You are on page 1of 35

BAYI KUNING : APA, MENGAPA, BAGAIMANA ?

Oleh Ludianingrum/Triman Jr. Biokimia merupakan ilmu Pengetahuan yang mempelajari pelbagai molekul didalam sel hidup serta organisme hidup, dan dengan reaksi kimianya.Mahasiswa Kebidanan harus bisa memahami dan menguasai pengetahuan biokimia berada dalam posisi kuat untuk menghadapi kasus atau persoalan pokok dalam ilmu kesehatan. Pada akhir-akhir ini persoalan yang paling sering kami jumpai dilapangan yaitu bayi dengan IKTERUS (Hyperbilirubin). Karena banyaknya kasus ini yang masih belum diketahui penyebab yang pasti dalam ilmu Kedokteran, maka kami sangat tertarik untuk mempelajari yang lebih lanjut secara mendetail tentang IKTERUS NEONATORUM. Bayi dengan Ikterus Neonatorum bila dalam penanganannya kurang tepat dan benar bisa mengakibatkan kejang, kerusakan otak seumur hidup bahkan sampai terjadi kematian. Prinsip dasar Ikterus pada bayi baru lahir terdapat pada 25% - 50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan. Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologi atau dapat merupakan hal yang pathologis, misalnya pada Inkomptibilitas Rhesus dan Abo, Sepsis, Penyumbatan Saluran empedu, dan sebagainya. Ikterus baru dapat dikatakan fisiologi apabila sesudah pengamatan dan pemeriksaan. Selanjutnya tidak nenunjukkan dasar pothologis dan tidak mempunyai potensi berkembang menjadi KERN IKTERUS. Mengapa mesti anda ketahui ?

Karena banyaknya kasus IKTERUS NEONATORUM pada bayi baru lahir antara umur 2-3 hari Bila penanganannya kurang tepat dan benar bisa mengakibatkan kejang, kerusakan otak seumur hidup bahkan sampai terjadi kematian. IKTERUS yang pathologis, misalnya pada inkom patilibus resus dan ABO, Sepsis, Penyumbatan saluran empedu.

Pengertian Ikterus Ikterus ialah suatu gejala klinik yang sering tampak pada Neonatus.Akibatnya bertambahnya bilirubin dalam serum, maka bayi kelihatan kuning. Derajat kuningnya bayi tidak selamanya sesuai dengan Kadar bilirubin serum. Pemeriksaan Kadar bilirubin sangat penting untuk menentukan keadaan klinik yang di hadapi.

Menurut kepustakaan frekuensi bayi yang menunjukkan Ikterus pada hari pertama sesudah lahir ialah 50% pada bayi cukup bulan dan 80% pada bayi prematur.Frekuensi Neonatus yang kadar bilir ubinnya melebihi 10 mg% rata-rata 10%. Pengertian Bilirubin :

Pigmen empedu utama, merupakan hasil akhir metabolisme pemecahan sel darah merah yang sudah tua ; proses konjugasinya berlangsung dalam hati dan diekskresi kedalam empedu.

Metabolisme dan Exkresi Bilirubin Pada bayi bilirubin terjadi sebagai hasil degradasi hemoglobin. Proses reaksi enzim mula-mula mengubah hemoglobin menjadi biliferdin dengan bantuan hemeo xygenase. Biliverdin direduksi menjadi bilirubin dengan bantuan Enzyma biliverdin reduktase.Bilirubin yang terbentuk ini terikat pada albumin dan diangkut ke hepar. Bilirubin ini disebut bilirubin tidak langsung yang mempunyai sifat larut dalam lemak, tidak larut dalam air, dapat melaui placenta, dam memberi reaksi tidak langsung dengan Reagens Hijmans Van den Berg. Didalam hepar bilirubin tidak langsung diubah menjadi bilirubin langsung, melalui rantai reaksi. Dalam rantai reaksi ini,yang terjadi didalam sel-sel hepar,bilirubin yang larut dalam lemak itu diubah menjadi bilirubindiglukoronida.yang larut dalamair dan yang memberi reaksipositif dengan reagens Hijmans Van den Berg.Glucoronyl tranferase memindahkan asal glukoronik dari asam uri dan difosfoglukoronik ( Uridin disphosphoglukoronik Acid = UDPGA) ke bilirubin,sehingga menjadi bilirubin diglokoronik.UDPGA ialah satu-satunya bentuk dimana asam glukoronik dapat diperoleh untuk konjugasi Glukosa sangat penting untuk ekskresibilirubin karena proses konjugasi sangat melibatkan metabolisme karbohidrat dan nukleotida. Bilirubin langsung tidak larut dalam lemak, tetapi larut dalam air. Bilirubin kemudian dikeluarkan dari hepar melalui Canuliculi empedu kedalam tractus digestivus,kemudian keluar bersama dengan faeces.Kalau terjadi hambatan dalam proses pengeluaran melalui tractus digestivus,dapat terjadi hambatan dalam proses pengeluaranmelalui tractus digestivus,dapat terjadi dekonjugasi bilirubin,dan bilirubin dalam bentuk ini diserap kembali melalui selaput usus masuk kedalam peredaran darah,akhirnya ke hepar untuk mengalami proses yang sama.Gangguan dalam pengeluaran bilirubin langsung ini menyebabkan penumpukan dalam serum yang dapat dikeluarkan melewati ginjal.

Bilirubin tidak langsung tidak dapat dikeluarkan melalui ginjal karena larut dalam lemak dan terikat dengan albumin. Dalam proses pertumbuhan janin sistem pengeluaran hasil degradasi hemoglobin berbeda dengan hal yang telah dijelaskan diatas.Pada janin jaln utama pengeluaran bilirubin melalui hepar dan tractus intestinalis belum berkembang dengan sempurna.Penggunaan jalan placenta hanya dapat dalam bentuk bilirubin tidak langsung.Pada neonatus kematang sistem pengeluaran bilirubin melalui jalan hepar dan usus menentukan terjadinya Ikterus Neonatorum yang fisiologik. Ikterus fisiologik terutama terdapat pada bayi prematur karena kurang kematangan sistem itu.Jadi lamanya masa kehamilan dan derajat kematangan sistem pengeluran bilirubin melalui hepar dan usus sangat menentukan timbulnya Ikterus fisiologik. Rantai Reaksi Bilirubin Tidak Langsung menjadi Bilirubin langsung Glukosa Heksokinase glukosa = 6 fosfat ADP glukosa-1- fosfat

Glukosa - 6 - fosfat { ATP

Fosfoglukomutase Glukosa-1-1 fosfat p.p UDP glikosa { UTP UDP dehydrogenase UDP Asam glukoronik UDP asa glukoronik { 2 DPN - - - - - - - > 2 DPNH + 2 H + Bilirubin diGlukoronyl tranferase glukoroni MEKANISME PATOFISIOLOGIK KONDISI IKTERUS. Terdapat 4 mekanisme umum dimana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat terjadi : 1.Pembentukan bilirubin secara berlebihan. 2.Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati. 3. Gangguan konjugasi bilirubin. 4. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intra hepatik yang bersifat opbtruksi fungsional atau mekanik. Pp. Uridyl tranferase UDP glukosa

Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terutama disebabkan oleh tiga mekanisme yang pertama,sedangkan mekanisme yang keempat terutama mengakibatkan terkonjugasi. PEMBENTUKAN BILIRUBIN SECARA BERLEBIHAN Penyakit hemolitik atau peningkatan kecepatan destruksi sel darah merah merupakan penyebab utama dari pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsungnormal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan. Beberapa penyebab ikterus hemolitik yang sering adalah hemoglobin abnormal ( hemoglobin S pada animea sel sabit), sel darah merah abnormal ( sterositosis herediter ), anti body dalam serum ( Rh atau autoimun ), pemberian beberapa obat-obatan, dan beberapa limfoma atau pembesaran ( limpa dan peningkatan hemolisis ). Sebagaian kasus Ikterus hemolitik dapat di akibatkan oleh peningkatan destruksi sel darah merah atau prekursornya dalam sum-sum tulang ( talasemia, anemia persuisiosa, porviria ). Proses ini dikenal sebagai eritropoiesis tak efektif Kadar bilirubin tak terkonjugasi yang melebihi 20 mg / 100 ml pada bayi dapat mengakibatkan Kern Ikterus. GANGGUAN PENGAMBILAN BILIRUBIN Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi yang terikat abulmin oleh sel-sel hati dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan mengikatkan pada protein penerima. Hanya beberapa obat yang telah terbukti menunjukkan pengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel-sel hati, asam flafas pidat ( di pakai untuk mengobati cacing pita ), nofobiosin, dan beberapa zat warna kolesistografik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan Ikterus biasanya menghilang bila obat yang menjadi penyebab di hentikan. Dahulu Ikterus Neonatal dan beberapa kasus sindrom Gilbert dianggap oleh defisiensi protein penerima dan gangguan dalam pengambilan oleh hati. Namun pada kebanyakan kasus demikian, telah di temukan defisiensi glukoronil tranferase sehingga keadaan ini terutama dianggap sebagai cacat konjugasi bilirubin. GANGGUAN KONJUGASI BILIRUBIN Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang ringan ( < 12,9 / 100 ml ) yang mulai terjadi pada hari ke dua sampai ke lima lahir disebut Ikterus Fisiologis pada Neonatus. Ikterus Neonatal yang normal ini disebabkan oleh kurang matangnya enzim glukoronik transferase. Aktivitas glukoronil tranferase biasanya meningkat beberapa hari setelah lahir sampai sekitar minggu ke dua, dan setelah itu Ikterus akan menghilang. Kern Ikterus atau Bilirubin enselopati timbul akibat penimbunan Bilirubin tak terkonjugasi pada daerah basal ganglia yang banyak lemak. Bila keadaan ini tidak di obati maka akan terjadi kematian atau kerusakan Neorologik berat tindakan pengobatan saat ini dilakukan pada Neonatus dengan Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi adalah dengan fototerapi.

