You are on page 1of 15

KEBIJAKAN UPAH MINIMUM REGIONAL DI INDONESIA

TUGAS MATAKULIAH ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI

KELOMPOK VII : NUGRAHANA FITRIA RUHYANA ERYSTINA LELUNI LISWANTI SANA DAMARHITA (120720120044) (120720120045) (120720120046)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS PROGRAM STUDI MAGISTER EKONOMI TERAPAN UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2012

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah Hampir seluruh Negara di dunia, tidak terkecuali di Indonesia, menghadapi masalah yang mendasar terkait dengan Ketenagakerjaan dan tingkat upah. Di Negara-negara berkembang, tingkat upah yang rendah menjadi suatu isu yang tidak hanya melibatkan pengusaha dan pekerja namun memerlukan campur tangan pemerintah untuk mengatur tingkat upah tersebut. Upah mempunyai kedudukan yang strategis, baik bagi pengusaha, pekerja, maupun kepentingan nasional. Bagi pengusaha, upah merupakan faktor yang mempengaruhi biaya produksi dan harga output perusahaan. Sementara bagi pekerja, upah merupakan sarana untuk memperoleh penghidupan yang layak. Bagi pemerintah, upah merupakan suatu upaya pemerintah agar pemerataan pendapatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud. Oleh karena itu, peran pemerintah sangat penting untuk membuat kebijakan yang dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan pekerja dengan menetapkan tingkat upah yang layak. Upaya pemerintah yang berkaitan dengan tingkat upah adalah dengan menetapkan kebijakan tingkat upah minimum yang ditetapkan secara sektoral maupun regional. Penetapan upah minimum merupakan salah satu upaya pemerataan pendapatan dan sebagai jaring pengaman agar upah yang diterima pekerja tidak lebih rendah daripada Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Kenaikan tingkat upah bagi pekerja tentunya akan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan pekerja akibat meningkatnya daya beli pekerja. Namun bagi pengusaha, kenaikan upah akan mengakibatkan biaya produksi meningkat dan pengusaha dituntut untuk menyesuaikan tingkat upah yang mereka berikan kepada pekerja dengan upah minimum yang ditetapkan pemerintah. Sehingga dengan kenaikan upah minimum ini, pengusaha cenderung untuk mengurangi jumlah tenaga kerja yang mereka gunakan dalam proses produksi yang

mengakibatkan terjadinya pemutusan hubungan kerja dan meningkatnya pengangguran. Tuntutan buruh tentang pengupahan layak terus disuarakan setiap tahun sehubungan dengan penetapan Upah Minimum Regional (UMR). UMR merupakan indikator kesejahteraan buruh yang ditetapkan oleh Gubernur. Pemerintah daerah pada tingkat propinsi menetapkan upah minimum untuk setiap wilayah daerahnya, sedangkan kota/kabupaten memiliki pilihan untuk mengikuti atau menetapkan upah minimum diatas tingkat upah minimum propinsi tetapi tidak berada di bawah upah minimum propinsi (UMP). Untuk mengawal besaran UMR akhir-akhir ini digunakan cara demonstratif dengan mengatasnamakan hak mogok kerja yang telah di atur pada UU No. 13 Tahun 2003. Hak mogok kerja ini pada akhirnya di salah artikan menjadi pengerahan massa yang mengarah pada tindakan pemblokadean fasilitas umum dan sarana vital lainnya yang akan memaksa pemerintah sebagai penetap UMR untuk berpihak pada tuntutan buruh. Kebijakan dibidang ketenagakerjaan (employment policy) di Indonesia, baik pada tingkat lokal maupun nasional dirasakan kurang mengarah pada upaya-upaya proteksi (social protection). Employment policy justru mengarah pada upaya menjadikan pekerja/buruh sebagai bagian dari mekanisme pasar dan komponen produksi yang memiliki nilai jual (terkait upah murah )untuk para investor. Oleh karena itu, masalah kebijakan pemerintah dalam menetapkan upah minimum merupakan topik yang menarik untuk dibahas. Tujuan peningkatan kesejahteraan pekerja melalui pengaturan tingkat upah minimum menimbulkan dilema bagi pemerintah, karena disatu sisi dapat mengurangi penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan pengangguran. Namun disisi yang lain, pemerintah bertanggung jawab untuk mewujudkan kesejahteraan buruh melalui penetapan tingkat upah yang layak.

