You are on page 1of 41

MODEL ASUHAN KEPERAWATAN PROFESIONAL (MAKP)

1. Pendahuluan Secara umum mutu pelayanan kesehatan di Indonesia masih relatif belum profesional. Hal ini bisa dilihat dengan adanya kemampuan profesional terbatas, pengaturan tugas yang kurang efektif, dan fasilitas maupun alat yang kurang memadai. Kondisi seperti ini terjadi akibat relatif masih kurangnya penguasaan ilmu pengetahuan maupun adanya krisis moral para perilaku pelayan kesehatan akibat krisis di berbagai bidang yang berkepanjangan. Di sisi lain, era globalisasi dengan berbagai konsekuensinya seperti tuntutan pelayanan rumah sakit yang semakin kompetitif menuntut petugas kesehatan untuk bertindak profesional. Situasi ini menuntut para pembaharu di bidang keperawatan untuk mengembangkan suatu metode pemberian asuhan keperawatan untuk dapat diimplementasikan dalam pengorganisasian ruang keperawatan sehingga dapat menjamin dan meningkatkan mutu pelayanan melalui pemberian asuhan keperawatan. Terdapat beberapa metode pemberian asuhan keperawatan dengan berbagai keuntungan dan kerugiannya. Pada akhirnya, diharapkan pimpinan keperawatan dapat memilih metode pemberian asuhan keperawatan yang sesuai dengan falsafah organisasi, struktur, pola ketenagaan, dan keadaan pasien yang disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia di rumah sakit. Asuhan keperawatan merupakan titik sentral dalam pelayanan keperawatan, oleh karena itu manajemen asuhan keperawatan yang benar akan meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan. Tujuan asuhan keperawatan adalah untuk memandirikan pasien sehingga dapat berfungsi secara optimal. Untuk mencapai kondisi tersebut diperlukan manajemen asuhan keperawatan yang profesional, dan salah satu faktor yang menentukan dalam manajemen tersebut adalah bagaimana asuhan keperawatan diberikan oleh perawat melalui berbagai pendekatan model asuhan keperawatan yang diberikan. Penetapan dan keberhasilan model pemberian asuhan keperawatan yang digunakan di suatu rumah sakit sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah bagaimana pemahaman perawat tentang model-model asuhan keperawatan tersebut. Sistem MAKP adalah suatu kerangka kerja yang mendefinisikan empat unsur, yakni standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem MAKP. Defenisi tersebut berdasarkan prinsip-prinsip nilai yang diyakini, dan akan menentukan kualitas produksi/jasa layanan keperawatan. Jika perawat tidak memiliki nilai-nilai tersebut sebagai sesuatu

pengambilan keputusan yang independen, maka tujuan pelayanan kesehatan/keperawatan dalam memenuhi kepuasan klien tidak akan dapat terwujud. Unsur-unsur dalam praktik keperawatan dapat dibedakan menjadi empat yaitu: standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan, dan sistem MAKP. Dalam menetapkan suatu model, maka keempat hal tersebut harus menjadi bahan pertimbangan, karena merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Gambar. Hubungan antara keempat unsur dalam penerapan sistem MAKP (Rowland & Rowland, 1997)
2. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perubahan MAKP a) Kualitas pelayanan keperawatan Setiap upaya untuk meningkatkan pelayanan keperawatan, selalu bicara mengenai kualitas. Kualitas amat diperlukan untuk: Meningkatkan asuhan keperawatan kepada pasien/konsumen Menghasilkan keuntungan (pendapatan) institusi Mempertahankan eksistensi institusi Meningkatkan kepuasan kerja Meningkatkan kepercayaan konsumen/pelanggan Menjalankan kegiatan sesuai aturan/standar

b) Standar praktik keperawatan Standar praktik keperawatan di indonesia disusun oleh Depkes RI (1995) yang terdiri atas beberapa standar. Menurut JCHO: Joint Commission on Accreditation of Health Care Organisation terdapat 8 standar tentang asuhan keperawatan yang meliputi: Menghargai hak-hak pasien Penerimaan sewaktu pasien Masuk Rumah Sakit (MRS) Observasi keadaan pasien Pemenuhan kebutuhan nutrisi Asuhan pada tindakan nonoperatif dan administratif Asuhan pada tindakan operasi dan prosedur invasif Pendidikan kepada pasien dan keluarga Pemberian asuhan secara terus menerus dan berkesinambungan Standar intervensi keperawatan yang merupakan lingkup tindakan keperawatan dalam 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia (14 KDM dari Henderson). Oksigen Cairan dan elektrolit Eliminasi Keamanan Kebersihan dan kenyamanan fisik Istirahat dan tidur Gerak dan jasmani

8. 9. 10. 11. 12. 13.

Spiritual Emosional Komunikasi Mencegah dan mengatasi resiko psikologis Pengobatan dan membantu proses penyembuhan Penyuluhan

c) Model praktik 1. Praktik keperawatan rumah sakit Perawat profesional (ners) mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan praktik keperawatan di rumah sakit dengan sikap dan kemampuannya. Untuk itu, perlu dikembangkan pengertian praktik keperawatan untuk rumah sakit dan lingkup cakupannya sebagai bentuk praktik keperawatan profesional, seperti proses dan prosedur registrasi, dan legislasi keperawatan. 2. Praktik keperawatan rumah Bentuk praktik keperawatan rumah diletakkan pada pelaksanaan pelayanan/asuhan keperawatan sebagai kelanjutan dari pelayanan rumah sakit. Kegiatan ini dilakukan oleh perawat profesional rumah sakit, atau melalui pengikutsertaan perawat profesional yang melakukan praktik keperawatan berkelompok. 3. Praktik keperawatan berkelompok Dalam pola yang diuraikan dalam pendekatan dan pelaksanaan praktik keperawatan rumah sakit dan rumah, beberapa perawat profesional membuka praktik keperawatan selama 24 jam, kepada masyarakat yang memerlukan asuhan keperawatan, untuk mengatasi berbagai bentuk masalah keperawatan yang dihadapi oleh masyarakat. Bentuk praktik keperawatan ini dipandang perlu di masa depan, karena adanya pendapat bahwa rawat rumah sakit perlu dipersingkat, mengingat biaya perawatan di rumah sakit diperkirakan akan terus meningkat. 4. Praktik keperawatan individual Dengan pola pendekatan dan pelaksanaan yang sama seperti yang diuraikan untuk praktik keperawatan rumah sakit. Perawat profesional senior dan berpengalaman secara sendiri/perorangan membuka praktek keperawatan dalam jam praktik tertentu untuk memberi asuhan keperawatan, khususnya konsultasi dalam keperawatan bagi masyarakat yang memerlukan. Bentuk praktik keperawatan ini sangat diperlukan oleh kelompok/golongan masyarakat yang tinggal jauh terpencil dari fasilitas pelayanan kesehatan, khususnya yang dikembangkan pemerintah. Tinggi

10 9 8 7 6 5

1.9 saya mencoba menjadi teman kepada semua staf supaya mereka mendukung saya

9.9 Saya bekerja dengan staf untuk mecapai tujuan bersama. Mereka mengerti tanggung jawabnya dan kami menyelesaikan masalah.

5.5 Saya memilih pendekatan tengah-tengah menghindari dan kontraversi.

Aturan RS sebagai Model Kepemimpinan 4 3 2 1 Rendah Rendah


1.1 RS telah memberikan saya posisi, sebagaimana saya harapkan .Saya mempunyai perhatian yang sedikit kepada staf lain

9.1 Saya mengharapkan semua staf melaksanakan tugasnya dengan baik 5 6 7 8 9 10 Tinggi

Produktivitas

d) Managerial grid Fokus metode manajemen ini menitikberatkan pada perilaku manajer yang menekankan pada produksi dan manusia. Adanya komitmen yang tinggi pada anggota kelompok dalam mencapai tujuan organisasi dapat mengurangi kompetisi antara anggota kelompok; dan komunikasi serta kebersamaan dapat ditingkatkan, sehingga akan dapat dicapai tujuan organisasi yang optimal.

