You are on page 1of 9

MENENTUKAN METODE PERBAIKAN UNTUK TANAH GAMBUT

Oleh : Faisal Estu Yulianto Dosen Fakultas Teknik-Universitas Madura (Unira) Pamekasan E mail : femi_281208@yahoo.com

Fuad Harwadi Dosen Fakultas Teknik-Universitas Borneo (UB) Tarakan E mail : fuhar_70@yahoo.com.
Abstrak : Tanah gambut merupakan tanah organik yang terbagi atas gambut berserat dan gambut tidak berserat; dari beberapa penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa, sifat fisik tanah gambut yang rendah (angka pori besar, kadar air tinggi dan berat volume tanah kecil), berakibat pada daya dukung tanah gambut yang rendah, terlebih tanah gambut merupakan tanah non kohesi. Untuk itu diperlukan suatu perbaikan apabila tanah gambut akan dijadikan penopang bangunan sipil. Penentuan metode yang digunakan didasarkan pada tiga hal, yaitu : tebal lapisan tanah gambut, jenis tanah gambut dan besarnya pemampatan yang terjadi. Metode yang telah dikenal selama ini terbagi atas metode mekanis dan metode stabilisasi. Tetapi metode yang ada masih bersifat tidak ramah lingkungan sehingga perlu dikembangkan suatu metode perbaikan tanah gambut yang lebih ramah lingkungan dengan memanfaatkan bahan limbah produksi. Kata kunci : tanah gambut, sifat fisik & teknik, metode perbaikan. Abstract : Peat soil is very soft soil with high organic content ( 75%) divide as fibrous peat and amorphous granular peat; some research indicate that, peat soil have low physical parameter (high void ratio, high water content and low unit weight), because of that parameter, peat soil have low bearing capacity and non cohesion soil; peat soil improvement needed to increase the bearing capacity to support civil building. Peat soil improvement method determine base on : thickness of peat, type of peat soil, and level of compression that happened. The method have been recognized divisible during the time as mechanical method and stabilization method. But the method have been done had environmental effect (except stabilization) because damage other environment. So that, method of environmental friendlier for peat soil need to develop exactly by exploiting waste substance produce. Key word : peat soil, physic & engineering parameter, method of peat soil improvement.

I.

PENDAHULUAN Tanah gambut atau lebih dikenal dengan nama Peat Soil adalah tanah yang mempunyai kandungan organic cukup tinggi dan pada umumnya terbentuk dari campuran fragmen-fragmen material organic yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang telah berubah sifatnya menjadi fosil. Menurut Van de Meene (1982) tanah gambut terbentuk sebagai hasil proses penumpukan sisa tumbuhan rawa seperti berbagai macam jenis rumput, paku-pakuan, bakau, pandan, pinang, serta tumbuhan rawa lainnya. Gambut Indonesia merupakan jenis gambut tropis dengan luas area tanah gambut mencapai kurang lebih 15,96 juta hektar (Wijaya, Adhi, dkk, 1991) yang sebagian besar terdapat di Pulau Sumatera, Kalimantan dan papua dengan variasi kedalaman yang berbeda serta merupakan areal gambut terbesar ketiga di Dunia (panduan Geoteknilk, 2001). Luas area tanah gambut yang cukup besar merupakan suatu kendala dalam pengembangan infrastruktur suatu wilayah. Hal ini disebabkan tanah gambut merupakan tanah sangat lunak (very soft soil) dengan daya dukung yang sangat rendah dan mempunyai sifat mudah mampat jika terdapat beban yang bekerja diatasnya. Apabila kemampuan untuk mendukung beban lebih rendah dari pada berat konstruksi yang harus dipikulnya maka akan terjadi kelongsoran (bearing capacity

