You are on page 1of 6

Apakah HbA1c itu ?

HbA1c adalah zat yang terbentuk dari reaksi antara glukosa dengan hemoglobin (bagian dari sel darah merah yang bertugas mengangkut oksigen ke seluruh bagian tubuh). HbA1c yang terbentuk akan tersimpan dan tetap bertahan di dalam sel darah merah selama 3 bulan, sesuai masa hidup sel darah merah. Jumlah HbA1c yang terbentuk, tergantung kadar glukosa di dalam darah sehingga hasil pemeriksaan HbA1c dapat menggambarkan rata-rata kadar glukosa darah selama 3 bulan. Mengapa diabetisi perlu periksa HbA1c ? Diabetisi perlu melakukan pemeriksaan HbA1c untuk mengetahui rata-rata kadar glukosa darah dalam waktu 1-3 bulan sebelumnya. Dengan demikian, diabetisi dapat menilai pengendalian diabetesnya dengan tujuan untuk mencegah komplikasi diabetes. Selain itu, pemeriksaan HbA1c juga dapat digunakan untuk menilai efektivitas perubahan terapi setelah 2-3 bulan. Apa tidak cukup periksa glukosa darah saja ? Pemeriksaan glukosa darah hanya mencerminkan kadar glukosa darah pada saat diabetisi diperiksa, tetapi tidak menggambarkan pengendalian diabetes jangka panjang ( 3 bulan). Meski demikian, pemeriksaan glukosa darah tetap diperlukan dalam pengelolaan diabetes, terutama untuk mengatasi permasalahan yang mungkin timbul akibat perubahan kadar glukosa darah secara mendadak. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan HbA1c ? Oleh karena hasil pemeriksaan HbA1c tidak dipengaruhi oleh asupan makanan, obat maupun olahraga, maka diabetisi dapat melakukannya kapan saja tanpa perlu persiapan khusus. Sampel yang diperlukan berupa darah yang diambil dari pembuluh darah vena (di lengan).

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit diabetes melitus terdiri dari: a. Genetik Jika kedua orang tuanya menderita diabetes melitus, insiden pada anak-anaknya akan meningkat, tergantung pada umur berapa orang tuanya mendapat diabetes melitus. Resiko terbesar bagi anak-anak untuk mengalami diabetes melitus terjadi jika salah satu atau kedua orang tua mengalami penyakit ini sebelum 40 tahun. Walaupun demikian, tidak lebih dari 25 % dari anak-anak mereka akan menderita penyakit diabetes melitus dan gambaran ini lebih rendah pada anak-anak dari orang tua dengan diabetes melitus yang timbulnya lebih lanjut (Waspadji, 1997). b. Umur Bertambahnya usia mengakibatkan mundurnya fungsi alat tubuh sehingga menyebabkan gangguan fungsi pankreas dan kerja dari insulin. Pada usia lanjut cenderung diabetes melitus tipe 2 (Noer, 1996). c. Pola Makan dan Obesitas Hal ini dapat terlihat jelas dengan semakin banyaknya orang mengkonsumsi makanan cepat saji (fast food) dan berlemak. Kelebihan mengkonsumsi lemak, maka lemak tersebut akan tersimpan dalam tubuh dalam bentuk jaringan lemak yang dapat menimbulkan kenaikan berat badan (obesitas). Kelebihan berat badan atu obesitas merupakan faktor resiko dari beberapa penyakit degeneratif dan metabolik termasuk diabetes melitus. Pada individu yang obesitas banyak diketahui terjadinya retensi insulin. Akibat dari retensi insulin adalah diproduksinya insulin secara berlebihan eleh sel beta pankreas, sehingga insulin didalam darah menjadi berlebihan (hiperinsulinemia). Hal ini akan meningkatkan tekanan darah dengan cara menahan pengeluaran natrium oleh ginjal dan meningkatkan kadar plasma neropineprin. Insulin diperlukan untuk mengelola lemak agar dapat disimpan ke dalam sel-sel tubuh. Apabila insulin tidak mampu lagi mengubah lemak menjadi sumber energi bagi sel-sel tubuh, maka lemak akan tertimbun dalam darah dan akan menaikkan kadar gula dalam darah (Noer,1996). d. Kurangnya Aktivitas Fisik Aktivitas fisik seperti pergerakan badan atau olah raga yang dilakukan secara teratur adalah usaha yang dapat dilakukan untuk menghindari kegemukan dan obesitas. Pada saat tubuh melakukan aktivitas atau gerakan maka sejumlah gula akan dibakar untuk dijadikan tenaga, sehingga jumlah gula dalam tubuh akan berkurang sehingga kebutuhan hormon insulin juga berkurang. Dengan demikian, untuk menghindari timbulnya penyakit diabetes melitus karena kadar gula darah yang meningkat akibat konsumsi makanan yang berlebihan dapat diimbangi dengan aktifitas fisik yang seimbang, misalnya dengan melakukan senam, jalan jogging, berenang dan bersepeda. Kegiatan tersebut apabila dilakukan secara teratur dapat menurunkan resiko terkena penyakit diabetes melitus, sehingga kadar gula darah dapat normal kembali dan cara kerja insulin tidak terganggu (Soegondo, 2004).
2

