You are on page 1of 13

LAPORAN PRAKTIKUM PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN

(GPW 3210)

ACARA X
ZONASI LAHAN

Disusun oleh: Nama NIM Hari, tanggal Jam Asisten : Sriulina Shinta Lingga : 09/ 284521/ GE/ 06609 : Rabu, 23 Nopember 2011 : 07.00 08.40 WIB : 1. Agung Jauhari
2. Fatwi Cahya Wardani

LABORATORIUM ANALISIS DATA WILAYAH FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS GADJAH MADA 2011

Laporan Praktikum Perencanaan Penggunaan Lahan Acara10

ACARA X

I.

JUDUL Zonasi Lahan

II.

TUJUAN 1. Mengidentifikasi faktor-faktor pembatas pengembangan wilayah. 2. Menentukan lahan sesuai dengan peruntukannnya. 3. Mendesain suatiu zonasi lahan.

III. DASAR TEORI Pembangunan kota memerlukan 2 instrumen penting, yaitu development plan dan development regulation. Tanpa kedua instrument tersebut maka pembangunan kota tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Development plan adalah rencana tata ruang kota yang umumnya di semua negara terdiri dari 3 jenjang rencana yang baku, yaitu rencana makro, rencana meso dan rencana mikro. Sedangkan development regulation atau peraturan zonasi adalah suatu perangkat peraturan yang dipakai sebagai landasan dalam menyusun rencana tata ruang mulai dari jenjang rencana yang paling tinggi (rencana makro) sampai kepada rencana yang sifatnya operasional (rencana mikro) disamping juga akan berfungsi sebagai alat kendali dalam pelaksanaan pembangunan kota. Kedua istrumen pembangunan tersebut umumnya merupakan dokumen yang terpisah. Adalah pemikiran yang keliru apabila menganggap peraturan zonasi merupakan turunan dari suatu rencana atau disusun berdasarkan rencana rinci tata ruang, seperti yang tercantum dalam Undangundang Nomor 26 Tahun 2007, pasal 20 ayat 1 huruf f yang bunyinya : Rencana Tata Ruang Nasional memuat, (langsung ke huruf f ) arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistim nasional, arahan perizinan, arahan insentif

1 Sriulina Shinta Lingga ( 09/ 284521/ GE/ 06609 )

Laporan Praktikum Perencanaan Penggunaan Lahan Acara10

dan disinsentif, serta arahan sanksi ; pasal 26 ayat 1 huruf f yang bunyinya Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten memuat (langsung ke huruf f ) ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi, pasal 36 ayat 2. yang bunyinya : peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang. Dengan pemahaman seperti ini maka tidak dapat dihindari peraturan zonasi akan bersifat localized dan partial. Padahal seharusnya peraturan zonasi bersifat universal dalam arti dimungkinkan beberapa bagian wilayah kota atau bahkan beberapa kota memiliki peraturan zonasi yang sama. Oleh karena itu hal ini perlu diluruskan. Justru perencanaan merupakan output dari peraturan zonasi. Analog dengan hal tersebut adalah perencanaan arsitektur bangunan. Para arsitek dalam membuat

rancangannya tidak bisa membuat design semaunya sendiri tetapi harus mengacu kepada Peraturan Bangunan setempat. Begitu juga dengan perencanaan tata ruang kota tidak bisa dibuat seenak udelnya sendiri tanpa mengacu kepada peraturan zonasi. Bayangkan apa jadinya bila suatu kawasan yang telah ditetapkan untuk tingkat kepadatan tertentu tetapi kemudian direncanakan untuk jenis-jenis perpetakan yang tidak sesuai ? Bisa jadi yang seharusnya direncanakan rumah susun dibuat menjadi rumah mewah atau sebaliknya. Apa jadinya bila sebuah petak tidak ditetapkan lebar minimum depannya? Bisa jadi rencana perpetakan dengan luas 200 m2 dibuat dengan lebar depan 4 meter dan panjang sisi 50 meter. Apa jadinya bila dimensi jalan yang direncanakan tidak sepadan dengan dimensi perpetakan dan standard hirarki jalan? Apa jadinya bila penyusunan rencana kota tidak didasarkan pada standard dimensi yang baku dan seterusnya-dan seterusnya. Jadi bukan rencana yang menentukan zoning tetapi zoninglah yang menentukan perencanaan. Selain itu harus diingat bahwa perencanaan terikat pada suatu dimensi waktu, sedangkan peraturan berlaku selamanya. Apabila peraturan