1.2

Perumusan Masalah Kebijakan penetapan upah minimum yang terjadi di saat pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan mendorong peningkatan upah. Pertumbuhan ekonomi akan mendorong penciptaan lapangan kerja yang lebih besar daripada yang hilang karena kebijakan upah minimum. Tingkat upah minimum yang ditetapkan diatas tingkat upah rata-rata yang diperoleh pekerja akan menyebabkan pengusaha mengurangi penggunaan tenaga kerja sehingga penyerapan tenaga kerja akan berjurang dan meninmbulkan pengangguran. Oleh karena itu, pemerintah perlu menetapkan suatu kebijakan yang mengatur tentang upah minimum bagi pekerja untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja namun tetap memperhatikan kelangsungan hidup perusahaan.

BAB II PEMBAHASAN

2.1

Definisi Upah Minimum Upah Minimum merupakan suatu penerimaan bulanan minimum

(terendah) sebagai imbalan dari pengusaha kepada karyawan untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan dan dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan atas dasar suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan serta dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan karyawan termasuk tunjangan, baik karyawan itu sendiri maupun untuk keluarganya (dikutip dari Pratomo & Adi Saputra, 2011). Upah Minimum terbagi atas dua komponen yaitu Upah tetap dan Tunjangan Tetap. Namun dalam peraturan pemerintah yang diatur secara jelas hanya upah pokoknya saja dan tidak termasuk tunjangan, sehingga seringkali menimbulkan kontroversi bagi pengusaha dan pekerja. Tunjangan tetap sendiri adalah tunjangan yang diberikan secara tetap tanpa melihat tingkat kehadiran pekerja ataupun output, seperti misalnya tunjangan keluarga tetap dan tunjangan yang berdasar pada senioritas. Awalnya, Kebijakan upah minimum ditetapkan berdasarkan besaran biaya Kebutuhan Fisik Minimum (KFM). Dalam perkembangannya, penentuan besaran tingkat upah minimum didasarkan atas beberapa pertimbangan berikut : 1. biaya Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) 2. Indeks Harga Konsumen (IHK) 3. tingkat upah minimum antar daerah 4. kemampuan, pertumbuhan, dan keberlangsungan perusahaan 5. kondisi pasar kerja 6. pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita

Pada kenyataanya, hanya sedikit perusaha yang secara sadar dan sukarela terus menerus berusaha meningkatkan penghidupan karyawannya, terutama

pekerja golongan yang paling rendah. Di pihak lain, karyawan melalui serikat pekerja dan/atau dengan mengundang pemerintah selalu menuntut kenaikan upah. Tuntutan seperti itu yang tidak disertai dengan peningkatan produktivitas kerja akan mendorong pengusaha untuk : (a) mengurangi penggunaan tenaga kerja dengan menurunkan produksi ; (b) menggunakan teknologi yang lebih padat modal ; dan/atau (c) menaikkan harga jual barang yang kemudian justru akan mendorong inflasi (Sumarsono, dikutip dari Pratomo & Adi Saputra, 2011).

2.2

UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Menurut Undang Undang No 13 tahun 2003 disebutkan bahwa upah minimum hanya ditujukan bagi pekerja dengan masa kerja 0 (nol) sampai dengan 1 (satu) tahun. Dari definisi tersebut, terdapat dua unsur penting dari upah minimum yaitu adalah: a) Upah permulaan adalah upah terendah yang harus diterima oleh buruh pada waktu pertama kali dia diterima bekerja. b) Jumlah upah minimum haruslah dapat memenuhi kebutuhan hidup buruh secara minimal yaitu kebutuhan untuk sandang, pangan dan keperluan rumah tangga (Sumarsono, dikutip dari Pratomo & Adi Saputra, 2011 ). Pemerintah menetapkan upah berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL) dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Sehingga Upah minimum diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak. Upah Minimum dapat diterapkan: a) berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota; b) berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota. Upah minimum sektoral dapat ditetapkan untuk kelompok lapangan usaha beserta pembagiannya menurut klasifikasi lapangan usaha Indonesia untuk kabupaten/kota, provinsi, beberapa provinsi atau nasional dan tidak boleh lebih rendah dari upah minimum regional daerah yang bersangkutan. Komponen dan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL) didasarkan pada :

1. Permenaker No. 17/MEN/VIII/2005 tentang Komponen dan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL), dimana Jumlah jenis kebutuhan terdiri dari 46 komponen KHL 2. PERMENAKERTRANS NO.13 Tahun 2012 sebagai acuan KHL 2013, dimana jenis kebutuhan yang semula berjumlah 46 komponen menjadi 60 komponen KHL. Perubahan komponen kebutuhan antara lain kompor minyak 16 sumbu dan minyak tanah 10 liter, diubah menjadi: 1).Kompor gas dan perlengkapannya : a. Kompor gas 1 (satu) tungku, volume 1/24 b. Selang dan Regulator, volume 1/24 c. Tabung gas 3 kg, volume 1/60 2) Gas elpiji 2 tabung @ 3 kg.