Fototerapi berupa pemberian sinar biru atau sinar fluoresen atau ( gelombang yang panjangnya 430 sampai dengan 470 nm ) pada kulit bayi yang telanjang. Penyinaran ini menyebabkan perubahan struktural Bilirubin ( foto isumerisasi ) menjadi isomer-isomer yang larut dalam air, isomer ini akan di ekskresikan dengan cepat ke dalam empedu tanpa harus di konjugasi terlebih dahulFemobarbital ( Luminal ) yang meningkat aktivitas glukororil transferase sering kali dapat menghilang ikterus pada penderita ini. PENURUNAN EKSKRESI BILIRUBIN TERKONJUGASI Gangguan eskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor-faktor Fungsional maupun obstruksi, terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi .Karena bilirubin terkonjugasi latut dalam air,maka bilirubin ini dapat di ekskresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin dan kemih berwarna gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen kemih sering berkurang sehingga terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat di sertai bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti peningkatan kadar fostafe alkali dalam serum, AST, Kolesterol, dan garam-garam empedu. Peningkatan garam-garam empedu dalam darah menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. Ikterus yang diakibatkan oleh hiperbilirubinemia terkonjugasi biasanya lebih kuning di bandingkan dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Perubahan warna berkisar dari kuning jingga muda atau tua sampai kuning hijau bila terjadi obstruksi total aliran empedu perubahan ini merupakan bukti adanya ikterus kolestatik, yang merupakan nama lain dari ikterus obstruktif. Kolestasis dapat bersifat intrahepatik ( mengenai sel hati, kanalikuli, atau kolangiola ) atau ekstra hepatik ( mengenai saluran empedu di luar hati ). Pada ke dua keadaan ini terdapat gangguan niokimia yang sama BERBAGAI JENIS IKTERUS NEONATORUM IKTERUS FISIOLOGIK. Sebagai neonatus , terutama bayi prematur, menunjukkan gejala ikterus pada hari pertama. Ikterus ini biasanya timbul pada hari ke dua, kemudian menghilang pada hari ke sepuluh, atau pada akhir minggu ke dua. Bayi dengan gejala ikterus ini tidak sakit dan tidak memerlukan pengobatan,kecuali dalam pengertian mencegah terjadinya penumpukan bilirubin tidak langsung yang berlebihan Ikterus dengan kemungkinan besar menjadi patologik dan memerlukan pemeriksaan yang mendalam antara lain :

Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama Bilirubin serum meningkat lebih dari 5 mg % per hari Bilirubin melebihi 10mg% pada bayi cukup bulan Bilirubin melebihi 15mg% pada bayi prenatur Ikterus yang menetap sesudah minggu pertama Ikterus dengan bilirubin langsung melebihi 1mg%pada setiap waktu. Ikterus yang mempunyai hubungan dengan penyakit hemoglobin, infeksi,atau suatu keadaan patologik lain yang telah diketahui.

IKTERUS PATOLOGIK

Ikterus di katakan patologik jikalau pigmennya, konsentrasinya dalam serum, waktu timbulnya, dan waktu menghilangnya berbeda dari kriteria yang telah disebut pada Ikterus fisiologik. Walaupun kadar bilirubin masih dalam batas-batas fisiologik, tetapi klinis mulai terdapat tanda-tanda Kern Ikterus, maka keadaan ini disebut Ikterus patologik. Ikterus patologik dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu :

Meningkatnya produksi bilirubin, sehingga melampaui batas kemampuan hepar untuk dikeluarkan. Faktor-faktor yang menghalangi itu mengadakan obstruksi pengeluaran bilirubin. Faktor yang mengurangi atau menghalangi kemampuan hepar untuk mengadakan konjugasi bilirubin.

IKTERUS HEMOLITIK Ikterus Hemolitik pada umumnya merupakan suatu golongan penyakit yang disebut Erythroblastosis foetalis atau Morbus Haemolitik Neonatorum ( Hemolytic disease of the new born ). Penyakit hemolitik ini biasanya disebabkan oleh Inkompatibilitas golongan darah itu dan bayi. a. Inkompatibilitas Rhesus Penyakit ini sangat jarang terdapat di Indonesia. Penyakit ini terutama terdapat di negeri barat karena 15 % Penduduknya mempunyai golongan darah Rhesus negatif. Di Indonesia, dimana penduduknya hampir 100% Rhesus positif, terutama terdapat dikota besar, tempat adanya pencampuran penduduk dengan orang barat. Walaupun demikian, kadang-kadang dilakukan tranfusi tukar darh pada bayi dengan ikterus karena antagonismus Rhesus, dimana tidak didapatkan campuran darah denagan orang asing pada susunan keluarga orang tuanya. Bayi Rhesus positif dari Rhesus negatif tidak selamanya menunjukkan gejala klinik pada waktu lahir, tetapi dapat terlihat ikterus pada hari pertama kemudian makin lama makin berat ikterusnya, aisertai dengan anemia yang makin lama makin berat pula. Bila mana sebelum kelahiran terdapat hemolisis yang berat maka bayi dapat lahir dengan oedema umum disertai ikterus dan pembesaran hepar dan lien ( hydropsfoetalis ). Terapi ditujukan untuk memperbaiki anemia dan mengeluarkan bilirubin yang berlebihan dalam serum, agar tidak terjadi Kern Ikterus. b. INKOMPATIBILITAS ABO Penderita Ikterus akibat hemolisis karena inkom patibilitas golongan darah ABO lebih sering ditemukan di Indonesia daripada inkom patibilitas Rh. Transfusi tukar darah pada neonatus ditujukan untuk mengatasi hiperbilirubinemia karena defisiensi G 6 PD dan Inkompatibilitas ABO.

Ikteru dapat terjadi pada hari pertama dan ke dua yang sifatnya biasanya ringan. Bayi tidak tampak sakit, anemianya ringan, hepar dan lien tidak membesar, ikterus dapat menghilang dalam beberapa hari. Kalau hemolisiinya berat, sering kali diperlukan juga transfusi tukar darah untuk mencegah terjadinya Kern Ikterus. Pemeriksaan yang perlu dilakukan ialah pemeriksaan kadar bilirubin serum sewaktuwaktu. c. Ikterus hemolitik karena incompatibilitas golongan darah lain. Selain inkompatibilitas darah golongan Rh dan ABO, hemolisis dapat pula terjadi bila terdapat inkompatibilitas darah golongan Kell, Duffy, MN, dan lain-lain. Hemolisis dan ikterus biasanya ringan pada neonatus dengan ikterus hemolitik, dimana pemeriksaan kearah inkimpatibilitas Rh dan ABO hasilnya negatif, sedang coombs test positif, kemungkinan ikterus akibat hemolisis inkompatibilitas golongan darah lain. d. Penyakit hemolitik karena kelainan eritrosit kongenital. Golongan penyakit ini dapat menimbulkan gambaran klinik yang menyerupai erytrhoblasthosis foetalis akibat isoimunisasi. Pada penyakit ini coombs test biasanya negatif. Beberapa penyakit lain yang dapat disebut ialah sperositosis kongenital, anemia sel sabit ( sichle cell anemia ), dan elyptocytosis herediter. e. Hemolisis karena diferensi enzyma glukosa-6-phosphat dehydrogenase ( G-6-PD defeciency ). Penyakit ini mungkin banyak terdapat di indonesia tetapi angka kejadiannya belum di ketahui dengan pasti defisiensi G-6-PD ini merupakan salah satu sebab utama icterus neonatorum yang memerlukan transfusi tukar darah. Icterus walaupun tidak terdapat faktor oksigen, misalnya obat-obat sebagai faktor pencetusnya walaupun hemolisis merupakan sebab icterus pada defesiensi G-6-PD, kemungkinan besar ada faktor lain yang ikut berperan, misalnya faktor kematangan hepar. IKTERUS OBSTRUKTIVA Obstruksi dalam penyaluran empedu dapat terjadi di dalam hepar dan di luar hepar. Akibat obstruksi itu terjadi penumpukan bilirubin tidak langsung dan bilirubin langsung. Bila kadar bilirubin langsung melebihi 1mg%, maka harus curiga akan terjadi hal-hal yang menyebabkan obstruksi, misalnya hepatitis, sepsis, pyelonephritis, atau obstruksi saluran empedu peningkatan kadar bilirubin langsung dalam serum, walaupun kadar bilirubin total masih dalam batas normal, selamanya berhubungan dengan keadaan patologik. Bisa terjadi karena sumbatan penyaluran empedu baik dalam hati maupun luar hati. Akibatnya kadar bilirubin direk maupun indirek meningkat.

