You are on page 1of 34

MAKALAH PERKEMBANGAN PEMIKIRAN MODERN DALAM ISLAM

SAYYED AMIR ALI, MUHAMMAD IQBAL DAN MUHAMMAD ALI JINNAH

Disusun Oleh : Kelompok

Dosen Pembimbing : Raflisman, S.Hum

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH AL-QURANIYAH (STIT-Q) MANNA BENGKULU SELATAN


JL. Affan Bachsin No. 29 Manna

TA. 2011/2012

KATA PENGANTAR

Puja dan Puji syukur selalu penyusun panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penyusun, sehingga tugas ini tepat pada waktunya dapat terselesaikan. Dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak karenanya penyusun menghaturkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Dosen Pembimbing Mata kuliah dalam penyusunan Tugas ini. Dan Rekan-rekan mahasiswa yang telah membantu sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Dan pada akhirnya penyusun berharap, makalah ini dapat menambah khasanah dan wawasan bagi kita semua. Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan dan kesempurnaan tugas ini.

Manna, April 2012 Penyusun

ii

DAFTAR ISI

Halaman Judul Kata Pengantar Daftar Isi

. . .

i ii iii 1 1 2 3 3 11 20 29

BAB I. Pendahuluan . A. Latar Belakang . B. Tujuan .. BAB II. Perkembangan Pemikiran Dalam Islam........... A. Sayyed Amir Ali.. B. Muhammad Iqbal. C. Muhammad Ali Jinnah.. BAB III. Kesimpulan ..

Daftar Pustaka

iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Dalam sejarah dan peradaban umat Islam telah dijumpai berbagai macam aliran pemikiran yang masing-masing mempunyai corak dan karasteristik tertentu. Perbedaan yang ada tentunya tidak dapat dinafikan begitu saja tanpa melakukan sebuah penyelidikan atau upaya untuk mencari grass root sebuah aliran pemikiran. Hal ini dapat dicermati mulai dari priode klasik Islam (650-1250), priode pertengahan (1250-1800) dan periode modern (1800 M dan seterusnya). Setiap periode mempunyai cirri dan keunikan tersendiri, terutama pada periode modern. Periode modern merupakan zaman kebangkitan umat Islam, yang ditandai dengan jatuhnya Mesir ke tangan Eropa yang pada akhirnya menjadikan umat Islam ini insaf atas kelemahan-kelemahannya serta sadar bahwa di Barat telah muncul sebuah peradaban baru yang lebih tinggi dan super power yang merupakan acaman yang serius terhadap umat Islam. Para penguasa, tokoh serta pemikir-pemikir Islam mulai memikirkan bagaimana meningkatkan mutu dan kekuatan umat Islam agar dapat bangkit kembali dari keterpurukan, dan tentunya diharapkan dapat bersaing, berkompetisi dan jauh lebih unggul dari peradaban lain di dunia. 1 Dari sekian banyak pemikir modern Islam yang terlibat langsung dalam upaya ini, terutama mereka yang meretas di daratan sub-continent (IndiaPakistan) seperti Sayyid Ahmad Khan,2 Mohsinul Mulk, Abu Alam Kazad, Maulana Muhammad Ali, Iqbal dan Muhammad Ali Jinnah, namun yang menjadi tema sentral dari pembahasan ini yaitu Sayyid Amir Ali, Igbal dan Muhammad
1

Ziauddin Ahmad, Influence of Islam on World Civilization, (Karachi: Royal Book Company, 1994), h. 9. Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1999), h. 296.

Ali Jinnah. Ia tidak hanya menawarkan konsep akan tetapi juga terlibat langsung sebagai pemeran utama yang memberikan kontribusi terhadap perkembangan khazanah dan intelektual Islam.

B. Tujuan Berdasarkan uraian latar belakang di atas penulis berupaya membahas figur Seyyed Amir Ali beserta pemikiran yang dikembangkannya. Makalah ini memfokuskan pada pokok pikiran Seyyed Amir Ali, Muhammad Iqbal, dan Muhammad Ali Jinnah yang tidak dapat dipisahkan dari ranah pemikiran dan intelektual Islam.

BAB II PEMBAHASAN

A. Seyyed Amir Ali Sayyid Amir Ali berasal dari keluarga Syi'ah yang sehari-harinya bekerja di kerajaan Persia pada masa Nadir Syah (1736-1748), kemudian keluarga tersebut berpindah ke India dan menjadi pejabat kerajaan di Istana Mughal demikian pula bekerja pada pada British East India Company.3 Sayyid Amir Ali lahir pada 6 April 1849 di Cuttack, India.4 1. Jenjang Pendidikan Sayyid Amir Ali memulai jenjang pendidikannya di kampung halamannya kemudian ia melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi Mhsiniyyah, di sinilah ia mempelajari bahasa Arab dan juga belajar bahasa Inggris kemudian Sastra dan juga Hukum Inggris di Hooghly College dekat Kalkutta.5 Di tahun 1869 ia pergi ke Inggris untuk meneruskan studi dan selesai di tahun 1873 dengan memperoleh kesarjanaan dalam bidang hukum dengan menerbitkan karyanya dengan judul A Critical Examination of the Life and Teaching of Muhammed, buku pertama yang merupakan interpretasi kaum modernis Muslim tentang Islam, yang menjadikannya terkenal baik di Barat maupun di Timur.6 Selesai dari studi ia kembali ke India dan pernah bekerja sebagai pegawai Pemerintah Inggris, pengacara, dan guru besar dalam hukum Islam.

Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan , (Cet. XIII; Jakarta: Bulan Bintang, 2003), h. 174. 4 H. A. Mukti Ali, Alam Pikiran Isalm Modern di India dan Pakistan, (Cet. IV; Bandung: Mizan, 1998), h. 142. 5 John L. Posito (Ed), The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World , (New York: Oxford University Press, 1995), Vol: I, h. 48. 6 H. A. Mukti Ali, op.cit., h. 142.

Yang membuat ia lebih terkenal ialah aktivitasnya dalam bidang politik dan buku karangannya The Spirit of Islam dan A Short Story of the Saracens.7 2. Karir Politik dan Pemerintahan Di tahun 1877 ia membentuk National Muhammaden Association yang merupakan wadah persatuan umat Islam India, dan tujuannya adalah untuk membela kepentingan umat Islam dan untuk melatih mereka dalam bidang politik. Perkumpulan ini mempunyai 34 cabang di berbagai wilayan di India. Di tahun 1883 ia diangkat menjadi salah satu dari ketiga anggota Dewan Raja Muda Inggris (The Viceroys Council) di India. Ia adalah satu satunya anggota Islam dalam majelis itu. Di tahun 1904 ia meninggalkan India dan menetap di London bersama isterinya yang berkebangsaan British asli. Perpindahannya ini dilakukan setelah ia berhenti dari Pengadilan Tinggi Bengal. Pada tahun 1906 ia diangkat menjadi anggota The Judicial Committee of the Privy Council (Komite Kehakiman Dewan Raja) di London, dan merupakan orang India pertama yang menduduki jabatan tersebut. Seperti halnya Sir Ahmad Khan, Sayyid Amir Ali juga merupakan seorang pemimpin Muslim yang mempunyai hubungan yang dekat dengan pemerintahan Inggris di India.8 Pemerintahan serta kependudukan Inggris di India, dalam pandangan Sayyid Amir Ali bahwa hal tersebut merupakan salah satu alternatif untuk menghindari pengaruh dan dominasi orang Hindu setelah memperoleh kemerdekaan dari kerajaan Inggris. Setelah bermukim di London ia mendirikan cabang The Muslim League. Sayyid Amir Ali banyak terlibat dalam perundingan-perundingan di London tentang rancangan pembaharuan politik di India. Setelah Perang Dunia pertama ia tampil dan mempunyai peran penting dalam pergerakan Khilafah di London sebagai upaya untuk mempertahankan Khilafah

7 8

Harun Nasution, , op.cit., h. 174. H. A. Mukti Ali, op. cit., h. 143.

