You are on page 1of 14

BAB I PENDAHULUAN

Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan jantung yang paling sering ditemukan pada bayi dan anak. Kelainan ini ditemukan sekitar 8 dari tiap 1000 kelahiran hidup, dengan sepertiga diantaranya bermanifestasi sebagai kondisi kritis pada tahun pertama kehidupan dan 50% dari kegawatan pada bulan pertama kehidupan berakhir dengan kematian.1,2 Di Indonesia, dengan populasi 220 juta penduduk dan angka kelahiran hidup 2,27%, diperkirakan terdapat sekitar 40.000 penderita PJB baru tiap tahun.3 Dampak PJB terhadap angka kematian bayi dan anak cukup tinggi, oleh karena itu dibutuhkan tata laksana PJB yang sangat cepat, tepat dan spesifik. Tetralogi fallot (TF) merupakan penyakit jantung sianotik yang paling banyak ditemukan dimana tetralogi fallot menempati urutan keempat penyakit jantung bawaan pada anak setelah defek septum ventrikel, defek septum atrium dan duktus arteriosus persisten, atau lebih kurang 10-15 % dari seluruh penyakit jantung bawaan, diantara penyakit jantung bawaan sianotik Tetralogi fallot merupakan 2/3 nya. Tetralogi fallot merupakan penyakit jantung bawaan yang paling sering ditemukan yang ditandai dengan sianosis sentral akibat adanya pirau kanan ke kiri. Anak dengan TF umumnya akan mengalami keluhan, sesak, berat badan bayi tidak bertambah, pertumbuhan berlangsung lambat, jari tangan seperti tabuh (clubbing fingers), sianosis/kebiruan. Namun, sebagian bayi lahir tanpa gejala dan gejala baru tampak pada masa kanak-kanak. sebagian lagi tanpa gejala sama sekali. sebagian lagi gejala langsung terlihat begitu bayi lahir dan memerlukan tindakan segera. Tidak semua anak dengan TF harus dirawat inap dan dengan manajemen Rumah Sakit yang intensif. Hanya anak dengan sianosis, dispnue istirahat dan jari tabuh yang membutuhkan rawat inap di rumah sakit. Namun, diagnosis segera perlu dilakukan apabila menemukan gejala gejala diatas. Mengingat, tatalaksana lebih awal akan dapat meringankan gejala yang kan timbul dikemudian hari
1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

DEFINISI Tetralogy of Fallot (TOF) adalah penyakit jantung bawaan tipe sianotik.

Kelainan yang terjadi adalah kelainan pertumbuhan dimana terjadi defek atau lubang dari bagian infundibulum septum intraventrikular (sekat antara rongga ventrikel). Sebagai konsekuensinya, didapatkan adanya empat kelainan anatomi sebagai berikut : Defek Septum Ventrikel (VSD) yaitu lubang pada sekat antara kedua rongga ventrikel Stenosis pulmonal terjadi karena penyempitan katup pembuluh darah yang keluar dari ventrikel kanan menuju paru, bagian otot dibawah katup juga menebal dan menimbulkan penyempitan Overriding aorta dimana pembuluh darah utama yang keluar dari ventrikel kiri (aorta) melebar menuju VSD, sehingga seolah-olah sebagian aorta keluar dari bilik kanan Hipertrofi ventrikel kanan peningkatan tekanan di ventrikel kanan akibat dari stenosis pulmonal

Pada penyakit ini yang memegang peranan penting adalah defek septum ventrikel dan stenosis pulmonalis, dengan syarat defek pada ventrikel paling sedikit sama besar dengan lubang aorta. Tetralogy of Fallot adalah kelainan jantung sianotik paling banyak yang tejadi pada 5 dari 10.000 kelahiran hidup dan merupakan kelainan jantung bawaan nomor 2 yang paling sering terjadi. ToF umumnya berkaitan dengan kelainan jantung lainnya seperti defek septum atrial.

