, Kerendahan dan kehinaan bagi orang yang meminta-minta kepada orang lain. Seorang Muslim tidak pantas meminta-minta kepada orang lain. Dalam riwayat Baihaqi disebutkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, Orang yang meminta sesuatu bukan kebutuhannya, bagaikan orang yang memungut bara api. Adapun dalam riwayat Sunan Tirmidzi disebutkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, Barangsiapa meminta-minta kepada orang lain untuk memperbanyak harta (memperkaya dirinya), maka pada hari kiamat harta tersebut akan mencakar wajahnya dan menjadi batu panas dari neraka jahannam untuk dimakannya. Maka, siapa yang ingin menguranginya, silakan lakukan, dan yang ingin memperbanyaknya, silakan lakukan. Dalam riwayat Mutafaq alaih juga disebutkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, Tidaklah orang yang selalu meminta-minta itu kecuali ia akan menemui Allah dengan wajah tanpa daging. Maka, seorang Muslim harus bekerja apa saja asalkan halal. Semangat bekerja juga dapat kita lihat dari para nabi, seperti: Nabi Daud yang bekerja sebagai pembuat baju besi sebagai tameng dalam peperangan, ini tercantum dalam surah Al-Anbiya ayat 80. Begitu pula dengan Nabi Yusuf yang bekerja menjadi bendahara kerajaan Firaun, ini tercantum dalam surah Yusuf ayat 55. Bahkan, Nabi Muhammad Saw adalah seorang penggembala dan pedagang yang terkenal dengan sifat amanah dan kejujurannya. Etos kerja seorang Muslim dapat dilihat dari hadis riwayat Thabrani yang menyebutkan bahwa tatkala Rasulullah Saw duduk bersama para sahabatnya, lewatlah seorang lelaki dengan penuh

semangat. Para sahabat kemudian berkata, Alangkah baik jika semangatnya itu dimanfaatkan di jalan Allah. Mendengar perkataan sahabat tersebut, Rasulullah Saw mengomentarinya dengan bersabda, Jika dia keluar untuk (keperluan) anaknya yang masih kecil, maka dia berada di jalan Allah. Jika dia keluar untuk kedua orangtuanya yang sudah tua renta, maka dia berada di jalan Allah. Jika dia keluar (bekerja) karena ingin menjaga kesucian dirinya (dari meminta-minta), maka dia juga berada di jalan Allah. Dan jika dia keluar untuk pamer dan gagah-gagahan maka dia di jalan setan. Dengan demikian, marilah kita bekerja dengan sungguh-sungguh, serta berusaha menggapai pintu-pintu rezeki yang telah disediakan oleh Allah Swt berdasarkan ketentuan dan syariat-Nya.

Etika Kerja Menurut Islam


ETIKA berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu ethos yang berarti watak, sikap, kesusilaan, kepribadian, adat serta keyakinan dalam melakukan sesuatu. Sikap ini tidak hanya dimiliki oleh Individu, tetapi Juga oleh kelompok bahkan masyarakat yang dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh budaya, serta sistem nilai yang diyakininya. Dalam Islam etika/ etos dianggap sebagai akhlak (budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat seseorang) yakni tingkah laku atau perlakuan manusia ke arah kebaikan dan kemanfaatan hidup. Kerja, dapat dldellnlslkan sebagai aktivitas karena adanya dorongan untuk mewujudkan sesuatu sehingga tumbuh rasa tanggung Jawab yang besar untuk menghasilkan karya atau produk yang berkualitas.Dalam Islam pengertian kerja dapat dibagi dalam dua bagian. Pertama, kerja dalam arti umum yaitu semua bentuk usaha yang dilakukan manusia baik da lam hal materi atau non materi, intelektual atau fisik maupun hal-hal yang berkaitan dengan masalah keduniaan dan keakhlr-atan. Kedua, kerja dalam arti sempit ialah kerja untuk memenuhi tuntutan hidup manusia berupa sandang, pangan dan papan yang merupakan kebutuhan bagi setiap manusia dan muaranya adalah Ibadah. Banyak tuntunan dalam Al-Quran dan Hadits tentang bekerja. Dalam QS At Taubah 105 disebutkan bahwa Dan katakanlah bekerjalah kamu. Maka Allah dan RasulNya serta orang-orang mukmin akan melihal pekerjaanmu Itu. dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu dlberikanNya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan." Dengan kata lain Islam sangat membenci pada orang yang malas dan bergantung pada orang lain. Sikap ini diperlihatkan Umar bin Khattab ketika mendapati seorang sahabat yang selalu berdoa dan tidak mau bekerja. "Janganlah seorang dari kamu duduk dan malas mencari rizki kemudian Ia mengetahui langit tidak akan menghujankan mas dan perak. Rasulullah SAW pun senantiasa berdoa kepada Allah agar dijauhi sifat malas, sifat lemah dan berlindung dari Allah, penakut dan sangat tua dan saya berlindung ke-pada-Mu dari siksa kubur dan dari ujianhidup dan mali (HR Abu Daud).