3. Metode Pengelolaan Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Profesional Ada beberapa metode sistem pemberian asuhan keperawatan kepada pasien. Dari beberapa metode yang ada, maka institusi pelayanan perlu mempertimbangkan kesesuaian metode tersebut untuk diterapkan. Sehingga perlu diantisipasi ...jangan mengubah suatu sistem ...justru menambah permasalahan... (Kurt Lewin, 1951 dikutip oleh Marquis & Huston, 1998). Dasar pertimbangan penerapan metode sistem pemberian asuhan keperawatan adalah: a) Filosofi institusi (visi dan misi institusi) b) Ekonomis (cost effective)

c) Menambah kepuasan pasien, keluarga, dan masyarakat d) Menambah kepuasan kerja perawat karena dapat melaksanakan perannya dengan baik e) Dapat diterapkannya proses keperawatan f) Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan lainnya

4. Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Keberhasilan suatu asuhan keperawatan kepada klien sangat ditentukan oleh pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan profesional. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan keperawatan dan tuntutan perkembangan IPTEK, maka metode sistem pemberian asuhan keperawatan harus efektif dan efisien. a) Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Asuhan Keperawatan (MAKP) Mc Laughin, Thomas, dan Barterm (1995) mengidentifikasi 8 model pemberian asuhan keperawatan, tetapi model yang umum digunakan di rumah sakit adalah asuhan keperawatan total, keperawatan tim, dan keperawatan primer. Tetapi, setiap unit keperawatan mempunyai upaya untuk menyeleksi model untuk mengelola asuhan keperawatan berdasarkan kesesuaian antara ketenagaan, sarana, dan prasarana, dan kebijakan rumah sakit. Karena setiap perubahan akan berakibat suatu stres, maka perlu mempertimbangkan 6 unsur utama dalam penentuan pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan. 1. Sesuai visi dan misi institusi Dasar utama penentuan model pemberian asuhan keperawatan harus didasarkan pada visi dan misi rumah sakit. 2. Dapat diterapkannya proses keperawatan dalam asuhan keperawatan Proses keperawatan merupakan unsur penting terhadap kesinambungan asuhan keperawatan kepada pasien. Keberhasilan dalam asuhan keperawatan sangat ditentukan oleh pendekatan proses keperawatan.

3. Efisien dan efektif penggunaan biaya Setiap suatu perubahan, harus selalu mempertimbangkan biaya dan efektivitas dalam kelancaran pelaksanaannya. Bagaimana pun baiknya suatu model, tanpa ditunjang oleh biaya memadai, maka tidak akan didapat hasil yang sempurna. 4. Terpenuhinya kepuasan klien, keluarga, dan masyarakat

Tujuan akhir asuhan keperawatan adalah kepuasan pelanggan atau pasien terhadap asuhan yang diberikan oleh perawat. Oleh karena itu, model yang baik adalah model asuhan keperawatan yang dapat menunjang kepuasan pelanggan. 5. Kepuasan kinerja perawat Kelancaran pelaksanaan suatu model sangat ditentukan oleh motivasi dan kinerja perawat. Model yang dipilih harus dapat meningkatkan kepuasan perawat, bukan justru menambah beban kerja dan frustasi dalam pelaksanaanya. 6. Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan lainnya Komunikasi secara profesional sesuai dengan lingkup tanggung jawab merupakan dasar pertimbangan penentuan model. Model asuhan keperawatan diharapkan akan dapat meningkatkan hubungan interpersonal yang baik antara perawat dengan tenaga kesehatan lainnya.

b) Jenis Model Metode Asuhan Keperawatan (MAKP) Berikut tabel jenis model asuhan keperawatan menurut Grant & Massey (1997) dan Marquis & Huston (1998).

Model Fungsional

Kasus

Tim

Deskripsi Berdasarkan orientasi tugas dari filosofi keperawatan Perawat melaksanakan tugas (tindakan) tertentu berdasarkan jadwal kegiatan yang ada Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu, karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat maka setiap perawat hanya melakukan 1-2 jenis intervensi (misalnya, merawat luka) keperawatan kepada semua pasien di bangsal. Berdasarkan pendekatan holistik dari filosofi keperawatan Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan dan observasi pada pasien tertentu Rasio 1:1 pasien-perawat. Setiap pasien dilimpahkan kepada semua perawat yang melayani seluruh kebutuhannya pada saat mereka dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift, dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat, umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk perawatan khusus seperti: isolasi, intensive care. Berdasarkan pada kelompok filosofi keperawatan Enam tujuh orang perawat profesional dan perawat associate bekerja

Penanggung

Perawat yang bertuga tertentu

Manager keperawatan

Ketua tim

Primer

sebagai suatu tim, disupervisi oleh ketua tim Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbedabeda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2 3 tim/grup yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu grup kecil yang saling membantu. Berdasarkan pada tindakan yang komprehensif dari filosofi Perawat primer (PP) keperawatan Perawat bertanggung jawab terhadap semua aspek asuhan keperawatan, dari hasil pengkajian kondisi pasien untuk mengkoordinasi asuhan keperawatan Rasio 1:4 / 1:5 (perawat:pasien) dan penugasan metode kasus. Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien, mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktek kemandirian perawat, ada kejelasan antara si pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus-menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan dan koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat.

Di bawah ini merupakan penjabaran secara rinci tentang metode pemberian asuhan keperawatan profesional. Ada 5 metode pemberian asuhan keperawatan profesional yang sudah ada dan akan terus dikembangkan di masa depan dalam menghadapi tren pelayanan keperawatan. 1. Fungsional (bukan model MAKP profesional) Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu, karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat, maka setiap perawat hanya melakukan 1 2 jenis intervensi (misalnya, merawat luka) keperawatan kepada semua pasien di bangsal. Metode ini diterapkan dalam penugasan pekerja di dunia industri ketika setiap pekerja dipusatkan pada satu tugas atau aktivitas. Dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dengan menggunakan metode fungsional, setiap perawat memperoleh satu tugas (kemungkinan bisa lebih) untuk semua pasien di unit/ruang tempat perawat tersebut bekerja. Di satu unit/ruang, seorang perawat diberikan tugas untuk menyuntik maka perawat tersebut bertanggung jawab untuk memberikan program pengobatan melalui suntikan kepada semua pasien di unit/ruang tersebut. Contoh penugasan yang lain adalah membagi obat per oral, mengganti balut, pendidikan kesehatan pada pasien yang akan pulang, dan sebagainya. Metode fungsional ini efisien, akan tetapi penugasan seperti ini tidak dapat memberikan kepuasan kepada pasien maupun perawat. Keberhasilan asuhan keperawatan

secara menyeluruh tidak bisa dicapai dengan metode ini karena asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien terpisah-pisah sesuai dengan tugas yang dibebankan kepada perawat. Di samping itu, asuhan keperawatan yang diberikan tidak profesional yang berdasarkan pada masalah pasien. Perawat senior cenderung sibuk dengan tugas administrasi dan manajerial, sementara asuhan keperawatan kepada pasien dipercayakan kepada perawat junior.

Gambar. Sistem pemberian asuhan keperawatan Fungsional (Marquis & Huston,1998,p.138)

Kelebihannya: Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas yang jelas, dan pengawasan yang baik Perawat menjadi lebih terampil dalam melakukan satu tugas yang biasa menjadi tanggung jawabnya Pekerjaan menjadi lebih efisien Mudah dalam mengoordinasi pekerjaan Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan perawat pasien diserahkan pada perawat junior dan/atau belum berpengalaman Kelemahannya: Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat Tugas perawat cenderung monoton sehingga dapat menimbulkan rasa bosan Kesempatan untuk melakukan komunikasi antar petugas menjadi lebih sedikit Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan tidak melihat pasien secara holistik dan tidak berfokus pada masalah pasien sehingga tidak profesional Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan proses keperawatan Persepsi perawat cenderung pada tindakan yang berkaitan dengan keterampilan saja

Peran perawat kepala ruang: Untuk mengantisipasi kondisi tersebut maka peran perawat kepala ruang (nurse unit manager) harus lebih peka terhadap anggaran rumah sakit dan kualitas pelayanan keperawatan, bertanggung jawab terhadap hasil dari pelayanan keperawatan yang berkualitas, dan menghindari terjadinya kebosanan perawat serta menghindari kemungkinan terjadinya saling melempar kesalahan. Sekalipun diakui bahwa metode fungsional ini cocok untuk jangka waktu pendek dalam kondisi gawat atau terjadi suatu bencana, tetapi metode ini kurang disukai untuk pelayanan biasa dan jangka panjang karena asuhan keperawatan yang diberikan tidak komprehensif dan memperlakukan pasien kurang manusiawi.

