You are on page 1of 4

Pencegahan Penyakit Menular Secara umum: Memningkatkan nilai kesehatan.

Ditempuh dengan cara usaha kesehatan (hygiene) perorangan dan usaha kesehatan lingkungan (sanitasi). b. Vaksinasi/imunisasi

Merupakan usaha untuk pengebalan tubuh terhadap agen infeksius. Ada dua macam, yaitu : Pengebalan aktif, yaitu dengan cara memasukkan vaksin (bibit penyakit yang telah dilemahkan), sehingga tubuh akan dipaksa membuat antibodi. Contohnya pemberian vaksin BCG, DPT, campak, dan hepatitis. Pengebalan pasif, yaitu memasukkan serum yang mengandung antibodi. Contohnya pemberian ATS (Anti Tetanus Serum). c. Pemeriksaan kesehatan berkala

Merupakan upaya mencegah munculnya atau menyebarnya suatu penyakit, sehingga munculnya wabah dapat dideteksi sedini mungkin. Dengan cara ini juga, masyarakat bisa mendapatkan pengarahan rutin tentang perawatan kesehatan, penanganan suatu penyakit, usaha mempertinggi nilai kesehatan, dan mendapat vaksinasi. Selain cara di atas, gaya hidup sehat merupakan cara yang terpenting untuk mencegah penyakit. Khusus difteri: 1. Vaksinasi DPT dan DT dilanjutkan imunisasi booster DT tiap 10 tahun Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan dengan tetanus dan pertusis (DPT) sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan dengan selang penyuntikan satu dua bulan. Pemberian imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus dalam waktu bersamaan. Efek samping yang mungkin akan timbul adalah demam, nyeri dan bengkak pada permukaan kulit, cara mengatasinya cukup diberikan obat penurun panas. Berdasarkan program dari Departemen Kesehatan RI imunisasi perlu diulang pada saat usia sekolah dasar yaitu bersamaan

dengan tetanus yaitu DT sebanyak 1 kali. Sayangnya kekebalan hanya diiperoleh selama 10 tahun setelah imunisasi, sehingga orang dewasa sebaiknya menjalani vaksinasi booster (DT) setiap 10 tahun sekali.Bagi anak-anak dan orang dewasa yang mempunyai masalah dengan sistem kekebalan mereka atau mereka yang terinfeksi HIV diberikan imunisasi dengan vaksin difteria dengan jadwal yang sama. Penanggulangan melalui pemberian imunisasi DPT (Dipteri Pertusis Tetanus ) dimana vakisin DPT adalah vaksin yang terdiri dari toxoid difteri dan tetanus yang dimurnikan serta bakteri pertusis yang telah diinaktifkan. Imunisasi DPT diberikan untuk pemberian kekebalan secara simultan terhadap difteri, pertusis dan tetanus, diberikan pertama pada bayi umur 2 bulan, dosis selanjutnya diberikan dengan interval paling cepat 4 (empat) minggu (1 bulan ). DPT pada bayi diberikan tiga kali yaitu DPT1, DPT2 dan DPT3. Imunisasi lainnya yaitu DT (Dipteri Pertusis ) merupakan imunisasi ulangan yang biasanya diberikan pada anak sekolah dasar kelas 1 (satu). (Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas,2005) Seorang karier (hasil biakan positif, tetapi tidak menunjukkan gejala) dapat ulang menularkan difteri, karena itu diberikan antibiotik dan dilakukan pembiakan pada apusan tenggorokannya. booster setiap 10 tahun. 2. Edukasi Selain pemberian imunisasi perlu juga diberikan penyuluhan kepada masyarakat terutama kepada orang tua tentang bahaya dari difteria dan perlunya imunisasi aktif diberikan kepada bayi dan anak-anak. Dan perlu juga untuk menjaga kebersihan badan, pakaian dan lingkungan. Penyakit menular seperti difteri mudah menular dalam lingkungan yang buruk dengan tingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu, selain menjaga kebersihan diri, kita juga harus menjaga kebersihan lingkungan sekitar. Disamping itu juga perlu diperhatikan makanan yang kita konsumsi harus bersih. Jika kita harus membeli makanan di luar,pilihlah warung yang bersih. Jika telah terserang difteri, penderita sebaiknya dirawat dengan baik untuk mempercepat kesembuhan dan agar tidak menjadi sumber penularan bagi yang lain. Pengobatan difteri difokuskan untuk menetralkan toksin (racun) difteri dan untuk membunuh kuman Corynebacterium diphtheriae penyebab difteri. Setelah terserang difteri satu kali, biasanya penderita tidak akan terserang lagi seumur hidup.
3. Penanganan cepat dan isolasi penderita

Kekebalan hanya diperoleh selama 10 tahun setelah

mendapatkan imunisasi, karena itu orang dewasa sebaiknya menjalani vaksinasi

Melihat bahayanya penyakit ini maka bila ada anak yang sakit dan ditemukan gejala diatas maka harus segera dibawa ke dokter atau rumah sakit untuk segera mendapatkan penanganan. Pasien biasanya akan masuk rumah sakit untuk diopname dan diisolasi dari orang lain guna mencegah penularan. Di rumah sakit akan dilakukan pengawasan yang ketat terhadap fungsi fungsi vital penderita untuk mencegah terjadinya komplikasi. Mengenai obat, penderita umumnya akan diberikan antibiotika, steroid, dan ADS (Anti Diphteria Serum).Perawatan umum penyakit difteri yaitu dengan melakukan isolasi, bed rest : 2-3minggu, makanan yang harus dikonsumsi adalah makanan lunak, mudah dicerna, protein dan kalori cukup, kebersihan jalan nafas, pengisapan lendir.Dengan pengobatan yang cepat dan tepat maka komplikasi yang berat dapat dihindari, namun keadaan bisa makin buruk bila pasien dengan usia yang lebih muda, perjalanan penyakit yang lama, gizi kurang dan pemberian anti toksin yang terlambat.Walaupun sangat berbahaya dan sulit diobati, penyakit ini sebenarnya bisa dicegah dengan cara menghindari kontak dengan pasien difteri yang hasil lab-nya masih dan positif dan imunisasi.Pengobatan khusus penyakit difteri bertujuan untuk menetralisir toksin membunuh basil dengan antibiotika (penicilin procain, Eritromisin, Ertromysin, Amoksisilin, Rifampicin, Klindamisin, tetrasiklin). Pengobatan penderita difteria ini yaitu dengan pemberian Anti Difteria Serum(ADS) 20.000 unit intra muskuler bila membrannya hanya terbatas tonsil saja, tetapi jika membrannya sudah meluas diberikan ADS 80.000100.000 unit. Sebelum pemberian serum dilakukan sensitif test. Antibiotik pilihan adalah penicilin 50.000 unit/kgBB/hari diberikan samapi 3 hari setelah panas turun. Antibiotik alternatif lainnya adalah erythromicyn 30-40mg/KgBB/hari selama 14 hari.

Daftar pustaka

Kadun, I Nyoman. 2006. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta: CV Infomedika Ditjen P2PL, Depkes RI. 2005. Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas. Jakarta: Depkes Wijaya Kusuma. 2004. Difteri, Cara Mencegah dan Mengatasinya. http:/cyberhealth.com

You might also like