You are on page 1of 15

MAKALAH HADITS AHKAM HADITS LARANGAN MENJUAL BARANG HARAM

DISUSUN OLEH : KELOMPOK III

Nurchaliq majid Reza azis

JURUSAN ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAKASSAR 2013

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah Subehanahu Wa Taala yang telah senantiasa melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang direncanakan. Salam dan shalawat penulis curahkan kepada junjungan kita baginda Nabiullah Muhammad Sallallahu Alaihi Wa Sallam yang telah memberikan kita nikmat berfikir dan bertindak dalam mengarungi bahtera kehidupan ini. Kami telah berusaha menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, walau kami menyadari bahwa keterbatasan, kelemahan serta kekurangan senantiasa ada dalam diri penulis. Oleh karna itu, tanggapan, kritikan dan saran akan diterima dengan terbuka. Akhirnya kepada Allah Subehanahu Wa Taala jualah penulis memohon dan berdoa semoga kebaikan dan bantuan semua fihak yang diberikan kepada kami mendapatkan berkah yang melimpah. Semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Samata, 03 April 2013

Penulis

DAFTAR ISI

SAMPUL KATA PENGANTAR 2 DAFTAR ISI... 3 BAB I : PENDAHULUAN LATAR BELAKANG.4 RUMUSAN MASALAH 4 BAB II : PEMBAHASAN MATAN HADITS.. 5 PENJELASAN HADITS 6 BAB III : PENUTUP KESIMPULAN14 DAFTAR PUSTAKA..15

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang Perdagangan adalah jual beli dengan tujuan untuk mencari keuntungan. Penjualan merupakan transaksi paling kuat dalam dunia perniagaan bahkan secara umum adalah bagian yang terpenting dalam aktivitas usaha. Kalau asal dari jual beli adalah disyariatkan. sesungguhnya di antara bentuk jual beli ada juga yang diharamkan dan ada juga yang diperselisihkan hukumnya{[1]. Oleh sebab itu, menjadi satu kewajiban bagi seorang usahawan muslim untuk mengenal hal-hal yang menentukan sahnya usaha jual beli tersebut, dan mengenal mana yang halal dan mana yang haram dari kegiatan itu, sehingga ia betul-betul mengerti perso-alan.

B. Rumusan masalah Adapun rumusan masalaha adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana hadits yang berhubungan dengan larangan menjual barang haram ? 2. Bagaimana penjelasan hadits yang berhubungan dengan larangan menjual barang haram ?

Diangkat dan diterjemahkan dari kitab Taisir al Allam Syarhu Umdati al Ahkam, dari Bab Tahrimi Baii al Khaba-its, karya asy Syaikh al Allamah Abdullah bin Abdurrahman bin Shalih Alu Bassam, Tash-hih dan Takhrij Muhammad bin Mijqan, Penerbit Daar al Mughni li an Nasyri wa at Tawzi, KSA, Riyadh, Cetakan I, Tahun 1421 H/ 2000 M. Pada hadits nomor 264, halaman 671-677. (Dan pada sebagian cetakan lain, bernomor 265). Dengan beberapa tambahan komentar penjelas dari penterjemah jika diperlukan
1

BAB II PEMBAHASAN A. Matan hadits larangan menjual barang haram dan artinya

- - - . . - -
Artinya : Dari Jabir bin Abdillah, beliau mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda di Mekah saat penaklukan kota Mekah, "Sesungguhnya, Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamar, bangkai, babi, dan patung." Ada yang bertanya, "Wahai Rasulullah, apa pendapatmu mengenai jual beli lemak bangkai, mengingat lemak bangkai itu dipakai untuk menambal perahu, meminyaki kulit, dan dijadikan minyak untuk

penerangan?" Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidak boleh! Jual beli lemak bangkai itu haram." Kemudian, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Semoga Allah melaknat Yahudi. Sesungguhnya, tatkala Allah mengharamkan lemak bangkai, mereka mencairkannya lalu menjual minyak dari lemak bangkai tersebut, kemudian mereka memakan hasil penjualannya." (HR. Bukhari, no. 2236 dan Muslim, no. 4132)

