You are on page 1of 7

PERCOBAAN III PENENTUAN BILANGAN KOORDINASI ION KOMPLEKS DENGAN METODE PERBANDINGAN MOL

I. TUJUAN PERCOBAAN Menentukan bilangan koordinasi Cu2+ dengan diphenilamin

II.

ALAT 1. Dragball 2. Gelas beker 50 ml 3. Pipet ukur 4. Kuvet 5. Erlenmeyer 25 ml 6. Seperangkat alat Spektrofotometer UV-VIS 1 buah 2 buah 2 buah 2 buah 8 buah

Gambar alat

III.

BAHAN 1. Larutan CuCl2.2H2O 2. Diphenilamin 3. Metanol 40 ml 7 ml secukupnya

IV.

DASAR TEORI Suatu kompleks akan terbentuk jika suatu logam direaksikan dengan suatu ligan, misalnya ion Cu2+ dengan H2O membentuk [Cu(H2O)6]2+. Enam molekul air yang terkoordinasi dapat diganti oleh ligan-ligan lain dalam larutan yang dapat terikat lebih kuat. Sebagai contoh penukaran H2O oleh NH3 dapat membentuk berbagai macam kompleks tergantung dari banyaknya ligan pengganti (NH3). Setelah membentuk [Cu(NH3)4]2+, penambahan amoniak berikutnya sulit membentuk kompleks baru, dengan kata lain harga frekuensi atau lamda maksimum kompleks tetap. Jika dibuat grafik lamda maksimum sebagai ordinat dan perbandingan mol NH3 dan mol Cu2+ dan selanjutnya dapat ditarik suatu garis singgung yang menyatakan perbandingan mol Cu2+ : mol NH3 pada kompleks tersebut. (Tim Kimia Anorganik II, 2013)

Jika ada dua zat yang sederhana bergantung atau berkoordinasi maka akan terbentuk suatu senyawa yang lebih kompleks dimana gugus yang terikat pada ion logam pusat disebut ligan. Gabungan ion logam pusat dengan ligannya disebut ion kompleks dan senyawa netral yang mengandung dinamakan senyawa koordinasi. Daerah dari sekitar ion logam pusat disebut lengkung koordinasi. Jumlah kedudukan dalam lengkung koordinasi yang dapat ditempuh oleh ligan adalah bilangan koordinasi dari ion logam pusat. Ligan adalah spesies yang memiliki atom yang dapat menyumbangkan sepasang elektron pada suatu tempat tertentu dalam lengkung koordinasi. Sehingga ligan merupakan basa lewis dan ion logam adalah atom lewis. Jika ingin hanya menyumbangkan sepasang elektron (misalnya NH3) maka disebut ligan unidental, sedangkan ligan yang dapat menyumbangkan lebih dari sepasang elektron dari atom yang berbeda dalam struktur geometri ion logam. (Esmarch, S. G., 1998)

Karena molekul air adalah pemberi pasangan elektron maka dapat disimpulkan bahwa ion logam dan air akan berada dalam bentuk senyawa kompleks

dengan air. Bilangan koordinasi yang menyatakan jumlah ruangan yang tersedia disekitar atom atau ion pusat yang disebut bulatan koordinasi yang masing-masing dapat ditempuh satu ligan (monodentat). Ion-ion molekul organik sederhana seperti NH3, CN-, Cl-, dan H2O membentuk ligan monodentat, yaitu suatu ion atau molekul menempati salah satu ruangan yang tersedia disekitar ion pusat dalam bulatan koordinasi tetapi ligan tridentat, dan tetrahidral dikenal orang, kompleks yang terdiri dari ligan-ligan polidentat sering disebut split. (Vogel, 1979) Spektra visible pada larutan yang mengandung Cu2+ berbentuk pita tunggal asimetris yang melebar. Ini adalah spektra karena transisi pada kompleks tetrahedral [Cu(H2O)6]2+. Jika amoniak dimasukkan kedalam kompleks [Cu(H2O)n] [(NH3)6-n]2+ dengan n = 1, 2, 3, ..., 6. Substitusi oleh amonia ditunjukkan dengan pergeseran panjang gelombang maksimal perpanjangan gelombang yang lebih pendek. (Cotton A, Wilkinson, 1994)

Ikatan antara inti dan ligan bersifat kovalen yaitu terjadi karena sepasang elektron dipakai bersama antara kedua atom yang berikatan. Dalam ikatan kovalen biasa, kedua pihak masing-masing memberikan satu elektron sehingga terbentuklah pasangan elektron tersebut. Dalam membentuk kompleks, ion logam tidak memberikan elektron, karena sebagai ion positif ia tidak mempunyai elektron bebas untuk keperluan tersebut maka kedua elaktron disediakan oleh ligan. Ikatan kovalen yang terjadi karena kedua elektron dari pasangan diberikan oleh satu pihak saja, disebut ikatan kovalen koordinasi. (Svehla, 1990)

V.