2. MAKP Tim

Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu kelompok kecil yang saling membantu. Kelebihannya: Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh Mendukung pelaksanaan proses keperawatan Memungkinkan komunikasi antar tim, sehingga konflik mudah diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim Kelemahannya: Komunikasi antara anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu, yang sulit untuk dilaksanakan pada waktu-waktu sibuk Konsep metode tim: Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai teknik kepemimpinan Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana keperawatan terjamin Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim Peran kepala ruang penting dalam model tim. Model tim akan berhasil bila didukung oleh kepala ruang. Tanggung jawab anggota tim: Memberikan asuhan keperawatan pada pasien dibawah tanggung jawabnya Kerjasama dengan anggota tim dan antartim Memberikan laporan Tanggung jawab ketua tim: Membuat perencanaan Membuat penugasan, supervisi, dan evaluasi Mengenal/mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat kebutuhan pasien Mengembangkan kemampuan anggota Menyelenggarakan konferensi Tanggung jawab kepala ruang: a) Perencanaan Menunjukkan ketua tim akan bertugas di ruangan masing-masing Mengikuti serah terima pasien pada shift sebelumnya

Mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien: gawat, transisi, dan persiapan pulang, bersama ketua tim Megidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktivitas dan kebutuhan klien bersama ketua tim, mengatur penugasan/penjadwalan Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi, tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan, dan mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien

Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan: Membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan Membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai asuhan keperawatan Mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru masuk Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri Membantu membimbing peserta didik keperawatan Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah sakit

b) Pengorganisasian Merumuskan metode penugasan yang digunakan Merumuskan tujuan metode penugasan Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas Membuat rentang kendali, kepala ruangan membawahkan 2 ketua tim, dan ketua tim membawahkan 2-3 perawat Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan: membuat proses dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari, dan lain-lain Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik Mendelegasikan tugas, saat kepala ruang tidak berada di tempat kepada ketua tim Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus administrasi pasien Mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya Identifikasi masalah dan cara penanganannya

c) Pengarahan

Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim Memberi pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas dengan baik Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan Askep pasien Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain

d) Pengawasan Melalui komunikasi Mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua tim maupun pelaksana mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien Melalui supervisi Pengawasan langsung dilakukan dengan cara inspeksi, mengamati sendiri, atau melalui laporan langsung secara lisan, dan memperbaiki/mengawasi kelemahan-kelemahan yang ada saat itu juga Pengawasan tidak langsung, yaitu mengecek daftar hadir ketua tim. Membaca dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat selama dan sesudah proses keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan), mendengar laporan ketua tim tentang pelaksanaan tugas. Evaluasi o Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim o Audit keperawatan

Gambar. Sistem pemberian asuhan keperawatan Team Nursing (Marquis & Huston,1998,p.149)

3. MAKP Primer Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian perawat, ada kejelasan antara pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus-menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan dan koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat.

Gambar. Bagan pengembangan MAKP: Primer di ruang bedah mata kelas I & II; bedah G; dan R. Jantung RSUD Dr.Soetomo Surabaya

Gambar. Diagram sistem asuhan keperawatan Primary Nursing (Marquis & Huston,1998,p.141)

Kelebihan: Bersifat kontinuitas dan komprehensif Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil dan memungkinkan pengembangan diri Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter, dan rumah sakit (Gillies, 1989) Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa dimanusiawikan karena terpenuhinya kebutuhan secara individu. Selain itu, asuhan yang diberikan bermutu tinggi, dan tercapai pelayanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi. Dokter juga merasakan kepuasan dengan model primer karena senantiasa mendapatkan informasi tentang kondisi pasien yang selalu diperbarui dan komprehensif.

Kelemahan: Hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif, self direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinis, akuntabel, serta mampu berkolaborasi dengan berbagai displin ilmu.

Konsep dasar metode primer:

Ada tanggung jawab dan tanggung gugat Ada otonomi Ketertiban pasien dan keluarga

Tugas perawat primer: Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif Membuat tujuan dan rencana keperawatan Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama ia dinas Mengomunikasikan dan mengoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh displin lain maupun perawat lain Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai Menerima dan menyesuaikan rencana Menyiapkan penyuluhan untuk pulang Melakukan rujukan kepada pekarya sosial, kontak dengan lembaga sosial di masyarakat Membuat jadwal perjanjian klinis Mengadakan kunjungan rumah

Peran kepala ruang/bangsal dalam metode primer: Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer Orientasi dan merencanakan kerjawan baru Menyusun jadwal dinas dan memberi penugasan pada perawat asisten Evaluasi kerja Merencanakan/menyelenggarakan pengembangan staf Membuat 1-2 pasien untuk model agar dapat mengenal hambatan yang terjadi

Ketenangan metode primer: Setiap perawat primer adalah perawat bed side Beban kasus pasien 4-6 orang untuk satu perawat primer Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal Perawat primer dibantu oleh perawat profesional lain maupun nonprofesional sebagai perawat asisten

Tabel. Peran masing-masing komponen kepala ruangan; perawat primer; dan perawat associate

Kepala Ruang (KARU) Menerima pasien baru Memimpin rapat Mengevaluasi kinerja perawat Membuat daftar dinas Menyediakan material Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan Melaksanakan program orientasi kepada tenaga perawatan baru atau tenaga lain yang akan bekerja diruang rawat. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan di bidang perawatan antara lain melalui pertemuan ilmiah. Menyusun permintaan rutin meliputi kebutuhan alat, obat dan bahan lain yang diperlukan diruang rawat. Melaksanakan program orientasi kepada pasien dan keluarganya, meliputi penjelasan tentang peraturan rumah sakit, tata tertib ruangan, fasilitas yang ada cara penggunaannya serta kegiatan rutin sehari-hari di ruangan. Mendampingi dokter selama kunjungan keliling (visite dokter) untuk pemeriksaan pasien dan mencatat program pengobatan, serta menyampikan kepada staf untuk melaksanakannya Mengelompokan pasien dan mengatur penempatannya di ruang rawat menurut tingkat kegawatannya, infeksi dan non infeksi untuk memudahkan pemberian asuhan keperawatan. Mengawasi pelaksanaan sistem pencatatan dan pelaporan kegiatan asuhan keperawatan

Perawat Primer (PP) Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif. Membuat perencanaan ASKEP Mengadakan tindakan kolaborasi Memimpin timbang terima Mendelegasikan tugas Memimpin ronde keperawatan Mengevaluasi pemberian ASKEP Bertanggung jawab terhadap pasien Memberi petunjuk jika pasien akan pulang Mengisi resume keperawatan Mendampingi visite. Melaksanakan ronde keperawatan bersama dengan kepala ruangan dan perawat associate. Melaporkan perkembangan pasien kepada kepala ruangan.

Perawat Associat Memberikan ASKEP Mengikuti timbang terim Melaksanakan tuga didelegasikan Mendokumentasikan keperawatan Membuat laporan haria Mengikuti timbang terim Mengikuti kegiatan keperawatan. Melaksanakan keperawatan yang d perawat primer Melaporkan segala peru terjadi atas pasien kepa primer.

serta mencatat kegiatan lain di ruang rawat.

4. MAKP Kasus Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat ia dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift, dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk keperawatan khusus seperti: isolasi, intensive care. Kelebihannya: Perawat lebih memahami kasus per kasus Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah Kekurangannya: Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanggung jawab Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang sama

Gambar. Sistem asuhan keperawatan Case Method Nursing (Marquis & Huston,1998,p.136)

5. Modifikasi MAKP Tim-Primer

Pada metode MAKP tim digunakan secara kombinasi dari kedua sistem. Menurut Ratna S. Sudarsono (2000) penetapan sistem model MAKP ini didasarkan pada beberapa alasan: a) Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat primer harus mempunyai latar belakang pendidikan S1 keperawatan atau setara b) Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena tanggung jawab asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim c) Melalui kombinasi kedua model tersebut diharapkan komunitas asuhan keperawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat pada primer. Di samping itu, karena saat ini perawat yang ada di RS sebagian besar adalah lulusan SPK, maka akan mendapat bimbingan dari perawat primer/ketua tim tentang asuhan keperawatan. Contoh (dikutip dari Ratna S. Sudarsono, 2002): Untuk ruang model MAKP ini diperlukan 26 perawat. Dengan menggunakan model modifikasi keperawatan primer ini diperlukan 4 orang perawat primer (PP) dengan kualifikasi Ners, di samping seorang kepala ruang rawat, juga Ners. Perawat associate (PA) 21 orang, kualifikasi pendidikan perawat asosiasi terdiri atas lulusan D3 keperawatan (3 orang) dan SPK (18 orang). Pengelompokkan tim pada setiap shift juga terlihat pada gambar di bawah ini.

