You are on page 1of 43

UNIVERSITAS NEGERI MANADO | FISIKA GEOTHERMAL

MAKALAH ILMU PLANET BUMI DAN ANTARIKSA

BAB 6 : BINTANG DAN DINAMIKANYA

BINTANG DAN DINAMIKANYA

NAMA ANGGOTA KELOMPOK

YONATHAN SUROSO SINDY SANGKOY WIDYA MANDAGI CHRIESTIO NARAY JEIT LEMBONG SULISTYO KONO

12300041 12300408 12300182 12302217 12303906 12300435

DOSEN MATA KULIAH IPBA: DR. Cyrke. A. N. Bujung, M.Si.

BINTANG DAN DINAMIKANYA

KATA PENGANTAR
Puji syukur patut kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, penyertaan dan bimbinganNya kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul BINTANG DAN DINAMIKANYA ini dengan baik. Kami juga berterimakasih kepada semua orang, baik secara langsung maupun tidak langsung telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah kami. Makalah ini memuat dan membahas tentang salah satu benda langit yang utama, yaitu bintang, beserta dengan dinamika dan penjelasan-penjelasan terkait mengenai bintang, termasuk di dalamnya adalah matahari yang merupakan salah satu dari bintang dalam suatu sistem tata surya. Semoga makalah Ilmu Planet Bumi dan Antariksa ini dapat bermanfaat dan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Terima kasih.

Tomohon, 5 April 2013 Penulis

BINTANG DAN DINAMIKANYA

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................3 DAFTAR ISI ............................................................................................................4 BAGIAN 1 : MATAHARI SEBAGAI BINTANG .................................................5 BAGIAN 2 : JARAK BINTANG ..........................................................................12 BAGIAN 3 : GERAK BINTANG .........................................................................16 BAGIAN 4 : MAGNITUDO BINTANG ..............................................................21 BAGIAN 5 : KLASIFIKASI BINTANG ..............................................................26 BAGIAN 6 : RIWAYAT BINTANG ....................................................................33

BINTANG DAN DINAMIKANYA

BAGIAN 1 MATAHARI SEBAGAI BINTANG


Matahari adalah bola raksasa yang terbentuk dari gas hidrogen dan helium. Matahari termasuk bintang berwarna putih yang berperan sebagai pusat tata surya. Seluruh komponen tata surya termasuk 8 planet dan satelit masing-masing, planetplanet kerdil, asteroid, komet, dan debu angkasa berputar mengelilingi matahari. Di samping sebagai pusat peredaran, matahari juga merupakan sumber energi untuk kehidupan yang berkelanjutan. Panas matahari menghangatkan bumi dan membentuk iklim, sedangkan cahayanya menerangi Bumi serta dipakai oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis. Tanpa matahari, tidak akan ada kehidupan di bumi karena banyak reaksi kimia yang tidak dapat berlangsung. 1. Matahari Sebagai Salah Satu Bintang Benda langit di jagat raya ini jumlahnya banyak sekali. Ada yang dapat memancarkan cahaya sendiri ada juga yang tidak dapat memancarkan cahaya sendiri, tetapi hanya memantulkan cahaya dari benda lain. Bintang adalah benda langit yang memancarkan cahaya sendiri (sumber cahaya). Matahari dan bintang mempunyai persamaan, yaitu dapat memancarkan cahaya sendiri. Matahari merupakan sebuah bintang yang tampak sangat besar karena letaknya paling dekat dengan bumi. Matahari memancarkan energi yang sangat besar dalam bentuk gelombang elektromagnet. Gelombang elektromagnet tersebut adalah gelombang cahaya tampak, sinar X, sinar gamma, sinar ultraviolet, sinar inframerah, dan gelombang mikro.

BINTANG DAN DINAMIKANYA

2. Sumber Energi Matahari Sumber energi matahari berasal dari reaksi fusi yang terjadi di dalam inti matahari. Reaksi fusi ini merupakan penggabungan atom-atom hidrogen menjadi helium. Reaksi fusi tersebut akan menghasilkan energi yang sangat besar. Matahari tersusun dari berbagai macam gas antara lain hidrogen (76%), helium (22%), oksigen dan gas lain (2%). 3. Lapisan-Lapisan Matahari Matahari adalah bola gas pijar yang sangat panas. Matahari terdiri atas empat lapisan, yaitu inti matahari, fotosfer, kromosfer, dan korona.

Gambar 1. Ilustrasi bagian-bagian matahari. (1) Inti (2) Zona radiatif (3) Zona konvektif (4) Fotosfer (5) Kromosfer (6) Korona (7) Bintik matahari (8) Granula (9) Prominensa.

a. Inti Matahari Bagian dalam dari matahari, yaitu inti matahari. Pada bagian ini terjadi reaksi fusi sebagai sumber energi matahari. Suhu pada inti matahari dapat
6

BINTANG DAN DINAMIKANYA

mencapai 15 juta derajat celcius. Berdasarkan perbandingan radius/diameter, bagian inti berukuran seperempat jarak dari pusat ke permukaan dan 1/64 total volume matahari. Kepadatannya adalah sekitar 150 g/cm3. Suhu dan tekanan yang sedemikian tingginya memungkinkan adanya pemecahan atom-atom menjadi elektron, proton, dan neutron. Neutron yang tidak bermuatan akan meninggalkan inti menuju bagian matahari yang lebih luar. Sementara itu, energi panas di dalam inti menyebabkan pergerakan elektron dan proton sangat cepat dan bertabrakan satu dengan yang lain menyebabkan reaksi fusi nuklir (sering juga disebut termonuklir). Inti matahari adalah tempat berlangsungnya reaksi fusi nuklir helium menjadi hidrogen. Energi hasil reaksi termonuklir di inti berupa sinar gamma dan neutrino memberi tenaga sangat besar sekaligus menghasilkan seluruh energi panas dan cahaya yang diterima di bumi. Energi tersebut dibawa keluar dari matahari melalui radiasi. b. Zona radiatif Zona radiatif adalah daerah yang menyelubungi inti matahari. Energi dari inti dalam bentuk radiasi berkumpul di daerah ini sebelum diteruskan ke bagian matahari yang lebih luar. Kepadatan zona radiatif adalah sekitar 20 g/cm3 dengan suhu dari bagian dalam ke luar antara 7 juta hingga 2 juta derajat Celcius. Suhu dan densitas zona radiatif masih cukup tinggi, namun tidak memungkinkan terjadinya reaksi fusi nuklir. c. Zona konvektif Zona konvektif adalah lapisan di mana suhu mulai menurun. Suhu zona konvektif adalah sekitar 2 juta derajat Celcius (3,5 juta derajat Fahrenheit). Setelah keluar dari zona radiatif, atom-atom berenergi dari inti matahari akan bergerak menuju lapisan lebih luar yang memiliki suhu lebih rendah. Penurunan suhu tersebut menyebabkan terjadinya perlambatan gerakan atom sehingga pergerakan secara radiasi menjadi kurang efisien lagi. Energi dari inti matahari membutuhkan waktu 170.000 tahun untuk mencapai zona konvektif. Saat berada
7