Utsmania9 di Turky dari rencana penghapusan Khilafat yang akan dilakuakn oleh Kemal Attaturk.10 Upaya yang dijalankan Sayyid Amir Ali adalah gerakan diplomatis serta kegiatan lobi-lobi internasional terhadap pemerintahan Inggris untuk mempertahankan Khilafah, selain itu ia dan Agha Khan melayangkan surat tertulis kepada perdana menteri Turki di tahun 1923 dan menghimbau agar Khilafah tetap eksis, namun upaya tersebut mendapat tanggapan dingin dari pemerintah Turky.11

3. Pandangan dan Pemikiran Kalam Seyyid Amir Ali a. Ajaran Tentang Akhirat Dalam bukunya The Spirit of Islam, Sayyid Amir Ali menjelaskan diskursus tentang akhirat, sebagaimana yang dikuti oleh Harun Nasution, bahwa bangsa yang pertama kali menimbulkan kepercayaan pada kehidupan akhirat adalah bangsa Mesir kuno. Agama Yahudi pada mulanya tidak mengakui adanya hidup selain hidup di dunia, namun dengan adanya pekembangan dalam ajaran-ajaran Yahudi yang timbul kemudian baru dijumpai adanya hidup yang kedua. Agama-agama yang datang sebelum Islam pada umumnya menggambarkan bahwa di hidup kedua itu manusia akan memperoleh upah dan balasan dalam bentuk jasmani dan bukan dalam bentuk rohani. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa ajaran mengenai akhirat itu amat besar arti dan pengaruhnya dalam mendorong manusia untuk berbuat baik dan menjauhi perbuatan jahat. Lebih lanjut lagi ajaran ini membawa

Khilafah Utsmania (1300-1922), khilafah ini secara resmi dihapuskan oleh Kemal Atatur di tahun 1924. lihat Akbar S Ahmad, Islam to Day: A Short Introduction to the Muslim World , (London: I.B. Tauris & Co Ltd, 2001), h. 72. 10 Kemal Ataturk (1881-1938) membentuk pemerintahan Turky di tahun 1920 yang berkiblat ke Barat (westernisasi) dengan kebijakan memisahkan antara persoalan agama dan negara (secularism). Lihat Tamara Sonn, Zafar Ishaq Ansari, John L. Esposito, (ed) Muslims and the West: Encounter and Dialogue, (Islamabad: Islamic Research Institute Press, 2001), h. 222. 11 John L. Posito (Ed), op. cit., h. 49.

kepada peningkatan moral golongan awam, apabila ganjaran dan balasan di akhirat digambarkan dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh panca indera.12

b. Perbudakan Dalam soal perbudakan, Sayyid Amir Ali menerangkan bahwa sistem perbudakan dalam sejarah peradaban manusia telah ada semenjak zaman purba. Yunani, Romawi, dan Jerman di masa lampau mengakui dan memakai sistem perbudakan dan agama Kristen tidak membawa ajaran untuk menghapus sistem perbudakan. Sementara agama Islam berbeda dengan agama-agama

sebelumnya, Islam datang dengan menghapus sistem perbudakan. Dosadosa tertentu dapat ditebus dengan memerdekakan budak, budak harus diberi kebebasan untuk membeli kemerdekaannya dengan upah yang ia peroleh. Budak harus diperlakuakan dengan baik dan tidak boleh dibedakan dengan manusia lain. Oleh karena itu, dalam sejarah peradaban Islam, tercatat bahwa ada di antara budak-budak yang akhirnya menjadi perdana menteri.

c. Kemunduran Umat Islam Kemunduran umat Islam, Sayyid Amir Ali berpedapat bahwa penyebabnya terletak pada keadaan umat Islam di zaman modern menganggap bahwa pintu ijtihad telah tertutup dan tidak boleh lagi melakukan ijtihad, bahkan itu adalah dosa. Orang harus tunduk kepada pendapat ulama abad ke-9 Masehi, yang tidak dapat mengetahui kebutuhan abad ke-20. pendapat ulama yang disusun pada beberapa abad yang lalu masih tetap diyakini sesuai dan dapat dipakai untuk zaman modern.

12

Harun Nasution, , op.cit., h. 178.

Selain itu, penyebab kemunduran umat ini, umat Islam di zaman modern tidak percaya pada kekuatan akal, sedangkan nabi Muhammad memberi penghargaan tinggi dan mulia terhadap akal manusia. Ulama kita sekarang, menurut Amir Ali, menjadikan berpikir dan menggunakan akal sebagai dosa dan kejahatan. Dan penyebab lain adalah tidak adanya perhatian yang serius terhadap ilmu pengetahuan, baik sains maupun perkembangan teknologi, dan ini sangat berbeda pada zaman klasik Islam yang puncaknya pada priode Abbasiyah.13 Kemajuan ilmu pengetahuan ini dapat dicapai oleh umat Islam di zaman klasik, karena mereka kuat berpegang pada ajaran nabi Muhammad dan berusaha keras untuk melaksanakannya. Eropa pada waktu yang bersamaan masih dalam kemunduran intelektual dan kebebasan berpikir belum ada karena dunia Eropa berada di bawah kekuasaan gereja. Sementara Islamlah yang pertama membuka pintu berpikir untuk menggali potensi akal. Dan inilah, menurut Sayyid Amir Ali, membuat umat Islam menjadi promotor ilmu pengetahuan dan peradaban, sedangkan ilmu pengetahuan tidak bisa dipisahkan dari kebebasan berpikir. Setelah kebebasan berpikir menjadi kabur di kalangan umat Islam, mereka
14

menjadi

ketinggalan

dalam

perlombaan

menuju

kemajuan.

d. Konsepsi tentang Ketuhanan Sayyid Amir Ali lebih banyak memberi perhatian tentang keadilan Tuhan dan hubungannya dengan kebajikan manusia. Keadilan merupakan animasi yang prinsipil dari perbuatan manusia dan sesungguhnya Tuhan mengontrol alam ini dengan keadilan, selain itu ujian terhadap kebaikan

13 14

Mazharul Haq, A Short History of Islam,(Cet. XVII; Lahore: Bookland, 2002), h. 560. Harun Nasution, , op.cit., h. 181.

dan kejahatan bukanlah keinginan dari seorang individu, melainkan adalah kebajikan manusia.15 Lebih dari itu, Sayyid Amir Ali berpegang teguh terhadap adanya kekuatan hukum yang berlaku di alam ini, ia memaparkan bahwa dalam alQuran telah banyak dijumpai tentang keputusan Tuhan yang secara jelas menerangkan tentang hukum-hukum alam (Laws of Nature). Bintang-bintang dan planet masing-masing mempunyai peran tujuan tertentu dalam penciptaannya. Lanjutan pemaparannya, bahwasanya gerakan benda-benda angkasa, fenomena alam, hidup dan mati, semuanya dikendalikan oleh hukum. Dan kehendak Tuhan bukanlah sekedar kehendak atau keinginan yang muncul begitu saja, namun keinginan Tuhan adalah keinginan yang mendidik (its an education will). Kebajikan manusia, keadilan dan hukum, semua ini merupakan kategori yang mendasar dalam pandangan Sayyid Amir Ali tentang konsep ketuhanan. e. Konsepsi antara Kenabian dan Akal Konsepsi Sayyid Amir Ali terhadap kenabian benar-benar sangat naturalistik sebagaiman yang ia paparkan dalam bukunya The Spirit of Islam, dengan pandangan bahwa kekuatan akal dan kapasitas intelektual seorang nabi tumbuh dan berkembang sama dengan manusia yang lain. Selanjutnya Amir Ali memberikan sebuah ilustrasi, bahwa beberapa surah yang terdapat dalam al-Quran telah mendeskripsikan tentang kenikmatan syurga, baik secara figuratif atau lisan yang diwahyukan kepada nabi tidak serta merta diturunkan secara keseluruhan, akan tetapi melalui beberapa tahapan. Hal ini menunjukkan bahwa kapasitas akal dan intelektual mengalami perkembagan untuk memahami surah demi surah yang diturunkan. Demikian pula perkembangan akal seorang guru tidak hanya berkembang sejalan dengan perjalanan waktu dan kesadaran keagamaannya, namun juga berkembang sesuai dengan kepercayaannya dalam memahami konsepsi spiritual.
15

Mazheruddin Siddiqi, Modern Reformis Thought in The Muslim World, (Islamabd: Islamic Research Institute Press, 1982), h. 48.