2 Sriulina Shinta Lingga ( 09/ 284521/ GE/ 06609 )

Laporan Praktikum Perencanaan Penggunaan Lahan Acara10

zonasi merupakan bagian yang utuh dari suatu rencana, maka tatkala rencana habis masa berlakunya alias kedaluwarsa , semua peraturan yang terkandung di dalamnya juga ikut kedaluwarsa. Demikian pula sebaliknya tidaklah lazim bila rencana tata ruang merupakan bagian dari peraturan zonasi, meskipun masih ada beberapa kota di Amerika yang mencantumkan zoning plan sebagai salah satu chapter dalam peraturan zonasi mereka . Masalahnya adalah apabila zoning plan dimasukkan sebagai salah satu chapter dalam peraturan zonasi, selain akan membuat zoning plan tersebut menjadi rigid dan tidak fleksibel juga menyulitkan setiap kali terjadi usulan perubahan rencana karena akan membawa konsekwensi dilakukannya amandemen peraturan zonasi secara terus menerus. Ringkasnya dapat dikatakan peraturan zonasi adalah buku manual bagi para planner dalam penyusunan rencana kota. Ketiadaan zoning dapat membuat rencana kota bersifat multi tafsir sehingga bisa dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang menyimpang. Tanpa adanya peraturan zonasi juga akan sangat sulit menyiapkan suatu rencana kota yang sifatnya operasional dan dapat dipertangung jawabkan secara hukum. Rencana Umum Tata Ruang meskipun telah ditetapkan sebagai peraturan daerah, tetapi karena kandungan materinya masih sangat bersifat umum dan konsepsional, belum dapat dijadikan dasar dalam penerbitan berbagai macam perizinan yang menyangkut pembangunan kota. Segala macam bentuk perizinan yang diterbitkan pada dasarnya mengacu kepada rencana mikro (rinci) yang sifatnya operasional. Namun semua produk-produk turunan dari rencana makro, baik rencana meso maupun rencana mikro apabila tidak disusun berdasarkan peraturan zonasi maka tidak akan memiliki dasar hukum yang kuat (statutory planning). Dengan sendirinya semua produk perizinan yang diterbitkan dengan acuan rencana seperti itu dapat dikatakan cacat hukum. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila terjadi konflik penataan ruang antara pemerintah dengan masyarakat yang diselesaikan lewat Peradilan Tata Usaha Negara, seringkali pemerintah dikalahkan. Mengapa?