BINTANG DAN DINAMIKANYA

di zona konvektif, pergerakan atom akan terjadi secara konveksi di area sepanjang beberapa ratus kilometer yang tersusun atas sel-sel gas raksasa yang terus bersirkulasi. Atom-atom bersuhu tinggi yang baru keluar dari zona radiatif akan bergerak dengan lambat mencapai lapisan terluar zona konvektif yang lebih dingin menyebabakan atom-atom tersebut "jatuh" kembali ke lapisan teratas zona radiatif yang panas yang kemudian kembali naik lagi. Peristiwa ini terus berulang menyebabkan adanya pergerakan bolak-balik yang menyebabakan transfer energi seperti yang terjadi saat memanaskan air dalam panci. Oleh sebab itu, zona konvektif dikenal juga dengan nama zona pendidihan (the boiling zone). Materi energi akan mencapai bagian atas zona konvektif dalam waktu beberapa minggu. d. Fotosfer Fotosfer adalah bagian permukaan matahari. Lapisan ini mengeluarkan cahaya sehingga mampu memberikan penerangan sehari-hari. Suhu pada lapisan ini mampu mencapai lebih kurang 16.000 derajat celcius dan mempunyai ketebalan sekitar 500 km. e. Kromosfer Kromosfer adalah lapisan di atas fotosfer dan bertindak sebagai atmosfer matahari. Kromosfer mempunyai ketebalan 16.000 km dan suhunya mencapai lebih kurang 9.800 derajat C. Kromosfer terlihat berbentuk gelang merah yang mengelilingi bulan pada waktu terjadi gerhana matahari total. f. Korona Korona adalah lapisan luar atmosfer matahari. Suhu korona mampu mencapai lebih kurang 1.000.000 derajat C. Warnanya keabu-abuan yang dihasilkan dari adanya ionisasi pada atom-atom akibat suhunya yang sangat tinggi. Korona tampak ketika terjadi gerhana matahari total, karena pada saat itu

BINTANG DAN DINAMIKANYA

hampir seluruh cahaya matahari tertutup oleh bulan. Bentuk korona, seperti mahkota dengan warna keabu-abuan. 4. Pergerakan matahari Matahari mempunyai dua macam pergerakan, yaitu sebagai berikut :

Matahari berotasi pada sumbunya dengan selama sekitar 27 hari untuk mencapai satu kali putaran. Gerakan rotasi ini pertama kali diketahui melalui pengamatan terhadap perubahan posisi bintik matahari. Sumbu rotasi matahari miring sejauh 7,25 dari sumbu orbit bumi sehingga kutub utara matahari akan lebih terlihat di bulan September sementara kutub selatan matahari lebih terlihat di bulan Maret. Matahari bukanlah bola padat, melainkan bola gas, sehingga matahari tidak berotasi dengan kecepatan yang seragam. Ahli astronomi mengemukakan bahwa rotasi bagian interior matahari tidak sama dengan bagian permukaannya. Bagian inti dan zona radiatif berotasi bersamaan, sedangkan zona konvektif dan fotosfer juga berotasi bersama namun dengan kecepatan yang berbeda. Bagian ekuatorial (tengah) memakan waktu rotasi sekitar 24 hari sedangkan bagian kutubnya berotasi selama sekitar 31 hari. Sumber perbedaan waktu rotasi matahari tersebut masih diteliti.

Matahari dan keseluruhan isi tata surya bergerak di orbitnya mengelilingi galaksi Bimasakti. Matahari terletak sejauh 28.000 tahun cahaya dari pusat galaksi Bimasakti. Kecepatan rata-rata pergerakan ini adalah 828.000 km/jam sehingga diperkirakan akan membutuhkan waktu 230 juta tahun untuk mencapai satu putaran sempurna mengelilingi galaksi.

BINTANG DAN DINAMIKANYA

5. Gangguan-Gangguan pada Matahari Gejala-gejala aktif pada matahari atau aktivitas matahari sering

menimbulkan gangguan-gangguan pada matahari. Gangguan-gangguan tersebut, yaitu sebagai berikut. a. Gumpalan-Gumpalan pada Fotosfer (Granulasi) Gumpalan-gumpalan ini timbul karena rambatan gas panas dari inti matahari ke permukaan. Akibatnya, permukaan matahari tidak rata melainkan bergumpal-gumpal. b. Bintik Matahari (Sun Spot) Bintik matahari merupakan daerah tempat munculnya medan magnet yang sangat kuat. Bintik-bintik ini bentuknya lubang-lubang di permukaan matahari di mana gas panas menyembur dari dalam inti matahari, sehingga dapat mengganggu telekomunikasi gelombang radio di permukaan bumi. c. Lidah Api Matahari Lidah api matahari merupakan hamburan gas dari tepi kromosfer matahari. Lidah api dapat mencapai ketinggian 10.000 km. Lidah api sering disebut prominensa atau protuberan. Lidah api terdiri atas massa proton-135 dan elektron atom hidrogen yang bergerak dengan kecepatan tinggi. Massa partikel ini dapat mencapai permukaan bumi. Sebelum masuk ke bumi, pancaran partikel ini tertahan oleh medan magnet bumi (sabuk Van Allen), sehingga kecepatan partikel ini menurun dan bergerak menuju kutub, kemudian lama-kelamaan partikel berpijar yang disebut aurora. Hamburan partikel ini mengganggu sistem komunikasi gelombang radio. Aurora di belahan bumi selatan disebut Aurora Australis, sedangkan di belahan bumi utara disebut Aurora Borealis.

10

BINTANG DAN DINAMIKANYA

d. Letupan (Flare) Flare adalah letupan-letupan gas di atas permukaan matahari. Flare dapat menyebabkan gangguan sistem komunikasi radio, karena letusan gas tersebut terdiri atas partikel-partikel gas bermuatan listrik.

11

BINTANG DAN DINAMIKANYA

BAGIAN 2 JARAK BINTANG


Sebagai perbandingan, Matahari sebagai bintang yang paling dekat dengan planet Bumi memiliki jarak yang sangat jauh dalam ukuran jarak sehari-hari, yakni 149.680.000 km. Dapat diandaikan apabila kita ingin pergi menuju Matahari dengan pesawat tercepat di dunia (kecepatannya sekitar 3 March, atau tiga kalinya kecepatan suara), maka itu akan membutuhkan waktu hingga 5 tahun lamanya untuk dapat sampai di permukaan Matahari. Bintang terdekat setelah Matahari adalah bintang Proxima Centauri, yang memiliki jarak sekitar 40 triliun km dari Bumi. Jarak bintang merupakan angka-angka yang sangat besar, sehingga para ahli astronomi tidak lagi menggunakan satuan kilometer untuk menyatakan jarak bintang, seperti halnya kita tidak lagi menyatakan jarak antarkota dengan satuan milimeter. Oleh karena itu, para astronom menggunakan satuan yang lain, yaitu satuan Tahun Cahaya (TC). Tahun Cahaya didefinisikan sebagai jarak tempuh cahaya dalam periode satu tahun. 1 Tahun Cahaya = 1 Tahun besar kecepatan cahaya = (365 24 60 60) detik 3 105 km/detik = 9,46 1012 km

Ada 3 satuan jarak yang sering digunakan untuk menyatakan jarak antar benda-benda langit, yaitu: Satuan Astronomi (SA) jarak rata-rata Bumi-Matahari 1 SA = 149,6 106 km
12

BINTANG DAN DINAMIKANYA

Tahun Cahaya jarak yang ditempuh cahaya dalam satu tahun 1 TC = 9,46 1012 km = 63.420 SA = 0,307 parsec

Parsec (parallax second) jarak bintang jika sudut paralaksnya 1 detik 1 parsec = 206.265 1 SA = 206265 149,6 106 km = 3,086 1013 km = 3,26 TC Bintang adalah benda angkasa berupa bola gas raksasa yang

memancarkanenerginya sendiri dari reaksi inti dalam bintang, baik berupa panas, cahaya maupun berbagai radiasi lainnya. Di dalam astronomi, metode yang digunakan dalam penentuan jarak adalah metode paralaks. Paralaks adalah perbedaan latar belakang yang tampak ketika sebuah benda yang diam dilihat dari dua tempat yang berbeda. Kita bisa mengamati bagaimana paralaks terjadi dengan cara yang sederhana. Acungkan jari telunjuk pada jarak tertentu (misal 30 cm) di depan mata kita. Kemudian amati jari tersebut dengan satu mata saja secara bergantian antara mata kanan dan mata kiri. Jari kita yang diam akan tampak berpindah tempat karena arah pandang dari mata kanan berbeda dengan mata kiri sehingga terjadi perubahan pemandangan latar belakangnya. Perpindahan itulah yang menunjukkan adanya paralaks. Paralaks pada bintang baru bisa diamati untuk pertama kalinya pada tahun 1837 oleh Friedrich Bessel, seiring dengan teknologi teleskop untuk astronomi yang berkembang pesat (sejak Galileo menggunakan teleskopnya untuk mengamati benda langit pada tahun 1609). Bintang yang ia amati adalah 61 Cygni (sebuah bintang di rasi Cygnus/angsa) yang memiliki paralaks 0,29. Ternyata paralaks pada bintang memang ada, namun dengan nilai yang sangat kecil. Hanya keterbatasan instrumenlah yang membuat orang-orang sebelum Bessel tidak
13

