You are on page 1of 3

PENEGAKKAN DIAGNOSA DAN TERAPI KEJANG DEMAM KOMPLEKS PADA ANAK LAKI-LAKI BERUMUR 16 BULAN

Dibuat oleh: Lituhayu B. Putri,Modifikasi terakhir pada Tue 13 of Dec, 2011 [08:43]

ABSTRACT Kejang disebabkan oleh pelepasan hantaran listrik yang abnormal di otak. Gejala yang timbul dapat bermacam-macam tergantung pada bagian otak yang terpengaruh, tetapi umumnya kejang berkaitan dengan suatu sensasi aneh, kekakuan otot yang tidak terkendali, dan hilangnya kesadaran. Kejang demam merupakan kejang yang cukup sering dijumpai pada anak-anak yangberusia dibawah 5 tahun. Kejang demam dapat timbul bila seorang anak mengalami demam tinggi, biasanya suhu tubuh meningkat dengan cepat mencapai 39 derajat Celsius atau lebih. KEYWORD: Kejang Demam pada Anak HISTORY Seorang pasien anak laki,laki, 16 bulan, dibawa ke IGD RSUD Salatiga dengan keluhan kejang 6 jam SMRS yang didahului dengan demam. Kejang ini adalah kejang untuk yang kedua kalinya. Kejang terjadi sebanyak 1 kali pada jam 03.00 WIB dan berdurasi selama 30 menit. Saat kejang seluruh tubuh pasien kaku dan kedua mata pasien mendelik ke atas, mulut tidak terkunci dan tidak mengeluarkan busa. Setelah kejang, pasien sadar, langsung menangis dan mengalami keringat dingin. Setelah kejang tersebut, disusul kejang selanjutnya hingga 3 kali yang berdurasi kurang dari 15 menit. Pada 1 hari SMRS, Ibu pasien menyatakan sebelum kejang pasien mengalami demam. Demam terjadi pada malam hari, timbul mendadak dan tidak terlalu tinggi. Pada saat demam sudah diberikan penurun panas berupa paracetamol syrup, demam sempat turun sebentar namun naik lagi. Hingga akhirnya pasien kejang karena demam tinggi. Pasien tidak ada riwayat batuk, pilek, nyeri telinga, nyeri telan, maupun nyeri saat kencing. DIAGNOSIS Kejang Demam Kompleks TERAPI Terapi yang diberikan pada pasien ini antara lain infuse cairan KAEN 3B dengan ettesan 15 tpm (mikro), puyer berisi Paracetamol 80 mg dan Luminal 10 mg serta Injeksi antibiotic cefotaxim 2x250mg. DISKUSI Pada pasien anak laki-laki berumur 4 tahun 11 bulan dengan berat badan 16 kg, dari anamnesa didapatkan keluhan kejang sebanyak 1 kali pada sore hari, 5 jam SMRS yang didahului dengan demam. Kejang merupakan kejang pertama kali dan berdurasi lebih dari 15 menit. Kejang pada pasien bersifat tonik, mata mendelik ke atas, mulut tidak terkunci dan tidak mengeluarkan busa. pasien dalam keadaan sadar pada saat sebelum dan setelah kejang. Kejang tidak didahului dengan aura. Diagnosis kejang demam kompleks ditegakkan pada pasien ini atas dasar lama kejang pada pasien yang berdurasi selama lebih 15 menit. Demam terjadi 1 hari SMRS, tidak terlalu tinggi, tidak mendadak dan berlangsung terusmenerus. 3 hari SMRS ibu pasien menyatakan pasien sering batuk, tidak berdahak. Kemungkinan pasien telah terjangkit infeksi saluran napas dan ini telah memicu terjadinya demam. Dari pemeriksaan fisik thoraks jantung, ditemukan murmur dengan fase sistolik, bentuk pansistolik, derajat bising 1/6, pungtum maksimum di sela iga 5 garis parasternalis kiri, tidak ada penjalaran, kualitas tidak dapat dinilai, berfrekuensi tinggi. Bising jantung pada pasien ini adalah bising inosen dengan karakteristik bising sistolik, berderajat 2/6 atau kurang sehingga tidak disertai getaran bising, penjalaran terbatas, cenderung berubah intensitasnya dengan perubahan posisi, dan tidak berhubungan dengan kelainan jantung. Pemeriksaan refleks meningeal dengan hasil negatif menunjukkan tidak terdapat infeksi pada otak dan meningen. Dari pemeriksaan laboratorium pada 5 Oktober 2009, didapatkan