failure). Begitu juga dengan pemampatan yang tidak merata (differential settlement) akan menyebabkan terjadinya retak-retak struktur atau miringnya konstruksi yang ada. Karena sifat tanah gambut yang tidak menguntungkan tersebut maka para Civil Engineer selalu mengalami kesulitan untuk membangun diatas lapisan tanah tersebut. Untuk mengatasi hal tesebut diperlukan suatu metode perbaikan yang tepat untuk tanah gambut. Tulisan ini akan manyajikan hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan metode perbaikan tanah yang tepat untuk tanah gambut serta beberapa metode perbaikan tanah gambut yang telah dilakukan dan pengaruh yang didapatkan akibat metode perbaikan tanah gambut tersebut dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti serta pengamatan penulis selama melakukan penelitian tentang tanah gambut. II TINJAUAN PUSTAKA MacFarlane dan Radforth (1965), membedakan tanah gambut menjadi 2 (dua) kelompok menurut serat yang terkadung yaitu : kandungan serat 20% dinamakan Fibrous Peat (Gambut Berserat), sedang tanah gambut dengan kandungan serat < 20% dinamakan Amorphous Granular Peat (Gambut Tidak Berserat). Tanah gambut berserat dan gambut tidak berserat dapat dikelompokkan sebagai tanah sangat lembek dan pada umumnya mempunyai kemampuan mendukung beban (daya dukung/bearing capacity) yang sangat rendah dan pemampatan (settlement) yang sangat besar. Sifat fisik tanah gambut ditunjukkan pada Tabel 1. Suatu yag sangat khusus dari fisik tanah gambut adalah nilai kandungan organic yang tinggi; hal ini sesuai dengan proses pembentukan tanah gambut itu sendiri. Nilai angka pori yang besar serta kandungan air yang tinggi menyebabkan harga koefesien rembesan tanah gambut menyerupai pasir; hal ini wajar mengingat pori yang besar menyebabkan air dalam pori mudah keluar apabila terdapat beban diatasnya. Nilai berat volume tanah gambut yang kecil menunjukkan bahwa kepadatan tanah gambut tidak seperti tanah pada umumnya. Jika dihubungkan dengan nilai kadar airnya yang tinggi, berat air yang terkandung dalam tanah gambut mencapai 6 (enam) kali lebih berat dibandingkan berat butiran soil tanah gambut itu sendiri. Hal yang penting untuk diperhatikan adalah tanah gambut menpunyai nilai pH yang sangat rendah, hal ini bersifat sangat korosif (Mochtar, N.E, 2002) terhadap material baja dan beton yang ada dalam lingkungan tersebut.
Tabel 1. Sifat Fisik Tanah Gambut Indonesia

No

Sifat Fisik

Nilai 95 99% 0,9 1,25 t/m3 750% - 1500% 5 15 4 -7 1 5% 1,38 1,52 -02 2. s/d 1,2-06 cm/dt

1 Kandungan Organik (Oc) 2 Berat volume (t) 3 Kadar air (w) 4 Angka pori (e) 5 pH 6 Kadar abu (Ac) 7 Spesifik gravity (Gs) 8 Rembesan (k) (diambil dari berbagai sumber)

Sifat fisik suatu material akan berpengaruh terhadap sifat teknik material itu sendiri; demikian pula yang terjadi pada tanah gambut. Tabel 2 menunjukkan sifat teknik tanah gambut, dimana sifat teknis yang paling menonjol adalah daya dukungnya yang rendah dan kemampumampatannya yang tinggi. Berbagai penyelidikan terhadap daya dukung tanah gambut menunjukkan bahwa daya dukungnya bahkan lebih rendah dari soft clay (Jelisic & Leppanen, 1992).

Tabel 2. Sifat Teknik Tanah Gambut No Sifat Fisik 1 2 3 4 5 6 Kohesi tanah/kuat geser Compressibility/kemampumampatan Bearing capacity/kapasitas dukung Sudut geser dalam Ko/koefesien tek tanah at rest Konsolidasi

Nilai 0 (Adam, 1965) sangat tinggi 5-7 kPa > 50 derajat maks. 0,5 sangat lama

Keterangan non cohesive material sensitif thd beban Skandinavia terutama fibrous peat lbh kecil dr lempung 4 tahap

(diambil dari berbagai sumber) Nilai sudut geser-dalam tanah gambut berserat sangat besar yaitu > 500; tetapi hal tersebut sangat dipengaruhi oleh serat yang ada. Landva (1982) menyatakan bahwa harga sudut geser-dalam untuk tanah gambut berserat sebenarnya berkisar antara 270 320. Kemampuan tanah gambut yang tinggi untuk menyerap dan menyimpan air akan berpengaruh pada sifat teknik tanah gambut (Vautrain, 1976); semakin besar kadar air yang terkandung pada tanah gambut semakin kecil pula kekuatannya. Selain itu, tanah gambut sangat sensitif terhadap beban yang bekerja diatasnya, hal ini menunjukkan bahwa tanah gambut mempunyai harga pemampatan yang tinggi (High Compressibility). Perilaku pemampatan tanah gambut sangat berbeda dengan perilaku pemampatan pada tanah lempung. Gambar 2 menunjukkan kurva pemampatan ( vs log t) tanah gambut berserat dengan beban 25 kPa. Pada kurva tersebut terlihat adanya 4 (empat) komponen pemampatan yaitu pemampatan segera (i), pemampatan primer (p), pemampatan sekunder (s) dan pemampatan tersier (t). Pemampatan primer adalah proses keluarnya air pori dari makropori, pemampatan sekunder primer merupakan proses keluarnya air dari mikropori (serat) ke makro pori sedangkan pemampatan tersier adalah proses dekomposisi dari tanah gambut. Karena alasan tersebut maka penggunaan metode Terzaghi (1925) untuk menentukan besar pemampatan pada tanah gambut kurang tepat.