BINTANG DAN DINAMIKANYA

mampu mengamatinya. Karena paralaks adalah salah satu bukti untuk model alam semesta heliosentris (yang dipopulerkan kembali oleh Copernicus pada tahun 1543), maka penemuan paralaks ini menjadikan model tersebut semakin kuat kedudukannya dibandingkan dengan model geosentris Ptolemy yang banyak dipakai masyarakat sejak tahun 100 SM. Paralaks bintang dapat diartikan sebagai pergeseran suatu bintang yang timbul karena gerakan bumi mengelilingi matahari. Secara numerik paralaks bintang adalah sudut yang membentuk jarak 1 SA. Semakin jauh letak bintang, lintasan ellipsnya makin kecil, paralaksnya juga makin kecil.

Gambar 2. Hubungan Paralaks Bintang dengan Jarak

Dengan menggunakan geometri segitiga, yaitu hubungan antara sebuah sudut dan dua buah sisi, maka dapat dituliskan persamaan:

14

BINTANG DAN DINAMIKANYA

atau kita dapat mendefinisikan paralaks bintang melalui rumus dasar trigonometri, yaitu:

karena nilai p sangat kecil (besar sudutnya adalah dalam satuan detik), maka nilai tan p p (dibulatkan menjadi p). Jarak d dihitung dalam SA dan sudut p dihitung dalam radian. Apabila kita gunakan detik busur sebagai satuan dari sudut paralaks (p), maka kita akan peroleh d adalah 206.265 SA atau 3,09 1013 km. Jarak sebesar ini kemudian didefinisikan sebagai 1 pc (parsec, parsek), yaitu jarak bintang yang mempunyai paralaks 1 detik busur. Metode paralaks trigonometri ini hanya bisa digunakan untuk mendapatkan jarak bintang-bintang terdekat (untuk jarak ratusan parsec). Pada kenyataannya, paralaks bintang yang paling besar adalah 0,76 yang dimiliki oleh bintang terdekat dari tata surya, yaitu bintang Proxima Centauri di rasi Centaurus yang berjarak 1,31 pc. Sudut sebesar ini akan sama dengan sebuah tongkat sepanjang 1 meter yang diamati dari jarak 270 kilometer. Sementara bintang 61 Cygni memiliki paralaks 0,29 dan jarak 1,36 TC atau sama dengan 3,45 pc.

15

BINTANG DAN DINAMIKANYA

BAGIAN 3 GERAK BINTANG


Dalam pergerakan bintang diketahui ada dua garis besar gerak pada bintang, yaitu gerak sejati bintang (disebabkan oleh pergerakan dari bintang itu sendiri) dan gerak semu bintang (bintang terlihat bergerak disebabkan oleh pergerakan bumi, yaitu rotasi dan revolusi bumi). Bila diamati, bintang selalu bergerak di langit malam, baik itu tiap jam maupun tiap hari akibat pergerakan Bumi relatif terhadap bintang (rotasi dan revolusi Bumi). Walaupun begitu, bintang sebenarnya benar-benar bergerak, sebagian besar karena mengitari pusat galaksi, namun pergerakannya itu sangat kecil sehingga hanya dapat dilihat dalam pengamatan selama berabad-abad. Gerak semacam inilah yang disebut gerak sejati bintang. Gerak sejati bintang dibedakan menjadi dua berdasarkan arah geraknya, yaitu: a) Kecepatan radial : Kecepatan bintang menjauhi atau mendekati pengamat (sejajar garis pandang). b) Kecepatan tangensial : Kecepatan bintang bergerak di bola langit (pada bidang pandang). c) Kecepatan total : Kecepatan gerak sejati bintang yang sebenarnya (semua komponen). 1. Kecepatan Radial (radial velocity) Kecepatan radial adalah kecepatan bintang mendekati atau menjauhi Matahari. Kecepatan ini biasanya cukup besar, sehingga terjadi peristiwa pergeseran panjang gelombang. Kecepatan radial bintang dapat diukur dengan metode Efek Doppler.
16

BINTANG DAN DINAMIKANYA

atau dengan pendekatan untuk vr << c dapat digunakan versi non-relativistik yaitu:

Sebagian besar gerak bintang-bintang yang dapat diamati geraknya memiliki kelajuan yang jauh di bawah kelajuan cahaya, sehingga dapat digunakan rumus non-relativistik. Kecepatan radial dinyatakan dalam km/s, bernilai positif apabila bintang menjauhi Matahari dan bernilai negatif apabila bintang mendekati Matahari. Sebenarnya, baik gerak bintang atau gerak pengamat maupun kedua-duanya, akan menghasilkan pergeeseran Doppler. Kecepatan radial sendiri tidak menyimpulkan apakah bintang atau Matahari yang sedang bergerak, melainkan yang diukur adalah kecepatan di mana jarak bintang dan Matahari bertambah atau berkurang. Kecepatan radial juga sebenarnya tidak ditentukan secara langsung, karena kita mengamati gerak bintang dari bumi yang berotasi dan mengorbit, dan tentu saja hal ini akan memberikan kontribusi terhadap pergeseran Doppler. 2. Kecepatan Tangensial (tangential velocity) Kecepatan tangensial adalah gerak bintang sepanjang garis penglihatan. Misalkan pada suatu tahun, bintang tersebut berada pada koordinat , sekian, namun pada tahun berikutnya posisinya berubah. Perubahan koordinat dalam tiap tahun ini disebut proper motion () yang merupakan kecepatan sudut bintang (perubahan sudut per perubahan waktu). Kecepatan liniernya dinyatakan dalam satuan kilometer per detik (km/s). Kecepatan linier inilah yang dikatakan kecepatan tangensial, yang dapat dicari dengan menggunakan rumus keliling lingkaran. Misal perubahan posisi bintang dari x ke x, yaitu sebesar (detik
17

BINTANG DAN DINAMIKANYA

busur) setiap tahunnya. Jarak bumi-bintang adalah d (dalam parsec), dan (dalam detik)

Gambar 3. Ilustrasi Penentuan Kecepatan Tangensial

dan mengingat definisi kecepatan sudut, v = d, maka:

3. Kecepatan Total (total velocity) Kecepatan total atau kecepatan ruang (space velocity) merupakan resultan dari kecepatan radial dan kecepatan tangensial. Karena arah sumbu radial dan tangensial tegak lurus, maka dapat diselesaikan dengan mudah menggunakan dalil Pythagoras atau trigonometri. Sudut yang dibentuk antara sumbu radial dan vektor kecepatan bintang disebut sudut .
18

BINTANG DAN DINAMIKANYA

Akibat gerak Bumi mengelilingi Matahari, suatu bintang


Gambar 4. Hubungan Kecepatan Radial, Kecepatan Tangensial, dan Kecepatan Total

dapat

bergerak

dengan

membentuk

lintasan berupa garis lurus, lingkaran, atau elips, tergantung pada posisi bintang tersebut. Gerak

tersebut disebabkan oleh dua hal, yaitu bidang ekliptika (bidang orbit bumi mengelilingi matahari) dan kutub ekliptika (garis yang melalui pusat orbit bumi, yaitu matahari, dan berposisi tegak lurus terhadap bidang ekliptika). Bintang yang terletak pada bidang ekliptika, apabila diamati selama satu tahun penuh, maka lintasannya akan membentuk garis lurus Bintang yang terletak pada kutub ekliptika, apabila diamati selama satu tahun penuh, maka lintasannya akan membentuk lingkaran Bintang yang terletak antara bidang ekliptika dan kutub ekliptika, apabila diamati selama satu tahun penuh, maka lintasannya akan membentuk elips