B. Penjelasan hadits tentang larangan menjual barang haram Syariat Islam yang tinggi ini datang dengan membawa seluruh kemaslahatan bagi umat manusia. Juga telah membawa peringatan dari segala hal yang di dalamnya terdapat madharrat (keburukan) yang akan menimpa akal, tubuh dan agama. Sehingga, syariat Islam membolehkan hal-hal yang baik, -sedangkan hal-hal yang baik ini adalah mayoritas makhluk Allah yang telah Ia ciptakan untuk kita semua di bumi ini, dan mengharamkan hal-hal yang buruk. Di antara sekian macam hal-hal buruk yang telah diharamkan, adalah empat macam hal yang terbilang dalam hadits ini. Setiap macamnya menunjukkan dan mewakili hal lainnya yang semisal dengannya dalam keburukannya. Maka, al khamr, yaitu segala sesuatu yang dapat memabukkan dan menutup akal, merupakan sumber keburukan. Dengan mengkonsumsinya, seseorang kehilangan nikmat akal yang telah Allah muliakan ia dengannya. Sehingga, seorang yang sedang mabuk akan melakukan perbuatan-perbuatan kemungkaran dan dosa-dosa besar. Ia akan menebarkan permusuhan sesama kaum Muslimin. Khamr ini pun menghalanginya dari seluruh kebaikan dan dari berdzikir kepada Allah. Kemudian Rasululah shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan hal berikutnya, yaitu al maitah (bangkai). Yaitu hewan yang tidak mati melainkan -mayoritas- dengan sebab penyakit atau bakteri mikroba. Atau juga dengan sebab tertahannya darah hewan tersebut, yang membuatnya rusak (mati). Maka, memakannya merupakan kemadharratan yang sangat besar bagi tubuh, dan membinasakan kesehatan. Belum lagi, ia adalah bangkai yang menjijikkan, berbau busuk dan najis. Setiap jiwa pasti tidak menyukainya.

Dan seandainya ia tetap dimakan, walaupun dengan tidak suka dan dengan berhati-hati, ia tetap penyakit (bagi yang memakannya) di atas penyakit, dan musibah di atas musibah. Dan yang berikutnya, Rasululah shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan hewan yang paling buruk, paling tidak disukai dan paling menjijikkan, yaitu babi. Babi adalah hewan yang mengandung berbagai macam penyakit dan bakteri-bakteri mikroba. Hampir-hampir panasnya api tidak dapat membunuhnya dan mematikannya. Maka, bahayanya sangat besar dan kerusakannya sangat banyak. Di samping itu, hewan ini pun hewan yang jorok dan najis. Dan (yang terakhir) beliau shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan sesuatu yang bahayanya jauh lebih besar (dari hal-hal sebelumnya), kerusakannya pun sangat besar, yaitu berhala. Berhala merupakan sumber kesesatan manusia dan kesyirikan mereka. Dengannya, Allah Subhanahu wa Taala diperangi, dipersekutukan dalam ibadah dan hak-hakNya. Maka, berhala adalah sumber kesesatan dan kesyirikan. Tidaklah para Rasul diutus, dan tidaklah pula kitab-kitab Allah diturunkan, melainkan untuk memerangi sesembahan (selain Allah) ini, untuk menyelamatkan manusia dari keburukannya. Betapa banyak manusia yang terfitnah dengannya! Betapa banyak umat yang sesat karenanya! Dan betapa banyak orang-orang masuk ke dalam neraka dengan sebabnya! Maka, empat hal ini adalah hal-hal buruk dan merusak akal, tubuh dan agama. Dan empat hal ini adalah sebagai contoh (yang mewakili hal-hal lainnya) yang buruk. (Dan hal ini tidaklah diharamkan melainkan) untuk melindungi akal, tubuh, dan agama dari apa-apa yang dapat merusaknya.

Maka, menjauhi hal-hal ini merupakan pencegahan terhadap segala hal yang dapat merusak sepertinya. Haramnya berjual beli khamr, membuatnya, segala sesuatu yang membantu terjadinya, meminumnya dan berobat dengannya. makna khamr, segala sesuatu yang dapat memabukkan, baik berupa benda cair ataupun padat. Terbuat dari apapun. Sama saja terbuat dari anggur, kurma, ataupun gandum. Termasuk pula ke dalamnya ganja, opium, rokok, marijuana, dan yang sejenisnya. Seluruhnya adalah buruk dan haram. Seluruh hal-hal tadi diharamkan karena mengandung kerusakan dan bahaya yang besar terhadap akal, tubuh, harta, dan akibat-akibat buruk lainnya berupa permusuhan, tindak kriminalitas, dan mara bahaya lainnya yang tidak tersembunyi lagi. Haramnya bangkai. Baik dagingnya, lemaknya, darahnya, urat-uratnya, dan segala sesuatu yang masuk kepadanya kehidupan dari bagian-bagian tubuhnya. Semua itu diharamkan karena padanya terdapat sesuatu yang

membahayakan tubuh. Selain itu, ia juga buruk, menjijikkan dan najis. Maka, bangkai bersifat kotor dan tidak disukai. Dengan sebab inilah, juga dengan sebab tidak ada manfaat padanya, diharamkan jual belinya. Jumhur Ulama (mayoritas ulama) mengecualikan dari keharaman tadi, rambut dan bulunya. Karena keduanya tidak berhubungan dengannya. (Maksudnya) tidak masuk ke dalamnya kehidupan. Sehingga, keduanya tidak termasuk hal-hal yang kotor.