Gambar 1. Jantung normal dan jantung TOF

2.2

GAMBARAN KLINIS Gambaran klinis sering khas. Karena aorta menerima darah yang kaya

oksigen dari ventrikel kiri dan yang tanpa oksigen dari ventrikel kanan, maka terjadilah sianosis. Stenosis pulmonalis membatasi aliran darah dari ventrikel kanan ke dalam paru-paru dan apabila ini berat, untuk kelangsungan hidupnya hanya mungkin apabila duktus arteriosus tetap terbuka. Bising sistolik yang diakibatkan baik oleh defek septum ventrikuler atau stenosis pulmonalis. Seperti juga pada seluruh penderita yang hipoksia, konsentrasi hemoglobin menunjukkan kenaikan. Gagal jantung kanan tidak dapat dihindari dan endokarditis bakterialis akan terjadi. Anak yang menderita dispnea akibat TOF kadang-kadang mempunyai posisi tubuh yang khas akibat penyesuaian, dimana kedua kaki diletakkan berdekatan dengan sendi paha, atau duduk dengan posisi knee chest. Keadaan ini akan meningkatkan aliran balik vena dari tungkai bawah atau untuk mengurangi perfusi arteri perifer, yang karenanya akan meningkatkan aliran melalui duktus arteriosus atau defek septum ventrikuler ke sirkulasi sebelah kanan. Sebelum ada pengobatan operasi yang maju, sebagian besar penderita akan meninggal dunia.

Serangan dispnea paroksismal merupakan masalah selama 2 tahun pertama kehidupan penderita. Bayi tersebut menjadi dispneis dan gelisah, sianosis yang terjadi bertambah hebat, penderita mulai sulit bernapas dan disusul dengan terjadinya sinkop. Gejala demikian paling sering terjadi pada pagi hari. Gejala tersebut dapat berlangsung dari beberapa menit hingga beberapa jam dan kadang berakibat fatal. Episode serangan pendek diikuti oleh kelemahan menyeluruh dan penderita akan tertidur. Sedangkan serangan berat dapat berkembang menuju ketidaksadaran dan terkadang menuju kejang atau hemiparesis. Perbaikan dari serangan biasanya terjadi secara spontan dan tidak terduga. Serangan yang terjadi itu mempunyai kaitan dengan penurunan aliran darah pulmonal yang memang mengalami gangguan sebelumnya, yang berakibat terjadinya hipoksia dan asidosis metabolis. Selain gejala di atas, anak juga dapat mengalami: Berat badan bayi tidak bertambah Pertumbuhan berlangsung lambat Jari tangan seperti tabuh (clubbing fingers) Anak akan mencoba mengurangi keluhan yang mereka alami dengan berjongkok yang justru dapat meningkatkan resistensi pembuluh darah sistemik karena arteri femoralis yang terlipat. Hal ini akan meningkatkan right to left shunt dan membawa lebih banyak darah dari ventrikel kanan ke dalam paru-paru. Semakin berat stenosis pulmonal yang terjadi maka akan semakin berat gejala yang terjadi.

2.3

ETIOLOGI Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaa tidak

diketahui

secara

pasti. Diduga

karena

adanya

faktor

endogen

dan

eksogen. Faktorfaktor tersebut antara lain : Faktor endogen 1. Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom 2. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan

3. Adanya

penyakit tertentu dalam keluarga seperti

diabetes melitus,

hipertensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan Faktor eksogen 1. Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau suntik, minum obat-obatan tanpa resep dokter, (thalidmide, dextroamphetamine, aminopterin, amethopterin, jamu) 2. Ibu menderita penyakit infeksi : rubella 3. Pajanan terhadap sinar -X Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari 90% kasus penyebab adaah multifaktor. Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan , oleh karena pada minggu ke delapan kehamilan pembentukan jantung janin sudah selesai.

2.4

PATOFISIOLOGI Karena pada Tetralogy of Fallot terdapat empat macam kelainan jantung

yang bersamaan, maka: 1. Darah dari aorta berasal dari ventrikel kanan bukan hanya dari vebtrikel kiri, atau dari VSD, sehingga aorta menerima darah dari kedua ventrikel. 2. Arteri pulmonal mengalami stenosis, sehingga darah yang mengalir dari ventrikel kanan ke paru-paru jauh lebih sedikit dari normal, berkurang karena darah masuk ke ventrikel kiri. 3. Posisi aorta yang melebar (overriding aorta) yang membuat aorta bergeser ke arah VSD membuat darah lebih banyak mengalir ke aorta. 4. Karena jantung bagian kanan harus memompa sejumlah besar darah ke dalam aorta yang bertekanan tinggi, otot-ototnya akan sangat berkembang, sehingga terjadi pembesaran ventrikel kanan.

