You are on page 1of 34

METODOLOGI PEMBELAJARAN PKn

1. 2. 3. 4. 5. Metode Pembelajaran PKn Media Pembelajaran PKn Model Pembelajaran PKn Penilaian Pembelajaran PKn Pengembangan Silabus dan RPP

METODE PEMBELAJARAN PKn


Demonstrasi (Demonstration). Observasi (Pengamatan). Diskusi. Debat. Dramatisasi. Latihan (Drill). Percobaan (eksperimen). Pengalaman Lapangan (Field Experience). Permainan (gaming).

Model dan tiruan (Modelling and Imitation). Diskusi Panel (Panel discussion). Pemecahan masalah (problem solving).

ANAK BELAJAR :
10% DARI APA YANG DIDENGAR 20% DARI APA YANG DIBACA 30% DARI APA YANG DILIHAT 50% DARI APA YANG DILIHAT & DIDENGAR 70% DARI APA YANG DIKATAKAN 90% DARI APA YANG DIKATAKAN & DILAKUKAN

Dilihat dari sumber pengadaannya, media yang lebih banyak digunakan dalam pembelajaran materi kewarganegaraan merupakan media yang dibuat atau direkayasa sendiri oleh guru seperti transparansi, Flif Chart, flannel/magnetic board, kliping, gambar, dan media stimulus seperti cerita kasus dan media VCT daftar.

materi kewarganegaraan sangat berkaitan dengan peristiwa-peristiwa aktual dinamika politik dan ketatanegaraan yang sedang berubah. Peristiwa-peristiwa tersebut seyogianya dikaitkan dengan proses pembelajaran sesuai dengan materi pokok yang sedang dibahas. Dalam kaitan ini, media televisi, film, tape recorder, video recorder, dan manusia sebagai model (tokoh) sangatlah membantu keberhasilan proses pembelajaran.

Jenis media
Suara (audio) baik suara guru ataupun suara kaset Hal-hal yang bersifat visual, seperti bagan, matrik, gambar, flip chart, flannel, data dan lain-lain Suara yang disertai visualisasi (audio-visual) seperti tayangan televisi, film, video, dan sebagainya Hal-hal yang bersifat materil, seperti model-model, benda contoh dan lain-lain Gerak, sikap dan perilaku seperti simulasi, bermain peran, role playing, dan lain-lain. Barang cetakan seperti buku, surat kabar, majalah, jurnal, dan brosur. Peristiswa atau ceritera kasus yang mengandung dilema moral.

KRITERIA PEMILIHAN MEDIA


Indikator yang ingin dicapai tingkat usia dan kematangan siswa kemampuan baca siswa tingkat kesulitan dan jenis konsep pelajaran tersebut keadaan/latar belakang pengertahuan atau pengalaman siswa

S.Winataputra (1989:163)
menegaskan bahwa hal yang harus diperhatikan dalam menetapkan media yang akan dipakai dalam PKn adalah bahwa media itu harus dapat memberikan rangsangan kognitif atau cognitive simulation sehingga media tersebut dapat menimbulkan cognitive dissonance. Dengan terciptanya kondisi psikologis tersebut maka para siswa akan ditantang untuk bisa meningkatkan taraf moralitasnya. Pemberian rangsangan moral kognitif tersebut bisa melalui kliping surat kabar atau media yang bersifat auditif seperti radio dan kaset yang berkaitan dengan masalah aktual.

Kosasih Djahiri (1992)


mengemukan ada dua pertimbangan yang dijadikan landasan bahwa media stimulus sangat penting dalam pengajaran PPKn sebagai pendidikan nilai, moral, norma yaitu pertama, dunia dan potensi serta proses afektual peserta didik hanya dapat bergetar dan terlibatkan apabila ada media stimulus (perangsang) yang menggetarkan. Kedua, proses afektual sukar terjadi melalui bahan ajar yang konsepsional, teoritik dan normatif. Bahan ajar ini masih harus diolah dan dimanipulasi oleh guru menjadi media stimulus afektif berkadar tinggi.

CONTOH
Salah satu media stimulus yang sering digunakan dalam pembelajaran materi pendidikan nilai adalah lembaran VCT daftar dan lembaran cerita kasus baik kisah nyata maupun fiktif yang direkayasa oleh guru. Contoh cerita kasus (fiktif) tabrak lari. Ceritera tersebut dapat dibuat sendiri atau mengutip dari media massa.