7-8 pasien

7-8 pasien

(Jadwal diatur pagi, sore, malam, dan libur/cuti) Gambar. Metode Primary Tim (Modifikasi)

Rusdi (2008) mengatakan terdapat 6 model asuhan keperawatan yang telah dikenal dan sering digunakan dalam pemberian asuhan keperawatan yaitu sebagai berikut: a) Model kasus Model Kasus merupakan model pemberian asuhan yang pertama digunakan. Sampai Perang Dunia kedua model tersebut merupakan model pemberian asuhan keperawatan yang paling banyak digunakan. Pada model ini satu perawat akan memberikan asuhan keperawatan kepada seorang pasien secara total dalam satu periode dinas. Jumlah pasien yang dirawat oleh satu perawat sangat tergantung kepada kemampuan perawat dan kompleksnya masalah dan pemenuhan kebutuhan pasien. Dalam Model Kasus perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang mencakup seluruh aspek keperawatan yang dibutuhkan pasien. Pada model ini perawat memberikan asuhan keperawatan kepada seorang pasien secara menyeluruh, sehingga mengetahui apa yang harus dilakukan terhadap pasien dengan baik, sehingga pasien merasa puas dan merasakan lebih aman karena mengetahui perawat yang bertanggung jawab atas dirinya. Dengan model ini menuntut seluruh tenaga keperawatan mempunyai kualitas profesional dan membutuhkan jumlah tenaga keperawatan yang banyak. Model ini sangat sesuai digunakan di ruangan rawat khusus seperti ruang perawatan intensif, misalnya ruang ICCU, ICU, HCU, Haemodialisa dan sebagainya. b) Model fungsional Model Fungsional dikembangkan setelah perang dunia kedua, dimana jumlah pendidikan keperawatan meningkat dan banyak lulusan bekerja di rumah sakit dari berbagai jenis program pendidikan keperawatan. Agar pemanfaatan yang bervariasi tenaga keperawatan tersebut dapat dimaksimalisasi, maka memunculkan ide untuk mengembangkan model fungsional dalam pelayanan asuhan keperawatan. Pada model fungsional, pemberian asuhan keperawatan ditekankan pada penyelesaian tugas dan prosedur keperawatan. Setiap perawat diberikan satu atau beberapa tugas untuk dilaksanakan kepada semua pasien yang dirawat di suatu ruangan. Seorang perawat mungkin bertanggung jaawb dalam pemberian obat, mengganti balutan, monitor infus dan sebagainya. Prioritas utama yang dikerjakan adalah pemenuhan kebutuhan fisik sesuai dengan kebutuhan pasien dan kurang menekankan kepada pemenuhan kebutuhan pasien

secara holistik, sehingga dalam penerapannya kualitas asuhan keperawatan sering terabaikan, karena pemberian asuhan yang terfragmentasi. Komunikasi antara perawat sangat terbatas, sehingga tidak ada satu perawat yang mengetahui tentang satu klien secara komprehensif, kecuali mungkin Kepala Ruangan. Hal ini sering menyebabkan klien kurang puas dengan pelayanan asuhan keperawatan yang diberikan, karena seringkali klien tidak mendapat jawaban yang tepat tentang hal-hal yang ditanyakan, dan kurang merasakan adanya hubungan saling percaya dengan perawat. Kepala Ruangan bertanggung antar staf sangat jawab terbatas untuk dalam mengarahkan membahas dan masalah

mensupervisi. Komunikasi

pasien. Perawat terkadang tidak mempunyai waktu untuk berdiskusi dengan pasien atau mengobservasi reaksi obat yang diberikan maupun mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang diberikan. Pada model ini Kepala Ruangan menentukan apa yang menjadi tugas setiap perawat dalam suatu ruangan dan perawat akan melaporkan tugas-tugas yang dikerjakan kepada Kepala Ruangan. Dan Kepala Ruangan lah yang bertanggung jawab dalam membuat laporan pasien. Dalam model fungsional ini koordinasi antar perawat sangat kurang sehingga seringkali pasien harus mengulang berbagai pertanyaan atau permintaan kepada semua petugas yang datang kepadanya, dan Kepala Ruanganlah yang memikirkan setiap kebutuhan pasien secara komprehensif. Informasi yang disampaikan bersifat verbal, yang seringkali terlupakan karena tidak didokumentasikan dan tidak diketahui oleh staf lain yang memberikan asuhan keperawatan. Dengan menggungkan model ini Kepala Ruangan kurang mempunyai waktu untuk membantu stafnya untuk mempelajari cara yang terbaik dalam memenuhi kebutuhan pasien atau dalam mengevaluasi kondisi pasien dan hasil asuhan keperawatan, kecuali terjadi perubahan yang sangat mencolok. Dan orientasi model ini hanya pada penyelesaian tugas, bukan kualitas, sehingga pendekatan secara holistik sukar dicapai. Model fungsional mungkin efisien dalam menyelesaikan tugas-tugas bila jumlah staf sedikit, namun pasien selalu tidak mendapat kepuasan dari asuhan keperawatan yang diberikan.

c)

Model tim

Setelah

bertahun-tahun

menggunakan

Model

Fungsional, beberapa

pimpinan

keperawatan (nursing leader) mulai mempertanyakan keefektifan model tersebt dalam pemberian asuhan keperawatan profesional. Oleh karena adanya berbagai jenis tenaga dalam keperawatan, diperlukan adanya supervisi yang adekuat, maka pada tahun 1950 dikembangkan Model Tim dalam pelayanan asuhan keperawatan. Model Tim merupakan suatu model pemberian asuhan keperawatan dimana seorang perawat professional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada sekelompok klien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif (Douglas, 1984). Konsep model ini didasarkan kepada falsafah bawah sekelompok tenaga keperawatan bekerja secara bersama-sama secara terkoordinasi dan kooperatif sehingga dapat berfungsi secara menyeluruh dalam memberikan asuhan keperawatan kepada setiap pasien. Model Tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung jawab perawat yang tinggi, sehingga setiap anggota tim merasakan kepuasan karena diakui kontribusinya di dalam mencapai tujuan bersama yaitu mencapai kualitas asuhan keperawatan yang bermutu. Potensi setiap anggota tim saling komplementer menjadi satu kekuatan yang dapat meningkatkan kemampuan kepemimpinan serta timbul rasa kebersamaan dalam setiap upaya pemberian asuhan keperawatan, sehingga dapat menghasilkan sikap moral yang tinggi. Pada dasarnya di dalam Model Tim menurut Kron & Gray (1987) terkandung dua konsep utama yang harus ada, yaitu: 1. Kepemimpinan Kemampuan ini harus dipunyai oleh Ketua Tim, yaitu perawat profesional (Registered Nurse) yang ditunjuk oleh Kepala Ruangan untuk bertanggung jawab terhadap sekelompok pasien dalam merencanakan asuhan keperawatan, merencanakan penugasan kepada anggota tim, melakukan supervisi dan evaluasi pelayanan keperawatan yang diberikan. 2. Komunikasi yang efektif Proses ini harus dilaksanakan untuk memastikan adanya kesinambungan asuhan keperawatan yang diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien secara individual dan membantunya dalam mengatasi masalah. Proses komunikasi harus dilakukan secara terbuka dan aktif melalui laporan, pre atau post conference atau pembahasan dalam penugasan,

pembahasan dalam merencanakan dan menuliskan asuhan keperawatan dan mengevaluasi hasil yang telah dicapai.

Pengajaran dan bimbingan secara insidental perlu dilakukan yang merupakan bagian dari tanggung jawab Ketua Tim dalam pembinaan anggotanya. Dalam model ini Ketua Tim menetapkan anggota tim yang terbaik untuk merawat setiap pasien. Dengan cara ini Ketua Tim membantu semua anggota tim untuk belajar apa yang terbaik untuk pasien yang dirawatnya berdasarkan kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi pasien. Dalam pelaksanaan model ini, Ketua Tim dapat memperoleh pengalaman praktek melakukan kepemimpinan yang demokratik dalam mengarahkan dan membina

anggotanya. Pimpinan juga akan belajar bagaimana mempertahankan hubungan antar manusia dengan baik dan bagaimana mengkoordinasikan berbagai kegiatan yang dilakukan dengan beberapa anggota tim secara bersama-sama. Untuk mencapai kepemimpinan yang efektif setiap anggota tim harus mengetahui prinsip dasar administrasi, supervisi, bimbingan dan teknik mengajar agar dapat dilakukannya dalam bekerjasama dengan anggota tim. Ketua Tim juga harus mampu mengimplementasikan prinsip dasar kepemimpinan. Tanggung Jawab Kepala Ruangan, Ketua Tim dan Anggota Tim: 1. Tanggung Jawab Kepala Ruangan Model Tim akan berhasil baik bila didukung oleh Kepala Ruangan, yang berperan sebagai manager di ruangan tersebut, yang bertanggung jawab dalam: Menetapkan standar kinerja yang diharapkan sesuai dengan standar asuhan keperawatan. Membantu staf dalam menetapkan sasaran asuhan keperawatan. Memberikan kesempatan kepada ketua tim untuk mengembangkan kepemimpinan. Mengorientasikan tenaga keperawatan yang baru tentang fungsi model tim dalam sistem pemberian asuhan keperawatan. Menjadi narasumber bagi ketua tim Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset keperawatan. Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka dengan semua staf.