Berikut ini disajikan data Kebutuhan Hidup Layak (KHL) setiap provinsi dan upah minimum pada tahun 2013 : Gambar 1. Kebutuhan Hidup Layak Per Provinsi Tahun 2013

2500000.00 2000000.00 1500000.00 1000000.00 500000.00 0.00

Sumber : Pusdatinaker Kementerian Tenaga Kerja

Jawa Timur Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Barat Sulawesi Tengah Lampung Banten Sulawesi Tenggara Bengkulu Kalimantan Selatan Sulawesi Utara Sumatera Utara Jambi Nusa Tenggara Timur Sulawesi Selatan Sumatera Barat Kepulauan Riau Kalimantan Barat Sulawesi Barat Nusa Tenggara Barat Rata - Rata Riau Aceh Gorontalo Bangka Belitung Maluku Utara Maluku Kalimantan Timur Sumatera Selatan Kalimantan Tengah DKI Jakarta Papua Bali Papua Barat

Gambar 2. Upah Minimum Provinsi tahun 2013


2500000.00

2000000.00

1500000.00

1000000.00

500000.00

0.00 Jawa Tengah Jawa Barat Jawa Timur DI Yogyakarta Sulawesi Tengah Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Nusa Tenggara Barat Sulawesi Tenggara Lampung Sulawesi Barat Banten Gorontalo Bali Bengkulu Maluku Utara Bangka Belitung Maluku Rata - Rata Jambi Kalimantan Selatan Sumatera Barat Kepulauan Riau Sumatera Utara Riau Sulawesi Selatan Aceh Sulawesi Utara Kalimantan Tengah Sumatera Selatan Papua Papua Barat Kalimantan Timur DKI Jakarta Sumber : Pusdatinaker Kementerian Tenaga Kerja

Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat disparitas Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan Upah Minimum Provinsi (UMP) untuk setiap provinsi di Indonesia. UMP tertinggi berada pada wilayah DKI Jakarta sementara KHL tertinggi ada di wilayah Papua Barat. UMP DKI juga nampak jauh lebih tinggi dibanding daerah lainnya di Indonesia. Hal ini tentu akan memberikan dampak bagi perekonomian khususnya bagi kawasan sekitar DKI Jakarta seperti Jawa Barat dan Banten yang memiliki UMP jauh dibawah UMP DKI Jakarta misalnya mendorong terjadinya mobilitas tenaga kerja yang tinggi di kawasan tersebut yang memerlukan penanganan dan kebijakan tepat dari pemerintah.

2.3

Kebutuhan Hidup Layak dan Upah Minimum Provinsi DKI Jakarta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menaikkan upah minimum provinsi sebesar 44 %, yang semula Rp 1,5 juta menjadi Rp 2,2 juta pada awal tahun 2013 ini. Hal tersebut merupakan jawaban atas demo buruh yang terjadi secara

besar-besaran di Jakarta pada akhir tahun 2012 yang lalu. Adapun perbandingan KHL dan UMP DKI Jakarta dapat dilihat pada tabel berikut :

Gambar 3. KHL dan UMP DKI Jakarta Tahun 2004 - 2013


2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 500,000 0

RUPIAH

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 KHL 746,74 759,95 831,99 991,98 1,055, 1,314, 1,317, 1,401, 1,497, 1,978, UMP 671,55 771,84 819,10 900,56 972,60 1,069, 1,118, 1,290, 1,529, 2,200,

Sumber : Pusdatinaker Kementerian Tenaga Kerja

Dari grafik di atas, terlihat perkembangan KHL dan UMP DKI Jakarta kecenderungannya mencerminkan tingkat upah (UMP) yang lebih rendah dari KHL, kecuali untuk tahun 2013. Hal ini mengindiasikan bahwa kehidupan pekerja formal masih belum tercukupi secara memadai akibat upah yang masih berada dibawah living cost minimal. Dengan demikian tingkat kesejaheraan tenaga kerja di DKI Jakarta sulit untuk bisa beranjak menjadi lebih baik. Terlebih lagi bagi mereka yang berkeja di sektor informal yang tidak tercover oleh kebijakan UMP tentu akan lebih sulit mencapai standar hidup yang lebih baik lagi.