3 Sriulina Shinta Lingga ( 09/ 284521/ GE/ 06609 )

Laporan Praktikum Perencanaan Penggunaan Lahan Acara10

Karena yang dipakai sebagai acuan oleh pengadilan adalah rencana yang memiliki dasar hukum yang kuat, dalam hal ini Peraturan Daerah tentang Rencana Umum Tata Ruang, meskipun kandungan materi rencana tersebut masih bersifat umum dan konsepsional. Sedangkan yang dijadikan dasar dalam penerbitan berbagai macam perizinan adalah rencana rinci yang kekuatan hukumnya sangat lemah karena penyusunannya tidak didasarkan pada peraturan zonasi dan hanya disahkan dengan Keputusan Gubernur / Walikota ataupun pimpinan dinas terkait. Dalam praktek penataan ruang, peraturan zonasi lebih penting kedudukannya ketimbang perencanaan dan harus ditetapkan sebagai prioritas dalam penyusunannya . Begitu pentingnya peraturan zonasi ini sehingga ada pendapat yang mengatakan better regulation without planning rather than planning without regulation. Konsepsi increamental planning seperti yang dipraktekkan di Houston dan floating zone sebagaimana yang diberlakukan di Perancis, dapat dikatakan mencerminkan hal tersebut. Houston tidak memiliki zoning plan, sedangkan Perancis menyusun konsepsi zoning plan atas dasar zona existing. Tetapi mereka memiliki regulasi yang kuat untuk alat bernegosiasi, yaitu Houston dengan peraturan land usenya dan Perancis dengan peraturan zonasinya . Demikian juga pengalaman kota Jakarta semasa zaman kolonial dan dua dekade awal kemerdekaan. Pemerintah Hindia Belanda tidak pernah menyusun Master Plan kota Jakarta tetapi hanya menyiapkan sebuah peraturan yaitu Kringen Type Verordening 1941 / KTV 1941 ( Peraturan Lingkungan dan Jenis Bangunan 1941 ). Peraturan ini sudah dapat digolongkan sebagai peraturan zonasi dalam bentuk yang sederhana karena materi yang diatur masih sangat terbatas sesuai dengan kondisi kota Jakarta pada saat itu. Namun peraturan inilah yang dipakai sebagai acuan dalam perencanaan bagian-bagian wilayah kota Jakarta seperti Menteng, Kebayoran. KTV 1941 kemudian dianggap sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan kota Jakarta dan dinyatakan tidak berlaku melalui Perda 6 Tahun 1999.

4 Sriulina Shinta Lingga ( 09/ 284521/ GE/ 06609 )

Laporan Praktikum Perencanaan Penggunaan Lahan Acara10

Pada hampir semua negara, peraturan zonasi ditetapkan sebagai peraturan nasional, meskipun yang diatur adalah muatan yang lebih bersifat lokal, seperti di Inggris, Perancis, Jepang , Malaysia dlsbnya. Amerika Serikat juga sampai sekarang masih menetapkan zoning sebagai peraturan nasional dan telah diadopsi oleh banyak kota di sana. Namun masih diberikan kelonggaran bagi setiap kota untuk menyusun peraturan zonasinya sendiri. Demikian juga hendaknya bagi Indonesia , seyogyanya peraturan ini bersifat nasional. Dengan peraturan yang sifatnya nasional, lebih mudah melaksanakan pemaduan serasian rencana tata ruang antar wilayah yang setara. Selain peraturan zonasi memang ada ketentuan dan peraturan lain yang dikembangkan setelah suatu rencana rinci selesai disusun. Itulah peraturan yang disebut development control plan di Inggris dan beberapa negara persemakmurannya atau urban design guidelines di Amerika Serikat. Peraturan ini sifatnya supplement dan sangat spesifik dan hanya diberlakukan pada zona yang dikategorikan sebagai overlay zone, yaitu kawasan yang minimal memiliki dua kepentingan yang berbeda sehingga memerlukan penanganan khusus. Misalnya pusat kota, daerah bandara dan sekitarnya, kawasan heritage, kawasan tepi air dan lain sebagainya. Sedangkan zoning regulation sifatnya generik dan berlaku umum untuk setiap jengkal lahan perkotaan. Untuk menyamakan persepsi maka terlebih dahulu perlu

disampaikan beberapa definisi tentang apa yang dimaksud dengan zona, zoning dan zoning regulation. Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik lingkungan yang spesifik. Zoning adalah pembagian kawasan ke dalam beberapa zona sesuai dengan fungsi dan karakteristik semula atau diarahkan bagi pengembangan fungsi-fungsi lain. Sedangkan zoning regulation dapat didefinisikan sebagai ketentuan yang mengatur tentang klasifikasi, notasi dan kodifikasi zona-zona dasar, peraturan penggunaan, peraturan pembangunan dan berbagai prosedur pelaksanaan pembangunan.