Gambar 1. Kurva Hubungan vs Log t pada Tanah Gambut dengan Beban 25 kPa (Dhowian dan Edil, 1980).

METODOLOGI PENENTUAN METODE PERBAIKAN TANAH GAMBUT Metode yang digunakan untuk meningkatkan kekuatan tanah gambut (peat soil improvenment) secara umum dikelompokkan dalam 2 (dua) kelompok yaitu : metode cara mekanis dan metode stabilisasi; namun yang perlu diperhatikan dalam memilih metode perbaikan tanah gambut adalah : 1. Ketebalan lapisan tanah gambut dan lapisan dibawahnya Ketebalan tanah gambut merupakan hal terpenting untuk menentukan metode yang harus diterapkan guna meningkatkan daya dukungnya. Semakin tebal suatu lapisan tanah gambut maka tingkat kesulitan tanah gambut semakin besar; begitu pula dengan biaya penanggulangnnya, semakin tebal lapisan tanah gambut semakin besar biaya yang harus dikeluarkan. Tabel 3 menunjukkan jenis tanah gambut berdasarkan ketebalan lapisannya. Untuk gambut Indonesia ketebalan tanah lapisan tanah gambut bisa mencapai 16 meter dan biasanya dibawah lapisan tanah gambut terdapat lapisan tanah lempung lunak yang menambah permasalahan dalam menentukan metode perbaikannya.
Tabel 3. Klasifikasi Tanah Gambut Menurut Kedalamannya

III.

Dasar Kalsifikasi Kedalaman Gambut

Kategori 1. <1.0 m 2. 1.0-1.5 m 3. 1.5-3.0 m 4. >3.0 m

Keterangan Shallow Moderate Deep Very Deep

(Sumber : Jamil, et. al, 1989.)

2. Jenis tanah gambut : gambut berserat atau tidak berserat Perilaku tanah gambut berserat sangat berbeda dengan tanah lempung; hal ini disebabkan tanah gambut berserat mempunyai 2 (dua) jenis pori yaitu : makropori yang berada diantara serat-serat dan mikropori yang berada dalam serat (MacFarlane, 1959). Tabel 4. menunjukkan sifat dan perilaku pemampatan pada tanah gambut berserat dan tidak berserat. Pengaruh kadar serat yang tinggi akan berdampak pada perilaku pemampatan tanah gambut jika dikenai beban diatasnya dan perilaku pemampatannya sangat berbeda dengan pemampatan yang terjadi pada tanah lempung. Sedang tanah gambut tidak berserat mempunyai sifat yang menyerupai tanah lempung; sehingga secara umum perilaku pemampatan tanah gambut tidak berserat menyerupai tanah lempung. Tabel 4. Perilaku Pemampatan Tanah Gambut
Jenis Tanah Gambut Serat Sifat Perilaku pemampatan Metode penentuan besar pemampatan Non Plastis Dominan pemampatan sekunder (sangat berbeda dengan lempung) Metode Gibson & Lo (1961) dan metode Hardin (1979) Metode Terzaghi (1925) bisa diterapkan Seperti lempung Tidak Berserat Plastis (tidak seperti lempung)

(sumber : Mochtar, N.E. 2000)