2.

Tanggung Jawab Ketua Tim Mengkaji setiap pasien dan menetapkan rencana keperawatan. Mengkoordinasi rencana keperawatan dengan tindakan medik.

Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota tim dan memberikan bimbingan melaui pre atau post conference. Mengevaluasi asuhan keperawatan baik proses ataupun hasil yang diharapkan serta mendokumentasikannya. 3. Tanggung Jawab Anggota Tim Melaksanakan tugas berdasarkan rencana asuhan keperawatan yang telah disusun. Mencatat dengan jelas dan tepat asuhan keperawatan yang telah diberikan berdasarkan respon pasien. Berpartisipasi dalam setiap memberikan masukan untuk meningkatkan asuhan keperawatan. Menghargai bantuan dan bimbingan dari ketua tim.

Pelaksanaan model tim tidak dibatasi oleh suatu pedoman yang kaku. Model tim dapat diimplementasikan pada tugas pagi, sore, dan malam. Apakah terdapat 2 atau 3 tim tergantung pada jumlah dan kebutuhan serta jumlah dan kualitas tenaga

keperawatan. Umumnya satu tim terdiri dari 3-5 orang tenaga keperawatan untuk 10-20 pasien. Berdasarkan hasil penelitian Lambertson seperti dikutip oleh Douglas (1984), menunjukkan bahwa model tim bila dilakukan dengan benar merupakan model asuhan keperawatan yang tepat dalam meningkatkan pemanfaatan tenaga keperawatan yang bervariasi kemampuannya dalam memberikan asuhan keperawatan. Hal ini berarti bahwa model tim dilaksanakan dengan tepat pada kondisi dimana kemampuan tenaga keperawatan bervariasi. Kegagalan penerapan model ini, jika penerapan konsep tidak dilaksanakan secara menyeluruh/ total dan tidak dilakukan pre atau post conference dalam sistem pemberian asuhan keperawatan untuk pemecahan masalah yang dihadapi pasien dalam penentuan strategi pemenuhan kebutuhan pasien. d) Model primer Dengan berkembangnya Ilmu Keperawatan dan berbagai ilmu dalam bidang kesehatan, serta meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan keperawatan yang bermutu tinggi, dengan didasarkan bahwa pemberian asuhan keperawatan model tim masih mempunyai beberapa kekurangan, maka berdasarkan studi, para pakar keperawatan mengembangkan model pemberian asuhan keperawatan yang terbaru yaitu Model

Primer (Primary Nursing). Dan perawat yang melaksanakan asuhan keperawatan disebut sebagai Primary Nurse. Tujuan dari Model Primer adalah terdapatnya kontinuitas keperawatan yang dilakukan secara komprehensif dan dapat dipertanggung jawabkan. Penugasan yang diberikan kepada Primary Nurse atas pasien yang dirawat dimulai sejak pasien masuk ke rumah sakit yang didasarkan kepada kebutuhan pasien atau masalah keperawatan yang disesuaikan dengan kemampuan Primary Nurse. Setiap primary nurse mempunyai 4-6 pasien dan bertanggung jawab selama 24 jam selama pasien dirawat. Primary Nurse akan melakukan pengkajian secara komprehensif dan merencanakan asuhan keperawatan. Selama bertugas ia akan melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan masalah dan kebutuhan pasien. Demikian pula pasien, keluarga, staff medik dan staf keperawatan akan mengetahui bahwa pasien tertentu merupakan tanggung jawab primary nurse tertentu. Dia bertanggung jawab untuk mengadakan komunikasi dan koordinasi dalam merencanakan asuhan keperawatan dan dia juga akan merencanakan pemulangan pasien atau rujukan bila diperlukan. Jika primary nurse tidak bertugas, kelanjutan asuhan keperawatan didelegasikan kepada perawat lain yang disebut associate nurse. Primary nurse bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang diterima pasien dan menginformasikan tentang keadaan pasien kepada Kepala Ruangan, dokter dan staf keperawatan lainnya. Kepala Ruangan tidak perlu mengecek satu persatu pasien, tetapi dapat mengevaluasi secara menyeluruh tentang aktivitas pelayanan yang diberikan kepada semua pasien. Seorang primary nurse bukan hanya mempunyai kewenangan untuk memberikan asuhan keperawatan tetapi juga mempunyai kewenangan untuk melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga sosial masyarakat, membuat jadual perjanjian klinik, mengadakan kunjungan rumah dan sebagainya. Dengan diberikannya kewenangan tersebut, maka dituntut akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil pelayanan yang diberikan. Primary Nurse berperan sebagai advokat pasien terhadap birokrasi rumah sakit. Kepuasan yang dirasakan pasien dalam model primer adalah pasien merasa dimanusiawikan karena pasien terpenuhi kebutuhannya secara individual dengan asuhan keperawatan yang bermutu dan tercapainya pelayanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi dan advokasi. Kepuasan yang dirasakan oleh Primary Nurse adalah tercapainya hasil berupa kemampuan yang tinggi terletak pada kemampuan supervisi. Staf medis juga merasakan kepuasannya dengan model primer ini, karena

senantiasa informasi tentang kondisi pasien selalu mutakhir dan laporan pasien komprehensif, sedangkan pada model Fungsional dan Tim informasi diperoleh dari beberapa perawat. Untuk pihak rumah sakit keuntungan yang dapat diperoleh adalah rumah sakit tidak perlu mempekerjakan terlalu banyak tenaga keperawatan, tetapi tenaga yang ada harus berkualitas tinggi. Dalam menetapkan seorang menjadi Primary Nurse perlu berhati-hati karena memerlukan beberapa kriteria, diantaranya dalam menetapkan kemampuan asertif, self direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinik, akuntabel serta mampu berkolaborasi dengan baik antar berbagai disiplin ilmu. Di negara maju pada umumnya perawat yang ditunjuk sebagai primary nurse adalah seorang Clinical Specialist yang mempunyai kualifikasi Master. Berdasarkan hasil penelitian bahwa Model Primer dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan bila dibandingkan dengan Model Tim, karena: 1. Hanya satu perawat yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat dalam perencanaan dan koordinasi asuhan keperawatan. 2. Jangkauan observasi setiap perawat hanya 4-6 pasien bila dibandingkan dengan 10-20 orang pada setiap tim. 3. 4. 5. e) Perawat Primer bertanggung jawab selama 24 jam. Rencana pulang pasien dapat diberikan lebih awal. Rencana keperawatan dan rencana medik dapat berjalan paralel. Model modular Pengembangan model modular merupakan pengembangan dari primary nursing yang digunakan dalam keperawatan dengan melibatkan tenaga professional dan non professional. Model modular mirip dengan model keperawatan tim, karena tenaga profesional dan non profesional bekerjasama dalam memberikan asuhan keperawatan kepada beberapa pasien dengan arahan kepemimpinan perawat profesional. Model modular mirip juga dengan model primer, karena tiap 2-3 perawat bertanggung jawab terhadap asuhan beberapa pasien sesuai dengan beban kasus, sejak pasien masuk, pulang dan setelah pulang serta asuhan lanjutan kembali ke rumah sakit. Agar model ini efektif maka Kepala Ruangan secara seksama menyusun tenaga profesional dan non profesional serta bertanggung jawab supaya kedua tenaga tersebut saling mengisi dalam kemampuan, kepribadian, terutama kepemimpinan. Dalam menerapkan model modular, 2-3 tenaga keperawatan bisa bekerjasama dalam tim, serta diberi tanggung jawab penuh untuk