5 Sriulina Shinta Lingga ( 09/ 284521/ GE/ 06609 )

Laporan Praktikum Perencanaan Penggunaan Lahan Acara10

Tujuan penyusunan peraturan zonasi dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Mengatur kepadatan penduduk dan intensitas kegiatan, mengatur keseimbangan dan keserasian peruntukan tanah dan menentukan tindak atas suatu satuan ruang. 2. Melindungi kesehatan, keamanan dan kesejahteraan masyarakat. 3. Mencegah kesemrawutan, menyediakan pelayanan umum yang memadai serta meningkatkan kualitas hidup. 4. Meminimumkan dampak pembangunan yang merugikan. 5. Memudahkan pengambilan keputusan secara tidak memihak dan berhasil guna serta mendorong peran serta masyarakat. Fungsi peraturan zonasi adalah , 1. Sebagai pedoman penyusunan rencana operasional. Peraturan zonasi dapat menjadi jembatan dalam penyusunan rencana tata ruang yang bersifat operasional, karena memuat ketentuan-ketentuan tentang perjabaran rencana dari yang bersifat makro ke dalam rencana yang bersifat meso sampai kepada rencana yang bersifat mikro (rinci). 2. Sebagai panduan teknis pemanfaatan lahan. Ketentuan-ketentuan teknis yang menjadi kandungan peraturan zonasi, seperti ketentuan tentang penggunaan rinci, batasan-batasan

pengembangan persil dan ketentuan-ketentuan lainnya menjadi dasar dalam pengembangan dan pemanfaatan lahan. 3. Sebagai instrumen pengendalian pembangunan Peraturan zonasi yang lengkap akan memuat ketentuan tentang prosedur pelaksanaan pembangunan sampai ke tata cara pengawasannya.

Ketentuan-ketentuan yang ada karena dikemas dalam aturan penyusunan perundang-undangan penegakan hukum. yang baku dapat dijadikan landasan dalam

6 Sriulina Shinta Lingga ( 09/ 284521/ GE/ 06609 )

Laporan Praktikum Perencanaan Penggunaan Lahan Acara10

IV. CARA KERJA 1. Berdasarkan peta sederhana yang memuat informasi limitasi fisiografis, melakukan proses identifikasi untuk mengembangkan wilayah tersebut berdasarkan potensi dan informasi yang tersedia. 2. Mempertimbangkan segala aspek sebelum menyususn peruntukan lahan di lokasi tersebut. 3. Mendesain suatu zonasi lahan di dalam peta tersebut berdasarkan langkah 1 dan 2 di atas. 4. Menggambarkan zonasi sesuai dengan kaidah atau aturan pewarnaan kawasan penggunaan lahan. 5. Melakukan analisis.

V.

HASIL PRAKTIKUM 1. Peta alokasi lahan permukiman (terlampir). 2. Tabel perhitungan kebutuhan lahan permukiman (terlampir). 3. Tabel penggunaan lahan eksisting dan rencana peruntukan lahan (terlampir).

VI. PEMBAHASAN

7 Sriulina Shinta Lingga ( 09/ 284521/ GE/ 06609 )

Laporan Praktikum Perencanaan Penggunaan Lahan Acara10

8 Sriulina Shinta Lingga ( 09/ 284521/ GE/ 06609 )

Laporan Praktikum Perencanaan Penggunaan Lahan Acara10

9 Sriulina Shinta Lingga ( 09/ 284521/ GE/ 06609 )

Laporan Praktikum Perencanaan Penggunaan Lahan Acara10

10 Sriulina Shinta Lingga ( 09/ 284521/ GE/ 06609 )

Laporan Praktikum Perencanaan Penggunaan Lahan Acara10

VII. KESIMPULAN

11 Sriulina Shinta Lingga ( 09/ 284521/ GE/ 06609 )

Laporan Praktikum Perencanaan Penggunaan Lahan Acara10

DAFTAR PUSTAKA

Ritohardoyo, Su. 2009. Penggunaan dan Tata Guna Lahan. Yogyakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Tim Asisten. 2010. Modul Praktikum Perencanaan Penggunaan Lahan. Yogyakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Zubir, Ismail. 2010. Zoning Regulation sebagai Instrumen dalam Penataan Ruang. Diakses tanggal 17 Desember 2010.

12 Sriulina Shinta Lingga ( 09/ 284521/ GE/ 06609 )

You might also like