e. Kehamilan Diabetes melitus yang terjadi pada saat kehamilan disebut Diabetes Melitus Gestasi (DMG). Hal ini disebabkan oleh karena adanya gangguan toleransi insulin. Pada waktu kehamilan tubuh banyak memproduksi hormon estrogen, progesteron, gonadotropin, dan kortikosteroid, dimana hormon tersebut memiliki fungsi yang antagonis dengan insulin. Untuk itu tubuh memerlukan jumlah insulin yang lebih banyak. Oleh sebab itu, setiap kehamilan bisa menyebabkan munculnya diabetes melitus. Jika seorang wanita memiliki riwayat keluarga penderita diabetes melitus, maka ia akan mengalami kemungkinan lebih besar untuk menderita Diabetes Melitus Gestasional (Waspadji, 1997). f. Kontrasepsi Oral Kontrasepsi oral yang hanya mengandung estrogen saja, tidak memiliki efek merugikan pada metabolisme glukosa, tetapi yang mengandung progesteron menunjukkan antagonisme dengan insulin. Formulasi kontrasepsi oral dengan progesteron dosis tinggi menunjukkan tes toleransi glukosa yang abnormal pada pemakainya, dengan tingkat insulin yang meningkat pada rata-rata pasien. Efeknya pada metabolisme karbohidrat, akan menurunkan toleransi glukosa. Progesteron juga dapat menurunkan kecepatan absorpsi karbohidrat dari sistem pencernaan makanan. Hal-hal tersebut diatas terkait dengan potensi androgenik dari progesteron, serta tingi-rendahnya dosis progesteron. Riset terbaru yang dilakukan oleh Berenson dan kawan-kawan pada tahun 2011, menunjukkan bahwa kontrasepsi oral yang mengandung desogestrel, suatu progesteron generasi ketiga, ternyata tidak menyebabkan peningkatan kadar glukosa maupun insulin pada pemakainya, dibandingkan dengan pamakaian kontrasepsi suntik yang mengandung DMPA, yang ternyata meningkatkan kadar glukosa dan insulin, walaupun hanya sedikit. Klipping dan Marr melakukan riset dengan membandingkan efek 2 (dua) macam kontrasepsi oral yang masing-mnasing mengandung progesteron jenis terbaru, yaitu drospirenone dan desogestrel, terhadap metabolisme lipid, karbohidrat dan parameter hemostatik. Dari hasil Tes Toleransi Glukosa, ternyata tidak menunjukkan adanya peningkatan yang bermakna, sehingga keua jenis progesteron tersebut disimpulkan aman untuk dipakai. g. Hubungan Disstres dan peningkatan gula darah Suatu rangsangan atau stressor akan mengaktifkan aksis HPA, yang dicerminkan oleh pelepasan corticotrophin-releasing hormone (CRH) dan Vasopresin (AVP) oleh nucleus paraventrikuler dari hipotalamus, kemudian akan merangsang produksi dari adrenocortikotropic hormone (ACTH) oleh kelenjar pituitary anterior. ACTH akan memicu pelepasan kortisol yang akan mempengaruhi fungsi insulin terkait dalam hal sensitivitas, produksi dan reseptor, sehingga glukosa darah tidak bisa diseimbangkan (Avgerinos et al., 1992) Stress Respon stress menyebabkan terjadinya sekresi sistem saraf simpatis yang diikuti oleh
3

sekresi simpatis-medular, dan bila stress menetap maka sistem hipotalamus-pituitari akan diaktifkan dan akan mensekresi corticotropin releasing factor yang menstimulasi pituitari anterior memproduksi adenocorticotropic faktor (ACTH). ACTH memstimulasi produksi kortisol, yang akan mempengaruhi peningkatan kadar glukosa darah. (Guyton & Hall, 1996; Smeltzer & Bare, 2008).