Secara normatif, seharusnya kaum muslim khususnya di Indonesia memiliki etos kerja tinggi. Mengapa? Karena Islam mengajaran agar umatnya memiliki etos kerja yang sangat kuat dengan senantiasa menclptaan produktivitas dan progrcslfitas di berbagai bidang dalam kehidupan ini.InstituteJbrManagemenl o/DeueloplneiU, Swiss. World Competitiveness Book (2007). memberitakan bahwa pada tahun 2005, peringkat produktivitas kerja Indonesia yang sebagian besar umat Islam berada pada posisi 59 dari 60 negara yang disurvei. Atau semakin turun ketimbang tahun 2001 yang mencapai urutan 46. Sementara itu negara-negara Asta lainnya berada di atas Indonesia seperti Singapura (peringkat 1). Thailand (27), Malaysia (28). Korea (29). Cina (31). dan Filipina (49). Urutan peringkat tersebut berkaitan juga dengan kinerja pada dimensi lainnya yakni pada Economic Performance pada tahun 2005 berada pada urutan buncit yakni ke 60. Business Efficiency (59). dan Gouernment Efficiency (55). Hal ini diduga kuat bahwa semuanya itu karena mutu sumberdaya manusia Indonesia yang tidak mampu bersaing. Juga mungkin kaerna faktor budaya kerja yang juga masih lemah dan tidak merata. Ada sebuah hadits Nabi yang sangat mendorong umat Islam untuk menjadi produsen dari kemajuan. Hadis tersebut memiliki makna "barangslapa yang hari Ini lebih baik daii hari kemarin maka sesung-gulmya dia telah berwxlung. barangslapa yang hari ini sama dengan hari kemarin. maka sesungguhnya Ia telah merugi Dan barangsiapa yang hari Int lebih buruk dari hari kemarin, maka sesungguhnya Ia ter-laknat. (al-Hadits) Istilah yang dipakai dalam Al-Quran dan hadits untuk bekerja adalah "amal." Menurut Prof Dr KH All Yafie, "kata amal mengandung pengertian segala apa yang diperbuat atau dikerjakan seseorang, apakah Itu khairon atau shallhan (baik) maupun syarron atausuan (buruk.Jahat). Dari sini Juga dapat dlfahaml bahwa kata "sha-lih" adalah predikat dari amal atau kualitas kerja (kerja, usaha yang berkualitas). Oleh sebab Itu setiap kerja adalah amal, dan Islam mengarahkan setiap orang untuk berbuat atau melakukan amal (kerja) yang berkualitas (shalih). Tujuan Umum Bekerja Ada beberapa tujuan orang bekerja antara lain untuk mendapatkan nafkah. Dengan itu, orang berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup sandang, pangan dan papan selain juga untuk membiayai pemeliharaan kesehatan.Dalam pandangan Islam, kebutuhan bisa diartikan sebagai hasrat manusia yang perlu dipenuhi atau dipuaskan. Kebutuhan bermacam-macam dan bertlngkat-tingkat, namun secara umum dapat dibagi dalam Uga jenis sesuai dengan tingkat kepentingannya. Primer (dharwy). sekunder (hajlyal), dan tertier(kamaHyat). Al-Quran secara tegas menyebutkan ketiga macam kebutuhan primer Itu mengingatkan manusia pertama Nabi Adam dan Siti Hawa pada saat menginjakkan kakinya di bumi. Allah mengingatkan mereka berdua dalam QS Thaha 117-119. Maka Kami berkata. Hal Adam, sesungguhnya ftii (iblis) adalalx musuh bagimu dan bagi Istrimu. maka sekali-kali Janganlah sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari surga karena (jika demikian) engkau akan bersusalx payah. Sesung-gulviya engkau tidak akan dalmga. tidak pula disengat panas matahari di sana (surga).Yang dimaksud bersusah payah adalah bekerja untuk

