You are on page 1of 25

PERANAN AKHLAK DAN ETIKA DALAM MERUBAH PERILAKU MANUSIA

Nama : Dian R maskat Nim : 2012-41-063

PEMBAHASAN
Akhlak Pengertian akhlak Kata akhlaq berasal dari bahasa arab, diartikan dengan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kemudian diadopsi menjadi bahasa Indonesia yaitu akhlak, tolak ukurnya adalah al-Quran dan Hadits. Namun demikian kata seperti itu tidak ditemukan dalam al-Quran. Yang ditemukan hanyalah bentuk tunggal kata tersebut, yaitu khuluq yang tercantum dalam al-Quran surat al-Qalam (68) ayat 4 :

Dan Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.

Kata akhlak yang sudah menjadi bahasa Indonesia ini diartikan sebagai ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin. Sekadar ilustrasi bisa diberikan contoh, apabila kita melihat seseorang yang berangkulan pada saat berjumpa dengan orang lain misalnya, perilaku ini merupakan symbol bahwa kedua orang tersebut sangat akrab, saling menghargai, saling menghormati dan sebagainya.Tetapi dibalik perilaku lahir yang tampak baik itu, sebenarnya hati (qalb) salah seorang diantara mereka tidak tulus, dengki, jahat dan sebagainya, maka orang yang mempunyai perilaku hati yang demikian dapat dikatakan belum berakhlak. Inilah kelebihan ajaran akhlak dalam islam.

Akhlak dalam Islam


Secara harfiah (linguistic-kebahasaan), kata akhlak berasal dari bahasa Arab, yakni isim mashdar (bentuk infinitif ) dari kata akhlaqa- yukhliqu- ikhlaqan, sesuai dengan wazan (timbangan) tsulasi mazid, afala-yufilu-, ifalan yang berarti alsajiayah (perangai), al-thabiah (kelakuan, tabiat, watak dasar), al-adat (kebiasaan, kelaziman), al-maruah ( peradaban yang baik), dan al-din (agama).Namun demikian, jika dicermati, ternyata kata akhlaqa (kemudian menjadi kata akhlakIndonesia) tashrif (perubahan kata ) tersebut tidak dampak, sehingga pada akhrinya ada yang berpendapat bahwa secara kebahasaan, kata akhlaq merupakan isim jamid atau isim ghairu mustaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang sudah demikian adanya.

Selanjutnya dikatakan bahwa kata akhlaq adalah jamak (plural) dari kata khilqun atau khuluqun yang mempunyai makna sama dengan akhlaq sebagaimana tersebut di atas.Apabila dicermati, kedua kata, akhlaq dan khuluq dapat ditemukan penggunaannya baik dalam al-Quran maupun Hadits. Dalam al-Quran, antara lan dapat ditemukan dalam surat al-Qalam (68) ayat 4, sebagaimana telah dikutip sebelum ini. Selain itu dapat ditemukan pula dalam Surat asy-Syuara (26) ayat 137:
(agama Kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu.

Selanjutnya dalam hadits yang diriwayatkan Turmudzi: Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah orang yang sempurna budi pekertinya. Demikian pula pula hadits riwayat Ahmad : Bahwasanya aku diutus (oleh Allah) untuk menyempurnakan keluruhan budi pekerti.

Dari aspek terminologic (peristilahan), dapat dikemukakan beberapa pendapat para pakar, antara lain Ibnu Miskawaih (w. 421 H/1030 M ) mendefinisikan akhlak sebagai sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Pendapat lain, dari al-Ghazali, Hujjatul Islam, memformasikan pengertian akhlak merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa yang melahirkan berbagai macam perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan (terlebih dahulu) Ibid, 3

SUMBER DAN KARAKTERISTIK AKHLAK

Menurut Qardhawy (1997) dalam Daras (2006) karakteristik akhlak ada tujuh, yaitu: a. Moral yang beralasan serta dapat difahami b. Moral Universal c. Kesesuaian dengan fitrah manusia d. Memperhatikan realita e. Moral positif f. Komprehensifitas g. Keseimbangan hidup atau Tawazun

PRINSIP - PRINSIP AKHLAK

a. b. c. d. e. f.

