You are on page 1of 6

KARYA PROSA FIKSI CERPEN POPULER (PERHATIKAN PENGGUNAAN GAYA BAHASANYA)

SITI
Tadi pagi aku ngamuk. Rasanya ini amukanku yang terdahsyat sepanjang sejarah. Keseeeel.banget. Sumbernya, yah, siapa lagi kalau bukan si Siti. Pembantu baru yang kelakuannya suka bikin takjub orang serumah. Bayangkan saja, masa draft paper Kewiraan yang sudah setengah mati ku buat, seenaknya saja dilempar ke tempat sampah. Dia tidak tahu betapa besarnya pengorbananku untuk membuat paper itu. Tiga malam nyaris tidak tidur. Bahkan Hunter, pujaan hatiku setiap minggu malam selalu kunantikan kehadirannya, kali ini terpaksa aku cuekin. Eh.tahu-tahu hasil kerja kerasku itu dilempar ke tempat sampah. Gimana aku tak kesal setengah mati. Dasar bego si Siti itu. Aku kan sudah wanti-wanti ribuan kali agar dia jangan sekali-kali menyentuh kertas-kertasku. Biar kamarku berantakan kayak kapal pecah juga, nggak apa, asal kertas-kertas berhargaku aman. Siti, Siti, kamu kira gampang bikin paper, segampang bikin sambal terasi? Si Siti ini memang lain. Umurnya baru sekitar delapan belas tahun, sedang centil-centilnya. Kerjanya sih cukup lumayan. Dia juga cukup rajin. Cuma yang namanya centil .. aujubilah, deh. Setiap pagi kalau ayah ibuku sudah pergi kerja, dia selalu menyetel dangdut di ruang tamu, keraaaaaas banget. Mau tuli rasanya kuping mendengarkan lagu-lagu edun itu. Kepala ku jadi pusing. Paling malu kalo ada teman yang nelpon. Pasti langsung komentar, Ehketahuan, kamu ya, suka lagu gituan. Ngaku aja deh. Penyakit Siti bukan centil saja, tetapi dia juga superbego. Disuruh ini, dia ngerjakan yang lain. Pernah ketika ibu mau pergi ke pesta, si Siti di suruh menyetrika gaun yang mau dipakai. Tahu apa yang dilakukannya? Itu baju malah dicuci! Sinting nggak tuh? Pernah kusuruh membeli sunsilk, eh, pulangpulang dia membawa mie pangsit! Selama hampir empat bulan dia bekerja, entah sudah berapa kali dia memperlihatkan kebegoannya. Bukan sekali dua kali aku dibuatnya senewen. Tapi yang dilakukannya tadi pagi betul-betul sudah keterlaluan, dan aku tidak tahan lagi untuk tidak memakinya. Semua kejengkelanku harus kutumpahkan, kalau tidak, bisa aku yang gila. Ya, tadi pagi Siti kubentak-bentak sepuas hati. Semua koleksi kata-kata kasarku kukeluarkan. Seisi kebun binatang kusebut satu per satu. Si Siti menunduk. Entah dia menyesali perbuatannya, entah mengumpat di dalam hati, aku tidak peduli. Tidak sedikit pun tersirat rasa kasihan di hatiku. Yang ada saat itu hanya kemarahan yang meluap-luap. Draft Kewiraan yang sudah lecek kupungut dari tong sampah dan kusetrika. Dengan susah payah aku berusaha mengenali kembali huruf-huruf yang ada di situ, dan kusalin lagi ke kertas baru. Ting-tong. Wah siapa yang siang-siang begini bertamu, pikirku. Ketika pintu kubuka, Evi, Uci, Tini, dan Ani cengar-cengir di hadapanku. Tanpa dipersilakan, mereka langsung nyelonong masuk ke ruang tamu. Keempat kuya ini memang sobat-sobatku.

