You are on page 1of 5

BK dan Masalahnya

Posted by ANDY ABE at 20.15 Bimbingan dan Konseling dalam perjalanannya masih banyak menghadapi beberapa hambatan dan problematika. Bimbingan Konseling masih jalan tersendat-sendat dalam pelaksanaanya, baik itu dalam lingkup sekolah, masyarakat, kerja ataupun organisasi. Hambatan dan problematika itu sendiri sebenarnya bukan disebabkan faktor eksternal tetapi pada dasarnya bersumber dari faktor internal. Bimbingan dan konseling hingga kini masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Pandangan ini timbul disebabkan karena memang kurangnya profesionalitas dan dedikasi yang tinggi dari orang-orang menekuni bidang bimbingan dan konseling. A. Problematika Eksternal (Masyarakat) Problematika dalam pelaksanaan BK di masyarakat pada dasarnya disebabkan karena adanya pandangan yang keliru dari masyarakat. Pandangan yang keliru tersebut antara lain : 1. Layanan Bimbingan dan Konseling dapat dilakukan oleh siapa saja Benarkah pekerjaan bimbingan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja? Jawabannya bisa saja benar dan bisa pula tidak. Jawaban benar, jika bimbingan dan konseling dianggap sebagai pekerjaan yang mudah dan dapat dilakukan secara amatiran belaka. Sedangkan jawaban tidak, jika bimbingan dan konseling itu dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan dan teknologi (yaitu mengikuti filosopi, tujuan, metode, dan asas-asas tertentu), dengan kata lain dilaksanakan secara profesional. Salah satu ciri keprofesionalan bimbingan dan konseling adalah bahwa pelayanan itu harus dilakukan oleh orang-orang yang ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keahliannya itu diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang cukup lama di Perguruan Tinggi, serta pengalaman-pengalaman. Sesungguhnya orang yang paling baik kamu ambil untuk bekerja kepada kita adalah orang yang kuat lagi terpercaya. (QS Al Qashash: 26) Apabila suatu urusan itu tidak diserahkan kepada ahlinya, maka kehancurannya. (Shahih Bukhari, kitab Ar-Riqaq, Bab Rafil Amanah 11: 333) 2. Bimbingan dan Konseling hanya untuk orang yang bermasalah saja Sebagian orang berpandangan bahwa BK itu ada karena adanya masalah, jika tidak ada maka BK tidak diperlukan, dan BK itu diperlukan untuk membantu menyelesaikan masalah saja. Memang tidak dipungkiri bahwa salah satu tugas utama bimbingan dan konseling adalah untuk membantu dalam menyelesaikan masalah. Tetapi sebenarnya juga peranan BK itu sendiri adalah melakukan tindakan preventif agar masalah tidak timbul dan antisipasi agar ketika masalah yang sewaktu-waktu datang tidak berkembang menjadi masalah yang besar. Kita pastinya tahu semboyan yang berbunyi Mencegah itu lebih baik daripada mengobati. 3. Keberhasilan layanan BK tergantung kepada sarana dan prasarana Sering kali kita temukan pandangan bahwa kehandalan dan kehebatan seorang konselor itu disebabkan dari ketersediaan sarana dan prasarana yang lengkap dan mutakhir. Seorang konselor yang dinilai tidak bagus kinerjanya, seringkali berdalih dengan alasan bahwa ia kurang tunggulah