Bila sampai dengan terjadi obstruksi ( penyumbatan ) penyaluran empedu maka pengaruhnya adalah tindakan operatif, bila keadaan bayi mengizinkan. KERNICTERUS Encephalopatia oleh bilirubin merupakan satu hal yang sangat di akui sebagai komplikasi hiperbirubinemia. Bayi-bayi yang mati dengan icterus berupa icterus yang berat, lethargia tidak mau minum, muntah-muntah, sianosis, opisthotonus dan kejang. Kadang gejala klinik ini tidak di temukan dan bayi biasanya meninggal karena serangan apnoea. Kernicterus biasanya di sertai dengan meningkatnya kadar bilirubintidak langsung dalam serum. Pada neonatus cukup bulan dengan kadar bilirubin yang melebihi 20 mg% sering keadaan berkembang menjadi kernicterus. Pada bayi primatur batas yang dapat di katakan cuman ialah 18 mg%, kecuali bila kadar albumin serum lebih dari 3gram%. Pada neomatus yang menderita hyipolia, asidosis, dan hypoglycaemia kernicterus dapat terjadi walaupun kadar bilirubin <16mg%. Pencegahan kernicterus ialah dengan melakukan transfusi tukar darah bila kadar bilirubin tidak langsung mencapai 20mg% PENCEGAHAN PENANGANAN HIPERBILIRUBINEMIA. Peningkatan kadar bilirubin tidak langsung didalam darah dapat. Menyebabkan kerusakan sel tubuh, terutama sel otak Kadar bilirubin yang berbahaya itu sangat tergantung pada saat timbulnya ikterus dan kecepatan meningktanya kadar bilirubin tidak langsung. Kadar bilirubin 15mg% poada hari ke 4 kurang berbahaya dibandingkan dengankadar yang sama pada bayi baru lahir atau hari pertama.Karena itu setiap bayi yang menderita ikterus perlu diamati apakah ikterus itu suatu ikterus fisiologik atau akan berkembang menjadi ikterus patologik. Anamnesis kehamilan dan kelahiran sangat membantu pengamatn klinik ini dan dapat menuntun kita untuk melakukan pemeriksaan yang tepat. Dalam penanganan ikterus ada 3 cara untuk mencegah dan mengobati,yaitu :
o o o o

Mempercepat metabolisme dan pengeluran bilirubin Mengubah bilirubin menjadi bentuk yang tidak toksik dan yang dapat dikeluarkan melalui ginjal dan usus,misalnya dengan terapi sinar (photo terapi). Mengeluarkan bilirubin dari peredaran darah , yaitu denga tranfusi tukar darah.

.MEMPERCEPAT METABOLISME DAN PENGELUARAN

BILIRUBIN.

1.Early feeding.Pemberian makanan dini pada neonatus dapat mengurangi terjadinya ikterus fisiologik pada neonatus. Hal ini mungkin sekali disebabkan karena dengan pemberian Makanan yang dini itu terjadi pendorongan gerakan usus,Dan meconium lebih cepat dikeluarkan,sehingga peredaran Enterohepatik bilirubin berkurang. 2.Pemberian agar-agar. Pemberian agar-agar per os dapat mengurangi ikterus fisiologik.Mekanismenya ialah dengan menghalangi atau mengurangi peredaran bilirubin enterohepatik. 3.Pemberian phenobarbital. Pemberian phenobarbital ternyata dapat menurunkan kadar bilirubin tidak langsung dalam serum bayi.Khasiat phenobarbital ialah mengadakan induksi enzymamicrosoma,sehingga konjugasi bilirubin berlangsung lebih cepat .Pemberian phenobarbital untuk mengobatan hiperbilirubenemia padaneonatus selama tiga hari baru dapat menurunkan bilirubin serum yang berarti. Bayi prematur lebih banyak memberikan reaksi daripada bayi cukup bulan. Phenobarbital dapat diberikan dengan dosis 8 mg/kg berat badan sehari, mula-mula parenteral, kemudian dilanjutkan secara oral. Keuntungan pemberian phenobarbital dibandingkan dengan terapi sinar ialah bahwa pelaksanaanya lebih murah dan lebih mudah. Kerugiannya ialah diperlukan waktu paling kurang 3 hari untuk mendapat hasil yang berarti. Mengubah bilirubin menjadi bentuk yang tidak toksik dan yang dapat dikeluarkan dengan sempurna melalui ginjal dan traktus digestivus.Contoh paling baik ialah terapi sinar. Creme ( 1958 ) melaporkan bahwa pada bayi penderita icterus yang diberi s inar matahari lebih dari penyinaran biasa, icterus lebih cepat menghilang dibandingkan dengan bayi lain yang tidak disinari. Penyelidikan sarjana-sarjana lain, misalnya Lucey ( 1968 ), Gianta dan Rath ( 1968 ), dan lain-lain menunjukkan bahwa terapi sinar dengan menggunakan sinar buatan juga memberi hasil yang baik. Dengan terapi sinar bilirubin serum dapat turun dengan cepat, 1 sampai 4 mg% dalam 24 jam. Dengan penyinaran bilirubin dipecah menjadi dipyrole yang kemudian dikeluarkan melalui ginjal dan traktus digestivus. Hasil perusakan bilirubin ternyata tidak toksik untuk tubuh dan dikeluarkan dari tubuh dengan sempurna. Penggunaan terapi sinar untuk mengobati hiperbilirubinemia harus dilakukan dengan hati-hati karena jenis pengobatan ini dapat menimbulkan komplikasai, yaitu dapat menyebabkan kerusakan retina, dapat meningkatkan kehilangan air tidak terasa ( insensible water losess ), dan dapat mempengaruhi pertumbuhan serta perkembangan bayi, walaupun hal ini masih dapat dibalikkan. Kalau digunakan terapi sinar, sebaiknya dipilih sinar dengan spektrum antara 240-480 nannometer, sinar ultraviolet harus dicegah dengan plexiglas dan bayi harus mendapat cairan yang cukup. Cara penggunaan foto terapi :

o o o o o

Alat yang dipergunakan lebih atas 10 lampu neon biru masing-masing berkekuatan 20 Watt. Susunan lampu ini dimasukkan ke dalam bilik yang diberi ventilasi di sampingnya. Dibawah susunan lampu dipasang plexiglass setebal 1 1\2 cm untuk mencegah sinar ultraviolet. Alat terapi sinar diletakkan 45 cm di atas permukaan bayi. Terapi sinar di berikan selama 72 jam tau sampai kadar bilirubin mencapai 7,5 mg%. Selama terapi sinar mata bayi dan alat kelamin ditutupi dengan bahan yang dapat memantulkan sinar.

Transfusi tukar darah ( exchange transfusion ) Transfusi tukar darah Jakarta di berikan kasus-kasus berikut :

a. Diberikan kepada semua kasus ikterus dengan kadar bilirubin tidak langsung yang lebih dari 20 mg% b. Pada bayi prematur tranfusi tukar darah dapat diberikan walaupun kadar albumin kurang dari 3,5 gram per 100 ml. c. Pada kenaikan yang cepat nilirubin tidak langsung serum bayi pada hari pertama ( 0,3 1 mg% per jam ). Hal ini terutama terdapat pada inkompatibilitas golongan darah. d. Anemia yang berat pada neonatus dengan tanda-tanda dekompensasi jantung. e. Bayi penderita icterus dan kadar hemoglobin darah tali pusat kurang dari 14 mg% dan Coombs test langsung positif. Alat-alat dan obat-obat yang harus disediakan ialah : 1. Semprit dengan 3 cabang ( 3 way syringe ) 2. Semprit 5 ml atau 10 ml ( 2 buah ) untuk glukonas calcicus 10% dan heparin encer ( 2 ml heparin @ 1000 satuan dalam 250 ml NaCi fisiologik ) 3. Kateter polyethylene kecil sepanjang 15-20 cm ( atau feeding tube No. 5-8 French ) 4. Piala ginjal ( 2 buah ) serta botol kosong untuk menampung darah yang dibuang 5. Alat-alat pembuka vena dan 6. Zat asam, laringskop neonatus, ventilator bayi ( misalnya Penlon infant ventilator ), plastic airway, dan lain-lain yang diperlukan untuk resusitasi. Teknik transfusi tukar darah