f. Konsepsi tentang Free Will and Free Act Dalam uraian ini, Sayyid Amir Ali menjelaskan bahwa jiwa yang terdapat dalam al-Quran bukanlah jiwa fatalism, tetapi adalah jiwa kebebasan manusia dalam berbuat. Jiwa manusia bertanggung jawab atas perbuatannya. Nabi Muhammad, demikian ia menulis lebih lanjut, berkeyakinan bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam menentukan keinginan. Sebenarnya apa yang hendak ditegaskan oleh Sayyid Amir Ali, adalah Islam bukanlah dijiwai oleh paham qada dan qadr atau jabariah, tetapi oleh paham Qadariah, yaitu kebebasan manusia dalam kehendak dan perbuatan. Paham qadariah inilah yang selanjutnya menimbulkan rasionalisme dalam Islam, semetara paham qadariah dan rasionalisme itu sendiri menimbulkan peradaban yang kuat pada zaman klasik Islam.16 g. Pandangan terhadap Mutazilah Sayyid Amir Ali dalam bukunya The Spirit pf Islam selanjutnya menguraikan peranan yang dipegang golongan Mutazilah dalam perkembangan ilmu pengetahuna dan filsafat dalam Islam. Aliran Mutazilah untuk beberapa abad mempengaruhi pemikiran umat Islam yang disokong oleh para penguasa yang berpikiran luas sehingga ilmu pengetahuan dan filsafat tumbuh dengan pesat sehingga tidak sedikit kaum Mutazilah menjadi ahli dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan, seperti kedokteran, fisika, kimia, matematika dan sejarah. Melalui Mutazilah, menurut Amir Ali, rasionalisme Islam meluas ke seluruh masyarakat terpelajar yang ada di kerajaan Islam ketika itu bahkan sampai ke perguruan-perguruan yang letaknya sejauh Andalus. Kaum rasionalis tidak hanya aktif memberikan ceramah-ceramah di perguruan tinggi tetapi juga di masjid-masjid, sehingga melalui merekalah, dalam pandangan

16

Harun Nasution, , op.cit., h. 181.

Sayyid Amir Ali, terjadi perubahan yang besar dalam masyarakat Islam dari umat yang sederhana kebudayaannya menjadi umat yang tinggi peradabannya.

4. Seyyed Amir Ali dan Apologi Islam Membahas tentang figur Sayyid Amir Ali sepertinya tidak cukup apabila hanya berkutak pada cara pandang dan pemikirannya, tanpa mencoba melihat dan membahas sisi lain dari kehidupan Sayyid Amir Ali. Salah satu yang sangat menonjol yang ada pada Sayyid Amil Ali, terutama dalam tulisan-tulisannya, adalah pembelaannya terhadap Islam dari serangan-serangan, baik dari luar maupun dari dalam. Di kalangan Orientalis barat, Amir Ali terkenal sebagai apolog terbesar di antara penulis-penulis Muslim, atau lebih dikenal sebagai apologis modern dalam bidang kebudayaan Islam.17 Sayyid Amir Ali berusaha untuk membuktikan pada dirinya atau orang lain bahwa Islam adalah baik. Apologi merupakan suatu hal yang harus diketahui oleh orang yang ingin memahami pemikiranpemikiran modern dunia Islam, karena sebagian besar pemikiran kaum modernis masuk pada kategori ini. Para apologi Muslim ini berusaha untuk melawan pandanganpandangan yang salah tentang Islam lebih daripada menerangkan Islam itu sendiri, dan mereka ingin menjadi pembela Islam lebih daripada usaha untuk memahami Islam terutama untuk menjawab langsung serangan barat terhadap Islam, khususnya sebelum perang dunia pertama hingga perang dunia kedua berakhir yang sangat merugikan umat Islam, karena serangan tersebut mengatas namakan agama (Kriseten).18 Dalam hal ini para pemikir Muslim modern harus berusaha memikirkan pertahanan terhadap Islam lebih daripada Islam itu sendiri. Sayyid Amir Ali, menurut H.A. Mukti Ali, adalah contoh yang paling tepat
17 18

John L. Posito (Ed), op. cit., h. 49. H. A. Mukti Ali, op. cit., h. 143.

10

tentang apologi Islam, karena tulisan dan karya-karyanya sangat jelas mempertahankan dan membela ajaran-ajaran Islam di hadapan pengadilan opini Barat.

B. Iqbal Iqbal dilahirkan di Sialkot-India (suatu kota tua bersejarah di perbatasan Punjab Barat dan Kashmir) pada tanggal 9 November 1877/ 2 Dzulqa'dah 129419 dan wafat pada tanggal 21 April 1938. Ia terlahir dari keluarga miskin, tetapi berkat bantuan beasiswa yang diperlolehnya dari sekolah menengah dan perguruan tinggi, ia mendapatkan pendidikan yang bagus. Setelah pendidikan dasarnya selesai di Sialkot ia masuk Government College (sekolah tinggi pemerintah) Lahore. Iqbal menjadi murid kesayangan dari Sir Thomas Arnold. Iqbal lulus pada tahun 1897 dan memperoleh beasiswa serta dua medali emas karena baiknya bahasa inggris dan arab, dan pada tahun 1909 ia mendapatkan gelar M.A dalam bidang filsafat.20 Ia lahir dari kalangan keluarga yang taat beribadah sehingga sejak masa kecilnya telah mendapatkan bimbingan langsung dari sang ayah Syekh Mohammad Noor dan Muhammad Rafiq kakeknya21. Pendidikan dasar sampai tingkat menengah ia selesaikan di Sialkot untuk kemudian melanjutkan ke Perguruan Tinggi di Lahore, di Cambridge-Inggris dan terakhir di Munich-Jerman dengan mengajukan tesis dengan judul The Development Of Metaphysics in Persia. Sekembalinya dari Eropa tahun 1909 ia diangkat menjadi Guru Besar di Lahore dan sempat menjadi pengacara.22 Adapun karya-karya Iqbal diantaranya adalah: Bang-i-dara (Genta Lonceng), Payam-i-Mashriq (Pesan Dari Timur), Asrar-iKhudi (Rahasia-rahasia Diri), Rumuz-i-Bekhudi (Rahasia-rahasia Peniadaan
19

Herry Mohammad (dkk), Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20,Jakarta, Gema Insani, cet.1, th. 2006, hal.237 20 H.A Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Bandung, Mizan 1998, Cet. III hal.174. 21 Herry Mohammad (dkk), Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, hal.237 22 Ensiklopedi Umum, hal. 473

11

Diri), Jawaid Nama (Kitab Keabadian), Zarb-i-Kalim (Pukulan Tongkat Nabi Musa), Pas Cheh Bayad Kard Aye Aqwam-i-Sharq (Apakah Yang Akan Kau Lakukan Wahai Rakyat Timur?), Musafir Nama, Bal-i-Jibril (Sayap Jibril), Armughan-i-Hejaz (Hadiah Dari Hijaz), Devlopment of Metaphyiscs in Persia, Lectures on the Reconstruction of Religius Thought in Islam Ilm al Iqtishad, , A Contibution to the History of Muslim Philosopy, Zabur-i-'Ajam (Taman Rahasia Baru), Khusal Khan Khattak, dan Rumuz-i-Bekhudi (Rahasia Peniadaan Diri).23 Sebagai seorang pemikir, tentu tidak dapat sepenuhnya dikatakan bahwa gagasan-gagasannya tersebut tanpa dipengaruhi oleh pemikir-pemikir

sebelumnya. Iqbal hidup pada masa kekuasaan kolonial Inggris. Pada masa ini pemikiran kaum muslimin di anak benua India sangat dipengaruhi oleh seorang tokoh religius yaitu Syah Waliyullah Ad-Dahlawi 24 dan Sayyid Ahmad Khan25. Keduanya adalah sebagai para pemikir muslim pertama yang menyadari bahwa kaum muslimin tengah menghadapi zaman modern yang didalamnya pemahaman Islam mendapat tantangan serius dari Inggris. Terlebih ketika Dinasti Mughal terakhir di India ini mengalami kekalahan saat melawan Inggris pada tahun 1857, juga sangat mempengaruhi 41 tahun kekuasaan Imperium Inggris26 dan bahkan pada tahun 1858 British East India Company dihapus dan Raja Inggris bertanggungjawab atas pemerintah imperium India27.

