You are on page 1of 6

Nama Nim Study kasus

: Afrodita Indayana : J3B110049 : Kupang

Laporan Inventarisasi Dinamika dan Perilaku Budaya di Kawasan Non Perkotaan


N o 1 Elemen Kebudaya an Bahasa Kupang dipengaruhi oleh sejarah dari kota Kupang yang didatangi oleh berbagai macam pendatang yang Bahasa menyebabkan suatu proses akulturasi dan asimilasi hingga inovasi bahasa ang ada pada keseharian masyarakat perkotaan yang ada di Kupang 2 Sistem Kekerabat an Kupang adalah salah satu kota yang memiliki berbagai macam etnis dilihat dari berbagai macam agama, dan budaya yang ada hal tersebut sehingga mempengaruhi proses sosiologi sistem kekerabatan yang berbeda beda di Kupang Sistem kekerabat an ini menganut dari zaman nenek moyang Pengaruh banyaknya etnis dan kepercayaan yang berbeda Adanya Inovasi berupa perkawinan Tambik Merupakan suatu kearifan lokal yang dapat dipelajari http://www.ipcos.or.id/a rticles/32participation/42partisipasi-publik-dalamproses-kebijakan-dimasatransisi.html?start=3 [Di akses : Jumat , 11.44 WIB] http://simta.uns.ac.id/cari TA.php?act=daftTA&sub =new&fr=det&idku=149 3 [Di akses : Jumat , 13.16 WIB] Sejak sekitar delapan ribu tahun yang lalu hingga sekarang melalui para pelaut yang bermigrasi ke setiap daerah di Nusantara Adanya akulturasi bahasa dengan dibuktikannya masuknya bahasa tersebut kedalam rumpun bahasa Austronesia http://www.nttprov.go.id /ntt_09/index.php?hal=s enbud [Di akses : Jumat , 10.05 WIB] http://gerlanmanu.wordp ress.com/category/bahas a/ [Di akses : Jumat , 11.14 WIB] Deskripsi Awal Waktu Pemicu Perubahan Bentuk Potensi Wisata Sumber

1. Bahasa Kamus besar bahasa Indonesia menyebutkan bahwa bahasa merupakan sistem lambang bunyi yg arbitrer, yg digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Secara umum bahasa juga merupakan suatu instrument vital dalam suatu proses interaksi dan komunikasi antar individu, maupun antar golongan. Kupang adalah suatu ibu kota provinsi yang berisi penduduk dari berbagai macam etnis dan golongan, Hal tersebut dipengaruhi oleh latar belakang sejarah kota Kupang yang merupakan salah satu kota yang menjadi tempat persinggahan Portugis pada zaman dahulu, yang membawa berbagai macam etnis dari berbagai macam daerah yang disinggahinya sebelum singgah di Kupang. Malaka merupakan salah satu daerah yang disinggahi oleh portugis, karena pada waktu itu malaka merupakan salah satu pusat perdagangan dunia pada masanya. Singgahnya bangsa portugis di Malaka kemudian singgah di beberapa daerah lain di Indonesia dan akhirnya di Kupang secara langsung maupun tidak langsung membawa dampak yang cukup besar dalam sistem komunikasi verbal yang digunakan untuk berbagai kegiatan vital masyarakat. Fakta tersebut membuktikan bahwa hal tersebut akan mempengaruhi dinamika budaya masyarakat Kupang. Dinamika yang terjadi dibuktikan dengan fakta akulturasi bahasa yang terjadi dimana adanya sebuah kasus percampuran budaya bahasa yang terjadi antara budaya lokal dengan budaya pendatang. Proses akulturasi tersebut sehingga mempengaruhi proses terjadinya asimilasi yang berarti ada sebuah proses penyesuaian atas terjadinya proses akulturasi budaya bahasa, dari proses tersebut telah terbukti dengan lahirnya sebuah bahasa hasil akulturasi dan asimilasi bahasa salah satunya disebut Bahasa Melayu Kupang (BMK). Bahasa Melayu Kupang adalah sebuah bahasa yang digunakan oleh masyarakat Kupang khusunya pada perkotaan dalam kegiatan sehari hari. Dinamika akulturasi budaya tersebut namun tidak sampai mempengaruhi secara spesifik daerah non perkotaan yang ada di Kupang, hal tersebut dikarenakan masih sangat kentalnya kearifan lokal berupa keberadaan beragamnya suku yang ada di sekitar Kupang. Masyarakat non perkotaan Kupang tidak terikat pada suatu bahasa yang telah digunakan pada masyarakat perkotaan Kupang, yaitu Bahasa Melayu Kupang. Daerah lain diluar Kupang menggunakan bahasa verbal sehari harinya menurut suku daerahnya masing masing, sebagai contoh