a. Lambung bayi harus kosong, 3-4 jam sebelum transfusi jangan diberi minum. Kalau mungkin, 4 jam sebelum transfusi bayi diberi infus albumin 1 gram/kg berat badan atau 35 ml plasma manusia per kg berat badan. b. Semua tindakan harus dilakukan dengan cara ansepsis dan antisepsis. c. Harus diawasi pernafasan, nadi, denyut jantung, dan keadaan umum bayi. d. Bayi tidak boleh kedinginan. Kalau inkubator bayi kecil, dan transfusi tukar darah tidak dapat dilakukan di dalam inkubator, maka bayi dapat dikeluarkan dan dipanaskan dengan menggunakan lampu 20 Watt dalam jarak 2-3 meter dari bayi e. Bila masih segar, tali pusat dipotong rata dengan dinding perut. Hati-hati terhadap pendarahan. Sebaiknya sebelum dipotong tali pusat dibuat jahitan seperti lasso pada pangkal tali pusat yang dapat dipergunakan sebagai simpul untuk mencegah pendarahan. f. Salah satu ujung kateter polyethylene dihubungkan dengan semprit 3 cabang dan ujung yang lain dimasukkan ke dalam vena umbilicalis. Sebelum dimasukkan ke dalam umbilicalis semprit 3 cabang dan kateter harus diisi dengan larutan heparin encer ( 2 ml heparin @ 1000 satuan/ml dalam 250 ml NaCi fisiologik ). Hal ini perlu untuk mencegah embolus. Kateter dimasukkan dengan hati-hati ke dalam vena umbilicalis sampai terasa halangan ( biasanya sedalam 4-6 cm ), kemudian ditarik lagi sepanjang 1 cm. Dengan cara demikian, darah akan mengalir keluar dengan sendirinya. Ambillah 20 ml untuk pemeriksaan laboratorium. g. Periksalah tekanan vena umbilicalis dengan mencabut ujung luar kateter dari semprit dan mengangkatnya ke atas perut bayi. Tekanan ini biasanya positif ( darah dalam kateter naik kira-kira 6 cm di atas perut bayi ). Bila ada gangguan pernafasan, dapat terjadi tekanan negatif. Hatihati jangan terjadi enbolus udara. h. Keluarkan darah sebanyak 20 ml dan masukkan darah sebanyak 20 ml. Memasukkan dan mengeluarkan darah di perlahan lahan kira-kira dalam waktu 20 detik.Kalau bayi lemah atau prematur,cukup sebanyak 10-15 ml sekali masuk dan keluar.Banyaknya darah yang dikeluarkan 190 ml per kg berat badan dan yang dimasukkan 170 ml per kg berat badan. i. Semprit harus sering dibilas dengaan larutan hepatin encer dalam air garam fiologik.

j. Setelah darah masuk sebanyak 150 ml, kateter dibilas dengan larutan heparin encer itu. Kemudian dimasukkan gluconas calcicus 10 % secara perlahan lahan (2 menit ) ,sesudah itu,dibilas dengan larutan heparin encer ( 1 ml).Denyut jantung harus selalu diawasi. k. Bila tali pusat telah kering dan tidak dapat dapat dipakai lagi,dapat dipakai vena saphena magna,yaitu cabang vena femoralis.Lokasinya ialah 1 cm dibawah ligamentum inguinalis dan medial dari arteri femoralis. PERAWATAN SETELAH TRANSFUSI DARAH. a.vena umbilicus dikompres dengan larutan garam fisiologik supaya tetap basah seandaainya tetap diperlukan transfusi tukar lagi.Kateter siumbilikus dapat ditinggalkan dan ditutup secara steriel. b.Bayi perlu diberi antibiotik spektrum luas. c.Kadar haemoglobin dan bilirubin diperiksa setiap 12 jam. d.Sesudah transfusi bayi dapat diberi terapi sinar. Kalau perlu,transfusi tukar dapat diulang. KATABOLISME HEME MENGHASILKAN BILIRUBIN. Ketika hemoglobin dihancurkan didalam tubuh,globin diuraian menjadi asam amino pembentuknya yang kemudian akan di gunakan kembali ,dan zat besi dari heme akan memasuki depot zat besi yang juga untuk pemakaian kembali. Bagian porfirin tanpa besi pada heme juga diuraikan,terutama didalam sel-sel retikuloendotel hati,limpa dan sumsum tulang. Katabolisme heme dari semua protein heme dilaksanakan dalam fraksi mikrosom sel retikuloendotel oleh sebuah sistem enzim yang kompleks yang dinamakan heme oksigenase.Pada saat heme pada protein heme mencapai sitem heme oksigenase, zat besi biasanya sudah teroksidasi menjadi bentuk feri yang merupakan hemin. Sistem heme oksigenase dapat diinduksi oleh substrak. Sistem ini terletak sama dekat dengan sistem pengangkutan elektron mikrosum. Besi fero sekali lagi teroksidasi menjadi bentuk feri. Dengan penambahan lebih lanjut oksigen, ion feri dilepaskan, kemudian karbon monoksida dihasilkan. Satu gram hemoglobin diperkirakan menghasilkan 35 mg bilirubin. Konversi kimia heme menjadi bilirubin oleh sel retikuloendotel dapat di amati secara in vivo karena warna ungu heme pada hema toma perlahan-lahan di ubah menjadi pigmen bilirubin yang berwarna kuning .

Bilirubin yang terbentuk di jaringan perifer akan di angkut ke hati oleh albumin plasma. Metabolisme bilirubin lebih lanjut terutama terjadi di hati. PERISTIWA METABOLISME DI BAGI MENJADI 3 PROSES.
o o o

Ambilan bilirubin oleh sel parenkim hati. Konjugasi bilirubin dalam retikulum endoplasma halus. Sekresi bilirubin terkonjugasi ke dalam empedu.

HATI MENGAMBIL BILIRUBIN. Bilirubin hanya sedikit larut dalam plasma dan air, tetapi kelarutan bilirubin di dalam plasma di tingkatkan oleh pengikatan nonkovalen dengan albumin. Setiap molekul albumin tampaknya mempunyai satu tapak dengan afinitas tinggi dan satu tapak dengan afinitas rendah untuk pengikatan bilirubin. Dalam 100 ml plasma, kurang lebih 25 mg bilirubin dapat di ikat erat oleh albumin pada tapak dengan afinitas tinggi. Bilirubin jumlahnya berlebihan hanya terikat secara longgar dan karenanya mudah terlepas serta berdisfusi kedalam jaringan. Sejumlah senyawa seperti antibiotik dan beberapa obat lainnya bersaing dengan bilirubin untuk dapat berikatan pada tapak pengikatan dengan afinitas tinggi pada albumin. Jadi senyawa senyawa ini dapat menggeser bilirubin dan memberikan efek klinis yang bermakna.. Di hati bilirubin dilepaskan dari bilirubindari albumin dan diambil pada permukaan sinusoid hepatosit qleh sistem dapat jenuh( saturable) yang diperantarai oleh zat pembawa.Sistem pangangkutan yang difasilitasi ini mempunyai kapasitas yang sangat besar sehingga sekalipun pada keadaan patologik,sistem tersebut tampaknya tidak membatasi kecepatannya dalam metabolisme bilirubin. Mengingat sistem pengangkutan yang difasilitasi tersebut memungkan adanya ekuibilibrium bilirubin lewat membran sinusoid hepatosit,ambilan neto bilirubin akan bergantung pada pengeluaran bilirubin oleh lintasan metabolik berikutnya. KONJUGASI BILIRUBIN DENGAN ASAM GLUKURONAT TERJADI DIHATI Bilirubin bersifat non polar dan akan bertahan didalam sel (misal,terikat dengan lipid) jika tidak dibuat dapat larut didalam air.Hepatosit akan mengubah bilirubin menjadi bentuk polar yang dapat diekskresikan dengan mudah kedalam empedu dengan penambahan molekul asam glukoronat pada bilirubin pada bilirubin tersebut.Proses ini dinamkan konjugasi dan dapat memakai molekul polar yang bukan asam glikironat(misal,sulpat).Banyak hormon steroiddan obat yang juga dikonversikan lewat proses konjugasi menjadi derifat yang dapat larut dalam air untuk mempersipkan ekskresi