memenuhi kebutuhan mereka yang ada di dunia. Ketiga jenis kebu -tuhan di atas mengantarkan manusia untuk berikhtiar dan bekerja. Pandangan Islam terhadap pekerjaan amatlah positif. Manusia diperintahkan Allah untuk mencari rezki bukan hanya untuk mencukupi kebutuhannya tetapi Al-Quran memerintahkan untuk mencari apa yang diistilahkan fadhl Allah, yang secara harfiah berarti "kelebihan yang bersumbr dari Allah." Salah satu ayat yang menunjuk masalah Ini adalah QS Al Jumuah 10 "Apabila kamu telah selesai shalat (Jumat) maka bertebaranlah d( bumi dan carilah fadhl (kelebihan rezki) Allal\ ba nyakbanyaklali mengingat Allalx supaya kamu beruntung."Dalam ayat tersebut dapat kita pahamibahwa terdapat relasi antara Iman sebagai sistem nilai serta ide dengan amal shaleh yang merupakan realisasinya. Etos Kerja Menurut Pemikir Barat Pada 1905 sosiolog Jerman Max Weber, merumuskan hubungan rasional antara etos kerja dan kesuksesan suatu masyarakat dalam buku klasik "The Proiteslarrt Ethnic and The Spirit of Capitalism (Weber. 1958). Etos bangsa Jerman yang diformulasikan Weber antara lain bertindak rasional, berdisiplin tinggi, bekerja keras, berorientasi sukses material, tidak mengumbar kesenangan, hemat dan bersahaja menabung serta berinvestasi. Kata Weber, etos inilah pangkal kemajuan masyarakat Protestand di Eropa dan Amerika. Meskipun sejumlah kritik dialamatkan kepada Weber karena kesan kuat yang menyatakan bahwa etos kerja Protestant lebih unggul dibandingkan dengan etos berbasis agama lain - padahal kenyataannya tidaklah demikian, misalnya etos kerja Jepang yang berbasis pada agama Tokugawa -namun intisari teori Weber yaitu bahwa etos kerja adalah kunci dan fondasi keberhasilan suatu masyarakat atau bangsa dapat diterima secara aklamasi. Pada 1997, Samuel Huntington dalam buku "Culture Matters (Huntington and Harrison. 2000) menuturkan sepenggal kisah ironis. Pada permulaan 1960-an data-data ekonomi Korea Selatan dan Ghana nyaris sama. GNP kedua negara relatif tidak berbeda dan tingkat kesejahteraan rakyatnya Juga hampir sama. Tetapi 30 tahun kemudian keadaan tersebut berubah drastis. Kondisi kedua negara berbeda bagai bumi dan langit. Korea Selatan berkembang menjadi raksasa industri, termasuk 14 negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia, memiliki banyak perusahaan multinasional, eksportir, otomotif, elektronik, produk-produk manufaktur lainnya. Sedangkan Ghana tetap di tempat sebagai negara miskin, Mengapa hal yang aneh ini bisa terjadi? Huntington menyebutkan satu-satunya alasan perbedaan bur daya. Budaya dalam artian perilaku khas suatu kelompok sosial, termasuk cara hidup, gaya hidup, kebiasaan, dan nilai1 nilainya. Dengan kata lain perbedaan etos. Etos yang tumbuh di Korea Selatan adalah kerja keras, disiplin, berhemat, menabung dan mengutamakan pendidikan. (Bersambung) Ringkasan Artikel Ini Pertama, kerja dalam arti umum yaitu semua bentuk usaha yang dilakukan manusia baik da lam hal materi atau non materi, intelektual atau fisik maupun hal-hal yang berkaitan dengan masalah keduniaan dan keakhlr-atan. Kedua, kerja dalam arti sempit ialah kerja untuk memenuhi tuntutan hidup manusia berupa sandang, pangan dan papan yang