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN
Concept Analysis Model (Model Analisis Konsep) Creative Thinking Model (Model Berpikir Kreatif) Experiential Learning Model (Model Belajar melalui Pengalaman) Group Inquiry Model (Model Kelompok Inkuiri) The Role-Playing Model (Model Bermain Peran) Quantum Teaching

Concept Analysis Model (Model Analisis Konsep)


Model ini digunakan untuk membelajarkan siswa mengenai bagaimana memproses informasi yang berkaitan dengan pelajaran. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa siswa-siswa harus mempelajari semua konsep dasar yang terkandung dalam suatu mata pelajaran dan mereka harus diberi kesempatan praktik yang terarah mengenai klasifikasi dan diskriminasi. Semua ini diperlukan agar mereka mempunyai landasan yang kokoh bagi belajar selanjutnya.

PERSYATARATAN

Agar guru-guru dapat menggunakan model ini dengan berhasil, mereka harus mampu: memilih konsep-konsep yang berkaitan dengan mata pelajaran yang bersangkutan, yang sesuai dengan tingkat perkembangan atau kemampuan siswa-siswa mereka; menganalisis konsep-konsep tersebut untuk menentukan kadar dan jenis kesulitannya; memantau pemahaman siswa-siswa mengenai masing-masing konsep; dan mengatur waktu pembelajaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip belajar dan teori perkembangan yang telah diterima. Adapun langkah-langkah pokok penggunaan model ini, yaitu: memilih dan menelaah konsep-konsep yang akan diajarkan; mengembangkan dan menggunakan strategi-strategi yang tepat dan materi-materi yang berhubungan; dan mengembangkan dan menggunakan prosedur penilaian yang tepat. model ini menekankan pada isi mata pelajaran dan pemprosesan informasi. Model ini paling cocok untuk mata pelajaran IPS, matematika, dan IPA

Creative Thinking Model (Model Berpikir Kreatif)


Model ini dirancang untuk meningkatkan kefasihan, fleksibilitas, dan orisinilitas yang digunakan siswa-siswa untuk mendekati bendabenda, peristiwa-peristiwa, konsep-konsep, dan perasaan-perasaan model ini menitikberatkan pada pemprosesan informasi dan keterampilan-keterampilan pertumbuhan pribadi. Model ini paling sesuai untuk IPA, IPS, dan Seni Bahasa, cocok untuk siswa-siswa kelas III SD hingga SLTP.

PERSYARATAN
Agar guru-guru berhasil dalam menggunakan model ini, maka mereka harus mampu: membangun suasana yang memungkinkan bagi diterimanya semua ide atau pendapat, yang tidak hanya karena bermanfaat untuk saat itu saja, tetapi juga karena keaslian ide-ide dari siswa-siswa serta potensi mereka untuk menuju ke ide-ide dan arah baru; membantu siswa-siswa agar menyadari kekurangan-kekurangan dan kesenjangan-kesenjangan pada penjelasan-penjelasan dan keyakinankeyakinan yang biasa terjadi; membantu siswa-siswa agar menjadi lebih terbuka dan lebih peka terhadap lingkungan mereka; menjamin tiadanya suasana yang formal atau seperti sedang dites, yang biasanya dapat mengganggu kreativitas dan berpikir orisinil siswa; dan memberikan stimuli (rangsang) yang akan menawarkan praktik untuk berpikir yang jernih. Langkah-langkah pokok dalam menggunakan model ini sebagai berikut. membangun suatu suasana yang dapat membina berpikir kreatif; mengajar siswa-siswa untuk menggunakan teknik-teknik yang menuju ke arah ide-ide dan produk-produk baru; dan mengevaluasi dan mengetes ide-ide yang telah ditawarkan.

Experiential Learning Model (Model Belajar melalui Pengalaman)


Model ini memberikan kesempatan kepada siswa-siswa untuk memperlakukan lingkungan mereka dengan keterampilanketerampilan berpikir yang tidak berhubungan dengan suatu bidang studi atau mata pelajaran khusus. Model ini didasarkan pada temuan-temuan Piaget bahwa perkembangan kognitif terjadi ketika anak-anak berinteraksi dengan aspek-aspek lingkungan mereka yang membingungkan atau nampak bertentangan. Oleh sebab itu, apabila model ini digunakan, waktu belajar harus diisi dengan kegiatan-kegiatan yang dapat menumbuhkembangkan rasa ingin tahu siswa-siswa, dan yang mampu menyedot seluruh perhatian mereka. Hal ini misalnya berupa kegiatan bermain dengan atau melakukan suatu terhadap benda-benda konkrit atau bahan-bahan yang memungkinkan mereka melihat apa yang terjadi pada benda atau bahan tersebut.