CARA KERJA 1. Seri larutan untuk penentuan bilangan koordinasi kompleks [Cu(Difenilamine)n]2+. 2. Membuat campuran larutan CuCl2.2H2O di dalam metanol dengan difenilamin di dalam metanol dengan perbandingan sebagai berikut : 3. Mengukur masing-masing seri larutan tersebut menggunakan spektrofotometer UVVIS, sehingga memperoleh harga panjang gelombang yang berbeda-beda. 4. Mengumpulkan gabungan hasil spektra dari larutan tersebut pada suatu tempat. 5. Mencetak hasil spektra pada langkah no.4

6. Melakukan analisa terhadap hasil spektra yang diperoleh dengan cara mengeplotkan pada suatu grafik mmol difenilamine/mmol Cu(II) sebagai absisnya dan lamda () maksimum sebagai ordinatnya dan selanjutnya menarik suatu garis singgung yang menyatakan perbandingan mol logam : ligan dari kompleks yang terbentuk.

VI.

HASIL PENGAMATAN No 1 2 3 4 5 6 7 8 logam : ligan 1:0 1:1 1:2 1:3 1:4 1:5 1:6 1:7 maks 863,99 866,03 860,06 860,9 859,81 860,02 861,23 861,68

VII. PEMBAHASAN Percobaan kali ini bertujuan untuk menentukan bilangan koordinasi Cu2+ dengan diphenilamin. Prinsip percobaan ini adalah menentukan bilangan koordinasi Cu2+ dalam kompleks (Cu(C6H5)2NH)nCl2.H2O menggunakan spektrofotometri dengan mengukur panjang gelombang maksimum larutan dengan menggunakan variasi mmol diphenilamin. Motede yang digunakan pada percobaan ini adalah perbandingan mol, jadimol Cu2+ dibuat tetap sedangkan diphenilamin dibuat bervariasi. Pada percobaan ini digunakan larutan CuCl2.2H2O dimana CuCl2.2H2O ini merupakan kristal yang berhidrat atau mengikat air, sehingga jika dilarutkan dalam air akan menyebabkan Cu2+ ini menjadi lebih banyak dilingkupi air (proses sulvasi), sehingga pembentukan senyawa kompleks Cu(II) dengan diphenilamin akan sulit dan berlangsung lambat sehingga digunakan pelarut yang bersufat mengikat hidrat. Oleh karena itu digunakan pelarut methanol untuk mempermudah proses pembentukan senyawa kompleks Cu(II) dan berlangsung cepat. Langkah pertama adalah larutan CuCl2.2H2O dimasukan dalam erlenmeyer selanjutnya ditambahkan diphenilamin dengan variasi volume pada masing-masing 0 ml; 0,25 ml; 0,5 ml; 0,75 ml; 1 ml; 1,25

ml; 1,5 ml; dan 1,75 ml. Penambahan diphenilamin bertujuan sebagai pembentuk ligan yang akan membentuk senyawa kompleks dengan ion pusat Cu2+ dari CuCl2.2H2O. Setelah ditambahkan diphenilamin larutan CuCl2.2H2O berubah dari hijau muda menjadi hijau semakin tua hingga volume diphenilamin paling banyak warna hijau paling tua. Hal ini disebabkan adanya reaksi yang membentuk kompleks baru yaitu [Cu(diphenilamin)n]2+ dimana H2O sebagai ligan yang mengelilingi Cu digantikan oleh molekul diphenilamin dan warna kompleks menjadi hijau tua. Reaksi yang terjadi adalah : CuCl2.2H2O + CH2OH Cu(CH2OH)nCl2.2H2O + (C6H5)2NH Cu(CH2OH)nCl2.2H2O [Cu(C6H5)2NH]nCl2.H2O

Pada prinsipnya, proses pembentukan dari senyawa kompleks dengan warna koordinasi adalah pemindahan satu atau lebih pasangan elektron dari ligan ke ion logam. Jadi ligan (diphenilamin) disini bertindak sebagai pemberi elektron dan ion logam yaitu Cu sebagai penerima elektron. Jumlah ligan yang dapat diikat oleh ion logam itu disebut sebagai bilangan koordinasi senyawa kompleks. Bilangan koordinasi juga dapat menyatakan jumlah ruangan yang tersedia disekitar atom atau ion pusat. Setelah larutan ditambahkan diphenilamin, kemuadian masing-masing larutan diukur panjang gelombang maksimum dengan menggunakan spektrofometer UV-VIS. Prinsip dari spektrofotometer UV-VIS adalah sinar dari sumber sinar oleh monokromator diubah menjadi lebih monokromatis yang kemudian diserap oleh sel pengabsorbsi yang berupa kompleks berwarna. Hal ini menyebabkan terjadinya suatu interaksi antara energi yaitu sinar berupa ultraviolet maupun visible dengan materi yang berupa kompleks [Cu(diphenilamin)n]2+ pada keadaan dasar tereksitasi ketingkat yang lebih tinggi. Pada percobaan ini menggunakan alat spektrofotometri UV-VIS doublebeam, doublebeam ini mempunyai dua sinar yang dibentuk oleh potongan cermin yang berbentuk v yang disebut pemecah sinar. Sinar pertama melewati larutan blangko dan sinar kedua secara serentak melewati sampel. Langkah awal untuk menggunakan alat ini adalah mengkalibrasi alat menggunakan larutan blanko. Larutan blangko yang digunakan adalah metanol, karena metanol merupakan pelarut sampel. Larutan blangko berfungsi untuk mengkalibrasi alat agar absorbansi yang terbaca oleh alat adalah absorbansi senyawa kompleks. Kedua kuvet diisi metanol dimasukan, lalu diletakan pada alat spektrometer UV-VIS untuk dikalibrasi. Setelah dikalibrasi, salah satu kuvet dikeluarkan dan diganti dengan