Pemikiran Muhammad Iqbal Menurut Dr. Syed Zafrullah Hasan dalam pengantar buku Metafisika Iqbal yang ditulis oleh Dr. Ishrat Hasan Enver, Iqbal memiliki beberapa pemikiran yang fundamental yaitu intuisi, diri, dunia dan Tuhan. Baginya Iqbal sangat

23 24

Ishrat Hasan Enver, Metafisika Iqbal, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, cet. 1, th. 2004, hal. 128 (Ensiklopedi Islam, hal. 185) 25 (Didin Saefuddin, Pemikiran Modern Dan Postmodern Islam, Jakarta, Grasindo, th. 2003, hal. 36-7). (Ensiklopedi Umum, hal. 25) 26 (Ensiklopedi Umum, hal. 446) 27 Didin Saefuddin, Pemikiran Modern Dan Postmodern Islam, Jakarta, Grasindo, th. 2003, hal. 51

12

berpengaruh di India bahkan pemikiran Muslim India dewasa ini tidak akan dapat dicapai tanpa mengkaji ide-idenya secara mendalam.28 Namun dalam tataran praktek, Iqbal secara konkrit, yang diketahui dan difahami oleh masyarakat dunia dengan bukti berupa literature-literatur yang beredar luas, justru dia adalah sebagai negarawan, filosof dan sastrawan. Hal ini tidak sepenuhnya keliru karena memang gerakan-gerakan dan karya-karyanya mencerminkan hal itu. Dan jika dikaji, pemikiran-pemikirannya yang

fundamental (intuisi, diri, dunia dan Tuhan) itulah yang menggerakkan dirinya untuk berperan di India pada khususnya dan dibelahan dunia timur ataupun barat pada umumnya baik sebagai negarawan maupun sebagai agamawan. Karena itulah ia disebut sebagai Tokoh Multidimensional.29 Dengan latar belakang itu pula maka dalam makalah ini penulis akan memaparkan gagasan-gagasan Iqbal dalam dua hal yaitu: pemikirannya tentang politik dan tentang Islam. a. Pemikiran Politik Sepulangnya dari Eropa, Iqbal kemudian terjun kedunia politik dan bahkan menjadi tulang punggung Partai Liga Muslim India. Ia terpilih menjadi anggota legistalif Punjab dan pada tahun 1930 terpilih sebagai Presiden Liga Muslim. Karir Iqbal semakin bersinar dan namanya pun semakin harum ketika dirinya diberi gelar Sir oleh pemerintah kerajaan Inggris di London atas usulan seorang wartawan Inggris yang aktif mengamati sepak terjang Iqbal30 di bidang intelektual dan politiknya. Gelar ini menunjukan pengakuan dari kerajaan inggris atas kemampuan intelektualitas dan memperkuat bargening position politik perjuangan umat Islam India pada saat itu. Ia juga dinobatkan sebagai Bapak Pakistan yang pada setiap tahunnya dirayakan oleh rakyat Pakistan dengan sebutan Iqbal Day.31

28 29

Enver, Metafisika Iqbal, hal. V Didin, Pemikiran Modern Dan Postmodern Islam, hal. 44 30 Gunadi & Shoelhi, Khazanah Orang Besar Islam, 163 31 Robert Gwinn (Et.al), The New Encyclopaedia Britannica, hal. 373

13

Pemikiran dan aktivitas Iqbal untuk mewujudkan Negara Islam ia tunjukkan sejak terpilih menjadi Presidaen Liga Muslimin tahun 1930. Ia memandang bahwa tidaklah mungkin umat Islam dapat bersatu dengan penuh persaudaraan dengan warga India yang memiliki keyakinan berbeda. Oleh karenanya ia berfikir bahwa kaum muslimin harus membentuk Negara sendiri. Ide ini ia lontarkan keberbagai pihak melalui Liga Muslim dan mendapatkan dukungan kuat dari seorang politikus muslim yang sangat berpengaruh yaitu Muhammad Ali Jinnah (yang mengakui bahwa gagasan Negara Pakistan adalah dari Iqbal), bahkan didukung pula oleh mayoritas Hindu yang saat itu sedang dalam posisi terdesak saat menghadapi front melawan Inggris.32 Bagi Iqbal dunia Islam seluruhnya merupakan satu keluarga yang terdiri atas republik-republik, dan Pakistan yang akan dibentuk menurutnya adalah salat satu republik itu.33 Sebagai seorang negarawan yang matang tentu pandangan-

pandangannya terhadap ancaman luar juga sangat tajam. Bagi Iqbal, budaya Barat adalah budaya imperialisme, materialisme, anti spiritual dan jauh dari norma insani. Karenanya ia sangat menentang pengaruh buruk budaya Barat. Dia yakin bahwa faktor terpenting bagi reformasi dalam diri manusia adalah jati dirinya. Dengan pemahaman seperti itu yang ia landasi diatas ajaran Islam maka ia berjuang menumbuhkan rasa percaya diri terhadap umat Islam dan identitas keislamannya. Umat Islam tidak boleh merasa rendah diri menghadapi budaya Barat. Dengan cara itu kaum muslimin dapat melepaskan diri dari belenggu imperialis.34 Muhammad Asad35 mengingatkan bahwa imitasi yang dilakukan umat Islam kepada Barat baik secara personal maupun social dikarenakan

32

Abdul Sani, Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Dalam Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, cet. 1, th. 1998, hal. 168-170 33 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang, th. 2003, cet. XIV, hal 186 34 http://tghrib.ir/melayu/?pgid=69&scid=156&dcid=38329, disadur pada tanggal 18 Maret 2012 35 (Muhammad Asad, Asas-asas Negara dan Pemerintahan dalam Islam (terj. Muhammad Radjab), Jakarta, Granada, cet. 1, th. 1427 H

14

hilangnya

kepercayaan

diri,

maka

pasti

akan

menghambat

dan

menghancurkan peradaban Islam. Diantaran paham Iqbal yang mampu mambangunkan kaum muslimin dari tidurnya adalah dinamisme Islam yaitu dorongannya terhadap umat Islam supaya bergerak dan jangan tinggal diam. Intisari hidup adalah gerak, sedang hukum hidup adalah menciptakan, maka Iqbal menyeeru kepada umat Islam agar bangun dan menciptakan dunia baru. Begitu tinggi ia menghargai gerak, sehingga ia menyebut bahwa seolah-lah orang kafir yang aktif kreatif "lebih baik" dari pada muslim yang "suka tidur".36 Iqbal juga memiliki pandangan politik yang khas yaitu; gigih menentang nasionalisme yang mengedepankan sentiment etnis dan kesukuan (ras). Bagi dia, kepribadian manusia akan tumbuh dewasa dan matang di lingkungan yang bebas dan jauh dari sentiment nasionalisme.37 M. Natsir menyebutkan bahwa dalam ceramahnya yang berjudul Structure of Islam, Iqbal menunjukkan asas-asas suatu negara dengan ungkapannya: Didalam agama Islam spiritual dan temporal, baka dan fana, bukanlah dua daerah yang terpisah, dan fitrat suatu perbuatan betapapun bersifat duniawi dalam kesannya ditentukan oleh sikap jiwa dari pelakunya. Akhirakhirnya latar belakang ruhani yang tak kentara dari sesuatu perbuatan itulah yang menentukan watak dan sifat amal perbuatan itu. Suatu amal perbuatan ialah temporal (fana), atau duniawi, jika amal itu dilakukan dengan sikap yang terlepas dari kompleks kehidupan yang tak terbatas. Dalam agama islam yang demikian itu adalah adalah seperti yang disebut orang "gereja" kalau dilihat dari satu sisi dan sebagai "negara" kalau dilihat dari sisi yang lain. Itulah maka tidak benar kalau gereja dan negara disebut sebagai dua faset atau dua

36

Harun, Pembaharuan dalam Islam, hal 185 dan W.C. Smith, Modern Islam in India (Lahore : Ashraf, 1963) hal. 111 37 http://tghrib.ir/melayu/?pgid=69&scid=156&dcid=38329, disadur pada tanggal 18 maret 2012