PERSYARATAN
Sementara itu agar guru dapat menggunakan model ini secara efektif, ia harus mampu: menyediakan benda-benda atau bahan-bahan konkrit untuk digunakan, ditelaah, atau diteliti oleh siswa-siswa; menyediakan serangkaian kegiatan yang cukup luas sehingga menjamin pemenuhan minat siswa dan menumbuhkan rasa keterlibatan mereka; mengatur kegiatan-kegiatan sehingga siswa-siswa yang berbeda tingkat perkembangan kognitifnya akan belajar satu sama lain; mengembangkan teknik-teknik bertanya untuk mengungkap alasan-alasan siswa yang mendasari respons-respons mereka; dan menciptakan lingkungan kelas yang dapat meningkatkan perkembangan proses-proses kognitif.

Group Inquiry Model (Model Kelompok Inkuiri)


Model ini mengajar anak-anak untuk bekerja dalam kelompok untuk mengivestigasi topik-topik yang kompleks. Model ini beranggapan bahwa kemampuan untuk mengikuti dan menyelesaikan tugas-tugas dalam lingkungan kelompok adalah penting baik dalam situasi dalam kelas maupun yang bukan di ruangan kelas. Anak-anak yang dapat berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan pemecahan masalah dalam kelompok demikian ini akan memiliki keterampilan-keterampilan sosial yang diperlukan untuk mendekati berbagai mata pelajaran dengan cara yang produktif. Mengingat model ini menekankan pada keterampilanketerampilan interaksi sosial yang berorientasi pada tugas, maka model ini paling sesuai dengan mata pelajaran IPA dan IPS bagi siswa-siswa SD kelas IV hingga SLTP.

PERSYARATAN
Apabila guru-guru ingin menggunakan model ini secara efektif, maka mereka harus mampu: membantu siswa-siswa merumuskan situasi-situasi yang menarik atau mengandung teka-teki, yang dapat diterima untuk penelitian atau yang layak untuk diteliti; mengajarkan keterampilan-keterampilan untuk melakukan penelitian dan evaluasi tingkat dasar yang diperlukan bagi inkuiri yang berhasil; membantu siswa-siswa mempelajari keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk kerja kelompok yang berhasil; dan memberi kesempatan kepada siswa-siswa untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan kelompok dan mengambil keputusan-keputusan kelompok mereka sendiri. Langkah-langkah yang perlu ditempuh guru dalam menggunakan Model Kelompok Inkuiri ini sebagai berikut. menyajikan situasi dan merumuskan pertanyaan-pertanyaan inkuiri merencanakan investigasi (penelitian) melaksanakan investigasi menyajikan temuan-temuan mengevaluasi investigasi

The Role-Playing Model (Model Bermain Peran)


Model ini memberikan kesempatan kepada siswasiswa untuk praktik menempatkan diri mereka di dalam peran-peran dan situasi-situasi yang akan meningkatkan kesadaran mereka terhadap nilainilai dan keyakinan-keyakinan mereka sendiri dan orang lain. Bermain peran dapat membantu mereka untuk memahami, mengapa mereka dan orang lain berpikir dan bertindak sebagaimana yang mereka lakukan. Dalam proses mencobakan peran orangorang yang berbeda dari mereka sendiri, siswasiswa dapat mempelajari baik perbedaan maupun persamaan tingkah laku manusia dan dapat menerapkan hasil belajar ini dalam situasi-situasi kehidupan yang nyata.

PERSYARATAN
Agar guru-guru dapat menggunakan model ini secara efektif, mereka harus mampu: menyajikan atau membantu siswa-siswa memilih situasi-situasi bermain peran yang tepat; membangun suasana yang mendukung, yang mendorong siswa-siswa untuk bertindak seolah-olah tanpa perasaan malu; mengelola situasi-situasi bermain peranan dengan cara yang sebaik-baiknya untuk mendorong timbulnya spontanitas dan belajar; dan mengajarkan keterampilan-keterampilan mengobservasi dan mendengarkan sehingga siswa-siswa dapat mengobservasi dan mendengarkan satu sama lain secara efektif dan kemudian menafsirkan dengan tepat apa yang mereka lihat dan dengarkan. Adapun langkah-langkah pokok dalam penggunaan model ini sebagai berikut. memilih situasi bermain peran mempersiapkan kegiatan bermain peran memilih peserta/pemain peran mempersiapkan penonton memainkan peran (melaksanakan kegiatan bermain peran) mendiskusikan dan mengevaluasi kegiatan bermain peran