1. Pulau Timor, Rote, Sabu, dan pulau-pulau kecil disekitarnya menggunakan bahasa Kupang, Melayu Kupang, Dawan Amarasi, Helong Rote, Sabu, Tetun, Bural 2. Pulau Alor dan pulau-pulau disekitarnya menggunakan Bahasa Tewo kedebang, Blagar, Lamuan Abui, Adeng, Katola, Taangla, Pui, Kolana, Kui, Pura Kang Samila, Kule, Aluru, Kayu Kaileso 3. Pulau Flores dan pulau-pulau disekitarnya menggunakan Bahasa melayu, Laratuka, Lamaholot, Kedang, Krawe, Palue, Sikka, lio, Lio Ende, Naga Keo, Ngada, Ramba, Ruteng, Manggarai, bajo, Komodo 4. Pulau Sumba dan pulau-pulau kecil disekitarnya menggunakan Bahasa Kambera, Wewewa, Anakalang, Lamboya, Mamboro, Wanokaka, Loli, Kodi Bahasa ini telah menjadi suatu bahasa daerah atau media komunikasi verbal yang digunakan masyarakat setempat selain bahasa Indonesia. Setiap bahasa yang berada pada setiap daerah di Kupang mempunyai ciri khas yang berbeda beda dari segi dialek, maupun penulisan, namun pada dasarnya jika ditelusuri lebih dalam mengenai sastra bahasa yang ada di Kupang dan sekitarnya, semua bahasa yang dianut tersebut termasuk dalam satu Rumpun Bahasa Austronesia, sehingga meskipun memiliki sedikit perbedaan pada ciri khas yang ada pada setiap bahasa, tetap akan ada kesamaan disetiap bahasanya. Rumpun bahasa Austronesia adalah sebuah rumpun bahasa yang sangat luas

penyebarannya di dunia dari Taiwan dan Hawaii di ujung utara sampai Selandia Baru (Aotearoa) di ujung selatan dan dari Madagaskar di berarti ujung barat sampai Pulau Selatan" dan Paskah (Rapanui) berasal di

ujung timur.

Austronesia

"Kepulauan

dari bahasa

Latin austrlis yang berarti "selatan" dan bahasa Yunani nsos yang berarti "pulau", dari penjelasan tersebut menyimpulkan bahwa Bahasa yang dianut di daerah Kupang telah mengalami proses akulturasi budaya sejak sekitar delapan ribu tahun yang lalu. Proses penyebaran ialah melalui para pelaut yang bermigrasi ke setiap daerah di Nusantara. Berdasarkan fakta tesebut telah dibuktikan bahwa selalu ada proses akulturasi dalam setiap penelusuran asal usul bahasa. Keberagaman bahasa yang ada di daerah sekitar Kupang akan disimulasikan dengan penuturan bahasa yang ada di kupang, yang akan mengambil contoh kasus mudah, yaitu Bahasa kupang. Penutur utama Sub-bahasa Kupang adalah masyarakat Kupang, namun masyarakat lain

di daratan Timor terutama di kota Soe (Kabupaten TTS), Kefamenanu (Kabupaten TTU) dan Atambua (Kabupaten Belu) juga menggunakan bahasa ini dalam pergaulan sehari-hari. Masyarakat Kabupaten Sabu-Raijua dan Rote-Ndao, dua kabupaten pulau yang terletak dekat Kupang juga menggunakan bahasa ini dalam pergaulan sehari-hari terutama di perkotaan. Tentu saja Sub-bahasa Kupang memiliki lokalitas yang juga dipengaruhi oleh bahasa asing, namun unsur lokalitas cukup dominan. Istilah Umum tidak saya lagi Mobil Jangan Dengan Punya Juga Kita Pergi Kecil Curang Pencuri Dulu =sonde atau cukup son = beta atau cukup be = lai = oto = jang = deng = pung = ju = katong/betong = pi = kici = paricuk = pancuri = dolo Bahasa Kupang telah terbukti merupakan salah satu bahasa yang merupakan hasil akulturasi dari berbagai macam daerah dengan melihat banyaknya kosa kata yang mirip dengan bahasa dari daerah lain, karena termasuk dalam satu Rumpun Bahasa Austronesia Proses terjadinya sebuah dinamika budaya selalu menghasilkan akulturasi, asimilasi dan inovasi yang pada dasarnya mempunyai tujuan yang baik untuk masyarakat Kupang khususnya. Fakta tersebut telah disepakati dengan aplikasi bahasa yang telah dilakukan sejak zaman nenek moyang mereka, dan pada dasarnya proses tersebut juga tidak mengganggu kearifan lokal yang

ada, Karena proses dinamika ini terlahir akibat perilaku masyarakat yang menyepakati tentang adanya suatu proses dinamika bahasa yang akhirnya di aplikasikan hingga sekarang.

