You are on page 1of 115

MATRIKS PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG NO.5 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DI DAERAH , UNDANG-UNDANG NO.

22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DAN UNDANG-UNDANG NO.32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
NO UNDANG-UNDANG NO.5 TAHUN 1974 UNDANG-UNDANG NO.22 TAHUN 1999 UNDANG-UNDANG NO.32 TAHUN 2004 KETERANGAN TENTANG POKOK-POKOK TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH PEMERINTAHAN DI DAERAH (sudah tidak berlaku) (sudah tidak berlaku) Menimbang Untuk mengganti Undang-Undang No. Untuk mengganti Undang-Undang No. 5 Untuk mengganti Undang-Undang No. 22 Tahun Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang tidak Pemerintahan Daerah merupakan Pemerintahan Daerah (Lembaran Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang sesuai lagi dengan perkembangan Keadaan, pengganti dari Undang-Undang No.22 Negara Tahun 1965 Nomor 83; tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan Tahun 1999 tentang Pemerintahan Derah. Tambahan Lembaran Negara Nomor Daerah dan Undang-Undang No. 5 Tahun otonomi daerah Undang-Undang No. Tahun 22 Tahun 1999 2778). 1979 tentang Pemerintahan Desa, karena tentang Pemerintahan Daerah merupakan tidak sesuai lagi dengan prinsip pengganti dari Undang Undang No.5 Tahun penyelenggaraan otonomi daerah, keadaan 1979 tentang Pemerintahan Desa dan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. 2. Mengingat Pasal 5 ayat (1), 18, dan 20 Ayat (1) Pasal 1 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 1, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 18, Pasal 18 A, UUD RI Tahun 1945; dan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945; Pasal 18 B, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22 D, Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1973 Ketetapan MPR- RI No. X/MPR/1998 tentang Pasal 23E ayat (2), Pasal 24A ayat (1), Pasal 31 tentang GBHN ; Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan dalam ayat (4), Pasal 33 dan Pasal 34 UUD 1945; Rangka Penyelamatan dan Normalisasi UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Ketapan MPR RI No. V/MPR/1973 tentang Peninjauan Produk-Produk Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara; Negara yang Bersihdan Bebas dari Korupsi, yang berupa Ketatapan-Ketatapan Ketetapan MPR-RI No XI/MPR/1998 tentang Kolusi dan Nepotismo UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan MPRS-RI; UU No. 10 Tahun 1964 tentang Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; Negara Ketetapan MPR-RI No XV/MPR/1998 tentang UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan Pernyataan daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya sebagai Ibukota Negara Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Republik Indonesia dengan nama Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Jakarta; Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah UU Nomor 6 Tahun 1969 tentang serta Perimbangan Keuangan Pusat dan UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Pernyataan tidak berlakunya berbagai Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Negara Undang-Undang dan Peraturan Republik Indonesia; UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan UU Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan Pemerintah Pengganti UndangPeraturan Perundang-undangan Undang; dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan

1.

Penyelenggara Negara yang Bersih dan

UU Nomor 16 tahun 1969 tentang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Susunan dan Kedudukan MPR, DPR Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan dan DPRD; Negara

Pengertian

Pasal 1 1. Pemerintah Pusat;

Terdapat Semua pengertian yang terdapat dalam Terdapat semua pengertian yang terdapat dalam Selain adanya tambahan pengertian-pengertian UU No.5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan UU N0. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan yang secara teknis digunakan dalam 2. Desentralisasi; Daerah, akan tetapi terdapat penabahan, Daerah, akan tetapi terdapat beberapa perubahan Pemerintahan Daerah, terdapat juga perbedaan 3. Otonomii Daerah; Pengurangan dan perubahan, yaitu: dan penambahan pengertian, yaitu : pendefinisian tentang : 4. Tugas Pembantuan; Pejabat yang berwenang (perubahan) Pejabat yang berwenang (perubahan) ; Pejabat yang berwenang : 5. Derah Otonom; Urusan Pemerintahan Umum Kawasan Perkotaan (perubahan) dalam UU Nomor 5 Tahun 1974, Pejabat Yang 6. Dekonsentrasi; Berwenang adalah pejabat yang berwenang (pengurangan): Kawasan Pedesaan ( perubahan) 7. Wilayah Administratip; Polisi Pamong Praja (pengurangan); mensahkan, membatalkan dan Pemerintah Desa (penambahan) 8. Instansi Vertikal; menangguhkan Peraturan Daerah atau Pemerintah Daerah (penambahan) ; Badan Perwakilan Desa (penambahan) ; 9. Pejabat yang Berwenang; Keputusan Kepala Daerah, yaitu Mendagri Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Perimbangan Keuangan antara Pemerintah 10. Urusan Pemerintahan Umum; bagi Daerah Tingkat I dan Gubernur Kepala (penambahan); Daerah (penambahan) ; 11. Polisi Pamong Praja; Daerah bagi daerah Tingkat II, sesuai Pemerintah Daerah (penambahan) ; Dana Perimbangan (penambahan) ; 12. Investasi. peraturan perundang-perundangan yang Kecamatan (penambahan) ; Keuangan Daerah (penambahan) berlaku ; Kelurahan (penambahan) ; APBD (penambahan) ; dalam UU No 22 Tahun 1999 Pejabat Yang Desa (penambahan) ; Pendapatan Daerah (penambahan) ; Berwenang adalah , pejabat Pemerintah di Kawasan Perdesaan (penambahan) ; Belanja Daerah (penambahan) ; tingkat Pusat dan atau pejabat Pemerintah di Kawasan Perkotaan (penambahan). Pembiayaan (penambahan) Daerah Propinsi yang berwenang membina Pinjaman Daerah (penambahan) dan mengawasi penyelenggaraan Kawasan Khusus (penambahan) ; Pemerintahan Daerah Bakal calon Kepala Daerah dan Wakil dalam UU No 32 Tahun 2004 Pejabat Yang Kepala Daerah (penambahan) ; Berwenang adalah Pejabat Pemerintah yang Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil berwenang mengesahkan atau menyetujui, Kepala Daerah (penambahan) ; menangguhkan dan membatalkan kebijakan Komisi Pemilihan Umum Daerah daerah dan/atau mengangkat, (penambahan); memberhentikan, mengesahkan, menyetujui, Panitia Pemilihan Kecamatan membina dan mengawasi pelaksana (penambahan); penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kampanye pemilihan kepala daerah dan dan/atau pejabat pemerintah pada wakil kepala daerah (penambahan) pemerintahan Daerah Provinsi yang berwenang membina dan mengwasai pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten dan Kota. UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan pengertian yang lebih lengkap dan jelas dari Undang-Undang sebelumnya sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda.