merupakan kebutuhan bagi setiap manusia dan muaranya adalah Ibadah. dan kamu akan dikembalikan kepada (Allali) yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu dlberiiakanNua kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan." Rasulullah SAW pun senantiasa berdoa kepada Allah agar dijauhi sifat malas, sifat lemah dan berlindung dari Allah, penakut dan sangat tua dan saya berlindung ke-pada-Mu dari siksa kubur dan dari ujianhidup dan mali (HR Abu Daud). Manusia diperintahkan Allah untuk mencari rezki bukan hanya untuk mencukupi kebutuhannya tetapi Al-Quran memerintahkan untuk mencari apa yang diistilahkan fadhl Allah, yang secara harfiah berarti "kelebihan yang bersumbr dari Allah." Salah satu ayat yang menunjuk masalah Ini adalah QS Al Jumuah 10 "Apabila kamu telah selesai shalat (Jumat) maka bertebaranlah d( bumi dan carilah fadhl (kelebihan rezki) Allal\ ba nyakbanyaklali mengingat Allalx supaya kamu beruntung."Dalam ayat tersebut dapat kita pahamibahwa terdapat relasi antara Iman sebagai sistem nilai serta ide dengan amal shaleh yang merupakan realisasinya. Meskipun sejumlah kritik dialamatkan kepada Weber karena kesan kuat yang menyatakan bahwa etos kerja Protestant lebih unggul dibandingkan dengan etos berbasis agama lain - padahal kenyataannya tidaklah demikian, misalnya etos kerja Jepang yang berbasis pada agama Tokugawa -namun intisari teori Weber yaitu bahwa etos kerja adalah kunci dan fondasi keberhasilan suatu masyarakat atau bangsa dapat diterima secara aklamasi.
A. Etos Kerja. 1. Pengertian Etos kerja . Etos berasal dari bahasa Yunani (etos) yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat . Dalam kamus besar bahasa Indonesia etos kerja adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau sesesuatu kelompok. Secara terminologis kata etos, yang mengalami perubahan makna yang meluas. Digunakan dalam tiga pengertian yang berbeda yaitu: b. suatu aturan umum atau cara hidup c. suatu tatanan aturan perilaku. d. Penyelidikan tentang jalan hidup dan seperangkat aturan tingkah laku . Dalam pengertian lain, etos dapat diartikan sebagai thumuhat yang berkehendak atau berkemauan yang disertai semangat yang tinggi dalam rangka mencapai cita-cita yang positif. Akhlak atau etos dalam terminologi Prof. Dr. Ahmad Amin adalah membiasakan kehendak. Kesimpulannya, etos adalah sikap yang tetap dan mendasar yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dalam pola hubungan antara manusia dengan dirinya dan diluar dirinya . Dari keterangan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa kata etos berarti watak atau karakter seorang individu atau kelompok manusia yang berupa kehendak atau kemauan yang disertai dengan semangat yang tinggi guna mewujudkan sesuatu keinginan atau cita-cita. Etos kerja adalah refleksi dari sikap hidup yang mendasar maka etos kerja pada dasarnya juga merupakan cerminan dari pandangan hidup yang berorientasi pada nilai-nilai yang berdimensi transenden. Menurut K.H. Toto Tasmara etos kerja adalah totalitas kepribadian dirinya serta caranya

mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna ada sesuatu, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal (high Performance) . Dengan demikian adanya etos kerja pada diri seseorang pedagang akan lahir semangat untuk menjalankan sebuah usaha dengan sungguh-sungguh, adanya keyakinan bahwa dengan berusaha secara maksimal hasil yang akan didapat tentunya maksimal pula. Dengan etos kerja tersebut jaminan keberlangsungan usaha berdagang akan terus berjalan mengikuti waktu. 2. Fungsi dan Tujuan Etos Kerja Secara umum, etos kerja berfungsi sebagai alat penggerak tetap perbuatan dan kegiatan individu. Menurut A. Tabrani Rusyan, fungsi etos kerja adalah: a. Pendorang timbulnya perbuatan. b. Penggairah dalam aktivitas. c. Penggerak, seperti mesin bagi mobil besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat lambatnya suatu perbuatan . Kerja merupakan perbuatan melakukan pekerjaan atau menurut kamus W.J.S Purwadaminta, kerja berarti melakukan sesuatu, sesuatu yang dilakukan . Kerja memiliki arti luas dan sempit dalam arti luas kerja mencakup semua bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik dalam hal materi maupun non materi baik bersifat intelektual maupun fisik, mengenai keduniaan maupun akhirat. Sedangkan dalam arti sempit, kerja berkonotasi ekonomi yang persetujuan mendapatkan materi. Jadi pengertian etos adalah karakter seseorang atau kelompok manusia yang berupa kehendak atau kemauan dalam bekerja yang disertai semangat yang tinggi untuk mewujudkan cita-cita. Nilai kerja dalam Islam dapat diketahui dari tujuan hidup manusia yang kebahagiaan hidup di dunia untuk akhirat, kebahagian hidup di akhirat adalah kebahagiaan sejati, kekal untuk lebih dari kehidupan dunia, sementara kehidupan di dunia dinyatakan sebagai permainan, perhiasan lading yang dapat membuat lalai terhadap kehidupan di akhirat. Manusia sebelum mencapai akhirat harus melewati dunia sebagai tempat hidup manusia untuk sebagai tempat untuk mancari kebahagiaan di akhirat. Ahli-ahli Tasawuf mengatakan: Untuk mencapai kebahagiaan di akhirat, manusia harus mempunyai bekal di dunia dan di manapun manusia menginginkan kebahagiaan. Manusia berbeda-beda dalam mengukur kebahagiaan, ada yang mengukur banyaknya harta, kedudukan, jabatan, wanita, pengetahuan dan lain-lain. Yang kenyataannya keadaan-keadaan lahiriah tersebut tidak pernah memuaskan jiwa manusia, bahkan justru dapat menyengsarakannya. Jadi dianjurkan di dunia tapi tidak melupakan kehidupan akhirat. . Artinya: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Q.S. Al-Qashash: 77) Pandangan Islam mengenai etos kerja, di mulai dari usaha mengangkap sedalam-dalamnya sabda nabi yang mengatakan bahwa niali setiap bentuk kerja itu tergantung pada niat-niat yang dipunyai pelakunya, jika tujuannya tinggi (mencari keridhaan Allah) maka ia pun akan mendapatkan nilai kerja yang tinggi, dan jika tujuannya rendah (seperti misalnya hanya bertujuan memperoleh simpati sesama

