You are on page 1of 3

Sistem Drainase dan Permasalahan Banjir di Semarang

Pengertian Drainase Perkotaan Drainase perkotaan adalah drainase di wilayah kota yang berfungsi mengendalikan kelebihan air permukaan, sehingga tidak mengganggu masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi kegiatan kehidupan manusia. Kondisi Sistem Drainase Kota Semarang Sebagian besar saluran drainase utama Kota Semarang, baik yang alamiah maupun buatan, di bagian hilir mempunyai elevasi dasar saluran lebih rendah dari pada elevasi dasar muara/pantai, hal ini menyebabkan sedimentasi serius dan menimbulkan pendangkalan. Sistem drainase utama yang ada, sebagian besar belum mempunyai garis sempadan yang jelas dan belum diperdakan, hal ini menimbulkan kerancuan dalam upaya pengelolaan dan pengawasan bangunan liar di sepanjang tepi sungai, dan biaya 'resettlement' sangat tinggi pada waktu pelaksanaan normalisasi sungai yang bersangkutan. Daerah dataran pantai mempunyai ketinggian (elevasi) kurang dari 50 m di atas permukaan laut. Daerah ini mempunyai lebar 4 km hingga 10 km dan merupakan lahan yang potensial sebagai daerah pengembangan kota. Pada daerah ini bermuara beberapa sungai dengan kemiringan sangat landai yaitu antara 1:2000 hingga 1:5000, yang sangat rawan banjir. Reklamasi dan sedimentasi pantai makin memperpanjang alur sungai dan memperkecil kelandaian dasar saluran. Berdasarkan data dan/atau foto udara tahun 1953 dan tahun 1993, diketahui bahwa terjadi penambahan wilayah pantai sekitar 10 meter. Kondisi saluran drainase yang lebih kecil (sekunder, tersier, dan seterusnya) juga tidak kalah memprihatinkan. Kapasitas saluran makin hari makin menurun akibat sedimentasi, sampah, dan pemeliharaan yang kurang. Tidak mengherankan jika sampai saat ini masalah banjir kiriman dan banjir pasang merupakan masalah yang belum terpecahkan. Genangan banjir masih selalu terjadi, terutama pada saat musim hujan. Bahkan di beberapa daerah terjadi genangan permanen akibat rob. Hal ini akan semakin sulit di atasi jika pengembangan kota tidak dapat dikendalikan dengan baik. Kecenderungan perkembangan kota ke arah selatan selayaknya dibatasi sehingga daerah aliran sungai tetap terjaga kelestariannya dan berfungsi sebagaimana mestinya. Permasalahan Banjir Kota Semarang Seperti halnya kota-kota pantai lainnya di Indonesia, Semarang menghadapi permasalahan laten berupa banjir, baik banjir musiman yang datang tiap musim hujan, maupun banjir harian akibat rob. Berbagai usaha dan/atau kegiatan yang berkaitan dengan penanggulangan banjir. Usaha tersebut sudah dimulai sejak jaman Belanda, yaitu dengan dibangunnya Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur sekitar awal abad 19. Namun seakan semuanya tak berarti, banjir masih terus saja datang setiap saat, khususnya musim hujan. Bahkan boleh dikatakan makin meningkat, baik luasan sebarannya, kedalamannya, maupun frekuensinya. Genangan banjir yang terjadi sangat mengganggu kelancaran arus lalu lintas jalur pantura. Dalam era otonomi daerah di mana diharapkan masing-masing propinsi atau kabupaten/kota dituntut untuk dapat menangani permasalahannya sendiri, usaha pengendalian banjir Semarang merupakan suatu usaha yang harus mendapat perhatian kita bersama. Dengan terbebasnya Semarang dari banjir akan dapat meningkatkan pemanfaatan aset yang dimiliki dan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah dan kesejahteraan masyarakatnya. Gagasan Penataan Drainase dan Pengendalian Banjir Kota Semarang