hormon dan obat tersebut. Hati sedikitnya mengambil dua buah isoform enzim glukuronosiltrasferase yang keduanyabekerja pada bilirubin.Enzim ini terutama terdapat dalam retikulum endoplasma halus dan menggunakan UDP-asam glukuronat sebagai donor glukorunosil.Bilirubin monoglukuronida merupakan intermediat danselanjutnya akan dikonfersikan menjadi bentuk diglukoronida.Meskipun demikian,kalau konjugat bilirubin terdapat secara abnormal didalam plasma manusia (misa,pada ikterus obtruktif) ,bentuk bilirubinbilirubin yang dominan adalah monoglukuronida. Aktifitas UDP glukuronosiltransferase dapat diinduksi oleh sejumlahobat yang berkasiat dalam klinik,termasuk preparat fenobarbital. BILIRUBIN DISEKRESIKAN KE DALAM GETAH EMPEDU. Sekresi bilirubin terkonjugasi kedalam empedu terjadi melalui mekanisme pengangkutan yang aktif,yang mungkin bersifat membatasi kecepatan bagi keseluruh proses metabolisme bilirubin hepatik.Pengangkutan hepatik bilirubin terkonjugasi kedalam empedu bisa diinduksi oleh obat yang sama yang mampu menginduksi konjugasi bilirubin.Jadi sistem konjugasi dan ekskresi bagi bilirubin berlaku sebagai unit fungsional yang terkoordinasi. Dalam keadaan fisiologis,pada hakekatnyaseluruh bilirubin yang diekskresikan kedalam empedu berda dalam bentuk terkonjugasi.Hanya setelah fototerapi dapat ditemuakan bilirubin tak terkonjugasi dengan jumlah bermakna didalam empedu.Dihati terdapat lebih dari satu sistem untuk menyekresikan kedalam empedu senyawa yang ada secara alami dan senyawa farmasisetelah proses senyawa terjadi.Beberapa dari sistem sekresi ini dipakai bersama bilirubin diglukuronida,tetapi sebagian lainnya bekerja secara bebas. BILIRUBIN TERKONJUGASI DIREDUKSI MENJADI UROBILINOGEN OLEH BAKTERI USUS. Setelah bilirubin terkonjugasi mencapai ileum terminalis dan usus besar,glukuronida dilepaskan oleh enzim bakteri yang spesifik(enzim gukuronidase),dan pigmen tersebut selanjutnya direduksioleh flora feses menjadi sekelompok senyawa tetrapirol tidak berwarna yang dinamakan urobilinogen.Diileum terminalis dan usus besar. Diserap kembali dan diekskresikan kembali lewat hati untuk menjalani siklus urobilinogen enterohepatik. Pada keadaan abnormal, khususnya kalau terbentuk pigmen empedu yang berlebihan atau kalau ada penyakit yang mengganggu siklus enterohepatik ini, urobilinogen dapat pula diekskresikan kedalam urine. Normalnya, sebagaian besar urobilinogen tidak berwarna yang terbentuk di dalam kolon oleh flora feses akan teroksidasi disana menjadi urobilin ( senyawa berwarna ) dan diekskresikan ke dalam feses. Warna feses berubah menjadi lebih gelap ketika dibiarkan terpajan udara disebabkan oleh oksidasi urobilinogen yang tersisa menjadi urobilin. HIPERBILIRUBINEMIA MENYEBABKAN IKTERUS

Kalau kadar bilirubin di dalam darah melampui 1 mg/dL(17,1umol/L)maka timbul hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh produksi bilirubin yang melebihi kemampuan hati normal untuk mengekskresikannya, atau dapat terjadi karena kegagalan hati yang rusak untuk mengekskresikan bilirubin yang di hasilkan dengan jumlah normal. Pada keadaan tanpa kerusakan hati,obstruksi saluran ekskresi hati dengan mencegah ekskresi bilirubin juga akan menimbulkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin bertumpuk di dalam darah dan ketika mencapai suatu konsentrasi tertentu ( yaitu sekitar 2-2,5 mg/dL ), bilirubin akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian warnanya berubah menjadi kuning. Keadaan ini dinamakan jaundice atau ikterus. Dalam sejumlah penelitian klinis terhadap ikterus, pengukuran kadar bilirubin serum mempunyai nilai yang penting. Metode pengukuran kuantitatif kandungan bilirubin dalam serum pertama-tama dilakukan oleh Van den Bergh dengan menerapkan tes Ehrlich untuk pemeriksaan bilirubin di urine. Reaksi Ehrlich berdasar pada rangkaian asam sulfanilat diazotisasi ( reagen diazo Ehrlich ) dengan bilirubin, sehingga menghasilkan senyawa azo yang berwarna ungu kemerahan. Bentuk bilirubin yang bereaksi tanpa tambahan metanol ini kemudian dinamakan bentuk yang bereaksi langsung ( direk ) . Bentuk bilirubin yang baru bisa diukur setelah penambahan metanol ini kemudian disebut bentuk yang bereaksi tak langsung ( indirek ). Bergantung pada tipe bilirubin yang ada di dalam plasma,yaitu bilirubin takterkonjugasi ataukah bilirubin terkonjugasi,keadaan hiperbilirubinemia dapat diklasifikasikan masing-masing sebagai hiperbilirubinemia retensi yang disebabkan oleh over produksi atau hiperbilirubinemia regurgitasi yang disebabkan oleh aliran balik ( refluks ) bilirubin ke dalam darah sebagai akibat dari obstruksi biliar. Karena sifat hidrofobisitasnya hanya bilirubin tak-terkonjugasi yang bisa melewati sawar darah-otak untuk masuk ke dalam sistem saraf pusat, oleh karena itu, ensefalopati akibat bilirubinemia ( kernikterus ). Karena itu, ikterus kolurik ( koluria adalah keadaan terdapatnya derivat empedu di dalam urine ) hanya terjadi pada hiperbilirubinemia regurgitasi, dan ikterus akolurik hanya dijumpai kalau terdapat bilirubin tak-terkonjugasi dengan jumlah yang berlebihan. Ethiologi
o

Peningkatan bilirubin dapat terjadi karena, polycethemia, isoimmun hemolyticdisease, kelainan struktur dan enzim, sel darah merah, keracunan obat ( hemolisis kimia, kortikos temoid, kloram penikol ), hemolisis ekstra vaskuler, ceptalhema toma, ecchymosis. Ggn. Fungsi hati, difisiensi glukoromil tranferase, obstruksi empedu / atresia biliarti, infeksi, masalah metabolik, galaktosemia, hypothiroidisme, jamdice Asi.

BAGIAN AKHIR !

Penanganan ikterus neoantorum sangat tergantung pada saat terjadinya ikterus, intensitas ikterus ( kadar bilirubin serum ), jenis bilirubin, dan sebab terjadinya pemeriksaan yang perlu dilakukan didasarkan pada hari timbulnya ikterus dan naiknya kadar bilirubin serum. Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama Pemeriksaan perlu dilakukan, baik pada bayi maupun pada Ibu. Bayi. 1. Kadar bilirubin serum dan kadar albumin 2. Pemeriksaan darh tepi lengkap 3. Golongan darah ( ABO, Rh, dan lain-lain ) 4. Coombs test ( langsung dan tidak langsung dengan titernya ). Direct dan Indirect. 5. Kadar G-6-PD ( atau pemeriksaan skrining terhadap defisiensi G6. Biakan darah atau Kultur darah. Ibu 1. Golongan darah. 2. Coombs test tidak langsung dengan titernya. Tindakan 1. Transfusi tukar darah bila telah dipenuhi syarat-syaratnya. 2. Bila belum dipenuhi syarat-syaratnya, diberikan terapi sinar. Bilirubin diperiksa setiap 8 jam. Kalau kenaikan kadar bilirubin tetap 0,3 1 mg % per jam, sebaiknya dilakukan transfusi tukar darah, apalagi kalau yang dihadapi inkompatibilitas golongan darah. Ikterus yang timbul sesudah 24 jam pertama Ikterus yang timbul sesudah hari pertama, tetapi madih pada hari kedua dan ketiga, biasanya merupakan ikterus fisiologok. Walaupun demikian, harus diawasi dengan teliti. Pemeriksaan bilirubin dilakukan hanya sekali, selanjutnya pengawasan klinik. Dalam hal ini amnesis kehamilan dan kelahiran yang lalu sangat menentukan tindakan selanjtnya. Bila bayi nampak sakit dan ikterus dengan cepat menjadi berat, maka pemeriksaan dan tindakan harus dilakukan seperti pada ikterus pada hari pertama. Ikterus yang timbul sesudah hari ke- 4 6-PD ).

Pada umunya ikterus yang timbul pada hari ke- 4 atau lebih bukan disebabkan oleh penyakit hemolitik neonatus. Kemungkinan besar itu disebabkan oleh infeksi: bakteri, virus, atau protozoa yang terjadi antenatal.Jadi pemeriksaan harus ditujukan ke arah sepsis neonatorum, pyelonephritis, hepatitis neonatorum, toxoplasmosis, dan lain-lain. Kemungkinan lain ialah pengaruh obat, misalnya obat sulfa tau Novobiocin, dan defisiensi enzyma eritrosit, yaitu defisiensi G-6-PD, Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan ialah kadar bilirubin serum, jenis bilirubin dalam serum, biakan darah, biakan air kencing, dan kalau perlu dilakukan pemeriksaan serologik terhadap virus dan toxoplasma. Pada persangkaan hepatitis neonatorum biopsi hepar perlu dilakukan. Pengobatan diarahkan pada penyakitnya, sekiranya hal itu mungkin. Pada hiperbilirubinemia, kalau yang meningkat itu bilirubin tidak langsung, maka sikap ialah sebagai berikut: 1. Kadar bilirubin lebih dari 20 mg%; dilakukan trasfusi tukar darah. 2. Kadar bilirubin 10-15 mg%: diberikan phenobarbital parenteral, 6 mg per kg BB/hari. 3. Kadar bilirubin 15-20 mg%: diberikan terapi sinar. Kadar bilirubin diperiksa setiap 24 jam. Bila dalam pemeriksaan selanjutnya kadar bilirubin tetap baik, maka pengobatan dengan phenobarbital dapat ditukar dengan terapi sinar.Demikian pula kalau terapi sinar gagal, sehingga kadar bilirubin mencapai 20 mg%, dilakukan transfusi tukar darah. Ikterus yang menetap atau bertambah sesudah minggu pertama Selain dapat ditimbulkan oleh hal-hal yang telah disebut pada ikterus sesudahhari keempat, sebab-sebab lain sangat tergantung pada jenis bilirubin yang meningkat. Kalau bilirubin terutama dalam bentuk tidak langsung dan faktor-faktor di atas telah disingkirkan, maka harus dipikirkan breasmilk jaundice, hypothyreoidismus, galaktosemia, sindroma Criggler Najjer, dan lain-lain. Kalau bilirubin terutama dalam bentuk bilirubin langsung, haruslah dipikirkan faktor obstruksi, misalnya hepatitis neonatorum dan obstruksi saluran empedu. Pemeriksaan yang perlu dilakukan ialah kadar bilirubin darah ( langung dan tidak langsung), biakan darah, biopsi hepar, dan pemeriksaan serologik terhadap virus, toxoplasma, dan lain-lain. YANG PERLU ANDA PERHATIKAN