Adapun kulitnya, maka ia hukumnya najis jika belum disamak. Namun, jika sudah disamak dengan baik, dan sudah dihilangkan segala sisa buruk yang menempel padanya, hukumnya adalah halal dan suci menurut mayoritas ulama. Dan sebagian ulama membatasi penggunaannya untuk hal-hal yang kering saja. Namun, pendapat yang pertama adalah pendapat yang lebih utama (untuk dibenarkan), karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda: )) (( Kulit itu dapat disucikan oleh air dan al Qarazh.[2] Haramnya berjual beli hewan babi. Haram pula memakannya, menyentuhnya dan mendekatinya. Karena babi adalah hewan yang buruk dan kotor yang terdapat padanya kerusakan murni, tidak ada maslahatnya sama sekali. Bahaya darinya yang menimpa tubuh dan akal sangatlah besar. Karena babi dapat meracuni tubuh dengan segala penyakit yang terkandung padanya. Mengakibatkan orang yang mengkonsumsinya memiliki sifat buruk pula seperti babi. Dan hal ini adalah sebuah realita yang telah terjadi dan telah kita saksikan pada orang-orang yang terbiasa mengkonsumsinya. Mereka juga dikenal dengan frigiditas (sifat dingin). Haramnya berjual beli berhala. Dikarenakan dapat mengakibatkan kerusakan yang sangat besar bagi akal dan agama, (terlebih lagi) jika berhala ini dijadikan sesembahan dan melariskannya dalam rangka membangkang kepada Allah Subhanahu wa Taala.

HR Abu Dawud (4/66 no. 4126), an Nasa-i (7/174 no. 4248), Ahmad (6/333 no. 26876), dan lain-lain dari hadits Maimunah radhiyallahu anha- istri Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam

Berhala adalah salib, yang merupakan syiar orang-orang Nashrani. Juga patung-patung para tokoh dan pembesar. Termasuk pula, gambar-gambar yang terdapat pada majalah-majalah, koran-koran dan lainnya. Terlebih lagi gambar-gambar pornografi yang terpampang vulgar, yang merupakan fitnah (besar) bagi para pemuda, dan merangsang nafsu birahi mereka. Termasuk pula, film-film sinema. Dan terlebih lagi film-film porno yang vulgar dan menjijikkan. Dan menunjukkan kefajiran tidak adanya rasa malu sama sekali (para pelakunya). Maka, semuanya ini adalah keburukan dan kerusakan yang tidak ada baiknya dan kemaslahatannya sama sekali. Namun, demikianlah, (kini) manusia sudah terbiasa dengan kemungkaran. Bahkan, sampai-sampai sudah menjadi hal yang maruf (baik, lumrah dan tidak bermasalah). Allahul Mustaan. Bahwa meninggalkan kerusakan lebih diutamakan dari mengambil kemaslahatan. Terlebih lagi, jika kerusakan tersebut ternyata lebih kuat daripada kemaslahatannya. (Dari kaidah ini), sesungguhnya kemaslahatan yang terdapat pada lemak bangkai tetap tidak dapat membuatnya boleh untuk diperjual belikan dan bermuamalah dengannya. Oleh karena itu, tatkala para shahabat menyebutkan beberapa faidahnya -dengan harapan hal itu membuatnya boleh untuk diperjual belikan dan bermuamalahdengannya-, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tetap menjawab:( ), Tidak, (jual beli) itu adalah haram.

10

Menggunakan sesuatu yang najis dengan cara yang tidak melampaui batas (tidak menularkannya pada yang lain) adalah boleh (tidak bermasalah), karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak melarang hal itu kepada para shahabat tatkala mereka memberitahukan hal itu kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Dan dhamir (kata ganti) pada sabdanya: ( ), kembali kepada jual beli, bukan kepada penggunaan. Sesungguhnya hiilah (berusaha mencari-cari pembenaran dengan cara yang licik dan menipu pada sesuatu yang telah diharamkan Allah, agar tetap dapat melakukan sesuatu yang telah diharamkan Allah tersebut) adalah sebab datangnya murka dan laknat Allah. Karena orang yang melakukan sesuatu, dan ia sudah tahu keharaman sesuatu tersebut lebih ringan (dosanya) daripada orang yang melakukan sesuatu yang haram tersebut dengan menyengaja berusaha mencari-cari alasan-alasan untuk membenarkan perbuatannya. Karena orang yang pertama, ia mengakui bahwa ia berbuat dosa dan melampaui batasan-batasan Allah, dan masih bisa diharapkan darinya untuk bertaubat dan memohon ampun kepada Allah. Sedangkan orang yang ke dua, ia telah berusaha menipu Allah Subhanahu wa Taala. Dan usahanya dalam mencari-cari alasan-alasan untuk membenarkan perbuatannya akan terus membuatnya berprilaku demikian, sehingga ia sulit untuk bertaubat. Bahkan ia pun terhalangi dari Allah Subhanahu wa Taala. Sesungguhnya mencari-cari pembenaran dengan cara yang licik dan menipu pada sesuatu yang telah diharamkan Allah adalah kebiasaan orangorang Yahudi.

