You are on page 1of 29

FORMULASI DAN UJI IN VITRO GRANUL MUKOADESIF SALBUTAMOL SULFAT MENGGUNAKAN KOMBINASI POLIMER CARBOPOL 940P DAN HIDROKSIPROPIL

SELULOSA

ARTIKEL

Oleh : Deni Anggraini 0921213010

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI PASCASARJANA UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011

ABSTRAK Sistem penghantaran obat mukoadesif memperpanjang waktu tinggal sediaan di lokasi aplikasi atau memperpanjang waktu absorbsi dan memfasilitasi kontak yang rapat antara sediaan dengan permukaan absorpsi sehingga dapat memperbaiki dan atau meningkatkan kinerja terapi obat. Telah dilakukan formulasi dan uji in vitro granul mukoadesif salbutamol sulfat menggunakan kombinasi polimer carbopol dan hidroksipropil selulosa. Granul mukoadesif dibuat dalam berbagai jumlah kombinasi polimer Carbopol dan hidroksipropil selulosa dengan metoda granulasi basah menggunakan PVP K-30 3% dalam etanol. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh kombinasi polimer terhadap kemampuan mukoadesif dan profil pelepasan salbutamol sulfat dalam granul. Profil pelepasan salbutamol sulfat dalam granul mukoadesif ditentukan dengan uji disolusi menggunakan metoda basket dan aquadest sebagai medium disolusi. Kemampuan mukoadesif di uji dengan uji wash off dan uji mukoadesif in vitro yang di modifikasi. Granul salbutamol sulfat yang dibuat dengan kombinasi hidroksipropil selulosa dan carbopol 940P dengan berbagai perbandingan memiliki sifat mukoadesif yang baik. Granul dengan perbandingan HPC dan Carbopol yang paling baik sifat mukoadesifnya yaitu granul F2 & F3 dengan perbandingan Carbopol yang lebih tinggi ( 1; 3 ; 1: 4 ). Granul salbutamol sulfat yang di buat dengan kombinasi polimer HPC dan karbopol 940P dapat mengendalikan pelepasan zat aktif salbutamol sulfat dibandingkan granul yang tidak mengandung polimer. Formula yang paling ideal yang dapat mengurangi laju disolusi yaitu F2 dengan perbandingan HPC dan Carbopol 940P 1 : 3 melepaskan 39,9 % salbutamol sulfat dalam medium aquadest dalam waktu 8 jam. Kinetika laju pelepasan formula F2 mengikuti persamaaan Higuchi dengan mekanisme pelepasan secara difusi.

PENDAHULUAN Pada awal tahun 1980-an, konsep adesif mukosal atau mukoadesif mulai dikenalkan dalam sistim penghantaran obat terkendali. Mukoadesif adalah polimer sintetik atau alam yang berinteraksi dengan lapisan mukus yang menutupi permukaan epithelial-permukaan dan molekul mucin yang merupakan konstituen utama dari mukus (Agoes, 2008) Sistem penghantaran obat mukoadesif memperpanjang waktu tinggal sediaan di lokasi aplikasi atau memperpanjang waktu absorbsi dan memfasilitasi kontak yang rapat antara sediaan dengan permukaan absorpsi sehingga dapat memperbaiki dan atau meningkatkan kinerja terapi obat. Dalam beberapa tahun terakhir banyak sistem penghantaran obat mukoadesif telah dikembangkan untuk penggunaan oral, bukal, nasal, rektal, dan rute vagina untuk efek sistemik dan lokal (Agoes, 2008) Bioadesif didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana dua material yang salah satunya bersifat biologis menjadi bersatu untuk periode waktu yang cukup lama karena adanya forsa antar muka. Dapat juga berarti kemampuan suatu bahan (sintetis atau biologis) untuk melekat pada suatu jaringan biologi untuk periode waktu yang lama ( Ahuja et. al, 1997) Daerah di dalam tubuh yang memiliki lapisan mukus adalah saluran pencernaan, saluran urogenital, pernafasan, telinga, hidung, dan mata. Daerah tersebut merupakan lokasi potensial untuk penghantaran obat dengan menggunakan sisitem bioadesif. Dalam penghantaran obat secara oral, absorbsi obat dibatasi oleh waktu tinggal obat pada saluran pencernaan. Karena beberapa obat hanya di serap pada bagian atas usus halus, maka

mengalokasikan obat tersebut dengan sistem penghantaran oral di lambung atau usus halus akan meningkatkan penyerapannya secara bermakna dan akan meningkatkan ketersediaan hayati obat (Kamath & Park, 1992, ; Ahuja et. al, 1997) Material mukoadesif kebanyakan adalah dalam bentuk sintetis, hidrofilik alami, atau polimer yang tidak larut air dan mampu membentuk sejumlah ikatan hidrogen karena adanya gugus karboksil, sulfat atau gugus hidroksi. Polimer sintetis misalnya karbomer, hidroksi propil selulosa (HPC), hidroksi propil metil selulosa (HPMC), hidroksi etil selulosa, natrium karbolsimetil selulosa, polimer metakrilat dan polikarbonil. Polimer alami misalnya xantan gum, natrium alginat, gelatin, akasia, dan tragakan. Polimer bioadesif bukan saja mampu memberikan efek adesif tetapi juga dapat mengkontrol laju pelepasan obat (Lenaerts et. al, 1990) Salbutamol sulfat adalah agonis beta-2 adrenergik yang secara luas digunakan dalam pengobatan asma dan penyakit paru obstruktif. salbutamol sulfat memiliki t elimininasi yang pendek (2,7 jam s/d 5,5 jam) dan penyerapannya tidak sempurna di saluran cerna. Bila diberikan secara oral biovailabilitas sistemik hanya 50% (Martindale, 2005). Hidroksi propil selulosa (HPC) adalah polimer dengan berat molekul tinggi (50.000 1.250.000) yang larut dalam air dan pelarut organik, praktis tidak larut dalam hidrokarbon alifatis dan hidrokarbon aromatis, karbon tetrakoorida, petroleum, gliserin dan minyak. HPC banyak digunakan sebagai bahan penyalut dan bahan pengikat tablet (Wade & Waller, 1986). Carbopol 940P adalah polimer dari asam akrilat dengan berat molekul tinggi (7 x 105 4 x 109) yang larut dalam air, etanol 95% dan gliserin. Banyak digunakan untuk zat