4 Pembagian Wilayah Pasal 2 Pasal 2 Pasal 2 : Dalam UU No.5 tahun 1974 mengenai Pembagian Wilayah : Pembagian Wilayah : Negara Kesatuan republik Indonesia dibagi atas pembagian wilayah diuraikan secara lebih Dalam menyelenggarakan Pemerintahan, (1). Wilayah Negara Kesatuan Republik daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu lanjut dalam pasal-pasal dan ayat-ayat wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Indonesia dibagi dalam Daerah Propinsi, dibagi atas kabupaten dan kota yang masingtersendiri dibagi dalam Daerah-Daerah Otonom dan Daerah Kabupaten, dan Daerah Kota masing mempunyai pemerintahan daerah. Wilayah-Wilayah Administratip. yang bersifat otonom. Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 72 (2). Daerah Propinsi berkedudukan juga ayat (1) mengatur dan mengurus sendiri urusan (1) Dalam rangka pelaksanaan azas sebagai Wilayah Administrasi. pemerintah menurut asas otonomi dan tugas dekonsentrasi, wilayah Negara pembantuan. Kesatuan Republik Indonesia dibagi Pasal 3 dalam Wilayah-wilayah Propinsi dan Ibu Wilayah Daerah Propinsi, sebagaimana dimaksud kota Negara. dalam Pasal 2 ayat (1), terdiri atas wilayah darat (2) Wilayah Propinsi dibagi dalam Wilayahdan wilayah laut sejauh dua belas mil laut yang wilayah Kabupaten dan Kota madya. diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan

.
(3) Wilayah Kabupaten dan Kotamadya atau ke arah perairan kepulauan dibagi dalam Wilayah-wilayah Kecamatan. (4) Apabila dipandang perlu sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya, dalam Wilayah Kabupaten dapat dibentuk Kota Administratip yang pengaturannya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 73 Apabila dipandang perlu, Menteri Dalam Negeri dapat menunjuk Pembantu Gubernur, Pembantu Bupati atau Pembantu Walikotamadya yang mempunyai wilayah kerja tertentu dalam rangka dekonsentrasi. Pasal 74 (1) Nama dan batas Daerah Tingkat I adalah sama dengan nama dan batas Wilayah Propinsi atau Ibukota Negara. (2) Nama dan batas Daerah Tingkat II adalah sama dengan nama dan batas Wilayah Kabupaten atau Kotamadya. (3) Ibukota Daerah Tingkat I adalah ibukota Wilayah Propinsi. (4) Ibukota Daerah Tingkat II adalah ibukota Wilayah Kabupaten. Pasal 75 Dengan tidak mengurangi ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 74 Undang-undang