Mulai akhir minggu ketiga sampai minggu keempat kehidupan intrauterine, trunkus arteriosus terbagi menjadi aorta dan arteri pulmonalis. Pembagian berlangsung sedemikian, sehingga terjadi perputaran seperti spiral, dan akhirnya

aorta akan berasal dari posterolateral sedangkan pangkal arteri pulmonalis terletak antero-medial. Septum yang membagi trunkus menjadi aorta dan arteri pulmonalis kelak akan bersama sama dengan endokardial cushion serta bagian membran septum ventrikel, menutup foramen interventrikel. Pembagian ventrikel tunggal menjadi ventrikel kanan dan kiri terjadi antara minggu ke 4 dan minggu ke 8. Kesalahan dalam pembagian trunkus dapat berakibat letak aorta yang abnormal (over riding), timbulnya infundibulum yang berlebihan pada jalan keluar ventrikel kanan, serta terdapatnya defek septum ventrikel karena septum dari trunkus yang gagal berpartisipasi dalam penutupan foramen interventrikel. Dengan demikian dalam bentuknya yang klasik, akan terdapat 4 kelainan, yaitu defek septum ventrikel yang besar, stenosis infundibular, dekstroposisi pangkal aorta dan hipertrofi ventrikel kanan. Kelainan anatomi ini bervariasi luas, sehingga menyebabkan luasnya variasi patofisiologi penyakit. Secara anatomis tetralogi fallot terdiri dari septum ventrikel subaortik yang besar dan stenosis pulmonal infundibular. Terdapatnya dekstroposisi aorta dan hipertrofi ventrikel kanan adalah akibat dari kedua kelainan terdahulu. Derajat hipertrofi ventrikel kanan yang timbul bergantung pada derajat stenosis pulmonal. Pada 50% kasus stenosis pulmonal hanya infundibular, pada 10-25% kasus kombinasi infundibular dan valvular, dan 10% kasus hanya stenosis valvular. Selebihnya ialah stenosis pulmonal perifer. Dekstroposisi pangkal aorta (overriding aorta) bukan merupakan kondisi sine qua non untuk penyakit ini. Hubungan letak aorta dan arteri pulmonalis masih di tempat yang normal, over riding aorta terjadi karena pangkal aorta berpindah kearah anterior mengarah ke septum. Derajat over riding ini lebih mudah ditentukan secara angiografis daripada waktu pembedahan atau autopsy. Klasifikasi over riding menurut Kjellberg: a. Tidak terdapat over riding aorta bila sumbu aorta desenden mengarah ke belakang ventrikel kiri b. Pada over riding 25% sumbu aorta ascenden kea rah ventrikel sehingga lebih kurang 25% orifisium aorta menghadap ke ventrikel kanan

c. Pada over riding 50% sumbu aorta mengarah ke septum sehingga 50% orifisium aorta menghadap ventrikel kanan d. Pada over riding 75% sumbu aorta asdenden mengarah ke depan ventrikel kanan, septum sering berbentuk konveks ke arah ventrikel kiri, aorta sangat melebar, sedangkan ventrikel kanan berongga sempit Derajat over riding ini bersama dengan defek septum ventrikel dan derajat stenosis menentukan besarnya pirau kanan ke kiri. Juga sangat menentukan sikap pada waktu pembedahan. Arkus aorta yang berada di sebelah kanan disertai knob aorta dan aorta descenden di kanan terdapat pada 25% kasus. Pada keadaan ini arteria subklavia kiri yang berpangkal di hemithorax kanan biasanya menyilang di depan esophagus, kadang disertai arkus ganda. Pada TOF dapat terjadi kelainan arteri koronaria. Arteri koronaria yang letaknya tidak normal ini bila terpotong waktu operasi dapat berakibat fatal. Sirkulasi kolateral di paru pada tetralogi fallot yang terbentuk tergantung pada kurangnya aliran darah ke paru. Pembuluh kolateral berasal dari cabang cabang arteria bronkialis. Pada keadaan tertentu jumlah kolateral sedemikian hebat sehingga menyulitkan tindakan bedah. Pembuluh kolateral tersebut harus diikat sebelum dilakukan pintasan

kardiopulmonal. Pengembalian vena sistemik ke atrium kanan dan ventrikel kanan berlangsung normal. Ketika ventrikel kanan menguncup, dan menghadapi stenosis pulmonalis, maka darah akan dipintaskan melewati defek septum ventrikel tersebut ke dalam aorta. Akibatnya terjadi ketidakjenuhan darah arteri dan sianosis menetap. Kesulitan fisiologis utama akibat Tetralogy of Fallot adalah karena darah tidak melewati paru sehingga tidak mengalami oksigenasi. Sebanyak 75% darah vena yang kembali ke jantung dapat melintas langsung dari ventrikel kanan ke aorta tanpa mengalami oksigenasi.