Ajarkan

HIPERBILIRUBINEMIA
BAYI HIPERBILIRUBINEMIA A. Batasan-Batasan 1. Ikterus Fisiologis Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Hanifa, 1987): Timbul pada hari kedua-ketiga Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan. Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg % Ikterus hilang pada 10 hari pertama Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan patologis tertentu 2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%. 3. Kern Ikterus Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV. D. Etiologi 1. Peningkatan produksi : Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis . Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid). Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia. 2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine. 3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi , Toksoplasmosis, Siphilis. 4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik. 5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

E . Metabolisme Bilirubin Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site). Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis. Diagram Metabolisme Bilirubin ERITROSIT HEMOGLOBIN HEM GLOBIN BESI/FE BILIRUBIN INDIREK ( tidak larut dalal air ) Terjadi pada Limpha, Makofag BILIRUBIN BERIKATAN DENGAN ALBUMIN Terjadi dalam plasma darah MELALUI HATI BILIRUBIN BERIKATAN DENGAN GLUKORONAT/ GULA RESIDU BILIRUBIN DIREK ( larut dalam air ) Hati BILIRUBIN DIREK DIEKSRESI KE KANDUNG EMPEDU Melalui Duktus Billiaris KANDUNG EMPEDU KE DEUDENUM

BILIRUBIN DIREK DI EKSKRESI MELALUI URINE & FECES F. Patofisiologi Hiperbilirubinemia Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991). G. Penata Laksanaan Medis Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan : 1. Menghilangkan Anemia 2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi 3. Meningkatkan Badan Serum Albumin 4. Menurunkan Serum Bilirubin Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat. Fototherapi Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.

Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah. Tranfusi Pengganti Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor : 1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu. 2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir. 3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama. 4. Tes Coombs Positif 5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama. 6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama. 7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl. 8. Bayi dengan Hidrops saat lahir. 9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus. Transfusi Pengganti digunakan untuk : 1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal. 2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan) 3. Menghilangkan Serum Bilirubin 4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil. Therapi Obat Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika. Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus: 1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama. Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sbb: Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.

Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang Bakteri) Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD. Pemeriksaan yang perlu dilakukan: Kadar Bilirubin Serum berkala. Darah tepi lengkap. Golongan darah ibu dan bayi. Test Coombs. Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Hepar bila perlu. 2. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir. Biasanya Ikterus fisiologis. Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat misalnya melebihi 5mg% per 24 jam. Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin. Polisetimia. Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis, pendarahan Hepar, sub kapsula dll). Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan yang perlu dilakukan: Pemeriksaan darah tepi. Pemeriksaan darah Bilirubin berkala. Pemeriksaan skrining Enzim G6PD. Pemeriksaan lain bila perlu. 3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama. Sepsis. Dehidrasi dan Asidosis. Defisiensi Enzim G6PD. Pengaruh obat-obat. Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert. 4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya: Karena ikterus obstruktif. Hipotiroidisme Breast milk Jaundice. Infeksi. Hepatitis Neonatal. Galaktosemia. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan: Pemeriksaan Bilirubin berkala. Pemeriksaan darah tepi. Skrining Enzim G6PD. Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.

ASUHAN KEPERAWATAN Untuk memberikan keperawatan yang paripurna digunakan proses keperawatan yang meliputi Pengkajian, Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi. Pengkajian 1. Riwayat orang tua : Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI. 2. Pemeriksaan Fisik : Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks menyusui yang lemah, Iritabilitas. 3. Pengkajian Psikososial : Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak. 4. Pengetahuan Keluarga meliputi : Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia (Cindy Smith Greenberg. 1988) 2. Diagnosa, Tujuan , dan Intervensi Berdasarkan pengkajian di atas dapat diidentifikasikan masalah yang memberi gambaran keadaan kesehatan klien dan memungkinkan menyusun perencanaan asuhan keperawatan. Masalah yang diidentifikasi ditetapkan sebagai diagnosa keperawatan melalui analisa dan interpretasi data yang diperoleh. 1. Diagnosa Keperawatan : Kurangnya volume cairan sehubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan, fototherapi, dan diare. Tujuan : Cairan tubuh neonatus adekuat Intervensi : Catat jumlah dan kualitas feses, pantau turgor kulit, pantau intake output, beri air diantara menyusui atau memberi botol. 2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan suhu tubuh (hipertermi) sehubungan dengan efek fototerapi Tujuan : Kestabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan Intervensi : Beri suhu lingkungan yang netral, pertahankan suhu antara 35,5? - 37? C, cek tanda-tanda vital tiap 2 jam. 3. Diagnosa Keperawatan : Gangguan integritas kulit sehubungan dengan hiperbilirubinemia dan diare Tujuan : Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan Intervensi : Kaji warna kulit tiap 8 jam, pantau bilirubin direk dan indirek , rubah posisi setiap 2 jam, masase daerah yang menonjol, jaga kebersihan kulit dan kelembabannya. 4. Diagnosa Keperawatan : Gangguan parenting sehubungan dengan pemisahan Tujuan : Orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku Attachment , orang tua dapat mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding. Intervensi : Bawa bayi ke ibu untuk disusui, buka tutup mata saat disusui, untuk stimulasi sosial dengan ibu, anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya, libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan, dorong orang tua mengekspresikan perasaannya. 5. Diagnosa Keperawatan : Kecemasan meningkat sehubungan dengan therapi yang

diberikan pada bayi. Tujuan : Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat mengidentifikasi gejala-gejala untuk menyampaikan pada tim kesehatan Intervensi : Kaji pengetahuan keluarga klien, beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses terapi dan perawatannya. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi dirumah. 6. Diagnosa Keperawatan : Potensial trauma sehubungan dengan efek fototherapi Tujuan : Neonatus akan berkembang tanpa disertai tanda-tanda gangguan akibat fototherapi Intervensi : Tempatkan neonatus pada jarak 45 cm dari sumber cahaya, biarkan neonatus dalam keadaan telanjang kecuali mata dan daerah genetal serta bokong ditutup dengan kain yang dapat memantulkan cahaya; usahakan agar penutup mata tida menutupi hidung dan bibir; matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya konjungtivitis tiap 8 jam; buka penutup mata setiap akan disusukan; ajak bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan. 7. Diagnosa Keperawatan : Potensial trauma sehubungan dengan tranfusi tukar Tujuan : Tranfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi Intervensi : Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan; basahi umbilikal dengan NaCl selama 30 menit sebelum melakukan tindakan, neonatus puasa 4 jam sebelum tindakan, pertahankan suhu tubuh bayi, catat jenis darah ibu dan Rhesus serta darah yang akan ditranfusikan adalah darah segar; pantau tanda-tanda vital; selama dan sesudah tranfusi; siapkan suction bila diperlukan; amati adanya ganguan cairan dan elektrolit; apnoe, bradikardi, kejang; monitor pemeriksaan laboratorium sesuai program. Aplikasi Discharge Planing. Pertumbuhan dan perkembangan serta perubahan kebutuhan bayi dengan hiperbilirubin (seperti rangsangan, latihan, dan kontak sosial) selalu menjadi tanggung jawab orang tua dalam memenuhinya dengan mengikuti aturan dan gambaran yang diberikan selama perawatan di Rumah Sakit dan perawatan lanjutan dirumah. Faktor yang harus disampaikan agar ibu dapat melakukan tindakan yang terbaik dalam perawatan bayi hiperbilirubinimea (warley &Wong, 1994): 1. Anjurkan ibu mengungkapkan/melaporkan bila bayi mengalami gangguan-gangguan kesadaran seperti : kejang-kejang, gelisah, apatis, nafsu menyusui menurun. 2. Anjurkan ibu untuk menggunakan alat pompa susu selama beberapa hari untuk mempertahankan kelancaran air susu. 3. Memberikan penjelasan tentang prosedur fototherapi pengganti untuk menurunkan kadar bilirubin bayi. 4. Menasehatkan pada ibu untuk mempertimbangkan pemberhentian ASI dalam hal mencegah peningkatan bilirubin. 5. Mengajarkan tentang perawatan kulit : Memandikan dengan sabun yang lembut dan air hangat. Siapkan alat untuk membersihkan mata, mulut, daerah perineal dan daerah sekitar kulit