3. Besarnya pemampatan yang harus ditanggulangi. Pemampatan tanah gambut sangat berbeda dengan tanah pada umumnya. Selain disebabkan tanah gambut mempunyai angka pori yang besar; perilaku pemampatan tanah gambut berbeda dengan tanah lempung terutama untuk tanah gambut berserat. Besarnya pemampatan yang terjadi juga bergantung pada tebal lapisan tanah gambut itu sendiri, semakin tebal lapisan tanah gambut akan semakin besar pula pemampatan yang terjadi. Sehingga besarnya pemampatan yang terjadi akan menentukan juga metode apa yang harus digunakan. Penggunaan metode preloading dengan surchage efektif untuk tanah gambut dengan tebal lapisan kurang dari 4 meter, tetapi akan menemui kesulitan jika ketebalan tanah gambut lebih dari 4 meter. Sebagai contoh kasus adalah penggunaan metode preloading untuk tanah gambut yang memikul beban lalu lintas pada ruas jalan Soderhanm-Enager, Swedia (Road 63), dimana tebal lapisan tanah gambut 3,50 meter dengan tinggi embankment 4 meter penurunan yang terjadi mencapai 1 meter lebih selama 23 bulan masa pembebanan (Jelisic & Leppanen, 1993)

ANALISA dan PEMBAHASAN Metode perbaikan tanah gambut (terutama untuk tanah gambut berserat) secara garis besar dibedakan menjadi 2 (dua) metode yaitu : Metode Mekanis dan Metode Stabilisasi. Metode mekanis meliputi : replacement soil (pengantian tanah dengan kualitas yang lebih baik), Corduroy (gelar kayu), preloading+surcharge dengan atau tanpa kombinasi dengan lapisan geosynthetics, cerucuk kayu (micro pile), kolom pasir serta penggunaan tiang pancang. Sedangkan Metode stabilisasi merupakan metode penambahan zat kimia pada tanah gambut untuk meningkatkan sifat fisik dan tekniknya. 1. Metode Mekanis Cara yang paling mudah dan sering dilakukan yaitu dengan mengganti lapisan tanah gambut tersebut jika ketebalan lapisannya kecil dan diurug dengan tanah kualitas lebih bagus, sehingga mampu menahan beban yang besar dan pemampatan yang terjadi kecil. Namun hal ini memerlukan volume tanah galian yang cukup besar sehingga akan merusak ekosistem tambang galian selain polusi lalulintas yang ditimbulkan akibat lalu lintas kendaraan pengankut material. Metode replacement pada tanah gambut dalam volume besar juga memerlukan tempat yang cukup luas untuk menimbunnya dan dampak dari timbunan gambut yang kering akan mudah terbakar dan menghasilkan asap yang lebih banyak dan lebih sulit dipadamkan. Jangkauan asap yang diakibatkan oleh kebakaran gambut di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2. Metode lainnya yaitu dengan memberi timbunan/surcharge (preloading) di atas lapisan tanah gambut. Prinsip kerja preloading adalah memampatkan lapisan tanah gambut dengan cara memberi beban awal yang berupa timbunan tanah sebelum pembangunan konstruksi permanent dilaksanakan. Dengan memampatnya lapisan tanah gambut tersebut maka lapisan yang bersangkutan menjadi lebih padat yang berarti kemampuan mendukung beban meningkat dan hampir tidak terjadi lagi pemampatan. Metode perbaikan ini biasanya dikombinasi dengan pemasangan geosynthetics mengingat daya dukung lapisan tanah gambut sangat kecil dan juga untuk menjaga agar tanah timbunan tidak tercampur dengan tanah gambut yang berada dibawahnya. Namun pemampatan yang terjadi pada tanah gambut akibat preloading masih cukup besar dan berlangsung sangat lama. Pemasangan galar kayu atau corduroy merupakan metode perbaikan tanah gambut yang dilakukan dengan cara meletakkan satu lapis kayu dengan diameter 8.0 - 10.0 cm melintang jalan. Diatasnya, kemudian diletakkan tanah timbunan sebagai tubuh jalan. Galar kayu berfungsi untuk meningkatkan daya dukung, meratakan penurunan/pemampatan, dan sebagai jalan kerja saat pekerjaan pembuatan tubuh jalan. Hanya saja, metode ini telah banyak diaplikasikan pada pembangunan jalan di Pontianak, Kalimantan Barat, seperti jalan Tol Kapuas-Landak, jalan Sungai Durian - Rasu Jaya, dan jalan Naga Kalis Putussibau (Pasaribu, 1998). Metode ini tidak bisa digunakan lagi mengingat kebutuhan kayu yang sangat besar sehingga akan merusak hutan yang ada.

IV.