bioadesif, pengemulsi, suspending agent, dan sebagai bahan pengikat tablet (Wade, Waller,1986). Karbopol 940P memiliki sifat bioadesif yang paling baik tetapi bersifat mengiritasi saluran cerna. Sifat iritasi dari Carbopol 940P dapat dikurangi dengan mengkombinasikannya menggunakan polimer lain seperti polimer Ahuja, et. al, 1990) Berdasarkan latar belakang diatas maka di rancang sediaan salbutamol sulfat menggunakan hidroksi propil selulosa (HPC). variasi polimer mukoadesif granul bioadesif derivat selulosa (

Carbopol 940P, dan

METODE PENELITIAN

1. Pemeriksaan Kemurnian Salbutamol Sulfat Pemeriksaan kemurnian salbutamol sulfat meliputi : pemeriksaan organoleptis, kelarutan, titik lebur, susut pengeringan, sisa pemijaran, dilakukan dengan cara yang tercantum dalam Farmakope Indonesia Edisi IV.

2. Pemeriksaan Kemurnian Bahan Pembantu Pemeriksaan dilakukan menurut persyaratan yang tertera dalam Handbook of\ Pharmaceutical Excipient.

3. Studi Ketercampuran Salbutamol Sulfat dengan Eksipien Studi ketercampuran salbutamol sulfat dilakukan terhadap salbutamol sulfat murni, Carbopol 940P, hidroksipropil selulosa, laktosa, dan granul salbutamol sulfat dengan menggunakan FTIR dan DTA. a. Pemeriksaan Spektrum IR Granul salbutamol sulfat, eksipien, campuran eksipien serta salbutamol sulfat murni dibuat dalam bentuk pellet KBr. Caranya kira-kira 1 -2 mg dicampur dengan 10 mg Kbr didalam lumpang kemudian digerus hingga homogen. Campuran tersebut dikempa dengan tekanan hidrolik sebesar 10 ton sehingga cakram yang transparan diperoleh. Spektrum diukur dengan menggunakan spektroskopi IR pada bilangan gelombang 400 4000 cm-1

b. Analisis Termal dengan Differential Thermal Analysis (DTA) Analisis dilakukan dengan menggunakan alat DTA. Sampel serbuk lebih kurang 26 mg dimasukkan dalam panci aluminium yang ditutup. Alat dioperasikan dengan kecepatan pemanasan 10O C per menit dalam rentang temperatur 50-220 oC.

4. Pembuatan Granul Mukoadesif Salbutamol Sulfat Masing-masing formula granul mengandung 4 mg salbutamol sulfat untuk setiap 100 mg granul yang dibuat dengan cara granulasi basah menggunakan bahan pengikat larutan PVP K-30 3% dalam etanol serta kombinasi polimer dengan jumlah yang

bervariasi. Komposisi dari masing-masing formula dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel I. Komposisi Granul Mukoadesif Polimer No kode F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 Salbutamol sulfat (4%) 4 mg 4 mg 4 mg 4 mg 4 mg 4 mg 4 mg 4 mg (50%) HPC:CP (%) 25 : 25 12,5 : 37,5 10 : 40 20: 30 30 :20 40 : 10 37,5 : 12,5 0 0,3 g 0,3 g 0,3 g 0,3 g 0,3 g 0,3 g 0,3 g 0,3 g PVP Dalam etanol 3% Lactosa (100%-50% 4% - 0,3%) (%) 45,7 45,7 45,7 45,7 45,7 45,7 45,7 95,7

Masukkan salbutamol sulfat, laktosa dan polimer satu persatu sedikit demi sedikit, haluskan dengan menggunakan mortir dan stanfer. Tambahkan larutan pengikat PVP K30 3% dalam etanol secukupnya sampai terbentuk masa yang basah dan dapat dikepal. Lewatkan massa yang basah pada ayakan ukuran 12 mesh. Keringkan granul yang basah pada temperatur 50oC selama 45 menit. Ayak granul yang telah dikeringkan dengan ayakan no 14 mesh

5.

Penetapan kandungan salbutamol sulfat dalam granul 1. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum salbutamol sulfat dalam dapar pospat pH 6,8 Larutan induk salbutamol sulfat dibuat dengan cara melarutkan 10 mg salbutamol

sulfat dalam 100 ml dapar pospat pH 6,8. Pipet 4 ml larutan induk ini kedalam labu ukur 25 ml kemudian tambahkan dapar pospat sampai tanda batas sehingga diperoleh konsentrasi 0,016 mg/ml. Ukur serapannya pada panjang gelombang 230-350 nm dengan menggunakan spektofotometer UV. Tentukan panjang gelombang maksimal salbutamol sulfat. 2. Pembuatan kurva kalibrasi salbutamol sulfat Dibuat seri larutan kerja dengan konsentrasi 12, 14, 16, 18, dan 20 mcg/ml dalam dapar pospat, kemudian ukur serapannya pada panjang gelombang serapan maksimum salbutamol sulfat, tentukan persamaan regresi.