4. Standar Diam Lokal (Local Standard of Rest, LSR) Matahari merupakan anggota dari galaksi Bima Sakti yang terdiri dari ratusan miliar bintang. Galaksi itu sendiri berbentuk cakram dan berotasi. Matahari ikut serta dalam gerakan rotasi galaksi dengan kecepatan 250 km/s, sekali mengorbit terhadap pusat galaksi dengan periode 200 miliar tahun. Pengamatan kita terhadap proper motion dan kecepatan radial tidak secara langsung memberikan gambaran gerak terhadap pusat galaksi.
19

BINTANG DAN DINAMIKANYA

Ahli astronomi telah mendefinisikan sistem acuan di mana perbedaan gerakan bintang-bintang di mana matahari berada rata-ratanya nol atau dengan kata lain, lingkungan tersebut relatif diam. Kerangka ini disebut dengan Standar Diam Lokal (Local Standard of Rest, LSR). Menurut definisi, LSR adalah suatu titik dalam ruang dekat Matahari, di mana bintang-bintang di sekitar titik tersebut terdistribusi secara seragam, dan jumlah total kecepatannya terhadap titik tersebut adalah nol. Matahari bergerak terhadap LSR dengan kecepatan 20 km/s. Kecepatan ini diukur dengan mengamati gerakan bintang-bintang di sekitar Matahari. Gerak bintang-bintang di sekitar Matahari merupakan pencerminan dari gerakan Matahari dan bintang-bintang itu sendiri. Jadi, kecepatan Matahari diukur terhadap suatu titik yang relatif diam terhadap bintang-bintang di sekitar Matahari.

20

BINTANG DAN DINAMIKANYA

BAGIAN 4 MAGNITUDO BINTANG


Sekitar tahun 150 SM, seorang astronom Yunani bernama Hipparchus membuat sistem klasifikasi kecemerlangan bintang yang pertama. Saat itu, ia mengelompokkan kecemerlangan bintang menjadi enam kategori dalam bentuk yang kurang lebih seperti ini: paling terang, terang, tidak begitu terang, tidak begitu redup, redup dan paling redup. Hal tersebut dilakukannya dengan membuat katalog bintang yang pertama. Sistem tersebut kemudian berkembang dengan penambahan angka sebagai penentu kecemerlangan. Yang paling terang memiliki nilai 1, berikutnya 2, 3, hingga yang paling redup bernilai 6. Klasifikasi inilah yang kemudian dikenal sebagai sistem magnitudo. Skala dalam sistem magnitudo ini terbalik sejak pertama kali dibuat. Semakin terang sebuah bintang, magnitudonya semakin kecil. Dan sebaliknya semakin redup bintang,

magnitudonya semakin besar. Sistem tersebut kemudian semakin berkembang setelah Galileo dengan teleskopnya menemukan bahwa ternyata terdapat lebih banyak bintang lagi yang lebih redup daripada yang bermagnitudo 6. Skalanya pun berubah hingga muncul magnitudo 7,8, dan seterusnya. Namun penilaian kecemerlangan bintang ini belumlah dilakukan secara kuantitatif. Semuanya hanya berdasarkan penilaian visual dengan mata telanjang saja. Pada tahun 1856 berkembanglah perhitungan matematis untuk sistem magnitudo. Norman Robert Pogson, seorang astronom Inggris, memberikan rumusan berbentuk logaritmis yang masih digunakan hingga sekarang dengan aturan seperti berikut. Secara umum, perbedaan sebesar 5 magnitudo menunjukkan perbandingan kecemerlangan sebesar 100 kali. Jadi, bintang dengan magnitudo 1 lebih terang 100 kali daripada bintang dengan magnitudo 6, dan
21

BINTANG DAN DINAMIKANYA

lebih terang 10.000 kali daripada bintang bermagnitudo 11, dan seterusnya. Dengan rumusan Pogson ini, perhitungan magnitudo bintang pun menjadi lebih teliti dan lebih dapat dipercaya. Seiring dengan semakin majunya teknologi teleskop, magnitudo untuk bintang paling redup yang dapat kita amati semakin besar. Contohnya, Hubble Space Telescope memiliki kemampuan untuk mengamati objek dengan magnitudo 31. Tetapi walaupun bukan lagi nilai terbesar, magnitudo 6 tetap menjadi nilai penting hingga kini karena inilah batas magnitudo bintang yang paling redup yang dapat diamati dengan mata telanjang. Tentunya dengan syarat langit, lingkungan, dan kondisi mata yang masih bagus. Sama seperti perkembangan yang terjadi pada magnitudo besar, magnitudo kecil juga mengalami ekspansi seiring dengan semakin majunya teknologi detektor. Dalam kelompok magnitudo 1 kemudian diketahui terdapat beberapa bintang tampak lebih terang dari yang lainnya sehingga muncullah magnitudo 0. Bahkan magnitudo negatif juga diperlukan untuk objek langit yang lebih terang lagi. Kini diketahui bahwa bintang paling terang di langit malam adalah Sirius, dengan magnitudo -1,47. Magnitudo Venus dapat mencapai -4,89, Bulan purnama -12,92, dan magnitudo Matahari mencapai -26,74. Magnitudo yang kita bicarakan di atas disebut juga dengan magnitudo semu, karena menunjukkan kecemerlangan bintang yang dilihat dari Bumi, tidak peduli seberapa jauh jaraknya. Jadi, sebuah bintang bisa terlihat terang karena jaraknya dekat atau jaraknya jauh tapi berukuran besar. Sebaliknya, sebuah bintang bisa terlihat redup karena jaraknya jauh atau jaraknya dekat tapi berukuran kecil. Sistem ini membuat kecemerlangan bintang yang kita lihat bukan kecemerlangan bintang yang sesungguhnya. Untuk mengoreksinya, faktor jarak itu harus dihilangkan. Maka muncullah sistem magnitudo mutlak.

22

BINTANG DAN DINAMIKANYA

Magnitudo mutlak adalah magnitudo bintang jika bintang tersebut berada pada jarak 10 parsec. Nilainya dapat ditentukan apabila magnitudo semu dan jarak bintang diketahui. Dengan menempatkan bintang-bintang pada jarak yang sama, kita bisa tahu bintang mana yang benar-benar terang. Sebagai perbandingan, Matahari, yang memiliki magnitudo semu -26,74, hanya memiliki magnitudo mutlak 4,75. Jauh lebih redup daripada Betelgeuse yang memiliki magnitudo semu 0,58 tetapi memiliki magnitudo mutlak -6,05 (135.000 kali lebih terang dari Matahari). Magnitudo adalah tingkat kecemerlangan suatu bintang. Skala magnitudo berbanding terbalik dengan kecemerlangan bintang, artinya makin terang suatu bintang makin kecil skala magnitudonya. Pada zaman dulu, bintang yang paling terang diberikan magnitudo 1 dan yang cahayanya paling lemah yang masih dapat dilihat oleh mata diberi magnitudo 6. Sekarang diberikan ketentuan bintang dengan beda magnitudo satu memiliki beda kecemerlangan 2,512 kali (selisih lima magnitudo berarti perbedaan kecemerlangan seratus kali), jadi jika bintang A memiliki magnitudo 1 dan bintang B memiliki magnitudo 3 berarti bintang A 6,25 kali tampak lebih terang dari bintang B. Perbandingan magnitudo semu bintang dapat menggunakan rumus Pogson berikut:

Pengukuran magnitudo berdasarkan keadaan yang tampak dari Bumi seperti di atas adalah magnitudo semu (m). Magnitudo mutlak (M) adalah perbandingan nilai terang bintang yang sesungguhnya. Seperti yang Anda ketahui, jarak antara bintang yang satu dan bintang yang lain dengan Bumi tidaklah sama. Akibatnya, bintang terang sekalipun akan nampak redup bila jaraknya sangat jauh. Oleh karena itu, dibuatlah perhitungan magnitudo mutlak, yaitu tingkat kecemerlangan bintang apabila bintang itu diletakkan hingga berjarak 10 parsec dari Bumi. Dengan mengingat persamaan radiasi E = L / 4r2 , dengan E adalah energi
23

BINTANG DAN DINAMIKANYA

radiasi, L adalah luminositas (daya) dan r jarak, maka perhitungan jarak bintang, magnitudo semu dan magnitudo mutlak (absolut) adalah:

Perlu diingat jarak dalam persamaan modulus di atas (d) harus dinyatakan dalam satuan parsec. Satu parsec ialah jarak suatu bintang yang mempunyai sudut paralaks satu detik busur, yang sebanding dengan 3,26 tahun cahaya (TC) atau 206.265 satuan astronomi (SA). Jika yang ditanyakan ialah jarak, maka rumus diatas dapat dibalik menjadi:

Jika magnitudo absolut dan magnitudo semunya diketahui, jaraknya dapat dihitung. Kuantitas m M dikenal sebagai modulus jarak. Adapun hubungan antara magnitudo mutlak dan luminositas (daya) bintang, L dapat diterapkan berdasarkan rumus Pogson.

24

BINTANG DAN DINAMIKANYA

Misalkan magnitudo semu matahari tampak dari Bumi, m = -26,83, maka magnitudo mutlak matahari, M ialah:

mengingat jarak Bumi-Matahari = 1 SA = 1 / 206265 parsec, maka:

Berikut ini adalah tabel skala magnitudo tampak beberapa benda langit:

BENDA LANGIT Matahari Bulan purnama Venus (kecerahan maksimum) Mars dan Jupiter (kecerahan maksimum) Sirius (bintang tercerah) Canopus Arcturus, Capella, Vega (titik nol berdasarkan definisi) Saturnus (kecerahan maksimum) Aldebaran, Antares, Betelgeuse Polaris Uranus Bintang teredup yang terlihat dengan mata telanjang (limit) Neptunus Kuasar tercerah Pluto Objek teredup yang dapat diamati oleh teleskop Hubble
25

SKALA -26,8 -12,6 -4,4 -2,8 -1,5 -0,7 0,0 +0,2 +1,0 +2,0 +5,6 +6,0 +8,2 +12,6 +13,7 +30,0

BINTANG DAN DINAMIKANYA

BAGIAN 5 KLASIFIKASI BINTANG


Dalam astronomi, klasifikasi bintang adalah pengklasifikasian bintangbintang berdasarkan kuat beberapa garis serapan pada pola spektrum, dan besarnya luminositas. Kuat garis serapan, khususnya garis-garis serapan atom hidrogen, diperoleh dari analisis pola spektrum bintang yang didapatkan dari pengamatan spektroskopi. Garis-garis serapan tertentu hanya dapat diamati pada satu rentang temperatur tertentu karena hanya pada rentang temperatur tersebut terdapat populasi signifikan dari tingkat energi atom yang terkait. Pemeriksaan kuat garis-garis serapan ini pada akhirnya dapat memberikan informasi mengenai temperatur permukaan. Informasi luminositas dapat diperoleh dari pengamatan fotometri. Bintang-bintang dikelompokkan berdasarkan spektrum, ukuran, atau intensitasnya. Berikut ini adalah penggolongan bintang: 1. Klasifikasi Harvard Bintang dalam klasifikasi Harvard dikelompokkan berdasarkan keberadaan, kekuatan relatif dalam mengabsorbsi, dan emisi garis spektrum cahayanya. Klasifikasi ini dikembangkan oleh Williamina Fleming, Annie Jump Cannon, Antonia Maury, dan Henrietta Swan Leavitt, yang merupakan para peneliti dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, dan kemudian diadopsi secata internasional pada 1910. Klasifikasi bintang berdasarkan tipe spektral ini ditunjukkan oleh tabel di bawah ini:

26

BINTANG DAN DINAMIKANYA

Kelas O B A F G K M

Temperatur

Warna Bintang

Massa Radius Luminositas 60 18 3.2 15 7 2.5 1.3 1.1 0.9 0.4 1,400,000 20,000 80 6 1.2 0.4 0.04

Garis-garis Hidrogen Lemah Menengah Kuat Menengah Lemah Sangat lemah Hampir terlihat tidak

30,000 - 60,000 Biru K 10,000 - 30,000 Biru-putih K 7,500 - 10,000 K Putih 6,000 - 7,500 K 5,000 - 6,000 K 3,500 - 5,000 K 2,000 - 3,500 K

Kuning-putih 1.7 Kuning Jingga Merah 1.1 0.8 0.3

a. Kelas O Bintang kelas O adalah bintang yang paling panas, temperatur permukaannya lebih dari 25.000 Kelvin. Bintang deret utama kelas O merupakan bintang yang nampak paling biru, walaupun sebenarnya kebanyakan energinya dipancarkan pada panjang gelombang ungu dan ultraungu. Dalam pola spektrumnya garis-garis serapan terkuat berasal dari atom Helium yang terionisasi 1 kali (He II) dan karbon yang terionisasi dua kali (C III). Garis-garis serapan dari ion lain juga terlihat, di antaranya yang berasal dari ion-ion oksigen, nitrogen, dan silikon. Garis-garis Balmer Hidrogen (hidrogen netral) tidak tampak karena hampir seluruh atom hidrogen berada dalam keadaan terionisasi. Bintang deret utama kelas O sebenarnya adalah bintang paling jarang di antara bintang deret utama lainnya (perbandingannya kira-kira 1 bintang kelas O di antara 32.000 bintang deret utama). Namun karena paling terang, maka tidak terlalu sulit untuk menemukannya. Bintang kelas O bersinar dengan energi 1 juta kali energi yang dihasilkan Matahari. Karena begitu masif, bintang kelas O membakar bahan bakar
27

BINTANG DAN DINAMIKANYA

hidrogennya dengan sangat cepat, sehingga merupakan jenis bintang yang pertama kali meninggalkan deret utama. Contoh : Zeta Puppis, Alnitak, Mintaka

Gambar 5. Spektrum dari bintang kelas O5V

b. Kelas B Bintang kelas B adalah bintang yang cukup panas dengan temperatur permukaan antara 11.000 hingga 25.000 Kelvin dan berwarna putih-biru. Dalam pola spektrumnya garis-garis serapan terkuat berasal dari atom Helium yang netral. Garis-garis Balmer untuk Hidrogen (hidrogen netral) nampak lebih kuat dibandingkan bintang kelas O. Bintang kelas O dan B memiliki umur yang sangat pendek, sehingga tidak sempat bergerak jauh dari daerah dimana mereka dibentuk, dan karena itu cenderung berkumpul bersama dalam sebuah asosiasi OB. Dari seluruh populasi bintang deret utama terdapat sekitar 0,13% bintang kelas B. Contoh : Rigel, Spica, Regulus

Gambar 6. Spektrum dari bintang kelas B2II

c. Kelas A Bintang kelas A memiliki temperatur permukaan antara 7.500 hingga 11.000 Kelvin dan berwarna putih. Karena tidak terlalu panas maka atom-atom hidrogen di dalam atmosfernya berada dalam keadaan netral sehingga garis-garis Balmer akan terlihat paling kuat pada kelas ini. Beberapa garis serapan logam
28