anemia ringan dengan nilai Hb 10.8 g/dL, leukositosis dengan nilai 18.800 /uL dan LED meningkat dengan nilai 35mm/jam yang menunjukkan bahwa telah terjadi proses infeksi yang ditandai dengan demam sebelum terjadinya kejang. Pada kasus ini, diagnosis banding kejang demam kompleks adalah epilepsi yang diprovokasi demam dan meningoensefalitis. Ada pun perbedaan antara kejang demam kompleks dengan kedua penyakit ini adalah: pada epilepsi yang diprovokasi demam (Menurut kriteria Livingstone, gejala epilepsy yang diprovokasi demam adalah seperti kejang lama dan bersifat lokal, umur lebih dari 6 tahun, frekuensi serangan lebih dari 4 kali / tahun, dan EEG setelah tidak demam abnormal. Perbedaan kejang demam kompleks dengan epilepsi yaitu pada epilepsi, tidak disertai demam. Epilepsi bisa disebabkan karena terjadinya gangguan keseimbangan kimiawi sel-sel otak yang mencetuskan muatan listrik berlebihan di otak secara tiba-tiba. Penderita epilepsi adalah seseorang yang mempunyai bawaan ambang rangsang rendah terhadap cetusan tersebut. Cetusan bisa di beberapa bagian otak dan gejalanya beraneka ragam. Serangan epilepsi sering terjadi pada saat ia mengalami stres, jiwanya tertekan, sangat capai, atau adakalanya karena terkena sinar lampu yang tajam) sedangkan pada Meningoensefalitis (Terdapat kelainan pada otak yang dapat ditandai dengan refleks patologis dan refleks meningeal yang positif, EEG abnormal, kejang berulang, tekanan intrakranial yang meningkat dan terdapat penurunan kesadaran). Pada terapi, antibiotik yang digunakan adalah Cefotazime dengan dosis 2x 500mg IV perhari selama perawatan di rumah sakit. Cefotazime digunakan bagi mengatasi infeksi saluran napas bawah, otitis media akut, infeksi kulit, infeksi saluran kemih yang juga merupakan etiologi infeksi yang menyebabkan demam yang menginduksi kejang demam. Infus cairan Ringer Laktat diberikan karena keadaan demam bisa menyebabkan dehidrasi pada pasien. Cairan ini digunakan karena bersifat isotonis, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan ke dalam pembuluh darah untuk mengatasi kehilangan cairan yang terjadi karena dehidrasi. Setelah kejang dapat diatasi, pengobatan disusul dengan terapi rumatan yang dibagi menjadi profilaksis intermitten dan profilaksis jangka panjang. Tetapi pada pasien ini, terapi profilakasis jangka panjang tidak digunakan karena tidak terdapat indikasi. Pengobatan profilaksis intermiten yang digunakan berupa puyer panas yang hanya diberikan selama episode demam saja yaitu obat campuran antikonvulsan (diazepam) dan antipiretika (paracetamol). Pada pasien ini seharusnya diberikan kortikosteroid untuk mencegah terjadinya udem otak yaitu dengan dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Golongan glukokortikoid seperti deksametason diberikan 0,5-1 ampul setiap 6 jam sehingga keadaan membaik. Pada pasien ini, disarankan untuk melakukan pemeriksaan anjuran yaitu elektroenselfalogram (EEG) untuk mendeteksi sekiranya terdapat gangguan pada otak terutama pada penderita epilepsi. Gambaran abnormal yang bisa temukan berbentuk spike, sharp wave, spike and wave dan paroxysmal slow activity. KESIMPULAN Diagnosa pasien ini adalah Kejang Demam Kompleks, terapi yang diberikan sudah sesuai yaitu dengan antibiotic untuk mengatasi etiologi infeksi yang menyebabkan demam yang menginduksi kejang demam. Serta diberikan obat simptomatik lainnya. Pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dilakukan adalah elektroenselfalogram (EEG) untuk mendeteksi sekiranya terdapat gangguan pada otak terutama pada penderita epilepsi.