yang rusak. Gunakan pelembab kulit setelah dibersihkan untuk mempertahankan kelembaban kulit. Hindari pakaian bayi yang menggunakan perekat di kulit. Hindari penggunaan bedak pada lipatan paha dan tubuh karena dapat mengakibatkan lecet karena gesekan Melihat faktor resiko yang dapat menyebabkan kerusakan kulit seperti penekanan yang lama, garukan . Bebaskan kulit dari alat tenun yang basah seperti: popok yang basah karena bab dan bak. Melakukan pengkajian yang ketat tentang status gizi bayi seperti : turgor kulit, capilari reffil. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah : 1. Cara memandikan bayi dengan air hangat (37 -38 ? celsius) 2. Perawatan tali pusat / umbilikus 3. Mengganti popok dan pakaian bayi 4. Menangis merupakan suatu komunikasi jika bayi tidak nyaman, bosan, kontak dengan sesuatu yang baru 5. Temperatur / suhu 6. Pernapasan 7. Cara menyusui 8. Eliminasi 9. Perawatan sirkumsisi 10. Imunisasi 11. Tanda-tanda dan gejala penyakit, misalnya : letargi ( bayi sulit dibangunkan ) demam ( suhu > 37 ? celsius) muntah (sebagian besar atau seluruh makanan sebanyak 2 x) diare ( lebih dari 3 x) tidak ada nafsu makan. 12. Keamanan Mencegah bayi dari trauma seperti; kejatuhan benda tajam (pisau, gunting) yang mudah dijangkau oleh bayi / balita. Mencegah benda panas, listrik, dan lainnya Menjaga keamanan bayi selama perjalanan dengan menggunakan mobil atau sarana lainnya. Pengawasan yang ketat terhadap bayi oleh saudara - saudaranya.
Senin, 3 Sep 2007 | 5 Komentar

Mengenai Eritroblastosis Fetalis


Penulis: Nina Karina Beri nilai:

Dalam istilah sehari-hari, anak disebut sebagai darah daging ibunya. Wajar disebut demikian karena sejak dalam bentuk zigot, anak terus bertumbuh dan berkembang dalam rahim ibunya seolah-olah anak tersebut berasal dari darah dan daging ibunya.

Ternyata secara ilmiah, terbentuknya zigot sampai menjadi janin dalam tubuh ibu sampai akhirnya lahir menjadi seorang anak tidak sesederhana itu. Darah yang terbentuk dalam tubuh anak dapat berbeda dari ibunya, bahkan suatu faktor yang terkandung dalam darah anak tersebut dapat menyebabkan terbangkitnya suatu sistem imun dalam darah ibunya yang kemudian menggempur sel darah anaknya sendiri.

Eritroblastosis Fetalis misalnya, merupakan suatu kelainan berupa hemolisis pada janin yang akan tampak pada bayi yang baru lahir karena inkompatibilitas golongan darah dengan ibunya. Inkompatibilitas ini menyebabkan terbentuknya sistem imun ibu sebagai respon terhadap sel darah bayi yang mengandung suatu antigen.

Kelainan hemolitik ini dapat disebabkan oleh inkompatibilitas faktor Rh. Faktor Rh ini bersifat dominan, artinya seseorang yang memiliki satu saja copy faktor Rh dalam gennya dinyatakan Rh positif, sedangkan yang tidak punya copy faktor Rh dalam gennya digolongkan sebagai Rh negatif. Ibu dengan Rh dan ayah Rh +, ada kemungkinan anaknya memiliki Rh + karena mendapat faktor Rh dari ayahnya. Hal ini berarti darah ibu tidak punya faktor Rh, sedangkan dalam darah janinnya ada faktor Rh, dan hanya dalam kasus seperti inilah terjadi inkompatibilitas Rh.

Inkompatibilitas golongan darah ABO juga bisa menyebabkan eritroblastosis fetalis. Dalam sistem ini dikenal antigen A dan antigen B. Orang yang mempunyai antigen A dalam sel darah merahnya bergolongan darah A, yang mempunyai antigen B bergolongan darah B, yang mempunyai kedua antigen tersebut bergolongan darah AB, sedangkan yang tidak punya kedua antigen disebut bergolongan darah O. Inkompatibilitas ABO ini terjadi pada ibu dengan golongan darah O dengan janin yang mempunyai antigen A dan atau antigen B.

Pada prinsipnya inkompatibilitas terjadi bila sel darah merah janin yang mengandung suatu antigen yang tidak dimiliki oleh ibu masuk kedalam sirkulasi darah ibu. Antigen tersebut mensensitisasi sistem imun ibu

untuk membentuk antibodi, yaitu suatu protein yang berfungsi menyerang dan menghancurkan sel-sel yang dianggap benda asing atau membawa benda asing (antigen), dan terjadilah destruksi sel darah merah janin. Meskipun prinsipnya hampir sama, inkompatibilitas Rh lebih berbahaya daripada inkompatibilitas ABO karena anti-Rh yang terbentuk lebih mudah masuk ke sirkulasi bayi melalui plasenta dibandingkan anti-A atau anti-B.

Masalah inkompatibilitas ini belum terlalu bermasalah pada kehamilan pertama karena hanya sedikit darah janin yang masuk ke dalam sirkulasi darah ibu sehingga tidak terbentuk antibodi dari tubuh ibu, baru pada saat melahirkan darah janin banyak masuk ke sirkulasi darah ibu. Terbentuknya antibodi setelahnya tidak berpengaruh pada bayi pertama yang sudah lahir tersebut. Namun, adakalanya perdarahan-perdarahan kecil pada kehamilan menyebabkan darah janin masuk ke sirkulasi ibu dan terbentuk antibodi.

Pada kehamilan berikutnya janin dalam keadaan yang lebih berbahaya karena antibodi ibu yang telah terbentuk setelah proses kelahiran sebelumnya menyerang sel darah janin yang mengandung antigen. Akibatnya sel-sel darah janin mengalami hemolisis hebat.

Hemolisis menyebabkan bayi mengalami anemia. Tubuh bayi mencoba mengkompensasi dengan melepaskan sel darah muda yang disebut eritoblas ke sirkulasi darahnya. Produksi besar-besaran eritoblas ini menyebabkan pembesaran hati dan limpa, dan dapat juga menyebabkan pembentuk jenis sel darah lain seperti trombosit dan faktor pembekuan darah lain berkurang, akhirnya dapat terjadi perdarahan masif.

Hiperbilirubinemia juga terjadi akibat hemolisis, karena, hemoglobin dipecah dan terbentuklah bilirubin. Bayi menjadi jaundice, yaitu terlihat warna kuning pada kulit dan sklera matanya. Bila tak teratasi, bisa terjadi kernikterus yaitu bilirubin tertimbun di otak yang membahayakan janin. Gejala lainnya adalah hidrops fetalis, yaitu akumulasi cairan dalam tubuh janin (edema). Akumulasi cairan dalam rongga dada menyebabkan hambatan nafas bayi.

Untuk meminimalisasi bahaya eritroblastosis fetalis ini, hendaknya dilakukan pemantauan sejak dini. Apabila ada potensi inkompatibilitas pada golongan darah ibu dan anak, misalnya ibu dengan Rh-negatif dengan suami yang Rh-positif, sebaiknya dilakukan pemantauan berkala antibodi yang terbentuk dalam darah ibu. Bila memungkinkan dapat dilakukan amniosintesis ataupun pengambilan darah janin dari umbilical cord sehingga golongan darah janin dapat diketahui. USG juga dapat menjadi alternatif pemantauan untuk mendeteksi adanya hidrop fetalis. Apabila ada tanda bahaya dan kehamilan telah berusia 32-34 minggu hendaknya kehamilan segera diakhiri dengan segera melakukan proses kelahiran.

Pada bayi yang sudah lahir dapat dilakukan transfusi darah untuk mengatasi anemia dan juga perdarahan. Fototerapi dilakukan untuk membantu mengatasi hiperbilirubinemia. Bayi juga bisa diberi oksigen dan cairan berisi elektrolit dan obat-obatan untuk mengatasi gejala-gejala yang timbul (pengobatan simptomatis).

Untuk kehamilan kedua dari ibu yang janinnya mengalami eritroblastosis fetalis pada kehamilan pertama, hendaknya berkonsultasi dengan dokter sesegera mungkin.

A. 1. karakteristik sebagai Ikterus berikut (Hanifa,

Batasan-Batasan Fisiologis 1987):

Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang memiliki

Timbul pada hari kedua-ketiga Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan. Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg % Ikterus hilang pada 10 hari pertama Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan patologis tertentu

2.