mengelola 8-12 kasus. Seperti pada model primer, tugas tim keperawatan ini harus tersedia juga selama tugas gilir (shift) sore-malam dan pada hari-hari libur, namun tanggung jawab terbesar dipegang oleh perawat profesional. Perawat profesional bertanggung jawab untuk membimbing dan mendidik perawat non profesional dalam memberikan asuhan keperawatan. Konsekuensinya peran perawat profesional dalam model modular ini lebih sulit dibandingkan dengan perawat primer. Model modular merupakan gabungan dari model tim dan primary model. Peran perawat kepala ruang (nurse unit manager) diarahkan dalam hal membuat jadwal dinas dengan mempertimbangkan kecocokan anggota untuk bekerjasama, dan berperan sebagai fasilitator, pembimbing serta motivasi. f) Model manajemen kasus Model manajemen kasus merupakan generasi kedua dari model primary

nursing. Dalam model ini asuhan keperawatan dilaksanakan berdasarkan pandangan, bahwa untuk penyelesaian kasus keperawatan secara tuntas berdasarkan berbagai sumber daya yang ada. Pengembangan metode ini didasarkan pada bukti-bukti bahwa manajemen kasus dapat mengurangi pelayanan yang terpisah-pisah dan duplikasi. Di sisi lain, metode kasus keperawatan ini akan memberikan kesempatan untuk komunikasi di antara perawat, dokter, dan tim kesehatan lain, efisien dalam manajemen perawatan melalui monitoring, koordinasi dan intervensi. Metode manajemen kasus keperawatan adalah bentuk pemberian asuhan keperawatan dan manajemen sumber-sumber terkait yang memungkinkan adanya manajemen yang strategis dari cost dan quality oleh seorang perawat untuk suatu episode penyakit hingga perawatan lanjut. Menurut American Nurses Association (1988), manajemen kasus adalah suatu sistem pemberian pelayanan kesehatan yang didesain untuk memfasilitasi pencapaian tujuan pasien yang diharapkan dalam kurun waktu perawatan di rumah sakit. Dalam manajemen kasus keperawatan, seorang perawat akan bertugas sebagai case manager untuk seorang (mungkin lebih) pasien, sejak masuk ke rumah sakit hingga pasien tersebut selesai dari masa perawatan dan pengobatan. Sebagai case manager, perawat memiliki tanggung jawab dan kebebasan untuk perencanaan, pelaksanaan, koordinasi, dan evaluasi. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, dalam memberikan asuhan keperawatan dengan metode manajemen kasus, case manager senantiasa mempertimbangkan dua rangkaian dari quality-cost-access dan consumers-providers-funders. Tujuan dari manajemen kasus adalah: 1. Menetapkan pencapaian tujuan asuhan keperawatan yang diharapkan sesuai dengan standar.

2. 3. 4. 5.

Memfasilitasi ketergantungan pasien sesingkat mungkin. Menggunakan sumber daya seefisien mungkin. Efisiensi biaya Memfasilitasi secara berkesinambungan asuhan keperawatan melalui kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya.

6. 7.

Pengembangan profesionalisme dan kepuasan kerja. Memfasilitasi alih ilmu pengetahuan

Kerangka kerja dari model Manajemen Kasus adalah: 1. Pasien masuk melalui agency kesehatan, manager mempunyai kewenangan dan tanggung jawab dalam perencanaan sampai dengan evaluasi pada episode tertentu tanpa membedakan pasien itu berasal dari unit mana. 2. a. Dalam manajemen kasus menggunakan dua cara, yaitu: Case Management Plan (CMP). Merupakan perencanaan bersama dari masing-masing profesi kesehatan. b. 3. Critical Path Diagram (CPD). Merupakan penjabaran dari CMP dan ada target waktunya. Manager mengevaluasi perkembangan pasien setiap hari, yang mengacu pada tujuan asuhan keperawatan yang telah ditetapkan. Bentuk spesifik dari manajemen kasus ini tergantung dari karakteristik tatanan asuhan keperawatan. Era globalisasi dan perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan menuntut perawat, sebagai suatu profesi, memberi pelayanan kesehatan yang optimal. Indonesia juga berupaya mengembangkan model praktik keperawatan profesional (MPKP). Hoffart dan Woods (1996), mendefinisikan Model Praktik Keperawatan Profesional sebagai sebuah sistem yang meliputi struktur, proses, dan nilai professional yang memungkinkan perawat professional mengatur pemberian asuhan keperawatan dan mengatur lingkungan untuk menunjang asuhan keperawatan. Sebagai suatu model berarti sebuah ruang rawat dapat menjadi contoh dalam praktik keperawatan professional di Rumah Sakit. Tujuan Pengembangan Model Praktik Keperawatan Profesional a. Meningkatkan mutu askep melalui penataan sistem pemberian asuhan keperawatan.

b. Memberikan kesempatan kepada perawat untuk belajar melaksanakan praktik keperawatan profesional. c. Menyediakan kesempatan kepada perawat untuk mengembangkan penelitian keperawatan.

MPKP I: Tahun 1996, sudah diterapkan di RSCM dan RS persahabatan JKT. Perlu penataan 3 komponen utama: Ketenagaan keperawatan Metode pemberian asuhan keperawatan Dokumentasi keperawatan MPKP II: Ketenagaan, terdapat tenaga perawat dengan kemampuan spesialis keperawatan yang berfungsi: Memberikan konsultasi tentang asuhan keperawatan kpd perawat primer pada area spesialisasinya Melakukan riset dan membimbing perawat primer melakukan riset serta memanfaatkan hasil riset dalam memberikan asuhan Jumlah perawat spesialis 1 orang untuk 10 perawat primer MPKP III: Ketenagaan, terdapat tenaga perawat dengan kemampuan doktor dalam keperawatan klinik yang berfungsi: Melakukan riset Membimbing perawat melakukan riset Memanfaatkan hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan

Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Praktik Keperawatan Profesional

Terdapat enam unsur utama dalam penentuan pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan, yaitu sesuai dengan visi-misi Rumah Sakit, dapat diterapkannya proses keperawatan, efisien dan efektif dalam penggunaan biaya, terpenuhinya kepuasan klien, keluarga dan masyarakat, kepuasan kerja perawat dan terlaksananya komunikasi yang adekuat. Komponen Model Praktik Keperawatan Profesional a) Nilai Profesional Pengembangan Model Praktik Keperawatan Profesional didasarkan pada nilai professional. Nilai professional merupakan inti dari Model Praktik Keperawatan Profesional , yang meliputi: nilai intelektual, komitmen moral, otonomi, kendali dan tanggung gugat. b) Pendekatan manajemen Pendekatan manajemen digunakan untuk mengelola sumber daya yang ada meliputi : ketenagaan, alat, fasilitas serta menetapkan Standar Asuhan Keperawatan (SAK) . Pada Model Praktik Keperawatan Profesional ini kemampuan manajemen keperawatan yang dikembangkan terutama dalam hal mengelola perubahan dan pengambilan keputusan. c) Sistem pemberian asuhan keperawatan Sistem pemberian asuhan keperawatan (care delivery system) merupakan metode penugasan bagi tenaga perawat yang digunakan dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada klien. Sistem atau metode tersebut merefleksikan falsafah organisasi, struktur, pola ketenagaan dan populasi klien. Saat ini dikenal lima jenis metode pemberian asuhan keperawatan, yang terdiri dari : metode kasus, fungsional, tim, primer dan manajemen kasus. d) Hubungan professional Pengembangan Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) memungkinkan terjadinya hubungan professional di antar perawat dan praktisi kesehatan lainnya. Hubungan ini dapat terjadi melalui sistem pendokumentasian keperawatan, operan tugas jaga, konferensi awal dan akhir (pre dan post conference), ronde keperawatan, dan pembahasan kasus. e) Kompensasi dan penghargaan Pada suatu layanan professional, seseorang mempunyai hak atas kompensasi dan penghargaan. Kompensasi merupakan salah faktor yang dapat meningkatkan motivasi, pada Model Praktik Keperawatan Profesional karena masing-masing perawat mempunyai peran dan tugas yang jelas sehingga dapat dibuat klasifikasi yang obyektif sebagai dasar pemberian kompensasi dan penghargaan.