11

Cintanya orang-orang Yahudi terhadap harta dan materi sudah lama (sejak dahulu). Hal inilah yang membuat mereka sampai melakukan hiilah, membatalkan perjanjian-perjanjian dan terbiasa melakukan hal-hal yang haram. Dan mereka demikian terus-menerus bergelimang dalam kesesatan. Semoga Allah memporakporandakan mereka. Tatkala Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan haramnya hal-hal dalam hadits ini, mereka menyebutkan beberapa manfaat lemak bangkai yang mereka terbiasa menggunakannya, dengan harapan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengecualikannya dari hal-hal yang diharamkan dalam hadits. Namun Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, jangan kalian berjual beli dengannya, karena berjual beli dengannya haram, manfaat-manfaat (yang disebutkan) tidak membuatnya menjadi halal. Namun Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak melarang mereka untuk menggunakannya saja sebagaimana yang telah mereka sebutkan. Nabi pun menerangkan kepada umatnya, yaitu tatkala Allah Subhanahu wa Taala mengharamkan atas orang-orang Yahudi lemak bangkai, justru mereka menyengaja -dalam rangka menipu Allah Subhanahu wa Taala dan karena kecintaan mereka terhadap harta dan materimencairkan lemak tersebut yang telah diharamkan kepada mereka untuk dimakan. Kemudian mereka pun menjualnya, dan akhirnya memakan harganya (hasil penjualannya). Mereka mengira bahwa perbuatan mereka ini bukan perbuatan maksiat. Mereka mengira bahwa mereka tidak memakan lemak bangkai itu secara langsung. Mereka mengira bahwa yang mereka makan adalah harganya!

12

Inilah substansi bermain-main dengan perintah dan larangan Allah Subhanahu wa Taala, dan inilah substansi meremehkan hukum-hukum dan batasan-batasan Allah Subhanahu wa Taala. Dan sungguh hal ini telah menimpa kita (sebagian kaum muslimin), berupa hiilah dan menipu Allah Subhanahu wa Taala. Dan ini adalah bukti kebenaran sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam: )) (( Pasti kalian akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian, sedikit demi sedikit, sampai-sampai jika mereka masuk ke dalam lubang biawak pun, kalian akan memasukinya (pula).[3] Sesungguhnya hal-hal yang diharamkan di dalam hadits ini sebagai contoh yang mewakili hal-hal lainnya yang semisal dengannya. Yang bahayanya kembali kepada agama, akal, tubuh, kebiasaan dan akhlak. Sehingga, seolah-olah hadits ini dibawakan untuk menjelaskan segala macam hal-hal yang kotor dan buruk.[4]

HR al Bukhari (3/1274 no. 3269), Muslim (4/2054 no. 2669), dan lain-lain, dari hadits Abu Said al Khudri -radhiyallahu anhu- dengan sedikit perbedaan lafazh. 4 Asy Syaikh Abdullah bin Abdurrahman bin Shalih Alu Bassam berkata, Dari makna inilah judul bab diambil dan telah kami jadikan pada muqaddimah penjelasan hadits ini.

13

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Perdagangan adalah jual beli dengan tujuan untuk mencari keuntungan. Penjualan merupakan transaksi paling kuat dalam dunia perniagaan bahkan secara umum adalah bagian yang terpenting dalam aktivitas usaha. Kalau asal dari jual beli adalah disyariatkan, sesungguhnya di antara bentuk jual beli ada juga yang diharamkan dan ada juga yang diperselisihkan hukumnya. Oleh sebab itu, menjadi satu kewajiban bagi seorang usahawan muslim untuk mengenal hal-hal yang menentukan sahnya usaha jual beli tersebut, dan mengenal mana yang halal dan mana yang haram dari kegiatan itu, sehingga ia betul-betul mengerti perso-alan

14

DAFTAR ISI 1. Al Quran dan terjemahnya, Cet. Mujamma Malik Fahd, Saudi Arabia.

2. Shahih al Bukhari, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin al Mughirah al Bukhari (194-256 H), tahqiqMusthafa Dib al Bugha, Daar Ibni Katsir, al Yamamah, Beirut, Cet. III, Th. 1407 H/1987 M.

3.

15

You might also like