didukung oleh sarana dan prasarana yang bagus. Sebaliknya pihak konseli pun terkadang juga terjebak dalam asumsi bahwa konselor yang hebat itu terlihat dari sarana dan prasarana yang dimiliki konselor. Pada hakikatnya kehebatan konselor itu dinilai bukan dari faktor luarnya, tetapi lebih kepada faktor kepribadian konselor itu sendiri, termasuk didalamnya pemahaman agama, tingkah laku sehari-hari, pergaulan dan gaya hidup. 4. Konselor harus aktif, sedangkan konseli harus/boleh pasif Sering kita temukan bahwa konseli sering menyerahkan sepenuhnya penyelesaian masalahnya kepada konselor, mereka menganggap bahwa memang itulah kewajiban konselor, terlebih lagi jika dalam pelayanan Bk tersebut konseli harus membayar. Hal ini terjadi sebenarnya juga disebabkan karena tak jarang konselor yang membuat konseli itu menjadi sangat berketergantungan dengan konselor. Konselor terkadang mencitrakan dirinya sebagai pemecah masalah yang handal dan dapat dipercaya. Konselor seperti ini biasanya berorientasi pada ekonomi bukan pengabdian. Tak jarang juga konselor yang enggan melepaskan konselinya, sehingga dia merekayasa untuk memperlambat proses penyelesaian masalah, karena tentunya jika tiap pertemuan konseli harus membayar maka akan semakin banyak keuntungan yang diperoleh konselor. 5. Menganggap hasil pekerjaan Bimbingan dan Konseling harus segera terlihat Seringkali konseli (orangtua/keluarga konseli) yang berekonomi tinggi memaksakan kehendak kepada konselor untuk dapat menyelesaikan masalahnya secepat mungkin tak peduli berapapun biaya yang harus dikeluarkan. Tidak jarang konselor sendiri secara tidak sadar atau sadar (karena ada faktor tertentu) menyanggupi keinginan konseli yang seperti ini, biasanya konselor ini meminta kompensasi dengan bayaran yang tinggi. Yang lebih parah justru kadang ada konselor itu sendiri yang mempromosikan dirinya sebagai konselor yang mampu menyelesaikan masalah secara tuntas dan cepat. Pada dasarnya yang mampu menganalisa besar/kecil nya masalah dan cepat/lambat nya penanganan masalah adalah konselor itu sendiri, karena konselor tentunya memahami landasan dan kerangka teoritik BK serta mempunyai pengalaman dalam penanganan masalah yang sejenisnya. B. Problematika Internal (Konselor) Masalah yang timbul diluar sebenarnya berasal dari para konselor itu sendiri, pandangan para konselor yang salah akan BK menyebabkan mereka salah langkah dalam memberikan pelayana BK. Pandangan yang salah tersebut antara lain : 1. Menyamakan pekerjaan Bimbingan dan Konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater Dalam hal-hal tertentu memang terdapat persamaan antara pekerjaan bimbingan dan konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater, yaitu sama-sama menginginkan konseli/pasien terbebas dari penderitaan yang dialaminya, melalui berbagai teknik yang telah teruji sesuai dengan masing-masing bidang pelayanannya, baik dalam mengungkap masalah konseli/pasien, mendiagnosis, melakukan prognosis atau pun penyembuhannya. Kendati demikian, pekerjaan bimbingan dan konseling tidaklah persis sama dengan pekerjaan dokter atau psikiater. Dokter dan psikiater bekerja dengan orang sakit sedangkan konselor bekerja dengan orang yang normal (sehat) namun sedang mengalami masalah. Cara penyembuhan yang dilakukan dokter atau psikiater bersifat reseptual dan pemberian obat, serta

teknis medis lainnya, sementara bimbingan dan konseling memberikan cara-cara pemecahan masalah secara konseptual melalui pengubahan orientasi pribadi, penguatan mental/psikis, dan modifikasi perilaku. 2. Menyama-ratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien Walau mungkin masalah yang dihadapi konseli sejenis atau sama tetapi tetap saja tidak bisa disamaratakan dalam penyelesaiannya. Cara apapun yang akan dipakai untuk mengatasi masalah haruslah disesuaikan dengan pribadi klien dan berbagai hal yang terkait dengannya.Tidak ada suatu cara pun yang ampuh untuk semua klien dan semua masalah. Masalah yang tampaknya sama setelah dikaji secara mendalam mungkin ternyata hakekatnya berbeda, sehingga diperlukan cara yang berbeda untuk mengatasinya. Harus difahami bahwa setiap manusia itu berbeda dalam kepribadian dan kemampuannya. sehingga dalam penyelesaian masalah harus disesuaikan dengan keadaan konseli itu sendiri. Bahkan jika seorang konselor ingin mengadopsi cara/yeknik penyelesaian dari konselor lain, maka harus disesuaikan juga dengan kemampuan konselor itu sendiri (yang mengadopsi). 3. Bimbingan dan Konseling mampu bekerja sendiri Pelayanan bimbingan dan konseling bukanlah proses yang terisolasi, melainkan proses yang sarat dengan unsur-unsur budaya,sosial,dan lingkungan. Oleh karenanya pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin menyendiri. Konselor perlu bekerja sama dengan orangorang yang diharapkan dapat membantu penanggulangan masalah yang sedang dihadapi oleh klien. Namun demikian, konselor tidak boleh terlalu mengharapkan bantuan ahli atau petugas lain. Sebagai tenaga profesional konselor harus terlebih dahulu mampu bekerja sendiri, tanpa tergantung pada ahli atau petugas lain. 4. Bimbingan dan Konseling dianggap sebagai proses pemberian nasihat semata Bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan yang berupa pemberian nasihat. Pemberian nasihat hanyalah merupakan sebagian kecil dari upaya-upaya bimbingan dan konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut seluruh kepentingan klien dalam rangka pengembangan pribadi klien secara optimal. Misalkan, ada konseli yang suka mabuk, pelayanan bimbingan dan konseling hanya berkutat pada penekanan/nasihat bahwa mabuk itu tidak baik. Seharusnya pelayanan yang diberikan adalah menggali faktor-faktor luar yang menyebabkan konseli tersebut menjadi suka mabuk. C. Problematika Dalam Dunia Pendidikan Problematika utama dalam peaksanaan BK di dunia pendidikan, juga tidak jauh karena adanya kekeliruan pandangan, berikut ini kekeliruan-kekeliruan tersebut : 1. Bimbingan dan Konseling hanya pelengkap kegiatan pendidikan Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa bimbingan dan konseling itu hanyalah pelengkap dalam pendidikan sehingga sekolah tidak perlu lagi bersusah payah menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling, karena dianggap sudah implisit dalam pendidikan itu sendiri. Cukup mantapkan saja pengajaran sebagai pelaksanaan nyata dari pendidikan. Mereka sama sekali tidak melihat arti penting bimbingan dan konseling di sekolah.