3. Penetapan kadar salbutamol sulfat (Anonim, 1999) Granul ditimbang 100 mg dari masing-masing formula, kemudian masukkan kedalam labu ukur 50 ml, larutkan dalam dapar pospat pH 6,8. Pipet 5 ml larutan ini kedalam labu ukur 25 ml, encerkan dengan dapar pospat sampai tanda batas, isonikasi selama 1 jam Ukur serapan masing-masing larutan pada panjang gelombang serapan maksimum dengan spektrofotometer UV. Konsentrasi zat aktif dalam granul dapat ditentukan dengan menggunakan kurva kalibrasi

6. a.

Evaluasi Granul Sudut Istirahat (Aulthon, 1988 ; Lachman, 1988) Sudut istirahat ditentukan dengan tabung silinder berukuran tertentu, diletakkan pada

permukaan horizontal. Serbuk yang akan ditentukan dimasukkan kedalam tabung. Permukaan serbuk diratakan. Tabung silinder perlahan diangkat sampai serbuk meninggalkan tabung, kemudian tinggi puncak tumpukan serbuk dan diameternya di ukur. Sudut istirahat dihitung dengan persamaan : =

b.

Bj Nyata ( Aulthon, 1988) 10 gram serbuk ditimbang (Wo), dimasukkan kedalam gelas ukur 25 ml, catat

volumenya (Vo). = c. Bj Mampat (Aulthon, 1988)

20 gram serbuk ditimbang (Wo), dimasukkan kedalam gelas ukur 100 ml. Permukaan serbuk diratakan, kemudian diketuk 1250 kali. Volume dicatat (V1), kemudian pengetukan diulang 1250 (V2). Apabila selisih V2 dan V1 tidak lebih 2 ml maka yang digunakan V1 =

d.

Bj Benar (Aulthon, 1988)

Piknometer yang diketahui volumenya (a), ditimbang beratnya (b), kemudian diisi dengan parafin cair dan ditimbang (c). Berat jenis parafin dihitung dengan persamaan : Bj = ( )

2 gram serbuk dimasukkan kedalam piknometer, ditimbang beratnya (d). Parafin cair ditambahkan kedalam piknometer sampai kira-kira setengahnya, ditutup dan dibiarkan selama 5 menit sambil digoyang, kemudian ditambah parafin cair hingga pikno penuh dan ditimbang kembali (e) : Bj benar =
( ( ) ) ( )

Porositas =(1

) x100% x 100%

% kompresibilitas = Faktor Hausner =

e.

Penentuan Daya Penyerapan Air Masing-masing formula granul ditimbang 1 gram dan diletakkan diatas corong

Hirsch Enslin, kemudian dicatat jumlah air yang diserap tiap selang waktu 5 menit dengan membaca skala pada alat. Pengujian dilakukan sampai 1 jam atau sampai jumlah air yang diserap konstan. Dibuat kurva hubungan jumlah air yang di serap terhadap waktu (menit)

7. Laju Pelepasan Obat In vitro (uji disolusi) 1. Penentuan Panjang Gelombang Serapan Salbutamol Sulfat dalam Medium Disolusi. Larutan induk salbutamol sulfat dibuat dengan cara melarutkan 10 mg salbutamol sulfat dalam 100 ml air suling . Dipipet 5 ml larutan induk kedalam labu ukur 25 ml, kemudian tambahkan aquadest sampai tanda batas. Lakukan pengukuran pada panjang gelombang serapan 230 nm 350 nm dengan menggunakan spektrofotometer UV. Tentukan panjang gelombang maksimal. 2. Pembuatan kurva kalibrasi Dibuat seri larutan kerja dengan konsentrasi 8, 10, 12, 14, dan 16 mcg/ml, kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang serapan maksimum dalam aqudest, tentukan persamaan regresi.

3. Uji Disolusi Pengujian disolusi dari granul salbutamol sulfat dilakukan dengan metoda basket dengan kecepatan 50 rpm. Labu diisi dengan medium disolusi aquadest sebanyak 900 ml

dengan suhu diatur pada 37 0,5 oC Setelah suhu tersebut tercapai , masukkan 600 mg granul (setara dengan 24 mg salbutamol sulfat) ke dalam labu disolusi. . Larutan dalam labu di pipet sebanyak 5 ml pada menit ke 5, 15, 30, 45 60, 120, 180, 240, 360, dan 480. Pada setiap pemipetan, larutan dalam labu diganti dengan medium disolusi volume yang sama dan dilakukan pada suhu yang sama pada waktu pemipetan. Cairan yang diambil diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum dengan spektroskopi UV, ditentukan berapa persen obat yang dilepaskan pada waktu tertentu dengan menggunakan kurva kalibrasi, lalu ditentukan kinetika laju pelepasannya.

8.

Uji Mukoadesif

Pembuatan cairan lambung Larutkan 2 gram NaCl dalam 7 ml HCl, kemudian campuran ini digenapkan dengan air suling hingga 1 liter dan diperiksa pada pH 1,2 0,1. Pembuatan cairan usus buatan Campurkan 6,8 gram kalium hidrogen pospat dalam 250 ml air suling dengan 190 ml larutan NaOH 0,2 N yang telah diencerkan hingga 400 ml, selanjutnya pH campuran diatur hingga 7,5 0,1 dengan penambahan NaOH 0,2 N dan digenapkan dengan air suling hingga 1 liter. Penyiapan membran mukosa lambung dan usus Kelinci yang dipilih adalah kelinci yang sehat dengan bobot 1 kg. Sehari sebelum pengujian kelinci dipuasakan terlebih dahulu. Kelinci dikorbankan dengan cara dislokasi leher menggunakan kloroform. Lakukan pembedahan pada bagian abdominal, kemudian

organ lambung dan usus diambil, cuci dengan larutan NaCl fisiologis. Masing-masing direndam dalam cairan lambung dan cairan usus buatan.