Ada enam prinsip akhlak yang dijelaskan dalam Daras (2006) yaitu sebagai berikut ini: Intrik atau naluri Keturunan Azam Dlamir atau suara Batin Kebiasaan Lingkungan

SASARAN DAN IMPLEMENTASI AKHLAK

Sebagai bagian dari ajaran Islam, sudah barang tentu ajaran akhlak perlu diimplementasikan. Apabila tidak, ajaran akhlak akan kehilangan maknanya yang hakiki dan sangat mulia, lagi penting dalam kehidupan. Demikian pula, Allah SWT akan sia-sia mengutus Muhammad SAW, sebagai seorang Rasul yang bertugas untuk menyempurnakan akhlak umatnya. Hanya saja pertanyaan yang mendasar adalah kepada siapakah sebenarnya ajaran akhlak itu perlu, bahkandiaplikasikan dengan baik.Jawabnya adalah kepada Allah, selanjutnya kepada sesame manusia, kepada lingkungan atau makhluk hidup yang lain,dan yang terakhir kepada diri sendiri.

Sasaran dan Implementasi Akhlak dijelaskan bahwa kebiasaan yang baik harus dipertahankan dan desempurnakan, serta kebiasaan yang buruk harus dihilangkan, karena kebiasaan merupakan factor yang sangat penting dalam membentuk karakter manusia berakhlak.

Al-Ghozali menjelaskan bahwa mencapai akhlak yang baik ada 3 cara : Akhlak merupakan anugerah dan rahmat Allah, yakni o orang memiliki akhlak baik secara alamiah (bi-al-tabiah wa al-fitnah). Sesuatu yang diberikan Allah kepada seseorang sejak ia dilahirkan. Mujahadah, selalu berusaha keras untuk merubah diri menjadi baik dan tetap dalam kebaikan, serta menahan diri dari sikap putus asa. Rujadloh, ialah melatih diri secara spiritual untuk senantisa dzikir (ingat) kepada Allah dengan dawam aldzikir.

ETIKA

Pengertian Etika Adapun istilah etika, teoretis dapat dibedakan ke dalam dua pengertian, sekalipun dalam praktik mungkin tidak mudah dibedakan.Pertama,etika berasal dari kata Yunani ethos, yang dalam bentuk jamaknya (ta etha) berarti adat istiadat atau kebiasaan. Dalam pengertian ini , etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu masyarakat atau kelompok masyarakat yang diwariskan dari satu orang ke orang lain atau dari satu generasi ke generasi yang lain. Kebiasaan ini lalu terungakap dalam perilaku berpola yang terus berulang sebagai sebuah kebiasaan.

Pengertian yang pertama ini, yaitu pengertian harfiahnya, etika dan moralitas, sama-sama berarti system nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia yang telah dilembagakan dalam sebuah adat kebiasaan yang kemudian terwujud dalam pola perilaku yang ajek dan terulang dalam kurun waktu yang lama sebagai laiknya sebuah kebiasaan.

Selanjutnya yang kedua, etika juga dipahami dalam pengertian yang sekaligus berbeda dengan moralitas. Maksudnya, dalam pengertian ini, etika mempunyai pengertian yang jauh lebih luas dari moralitas dan etika dalam pengertian di atas. Etika dalam pengertian yang kedua ini dimengerti sebagai filsafat moral, atau ilmu yang membahas dan mengkaji nilai dan norma yang diberikan oleh moralitas dan etika dalam pengertian pertama. Dengan demikian etika dalam pengertian ini merupakan filsafat moral yang tidak langsung memberi perintah konkret siap pakai sebagaimana pengertian pertama.

Jenis-jenis Etika

Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika). Adapun Jenis-jenis Etika adalah sebagai berikut: Etika Filosofis Etika filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia.Karena itu, etika sebenarnya adalah bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat.

Ada dua sifat etika, yaitu: Non-empiris Filsafat digolongkan sebagai ilmu nonempiris. Ilmu empiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang kongkret. Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui yang kongkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik gejalagejala kongkret. Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti pada apa yang kongkret yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan.

Praktis Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu yang ada. Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika tidak terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang apa yang harus dilakukan. Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia. Etika tidak bersifat teknis melainkan reflektif, dimana etika hanya menganalisis tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil melihat teori-teori etika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya. teologisnya.