Kendati begitu bukan berarti BK dan pendidikan harus dipisahkan, pada hakikatnya dua unsur ini saling membutuhkan dan saling melengkapi. Bimbingan dan konseling memiliki derajat dan tujuan yang sama dengan pelayanan pendidikan, yaitu mengantarkan para siswa untuk memperoleh perkembangan diri yang optimal. Perbedaannya hanya terletak dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, dimana masing-masing memiliki karakteristik tugas dan fungsi yang khas dan berbeda. 2. Guru Bimbingan dan Konseling di sekolah adalah polisi sekolah Masih banyak anggapan bahwa bimbingan dan konseling adalah polisi sekolah. Hal ini disebabkan karena seringkali pihak sekolah menyerahkan sepenuhnya masalah pelanggaran kedisiplinan dan peraturan sekolah lainnya kepada guru BK. Bahkan banyak guru BK yang diberi wewenang sebagai eksekutor bagi siswa yang bermasalah. Sehingga banyak sekali kita temukan di sekolah-sekolah yang menganggap guru Bk sebagai guru killer (yang ditakuti). Guru (BK) itu bukan untuk ditakuti tetapi untuk disegani, dicintai dan diteladani. Jika kita menganalogikan dengan dunia hukum, konselor harus mampu berperan sebagai pengacara, yang bertindak sebagai sahabat kepercayaan, tempat mencurahkan isi hati dan pikiran. Konselor adalah kawan pengiring, penunjuk jalan, pemberi informasi, pembangun kekuatan, dan pembina perilaku-perilaku positif yang dikehendaki sehingga siapa pun yang berhubungan dengan bimbingan konseling akan memperoleh suasana sejuk dan memberi harapan. Kendati demikian, konselor juga tidak bisa membela/melindungi siswa yang memang jelas bermasalah, tetapi konselor boleh menjadi jaminan untuk penangguhan hukuman/pe-maafan bagi konselinya. Yang salah tetaplah salah tetapi hukuman boleh saja tidak diberikan, bergantung kepada besar kecilnya masalah itu sendiri. 3. Bimbingan dan Konseling dibatasi hanya untuk siswa tertentu saja Bimbingan dan Konseling tidak hanya diperuntukkan bagi siswa yang bermasalah atau siswa yang memiliki kelebihan tertentu saja, namun bimbingan dan konseling harus dapat melayani seluruh siswa (Guidance and Counseling for All). Setiap siswa berhak dan mendapat kesempatan pelayanan yang sama, melalui berbagai bentuk pelayanan bimbingan dan konseling yang tersedia. Kesimpulan Masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan BK saat ini pada awalnya disebabkan dari pihak-pihak penyelenggara BK itu sendiri. Kurangnya profesionalitas dan dedikasi yang tinggi dari para ahli BK menyebabkan BK menjadi kurang dihargai di masyarakat. BK dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat. Hingga kehadiran BK dianggap sebagai suatu yang biasa saja atau bahkan sia-sia belaka. Masalah utama yang dihadapi BK saat ini adalah timbulnya persepsi-persepsi keliru/salah beberapa kalangan akan arti dan hakikat bimbingan dan konseling. Langkah utama selanjutnya adalah bagaimana caranya untuk merubah persepsi-persepsi kalangan tersebut agar sesuai hakikat bimbingan dan konseling itu sendiri. Hal ini tentunya dengan cara pemberian materi yang lebih baik kepada konselor agar para konselor benar-benar memahami hakikat dari BK itu sendiri, yang kemudian ditindak lanjuti dengan sosialisasi kepada masyarakat. Jika pandangan masyarakat sudah berubah akan BK, maka tentunya pelaksanaan BK akan semakin mudah, bahkan justru dianggap sebagai salah satu kebutuhan utama, yang

keberadaannya benar-benar menjadi vital dalam suatu lingkungan (sekolah, dunia kerja, organisasi dan masyarakat). DAFTAR PUSTAKA

Al Quranul Karim Prayitno.2003. Wawasan dan Landasan BK (Buku II). Depdiknas : Jakarta _______, dkk. 2004. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdiknas.

You might also like