Uji mukoadesif in vitro (Erizal, 2002) 1. Jaringan lambung dibuka sepanjang lengkung kecil dan dicuci dalam 10 ml cairan lambung buatan. Usus halus dipotong secara lateral dan di cuci dalam 10 ml cairan usus buatan. 2. Jaringan lambung ukuran kira-kira 2 x 2 cm atau jaringan usus halus sepanjang 6 cm dilekatkan pada penyokong teflon kemudian ditempatkan pada sel silendris. 3. Sejumlah granul ditempatkan merata di atas mukosa lambung dan usus, granul

dibiarkan kontak dengan mukus selama 20 menit, kemudian sel silendris diatur pada posisi kemiringan 45o. 4. Jaringan mukosa lambung dan usus dielusi dengan cairan lambung dan cairan usus buatan selama 5 menit dengan kecepatan alir 22 ml/menit, dan jumlah granul yang masih melekat pada jaringan lambung dihitung. Lakukan dua kali pengulangan. 5. Hitung jumlah adhesi dengan rumus sbb : Na = (N / No) x 100 Keterangan : Na = jumlah adesi No = jumlah total partikel yang digunakan N = jumlah partikel yang lekat pada substrat

Uji Wash off Jaringan lambung atau usus ditempelkan pada kaca objek dengan lem sianoakrilat dan ujung jaringan dikunci dengan parafilm. Sejumlah granul ditempatkan merata pada mukosa lambung dan usus kelinci, tempatkan pada tabung kaca dan dimasukkan kedalam alat uji desintegrasi. Alat uji desintegrasi digerakkan naik turun 30 kali permenit. Jumlah granul yang melekat dihitung setiap 30 menit selama 2 jam. Lakukan dua kali pengulangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Pemeriksaan zat aktif salbutamol sulfat memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi IV meliputi : pemerian, kelarutan dan sisa pijar (Lampiran 2 Tabel II). Pemeriksaan bahan baku hidroksi propil selulosa, Carbopol 940P, dan laktosa memenuhi persyaratan yang terdapat dalam Handbook of Pharmaceutical Excepient Hasil evaluasi granul secara keseluruhan dapat di lihat pada Lampiran 6 Tabel VII meliputi: sudut istirahat, bj nyata, bj mampat, bj benar, faktor Hausner, persen kompresibilitas dan persen porositas. Hasil perolehan kembali dan penetapan kadar dari masing-masing formula menunjukkan masing-masing formula telah memenuhi keseragaman kadar yaitu nilai kandungan salbutamol sulfat dalam granul berada di antara 98,5% - 101%. Hasil uji disolusi masing-masing formula dalam medium aquadest menunjukkan bahwa disolusi ke-tujuh formula yang menggunakan kombinasi polimer dapat diperlambat dibandingkan formula 8 yang tidak menggunakan polimer. Hasil uji daya mukoadesif dan uji wash off menunjukkan bahwa formula yang mengandung polimer lebih mampu bertahan dilambung dan usus dalam waktu 5 menit setelah dielusi dengan cairan lambung dan usus dibandingkan formula yang tidak mengandung polimer.

PEMBAHASAN Dalam merancang sediaan obat diperlukan pertimbangan karakterisasi biologi, fisika, kimia dari semua bahan obat yang digunakan. Semua bahan harus tercampur

homogen satu dengan yang lainnya untuk menghasilkan suatu obat yang aman dikonsumsi (Ansel, 1989). Pemeriksaan dimulai dari pemeriksaan bahan baku kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan bahan tambahan, dimana dalam penelitian ini memberikan hasil yang memenuhi syarat. Dalam sistem penghantaran obat secara oral, penyerapan obat seringkali dibatasi oleh waktu tinggal obat disaluran cerna atau usus (Kamath & Park, 1992 ; Ahuja et.al, 1997) . Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan waktu tinggal obat di saluran cerna, diantaranya adalah sistem penghantaran obat mukoadesif, sistem mengapung, dan sistem mengembang (Fukuda et. al, 2006). Sistem penghantaran obat mukoadesif merupakan suatu sistem yang menyebabkan sediaan dapat terikat pada

permukaan sel epitel lambung dan memperpanjang waktu tinggal di dalam lambung dengan peningkatan durasi kontak antara sediaan dan membran biologis sehingga dapat memperbaiki ketersediaan hayati obat (Ahuja et.al, 1997 ; Lenaert & Gurry, 1990 ; Duchene et.al, 1988). Untuk tujuan penghantaran obat, istilah mukoadesif digunakan apabila sasaran adesif adalah suatu mukus yang melapisi jaringan. Mukoadesif didefenisikan sebagai suatu interaksi antara mucin dengan polimer sintetis atau alami (Ahuja et.al, 1997). Pemilihan polimer mukoadesif yang digunakan untuk sistem penghantaran mukoadesif adalah berdasarkan kekuatan mukoadesif dan sifat polimer tersebut terhadap pelepasan zat aktif ( Llabot et. al, 2008). Polimer hidrofilik seperti Carbopol secara signifikan dapat meningkatkan bioadesif tetapi menurunkan laju pelepasan obat (Anil et.al 2000 ; Agoes et. al, 2000). Carbopol merupakan bioadesif yang baik, tetapi bersifat mengiritasi mukosa. Sifat iritasi ini dapat dikurangi dengan cara mengkombinasikannya