Aspek Pengembangan Model Praktik Keperawatan Profesional Menurut Sitorus (1996) yang diperkuat oleh Nursalam (2002), berdasarkan tingkat perkembangan keperawatan di Indonesia untuk dapat menerapkan Model Praktik Keperawatan Profesional ada tiga aspek yang perlu dikembangkan yang meliputi : a) Ketenagaan Dalam pengembangan Model Praktik Keperawatan Profesional, aspek ketenagaan merupakan komponen pertama yang harus dipertimbangkan, sehingga tujuan pelayanan dapat dicapai. Jumlah tenaga tergantung pada jumlah pasien dan derajat ketergantungan pasien Derajat ketergantungan pasien dibagi 3 kategori (Douglas 1984, Loveridge & Cummings (1996) yaitu: Perawatan minimal (1-2 jam/24 jam) Perawatan intermediet (3-4 jam/24 jam) Perawatan maksimal (5-6 jam/24 jam) Menurut Werdati (2005) dalam penerapan sistem pemberian asuhan keperawatan terdapat 3 strategi manajemen yang penting dalam mengelola sumber daya keperawatan yaitu 1) Sistem klasifikasi pasien Sistem ini dikembangkan untuk mewujudkan asuhan keperawatan yang bermutu dan efisisien, karena pelayanan diberikan sesuai dengan tingkat kebutuhan pasien, merupakan metode untuk memperkirakan dan mengkaji jumlah kebutuhan pasien terhadap pelayanan keperawatan, sehingga dapat diketahui jam efektif perawat untuk melakukan pelayanan keperawatan. Depkes (2001) menetapkan indikator jumlah jam kontak perawat dengan pasien rata-rata selama 4,5 jam / hr .

Identifikasi jumlah klien klasifikasi tingkat ketergantungan (metode douglas) PERAWATAN MINIMAL Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri Makan dan minum dilakukan sendiri Ambulasi dengan pengawasan Observasi TTV dilakukan setiap shif Pengobatan minimal

PERAWATAN PARSIAL Kebersihan diri dan makan minum dibantu

Observasi TTV tiap 4 jam Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali Folly chateter, Intake output dicatat Klien dipasang infus, persiapan pengobatan memerlukan prosedur PERAWATAN TOTAL Semua kebutuhan dibantu Posisi yang diatur, Observasi TTV tiap 2 jam Makan melalui NGT, Terapi Intravena Pemakaian Suction Gelisah atau disorientasi

2) Stafing Staffing merupakan salah satu fungsi khusus manajemen keperawatan yang terdiri dari kegiatan-kegiatan : mengidentifikasi jenis dan jumlah dan kategori tenaga yang dibutuhkan pasien, mengalokasikan anggaran tenaga, merekrut, seleksi dan penempatan perawat, orientasi dan mengkombinasikan tenaga pada konfigurasi yang baik.

PENETAPAN TENAGA KEPERAWATAN

PENETAPAN JENIS TENAGA KEPERAWATAN

3) Penjadulan Penetapan jumlah tenaga dan penjadualan adalah merupakan proses pengorganisasian sumber daya yang berharga untuk menentukan berapa banyak dan kriteria tenaga seperti apa yang dibutuhkan untuk setiap shift . Sedangkan menurut Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) menyebutkan bahwa agar pelayanan keperawatan dapat mencapai tujuan yang ditetapkan seorang Kepala Ruang harus menyusun jadwal dinas yang dapat mencerminkan jumlah dan kategori tenaga yang berkemampuan baik pada setiap shift dan ada penunjukan perawat sebagai penanggung jawab shift dengan disertai pembagian tugas yang jelas. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB KEPALA RUANG A. Perencanaan 1. Menunjuk perawat primer dan mendeskripsikan tugasnya masing-masing 2. Mengikuti serah terima pasien di shift sebelumnya 3. Mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien yang dibantu perawat primer 4. Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktivitas dan tingkat ketergantungan pasien dibantu oleh perawat primer 5. Merencanakan strategi pelaksanaan perawatan 6. Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi, tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan, dan mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap klien 7. Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan a) Membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan

b) Membimbing penerapan proses asuhan keperawatan c) Menilai asuhan keperawatan d) Mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah e) Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru masuk 8. Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri 9. Membantu membimbing terhadap peserta didik keperawatan 10. Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah sakit B. Pengorganisasian 1. Merumuskan metode penugasan yang digunakan 2. Merumuskan tujuan metode penugasan 3. Membuat rincian tugas perawat primer dan perawat associate secara jelas 4. Membuat rencana kendali kepala ruangan yang membawahkan 2 perawat primer dan perawat primer yang membawahkan 2 perawat associate 5. Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan, membuat proses dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari, dan lain-lain 6. Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan 7. Mengatur dan mengendalikan situasi lahan praktik 8. Mendelegasikan tugas saat kepala ruang tidak berada di tempat kepada perawat primer 9. Mengetahui kondisi klien dan menilai tingkat kebutuhan pasien 10. Mengembangkan kemampuan anggota 11. Menyelenggarakan konferensi

C. Pengarahan 1. Memberi pengarahan tentang penugasan kepada perawat primer 2. Memberikan pujian kepada perawat yang mengerjakan tugas dengan baik 3. Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap 4. Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan askep klien 5. Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya 6. Meningkatkan kolaborasi D. Pengawasan 1. Melalui komunikasi Mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan perawat primer mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien

2. Melalui supervisi a) Pengawasan langsung melalui inspeksi, mengamati sendiri atau melalui laporan langsung secara lisan dan memperbaiki/mengawasi kelemahan-kelemahan yang ada saat ini b) Pengawasan tidak langsung, yaitu mengecek daftar hadir, membaca dan memeriksa rencana keperawatan, serta catatan yang dibuat selama dan sesudah proses keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan), mendengar laporan dari perawat primer 3. Evaluasi a) Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan embandingkan dengna rencana keperawatan yang telah disusun bersama b) Audit keperawatan Berikut beberapa tugas lain kepala ruangan: mengatur jadwal dinas mengatur dan mengendalikan kebersihan&ketertiban mengadakan diskusi dengan staf utk memecahkan masalah ruangan membimbing mahasiswa melakukan kegiatan administrasi&surat menyurat menciptakan hub kerja harmonis memeriksa kelengkapan status stiap hari merencanakan dan memfasilitasi fasilitas yang dibutuhkan melaksanakan pembinaan terhadap pp dan pa memantau dan mengevaluasi penampilan kerja membuat peta resiko diruang rawat merencanakan dan mengevaluasi mutu askep bersama CCM (Clinical care manager)

TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB CLINICAL CARE MANAGER (CCM) membimbing PP dan PA tentang implementasi MPKP (ronde) memberi masukan saat diskusi kasus pada PP dan PA bekerja sama dengan kepala ruang mengevaluasi pendidikan kesehatan yang dilakukan PP mengevaluasi implementasi MPKP

TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB PERAWAT PRIMER (PP) Menerima klien dan mengkaji kebutuhan klien secara komprehensif

melakukan kontrak dengan klien dan keluarga melakukan pengkajian terhadap klien baru/melengkapi hasil dari PA menetapkan rencana askep dan menjelaskan pada PA (preconfernce) Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama praktik menetapkan PA yang bertanggung jawab pada klien melakukan bimbingan dan evaluasi pada PA dalam melakukan tindakan keperawatan memonitor dokumentasi yang dilakukan PA Membuat jadwal perjanjian klinik mengatur pelaksanaan konsul dan lab membantu dan memfasilitasi terlaksananya kegiatan PA melakukan kegiatan serah terima klien mendampingi visit team medis melakukan evaluasi askep dan membuat catatan perkembangan klien setiap hari Mengomunikasikan dan mengoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh disiplin lain maupun perawat lain memberikan pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga membuat rencana pulang Melakukan rujukan kepada pekarya sosial dan kontak dengan lembaga sosial di masyarakat Mengadakan kunjungan rumah bekerja sama dengan CCM

TUGAS DAN TANGGUNGBJAWAB PERAWAT ASSOCIATE (PA) Perawat associate adalah seorang perawat yang diberi wewenang dan ditugaskan untuk memberikan pelayanan keperawatan langsung kepada klien. Berikut uraian tugas PA: a. Memberikan pelayanan keperawatan secara langsung berdasarkan proses keperawatan dengan sentuhan kasih sayang: 1) Menyusun rencana perawatan sesuai dengan masalah klien 2) Melaksanakan tindakan perawatan sesuai dengan rencana 3) Mengevaluasi tindakan perawatan yang telah diberikan 4) Mencatat atau melaporkan semua tindakan perawatan dan respons klien pada catatan perawatan b. Melaksanakan program medis dengan penuh tanggung jawab 1) Pemberian obat

2) Pemeriksaan laboratorium 3) Persiapan klien yang akan operasi c. Memerhatikan keseimbangan kebutuhan fisik, mental, sosial, dan spiritual dari klien