ini, maka pembentukan, nama, batas, sebutan, ibukota, dan penghapusan Wilayah Umumnya diatur dengan Peraturan Pemerintah. 5 Pembentukan dan Pasal 3 Pasal 4 Pasal 4 Ketiga undang-undang tersebut Susunan daerah Dalam rangka pelaksanaan asas (1) Dalam rangka pelaksanaan asas (1) Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud menyebutkan secara tegas bahwa otonom desentralisasi dibentuk dan disusun Daerah Desentralisasi dibentuk dan disusun Daerah dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan dengan pembentukan daerah otonom dlakukan Tingkat I dan Daerah Tingkat II Propinsi, Daerah Kabupaten, dan Daerah undang-undang. dalam rangka pelaksanaan asas Perkembangan dan pengembangan otonomi Kota yang berwenang mengatur dan (2) Undang-undang pembentukan daerah sedesentralisasi. selanjutnya didasarkan pada kondisi politik, mengurus kepentingan masyarakat bagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain Dalam UU No. 34 Tahun 2004 diatur ekonomi, sosial-budaya serta pertahanan dan setempat menurut prakarsa sendiri mencakup nama, cakupan wilayah, batas, secara lebih terperinci dan jelas mengani keamanan nasional berdasarkan aspirasi masyarakat. ibukota, kewenangan menyelenggarakan syarat-syarat pembentukan suatu daerah (2) Daerah-daerah sebagaimana dimaksud urusan pemerintahan, penunjukan penjabat otonom, dn tujuan dari pembentukan Pasal 4 pada ayat (1), masing-masing berdiri sendiri kepala daerah, pengisian keanggotaan DPRD, daerah otonom tresbut. (1) Daerah dibentuk dengan dan tidak mempunyai hubungan hierarki pengalihan kepegawaian, pendanaan, memperhatikan syarat-syarat satu sama lain. peralatan, dan dokumen, serta perangkat kemampuan ekonomi, jumlah daerah. penduduk, luas daerah, pertahanan dan Pasal 5 (3) Pembentukan daerah dapat berupa pengkemanan nasional dan syarat-syarat (1) Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan gabungan beberapa daerah atau bagian lain yang memungkinkan Daerah kemampuan ekonomi, potensi Daerah, daerah yang bersandingan atau pemekaran melaksanakan pembangunan, sosial-budaya, sosial-politik, jumlah dari satu daerah menjadi dua daerah atau pembinaan kestabilan politik dan penduduk, luas Daerah, dan pertimbangan lebih. kesatuan Bangsa dalam rangka lain yang memungkinkan terselenggaranya (4) Pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua) pelaksanaan Otonomi Daerah yang Otonomi Daerah. daerah atau lebih sebagaimana dimaksud nyata dan bertanggunggjawab. (2) Pembentukan, nama, batas, dan ibukota pada ayat (3) dapat dilakukan setelah (2) Pembentukan nama, batas, ibukota, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencapai batas minimal usia hak dan wewenang urusan serta modal ditetapkan dengan Undang-Undang. penyelenggaraan pemerintahan. pangkal Daerah yang dimaksud pada (3) Perubahan batas yang tidak mengakibatkan ayat (1) pasal ini, ditetapkan dengan penghapusan suatu Daerah, perubahan Pasal 5 Undang-Undang. nama Daerah, serta perubahan nama dan (3) Perubahan batas yang tidak pemindahan ibukota Daerah ditetapkan (1) Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud mengakibatkan penghapuan suatu dengan Peraturan Pemerintah. dalam Pasal 4 harus memenuhi syarat Daerah, perubahan nama daerah, serta (4) Syarat-syarat pembentukan Daerah, administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. perubahan nama dan pemindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2) Syarat administratif sebagaimana dimaksud ibukotanya ditetapkan dengan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. pada ayat (1) untuk provinsi meliputi adanya Peraturan Daerah. persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Pasal 6 Bupati/Walikota yang akan menjadi cakupan (1) Daerah yang tidak mampu wilayah provinsi, persetujuan DPRD provinsi menyelenggarakan Otonomi Daerah dapat induk dan Gubernur, serta rekomendasi dihapus dan atau digabung dengan Daerah Menteri Dalam Negeri. lain. (3) Syarat administratif sebagaimana dimaksud (2) Daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari pada ayat (1) untuk kabupaten/kota meliputi satu Daerah. adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota (3) Kriteria tentang penghapusan,

penggabungan, dan pemekaran Daerah, dan Bupati/Walikota yang bersangkutan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan persetujuan DPRD provinsi dan Gubernur ayat (2), ditetapkan dengan Peraturan serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri. Pemerintah. (4) Syarat teknis sebagaimana dimaksud pada (4) Penghapusan, penggabungan dan ayat (1) meliputi faktor yang menjadi dasar pemekaran Daerah, sebagaimana dimaksud pembentukan daerah yang mencakup pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan faktor kemampuan ekonomi, potensi dengan Undang-undang daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. (5) Syarat fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota untuk pembentuk an provinsi dan paling sedikit 5 (lima) kecamatan untuk pembentukan kabupaten, dan 4 (empat) kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan. Pasal 6 (1) Daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain apabila daerah yang bersangkutan tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah. (2) Penghapusan dan penggabungan daerah otonom dilakukan setelah melalui proses evaluasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. (3) Pedoman evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 7 (1) Penghapusan dan penggabungan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) beserta akibatnya ditetapkan dengan undang-undang. (2) Perubahan batas suatu daerah, perubahan nama daerah, pemberian nama bagian rupa bumi serta perubahan nama, atau pemindahan ibukota yang tidak mengakibatkan penghapusan suatu daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