Pasien anak 3,5 tahun dengan kejang 3x, > 5 menit dan demam. Pada pemeriksaan refleks fisiologis normal, meningeal sign (-), reflek patologis (-).Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosa kejang demam kompleks. Kejang demam berdasarkan definisi dari The International League Againts Epilepsy (Commision on Epidemiology and Prognosis, 1993) adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,4oC tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya. Kejang demam diklasifikasikan sebagai kejang demam kompleks bila bersifat fokal, berlangsung lama (>10 - 15 menit), atau multiple (> 1 kali serangan selama 24 jam demam). Sebaliknya, kejang demam sederhana adalah kejang yang berlangsung satu kali, singkat , dan bersifat umum. Anak dapat saja normal atau mempunyai kelainan neuorologis. Anak bisanya berusia antara 6 bulan sampai 3 tahun, dan tersering pada usia 18 bulan. Bila kejang demam berlangsung terus sampai usia di atas 6 tahun atau pernah mengalami kejang tanpa demam baik tonik-klonik, mioklonik, absens atau atonik maka diklasifikasikan sebagai Generalized epilepsy with seizure plus (GEFS+).

Keywords : kejang demam, kejang demam kompleks

Seorang anak umur 3,5 tahun datang dengan keluhan kejang. Melalui alloanamnesis didapatkan anak anak tiba-tiba panas tinggi malam sebelum kejang. Ibu menyangkal pasien menggigil -, malam hari panas meningkat -, mimisan -, mencret -, muntah, batuk -, pilek -, mengi -, sebelumnya tidak ada benturan kepala, telinga tidak ada cairan yang keluar dan tidak nyeri, tidak ada riwayat dipijat, tidak ada luka pada kulit dan tidak ada kelainan kulit lainnya, buang air besar biasa, buang air kecil lancar tanpa merintih. Anak kejang pagi hari SMRS, 2x, lebih dari 5 menit. Di IGD, pasien kejang lagi 1x lebih dari 5 menit. Pemeriksaan vital sign didapatkan suhu 38,6 C , nadi 106x/menit, pernafasan 24x/menit, berat badan 6,8 kg. Pada pemeriksaan fisik, refleks fisiologis normal, meningeal sign : kaku kuduk (-), Brudzinski 1 (-), Brudzinski 2 (-), reflek patologis : Babinsky (-), Chaddock (-), Oppenheim (-), Gordon (-), Schaeffer (-), Hoffman (-), Trommer (-).

Diagnosa Pasien didiagnosa Kejang Demam Kompleks

Terapi Pasien mendapat terapi infus Rl, parasetamol 10-15mg/kgBB/hari tiap 4-6 jam, diazepam rektal 0,5mg/kgBB tiap 12 jam, dan Fenobarbital 3-5mg/kgBB/hari.

Diskusi Penegakkan diagnosa pada pasien dengan kejang yaitu melalui: a. Anamnesis: Umur pasien, frekuensi kejang, sifat kejang, lama serangan kejang, interval antara dua serangan, kesadaran pada waktu kejang dan pasca kejang, gejala lain yang menyertai, riwayat kejang pada keluarga, riwayat epilepsi pada keluarga. b. Pada pemeriksaan fisik Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang disebabkan oleh trauma. c. d. Meningeal sign : Kaku kuduk dan Brudzinski 1 dan 2 Reflek patologis : Reflek babinski , reflek oppenheim , reflek hoffman , reflek patela

Pada kasus ini, didapatkan

Anamnesis:

Anak mendadak panas tinggi Kejang 3 kali sehari yang terjadi kurang lebih 5 menit, Sifat kejangnya yaitu kedua tangan, kedua kaki terjadi kekakuan, mata melihat keatas, mulut dalam keadaan tertutup dan tidak mengeluarkan busa, setelah kejang anak tidak menangis dan usia penderita 9 bulan. Riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, serta riwayat pengobatan sebelumnya disangkal pasien. Panas tanpa disertai batuk & pilek, tanpa sesak, dan mengi dapat menyingkirkan s --> infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), Tidak ada mimisan --> menyingkirkan DHF, Tidak ada menggigil, dan panas masih hanya 1 hari --> menyingkirkan malaria, Dari telinga tidak ada keluar cairan dan tidak nyeri --> menyingkirkan otitis media, Tidak ada riwayat kepala terbentur, tidak ada riwayat dipijat, tidak ada kelainan pada kulit & trauma, Tidak ada luka --> menyingkirkan tetanus. Buang air besar biasa dan tidak ada muntah --> menyingkirkan gastroenteritis. Buang air kecil yang lancar tanpa merintih -->menyingkirkan ISK.

Jadi kalau dilihat dari gejala klinis yang ada, maka hanya dapat mencari penyebab dari demam karena infeksi virus dikarenakan demam mendadak tinggi. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan reflek fisiologis normal positif, Rangsang meningeal negatif menyingkirkan kejang yang disebabkan oleh penyakit infeksi susunan saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati.

Jadi berdasarkan pemeriksaan di atas anak menderita kejang demam, yang penyebabnya belum diketahui secara pasti. Oleh sebab itu diperlukan pemeriksaan penunjang seperti lumbal pungsi, EEG, pemeriksaan darah rutin dan elektrolit, supaya penyebab kejang pada anak bisa diketahui, sehingga penatalaksanaan tepat dan mencegah terjadinya komplikasi.

Kesimpulan Telah dipaparkan pasien anak 3,5 tahun dengan kejang 3x, > 5 menit dan demam. Pada pemeriksaan refleks fisiologis normal, meningeal sign (-), reflek patologis (-). Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosa kejang demam kompleks. Pasien menderita kejang demam, yang penyebabnya belum diketahui secara pasti. Oleh sebab itu diperlukan pemeriksaan penunjang seperti lumbal pungsi, EEG, pemeriksaan darah rutin dan elektrolit, supaya penyebab kejang pada anak bisa diketahui.

You might also like