BINTANG DAN DINAMIKANYA

terionisasi, seperti magnesium, silikon, besi dan kalsium yang terionisasi satu kali (Mg II, Si II, Fe II dan Ca II) juga tampak dalam pola spektrumnya. Bintang kelas A kira-kira hanya 0.63% dari seluruh populasi bintang deret utama. Contoh : Vega, Sirius

Gambar 7. Spektrum dari bintang kelas A2I

d. Kelas F Bintang kelas F memiliki temperatur permukaan 6000 hingga 7500 Kelvin, berwarna putih-kuning. Spektrumnya memiliki pola garis-garis Balmer yang lebih lemah daripada bintang kelas A. Beberapa garis serapan logam terionisasi, seperti Fe II dan Ca II dan logam netral seperti besi netral (Fe I) mulai tampak. Bintang kelas F kira-kira 3,1% dari seluruh populasi bintang deret utama. Contoh : Canopus, Procyon, Polaris

Gambar 8. Spektrum dari bintang kelas F2III

e. Kelas G Bintang kelas G mungkin adalah yang paling banyak dipelajari karena Matahari adalah bintang kelas ini. Bintang kelas G memiliki temperatur permukaan antara 5000 hingga 6000 Kelvin dan berwarna kuning. Garis-garis Balmer pada bintang kelas ini lebih lemah daripada bintang kelas F, tetapi garis29

BINTANG DAN DINAMIKANYA

garis ion logam dan logam netral semakin menguat. Profil spektrum paling terkenal dari kelas ini adalah profil garis-garis Fraunhofer. Bintang kelas G adalah sekitar 8% dari seluruh populasi bintang deret utama. Contoh : Matahari, Capella, Alpha Centauri A

Gambar 9. Spektrum dari bintang kelas G5III

f. Kelas K Bintang kelas K berwarna jingga memiliki temperatur sedikit lebih dingin daripada bintang sekelas Matahari, yaitu antara 3500 hingga 5000 Kelvin. Alpha Centauri B adalah bintang deret utama kelas ini. Beberapa bintang kelas K adalah raksasa dan maharaksasa, seperti misalnya Arcturus. Bintang kelas K memiliki garis-garis Balmer yang sangat lemah. Garis-garis logam netral tampak lebih kuat daripada bintang kelas G. Garis-garis molekul Titanium Oksida (TiO) mulai tampak. Bintang kelas K adalah sekitar 13% dari seluruh populasi bintang deret utama. Contoh : Alpha Centauri B, Arcturus, Aldebaran

Gambar 10. Spektrum dari bintang kelas K4III

g. Kelas M Bintang kelas M adalah bintang dengan populasi paling banyak. Bintang ini berwarna merah dengan temperatur permukaan lebih rendah daripada 3500
30

BINTANG DAN DINAMIKANYA

Kelvin. Semua katai merah adalah bintang kelas ini. Proxima Centauri adalah salah satu contoh bintang deret utama kelas M. Kebanyakan bintang yang berada dalam fase raksasa dan maharaksasa, seperti Antares dan Betelgeuse merupakan kelas ini. Garis-garis serapan di dalam spektrum bintang kelas M terutama berasal dari logam netral. Garis-garis Balmer hampir tidak tampak. Garis-garis molekul Titanium Oksida (TiO) sangat jelas terlihat. Bintang kelas M adalah sekitar 78% dari seluruh populasi bintang deret utama. Contoh : Proxima Centauri, Antares, Betelgeuse

Gambar 11. Spektrum dari bintang kelas M0III

Gambar 12. Spektrum dari bintang kelas M6V

2. Klasifikasi Yerkes Klasifikasi Yerkes, disebut juga sebagai klasifikasi MKK dari inisial para pengembangnya pada tahun 1943, yaitu William Wilson Morgan, Phillip C. Keenan dan Edith Kellman dari Observatorium Yerkes, Amerika Serikat. Klasifikasi ini mendasarkan diri pada ketajaman garis-garis spektrum yang sensitif pada gravitasi permukaan bintang. Gravitasi permukaan berhubungan dengan luminositas yang merupakan fungsi dari radius bintang. Klasifikasi Yerkes atau kelas luminositas membagi bintang-bintang ke dalam kelas berikut :

31

BINTANG DAN DINAMIKANYA

a. 0

: maha maha raksasa (hypergiants) (penambahan yang dilakukan

belakangan) b. I : maharaksasa (supergiants) i. Ia ii. Iab iii. Ib c. II d. III e. IV f. V g. VI h. VII : maharaksasa terang : kelas antara maharaksasa terang dan yang kurang terang : maharaksasa kurang terang

: raksasa terang (bright giants) : raksasa (giants) : sub-raksasa (subgiants) : deret utama atau katai (main sequence atau dwarf) : sub-katai (subdwarfs) : katai putih (white dwarfs)

Klasifikasi Yerkes yang menyatakan luminositas dan radius sebuah bintang, melengkapi klasifikasi Harvard yang menyatakan temperatur permukaan. Kelas sebuah bintang biasanya dinyatakan dalam dua klasifikasi ini. Dengan demikian kelas sebuah bintang menjadi 'dua dimensi' yang memberikan gambaran letaknya di dalam diagram Hertzsprung-Russel dan selanjutnya dapat memberikan gambaran tahap evolusi bintang tersebut. Sebagai contoh, Matahari adalah bintang dengan kelas G2V, yang berarti merupakan bintang dengan temperatur permukaan sekitar 6000 Kelvin dan merupakan bintang katai yang sedang melakukan pembangkitan energi dari pembakaran hidrogen. Sebagai contoh lainnya, Betelgeuse merupakan bintang dengan kelas M2Iab, yang berarti bintang yang yang sudah ber-evolusi dari bintang katai menjadi maharaksasa.

32

BINTANG DAN DINAMIKANYA

BAGIAN 6 RIWAYAT BINTANG


Bintang adalah benda angkasa berupa bola gas raksasa yang memancarkan energinya sendiri dari reaksi inti dalam bintang, baik berupa panas, cahaya maupun berbagai radiasi lainnya. Bintang-bintang lahir di nebula dari hasil pengerutan, kemudian terjadi fragmentasi sehingga membentuk kelompok-kelompok. Inilah yang disebut proto bintang. Bintang yang bermassa besar dan panas umumnya membentuk raksasa biru dan bintang yang relatif kecil membentuk katai kuning, seperti Matahari. Bintang-bintang besar dan panas memiliki inti konvektif dan lapisan selubung yang radiatif. Lain halnya pada bintang-bintang kecil seperti Matahari yang memiliki inti radiatif dan lapisan selubung konvektif. Bintang tersebut terus berevolusi seiring dengan waktu. Bintang bermassa besar jauh lebih terang dan lebih singkat umurnya daripada bintang bermassa sedang. Begitu pula nasib suatu bintang ditentukan oleh massanya. 1. Diagram Hertzsprung-Russel Diagram Hertzsprung-Russell atau diagram H-R (seringkali disebut juga sebagai diagram warna-magnitudo) adalah diagram hubungan antara magnitudo mutlak/luminositas dan kelas spektrum bintang/indeks warna. Diagram ini dikembangkan secara terpisah oleh astronom Denmark, Eijnar Hertszprug pada tahun 1911 dan astronom Amerika Serikat Henry Noris Russel pada tahun 1913. Diagram ini sangat penting artinya dalam astrofisika terutama dalam bidang evolusi bintang. Diagram H-R digunakan untuk menunjukkan jenis-jenis bintang yang berbeda dan juga untuk mencocokkan prediksi model teoritis evolusi bintang

33

BINTANG DAN DINAMIKANYA

dengan pengamatan. Pengelompokan bintang pada jalur yang berbeda (lihat gambar) menunjukkan adanya perbedaan tahap evolusi bintang.