(3) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan atas usul dan persetujuan daerah yang bersangkutan. Pasal 8 Tata cara pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 9 (1) Untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional, Pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus dalam wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota. (2) Fungsi pemerintahan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Perdagangan bebas dan/atau pelabuhan bebas ditetapkan dengan undang-undang. (3) Fungsi pemerintahan tertentu selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah . (4) Untuk membentuk kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Pemerintah mengikutsertakan daerah yang bersangkutan. (5) Daerah dapat mengusulkan pembentukan kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pemerintah. (6) Tata cara penetapan kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 5 Penyelenggaraan Pasal 7 Pasal 7 Otonomi Daerah Daerah berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku. Pasal 10 (1). Kewenangan Daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam UU No 22 Tahun 1999 dan UU No. 32 Tahun 2004 mengatur lebih rinci mengenai (1) Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan UU No 32 Tahun 2004 disebutkan secara yang oleh Undang-Undang ini ditentukan tegas pembagian urusan pemerintahan menjadi urusan Pemerintah. yang menjadi kewenangan Propinsi dan (2) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana Kabupaten/Kota, dan mengatur pula dimaksud pada ayat (1), pemerintahan daerah

bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal,

Pasal 8

agama, serta kewenangan bidang lain. (2). Kewenangan bidang lain, sebagaimana

(1). Penambahan penyerahan urusan pemerintahan kepala Daerah

dimaksud pada ayat (1), meliputi kebijakan

ditetapkan dengan Peraturan tentang perencanaan nasional dan menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengenai hubungan antara pemerintah Pemerintah. pengendalian pembangunan nasional mengatur dan mengurus sendiri urusan pusat dan pemerintah daerah. (2). Penambahan penyerahan urusan yang secara makro, dana perimbangan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, keuangan, sistem administrasi negara dan tugas pembantuan. disertai perangkat, alat perlengkapan lembaga perekonomian negara, pembinaan (3) Urusan pemerintahan yang menjadi urusan dan sumber pembiayaannya. dan pemberdayaan sumber daya manusia, Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat pendayagunaan sumber daya alam serta (1) meliputi: Pasal 9 teknologi tinggi yang strategis, konservasi, a. politik luar negeri; Sesuatu urusan pemerintahan yang telah dan standardisasi nasional. b. pertahanan; diserahkan kepada Daerah dapat ditarik c. keamanan; kembali dengan peraturan perundang- Pasal 8 d. yustisi; undangan yang setingkat. (1). Kewenangan Pemerintahan yang e. moneter dan fiskal nasional; diserahkan kepada Daerah dalam rangka f. agama. Pasal 10 desentralisasi harus disertai dengan (4) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada (1). Untuk memberikan pertimbangan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, pertimbangan kepada presiden sarana dan prasarana, serta sumber daya ayat (3), Pemerintah menyelenggarakan tentang hal-hal yang dimaksud dalam manusia sesuai dengan kewenangan yang sendiri atau dapat melimpahkan sebagian pasal 4,5,8 dan 9 Undang-Undang ini diserahkan tersebut. urusan pemerintahan kepada perangkat dibentuk Dewan Otonomi Daerah. (2). Kewenangan Pemerintahan yang Pemerintah atau wakil Pemerintah di daerah (2). Peraturan mengenai Dewan dilimpahkan kepada Gubernur dalam rangka atau dapat menugaskan kepada pemerintahan Pertimbangan Otonomi Daerah dekonsentrasi harus disertai dengan daerah dan/atau pemerintahan desa. ditetapkan dengan Peraturan pembiayaan sesuai dengan kewenangan (5) Dalam urusan pemerintahan yang menjadi Perundang-undangan yang dilimpahkan tersebut. kewenangan Pemerintah di luar urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 Pasal 9 ayat (3), Pemerintah dapat: (1). Titik berat Otonomi Daerah diletakkan (1). Kewenangan Propinsi sebagai Daerah a. menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pada Daerah Tingkat II Otonom mencakup kewenangan dalam pemerintahan; (2). Pelaksanaan ketentuan yang bidang pemerintahan yang bersifat lintas b. melimpahkan sebagian urusan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini Kabupaten dan Kota, serta kewenangan pemerintahan kepada Gubernur selaku diatur dengan Peraturan Pemerintah. dalam bidang pemerintahan tertentu wakil Pemerintah; atau lainnya. c. menugaskan sebagian urusan kepada Pasal 12 (2). Kewenangan Propinsi sebagai Daerah pemerintahan daerah dan/atau (1). Dengan peraturan perundang- Otonom termasuk juga kewenangan yang pemerintahan desa berdasarkan asas tugas undangan, Pemerintah dapat tidak atau belum dapat dilaksanakan pembantuan. menugaskan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Daerah untuk melaksanakan urusan (3). Kewenangan Propinsi sebagai Wilayah Pasal 11 tugas pembantuan. Administrasi mencakup kewenangan dalam (1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi (2). Dengan Peraturan Daerah, bidang pemerintahan yang dilimpahkan berdasarkan kriteria eksternalitas, Pemerintah Daerah Tingkat I dapat kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah. akuntabilitas, dan efisiensi dengan menugaskan kepada Pemerintah memperhatikan keserasian hubungan antar Daerah Tingkat II untuk melaksanakan Pasal 10 susunan pemerintahan. urusan tugas pembantuan. (1) Daerah berwenang mengelola sumber daya (2) Penyelenggaraan urusan pemerintahan (3). Pemberian urusan tugas pembantuan nasional yang tersedia di wilayahnya dan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dimaksud dalam ayat-ayat (1) bertanggung jawab memelihara kelestarian merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan antara Pemerintah dan dan (2) pasal ini, disertai dengan lingkungan sesuai dengan peraturan pembiayaanya. perundang-undangan. pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan

(2) Kewenangan Daerah di wilayah laut,

kota atau antarpemerintahan daerah yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, saling terkait, tergantung, dan sinergis sebagai meliputi : satu sistem pemerintahan. a. eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan (3) Urusan pemerintahan yang menjadi pengelolaan kekayaan laut sebatas kewenangan pemerintahan daerah, yang wilayah laut tersebut; diselenggarakan berdasarkan kriteria b. pengaturan kepentingan administratif; sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri c. pengaturan tata ruang; atas urusan wajib dan urusan pilihan. d. penegakan hukum terhadap peraturan (4) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang yang dikeluarkan oleh Daerah atau yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar dilimpahkan kewenangannya oleh pelayanan minimal dilaksanakan secara Pemerintah; dan bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. e. bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara. Pasal 12 (3) Kewenangan Daerah Kabupaten dan (1) Urusan pemerintahan yang diserahkan Daerah Kota di wilayah laut, sebagaimana kepada daerah disertai dengan sumber dimaksud pada ayat (2), adalah sejauh pendanaan, pengalihan sarana dan sepertiga dari batas laut Daerah Propinsi. prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan (4) Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan urusan yang didesentralisasikan. sebagaimana dimaksud pada ayat (2) (2) Urusan pemerintahan yang dilimpahkan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. kepada Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang Pasal 11 didekonsentrasikan. (1). Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota mencakup semua kewenangan Pasal 13 pemerintahan selain kewenangan yang (1) Urusan wajib yang menjadi kewenangan dikecualikan dalam Pasal 7 dan yang diatur pemerintahan daerah provinsi merupakan dalam Pasal 9. urusan dalam skala provinsi yang meliputi: (2). Bidang pemerintahan yang wajib a. perencanaan dan pengendalian dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan pembangunan; Daerah Kota meliputi pekerjaan umum, b. perencanaan, pemanfaatan, dan kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pengawasan tata ruang; pertanian, perhubungan, industri dan c. penyelenggaraan ketertiban umum dan perdagangan, penanaman modal, ketentraman masyarakat; lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan d. penyediaan sarana dan prasarana umum; tenaga kerja. e. penanganan bidang kesehatan; f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi Pasal 12 sumber daya manusia potensial; Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan g. penanggulangan masalah sosial lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal kabupaten/kota; 9 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota; Pasal 13 i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha (1) Pemerintah dapat menugaskan kepada kecil, dan menengah termasuk lintas Daerah tugas-tugas tertentu dalam rangka kabupaten/kota; tugas pembantuan disertai pembiayaan, j. pengendalian lingkungan hidup;

sarana dan prasarana, serta sumber daya k. pelayanan pertanahan termasuk lintas manusia dengan kewajiban melaporkan kabupaten/kota; pelaksanaannya dan l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; mempertanggungjawabkannya kepada m. pelayanan administrasi umum Pemerintah. pemerintahan; (2) Setiap penugasan, sebagaimana dimaksud n. pelayanan administrasi penanaman modal pada ayat (1), ditetapkan dengan peraturan termasuk lintas kabupaten/kota; perundang-undangan o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota; urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundangundangan. (2) Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Pasal 14 (1) Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi: a. perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. penyediaan sarana dan prasarana umum; e. penanganan bidang kesehatan; f. penyelenggaraan pendidikan; g. penanggulangan masalah sosial; h. pelayanan bidang ketenagakerjaan; i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; j. pengendalian lingkungan hidup; k. pelayanan pertanahan; l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m. pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. pelayanan administrasi penanaman modal; o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan

p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. (2) Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 dan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 15 (1) Hubungan dalam bidang keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi: a. pemberian sumber-sumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah; b. pengalokasian dana perimbangan kepada pemerintahan daerah; dan c. pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintahan daerah. (2) Hubungan dalam bidang keuangan antarpemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi: a. bagi hasil pajak dan nonpajak antara pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota; b. pendanaan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab bersama; c. pembiayaan bersama atas kerja sama antardaerah; d. pinjaman dan/atau hibah antar pemerintahan daerah. (3) Hubungan dalam bidang keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan perundangundangan. Pasal 16