Gambar 2. Penyebaran asap akibat kebakaran gambut (wikipedia.com) Pemakaian cerucuk atau dolken untuk peningkatan daya dukung lapisan tanah gambut juga telah banyak diimplementasikan di pembangunan jalan di Pontianak, Kalimantan Barat, seperti: Pontianak-Supadio Jalur II, jalan Arteri Siantar, dan Arteri Pontianak-Supadio Jalur I (Pasaribu, 1998). Pemasangan cerucuk atau dolken tersebut dimaksudkan untuk membuat lapisan gambut menjadi lebih kaku oleh cerucuk sehingga hampir tidak ada pemampatan di lapisan gambut yang bersangkutan. Disamping itu, cerucuk juga berfungsi meneruskan beban konstruksi ke lapisan tanah yang lebih kuat. Untuk menjaga agar tanah timbunan yang diletakkan di muka tanah tidak bercampur dengan tanah dasar/tanah gambut, dan agar beban timbunan dapat diteruskan secara merata ke lapisan tanah dasar, maka bagian atas cerucuk dipasang papan dengan ukuran 20 cm x 20 cm dan tebal 3 cm; cerucuk jenis ini dinamakan cerucuk dengan tiang sayap. Cara pemasangan cerucuk atau cerucuk bersayap ditunjukkan pada Gambar 3.
Pasir 20 cm (drainase)

Geotextile

Tanah 20 cm Tanah gambut papan cerucuk Tanah gambut

Gambar 3. Metode cerucuk

Pemasangan kolom-kolom pasir pada lapisan tanah gambut juga merupakan alternatif metode perbaikan yang banyak dipilih. Hal ini dapat dilakukan dgn cara meletakkan pasir di muka tanah gambut setebal 1 meter kemudian di tumbuk dengan berat tertentu yang dijatuhkan dari ketinggian tertentu (Heavy Tumping). Jarak kolom pasir dibuat berdasarkan kebutuhan. Dengan metode ini maka lapisan tanah gambut menjadi padat karena adanya kolom-kolom pasir yang berarti daya dukungnya naik dan pemampatannya menjadi sangat kecil. Hanya saja, penggunaan kolom pasir untuk areal yang luas akan menimbulkan kerusakan lingkungan pada tempat penambangan pasir sebagai akibat jumlah pasir yang diambil sangat besar. Penggunaan Tiang pancang baja maupun beton biasa dilakukan pada tanah gambut dengan tebal lapisan lebih dari 6 meter. Namun perlu diketahui bahwa, tanah gambut mempunyai sifat asam dengan pH yang rendah dan berdampak pada bahan baja dan beton cepat rusak (bersifat korosif). 2. Metode Stabilisasi Stabilisasi yang dilakukan pada tanah lempung memberikan hasil yang sangat memuaskan (terutama dengan bahan kapur). Tetapi metode ini kurang berhasil jika dibandingkan dengan metode perbaikan tanah cara mekanis seperti yang telah diuraikan diatas. Hal ini disebabkan tanah gambut tidak mengandung silica yang dibutuhkan oleh kapur untuk membentuk CaSiO3 yang berbentuk gel yang secara perlahan gel tersebut mengkristal menjadi Calcium Silicate Hydrates. Selain itu, lapisan yang distabilisasi biasanya hanya setebal 60cm di permukaan saja sehingga lapisan lembek yang berada dibawahnya masih belum cukup kuat untuk menerima beban yang ada diatasnya. Penggunaan bahan semen sebagai bahan stabilisasi atau campuran semen-kapur ataupun cement column pada tanah gambut tidak menghasilkan kekuatan yang diinginkan. Meskipun dalam skala laboratorium kekuatan dan pemampatan yang dihasilkan cukup memuaskan (Duraisamy, 2007); hal ini disebabkan tanah gambut yang mempunyai kadar pH rendah akan bersifat korosif terhadap semen dalam rentang waktu yang lama (Noor endah, 2002). Penggunaan deep mixing stabilization akan berdampak sangat baik jika tanah yang distabilisasi merupakan tanah inorganik; hal ini telah dilakukan oleh beberapa perusahaan diantaranya Keller Ground Engineering Pty. Ltd yang berada di new south Wales Australia, dimana hasil stabilisasi dengan metode deep mixing untuk berbagai jenis tanah menunjukkan bahwa tanah clay-silt menghasilkan nilai shearing strength yang paling baik dan peat soil menunjukkan nilai yang sangat rendah. Beberapa jenis bahan stabilisasi telah dikembangkan termasuk cara mencampurkannya di lapangan. Jelisic dan Leppanen (1993) telah mengembangkan metode yang disebutnya sebagai Mass Stabilization, dimana bahan stabilisasi yang dipakai adalah bahan produk buangan industri yang tidak berbahaya untuk lingkungan. Cara mencampurkannya menggunakan sistim deep stabilization. Metode tersebut telah diimplementasi di Highway 601 Sundsvgen, Rne, Sweden. Holm (2002) dan EuroSoilStab (2002) telah melaporkan keberhasilannya menggunakan metode perbaikan dengan kolom kapur-semen pada tanah sangat lembek (gyttja) dan tanah lempung untuk timbunan jalan rel di Swedia; hasilnya sangat memuaskan. Penggunaan semen maupun kapur pada tanah gambut tidak dapat menghasilkan kekuatan yang dinginkan disebabkan gambut merupakan tanah organic. Gambar 4. menjelaskan hasil penerapan lapangan oleh Keller Ground Engineering Pty. Ltd (2002) pada berbagai jenis tanah yang distabilisasi dengan campuran kapur dan semen. Pada saat ini penulis masih terus mengembangkan penelitian menggunakan metode stabilisasi dengan menggunakan bahan sisa produksi untuk tanah gambut berserat Palangkaraya.