Gambar 13. Diagram Hertzsprung-Russel

Kebanyakan bintang mendiami suatu jalur dari kiri atas ke kanan bawah yang disebut sebagai deret utama (main sequence). Ini dapat diinterpretasikan bahwa bagi kebanyakan bintang, makin tinggi suhu permukaannya makin terang cahayanya. Bintang pada kelompok ini adalah bintang yang sedang

melangsungkan pembakaran hidrogen di intinya. Hampir 90% usia bintang dihabiskan pada tahap deret utama ini yang menjadi penyebab tingginya populasi. Bintang deret utama disebut juga sebagai bintang katai. Kelompok yang tampak terlihat jelas berikutnya adalah kelompok yang disebut sebagai cabang raksasa, tempat bagi bintang-bintang yang sedang melangsungkan pembakaran hidrogen di kulit yang mengelilingi inti helium yang belum terbakar. Ciri lainnya yang dapat dilihat dengan jelas adalah adanya gap antara deret utama dan cabang raksasa. Gap ini disebut sebagai gap Hertszprug dan menunjukkan evolusi yang berlangsung cepat pada saat pembakaran hidrogen di kulit, yang mengelilingi inti dimulai.
34

BINTANG DAN DINAMIKANYA

2. Kelahiran dan Kematian Bintang Para bintang lahir dalam awan molekul raksasa di antariksa. Mereka lahir dalam peristiwa yang disebut runtuh gravitasi. Awan molekul raksasa ini runtuh perlahan menjadi potongan-potongan kecil. Tiap potongan ini melepaskan energi potensial gravitasi dalam bentuk panas. Semakin panas dan panas hingga akhirnya menjadi bola berputar superpanas yang disebut protostar (proto bintang atau janin bintang).

Gambar 14. Awan Molekul Raksasa

a. Cebol coklat Dalam peristiwa runtuh gravitasi ini, tentu potongan-potongannya tidak sama. Ada yang besar, ada yang kecil. Janin bintang yang terlalu kecil (8% massa matahari) gagal lahir menjadi bintang. Ia tidak mati sih, tapi menjadi cebol coklat. Cebol coklat adalah bayi bintang prematur. Ia tidak mampu memulai fusi nuklir, tapi masih terlalu besar untuk menjadi planet. Ia bisa dibilang planet sendirian. Seperti bumi, tanpa matahari. Cebol coklat umumnya memiliki massa sebesar 13 kali planet Yupiter. Ia gelap dan sendirian dengan cahaya yang redup. Walau begitu, ia masih melakukan

35

BINTANG DAN DINAMIKANYA

fusi terhadap deuterium, karenanya justru ia cukup lama hidup. Mati perlahanlahan dalam waktu ratusan juta tahun. Tidak pernah besar dan bersinar. Janin bintang yang lebih berat bisa menghasilkan fusi nuklir. Fusi nuklir ini menjadi pendorong keluar (tekanan radiasi) yang mengimbangi tarikan gravitasi kedalam bintang. Ia pun bersinar cemerlang dan bermain di angkasa raya sepanjang hidupnya. Pada saat kematiannya, cebol coklat mati begitu saja. Setelah beberapa juta tahun, ia begitu coklat hingga akhirnya hitam legam. Ia bukan lubang hitam. Ia batu hitam yang mengapung di angkasa. Tidak ada lagi deuterium yang bisa diolah. Diduga ada banyak sekali cebol coklat di luar orbit Pluto, antara tata surya, dan setumpuk bintang terdekat kita.

Gambar 15. Cebol Coklat

b. Cebol merah Ada banyak jenis bintang tentunya. Cebol coklat mungkin iri melihat janinjanin yang lahir bersama dengannya hidup terang dengan berbagai ukuran. Mulai dari yang paling kecil adalah cebol merah. Ia tidak seredup cebol coklat. Cebol merah dapat hidup hingga ratusan miliar tahun. Jauh lebih lama dari cebol coklat. Padahal keduanya sama-sama cebol.

36

BINTANG DAN DINAMIKANYA

Gambar 16. Cebol Merah

Bintang terdekat dari matahari adalah sebuah cebol merah, Proksima Centauri. Usianya ribuan kali lebih panjang dari matahari kita. Menurut para ilmuan, cebol merah seperti Proksima Centauri dapat hidup hingga 6 triliun tahun. Bayangkan. Padahal usia alam semesta baru 13.7 miliar tahun. Karenanya, di duga belum ada satupun cebol merah yang mati semenjak alam semesta lahir. Sayangnya, mereka begitu kecil, begitu redup, hingga tak terdeteksi dari bumi, kecuali bila sangat dekat, seperti Proksima. Pada akhirnya, cebol merah juga akan mati. Ia sekarat setelah membakar habis seluruh hidrogennya. Ia tidak mampu membakar heliumnya dan karenanya ia menjadi bintang yang seluruhnya helium. Bersinar sebagai cebol putih. Seandainya ia dikelilingi oleh awan hidrogen halus, ia masih bisa menarik makanan dari sekitarnya untuk hidupnya beberapa ratus miliar tahun lagi. Jika tidak ada, ia akan mati begitu saja. Cebol putih yang redup dan semakin redup. Tapi, pastinya tidak ada yang tahu. Belum ada kasus kematian cebol merah teramati sampai sekarang. Umurnya terlalu panjang. Para ilmuwan berpendapat bahwa nyawa cebol putih benar-benar berakhir saat ia menjadi cebol hitam. c. Bintang rata-rata Sedikit lebih besar dari cebol merah adalah cebol kuning. Matahari kita tergolong cebol kuning. Sebenarnya ia tidak terlalu cebol. Ia hanya sedikit lebih
37

BINTANG DAN DINAMIKANYA

kecil dari rata-rata. Sebagian astronom menggolongkan matahari sebagai bintang rata-rata. Tidak terlalu besar, tidak terlalu kecil. Usia hidupnya sekitar 10 miliar tahun. Bintang rata-rata, seperti matahari kita, punya saat sekarat yang menarik. Ia cukup besar untuk memakan helium setelah hidrogen habis dikonsumsi. Konsumsi helium membuat dirinya menggembung. Menjadi besar sekali dari ukuran aslinya. Saat-saat menjelang mati, ia berubah menjadi raksasa merah. Perubahan ini diawali dengan kejadian yang disebut kilat helium (helium flash). Sayangnya, kilat helium tidak dapat dilihat dari luar. Ia terjadi di inti bintang. Seandainya kilat helium bisa dilihat dan bintang itu matahari kita, bumi akan mendadak menjadi sangat terang benderang. Inilah tanda umur matahari tinggal beberapa juta tahun lagi. Pertanda itu dalam kenyataannya tidak terlihat. Sejak kilat helium, tubuh bintang mulai membesar dan memerah. Seiring membesarnya tubuh, terangnya juga meningkat. Ia menjadi seribu hingga sepuluh ribu kali lebih terang dari sebelumnya. Suhu juga ikut meningkat. Suatu saat, sang bintang yang menggelembung ini mencapai ukuran maksimumnya. Ia akhirnya tiba di titik itu, dan setelah saat itu tiba, ia akan kembali mengerut. Mengecil dan kian kecil sementara suhunya terus saja bertambah. Helium akhirnya habis. Iapun mulai mencoba memakan karbon yang letaknya lebih dalam lagi di inti. Setelah karbon habis, ia akan mengunyah oksigen. Lebih dalam lagi. bintang kita akan menjadi seperti bawang. Bagian intinya mencoba untuk menggelembung sekuat tenaga karena reaksi fusi, sementara bagian luarnya terus mengerut dan runtuh karena pada dasarnya telah sekarat. Seiring mengerutnya bintang, angin dahsyat berhembus menghantarkan sisa-sisa pembakaran keluar dari bintang. Pertarungan inti dan kulit dalam balutan angin yang berhembus menciptakan denyutan. Bintang berdenyut keras dan
38

BINTANG DAN DINAMIKANYA

mengakibatkan sebuah angin yang begitu keras terlontar dari bintang. Angin ini disebut nova. Kini tinggal sang inti, Cebol putih. Nasib matahari kita sama dengan si cebol merah. Sama-sama menjadi cebol putih. Angin nafas terakhirnya melakukan perjalanan jauh menembus angkasa. Semakin jauh dan kehilangan energi. Dan akhirnya menjadi awan gas yang disebut nebula planeter. Sebenarnya, tidak perlu seperti ini akhir hayatnya, seandainya ia punya teman. Dalam sistem bintang kembar, bintang rata-rata yang sekarat tidak menggelembung. Hal ini karena kembarannya akan menyedot sisi terluar dari sang bintang sekarat. Aliran massa ini akan membuat kembarannyalah yang menggembung. Tapi kembarannya masih sehat dan tidak sekarat. Hasilnya, sang bintang sekarat akan menjadi cebol putih tanpa fase menggembung. Ia akan mengorbit kembarannya seperti bulan mengorbit bumi. Kasus inilah yang terjadi pada pasangan bintang Sirius A dan si cebol putih, Sirius B.