dengan polimer bioadesif lain yang tidak bersifat mengiritasi seperti derivat selulosa (Ahuja et.al, 1997). Dalam penelitian ini digunakan kombinasi Carbopol 940P dengan hidroksipropil selulosa dalam berbagai variasi jumlah dengan tujuan untuk mencari kombinasi yang paling bagus sifat mukoadesifnya dan dapat mengendalikan laju pelepasan zat aktif. Metode yang digunakan dalam membuat granul mukoadesif salbutamol sulfat adalah metode granulasi basah dengan menggunakan larutan pengikat PVP K-30 3% dalam pelarut etanol. Metode ini cocok digunakan karena zat aktif salbutamol sulfat stabil terhadap pemanasan (Lachman, 1994). Hasil evaluasi granul menunjukkan bahwa semua formula granul telah memenuhi persyaratan untuk sudut istirahat < 30 o dan faktor Hausner < 1,25 (Aulthon, 1988). Nilai sudut istirahat () yang tinggi mengindikasikan sifat aliran serbuk yang jelek dan biasanya ukuran partikelnya lebih kecil. Nilai sudut istirahat () yang rendah memperlihatkan sifat alir yang baik dan ukuran partikelnya biasanya lebih besar. (Voight, 1994). Faktor Hausner dapat digunakan karakterisasi kemampuan mengalir serbuk. Jika faktor Hausner mendekati satu dikatakan serbuk tersebut mempunyai sifat yang baik daya alirnya (Halim, 1990). Persen kompresibilitas formula 5, 6, dan 7 tidak memenuhi persyaratan kompresibilitas yaitu berturut-turut nilainya adalah 2,4 , 6,9, dan 6,9. Hal ini disebabkan bentuk partikel formula 5, 6 dan 7 banyak mengandung fine dan serbuk halus.

Kompresibilitas menentukan apakah granul tersebut baik dicetak untuk tablet atau tidak. Nilai yang terbaik adalah berkisar antara 10 -20 (Lachman, 1994). Dari hasil uji distribusi ukuran partikel menggunakan ayakan vibrasi terlihat bahwa rata-rata ukuran partikel berada pada ukuran 1000-2000 m. Pada penelitian ini uji

distribusi ukuran partikel terutama digunakan untuk pemilihan ukuran granul yang seragam yang akan digunakan untuk uji mukoadesif in vitro dan uji wash off (Suryani et. al, 2009). Spektroskopi IR bekerja berdasarkan besarnya vibrasi yang dihasilkan oleh atomatom yang berinteraksi. Vibrasi dari atom-atom umunya adalah tarik ulur (streching) dan naik turun (bending). Vibrasi dari atom-atom yang berinteraksi akan menghasilkan frekwensi tertentu dan muncul pada bilangan gelombang tertentu pada spektrum (Dachriyanus, 2004) Spektrum inframerah seluruh formula granul salbutamol sulfat (Lampiran 3 Gambar 7 s/d 14) menunjukkan pergeseran pita absorbsi dan intensitas absorbsi yang berkurang. Spektrum inframerah salbutamol sulfat menunjukkan pita absorbsi yang tajam pada bilangan gelombang 3400 cm -1 yang merupakan regang OH dan NH dan pada bilangan gelombang 1100 cm-1 yang merupakan regang CH3 dan gugus C terkonjugasi. Spektrum serapan Carbopol menunjukkan pita yang tajam pada bilangan gelombang 1700 cm-1 yang merupakan regang gugus karbonil. Spektrum serapan gugus karbonil ini menjadi berkurang intensitasnya pada formula granul F1 s/d F7, hal ini karena F1 s/d F7 merupakan gabungan antara 3 zat yaitu zat aktif dan dua macam zat tambahan. Intensitas yang berkurang bukan merupakan indikasi terjadinya interaksi kimia. Tidak terjadi interaksi secara kimia antara salbutamol sulfat dengan eksipien yang dapat menyebabkan terbentuknya zat baru ditunjukkan dengan spektrum inframerah granul salbutamol sulfat memberikan puncak pada bilangan yang hampir sama dengan salbutamol sulfat ( berkisar 1100 cm-1 dan 3400 cm-1).

Studi DTA bermanfaat dalam karakterisasi interaksi keadaan padat antara dua atau lebih material obat. Analisis DTA digunakan untuk mengevaluasi perubahan sifat termodinamik yang terjadi pada saat materi diberi energi panas berupa kristalisasi, peleburan, desolvasi dan transformasi fase padat yang ditunjukkan oleh puncak endoterm dan eksoterm. Prinsip pengukuran dengan menggunkan DTA yaitu membandingkan suhu sampel dengan suhu pembanding selama perubahan suhu terprogram. Suhu sampel dan suhu pembanding akan sama apabila tidak terjadi perubahan, namun pada saat terjadinya beberapa peristiwa termal seperti pelelehan, dekomposisi, atau perubahan struktur Kristal pada sampel, suhu dapat berada dibawah apabila perubahannya bersifat endotermik ataupun diatas apabila perubahan bersifat eksotermik. Termogram DTA salbutamol sulfat menunjukkan puncak endoterm pada 153 oC, Carbopol menunjukkan puncak endoterm 154,7 oC, puncak endoterm HPC 206 oC, dan puncak endoterm lactosa 161 0C. Terjadinya interaksi fisika berupa pergeseran titik lebur setelah salbutamol sulfat di formula menjadi granul, ditunjukkan oleh spektrum formula F1, F2, dan F7. Terjadi tiga puncak endoterm pada masing-masing formula tersebut yang merupakan titik lebur semua komponen yang terdapat dalam F1, F2, F7. Formula F8 merupakan formula yang hanya berisikan salbutamol sulfat dan laktosa. Termogram F8 menunjukkan puncak endoterm yang sama dengan puncak endoterm salbutamol sulfat (153OC). Hal ini mengindikasikan tidak terjadinya perubahan fisika pada F8. Penetapan kadar salbutamol sulfat dalam granul dilakukan menurut prosedur yang tertera pada USP untuk salbutamol tablet menggunakan spektrofotometer UV Vis dengan prinsip bahwa salbutamol sulfat dilarutkan dalam dapar pospat pH 6,8 dan di ukur pada panjang gelombang maksimum lebih kurang 224 nm. Dalam penelitian ini diperoleh