manusia belaka) maka setingkat pula nilai kerjanya . 3. Etos kerja Islami Dalam kehidupan pada saat sekarang, setiap manusia dituntut untuk bekerja guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan bekerja seseorang akan menghasilkan uang, dengan uang tersebut seseorang dapat membelanjakan segala kebutuhan sehari-hari hingga akhirnya ia dapat bertahan hidup. Akan tetapi dengan bekerja saja tidak cukup, perlu adanya peningkatan, motivasi dan niat. Setiap pekerja, terutama yang beragama islam, harus dapat menumbuhkan etos kerja secara Islami, karena pekerjaan yang ditekuni bernilai ibadah. Hasil yang diperoleh dari pekerjaannya juga dapat digunakan untuk kepentingan ibadah, termasuk didalamnya menghidupi ekonomi keluarga. Oleh karena itu seleksi memililih pekerjaan menumbuhkan etos kerja yang islami menjadi suatu keharusan bagi semua pekerjaan. Adapun etos kerja yang islami tersebut adalah: niat ikhlas karena Allah semata, kerja keras dan memiliki cita-cita yang tinggi Menurut Al-Ghazali dalam bukunya Ihya-u ulumuddin yang dikutip Ali Sumanto Al-Khindi dalam bukunya Bekerja Sebagai Ibadah, menjelaskan pengertian etos (khuluk) adalah suatu sifat yang tetap pada jiwa, yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak membutuhkan pemikiran. Dengan demikian etos kerja Islami adalah akhlak dalam bekerja sesuai dengan nilai-nilai islam sehingga dalam melaksanakannya tidak perlu lagi dipikir-pikir karena jiwanya sudah meyakini sebagai sesuatu yang baik dan benar. Menurut Dr. Musa Asyarie etos kerja islami adalah rajutan nilai-nilai khalifah dan abd yang membentuk kepribadian muslim dalam bekerja. Nilai-nilai khalifah adalah bermuatan kreatif, produktif, inovatif, berdasarkan pengetahuan konseptual, sedangkan nilai-nilai abd bermatan moral, taat dan patuh pada hukum agama dan masyarakat Toto Tasmara mengatakan bahwa semangat kerja dalam Islam kaitannya dengan niat semata-mata bahwa bekerja merupakan kewajiban agama dalam rangka menggapai ridha Allah, sebab itulah dinamakan jihad fisabilillah . Ciri-ciri orang yang memiliki semangat kerja, atau etos yang tinggi, dapat dilihat dari sikap dan tingkah lakunya, diantaranya: 1. Orientasi kemasa depan. Artinya semua kegiatan harus di rencanakan dan di perhitungkan untuk menciptakan masa depan yang maju, lebih sejahtera, dan lebih bahagia daripada keadaan sekarang, lebih-lebih keadaan di masa lalu. Untuk itu hendaklah manusia selalu menghitung dirinya untuk mempersiapkan hari esok. 2. Kerja keras dan teliti serta menghargai waktu. Kerja santai, tanpa rencana, malas, pemborosan tenaga, dan waktu adalah bertentangan dengan nilai Islam, Islam mengajarkan agar setiap detik dari waktu harus di isi dengan 3 (tiga) hal yaitu, untuk meningkatkan keimanan, beramal sholeh (membangun) dan membina komunikasi sosial, firman Allah: . . . Artinya: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (Q.S. Al-Ashr: 1-3)

3. Bertanggung jawab. Semua masalah diperbuat dan dipikirkan, harus dihadapi dengan tanggung jawab, baik kebahagiaan maupun kegagalan, tidak berwatak mencari perlindungan ke atas, dan melemparkan kesalahan di bawah. Allah berfirman: . Artinya: Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.(Q.S. Al-Isra: 7)

4. Hemat dan sederhana. Seseorang yang memiliki etos kerja yang tinggi, laksana seorang pelari marathon lintas alam yang harus berlari jauh maka akan tampak dari cara hidupnya yang sangat efesien dalam mengelola setiap hasil yang diperolehnya. Dia menjauhkan sikap boros, karena boros adalah sikapnya setan. 5. Adanya iklim kompetisi atau bersaing secara jujur dan sehat. Setiap orang atau kelompok pasti ingin maju dan berkembang namun kemajuan itu harus di capai secara wajar tanpa merugikan orang lain. . Artinya: Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlombalombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q.S. AlBaqarah: 148)

Sebagai orang yang ingin menjadi winner dalam setiap pertandingan exercise atau latihan untuk menjaga seluruh kondisinya, menghitung asset atau kemampuan diri karena dia lebih baik mengetahui dan mengakui kelemahan sebagai persiapan untuk bangkit. Dari pada ia bertarung tanpa mengetahui potensi diri. Karena hal itu sama dengan orang yang bertindak nekat. Terukir sebuah motto dalam dirinya: The best fortune that can come to a man, is that he corrects his defects and makes up his failings (Keberuntungan yang baik akan datang kepada seseorang ketka dia dapat mengoreksi kekurangannya dan bangkit dari kegagalannya .