Hubungan DM dengan Gangren Gangren diabetik adalah luka diabetik yang sudah membusuk dan bisa melebar, ditandai dengan jaringan yang mati berwarna kehitaman dan membau karena diseratai pembusukan oleh bakteri. Secara umum, gangren diabetik biasanya terjadi akibat, (1) neuropati perifer, (2) insufisiensi vaskuler perifer (iskemik), (3) infeksi, (4) penderita yang berisiko tingi mengalami gangren diabetik yaitu pasien dengan lama penyakit diabetes yang melebiihi 10 tahun, usia pasien yang lebih dari 40 tahun, riwayat merokok, penurunan denyut nadi perifer, penurunan sensibilitas, deformitas anatomis atau bagian yang menonjol (seperti bunion atau kalus), riwayat ulkus kaki atau amputasi, pengendalian kadar gula darah yang buruk (Rinne, 2006). Rangkaian yang khas dalam proses timbulnya gangren diabetik pada kaki dimulai dari edem jaringan lunak pada kaki, pembentukan fisura antara jari-jari kaki atau didaerah kaki kering, atau pembentukan kalus. Jaringan yang terkena mula-mula berubah warna menjadi kebiruan dan terasa dingin bila disentuh. Kemudian jaringan akan mati, menghitam dan berbau busuk. Rasa sakit pada waktu cedera tidak dirasakan oleh pasien yang kepekaannya sudah menghilang dan cedera yang terjadi bisa berupa cedera termal, cedera kimia atau cedera traumatik. Pengeluaran nanah, pembengkakan, kemerahan (akibat selulitis) pada gangren biasanya merupakan tanda-tanda pertama masalah kaki yang menjadi perhatian penderita (Rinne, 2006).

Hubungan DM dengan Dyspepsia Gastroparesis diabetika adalah suatu kelainan motilitas lambung yang terjadi pada penderita diabetes yang dapat dimanisfestasikan oleh berbagai macam gejala serta dijumpainya kelainan pada uji pengosongan lambung Keadaan hiperglikemia merupakan factor penting lainnya yang menyebabkan terjadinya gastroparesis (1,5,10). Ternyata bahwa peningkatan kadar gula darah meskipun masih dalam rentang normal dapat menyebabkan keterlambatan pengosongan lambung pada orang normal maupun penderita diabetes. Mekanisme hiperglikemia memperlambat pengosongan lambung adalah secara tak langsung yang melibatkan perubahan pada aktivitas vagus, aktivitas listrik lambung, sekresi hormonhormon gastrointestinal dan mekanisme miogenik. Fischer dkk menunjukkan bahwa hipergilemia post prandial pada penderita diabetes menyebabkan terjadinya penurunan aktivitas mioelektrik lambung, pengurangan aktivitas motorik antrum dan keterlambatan pengosongan lambung

Ulkus diabetikum

Perubahan patofisiologi pada tingkat biomolekuler menyebabkan neuropati perifer, penyakit vaskuler perifer dan penurunan sistem imunitas yang berakibat terganggunya proses penyembuhan luka. Deformitas kaki sebagaimana terjadi pada neuroartropati Charcot terjadi sebagai akibat adanya neuropati motoris. Faktor lingkungan, terutama adalah trauma akut maupun kronis (akibat tekanan sepatu, benda tajam, dan sebagainya) merupakan faktor yang memulai terjadinya ulkus. Neuropati perifer pada penyakit DM dapat menimbulkan kerusakan pada serabut motorik, sensoris dan autonom. Kerusakan serabut motoris dapat menimbulkan kelemahan otot, atrofi otot, deformitas (hammer toes, claw toes, pes cavus, pes planus, halgus valgus, kontraktur tendon Achilles) dan bersama dengan adanya neuropati memudahkan terbentuknya kalus. Kerusakan serabut sensoris yang terjadi akibat rusaknya serabut mielin mengakibatkan penurunan sensasi nyeri sehingga memudahkan terjadinya ulkus kaki. Kerusakan serabut autonom yang terjadi akibat denervasi simpatik menimbulkan kulit kering (anhidrosis) dan terbentuknya fisura kulit dan edema kaki. Kerusakan serabut motorik, sensoris dan autonom memudahkan terjadinya artropati Charcot.

Malformasi kongenital atau cacat lahir adalah suatu kelainan struktural, perilaku, faal, dan metabolik yang terdapat pada waktu lahir.

You might also like