panjang gelombang maksimum salbutamol sulfat dalam dapar pospat pH 6,8 adalah 224,4 nm ( Lampiran 9 Gambar 25). Dari hasil penetapan kadar diperoleh kadar yang sesuai persyaratan untuk masing-masing formula karena berada dalam rentang 98,5% - 101%. Keseragaman kandungan menunjukkan homogenitas distribusi obat atau zat aktif dalam formula granul. Dari hasil uji daya penyerapan air dengan menggunakan alat Enslin terlihat bahwa daya penyerapan air untuk masing-masing formula tidak berbeda secara signifikan, tetapi daya penyerapan air ini berbeda secara nyata dengan F8 yang tidak mengandung polimer sama sekali. Laju penyerapan air F1 s/d F7 pada menit pertama berlangsung cepat,

kemudian berangsur-angsur lambat pada menit terakhir, hal ini disebabkan karena jumlah polimer yang digunakan untuk formula 1 s/d formula 7 cukup tinggi (50%), polimer yang digunakan bersifat hidrofilik sehingga cepat menyerap air. Menit terakhir proses penyerapan air berlangsung lambat dan akhirnya konstan, hal ini terjadi karena polimer mengembang membentuk gel yang jenuh oleh air. Terjadinya penurunan laju disolusi pada semua formula yang mengandung polimer disebabkan juga oleh lapisan gel yang menghalangi air berdifusi. Terlihat bahwa F8 memiliki laju disolusi yang paling tinggi dibandingkan seluruh formula yang mengandung polimer. Penentuan uji disolusi dilakukan dengan menghitung kadar salbutamol sulfat yang terdisolusi atau terlarut di dalam medium air pada satuan waktu dengan metoda basket. Pada kurva profil disolusi dapat dilihat bahwa F1 dengan perbandingan HPC dan Carbopol sama banyak (1:1) melepaskan salbutamol sulfat secara perlahan (15,8% ) pada waktu 5 menit dan berangsur naik melepaskan sampai 64,48% setelah 8 jam. Formula 2 dan 3 yang mengandung Carbopol dengan perbandingan yang lebih tinggi mampu

memperlambat pelepasan salbutamol sulfat yaitu 40% setelah 8 jam. Formula 4 , 5, 6, dan 7 dengan perbandingan HPC dan Carbopol 2 : 3 ; 3 : 2 : 4 : 1 ; 3 : 1 , melepaskan salbutamol sulfat lebih cepat setelah 8 jam yaitu berturut-turut 47,83%, 55,02%, 55,72%, dan 53,54%, sedangkan F8 yang tidak mengandung polimer bioadesif melepaskan zat aktif lebih cepat yaitu 83,11% setelah 8 jam. Dari hasil studi pelepasan in vitro menunjukkan bahwa terjadi penurunan laju pelepasan zat aktif dengan meningkatnya jumlah Carbopol 940P. Hal ini membuktikan bahwa selain bersifat mukoadesif, polimer bioadesif yang digunakan (Carbopol 940P) juga dapat mempengaruhi pelepasan zat aktif. Hasil penelitian Duranni et al menunjukkan bahwa pelepasan obat dari Carbopol dapat terjadi dengan cara difusi melalui pori-pori mikroviskositas (polimer hydrofusion) atau melalui mekanisme yang dikendalikan oleh mengembangnya matrik polimer. Partikel Carbopol yang mengembang diduga menjadi sawar tambahan bagi pelepasan zat aktif. Secara molekuler mekanisme pelepasan zat aktif dari polimer yang mengembang terjadi dengan berbagai macam sifat fisika kimia dari polimer tersebut. Pertama polimer akan menyerap air, membentuk lapisan gel, selanjutnya rantai polimer akan berelaksasi yang secara primer mengatur pelepasan obat ( Llabot et al, 2008). Kinetika laju pelepasan obat di olah dengan persamaan kinetika orde nol, orde satu, Higuchi, Langenbucher dan Korsmeyer-peppas. Formula ideal yang dapat mengurangi laju disolusi ditunjukkan oleh formula F2. Data untuk formula F2 jika diolah dengan persamaan Higuchi, Kormeyer-peppas dan Langenbucher menunjukkan hubungan linier dengan nilai koefisien korelasi berturut-turut adalah 0,985, 0,982 dan 0,982.

Persamaaan Higuchi menjelaskan bahwa pelepasan obat dari suatu matrik atau polimer berbanding langsung dengan akar waktu berdasarkan difusi Fickian (Abdou, 1989 ; Peppas, 1985). Dengan menggunakan persamaan Kormeyer-peppas mekanisme pelepasan obat dapat ditentukan. Jika nilai n = < 0,45 pelepasan obat mengikuti hukum difusi Fick. jika nilai n = 0,45 0,89 maka mekanisme pelepasan obat tidak mengikuti hukum Fick, dan jika nilai n besar dari 0,89 maka mekanisme pelepasan mengikuti kinetika orde 0. Formula F2 dengan nilai n = 0,197 (< 0,45) mengindikasikan mekanisme pelepasannya mengikuti hukum difusi Fick. Menurut Fick laju disolusi senyawa padat ditentukan oleh laju disolusi suatu lapisan tipis dari larutan yang terbentuk disekeliling zat padat. Obat yang terlarut dalam larutan jenuh berdifusi kedalam pelarut dari daerah konsentrasi tinggi ke daerah dengan konsentrasi obat rendah (Abdou, 1989). Daya lekat mukoadesif dari granul yang di formula di uji dengan menggunakan uji wash off dan uji mukoadesif. Uji wash off bertujuan untuk melihat kemampuan granul melekat pada ,mukosa lambung dan usus selama 2 jam, sedangkan uji mukoadesif bertujuan untuk melihat seberapa cepat granul dapat melekat pada mukosa lambung dan usus dalam waktu 5 menit (Ahuja et.al.,1997, Suryani et.al, 2009). Pengujian ini hanya dilakukan selama 2 jam, karena setelah 2 jam viabilitas dari jaringan yang digunakan tidak dapat dipertahankan. Pada uji mukoadesif (Lampiran 11 Tabel XIV) granul dari semua formula melekat 100% pada mukosa lambung dan usus setelah 5 menit. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan HPC dan Carbopol 940P dalam berbagai perbandingan dapat bersifat bioadesif pada mukosa lambung dan usus. Gambar 39 dan gambar 40 menunjukkan granul yang menempel sebelum di elusi dan sesudah di elusi dengan cairan lambung. Granul