Quantum Teaching.
Quantum berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Quantum Teaching berarti suatu orkestrasi dari berbagai macam interaksi yang terjadi di dalam dan di sekitar momen atau peristiwa belajar. Interaksi-interaksi ini membangun landasan dan kerangka untuk belajar yang dapat mengubah kemampuan dan bakat siswa menjadi cahaya yang bermanfaat bagi mereka sendiri dan orang lain. Quantum Teaching ini juga menerapkan percepatan belajar dengan menyingkirkan hambatan-hambatan yang menghalangi proses belajar alamiah dengan menggunakan musik, mewarnai lingkungan sekeliling, menyusun bahan pengajaran yang sesuai, cara penyajian yang efektif, dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Quantum Teaching juga memudahkan segala hal untuk menyingkirkan hambatan belajar dan mengembalikan proses belajar ke keadaannya yang mudah dan alami.

ASAS
Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka.

PRINSIP
Maksudnya, bahwa segala sesuatu yang ada di lingkungan kelas mengandung dan menyampaikan pesan tentang belajar. Hal ini mengandung arti bahwa semua kreasi Anda terutama mengenai belajar mempunyai tujuan yang terukur. Prinsip ini menghendaki agar siswa belajar dengan mengalami sesuatu yang terkait dengan informasi yang sedang dipelajarinya sebelum mereka memperoleh nama tentang apa yang mereka pelajari atau dengan perkataan lain, sebelum mereka menemukan dan merumuskan konsep atau prinsip. Belajar merupakan suatu rangkaian usaha siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar, dan usaha itu sendiri mengandung risiko. Oleh sebab itu, siswa-siswa patut memperoleh pengakuan terutama dari guru atas usaha, kerja keras, kecakapan, dan kepercayaan diri mereka. Perayaan ini dimaksudkan sebagai ungkapan pengakuan atas partisipasi, penyelesaian tugas, dan prestasi siswa-siswa.
Jika layak dipelajari, maka layak pula untuk dirayakan Akui setiap usaha Pengalaman sebelum pemberian nama Segalanya berbicara

Segalanya bertujuan

Dengan demikian, proses belajar yang digubah melalui Quantum Teaching akan melahirkan suasana yang meriah dan menyenangkan (joyful). Dengan demikian, yang akan terjadi adalah sebuah momen Quantum Learning yang dipraktikkan di kelas melalui Quantum Teaching.

PENILAIAN
Penilaian sering disamartikan dengan evaluasi. Sebenarnya istilah penilaian adalah alih-bahasa dari istilah assessment, bukan alihbahasa dari istilah evaluation (evaluasi). Kedua istilah ini (penilaian/assessment dan evaluasi/ evaluation) sebenarnya memiliki kesamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah keduanya mempunyai pengertian menilai, atau menentukan nilai sesuatu. Perbedaanya terletak pada konteks penggunaannya. Penilaian (assessment) digunakan dalam konteks yang lebih sempit dan biasanya dilaksanakan secara internal, yakni oleh orang-orang yang menjadi bagian atau terlibat dalam sistem yang bersangkutan, seperti guru menilai hasil belajar murid, atau Supervisor menilai guru. Baik guru maupun supervisor adalah orang-orang yang menjadi bagian dari sistem pendidikan. Adapun evaluasi digunakan dalam konteks yang lebih luas dan biasanya dilaksanakan secara eksternal, seperti konsultan yang disewa untuk mengevaluasi suatu program baik pada level terbatas maupun pada level yang luas.

Penilaian Berbasis Kelas


Penilaian berbasis kelas merupakan suatu proses pengumpulan,pelaporan dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa dengan menerapkan prinsip-prinsip penilaian, pelaksanaan berkelanjutan, bukti-bukti otentik, akurat dan konsisten sebagai akuntabitas publik. Penilaian berbasis kelas mengidentifikasi pencapaian kompetensi dan hasil belajar yang dikemukakan melalui pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai disertai dengan peta kemajuan belajar siswa dan pelaporan.

Penilaian berbasis kelas menggunakan arti penilaian sebagai assessment yaitu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh dan mengefektifkan informasi tentang hasil belajar siswa pada tingkat kelas selama dan setelah kegiatan belajar mengajar (KBM). Data atau informasi selama dari penilaian berbasis kelas merupakan salah satu bukti yang dapat digunkana untuk mengukur keberhasilan suatu program pendidikan.

Prinsip-prinsip
Valid; Mendidik Berorientasi pada kompetensi Adil dan obyektif Terbuka; Berkesinambungan Menyeluruh Bermakna

You might also like