Gambar 4. Grafik kekuatan beberapa jenis tanah dari stabilisasi DSM (Keller Ground Engineering Pty. Ltd, 2002)

V. Kesimpulan 1. Tanah gambut merupakan tanah organik (kandungan organic > 75%) yang terbagi atas gambut berserat dan gambut tidak berserat. 2. Tanah gambut mempunyai sifat fisik yang rendah dan mempunyai daya dukung yang rendah pula (tanah non kohesif) serta merupakan tanah sangat lunak. 3. Untuk dijadikan pondasi bagi konstruksi sipil diperlukan suatu metode perbaikan tanah gambut yang tepat berdasarkan : tebal lapisannya, jenis tanah gambut dan besar pemampatan yang terjadi. 4. Metode yang sering digunakan terbagi atas metode mekanis dan metode stabilisasi. 5. metode stabilisasi lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan metode mekanis yang mengekploitasi ekosisistem lingkungan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA ASTM Annual Book (1985). Standard Classification of Peat Samples by Laboratory Testing (D4427-84). ASTM, Section 4, Volume 04.08 Soil and Rock, pp 883-884. Dhowian, A,W and T.B. Edil (1980). Consolidation Behaviour of Peat. Geatechnical Testing Journal, Vol.3. No. 3. pp 105-144 Keller Ground Engineering Pty Ltd,Lime Cement Dry Soil Mixing PO. Box. 7974 baulkham Hills NSW Australia MacFarlane, I.C. dan Radforth, N.W. (1965). A Study of Physical Behaviour of Peat Derivatives Under Compression. Proceeding of The Tenth Muskeg Research Conference. National Research Council of Canada, Technical Memorandun No 85. Nenad Jelisic, Mikko Leppnen, (2002). Mass Stabilization of Peat in Road and Railway construction Swedish Road Administration, SCC-Viatek Finlandia. Noor Endah, (2002). Tinjauan Teknis Tanah Gambut Dan Prospek Pengembangan Lahan Gambut Yang Berkelanjutan. Pidato Pengukuhan Guru Besar ITS Surabaya.

Pasaribu, A.S. (1998).Konstruksi Jalan di Tanah Gambut. Prosiding Seminar Nasional Gambut III. Pontianak, Kalimantan Barat. Pusat Litbang Prasarana Transportasi (2001), Panduan Geoteknik 1 WSP Internasional. R. Hasyim, S., Islam (2008). Engineering Properties of Peat Soil in Peninsular, Malaysia. Journal of Applied Sciences ISSN 1812-5654. Terzaghi (1925) in, Braja M. Das (1987), Soil Mechanic, Mcgraw-Hill Book Company, Texas. Van De Meene (1984), Geological Aspects of Peat Formation in The Indonesian-Malyasin Lowlands, Bulletin Geological Research and Development Centre, 9, 20-31. Wijaya, Adhi et.al. (1992), dalam Yulianto, F.E dan Mochtar N.E. (2009), Penggunaan Campuran Kapur (Lime) dan Abu Sekam Padi (Rice Husk Ash) Sebagai Bahan Stabilisasi Tanah Gambut Untuk Konstruksi Jalan. Dipublikasi sebagai Tesis program S2 Geoteknik Jurusan Teknik Sipil FTSP-ITS.

You might also like