Aduh panas betul, Rit. Minta minum dong, yang pake es, ya? Siropnya cherry kalo ada, kata si Ani Buset, kebiasaan jelek si Ani belum hilang juga. Selalu minta suguhan. Biasanya aku tinggal suruh si Siti saja, tapi kali ini aku sendiri yang terpaksa membuat minuman. Koq, sepi sih, Rit? Evi bertanya. Pada lagi liburan di Bandung. Gue kagak ikut karena ngebela-belain bikin paper Kewiraan, ndak tahunya pas draft-nya jadi, eh, dibuang si Siti, sial banget deh. Ya, ampun! Sinting banget, sih, pembokat elo! Gile, kalo gue jadi elo, sih, nggak tahu, deh, gue bakalan mencak-mencak kayak apa, kata Uci. Uh.tadi pagi juga gue udah ngamuk berat. Terus tahu nggak gimana aksi si Siti? Ha, pasti elo nggak nyangka, deh. Sekarang dia lagi pesiar dalam rangka melancarkan aksi ngambek-nya, kataku kesal. Lha, jadi dia sekarang nggak ada di rumah? Aku mengiyakan. Ck ck.. ck hebat banget pembantu elo! Bener-bener sinting tulen. Udah, pecat aja, deh, pake susah-susah segala, kata Ani bersemangat. Memang gue udah mikir begitu. Pokoknya begitu nyokap bokap gue pulang, langsung gue laporin,deh, si Siti. Biar tahu rasa kalo dipecat, kataku. Eh, jangan langsung dipecat dulu, kata Tini memberi saran. Emang kenapa? tanyaku heran. Elo kira gampang cari pembantu sekarang? Maksud gue yang orang baik, gitu. Jangan-jangan elo bakalan dapat yang lebih berengsek. Bisa runyam, kan? Tini berceloteh panjang lebar. Iya juga, sih. Hati-hati, lho, pembantu sekarang banyak yang nggak jujur. Tetangga gue aja kemarin kemalingan. Malingnya nggak jauh-jauh, pembantu sendiri, habis nyopet langsung kabur, tambah Evi. Soal pembantu suka nyolong, sih, nggak jauh-jauh. Itu si Sumi pembantu di rumahku yang tampangnya ndeso banget dan tak pernah bertingkah macam-macam, taunya dia itu tangannya panjang. Di rumah gue nggak boleh naroh apa-apa sembarangan. Bisa langsung lenyap tanpa bekas!, tapi walau bagaimanapun mencari pembantu itu susah, ucap Uci. Ngomong-ngomong, kita pulang yuk, kata Ani. Tadi kita ke sini, kan, Cuma mau minta minum gratis, habis jalan-jalan. Teman-temanku pulang. Aku sendiri lagi. Gelas-gelas kotor kubawa ke dapur. Buset, makin banyak saja yang kotor. Kucuci semua, kususun di rak piring. Lalu aku ingat air minum sudah habis, dan aku juga harus masak nasi untuk makan malam. Selesai melakukan kedua hal itu, aku teringat lagi bahwa tanaman di taman belum disiram., dan ikan-ikan di kolam belum diberi makan. Wah capek juga rasanya.

Aku jadi ingat, si Siti tiap hari pasti capek sekali melayani seluruh kebutuhan keluarga kami. Mulai dari subuh sampai malam. Salah sedikit, nggak apa-apalah. Toh dia juga masih sekitar empat bulan bekerja, jadi belum berpengalaman. Aduh, tiba-tiba aku jadi kasihan sama si Siti. Pasti dia sakit hati kubentak-bentak dengan kata-kata kasar tadi pagi. Memang, sih, dia salah. Tapi mestinya aku kan bisa menggunakan kata-kata yang lebih beradab untuk memperingatkannya. Hari semakin malam. Siti., ke mana, sih, kamu? Pulang, dong!

(Dikutip dari tulisan Maria Margareta M. dalam buku Menulis Secara Populer, Ismail Marahimin)

Tugas: Analisislah cerpen tersebut dari unsur-unsur intrinsiknya terutama pesan yang tersirat di dalamnya dengan cara berdiskusi bersama teman kelompokmu!

Jawaban : Tema Alur Latar : Anggapan sepele kepada suatu profesi : Maju : Rumah/Pagi, siang, malam/berantakan

Tokoh : Rita, Sri, teman-teman Rita Karakter: Protagonis, antagonis Bahasa: Tidak baku Pesan : Jangan menganggap remeh kepada orang lain, karena kita pasti membutuhkan orang lain

KARYA PROSA ILMIAH Bacalah artikel di bawah ini!

SAUM RAMADHAN DAN PENDIDIKAN KESADARAN DIRI Oleh Muhamad Ridwan, M.Pd.

Hari ini umaat Islam elaksanakan saum Ramadhan, Bagi umat Islam saum Ramadhan merupakan bulan yang istimewa karena di bulan ini umat Islam dijanjikan oleh Allah SWT mendapatkan ampunan, rahmat, serta kembali pada kesucian lahir dan batin apabila berhasil melewati berbagai ritual ibadah dengan istiqomah berdasarkan Alquran dan Sunah Rosul. Dalam ibadah saum, seorang muslim diwajibkan untuk tidak melakukan makan dan minum sejak terbit fajar sampai terbenam matahari. Namun, ritual saum tidak sebatas mampu menahan hal-hal tersebut. Akan menjadi sia-sia ibadah saum apabila mampu menahan aktivitas tadi namn tidak bisa menahan lidahnya dari berkata tidak jujur, kotor, provokatif, memfitanah dan mendzolimi orang lain. Bulan raamadahan merupakan bulan pendidikan bagi umat Islam. Orang yang menahan lapar dan haus serta harus membiasakan diri menjalankan perintah Allah SWT secara istiqomah memerlukan kesabaran yang luar biasa. Hal ini akan mendidik diri kita memiliki karakter yang bagus.

Tugas : Diskusikanlah tema, pemakaian bahasa, dan pesan yang tersirat di dalamnya!

Jawab: Tema : Ibadah puasa di bulan Ramadhan Pemakaian Bahasa : Baku, menggunakkan cukilan-cukilan bahasa serapan (Arab) Pesan : Bahwa ibadah puasa yang dilakukan secara benar menurut kaidah-kaidah agama, selain akan mendapatkan pahal dunia akhirat juga akan mendidik kita menjadi pribadi yang baik.

You might also like