15

belahan dari barang yang satu. Agama Islam adalah suatu realitet yang tak dapat dipecah-pecahkan seperti itu.38 Demikian tegas Iqbal berpandangan bahwa dalam Islam; politik dan agama tidaklah dapat dipisahkan, bahwa negara dan agama adalah dua keseluruhan yang tidak terpisah. Dengan gerakan membangkitkan Khudi (pribadi; kepercayaan diri) inilah Iqbal dapat mendobrak semangat rakyatnya untuk bangkit dari keterpurukan yang dialami dewasa ini. Ia kembalikan semangat sebagaimana yang dulu dapat dirasakan kejayaannya oleh ummat Islam. Ujung dari konsep kedirian inilah yang pada akhirnya membawa Pakistan merdeka dan ia disebut sebagai Bapak Pakistan.

b. Pemikirannya Tentang Landasan Islam 1. Pemikiran Tentang Al-Quran Sebagai seorang yang terdidik dalam keluarga yang kuat memegang prinsip Islam, Iqbal meyakini bahwa Al-Quran adalah benar firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril. Al-Quran adalah sumber hukum utama dengan pernyataannya The Quran Is a book which emphazhise deed rather than idea (Al-Quran adalah kitab yang lebih mengutamakan amal daripada cita-cita). Namun dia berpendapat bahwa al-Quran bukanlah undangundang. Dia berpendapat bahwa penafsiran Al-Quran dapat berkembang sesuai dengan perubahan zaman, pintu ijtihad tidak pernah tertutup. Tujuan utama al-Quran adalah membangkitkan kesadaran manusia yang lebih tinggi dalam hubungannya dengan Tuhan dan alam semesta, AlQuran tidak memuatnya secara detail maka manusialah yang ditutntut untuk mengembangkannya. Dalam istilah fiqih hal ini disebut ijtihad. Ijtihad dalam pandangan Iqbal sebagai prinsif gerak dalam struktur Islam.

38

Natsir, Kapita Selecta, hal. 147

16

Disamping itu Al-Quran memandang bahwa kehidupan adalah satu proses cipta yang kreatif dan progresif. Oleh karenanya, walaupun AlQuran tidak melarang untuk memperimbangkan karya besar ulama terdahulu, namun masyarakat harus berani mencari rumusan baru secara kreatif dan inovatif untuk menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Akibat pemahaman yang kaku terhadap ulama terdahulu, maka ketika masyarakat bergerak maju, hukum tetap berjalan di tempatnya.39 Iqbal juga mengeluh tentang ketidak mampuan masyarakat India dalam memahami Al-Quran disebabkan tidak memahami bahasa arab dan telah salah mengimpor ide-ide India (hindu) dan Yunani ke dalam Islam dan Al-Quran. Iqbal begitu terobsesi untuk menyadarkan umat Islam untuk lebih progresif dan dinamis dari keadaaan statis dan stagnan dalam menjalani kehidupan duniawi. Karena berdasarkan pengalaman, agama Yahudi dan Kristen telah gagal menuntun umat manusia menjalani kehidupan. Kegagalan Yahudi disebabkan terlalu mementingkan legalita kehidupan duniawi. Sedangkan kegagalan Kristen adalah dalam memberikan nilai-nilai kepada pemeliharaan Negara, undang-undang dan organisasi disebabkan terlalu mementingkan segi ibadah ritual. Dalam kegagalan kedua agama tersebut menurut Iqbal Al-Quran berada ditengah-tengah dan sama-sama mengajarkan keseimbangan kedua kehidupan tersebut, tanpa mebeda-bedakannya. Baginya antara politik pemerintahan dan agama tidak ada pemisahan sama sekali. Inilah yang dikembangkannya dalam merumuskan ide berdirinya Negara Pakistan yang memisahkan diri dari India yang mayoritas Hindu.40 Satu segi mengenai al-Qur'an yang patut dicatat adalah bahwa ia sangat menekankan pada aspek Hakikat yang bisa diamati. Tujuan alQur'an dalam pengamatan reflektif atas alam ini adalah untuk membangkitkan kesadaran pada manusia tentang alam yang dipandang
39 40

Harun, Pembaharuan Dalam Islam,hal. 185 http://tghrib.ir/melayu/?pgid=69&scid=156&dcid=38329, disadur pada tanggal 18 maret 2012

17

sebagai sebuah symbol.41 Iqbal menyatakan hal ini seraya menyitir beberapa ayat, diantaranya: "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui". (Qs. 30:22) 2. Pendapat tentang Al-Hadits Iqbal memandang bahwa umat Islam perlu melakukan studi mendalam terhadap literatur hadist dengan berpedoman langsung kepada Nabi sendiri selaku orang yang mempunyai otoritas untuk menafsirkan wahyunya. Hal ini sangat besar faedahnya dalam memahami nilai-nilai hidup dari prinsip-prinsip hukum Islam sebagaimana yang dikemukakan al-Quran. Iqbal sepakat dengan pendapat Syah Waliyullah tentang hadits, yaitu cara Nabi dalam menyampaikan dakwah Islam dengan

memperhatikan kebiasaan, cara-cara dan keganjilan yang dihadapinya ketika itu. Selain itu juga Nabi sangat memperhatikan sekali adat istiadat penduduk setempat. Dalam penyampaiannya Nabi lebih menekankan pada prinsip-prinsip dasar kehidupan social bagi seluruh umat manusia, tanpa terkait oleh ruang dan waktu. Jadi peraturan-peraturan tersebut khusus untuk umat yang dihadapi Nabi. Untuk generasi selanjutnya,

pelaksanaannya mengacu pada prinsip kemaslahatan, dari pandangan ini Iqbal menganggap wajar saja kalau Abu Hanifah lebih banyak

mempergunakan konsep istihsan dari pada hadits yang masih meragukan kualitasnya. Ini bukan berarti hadits-hadits pada zamannya belum dikumpulkan, karena Abu Malik dan Az-Zuhri telah membuat koleksi hadits tiga puluh tahun sebelum Abu Hanifah wafat. Sikap ini diambil

41

Muhammad Iqbal, Tajdiid At-Tafkiir Ad-Diinii Fii al-Islam, Kairo, cet. 2, th. 1968, hal. 20-21

18

Abu Hanifah karena ia memandang tujuan-tujuan universal hadits daripada koleksi belaka.42

3. Pandangannya Tentang Ijtihad Menurut Iqbal ijtihad adalah Exert with view to form an independent judgment on legal question (bersungguh-sungguh dalam membentuk suatu keputusan yang bebas untuk menjawab permasalahan hukum). Kalau dipandang baik hadits maupun Al-Quran memang ada rekomendasi tentang ijtihad tersebut. Disamping ijtihad pribadi hukum Islam juga memberi rekomendasi keberlakuan ijtihad kolektif. Ijtihad inilah yang selama berabad-abad dikembangkan dan dimodifikasi oleh ahli hukum Islam dalam mengantisipasi setiap permasalahan masyarakat yang muncul. Sehingga melahirkan aneka ragam pendapat (mazhab). Sebagaimana mayoritas ulama, Iqbal membagi ijtihad kedalam tiga tingkatan yaitu43: 1. Otoritas penuh dalam menentukan perundang-undangan yang secara praktis hanya terbatas pada pendiri mazhab-mazhab saja. 2. Otoritas relative yang hanya dilakukan dalam batas-batas tertentu dari satu madzhab 3. Otoritas khusus yang berhubungan dengan penetapan hukum dalam kasus-kasus tertentu, dengan tidak terkait pada ketentuan-ketentuan pendiri madzhab. Iqbal menggaris bawahi pada derajat yang pertama saja. Menurut Iqbal, kemungkinan derajat ijtihad ini memang disepakati diterima oleh ulama ahl-al-sunnah tetapi dalam kenyataannya dipungkiri sendiri sejak berdirinya mazhab-mazhab. Ide ijtihad ini dipagar dengan persyaratan ketat yang hampir tidak mungkun dipenuhi. Sikap ini, lanjut Iqbal, adalah sangat ganjil dalam suatu system hukum Al-Quran yang sangat
42 43

http://tghrib.ir/melayu/?pgid=69&scid=156&dcid=38329, disadur pada tanggal 18 Maret 2012 Iqbal, Tajdiid At-Tafkiir Ad-Diinii Fii al-Islam, hal. 171

19

menghargai pandangan dinamis. Akibatnya ketentuan ketatnya ijtihad ini, menjadikan hukum Islam selama lima ratus tahun mengalami stagnasi dan tidak mampu berkembang44. Ijtihad yang menjadi konsep dinamis hukum Islam hanya tinggal sebuah teori-teori mati yang tidak berfungsi dan menjadi kajian-kajian masa lalu saja. Demikian juga ijma hanya menjadi mimpi untuk mengumpulkan ulama, apalagi dalam konsepnya satu saja ulama yang tidak setuju maka batallah keberlakuan ijma tersebut, hal ini dikarenakan kondisi semakin meluasnya daerah Islam. Akhirnya kedua konsep ini hanya tinggal teori saja, konsekwensinya, hukum Islam pun statis tidak berkembang selama beberapa abad.