Adapun jika UMP DKI Jakarta dibandingkan dengan inflasi yang terjadi antara tahun 2008 hingga 2013 sebagaimana terlihat pada Tabel 2, maka pertumbuhan UMP menjadi jauh lebih tinggi dibandingkan tingkat inflasi yang terjadi. Namun demikian karena yang menjadi acuan utama dalam penetapan UMP adalah KHL, dimana dalam PERMENAKERTRANS NO.13 Tahun 2012 yang menjadi acuan KHL 2013, terjadi penambahan jenis kebutuhan dari 46 komponen menjadi 60 komponen KHL. Oleh karena itu persentase kenaikan UMP manjadi jauh lebih tinggi dari inflasi.

2.4

Dampak Bagi Buruh, Pengusaha dan Pemerintah Hasil penelitian World Bank menunjukan bahwa kenaikan upah minimum sebesar 10 persen secara rata-rata, akan berkaitan dengan penurunan sebesar 1 persen pada lapangan kerja sektor formal dan industri (Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia, Desember 2012, h: 27). Artinya kesempatan kerja di sektor formal bagi kaum buruh mungkin akan berkurang jika upah terus mengalami kenaikan. Bagi buruh, kenaikan upah juga akan meningkatkan permintaan pasar akibat bertambahnya pendapatan yang jika tidak diimbangi kenaikan penawaran di pasar akan menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa (demand pull inflation). Pada awal kenaikan UMR, buruh bisa menikmati penambahan pendapatan pada periode lag atas penyesuaian harga di pasar, namun setelah periode lag tersebut, buruh akan kembali mengalami penurunan konsumsi akibat kenaikan harga yang juga akan dirasakan masyarakat secara umum. Bagi pengusaha, kenaikan upah minimum regional merupakan suatu keniscayaan karena telah diatur oleh undang-undang. Kenaikan upah minimum yang wajar dan terprediksi disertai dengan jaminan kondusivitas iklim berusaha merupakan keinginan sebagian besar pengusaha. Sebagai respon terhadap kenaikan biaya tenaga kerja pengusaha dapat saja mengurangi jumlah pegawai, namun pesangon di Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di wilayah Asia Tenggara, sehingga dengan demikian pengurangan tenaga kerja

menjadi opsi yang mahal. Upaya memasukkan biaya tenaga kerja menjadi fixed cost dengan menggunakan tenaga kontrak maupun alih daya (outsorcing) dibatasi oleh regulasi yang ketat sehingga kenaikan upah minimum sebagai kenaikan biaya produksi yang bisa disiasati dengan : Menekan biaya produksi, bisa berdampak pada penurunan kualitas produk atau pengurangan jumlah karyawan. Menurunkan kualitas produk di tengah persaingan global tentu bisa merugikan perusahaan, karena itu pilihan yang akan diambil adalah mengurangi jumlah karyawan atau mensubstitusi tenaga kerja dengan mesin. Apalagi jika kenaikan upah dipandang tidak sebanding dengan peningkatan produktivitas tenaga kerja. Menaikan harga produk, bisa menyebabkan kenaikan harga barang di pasar secara kumulatif (cost push inflation) Bagi pemerintah, kenaikan UMR menjadi pilihan dilematis antara memenuhi tuntutan kaum buruh dan pengusaha, dengan konsekuensi terjadinya peningkatan pengangguran dan inflasi serta menurunnya daya beli dan standar hidup masyarakat secara umum, terlebih bagi mereka yang bekerja di sektor informal yang tidak tercover dengan UMR. Selain hal tersebut diatas ada kekhawatiran bahwa kenaikan upah minimum digunakan sebagai acuan bagi kenaikan gaji dan upah secara keseluruhan, yang akan meningkatkan biaya tenaga kerja di Indonesia. Hal ini dapat terlihat dari penelitian World Bank, dimana kenaikan upah minimum berkaitan dengan kenaikan upah rata-rata karyawan. Analisis regresi pada periode 1993 sampai 2007 menunjukkan bahwa peningkatan upah minimum sebesar 10 persen berkaitan dengan kenaikan sebesar 3 persen pada rata-rata upah untuk seluruh pekerja penerima upah dan gaji pada tahun yang sama (World Bank, Indonesia Jobs Report, 2010). Kenaikan upah minimum yang ekstrim Kenaikan upah minimum yang ekstrim dan tak terprediksi akan mempengaruhi daya saing Indonesia dan dapat menghambat investasi pada industri-industri padat tenaga kerja, seperti manufaktur terutama jika

10

dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia Timur, seperti terlihat pada gambar berikut.