1) Memelihara kebersihan klien dan lingkungan 2) Mengurangi penderitaan klien dengan memberi rasa aman, nyaman, dan ketenangan 3) Pendekatan dan komunikais terapeutik d. Mempersiapkan klien secara fisik dan mental untuk menghadapi tindakan keperawatan dan pengobatan atau diagnosis e. f. Melatih klien untuk menolong dirinya sendiri sesuai dengan kemampuannya Memberikan pertolongan segera pada klien gawat atau sakaratul maut

g. Membantu kepala ruangan dalam penatalaksanaan ruangan secara administratif 1) Menyiapkan data klien baru, pulang, atau meninggal 2) Sensus harian atau formulir 3) Rujukan harian atau formulir h. Mengatur dan menyiapkan alat-alat yang ada di ruangan menurut fungsinya supaya siap pakai i. Menciptakan dan memelihara kebersihan, keamanan, dan kenyamanan, dan keindahan ruangan j. Melaksanakan tugas dinas pagi, sore, malam, atau hari libur secara bergantian sesuai jadwal tugas k. Memberikan penyuluhan kesehatan sehubungan dengan penyakitnya (PKMRS) l. Melaporkan segala sesuatu mengenai keadaan klien baik secara lisan maupun tulisan

m. Membuat laporan harian klien

Berikut beberapa tugas lain dari perawat associate: membaca rencana perawatan yang telah ditetapkan PP membina hubungan terapeutik dengan klien dan keluarga menerima delegasi peran PP, bila PP tidak ada melakukan tindakan keperawatan berdasarkan rencana keperawatan melakukan evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan dan mendokumentasikan memeriksa kerapihan dan kelengkapan status keperawatan mengkomunikasikan semua masalah kepada PP menyiapkan klien untuk pemeriksaan diagnostik, lab, pengobatan dan tindakan keperawatan

berperan serta dalam memberikan pendidikan kesehatan melakukan inventarisasi fasilitas membantu tim lain yang membutuhkan

PANDUAN PP DALAM KONFERENCE 1. konfernsi dilakukan setiap hari segera setelah dilakukan pergantian dinas 2. dihadiri oleh PP dan PA dalam timnya masing-masing 3. penyampaian perkembangan dan masalah klien berdasarkan hasil evaluasi kemarin dan kondisi klien yang dilaporkan oleh dinas sebelumnya 4. hal-hal yang disampaikan oleh PP: a. Keadaan umum klien,

b. Keluhan klien, c. TTV dan kesadaran,

d. Hasil pemeriksaan lab/diagnostik terbaru, e. f. Masalah keperawatan, Rencana keperawatan hari ini,

g. Perubahan terapi medis, h. Rencana medis

PANDUAN PP DALAM RONDE DENGAN PA PP menentukan klien yang akan dibuat ronde klien dengan perawatan khusus dan kompleks ronde dilakukan tiap hari saat kondisi memungkinkan waktu kurang lebih 1 jam (2-3 klien) PA mempresentasikan kondisi klien dan tindakan yang telah dilakukan PP memberi masukan dan pujian masalah yang sensitif sebaiknya tidak didiskusikan dihadapan klien. PANDUAN PP DALAM KONTRAK/ORIENTASI PADA KLIEN/KELUARGA orientasi dilakukan saat petama kali klien datang (24 jam petama) dan kondisi sudah tenang orientasi dilakukan oleh PP, bila PP tidak ada, dilakukan oleh PA kemudian dilengkapi oleh PP orientasi diberikan kepada klien dan didampngi oleh keluarga setelah orientasi, berikan daftar tim pada klien / keluarga

orientasi diulang kemabali minimal dua hari oleh PP pada saat bergantian dinas, ingatkan nama perawat yang bertugas saat itu

b) Penerapan sistem pemberian asuhan keperawatan Merupakan metode penugasan yang dipilih dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan sesuai dengan kondisi yang ada di Rumah Sakit. Sistem pemberian asuhan keperawatan harus merefleksikan falsafah organisasi, struktur, pola ketenagaan dan karakteristik populasi pasien yang dilayani. Untuk memperoleh gambaran penerapan sistem ini dapat dilihat dari tanggung jawab, pelaksanaan uraian tugas dan pelaksanaan wewenang perawat pelaksana. 1) Tanggung jawab perawat pelaksana : a) Kebenaran asuhan keperawatan meliputi pengkajian, diagnosis dan rencana asuhan keperawatan. b) Kebenaran dan ketepatan pelayanan asuhan meliputi tindakan dan evaluasi keperawatan. c) Kelengkapan bahan dan peralatan kesehatan d) Kebersihan dan kerapihan pasien serta alat kesehatan e) Kebenaran isi rekam asuhan keperawatan f) Kebenaran informasi/bimbingan/penyuluhan kesehatan

g) Ketepatan penggunaan sumber daya secara efisien dan efektif. 2) Uraian tugas perawat pelaksana : a) Melaksanakan timbang terima tugas setiap awal dan akhir tugas dari dan kepada petugas penggantinya. b) Melakukan observasi tentang kondisi pasien. c) Mengikuti pre dan post konferens yang dilakukan. d) Melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien yang menjadi tanggung jawabnya dan didokumentasikan dalam rekam asuhan keperawatan. e) Melakukan monitoring respon pasien terhadap tindakan yang telah dilakukan. f) Melakukan konsultasi tentang masalah pasien.

g) Membimbing dan melakukan penyuluhan kesehatan kepada pasien dan keluarga. h) Menerima keluhan pasien dan berusaha untuk menyelesaikannya. i) j) Melakukan evaluasi askep setiap akhir tugas. Memperkenalkan diri dan rekan yang berada pada satu timnya untuk melakukan askep lanjutan pada pasien . k) Melaksanakan tugas pendelegasian pada saat jaga siang/malam atau hari libur.

l)

Mengikuti diskusi kasus / konferens dengan tim kesehatan.

m) Mengikuti pertemuan berkala (rutin) ruangan atau tingkat rumah sakit. pengelolaan pasien dan penelitian dan sebagai barang bukti pertanggungjawaban dan pertangunggugatan asuhan keperawatan serta sebagai sarana pemantauan asuhan keperawatan. 3) Wewenang a) Memeriksa kelengkapan peralatan ruang perawatan b) Meminta bahan dan perangkat kerja sesuai denagn kebutuhan pelaksanaan tugas c) Melakukan pengkajian, menetapkan diagnosa dan perencanaan keperawatan bagi pasien baru pada bertugas e) Melakukan asuhan keperawatan kepada pasien f) Melaporkan asuhan keperawatan pasien kepada penanggung jawab.

c) Dokumentasi keperawatan Dokumentasi keperawatan merupakan unsur penting dalam sistem pelayanan kesehatan, karena dengan adanya dokumentasi yang baik, informasi mengenai keadaan pasien dapat diketahui secara berkesinambungan. Dokumenasi juga merupakan aspek legal tentang pemberian asuhan keperawatan, secara lebih spesifik dokumentasi keperawatan dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi antar profesi kesehatan, sumber data untuk pengelolaan pasien dan penelitian dan sebagai barang bukti pertanggungjawaban dan pertangunggugatan asuhan keperawatan serta sebagai sarana pemantauan asuhan keperawatan. Dokumentasi keperawatan dibuat berdasarkan pemecahan masalah pasien, yang terdiri dari format pengkajian, rencana keperawatan, catatan tindakan dan catatan perkembangan pasien.

DAFTAR PUSTAKA Afandi, M, Pembelajaran model praktek keperawatan profesional pendekatan modifikasi keperawatan primer, PSIK FK UMY, diakses pada 2 April 2011,

Arwani & Supriyatno, H 2006, Manejemen bangsal keperawatan, Jakarta: EGC. Nursalam, 2007, Manajemen keperawatan aplikasi dalam praktik keperawatan profesional, ed.2, Jakarta: Salemba Medika. Rusdi, I 2008, Model pemberian asuhan keperawatan (nursing care delivery models), diakses 2 April 2011, < http://ibnurusdi.wordpress.com/2008/04/06/model-pemberian-asuhankeperawatan/ > Sain, I, Model praktik keperawatan professional, diakses pada, Somantri, I, Konsep model asuhan keperawatan profesional, FIK-UNPAD, diakses pada 25 Maret 2011, Wahyuni, S 2007, Analisis kompetensi kepala ruang dalam pelaksanaan standar manajemen pelayanan keperawatan dan pengaruhnya terhadap kinerja perawat dalam mengimplementasikan model praktik keperawatan profesional di instalasi rawat inap BRSUD Banjarnegara, P

You might also like