C. Muhammad Ali Jinnah Muhammmad Ali Jinnah lahir di Karachi pada hari ahad 25 Desember 1876 ayahnya adalah seorang saudagar yang bernama Jinnah Bhai. 45 ketika

menginjak umur sepuluh tahun, ia dikirim orang tuanya belajar di Bombai selama satu tahun kemudian pulang ke Karachi dan melanjutka pelajarannya di Sind Madrasatul Islam, Setingkat dengan sekolah menengah pertama, dan setelah itu melanjutkan pendidikan menengah atas di Mission High School. Atas nasehat Frederick leigh Croft, Meneger Graham Shipping and Trading Company, ia di kirim kelondon oleh orang tuanya untuk belajar bisnis pada kantor pusat Graham Shipping and Trading Company dan waktu itu ia berusia 16 tahun.46 Sampai di London, Muhammad Ali Jinnah tidak memesuki sekolah yang di cita citakan ayahnya, tetapi ia justru lebih tertarik mempelajari hukum di London ini. Suatu lembaga pendidikan yanga mempersiapakan lulusannya menjadi ahli hukum atau pengacara.47

44 45

Harun, Pembaharuan dalam Islam, hal. 184 Mustafa Mumin, Qasama al aamam al islamy al Ma ashir Dar- al -piqh , Beirut, 1974, h.193. 46 A. h. Albiruni, Maker of Pakistan And modern Muslim India Lahore, Muhammad Ashraf , Lahore, 1950, h. 193. 47 The New Encyclopaedia Brittanica, Vol. The New Encyclopaedia BrittanicaInc, London , h. 223.

20

Pada tahun 1896, ia memperoleh gelar Sarjana dalam bidang hukum di London. Pada tahun itu juga ia kembali ke India dan bekerja sebagai pengacara di Bombai.48 Dalam masa pengabdiannya dibidang hukum ini, ia banyak berhubungan dengan berbagai kalangan lapisan masyarakat, diantaranya adalah Machperson, Jaksa Agung Bombai. Ia sangat terkesan dengan semangat pengabdian Jinnahn yang masih muda itu dalam baidang hukum, sehingga ia terdorong untuk memberikan fasilitas kepada Jinnah denga kebebasan yang seluas luasnya untuk mempergunakan perpustakaan peribadinya dan diluar dugaan Jinnah sendiri.49

Perjalalan Politik Jinnah Karir politik Jinnah dimulai pada tahun 1906 dengan ikut sertanya ia pada sidang kongres kalkuta ( Calcutta congress Seassion ) sebagai sekertaris presiden, Dhabai Naoradji.50Ia memilih bergabung dengan kongres Nasional karena menurut pendapatnya perjuangan yang paling utama bagi rakyat India adalah kemerdekaan India dan itu hanya dapat dicapai melaui usaha bersama kelompok Islam dan Hindu. Jinnah berkenyakinan bahwa persatuan umat Islam dan umat Hindu India merupakan syarat untuk tercapainya kemerdekaan India.51 Atas Keyakinan, sikap dan upaya untuk menyatukan umat Islam dan umat Hindu ini demi kepentingan nasional dan kemerdekaan India. Ia dijuluki sebagai Ambassador of Hindu Muslim unity.52 Jinnan tidak memasuki liga Muslim pada saat itu, karena politik patuh dan setia pada pemerintah Inggris yang terdapat pada liga Muslimin tidak sesui

48

Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejaraah Pemikiran dan Gerakan, Bulan Bintang, Jakarta, 1992, h. 195. 49 G. Allana, Quad I- Azam Jinnah. Fezosons Ltd, Lahore, h. 195. 50 Syarif Al Mujahid, Quaid I- Azam Jinnah, Study in Interpretation, Quaid I- Azam Academy Karachi, 1981, h. 1 51 Rosental Erwin, I.J. Islam In the Modern National State, Cambridge at the University Press.1965, h. 202. lihat j uga di Syarif Al Muj ahid, op. cit., h. 2 52 Al buruny, op.cit., h.195.

21

dengan jiwanya, ia lebih sesuai dengan jiwa menentang Inggris dengan kepentingan nasional India.53 Hali ini dapat dilihat dari tujuan didirikannya liga Muslimin yang berbunyi: 1. Meningkatkan rasa loyalitas Muslimin terrhadap I nggris dan menghilangkan kesalah fahaman yang mungkin timbu terhadap peraturan - peraturan yang di keluarkan oleh pemerintah. 2. Melindungi dan meningkatkan hak hak politik dan kepentingan muslim, dan menyalurkan kepentingan - kepentingan dan aspirasi - aspirasi mereka kepada pemerintah Inggris 3. Menghindari meningkatnya rasa permusuhan diantara orang Islam terhadap komunitas - komunitas lainnya.54 Pada atahun 1913 yaitu ketika Organisasi ini merubah sikap dan menerima ide, pemerintahan sendiri bagi India sebagai tujuan perjuangan, mulai saat ini sampai terakhir hayatnya sejarah hidup dan perjuangannya banyak berkait dengan Liga Muslimin dan perjuangan umat Islam India untuk menciptakan Pakistan.55 Pada tahun 1913 itu juga Jinnah dipilih menjadi Presiden Liga Muslimin. Pada waktu itu ia masih mempu nyai kenyak inan bahw a kepent ingan u mat Islam India dapat d ij am in melalu i ketentuan ketentuan dalam undang undang dasar untuk itu ia mengadakan pembicaraan dan perundingan dengan pihak kongres Nasional India. Salah satu dari perundingan ialah perjanjian Luckknow 1916. menurut perjanjian itu Umat islam India akan memperileh daerah pemilihan terpisah da ketentuan ini akan dicantumkan dalamm undang undang Dasar Indiayang akan disususn kelak kalau tiba waktunya. Tetapi lama kelamaan ia melihat bahwa untuk memperoleh pandangan yang sama antara golongan Islam dengan umat Hindu sangat sulit. Ghandi

53 54

Harun Nasution, op.cit., h.195. Richad Symond , The Making of Pakistan, Faber and Faber tt,h. 41. 55 Harun Nasution, op.cit. h.195.

22

mengeluarkan konsep Nasionalisme India yang didalammnya Umat Islam tergabung menjadi satu bangsa. Konsep Ghandi ini dan politik non koperasinya ia tentang dan akhirnya, ia meninggalkan partai kongres. Dalam rangka kemerdekan India, pada tahun 1930 1932 di London diadakan konfrensi Meja Bundar oleh Inggris. Pada Konfrensi ini Jinnah menemui hal hal yang menimbulkan perasaan kecewanya yag mendalam. Jinnah menyaksiakan betapa semangatnya kelompok Hindu membicarakan masalahmasalah kemerdekaan India untuk kepentingan orang Hindu dengan tidak memperhatikan sedikitpun kepentingan umat Islam. Perasaan kecewa Jinnah ini di kemukakan beberapa tahun kemudian dihadapan Mahasiswa Muslimin Aligarh dengan mengatakan: Selama konferensi meja Bundar saya merasakan kejutan dalam hidup saya. Ketika saya mendengar beberapa teman Hindu, saya merasakan keadaan tidak menguntungkan. Orang Muslim tidak ubahnya seperti penduduk didaerah tidak bertuan, saya mulai merasa bahwa saya tidak dapat menolong India maupun merubah pikiran orang Hindu, tidak akan membuata orang Muslim sadar akan keadaan jelek ini. Saya merasa begitu kecewa dan muram sehingga saya memutuskan untuk berdiam di London, bukan karena saya tidak mencintai tanah air saya, tettapi saya merasa sangat tidak berdaya lagi.56 Sejak tahun 1932 itu Jinnah memutuskan mengundurkan diri dari lapangan politik dan menetap di London. Disana ia bekerja sebagai pengacara. Dalam pada itu Liga Musimin perlu pimpinan baru yang aktif, maka pada tahun 1984 ia di minta pulang oleh temannya dan pada tahun itu juga ia di pilih menjadi ketua tetap dari Liga Muslimin.57 Perjuangan Politik Jinnah Dalam Pembentukan Pakistan Kepemimpinan Liga Muslimin di bawah Jinnah mengalami perubahan perubahan partai. Dalam sidang tahuanan yang dia adakan di Bombai pada tahun

56

Anwar Enayatullah, Story of Jinnah, a.b. Usman Rahman dan Bahrum Rangkuti, Bulan Bintang, Jakarta. 1976,h.36. lihat juga Rosental,, op-cit, h. 196. 57 Harun Nasution, op. cit., h.196.