Dialah Yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. (QS. al-Mulk:15) Islam menghendaki setiap individu hidup di tengah masyarakat secara layak sebagai manusia, paling kurang ia dapat memenuhi kebutuhan pokok berupa sandang dan pangan, memperoleh pekerjaan sesuai dengan keahliannya, atau membina rumah tangga dengan bekal yang cukup. Artinya, bagi setiap orang harus tersedia tingkat kehidupan yang sesuai dengan kondisinya, sehingga ia mampu melaksanakan berbagai kewajiban yang dibebankan Allah serta berbagai tugas lainnya. Untuk mewujudkan hal itu, Islam mengajarkan, setiap orang dituntut untuk bekerja atau berusaha, menyebar di muka bumi, dan memanfaatkan rezeki pemberian Allah SWT. Kata bekerja dalam ayat di atas mengandung arti sebagai suatu usaha yang dilakukan seseorang, baik sendiri atau bersama orang lain, untuk memproduksi suatu komoditi atau memberikan jasa. Kerja atau berusaha merupakan senjata utama untuk memerangi kemiskinan dan juga merupakan faktor utama untuk memperoleh penghasilan dan unsur penting untuk memakmurkan bumi dengan manusia sebagai kalifah seizin Allah. Ajaran Islam, menyingkirkan semua faktor penghalang yang menghambat seseorang untuk bekerja dan berusaha di muka bumi. Banyak ajaran Islam yang secara idealis memotivasi seseorang, seringkali menjadi kontra produktif dalam pengamalannya. Ajaran tawakkal yang seringkali diartikan sebagai sikap pasrah tidaklah berarti meninggalkan kerja dan usaha yang merupakan sarana untuk memperoleh rezeki. Nabi Muhammad SAW, dalam sejumlah hadits, sangat menghargai kerja, seperti salah satu haditsnya yang berbunyi, Jika kalian tawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, Allah akan memberi kalian rezeki seperti Dia memberi rezeki kepada burung yang terbang tinggi dari sarangnya pada pagi hari dengan perut kosong dan pulang di sore hari dengan perut kenyang. Hadits di atas sebenarnya menganjurkan orang untuk bekerja, bahkan harus meninggalkan tempat tinggal pada pagi hari untuk mencari nafkah, bukan sebaliknya pasrah berdiam diri di tempat tinggal menunggu tersedianya kebutuhan hidup. Hal ini dicontohkan oleh para sahabat Rasulullah SAW yang berdagang lewat jalan darat dan laut dengan gigih dan ulet. Mereka bekerja dan berusaha sesuai dengan kemampuan dan keahliannya masing-masing. Dalam beberapa ayat di Al Quran, Allah telah menjamin rezeki dalam kehidupan seseorang, namun tidak akan diperoleh kecuali dengan bekerja atau berusaha, antara lain pada Surah AlJumuah ayat 10, dinyatakan; Apabila telah ditunaikan Shalat, maka bertebaranlah di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. Hal ini menunjukkan bahwa Islam menghendaki adanya etos kerja yang tinggi bagi umatnya dalam memenuhi keinginannya, bukan semata-mata hanya dengan berdoa. Bahkan untuk memotivasi kegiatan perdagangan (bisnis), Rasulullah SAW bersabda: Pedagang yang lurus dan jujur kelak akan tinggal bersama para nabi, siddiqin, dan syuhada. (HR Tirmidzi). Dan pada hadits yang lain Rasulullah SAW menyatakan bahwa: Makanan yang paling baik dimakan oleh seseorang adalah hasil usaha tangannya sendiri. (H.R. Bukhari)