2.5

KLASIFIKASI DERAJAT TOF

TOF dibagi dalam 4 derajat : 1. Derajat I : tak sianosis, kemampuan kerja normal

2. Derajat II : sianosis waktu kerja, kemampuan kerja kurang 3. Derajat III : sianosis waktu istirahat. kuku gelas arloji, waktu kerja sianosis bertambah, ada dispneu. 4. Derjat IV : sianosis dan dispneu istirahat, ada jari tabuh.

2.6

DIAGNOSIS

Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda sebagai berikut : 1. Sianosis, bertambah waktu bangun tidur, menangis atau sesudah makan. 2. Dispneu 3. Kelelahan 4. Gangguan pertumbuhan 5. Hipoksia (timbul sekitar umur 18 bulan) 6. Dapat terjadi apneu. 7. Dapat terjadi kehilangan kesadaran. 8. Sering jongkok bila berjalan 20-50 meter, untuk mengurangi dispneu. 9. Takipneu 10. Clubbing finger 11. Hipertrofi gingiva 12. Vena jugularis terlihat penuh/menonjol 13. Jantung : Bising sistolik keras nada rendah pd sela iga 4 linea parasternalis sinistra (VSD) Bising sistolik nada sedang, bentuk fusiform, amplitudo maksimum pada akhir sistole dekat S2 pada sela iga 2-3 4 linea parasternalis sinistra (stenosis pulmonalis). Stenosis pulmonalis ringan : bising kedua lebih keras dengan amplitudo maksimum pada akhir sistole, S2 kembar. Stenosis pulmonalis berat : bising lemah, terdengar pada permulaan sistole. S2 keras, tunggal, kadang terdengar bising kontinyu pada punggung (pembuluh darah kolateral). 14. Kadang-kadang hepatomegali dengan hepatojugular reflux.

15. EKG :

Sumbu frontal jantung ke kanan, Hvka Khas untuk TOF : transisi tiba-tiba dari kompleks QRS pada V1 dan
V2.

Pada V1 QRS hampir seluruhnya positif, pada V2 berbentuk rS


16. Darah : Hb bisa mencapai 17 gr% Haematokrit dapat sampai 50-80 vol% Kadang-kadang ada anemia hipokromik relatif.

17. Radiologis : Paru : gambaran pembuluh darah paru sangat berkurang, diameter pembuluh darah hilus kecil, tampak cekungan pulmonal (karena a. pulmonalis dan cabang-cabangnya hipoplasi). Jantung: arkus aorta 75% di kiri dan 25% di kanan, tampak prominen, besar jantung normal, apeks jantung agak terangkat ke kranial. Kosta : tampak erosi kosta bila ada sirkulasi kolateral.

Gambar 2. Rongent foto thorak pada anak dengan Tetralogy of Fallot. 18. Ekokardiografi : VSD subaortik/subarterial besar, kebanyakan pirau kanan ke kiri Over riding aorta < 50%

Stenosis infundibuler dan valvuler Hipertrofi ventrikel kanan. Penting diukur a.pulmonalis kanan dan kiri

Gambar 3. Echocardiogram pada pasien dengan Tetralogy of Fallot

2.7

TATALAKSANA

Penderita baru dengan kemungkinan Tetralogy of Fallot dapat dirawat jalan bilamana termasuk derajat I, II, atau III tanpa sianosis maupun dispneu berat. Penderita perlu dirawat inap, bila termasuk derajat IV dengan sianosis atau dispneu berat. a. Tatalaksana penderita rawat inap 1. Mengatasi kegawatan yang ada. 2. Oksigenasi yang cukup. 3. Tindakan konservatif. 4. Tindakan bedah (rujukan) : - Operasi paliatif : modified BT shunt sebelum dilakukan koreksi total: dilakukan pada anak BB < 10 kg dengan keluhan yang jelas. (derajat III dan IV) - Koreksi total: untuk anak dengan BB > 10 kg : tutup VSD + reseksi infundibulum. 5. Tatalaksana gagal jantung jika ada. 6. Tatalaksana radang paru kalau ada. 7. Pemeliharaan kesehatan gigi dan THT, pencegahan endokarditis.

10

b. Tatalaksana rawat jalan 1. Derajat I : Medikametosa : tidak perlu Operasi (rujukan ) perlu dimotivasi, operasi total dapat dikerjakan kalau BB > 10 kg. Kalau sangat sianosis/ada komplikasi abses otak, perlu dilakukan operasi paliatif. Kontrol : tiap bulan.