Gambar 17. Matahari

d. Raksasa Kelompok bintang yang ukurannya jauh di atas rata-rata ada si raksasa. Para bintang raksasa yang ukurannya bisa ratusan kali matahari. Mereka raksasa, tapi
39

BINTANG DAN DINAMIKANYA

hidupnya pendek. Hanya beberapa juta tahun. Hal ini karena besarnya badan mereka berarti mereka juga harus banyak makan. Mereka terus memakan hidrogen jauh lebih cepat dari bintang rata-rata, apalagi dari cebol merah yang lamban. Menjelang kematiannya, para raksasa sudah berukuran sangat besar, sehingga saat hidrogen habis, ia sangat buru-buru memakan helium. Ia menggembung dan dengan cepat mengerut lagi hingga akhirnya tersandung ke intinya. Ia memangsa karbon, lalu neon, lalu oksigen, lalu silikon, dan terakhir besi. Jika inti besinya sudah mencapai batas Chandrasekhar, ia akan menghembuskan nafas terakhirnya. Angin yang dilepaskannya begitu cepat. Sedemikian cepat hingga lebih pantas disebut meledak. Ledakan inilah yang disebut dengan supernova. Dan pusatnya menjadi bintang putih kecil yang berputar sangat cepat. Ia bukan cebol putih. Ia jauh lebih kecil lagi. Lebih kecil lagi dari cebol coklat. Lebih kecil lagi dari Bumi. Ia hanya seukuran Jakarta. Sesungguhnya, ia bahkan tidak tersusun dari atom. Remasan gravitasi sedemikian kuatnya hingga bahkan atom pun ikut berderai. Elektron di orbit nukleus teremas hingga bertabrakan dengan proton dan menjadi neutron. Neutron yang ada bergabung dengan sesama neutron. Dan jadilah ia neutron raksasa yang kemudian disebut bintang neutron. Bintang neutron bersifat seperti mercusuar. Ia punya dua semburan gas di kutubnya. Semburan ini menyembur dari kutub utara dan kutub selatan, sementara bintang menggelinding di angkasa. Bila kutub tersebut kebetulan mengarah ke bumi, maka kita mengamati bintang yang berdenyut sangat cepat. Bintang ini dinamakan pulsar.

40

BINTANG DAN DINAMIKANYA

Gambar 18. Aldebaran (Giant Star)

e. Maharaksasa Ada bintang yang lebih besar daripada bintang raksasa, yaitu maharaksasa. Bintang maharaksasa ukurannya lebih dari 40 kali massa matahari. Volumenya bisa jutaan kali matahari, menelan orbit Bumi dan Mars.

Gambar 19. Bintang Maharaksasa

41

BINTANG DAN DINAMIKANYA

Seandainya dibelah, maharaksasa yang sekarat akan seperti boneka Matrioskha atau irisan bawang. Bola kecil di dalam bola sedang di dalam bola raksasa. Intinya adalah besi, diselubungi oleh silikon, oksigen, neon, karbon, dan helium. Lapisan-lapisan maharaksasa ini terbentuk akibat membakar zat yang lain sebelum yang masih ada habis dibakar. Sebelum hidrogen habis, ia sudah membakar helium. Helium sendiri hasil dari memakan hidrogen jadi helium lebih sedikit. Sebelum helium habis, dia sudah mambakar karbon, dan seterusnya. Saat inti besinya telah mencapai batas TOV (Tolman-Oppenheimer-Volkoff) ia akan meledak, jauh lebih dahsyat dari ledakan bintang raksasa. Ledakannya disebut hypernova. Seluruh isi perut bintang maharaksasa berhamburan dalam peristiwa hypernova. Tidak ada yang tersisa sama sekali. Bintang berukuran orbit Mars ini habis. Tapi intinya tetap ada. Yang menjadi sisa adalah materi inti apapun yang berada di dalam radius Schwarzschild. Sisa ini telah teremas begitu kuat hingga bahkan ia tidak menjadi neutron. Sisa ini begitu gelap, mati, tanpa cahaya. Kita menyebutnya lubang hitam. Lubang hitam dapat dibilang merupakan kebalikan dari batas Eddington. Kita tahu bahwa setiap bintang selalu dalam pertarungan antara gaya dorong keluar radiasi dengan daya tarik kedalam gravitasi. Bila gaya dorong keluar sedemikian kuat hingga mengalahkan gravitasi, hasilnya adalah batas Eddington (lihat bintang super maharaksasa). Bila gaya dorong kedalam sedemikian kuat sehingga mengalahkan radiasi, hasilnya adalah batas Schwarzschild (lubang hitam).

42

BINTANG DAN DINAMIKANYA

f. Supermaharaksasa Tidak ada yang namanya super maharaksasa. Secara astrofisika, ada yang dinamakan batas Eddington. Batas ini adalah batas dimana sebuah bintang tidak dapat lagi menahan dorongan keluar dari radiasinya sendiri. Ia terlalu terang sehingga tidak dapat eksis dalam satu kesatuan. Batas Eddington adalah 120 kali massa matahari. Jadi, tidak ada bintang yang lebih berat dari 120 kali massa matahari. Hidup sebuah bintang memang sangat panjang. Ia dapat hidup jutaan tahun seperti cebol coklat yang prematur atau maharaksasa yang terlalu besar. Ia juga dapat hidup triliunan tahun seperti para cebol putih yang mungil. Sebagian sempat merasakan dari ukuran sangat kecil menjadi ukuran sangat besar. Sebagian lagi sepanjang hidupnya selalu kerdil dan merangkak dalam kesendirian dan kegelapan. Dalam masa yang sangat panjang, akhir hayatnya begitu singkat dan spektakuler. Dari nova, supernova hingga hypernova. Letupan yang cemerlangnya menerangi galaksi dan terpantau jutaan tahun cahaya. Cahaya ini hanya bertahan beberapa detik saja atau paling panjang, hanya beberapa bulan. Hembusan nafas terakhir bintang yang sekarat, pada gilirannya akan menjadi benih bagi bintang baru. Sisa-sisa supernova dan nova kembali mengembun dan menjadi awan molekul raksasa. Matahari kita sendiri adalah bintang generasi ketiga. Namun, bahkan alam semesta yang terus bergulir dengan siklus hidup matinya, pada gilirannya akan mati. Entah itu lewat habis mendinginnya seluruh jagad raya dalam pengembangan abadi, dimana alam semesta gelap, bintang terang terlalu jauh dan cebol coklat, cebol hitam dan lubang hitam bertebaran di mana-mana, atau lewat pengerutan balik dimana segalanya teremas dalam kerkahan besar (big crunch). Bagaimana pun nasib alam semesta, manusia kemungkinan besar telah tidak ada lagi. Nasib kita dalam sejarah bintang sangat singkat. Bagi mereka para bintang, kita hanyalah kedipan kecil di langit malam, dalam malam-malam yang mereka habiskan dalam hidupnya.

43

You might also like