terlihat mengembang dan menempel kuat pada mukosa jaringan lambung setelah dielusi. Secara teoritis fenomena mukoadesif ini berlangsung melalui dua tahap. Tahap pertama adanya kontak yang erat bahan bioadesif (HPC dan Carbopol 940P) dengan mukus akibat pembasahan permukaan atau pengembangan bahan bioadesif. Tahap kedua yaitu berpenetrasinya bahan bioadesif kedalam celah permukaan jaringan atau interpenetrasi rantai polimer bioadesif dengan mukus. Selanjutnya akan terjadi ikatan kimia yang lemah antara polimer dengan mucin (Lenaert, V. M. & R. Gurry.1990). Hasil uji wash off di lambung dan usus menunjukkan formula yang dapat melekat di usus 100% setelah 2 jam adalah F2 dan F3 dengan perbandingan konsentrasi Carbopol yang lebih tinggi. Carbopol memiliki derajat pengembangan yang lebih besar dan daya lekat yang lebih tinggi di bandingkan HPC sehingga granul mampu bertahan lebih lama di usus ( Anil et.al 2000, Indrawati et. al, 2004). Material bioadesif yang mengandung gugus karboksilat seperti Carbopol dalam suasana asam akan menjadi bentuk asamnya yang akan membentuk ikatan hidrogen dengan asam sialat, rantai oligosakarida, atau pada protein dari mucin. Pada suasana netral atau sedikit basa material bioadesif akan

terionisasi dan terjadi belitan-belitan gugus karboksilat dalam jumlah besar yang disebabkan karena adanya gaya tolak menolak diantara muatan ion sejenis dari gugus karboksilat. Oleh karena itu pada suasana netral atau sedikit basa seperti di usus sebagian besar ikatan berlangsung melalui penetrasi atau interpenetrasi belitan-belitan tersebut pada permukaan mukus serta ikatan sambung silang antara belitan dengan mucin (Anil et.al 2000 ; Ahuja et al., 1997 ; Lee et al., 2000 ; Longer et al., 1985). Kekuatan mukoadesif akan meningkat dengan meningkatnya jumlah polimer, karena sejumlah polimer tersebut akan menghasilkan gugus fungsi yang terdisosiasi

(COOH) yang akan terikat dengan asam sialat pada membran mukosa sehingga akan meningkatkan daya mukoadesif polimer tersebut (Patel. J.K & Patel. M.M 2007).

Interaksi antara polimer mukoadesif dan membrane biologis adalah interaksi elektrostatik diikuti dengan sambung silang rantai polimer, oleh karena itu muatan permukaan pada polimer merupakan faktor penting selama proses adesi ((Mortazavi S.A., & Smart J.D. 1993).

KESIMPULAN

Granul salbutamol sulfat yang dibuat dengan kombinasi hidroksipropil selulosa dan Carbopol 940P dengan berbagai perbandingan memiliki sifat mukoadesif yang baik.

Granul dengan

perbandingan HPC dan Carbopol yang paling baik sifat

mukoadesifnya yaitu granul F2 & F3 dengan perbandingan Carbopol yang lebih tinggi ( 1; 3 ; 1: 4 ) Granul salbutamol sulfat yang di buat dengan kombinasi polimer HPC dan Carbopol 940P dapat mengendalikan pelepasan zat aktif salbutamol sulfat dibandingkan granul yang tidak mengandung polimer. Formula yang paling ideal yang dapat mengurangi laju disolusi yaitu F2 dengan perbandingan HPC dan Carbopol 940P 1 : 3 melepaskan 39,9 % salbutamol sulfat dalam medium aquadest dalam waktu 8 jam.

SARAN

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk mencoba membuat granul mukoadesif salbutamol sulfat dengan jumlah kombinasi polimer yang lain sehingga di peroleh granul yang mampu melepaskan 30% salbutamol sulfat dalam waktu 8 jam

DAFTAR PUSTAKA Abdou, HMJ. (1989), Dissolution Bioavailability and Bioequivalence . Pennsylvania : Mach Publishing Company Ansel, C. H. (1999), Pharmaceutical Dosage Form and Drugs Delivery System, 17th edition. USA : Lippincot William and Wilkins Inc Anonim. (1999). The United States of Pharmacopeia (24 th edition ). New York : United States Pharmacopeia Inc Agoes.G, (2001), Sistem Penghantaran Obat Mukoadesif. Desain Bentuk Sediaan Obat. Teknologi Farmasi Program Pasca Sarjana ITB Bandung. Agoes.G., Darijanto. S.T., Halim. (2000). Pengembangan Sediaan Bioadesif Saluran Cerna Klorpeniramin Maleat. UBI Farmasi, Jurusan Farmasi FMIPA-ITB. Ahuja, A., Khar, R.K., & Ali, J, (1997), Mucoadhesive Drug Delivery System, Drug Dev Ind.Pharm 23 (5) : 489 -515 Anil K. Singla, Manish.C & Amarijit.S, (2000). Potential Application of Carbomer in Oral Mucoadhesive Controled Drug Delivery System : A Review, Drug Development and Industrial Pharmacy, 26 (9), 913 -924 Aulthon, M.E. (1988), Pharmaceutic The Science of Dossage Form Design . Churchil Livingstone, Edin Burg, London, Maelbourne & New York Banakar, U.V. (1991). Pharmaceutical Dissolution Testing , New York : Marcel Dekker inc Bhanja S.B, Ellaiah P, Martha SK, Kar RK, Panigrahi BB. (2009). Buccoadhesive Drug Delivery System of Captopril Formulation and In Vitro Evaluation, J Pharmacy Research 2010, 3 (2), 335-340 Dachriyanus, (2004), Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi , Andalas University Press, Padang Duchene, D. , F Touchard & N. A. Peppas, (1988). Pharmaceutical and Medical Aspect of Bioadhesive System for Drug Administration. Drug Dev Ind Pharm, 14 (2) ; 283 318 Durrani, M.J et al, (1994), Studies on Drug Release Kinetics from Carbomer Matrices, Drug Dev. Ind. Phar., 20 (15), 2349-2447