(1) Hubungan dalam bidang pelayanan umum antara Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi: a. kewenangan, tanggung jawab, dan penentuan standar pelayanan minimal; b. pengalokasian pendanaan pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah; dan c. fasilitasi pelaksanaan kerja sama antarpemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pelayanan umum. (2) Hubungan dalam bidang pelayanan umum antarpemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi: a. pelaksanaan bidang pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah; b. kerja sama antarpemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pelayanan umum; dan c. pengelolaan perizinan bersama bidang pelayanan umum. (3) Hubungan dalam bidang pelayanan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan perundangundangan. Pasal 17 (1) Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya ant ara Pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi: a. kewenangan,tanggungjawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pe-ngendalian dampak, budidaya, dan pelestarian; b. bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya; dan c. penyerasian lingkungan dan tata ruang serta rehabilitasi lahan. (2) Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antarpemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi:

a. pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang menjadi kewenangan daerah; b. kerja sama dan bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antarpemerintahan daerah; dan c. pengelolaan perizinan bersama dalam pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya. (3) Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan perundangundangan. Pasal 18 (1) Daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut. (2) Daerah mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumber daya alam di bawah dasar dan/atau di dasar laut sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. eksplorasi, eksploitasi, konser-vasi, dan pengelolaan kekayaan laut; b. pengaturan administratif; c. pengaturan tata ruang; d. penegakan hukum terhadap pera-turan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah; e. ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan f. ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara. (4) Kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota.

(5) Apabila wilayah laut antara 2 (dua) provinsi kurang dari 24 (dua puluh empat) mil, kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut dibagi sama jarak atau diukur sesuai prinsip garis tengah dari wilayah antar 2 (dua) provinsi tersebut, dan untuk kabupaten/kota memperoleh 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi dimaksud. (6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) tidak berlaku terhadap penangkapan ikan oleh nelayan kecil. (7) Pelaksanaan ketentuan sebagai-mana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan 6 Penyelenggara Pasal 13 Pasal 19 Pemerintahan (1) Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. (2) Dalammenyelenggarakan pemerintahan Daerah dibentuk Sekretariat Daerah dan Dinas-dinas Daerah. UU No. 32 Tahun 2004 mengatur mengenai (1) Penyelenggara pemerintahan adalah Presiden asas umum dalam penyelenggaraan negara dibantu oleh 1 (satu) orang wakil Presiden, dan hak dan kewajiban dari setiap daerah dan oleh menteri negara. yang menyelenggarakan otonomi daerah (2) Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD. Pasal 20 (1) Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas: a. asas kepastian hukum; b. asas tertib penyelenggara negara; c. asas kepentingan umum; d. asas keterbukaan; e. asas proporsionalitas; f. asas profesionalitas; g. asas akuntabilitas; h. asas efisiensi; dan i. asas efektivitas. (2) Dalam menyelenggarakan pemerintahan, Pemerintah menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, pemerintahan daerah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan.

Pasal 21 Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak: a. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya; b. memilih pimpinan daerah; c. mengelola aparatur daerah; d. mengelola kekayaan daerah; e. memungut pajak daerah dan retribusi daerah; f. mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah; g. mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; dan h. mendapatkan hak lainnya yang di-atur dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 22 Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban: a. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat; c. mengembangkan kehidupan demokrasi; d. mewujudkan keadilan dan pemerataan; e. meningkatkan pelayanan dasar pendidikan; f. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan; g. menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak; h. mengembangkan sistem jaminan sosial; i. menyusun perencanaan dan tata ruang daerah; j. mengembangkan sumber daya produktif di daerah; k. melestarikan lingkungan hidup; l. mengelola administrasi kepen-dudukan; m. melestarikan nilai sosial budaya; n. membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya; dan

o. kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 23 (1) Hak dan kewajiban daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22 diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah. (2) Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara efisien, efektif, transparan, akuntabel, tertib, adil, patut, dan taat pada peraturan perundang-undangan. 7 Kepala Daerah Pasal 76 Pasal 30 Pasal 24 Dalam ketiga undang-undang tersebut Setiap Wilayah dipimpin oleh seorang Kepala Setiap Daerah dipimpin oleh seorang Kepala (1) Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah terdapat perbedaan mengenai syarat-s yarat Wilayah. Daerah sebagai kepala eksekutif yang dibantu daerah yang disebut kepala daerah. calon kepala daerah diantaranya: oleh seorang Wakil Kepala Daerah. (2) Kepala daerah sebagaimana di-maksud pada Pasal 77 ayat (1) untuk provinsi disebut Gubernur, 1. Pembatasan umur minimum Kepala Wilayah : Pasal 31 untuk kabupaten disebut bupati, dan untuk Dalam Undang-Undang No 5 Tahun 1974 a. Propinsi dan Ibukota Negara disebut (1) Kepala Daerah Propinsi disebut Gubernur, kota disebut walikota. dijelaskan bahwa umur minimum kepala Gubernur; yang karena jabatannya adalah juga sebagai (3) Kepala daerah sebagaimana di-maksud pada daerah hdala 35 tahun bagi calon kepala b. Kabupaten disebut Bupati; wakil Pemerintah. ayat (1) dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah tingkat I dan 30 tahun bagi calon b. Kotamadya disebut Wahkotamadya; (2) Dalam menjalankan tugas dan kewenangan daerah. kepala daerah tingkat II, sedangkan dalam c. Kota Administratip disebut Walikota; sebagai Kepala Daerah, Gubernur (4) Wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud Undang-Undang No 22 Tahun 1999 dan d. Kecamatan disebut Camat. bertanggung jawab kepada DPRD Propinsi. pada ayat (3) untuk provinsi disebut wakil Undang-Undang No 32 Tahun 2004 (3) Tata cara pelaksanaan pertanggungjawaban, Gubernur, untuk kabupaten disebut wakil mensyaratkan bahwa umur minimum calon Pasal 78 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bupati dan untuk kota disebut wakil walikota. kepala daerah dalah 30 tahun Dalam menjalankan tugasnya, Kepala ditetapkan dengan Peraturan Tata Tertib (5) Kepala daerah dan wakil kepala daerah 2. Pembatasan masa jabatan Wilayah: DPRD sesuai dengan pedoman yang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan Dalam UU No 5 Tahun 1974 dan UU No a. Kecamatan bertanggungjawab kepada ditetapkan oleh Pemerintah. ayat (3) dipilih dalam satu pasangan secara 22 Tahun 1999 tidak ada pembatasan Kepala Wilayah Kabupaten atau (4) Dalam kedudukan sebagai wakil Pemerintah, langsung oleh rakyat di daerah yang masa jabatan sedangkan dalam UndangKotamadya atau Kota Administratip Gubernur berada di bawah dan bertanggung bersangkutan. Undang No 32 Tahun 2004 terdapat yang bersangkutan jawab kepada Presiden. pembatasan masa jabatan adalah 2 kali b. Kota Administratip bertanggung jawab (5) Tata cara pelaksanaan pertanggungjawaban, Pasal 58 dalam jabatan yang sama kepada Kepala Wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah 3. Pembatasan minimum pendidikan. yang bersangkutan ; ditetapkan oleh Pemerintah. adalah warga negara Republik Indonesia yang Dalam Undang-Undang No 5 Tahun 1974 c. Kabupaten atau Kotamadya memenuhi syarat: disebutkan bahwa minimum pendidikan bertanggung jawab kepada Kepala Pasal 32 a. bertak wa kepada Tuhan Yang Maha Esa; dalah Sarjana bagi calon kepala daerah Wilayah Propinsi yang bersangkutan ; (1) Kepala Daerah Kabupaten disebut Bupati. b. setia kepada Pancasila sebagai Dasar Tingkat I dan SMU bagi calon kepala d. Propinsi atau Ibukota Negara (2) Kepala Daerah Kota disebut Walikota. Negara, Undang-Undang Dasar Negara daerah tingkat II. Dalam UU No 22 Tahun bertanggung jawab kepada Presiden (3) Dalam menjalankan tugas dan kewenangan Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita 1999 dan UU No 32 syarat minimum