Etika Teologis Terdapat dua hal-hal yang berkait dengan etika teologis.Pertama, etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki etika teologisnya masing-masing.Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum, karena itu banyak unsurunsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum. Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi teologis.Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda antara etika filosofis dan etika teologis. Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa yang diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara agama yang satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika

Etika Dalam Pandangan Islam


Etika Islam memiliki antisipasi jauh ke depan dengan dua ciri utama. Pertama, etika Islam tidak menentang fithrah manusia. Kedua, etika Islam amat rasionalistik

Etika Dalam Al-Quran Sebagaimana yang telah dijelaskan di awal bahwa al-Quran berisi nilai-nilai ethos yang akhirnya membentuk sistem etika Islam. Namun tidak dalam bentuk baku, karena teks-teks suci tersebut memuat banyak penafsiran. Ada beberapa hal yang dianggap paling menyentuh dalam konsep etika seperti penggunaan kata al-khayr, al-birrr, al-qisth, al-maruf, dan beberapa kata lainnya akan dapat dijumpai dalam al-Quran dan menjadi dasar-dasar pembentukan etika Islam.

Dalam ajaran Islam, penggunaan kata-kata di atas menunjukkan bahwa konsep utama dalam al-Quran adalah benar-benar berasal dari konsep Tuhan yang maha adil, dan bahwa dalam lingkungan etika manusia setiap konsep sucinya hanyalah refleksi yang suram atau imitasi yang sangat tidak sempurnadari sifat ketuhanan itu sendiri, atau yang mengacu kepada respon khusus yang diperoleh dari perbuatanperbuatan ketuhanan. Di sini, seorang muslim dituntut untuk sebisa mungkin meniru sikap etis Tuhan, karena pada kenyataannya Tuhan merupakan sumber dari segala yang etis sebagaimana yang tertera dalam teks suci al-Quran.

Al-Ghazali menggambarkan tujuan penelaahan etika sebagai suatu yang berhubungan dengan masalah pokok etikanya. Ada tiga teori penting mengenai tujuan mempelajari etika: (a) mempelajari etika sekedar sebagai studi murni teoritis, yang berusaha memahami ciri kesusilaan (moralitas), tapi tanpa maksud mempengaruhi perilaku orang yang mempelajarinya. (b) mempelajari etika sehingga akan meningkatkan sikap dan perilaku sehari-hari. (c) karena etika terutama merupakan merupakan subjek teoritis yang berkenaan dengan usaha menemukan kebenaran tentang hal-hal moral, maka dalam penyilidikan etis harus terdapat kritik yang terus menerus mengenai standar moralitas yang ada, sehingga etika menjadi suatu subjek praktis, seakan-akan tanpa maunya sendiri.

Kesimpulan Akhlak dapat menentukan perilaku suatu umat yang terwujud dalam moral dan etika dalam kehidupan. Sehingga dapat menentukan mana yang baik dan mana yang buruk, sehingga manusia dapat menentukan pilihan yang terbaik dalam hidupnya. Dalam islam akhlak bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah yang menjadi pedoman hidup kaum. Maka dari itu umat islam selama masih berpegangan pada Al-Quran dan As-Sunnah dalam proses kehidupannya, maka dijamin bahwa kualiatas hidup suatu umat akan baik, terhindar dari halhal menyesatkan yang dapat membawa pada kehancuran baik di dunia dan di akhirat. Karena semua tatanan kehidupan terdapat dalam sumber tersebut.

Etika dalam islam adalah sebagai perangkat nilai yang tidak terhingga dan agung yang bukan saja beriskan sikap, prilaku secara normative, yaitu dalam bentuk hubungan manusia dengan tuhan (iman), melainkan wujud dari hubungan manusia terhadap Tuhan, Manusia dan alam semesta dari sudut pangan historisitas. Etika sebagai fitrah akan sangat tergantung pada pemahaman dan pengalaman keberagamaan seseorang. Maka Islam menganjurkan kepada manusia untuk menjungjung etika sebagai fitrah dengan menghadirkan kedamaian, kejujuran, dan keadilan. Etika dalam islam akan melahirkan konsep ihsan, yaitu cara pandang dan perilaku manusia dalam hubungan social hanya dan untuk mengabdi pada Tuhan, buka ada pamrih di dalamnya. Di sinilah pean orang tua dalam memberikan muatan moral kepada anak agar mampu memahami hidup dan menyikapinya dengan bijak dan damai sbagaimana Islam lahir ke bumi membawa kedamaian untuk semesta (rahmatan lilalamain)

You might also like