23

1936 Konstitusi partai politik di perbaiki untuk membuat organisasi itu lebih demokratis dan lebih hidup. Untuk pertama kalinya organisasi ini

mengadakan persiapan untuk memperebutkan pemilu atas nama Liga Muslimin. Suatu badan pemilihan pusat dengan cabang -cabangnya di Propinsi si bentuk untuk mengatur perjuangan pemeilihan Propinsi undang undang pemerintahan India 1935 ( govermen of India act of 1935). Jinnah mengunjungi seluruh negeri untuk memperoleh dukungan dari calon - calon Liga Muslimin tetapi usahanya ini hanya sebahagian yang berhasil. D isamping itu Liga Muslimin berugah menjadi gerakan rakyat yang kuat. Dimas- masa sebelumnya Liga hanya perkumpulasn golonga atas, yang terdiri darai hartawan pegawai tinggi dan Intelegensia. Hubungan dengan umat Islam awam boleh dikatakan belum ada. Pada tahun 1937 diadakan pemilihan daerah di India.di dalam pemilihan ini Liga Muslimin tidak memperoleh suara yang berarti, sedangkan partai kongres mendapat kemenangan besar. Atas kekalahan itu Liga Muslimin mulai tidak diindahkan lagi oleh partai kongres dan dalam hubungan ini Nerhu pernah mengatakan bahwa yang ada di India hanya duakekuatan politik, yaiatu partai kongres dan pemerintah Inggris. Golongan masyarakat India merasa kuat untuk mengangkat anggota - anggotanya menjadi menteri di daerah - daerah, dan walaupun ada yang di angkat dari golongan Islam, maka mereka adalah pengikut partai kongres dan bukan pengikut Liga Muslimin. Dengan adanya kenyataan ini umat Islam India semakin sadar dan mulai melihat perlunya barisannya diperkuat dengan menyokong Liga Muslimin sebagai satu satunya organisasi umat Islam utuk seluruh dunia. Para perdana mentri Punjab, Bengal dan Sindi mengadakan, kerjasama dengan Jinnah. Jinnah terus berusaha mengadakan pesesuaian paham dengan partai kongres mengenai masa depan India. Berbagai perundingan dia adakan atara Liga Muslimin. Dan partai kongres, tetapi selalu berakhir dengan kegagalan. Golongan nasional India belum mengakui Liga Musliamin sebagai satu satunya organisasi politik umat

24

Islam India. Kekecewaan Jinnah bertambah lagi dan sempat ia ucapkan pernyataan sebagai berikut: Sangatlah sulit untuk mengerti mengapa kawan kawan yang Hindu tidak dapat memahami sifat riil Islam dan Hinduisme. Ternyata keduanya tidak dapat diartikan dengan istilah yang tegar melainkan merupakan tatanan tatanan sisi yang sangat berbeda dan adalah merupakan impian bahawa orang - orang hindu dan Muslim dapatkan mengembangakan suatua Nasionalisme umum dan kesalah pahaman tentang suatu bangsa India telah berlangsung jauh melebihi batas batas. Orang orang Hindu dan Muslim merupakan bagian dari dua filsafat keagamaan kebiasaan kebiasaan sosial, kepustakaan kepustakaan yang berbeda. Memang mereka tidak pernah kawin dengan golongan itu ataupun makan malam bersama dan mereka bagian dari dua macam peradaban yang sebagian besar dan ide ide konsepsi konsepsi yang bertentangan. Aspek aspeknya mengenai keidupan berbeda. Jelaslah bahawa orang - orang Hindu dan Muslim mendapat inspirasi mereka dari sumber - sumber sejarah yang berbeda. Untuk memperlakukan bersama dua bangsa itu dalam satu Negara yang tunggal, yang satu sebagian minoritas jumlahnya dan lainnya sebagia manyoritas, sudah pasti menjurus kepada aperetumbuhan rasa tidak puasan dana akhirnya pembongkaran suatu struktur yang mungkin juga bangunan bagi pemerintahan negara seperti itu. Pengalaman- pengalaman ini membuat Jinnah merubah haluan politiknya. Kepercayaannya kepada partai kongres hilang dan kenyakinan timbul dalam dirinya bahwa kepentingan umat Islam India tidak bisa lagi dijamin melalui perundingan dan penyantuman hasil perundingan dalam undang undang dasar yang akan disusun. Kepentingan umat Islam iIndia bisa terjamin hanya melalui pembentukan negara tersendirikan tepisah dari negara umat Hindu di India. Masalah ini dibahas dirapat tahunan Liga Muslimin yanga diadakan di Lahore pada tahun 1940, atas rekomendasi dari panitia yang khusus di bentuk untuk itu, sidang kemudian menyetujui pembentukan negara tersendiri untuk 25

umat Islam India. Sebagai tujuan perjuangan Liga Muslimin, negara itu diberi nama Pakistan, tetapi perincian mengenai Pakistan belum ada, baik mengenai daerahnya maupun mengenai corak pemerintahannya. Liga Muslimin, sudah mempunyai tujuan yang jelas ini bertambah banyak mendapat sokongan dari umat Islam dan dengan demikian kedudukannya bertambah kuat. Pemuka - pemuka Islam yang bergabung dengan partai kongres nasioal India kehilangan pengaruh. Sebahagian menyebrang ke Liga Muslimin, sebahagian tetap dipartai kongres seperti Abu Kalam Azad, sebagian lagi meninggalkan medan politik. Organisasi organisasi Islam India lain, pada akhirnya juga me nyokong Liga Muslimin dalam menuntut pembentukan Pakistan. Partai kongres j uga baru mulai melihat kekuatan Jinnah dan Liga muslimin yang dipimpinnya. Berlainan dengan masa lampau organisasi umat Islam tidak bisa dia abailkan begitu saja. Ditahun 1944 diadakan perjumpaan antara Jinnah dan Ghandi mengenai aksi bersama terhadap Inggris. Tetapi karena perbedaan faham tetang mas depan India masih besar perjuangan itu tidak membawa hasil apa apa. Saat itu Jinnah menjelaskan apa yang dimaksud dengan Pakistan. Negara baru itu akan mencakupa enam daerah. Daerah perbatasan barat laut, Balukhistan, Sindi dan Punjab disebelah barat serta Bengal dan Assamdisebelah timur penduduk Islam dari daerah ini, menurut Jinnah berjumlah 70 juta dan merupakan 70% dari seluruh penduduk. Pemerintah daerah daerah itu akan berada ditangan umat Islam, dengan tidak melupakan turut sertanya golongan non Islam dalam pemerintahan dan jumlahnya akan disesuaikan dengan persentase mereka di tiap - tiap daerah. Sokongan umat Islam India kepada Jinnah dan Liga Muslimin bertambah kuat lagi dari hasil pemilihan 1946. umpamanya di Assam, Liga Muslimin memperoleh 31 dari 34 kursi dan di Sindi 29dari 34 kursi. Di dewan pusat ( Centeral Assembly) seluruh kursi yang disediakan untuk golongan Islam dapati ide- ide diperoleh Liga Muslimin. kedudukan Jinnah dalam 26