Ikterus

Patologis/Hiperbilirubinemia

Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%. 3. Kern Ikterus

Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.

D. 1. Peningkatan produksi

Etiologi :

Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis . Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid). Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia. 2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine. 3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi , Toksoplasmosis, Siphilis. 4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik. 5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif E . Metabolisme Bilirubin Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site). Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.

F. Patofisiologi Hiperbilirubinemia Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.

Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991). G. Penata Laksanaan Medis Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan : 1. Menghilangkan Anemia 2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi 3. Meningkatkan Badan Serum Albumin 4. Menurunkan Serum Bilirubin Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat. Fototherapi Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine. Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah. Tranfusi Pengganti Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor : 1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu. 2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.

3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama. 4. Tes Coombs Positif 5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama. 6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama. 7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl. 8. Bayi dengan Hidrops saat lahir. 9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus. Transfusi Pengganti digunakan untuk : 1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal. 2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan) 3. Menghilangkan Serum Bilirubin 4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil. Therapi Obat Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.

Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus: 1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama. Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sbb: Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain. Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang Bakteri) Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD. Pemeriksaan yang perlu dilakukan: Kadar Bilirubin Serum berkala. Darah tepi lengkap. Golongan darah ibu dan bayi. Test Coombs. Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Hepar bila perlu. 2. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir. Biasanya Ikterus fisiologis. Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat misalnya melebihi 5mg% per 24 jam. Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin. Polisetimia.

Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis, pendarahan Hepar, sub kapsula dll). Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan yang perlu dilakukan: Pemeriksaan darah tepi. Pemeriksaan darah Bilirubin berkala. Pemeriksaan skrining Enzim G6PD. Pemeriksaan lain bila perlu. 3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama. Sepsis. Dehidrasi dan Asidosis. Defisiensi Enzim G6PD. Pengaruh obat-obat. Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert. 4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya: Karena ikterus obstruktif. Hipotiroidisme Breast milk Jaundice. Infeksi. Hepatitis Neonatal. Galaktosemia. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan: Pemeriksaan Bilirubin berkala. Pemeriksaan darah tepi. Skrining Enzim G6PD. Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi. ASUHAN KEPERAWATAN Untuk memberikan keperawatan yang paripurna digunakan proses keperawatan yang meliputi Pengkajian, Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi. Pengkajian 1. Riwayat orang tua : Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI. 2. Pemeriksaan Fisik : Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks menyusui yang lemah, Iritabilitas. 3. Pengkajian Psikososial : Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak. 4. Pengetahuan Keluarga meliputi : Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia (Cindy Smith Greenberg.

1988) 2. Diagnosa, Tujuan , dan Intervensi Berdasarkan pengkajian di atas dapat diidentifikasikan masalah yang memberi gambaran keadaan kesehatan klien dan memungkinkan menyusun perencanaan asuhan keperawatan. Masalah yang diidentifikasi ditetapkan sebagai diagnosa keperawatan melalui analisa dan interpretasi data yang diperoleh. 1. Diagnosa Keperawatan : Kurangnya volume cairan sehubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan, fototherapi, dan diare. Tujuan : Cairan tubuh neonatus adekuat Intervensi : Catat jumlah dan kualitas feses, pantau turgor kulit, pantau intake output, beri air diantara menyusui atau memberi botol. 2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan suhu tubuh (hipertermi) sehubungan dengan efek fototerapi Tujuan : Kestabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan Intervensi : Beri suhu lingkungan yang netral, pertahankan suhu C, cek tanda-tanda vital tiap 2 jam. 37antara 35,5 3. Diagnosa Keperawatan : Gangguan integritas kulit sehubungan dengan hiperbilirubinemia dan diare Tujuan : Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan Intervensi : Kaji warna kulit tiap 8 jam, pantau bilirubin direk dan indirek , rubah posisi setiap 2 jam, masase daerah yang menonjol, jaga kebersihan kulit dan kelembabannya. 4. Diagnosa Keperawatan : Gangguan parenting sehubungan dengan pemisahan Tujuan : Orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku Attachment , orang tua dapat mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding. Intervensi : Bawa bayi ke ibu untuk disusui, buka tutup mata saat disusui, untuk stimulasi sosial dengan ibu, anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya, libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan, dorong orang tua mengekspresikan perasaannya. 5. Diagnosa Keperawatan : Kecemasan meningkat sehubungan dengan therapi yang diberikan pada bayi. Tujuan : Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat mengidentifikasi gejala-gejala untuk menyampaikan pada tim kesehatan Intervensi : Kaji pengetahuan keluarga klien, beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses terapi dan perawatannya. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi dirumah. 6. Diagnosa Keperawatan : Potensial trauma sehubungan dengan efek fototherapi Tujuan : Neonatus akan berkembang tanpa disertai tanda-tanda gangguan akibat fototherapi Intervensi : Tempatkan neonatus pada jarak 45 cm dari sumber cahaya, biarkan neonatus dalam keadaan telanjang kecuali mata dan daerah genetal serta bokong ditutup dengan kain yang dapat memantulkan cahaya; usahakan agar penutup mata tida menutupi hidung dan bibir; matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya konjungtivitis tiap 8 jam; buka penutup mata setiap akan disusukan; ajak bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan. 7. Diagnosa Keperawatan : Potensial trauma sehubungan dengan tranfusi tukar Tujuan : Tranfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi Intervensi :

Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan; basahi umbilikal dengan NaCl selama 30 menit sebelum melakukan tindakan, neonatus puasa 4 jam sebelum tindakan, pertahankan suhu tubuh bayi, catat jenis darah ibu dan Rhesus serta darah yang akan ditranfusikan adalah darah segar; pantau tanda-tanda vital; selama dan sesudah tranfusi; siapkan suction bila diperlukan; amati adanya ganguan cairan dan elektrolit; apnoe, bradikardi, kejang; monitor pemeriksaan laboratorium sesuai program. Aplikasi Discharge Planing. Pertumbuhan dan perkembangan serta perubahan kebutuhan bayi dengan hiperbilirubin (seperti rangsangan, latihan, dan kontak sosial) selalu menjadi tanggung jawab orang tua dalam memenuhinya dengan mengikuti aturan dan gambaran yang diberikan selama perawatan di Rumah Sakit dan perawatan lanjutan dirumah. Faktor yang harus disampaikan agar ibu dapat melakukan tindakan yang terbaik dalam perawatan bayi hiperbilirubinimea (warley &Wong, 1994): 1. Anjurkan ibu mengungkapkan/melaporkan bila bayi mengalami gangguan-gangguan kesadaran seperti : kejang-kejang, gelisah, apatis, nafsu menyusui menurun. 2. Anjurkan ibu untuk menggunakan alat pompa susu selama beberapa hari untuk mempertahankan kelancaran air susu. 3. Memberikan penjelasan tentang prosedur fototherapi pengganti untuk menurunkan kadar bilirubin bayi. 4. Menasehatkan pada ibu untuk mempertimbangkan pemberhentian ASI dalam hal mencegah peningkatan bilirubin. 5. Mengajarkan tentang perawatan kulit : Memandikan dengan sabun yang lembut dan air hangat. Siapkan alat untuk membersihkan mata, mulut, daerah perineal dan daerah sekitar kulit yang rusak. Gunakan pelembab kulit setelah dibersihkan untuk mempertahankan kelembaban kulit. Hindari pakaian bayi yang menggunakan perekat di kulit. Hindari penggunaan bedak pada lipatan paha dan tubuh karena dapat mengakibatkan lecet karena gesekan Melihat faktor resiko yang dapat menyebabkan kerusakan kulit seperti penekanan yang lama, garukan . Bebaskan kulit dari alat tenun yang basah seperti: popok yang basah karena bab dan bak. Melakukan pengkajian yang ketat tentang status gizi bayi seperti : turgor kulit, capilari reffil. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah : 1. Cara celsius)memandikan bayi dengan air hangat (37 -38 2. Perawatan tali pusat / umbilikus 3. Mengganti popok dan pakaian bayi 4. Menangis merupakan suatu komunikasi jika bayi tidak nyaman, bosan, kontak dengan sesuatu yang baru 5. Temperatur / suhu 6. Pernapasan 7. Cara menyusui 8. Eliminasi 9. Perawatan sirkumsisi 10. Imunisasi 11. Tanda-tanda dan gejala penyakit, misalnya : letargi ( bayi sulit dibangunkan ) demam ( suhu > celsius)37 muntah (sebagian besar atau seluruh makanan sebanyak 2 x) diare ( lebih dari 3 x) tidak ada nafsu makan.

12. Keamanan Mencegah bayi dari trauma seperti; kejatuhan benda tajam (pisau, gunting) yang mudah dijangkau oleh bayi / balita. Mencegah benda panas, listrik, dan lainnya Menjaga keamanan bayi selama perjalanan dengan menggunakan mobil atau sarana lainnya. Pengawasan yang ketat terhadap bayi oleh saudara - saudaranya.

You might also like