Islam juga mengajarkan bahwa apabila peluang kerja atau berusaha di tempat tinggal asal (kampung halaman) tertutup, maka orang-orang yang mengalami hal tersebut dianjurkan merantau (hijrah) untuk memperbaiki kondisi kehidupannya karena bumi Allah luas dan rezekiNya tidak terbatas di suatu tempat, sebagaimana Firman Allah SWT: Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak... (QS. an-Nisa:100) Ajaran Islam, sangat memotivasi seseorang untuk bekerja atau berusaha, dan menentang keras untuk meminta-minta (mengemis) kepada orang lain. Islam tidak membolehkan kaum penganggur dan pemalas menerima shadaqah, tetapi orang tersebut harus didorong agar mau bekerja dan mencari rezeki yang halal sebagaimana hadits Rasulullah SAW yang berbunyi, Bila seseorang meminta-minta harta kepada orang lain untuk mengumpulkannya, sesungguhnya dia mengemis bara api. Sebaiknya ia mengumpulkan harta sendiri. (H.R. Muslim). Oleh karena itu, Islam, memberikan peringatan keras kepada yang meminta-minta (mengemis), sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibnu Qayyim, bahwa mengemis kepada orang lain adalah tindakan zalim terhadap Rabbulalamin, hak tempat meminta, dan hak pengemis itu sendiri. Tindakan zalim terhadap hak Rabbulalamin artinya meminta, berharap, menghinakan diri, dan tunduk kepada selain Allah. Ia meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya, mempersembahkan sesuatu bukan kepada yang berhak, dan berlaku zalim terhadap tauhid dan keikhlasan. Berlaku zalim terhadap tempat meminta artinya menzalimi orang yang diminta sebab dengan mengajukan permintaan, ia menghadapkan orang yang diminta kepada pilihan sulit antara memuhi permintaannya atau menolaknya. Jika orang itu terpaksa memnuhi permintaanya, ada kemungkinan disertai dengan rasa dongkol. Namun bila tidak memberi, orang itu akan merasa malu. Sedangkan berlaku zalim terhadap diri sendiri artinya seorang pengemis menghina diri sendiri, menghamba bukan kepada Sang Pencipta, merendahkan martabat diri, dan rela menundukkan kepala kepada sesama makhluk. Ia menjual kesabaran, ketawakkalan, dan melalaikan tindakan mencegah diri dari mengemis kepada orang lain. Islam menuntun setiap orang untuk mendayagunakan semua potensi dan mengarahkan segala dayanya, betapa pun kecilnya. Islam melarang seseorang mengemis sedangkan ia mempunyai sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk membuka peluang kerja yang akan mencukupi kebutuhannya. Islam mengajarkan, bahwa semua usaha yang dapat mendatangkan rezeki yang halal adalah sesuatu yang mulia, walaupun rezeki itu diperoleh dengan susah payah daripada mengemis dan meminta-minta kepada orang lain. Islam membimbing seseorang agar melakukan pekerjaan sesuai dengan kepribadian, kemampuan, dan kondisi lingkungannya, serta tidak membiarkan si lemah terombang-ambing tanpa pegangan. Masyarakat Islam, baik penguasa maupun rakyat, diminta untuk mengerahkan segenap potensinya untuk menghilangkan kemiskinan. Mereka harus memanfaatkan semua kekayaan, sumber daya manusia maupun sumber daya alam sehingga akan meningkatkan produksi serta berkembangnya berbagai sumber kekayaan secara umum yang akan berdampak dalam pengentasan umat dari kemiskinan.

Umat Islam diminta bergandengtangan menghilangkan semua cacat yang dapat merusak bangunan masyarakatnya. Masyarakat Islam dituntut menciptakan lapangan kerja dan membuka pintu untuk berusaha (berbisnis). Di samping itu, juga harus menyiapkan tenaga-tenaga ahli yang akan menangani pekerjaan tersebut. Hal ini merupakan kewajiban kolektif umat Islam. Namun, realitas yang ada di masyarakat Islam saat ini sangat jauh dari idealisme yang diajarkan Islam dalam memotivasi seseorang untuk menjadi berhasil dalam kehidupannya. Faktor utama untuk kembali kepada ajaran motivasi Islam yang berorientasi kepada falah oriented, yakni menuju kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat, adalah membangkitkan kembali semangat ukhuwah islamiyah di antara kita. Hal ini merupakan tugas kita semua secara bersama-sama sebagai umat Muslim yang peduli terhadap keluarga kita umat Islam di seluruh jagad raya agar tidak tertinggal dan dapat duduk sama rendah berdiri sama tinggi dengan umat lainnya di muka bumi ini. Dan, terakhir, perlu kita sadari, bahwa Allah SWT tidak akan mengubah nasib kita tanpa kita sendiri mengubah nasib kita, dan oleh karena itu kita harus menjaga dan meningkatkan etos kerja kita agar kita tidak tertinggal oleh yang lain, sebagaimana firman Allah SWT: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehinga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (QS.13/ ar-Rad: 11)

You might also like