perundingan dengan Inggris dan partai kongres nasional India mengenai masa depan umat Islam di I nda bertambah kuat. Ditahun 1942 inggris telah mengeluarkan janji akan memberikan kemerdekan pada India sesudah perang Dunia II selesai. Pelaksananya mulai bicarakan mulai tahu 1945, tetapi pembicaraan selalu mengalami kegagalan. Akhirya pemerintah Inggris memutuskan untuk membentuk pemerintah sementara yang terdiri atas orang - orang yang di tentukan Inggris sendiri. Jinnah menentang usaha ini dan pemerintahan Inggris menunjuk Presiden partai kongres Nasional India, Pandit Neru, untuk menyusun pemerintahan sementar. Huru hara timbul dan Jinnah diminta supaya turut pemerintahan sementara itu ia menunjuk lima pemimpin Liga muslimin untuk turut serta dalam pemerintahan, tetapi huru hara tidak dapat diatasi. Saat itu di putuskan untuk mengadakan sidang Dewan Konstitusi pada bulan Desember 1946, dan Jinnah melihat bahwa suasana demikian sidang tidak bisa diadakan karena itu melihat agar di tunda. Permintaanya tidak di dengar dan ia mengeluarkan pernyataan tidak diboikot sidang dewan konstitusi pemerintah Inggris merubah sikap dan memutuskan akan menyerahkan kedaulatan pada waktu lain sebelum Juni 1948. Setahun kemudian keluarlah keputusan Inggris untuk mengarahkan kedaulatan kepada dua Dewan konstitusi, satu untuk Pakistan dan satu untuk India. Pada tanggal 14 Agustus 1947 Dewan Konstitusi Pakistan dibuka dengan resmi dan keesok harinya 15 Agustus 1947 Pakistan lahir sebagai Negara bagi umat Islam India. Jinnah diangkat menjadi Gubernur Jendral dam mendapat gelar Qaid - I - Azam ( Pemimpin Besar ) dari rakyat Pakistan. Ia masih sempat menikmati hasil perjuangannya setahun lebih. Ia meninggal bulan September 1948 di Karchi.

27

BAB III KESIMPULAN

Mengacu dari uraian dan pembahasan terdahulu dapat ditarik konklusi, sebagai berikut: Sayyid Amir Ali berasal dari keluarga Syiah yang berhijrah dari Persia ke India dan akhirnya menjadi pejabat Istana kerajaan Munghal. Dari sanalah Sayyid Amir Ali memulai pendidikannya bahasa dan sasrta Inggris. Selanjutnya ia menempuh studi di Inggris dan menjadi seorang ahli dalam hukum Inggris, kemudian ia kembali ke India dan terlibat dalam dunia akademisi dan politk sekaligus berafiliasi dengan pemerintahan Inggris, hal ini merupakan suatu upaya untuk memperjaungkan kepentingan umat Islam, tidak hanya yang ada di India, tetapi juga keutuhan khilafah Utsmania di Turki. Pandangan Sayyid Amir Ali tidak hanya mencakup hal-hal yang berhubungan dengan pemikiran dan teologi, seperti hari akhirat, isu sosial dan perbudakan, kelemahan umat Islam, kosepsi tentang ketuhanan, kenabian dan akal, kebebasan kehendak dan perbautan manusia, pandangan terhadap rasionalisme kaum Mutazilah. Meskipun demikian, Sayyid Amir Ali tetap menjadi seorang apolog Islam modern yang membela eksistensi Islam dari berbagai serangan, baik internal maupun eksternal. Iqbal adalah seorang intelektualis asal Pakistan telah melahirkan pemikiran dan peradaban besar bagi generasi setelahnya . Iqbal merupakan sosok pemikir multi disiplin. Ia adalah seorang sastrawan, negarawan, ahli hukum, filosof, pendidik dan kritikus seni. Menilai kepiawaiannya yang multidisiplin itu, pak Natsir mengatakan "tentulah sukar bagi kita untuk melukiskan tiap-tiap aspek kepribadian Iqbal. Jiwanya yang piawai tidak saja menakjubkan tetapi juga jarang ditemui". 28 dengan mempelajari bahasa Arab kemudian

Islam sebagai way of life yang lengkap mengatur kehidupan manusia, ditantang untuk bisa mengantisipasi dan mengarahkan gerak perubahan tersebut agar sesuai dengan kehendak-Nya. Oleh sebab itu hukum Islam dihadapkan kepada masalah signifikan, yaitu sanggupkah hukum islam memberi jawaban yang cermat dan akurat dalam mengantisipasi gerak perubahan ini? Dengan tepat Iqbal menjawab bisa kalau umat Islam memahami hukum Islam seperti cara berfikir Umar bin Khattab. Muhammad Ali Al Jinnah adalah pelopor utama berdirinya Pakistan kemampuan dan kecakapan Jinnah dalam mewujudkan idenya di topang oleh Ilmu yang ia peroleh selama di Eropa. Tujuan pertama berdirinya Pakistan adalah agar umat Islam India dapat menjalankan ajaran agamanya dengan aman dan damai, tanpa hal itu mustahil tercipta persesuaian pandangan antar penganut agama besar itu.

29

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Akbar S, Islam to Day: A Short Introduction to the Muslim World. London: I.B. Tauris & Co Ltd, 2001. Ahmad, Ziauddin, Influence of Islam on World Civilization. Karachi: Royal Book Company, 1994. Amin, Husayn Ahmad, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya, 1999 Ali, Mukti, Alam Pikiran Isalm Modern di India dan Pakistan. Cet. IV; Bandung: Mizan, 1998. ----------, Alam Pikiran Islam Modern di Timur Tengah. Jakarta: Djambatan, 1995. Esposito, John L. (Ed), The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World. Vol: I; New York: Oxford University Press, 1995 Haq, Mazharul, A Short History of Islam. Cet. XVII; Lahore: Bookland, 2002. Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Cet. XIII; Jakarta: Bulan Bintang, 2003. Siddiqi, Mazheruddin, Modern Reformis Thought in The Muslim World.Islamabd: Islamic Research Institute Press, 1982. Tamara Sonn, Zafar Ishaq Ansari, John L Esposito, (ed) Muslims and the West: Encounter and Dialogue.Islamabad: Islamic Research Institute Press, 2001. Al-Qur'an Terjemah, Depag RI. Penerbit Al-Huda (Kelompok GIP), Depok, tahun 2005 Ali, Mukti A, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Bandung, Mizan 1998, Cet. III Asad, Muhammad, Asas-asas Negara dan Pemerintahan dalam Islam (terj. Muhammad Radjab), Jakarta, Granada, cet. 1, th. 1427 H

30

Azra, Azyumardi dan Syafii Maarif, Ensiklopedi Tokoh Islam dari Abu Bakr sampai Natsir dan Qardhawi. Bandung, Mizan, tahun 2003 Enver, Ishrat Hasan, Metafisika Iqbal, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, cet. 1, th. 2004 Glase, Cyril, Ensiklopedi Islam,Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, cet.3 tahun 2002 Gunadi, R.A dan M Shoelhi, Khzanah Ornag Besar Islam, Dari Penakluk Jerusalem Hingga Angkonol Jakarta : Republika : 2002 Gwinn, Robert P. (Et.al), The New Encyclopaedia Britannica, The Univercity Of Chicago, Volume 6, Cet. 15 Hawasi, Eksistensialisme Mohammad Iqbal, Jakarta, Wedatama Widya Sastra, th. 2003 Hilmi, Musthafa Muhammad, Manhaj 'Ulama' al-Hadits wa as-Sunnah Fii Ushuul adDiin, Kairo, Daar Ibn Jauzi, Cet. 1, th. 2005 http://tghrib.ir/melayu/?pgid=69&scid=156&dcid=38329, disadur pada tanggal 18 November 2008 Iqbal, Muhammad. Tajdiid At-Tafkiir Ad-Diinii Fii al-Islam, Kairo, cet. 2, th. 1968 Iqbal, Muhammad. Rekonstruksi Pemikiran Agama Dalam Islam, Jogjakarta, Penerbit Lazuardi, cet. 1, tahun 2002. Mohammad, Herry (dkk), Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20,Jakarta, Gema Insani, cet.1, th. 2006 Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang, th. 2003, cet. XIV, hal 185 Natsir, Mohammad Kapita Selekta 2, Jakarta, PT Abadi dan Yayasan Kapita Selekta, cet. 2 , th. 2008 Pringgodigdo, A.G., Ensiklopedi Umum, Penerbit Yayasan Kanisius, tahun 1977 Saefuddin, Didin. Pemikiran Modern Dan Postmodern Islam, Jakarta, Grasindo, th. 200 Sani, Abdul, Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Dalam Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, cet. 1, th. 1998 Smith, W.C. Modern Islam in India (Lahore : Ashraf, 1963)

31

You might also like