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia (Edisi IV). Jakarta : Depkes RI Erizal, (2002). Pengembangan Sediaan Lepas Lambat Glibenklamid dengan Sistem Mukoadesif, Tesis Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung Fukuda, M., N.A Peppas, J.W. Mc Ginity. (2006). Floating Hot-Melt Extruded Tablets for Gastroretentive Controlled Drug Release System. J. Controlled Release 115: 121 129. J. M. Llabot, R.H. Manzo, D.A. Allemandi, (2008), Novel Mucoadhesive Extended Release Tablets for Treatment of Oral Candidosis : In Vivo Evaluation of The Biopharmaceutical Perfomance. J. Pharmaceutical Science Vol 98. No 5 Katzung, B.G. (1989). Farmakologi Dasar dan Klinik (Edisi III). Jakarta : Buku Kedokteran EGC Kamath. K.R & K. Park, (1992), Mucosal Adhesive Preparation, in Encyclopedia of Pharmaceutical Technology, Vol. X.Marcel Dekker Inc., New York, 133-159 Lenaert, V. M. & R. Gurry, (1999). Bioadhesive Drug Delivery System. Crc Pres. Bocca Raton Lee, J.W., Park, J.H., & Robinson, J.R. (2000), Bioadhesive-base Dosage Form : The next Generation, J. Pharm Sci, 89 : 7 850-866 (2000) Longer, M.A., Chng, H.S., & Robinson J.R,(1985) Bioadhesive Polymer as Platform for Control Drug Delivery III : Oral Delivery Cholorotiazid Using Bioadhesive Polimer., J. Pharm. Sci 74 : 4, 406-411 Lachman, L., H.A. Lieberman & J.L. Kanig. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri 2. Edisi ketiga. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. Universitas Indonesia Press, Jakarta. hal: 643-736. Mortazavi S.A., Smart. J,D., (1993), An investigation into the role of water movement and mucus gel dehydration in muchoadhesion, J. Control Rel, 1993 ; 25 ; 197-203 N.K. Jain, (2000) Controlled and Novel Drug Delivery. Page No: 65-75; 371-377. Nelly S, Farida S, Astri Fajriani, (2009). Kekuatan Gel Gelatin Tipe B Dalam Formulasi Granul Terhadap Kemampuan Mukoadesif, Makara Kesehatan Vol 13 No 1, Hal 1-4 Patel Jk, Patel MM. (2007), Stomach Spesific anti-Helicobacter pylory therapy : Preparation and evaluation of Amoxicilin loaded Chitosan Mucoadehesive Microsphere. Cur Drug Delivery 4 : 41-50

Peppas, A,. N., Litlee, D.M., & Huang, Y. (2000) Bioadhesive Controled Release System, dalam Handbook of Pharmaceutical Controled Release Technology , Bab22, Wilse, L.D., Editor, Marcel Dekker, Inc, New York, 264 Reynold, J.E.F, (1982), Martindale Extra Pharmacopeia, 28th Ed, The Pharmaceutical Press, London Sanjay. S. Soni, Rawat, K.M., (2010), In Vitro and In Vivo Evaluation of Buccal Bioadhesive Film Containing Salbutamol Sulphate, Chem. Pharm, Bull. 58 (03) 307 -311. Shargel, L., Wu Pong, S., & Yu, A.B.C. (1999). Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics (5th Edition), 85-86, Mc. Singapore : Graw and Hill Teti. I, Agoes. G., Yulinah. E., Cahyati. Y., (2005). Uji daya Lekat Mukoadesif In Vitro beberapa Eksipient Polimer Tunggal dan Kombinasinya Pada Lambung dan Usus Tikus. Jurnal Matematika dan Sains Vol 10 No 2, hal 45-51. Voight, R. (1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi (Edisi V), diterjemahkan oleh Sundari Noerono. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press Visnu, M. Patel, Bhupendra. G, Prajapati, Harsa, V. Patel. (2007). Mucoadhesive Bilayer Tablet of Propanolol Hydrochloride, AAPS PharmSciTech ; 8 (3) Wade, A. & P.J. Weller. (1994). Handbook of Pharmaceutical Excipient . Second edition. The Pharmaceutical Press, London.

BIODATA Penulis dilahirkan pada tanggal 4 Desember 1976 di Pekanbaru sebagai anak kedua dari Ayah Dodi dan Ibu Ningsih. Penulis menamatkan SD pada tahun 1989 di SD Negeri 02 Bukittinggi , SMP tahun 1992 di SMPN 4 Pekanbaru dan SLTA tahun 1995 pada Sekolah Menengah Farmasi SMF IKASARI Pekanbaru. Penulis memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada bulan Mei 2003 dan gelar Apoteker pada Universitas Andalas pada bulan Oktober 2004. Sejak tahun 2006 sampai sekarang penulis bertugas sebagai staf pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau (STIFAR) Pekanbaru. Penulis telah menikah dan mempunyai satu orang putra. Pada tahun 2009 memperoleh kesempatan meneruskan pendidikan pada Program Pascasarjana Universitas Andalas Padang.

You might also like