Banjir merupakan permasalahan dan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan pengusaha. Menjawab permasalahan banjir tersebut, di luar studi yang telah dilakukan pemerintah, telah muncul beberapa ide/usulan yang datang dari masyarakat, yang menonjol antara lain: 1) Dam Lepas Pantai Ide ini dikemukakan oleh Dipl. Ing. John Wirawan pertama kali pada tahun 1999, dan telah menjadi wacana publik, karena gencarnya sosialisasi yang dilakukan oleh penggagasnya. Namun sampai saat ini masih berhenti pada wacana, belum ada studi mendalam tentang kelayakannya dari berbagai aspek. 2) Polder Pantai Kemungkinan lain untuk menanggulangi banjir kota Semarang adalah sistem polder pantai. Sistem ini mempunyai konsep yang hampir sama dengan dam lepas pantai, namun dalam skala yang lebih kecil. Untuk melayani seluruh kota Semarang, dapat saja dibuat beberapa polder pantai, dimana masing-masing berdiri sebagai sistem yang tidak saling mempengaruhi. 3) Recharge Deep Well Konsep merupakan pengembangan dari konsep sumur resapan. Dasar pemikirannya juga tidak jauh berbeda dengan sumur resapan, disini air diresapkan ke dalam lapisan akifer tertekan yang telah mengalami penurunan tekanan piezometernya jauh di bawah muka tanah, sehingga punya daya sedot yang cukup. Dalam konsep ini yang perlu diperhatikan, di samping tinggi pizometer adalah kualitas air yang di isikan ke dalam tanah harus baik, untuk menghindari adanya pencemaran air tanah. 4) Penataan Kawasan Atas Kota-kota pantai di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, dan Semarang, menghadapi permasalahan laten berupa banjir, baik banjir musiman yang datang tiap musim hujan, maupun banjir harian akibat rob. Banjir tersebut diakibatkan oleh meningkatnya debit banjir dari daerah tangkapan air, berkurangnya kapasitas saluran akibat sedimentasi, hilangnya tampungan banjir alamiah berupa rawa-rawa, adanya pasang surut, dan akibat amblesan muka tanah. Sehingga..... Untuk menyelesaikan masalah banjir di kota pantai secara komprehensif diperlukan pengetahuan yang memadahi tentang elemen-elemen yang menimbulkan permasalahan serta hubungan timbal balik antar elemen-elemen tersebut. Disamping aspek teknis, juga harus mempertimbangkan aspek institusi-kelembagaan, finansial, dan aspek legalitas. Pengendalian banjir di kota pantai pada dasarnya terdiri dari tiga pendekatan, yaitu: 1) Pengendalian banjir yang datang dari DAS di hulunya 2) Pengendalian banjir lokal, dan 3) Pengendalian banjir akibat pasang surut atau rob. Pengendalian banjir yang datang dari DAS di hulunya dapat dilakukan dengan mengendalikan aliran permukaan. Paradigma yang selama ini dipakai untuk menanggulangi banjir harus diubah, dari paradigma drainase ke paradigma manajemen sumberdaya air, karena paradigma lama yang dipakai untuk mengatasi banjir dan drainase lingkungan telah gagal. Paradigma drainase mendasarkan penanggulangan banjir dengan jalan membuang kelebihan air dari daerah yang dilindungi secepat-cepatnya ke tempat lain, melalui pembuatan dan/atau

normalisasi sungai dan saluran-saluran. Dari sisi daerah yang dilindungi, pendekatan ini dapat diterima, karena kemungkinan besar permasalahan dapat di atasi. Namun pendekatan ini dapat menimbulkan masalah di daerah bawah, karena banjirnya akan berpindah ke lokasi ini. Hal terpenting adalah bagaimana mengelola sumber banjirnya. Banjir yang bersumber dari air hujan perlu dilakukan regulasi aliran permukaan dengan jalan pengembangan detention ponds, recharge ponds, retention ponds, sumur resapan dan lain-lain. Sementara air yang datangnya dari laut (rob) harus dihambat supaya tidak masuk wilayah yang dilindungi. Daftar Pustaka http://rathocivil02.wordpress.com/2007/12/23/tugas-drainase/ http://www.mafiosodeciviliano.com/artikel/teknik-sipil/hidro/518-permasalahan-banjir-dankondisi-sistem-drainase-di-kota-semarang http://www.mafiosodeciviliano.com/artikel/teknik-sipil/hidro/523-efektifitas-sistempengendalian-banjir-kota-semarang http://www.mafiosodeciviliano.com/artikel/teknik-sipil/hidro/524-gagasan-penataandrainase-dan-pengendalian-banjir

You might also like