Gambar 5. Tingkat upah minimum (dolar AS), di beberapa negara Asia Timur

Catatan: Upah minimum Indonesia menggunakan upah DKI Jakarta (dengan asumsi nilai tukar USD tahun 2013 adalah Rp 9.500), negara lainnya berdasarkan upah minimum dikota besar atau ibukota, tidak disesuaikan dengan produktivitas Sumber: Doing Business, 2013, dan pers dan peraturan 2013

Dengan mempertimbangkan berbagai efeknya, kebijakan penentuan besaran upah minimum yang tepat oleh pemerintah harus dapat memberikan insentif bagi semua pihak, baik pekerja, pengusaha maupun pemerintah sendiri.

11

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

3.1

Kesimpulan Berdasarkan fakta dan data yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, kami mengemukakan kesimpulan dari permasalahan UMR ini sebagai berkut : 1. Sesuai dengan UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan bahwa penetapan upah didasarkan pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL) bertujuan agar tenaga kerja di Indonesia dapat mencapai standar hidup yang layak. Usaha yang selama ini ditempuh pemerintah adalah dengan menetapkan kebijakan upah minimum. Namun demikian, kebijakan upah minimum saat ini masih belum dapat mengangkat kehidupan kaum buruh ketika Kebutuhan Hidup Layak (KHL) masih berada di atas upah minimum. 2. Kebijakan upah minimum seringkali menambah kompleksitas persoalan perburuhan di negeri ini akibat perbedaan kepentingan pengusaha dan kaum buruh. Karena itu diperlukan peran pemerintah yang tepat dalam mengatasi problem ketenagakerjaan di Indonesia.

3.2

Saran-saran Adapun saran-saran yang dapat kami sampaikan dalam menyikapi problematika seputar UMR adalah sebagai berikut : 1. Kebijakan penetapan UMR seharusnya menjadi insentif bagi semua pihak pekerja, pengusaha maupun pemerintah dengan tujuan meningkatkan kehidupan yang layak khususnya bagi para pekerja, tetapi tanpa merugikan kelangsungan hidup perusahaan yang bisa mengancam keberlanjutan kondisi ekonomi dan produktivitas nasional maupun daerah.

12

2. Penetapan UMR setiap tahun memiliki banyak eksternalitas negatif jika masih diikuti dengan cara-cara demonstratif dan merugikan publik. Perlu dikaji tentang periode penetapan UMR dalam jangka waktu yang lebih panjang 3. Penghitungan UMR harus tetap memperhatikan iklim investasi dengan mempertimbangkan indikator ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Sehingga pengusaha dapat memperkirakan dan mengambil strategi terkait kenaikan biaya tenaga kerja. 4. Secara normatif permasalahan UMR dan problem ketenagakerjaan muncul ketika peran pemerintah dalam menjamin kebutuhan dasar masyarakat masih sangat minim. Kebutuhan sandang, pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan dan keamanan sangat tergantung pada kemampuan ekonomi setiap individu rakyat yang tanggung jawabnya dibebankan pemerintah kepada pihak pengusaha untuk mencukupi kebutuhan karyawannya. 5. Sesuai amanat konstitusi negara, pada pasal 27 ayat 2 dan pasal 33 ayat 3, maka negara harus memfasilitasi lapangan kerja yang layak bagi setiap warga negara dengan mengoptimalkan segala sumber daya yang ada untuk menjamin kemakmuran rakyat.

13

Dafar Pustaka BPS DKI Jakarta, berbagai terbitan Pusdatinaker Kementerian Tenaga Kerja. Upah Minimum Provinsi di Indonesia Tahun 2005-2013. Diakses melalui http://pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/katalog/xdownload.php?f=378 tanggal 15 Maret 2013 Pratomo, Adi Saputra. Kebijakan Upah Minimum untuk Perekonomian yang Berkeadilan: Tinjauan UUD 1945. Journal of Indonesian Applied Economics. Vol. 5 No. 2 Oktober 2011, 269-285 Sholeh, Maimun. Dampak Kenaikan Upah Minimum Propinsi Terhadap Kesempatan Kerja (Studi Kasus Provinsi Jawa Tengah). Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 2 Nomor 2, Desember 2005. World Bank. Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia, Menyoroti Kebijakan. Desember 2012

14

You might also like