5. Sistem Kekerabatan Kupang merupakan daerah yang telah melalui proses pengaruh dinamika budaya dengan akulturasi, asimilasi, dan inovasi dari masyarakat yang sekitar. Pengaruh yang dihasilkan tidak hanya pada elemen bahasa saja, namun pengaruh dinamika ini juga mempunyai efek hingga perilaku sosiologis yang dianut oleh masyarakat. Perilaku sosiologis tersebut berupa sistem kekerabatan, namun tidak seberagam di daerah perkotaan yang disebabkan oleh banyaknya suku pendatang yang ikut tinggal berdomisili di Kupang, sehingga mempunyai sistem kekerabatan yang beragam dan bervariasi, di daerah sekitar Kupang khususnya daerah non perkotaan, memiliki sistem kekerabatan patrilineal/patriakhat yang sangat kuat. Jenis kelamin (gender) bisa merupakan kendala. Pejabat/aparat pemerintah desa atau setempat yang laki-laki tidak menerima pendapat, saran dan argumen bila yang mengajukan adalah warga masyarakat dari kalangan perempuan. Fakta tersebut merupakan salah satu contoh dari system kekerabatan secara umum pada daerah non perkotaan yang ada di sekitar Kupang, ada pula system kekerabatan lain melalui metode yang berbeda yang merupakan salah satu inovasi untuk mematahkan fakta ketentuan system kekerabatan patrilineal . Perkawinan Tambik Anak atau dalam bahasa Belanda disebut inlijfhuweljik adalah contoh kasus system kekerabatan dengan metode perkawinan yang terjadi karena adanya satu keluarga yang hanya mempunyai satu anak wanita (tunggal), maka anak wanita itu harus menikah dengan pria yang kemudian untuk menjadi suaminya dan mengikuti kerabat istri. Sehingga garis keturunannya akan diteruskan oleh menantu, sedangkan anak-anaknya akan menarik garis keturunan melalui ibunya. Perkawinan Tambik Anak dilatar belakangi oleh keinginan untuk meneruskan garis keturunan, mencegah tindakan semena-mena dari suami kepada istri, maupun wujud rasa sayang keluarga kepada anak perempuan. Pelaksanaan Perkawinan Tambik anak ini hampir tidak ada bedanya dengan perkawinan adat daerah Lahat pada umumnya. Hanya saja seiring perkembangan zaman, pelaksanaan dari Perkawinan Tambik anak ini mulai dilupakan. Hal ini dikarenakan terjadi pergeseran, yaitu pergeseran Struktur keluarga dan kekerabatan dari keluarga besar (ekstended family) ke arah keluarga kecil (nuecler family) ,yang berdampak pada berkurangnya atau hilangnya sikap kebersamaan, gotong royong,

serta tanggung jawab antara anggota keluarga dalam satu garis keturunan. Garis keturunan dianggap tidak penting lagi, sehingga otomatis dengan pemahaman seperti itu, pelaksanaan perkawinan tambik anak sebagai solusi permasalahan untuk meneruskan garis keturunan patrilineal bagi keluarga yang tidak memiliki anak laki-laki akan dianggap tidak berguna lagi. Sistem kekerabatan non perkotaan di Kupang telah mempunyai ketentuan bahwa system kekerabatan patrileneal, merupakan salah satu system kekerabatan yang dianut di kawasan non perkotaan Kupang. Hal tersebut terjadi karena tingginya kearifan lokal yang berada pada masyarakat non perkotaan belum banyak tercampur oleh berbagai pemahaman dari masyarakat pendatang, namun fakta perkawinan tambik merupakan salah satu bukti nyata inovasi yang dilakukan oleh masyarakat sekitar daerah non perkotaan Kupang, yang mematahkan kesan arogansi masyarakat lelaki mengenai penganutan system kekerabatan patrileneal pada masyarakat non perkotaan di Kupang.

You might also like