2. Derajat II dan III : Medikamentosa ; Propanolol Operasi (rujukan) perlu motivasi, operasi koreksi total dapat dikerjakannkalau BB > 10 kg. Kalau sangat sianosis/ada komplikasi abses otak, perlun dilakukan operasi paliatif. Kontrol : tiap bulan Penderita dinyatakan sembuh bila : telah dikoreki dengan baik.

c. Pengobatan pada serangan sianosis a. Usahakan meningkatkan saturasi oksigen arteriil dengan cara : - Membuat posisi knee chest - Ventilasi yang adekuat b. Menghambat pusat nafas denga Morfin sulfat 0,1-0,2 mg/kg im atau subkutan c. Bila serangan hebat bisa langsung diberikan Na Bic 1 meq/kg iv untuk mencegah asidosis metabolik d. Bila Hb < 15 gr/dl berikan transfusi darah segar 5 ml/kg pelan sampai Hb 15-17bgr/dl e. Propanolol 0,1 mg/kg iv terutama untuk prolonged spell diteruskan dosis rumatan 1-2 mg/kg oral Tujuan pokok dalam menangani Tetralogy of Fallot adalah koreksi primer yaitu penutupan defek septum ventrikel dan pelebaran infundibulum ventrikel kanan. Umunya koreksi primer dilaksanakan pada usia kurang lebih 1 tahun dengan perkiraan berat badan sudah mencapai sekurangnya 8 kg. Namun jika
11

syaratnya belum terpenuhi, dapat dilakukan tindakan paliatif, yaitu membuat pirau antara arteri sistemik dengan dengan arteri pulmonalis, misalnya Blalock-Tausig shunt (pirau antara A. subclavia dengan cabang A. pulmonalis). Bila usia anak belum mencapai 1 tahun. Orang tua dari anak-anak yang menderita kelainan jantung bawaan bisa diajari tentang cara-cara menghadapi gejala yang timbul: Menyusui atau menyuapi anak secara perlahan. Memberikan porsi makan yang lebih kecil tetapi lebih sering. Mengurangi kecemasan anak dengan tetap bersikap tenang. Menghentikan tangis anak dengan cara memenuhi kebutuhannya. Membaringkan anak dalam posisi miring dan kaki ditekuk ke dada selama serangan sianosis.

2.8

KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita Tetralogy of Fallot antara lain : Infark serebral (umur < 2 tahun) Abses serebral (umur > 2 tahun) Polisitemia Anemia defisiensi Fe relatif (Ht < 55%) SBE DC kanan jarang Perdarahan oleh karena trombositopenia

2.9

PROGNOSIS Umumnya prognosis buruk tanpa operasi. Pasien Tetralogy of Fallot derajat

sedang dapat bertahan sampai umur 15 tahun dan hanya sebagian kecil yang bertahan sampai dekade ketiga.

12

BAB III KESIMPULAN

Kombinasi kelainan kongenital yang dikenal sebagai Tetralogi of Fallot antara lain defek septum ventrikuler, pembesaran aorta, stenosis katup pulmoner, dan hipertrofi ventrikel kanan. Penyebab TOF terdiri dari 2 faktor, yaitu endogen dan eksogen. Anak dengan tetralogi fallot umumnya akan mengalami keluhan sesak saat beraktivitas, berat badan bayi yang tidak bertambah, clubbing fingers, dan sianosis. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain pemeriksaan darah, foto thorax, elektrokardiografi, serta ekokardiografi Penanganan anak dengan PJB sianotik seperti TOF ini, harus segera mendapat intervensi dini baik medikamentosa maupun pembedahan. Bila indikasi, koreksi total dini memiliki angka survive yg cukup tinggi. Penatalaksanaan ditujukan untuk mempertahankan Systemic Vascular Resistance, menurunkan pulmonary vascular resistance, mencegah bertambahnya right to left shunt, dan mencegah depresi myocard.

13

DAFTAR PUSTAKA

Delp, Mohlan H. 1996. Major Diagnosis Fisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Guyton, Arthur C. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Mansjoer, Arief, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapicus FKUI. Sadler, T.W. 2000. Embriologi Kedokteran Langman. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. 2007. Ilmu Kesehatan Anak jilid 2. Jakarta: Infomedika. Underwood, J. C. E. 2000. Patologi Umum dan Sistematik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

14

You might also like