larutan sampel 7/8 bagian kuvet kemudian dimasukan kembali untuk dihitung panjang gelombang maksimumnya. Begitu seterusnya hingga semua sampel telah memperoleh nilai panjang gelombangnya. Dari data hasil percobaan dapat diketahui bahwa panjang gelombang maksimum naik turun tidak beraturan. Sedangkan menurut literatur semakin banyak diphenilamin yang ditambahkan maka semakin pendek panjang gelombang maksimumnya. Hal ini disebabkan oleh terjadi penggantian ligan metanol pada Cu2+ oleh ligan diphenilamin yang mempunyai kekuatan lebih besar daripada ligan metanol. Panjang gelombang berbanding terbalik dengan energi, sehingga dengan bertambahnya diphenilamin maka panjang gelombang maksimum akan bergeser ke arah yang lebih pendek. Pergeseran panjang gelombang ini akan berhenti saat penambahan diphenilamin tidak berpengaruh pada kompleks tersebut atau dengan kata lain disaat ligan metanol telah terdesak seluruhnya oleh ligan diphenilamin. Pada saat itulah terbentuk senyawa kompleks Cu2+ yang stabil karena ligan diphenilamin yang ditambahkan sudah diikat oleh ion logam Cu2+. Langkah selanjutnya, setelah didapatkan data dilakukan penetuan bilangan koordinasi Cu2+ dengan membuat plot pada grafik antara perbandingan mmol diphenilamin/mmol Cu(II) sebagai absisnya (x) dan maksimum sebagai ordinatnya (y). Bilangan koordinasi dilihat dari kestabilan grafik pada tertentu. Sehingga dapat dicari jumlah perbandingan mol atom pusat. Pada grafik yang telah dibuat dihasilkan perbandingan mmol dhipenilamin : mmol Cu2+. Dengan demikian dapat diketahui bilangan koordinasinya sebesar 6 sehingga membentuk kompleks

[Cu(C6H5)2NH]6Cl2.H2O. Bilangan koordinasi yang diperoleh berbeda dengan literatur yaitu 4. Hal ini disebabkan oleh penambahan diphenilamin yang kurang tepat sehingga mempengaruhi konsentradi yang dibentuk.

VIII. KESIMPULAN 1. Diphenilamin merupakan ligan yang lebih kuat daripada metanol sehingga kompleks Cu2+ dengan metanol akan terdesak oleh diphenilamin dan posisi metanol akan tergantikan oleh diphenilamin sebagai ligannya. 2. Semakin kuat ligan maka panjang gelombang maksimum semakin pendek,

semakin banyak ligan yang mengikat maka panjang gelombang akan semakin kecil serta energi yang dihasilkan semakin besar.

3. Penentuan bilangan koordinasi Cu2+ dapat dilakukan dengan spektrofotometri UV-VIS yaitu melalui perbandingan mmol CuCl2 dengan mmol diphenilamin, dengan reaksi : CuCl2.2H2O + CH2OH Cu(CH2OH)nCl2.2H2O [Cu(C6H5)2NH]nCl2.H2O

Cu(CH2OH)nCl2.2H2O + (C6H5)2NH

4. Dari hasil percobaan yang diperoleh, bilangan koordinasi Cu2+ adalah 6. Jadi kompleks yang terbentuk [Cu(C6H5)2NH]6Cl2.H2O. 5. Penetuan bilangan koordinasi Cu2+ dilakukan dengan metode perbandingan mol dengan bantuan grafik mmol diphenilamin : mmol Cu panjang gelombang maksimum.

IX.

DAFTAR PUSTAKA Cotton A, Wilkinson. 1994. Kimia Anorganik. Jakarta: UI Press. Esmarch, S. G. 1998. Fundamental Concept of Inorganic Chemistry. New York. Svehla. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Bagian

1. Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka. Tim Kimia Anorganik II. 2013. Petunjuk Praktikum Kimia Anorganik II. Surakarta : FMIPA UNS Vogel. 1979. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: PT. Kalman

LAMPIRAN laporan sementara grafik

Mengetahui, Asisten Pembimbing

Surakarta, 9 April 2013 Praktikan,

Rosyid

Dewi Ariyani

You might also like