melalui Menteri Dalam Negeri. selaku Kepala Daerah, Bupati/Walikota Proklamasi 17 Agustus 1945, dan kepada pendidikan adalah SMU. bertanggung jawab kepada DPRD Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pasal 79 Kabupaten/Kota. Pemerintah; Dalam UU No 5 Tahun 1974 menjelaskan (1) Kepala Daerah Tingkat I karena (4) Tata cara pelaksanaan pertanggungjawaban, c. berpendidikan sekurang-kurangnya bahwa wakil kepala daerah diangkat oleh jabatannya adalah Kepala Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sekolah lanjutan tingkat atas dan/atau Presiden sedangkan dalam UU No 23 Tahun Propinsi atau Ibukota Negara. ditetapkan dalam Peraturan Tata Tertib sederajat; 1999 dan UU No 32 Tahun 2004 calon (2) Kepala Daerah Tingkat II karena DPRD sesuai dengan pedoman yang d. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) kepala daerah dan wakilnya merupakan satu jabatannya adalah Kepala Wilayah ditetapkan oleh Pemerintah tahun; kesatuan dan tidak terpisahkan. Kabupaten atau Kotamadya. e. sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil (3) Ketentuan tentang pengangkatan dan Pasal 33 pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari UU No 32 Tahun 2004 mengatur lebih rinci pemberhentian Kepala Wilayah Kota Yang dapat ditetapkan menjadi Kepala Daerah tim dokter; tentang tata cara pemberhentian kepala Administratip dan Kepala Wilayah adalah warga negara Republik Indonesia dengan f. tidak pernah dijatuhi pidana penjara daerah Kecamatan diatur dengan Peraturan syarat-syarat : berdasarkan putusan pengadilan yang Menteri Dalam Negeri. a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; telah memperoleh kekuatan hukum tetap b. setia dan taat kepada Negara Kesatuan karena melakukan tindak pidana yang Pasal 14 Republik Indonesia dan Pemerintah yang sah; diancam dengan pidana penjara paling Yang dapat diangkat menjadi Kepala Daerah c. tidak pernah terlibat dalam kegiatan yang lama 5 (lima) tahun atau lebih; ialah Warganegara Indonesia yang mengkhianati Negara Kesatuan Republik g. tidak sedang dicabut hak pilihnya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan berdasarkan putusan pengadilan yang a. taqwa kepada Tuhan Yang Maha Undang-Undang Dasar 1945 yang dinyatakan telah memperoleh kekuatan hukum tetap; esa; dengan surat keterangan Ketua Pengadilan h. mengenal daerahnya dan dikenal oleh b. setia dan taat kepada PANCASILA Negeri; masyarakat di daerahnya; dan Undang-Undang Dasar 1945; d. berpendidikan sekurang-kurangnya Sekolah i. menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan b. setia dan taat kepada Nega dan Lanjutan Tingkat Atas dan/atau sederajat; bersedia untuk diumumkan; Pemerintah ; e. berumur sekurang-kurangnya tiga puluh j. tidak sedang memiliki tanggungan utang c. tidak pernah terlibat baik langsung tahun; secara perseorangan dan/atau secara maupun tidak langsung dalam setiap f. sehat jasmani dan rohani; badan hukum yang menjadi kegiatan yang mengkhianati Negara g. nyata-nyata tidak terganggu jiwa/ingatannya; tanggungjawabnya yang merugikan Kesatuan Republik Indonesia yang h. tidak pernah dihukum penjara karena keuangan negara. berdasarkan PANCASILA dan melakukan tindak pidana; k. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, seperti i. tidak sedang dicabut hak pilihnya putusan pengadilan yang telah gerak an G-30-S/PKI dan atau berdasarkan keputusan pengadilan negeri; memperoleh kekuatan hukum tetap; Organisasi terlarang lainnya ; j. mengenal daerahnya dan dikenal oleh l. tidak pernah melakukan perbuatan tercela; d. mempunyai rasa pengabdian masyarakat di daerahnya; m. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak terhadap Nusa dari Bangsa ; k. menyerahkan daftar kekayaan pribadi; dan (NPWP) atau bagi yang belum mempunyai e. mempunyai kepribadian dan l. bersedia dicalonkan menjadi Kepala Daerah. NPWP wajib mempunyai bukti pembayaran kepemimpinan ; pajak f. berwibawa ; Pasal 43 n. menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap g. jujur ; Kepala Daerah mempunyai kewajiban : yang memuat antara lain riwayat h. cerdas, berkemampuan, dan trampil ; a. mempertahankan dan memelihara keutuhan pendidikan dan pekerjaan serta keluarga i. adil ; Negara Kesatuan Republik Indonesia kandung, suami atau istri; j. tidak dicabut hak pilihnya sebagaimana cita-cita Proklamasi o. belum pernah menjabat sebagai kepala berdasarkan keputusan Pengadilan Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945; daerah atau wakil kepala daerah selama 2 yang mempunyai kekuatan pasti b. memegang teguh Pancasila dan Undang(dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama; dan sehat jasmani dan rokhani ; k. berumur sekurang-kurangnya 35 menghormati kedaulatan rakyat;

Undang Dasar 1945;

(tiga puluh lima) tahun bagi Kepala c. menegakkan seluruh peraturan perundangp. tidak dalam status sebagai penjabat kepala Daerah Tingkat I dan 30 (tiga puluh) undangan; daerah. tahun bagi Kepala Daerah Tingkat II ; d. meningkatkan taraf kesejahteraan rak yat; l. mempunyai kecakapan dan e. memelihara ketenteraman dan ketertiban Pasal 25 pengalaman pek erjaan yang cukup di masyarakat; dan Kepala daerah mempunyai tugas dan wewenang: bidang pemerintahan ; f. wmengajukan Rancangan Peraturan Daerah a. memimpin penyelenggaraan pe-merintahan m. berpengetahuan yang sederajat dan menetapkannya sebagai Peraturan daerah berdasarkan kebijakan yang dengan Perguruan Tinggi atau Daerah bersama dengan DPRD. ditetapkan ber-sama DPRD; sekurang-kurangnya berpendidikan b. mengajukan rancangan Perda; yang dapat dipersamakan dengan Pasal 44 c. menetapkan Perda yang telah mendapat Sarjana Muda bagi Kepala Daerah (1) Kepala Daerah memimpin penyelenggaraan persetujuan bersama DPRD; Tingkat I dan berpengetahuan Pemerintahan Daerah berdasarkan d. menyusun dan mengajukan rancangan sederajat dengan Akademi atau kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD. Perda tentang APBD kepada DPRD untuk sekurang-kurangnya berpendidikan (2) Dalam menjalankan tugas dan dibahas dan ditetapkan bersama; yang dapat dipersamakan dengan kewajibannya, Kepala Daerah bertanggung e. mengupayakan terlaksananya ke-wajiban Sekolah Lanjutan Atas bagi Kepala jawab kepada DPRD. daerah; Daerah Tingkat II. (3) Kepala Daerah wajib menyampaikan f. mewakili daerahnya di dalam dan di luar laporan atas penyelenggaraan pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa Pasal 20 Pemerintahan Daerah kepada Presiden hukum untuk mewakilinya sesuai dengan Kepala Daerah dilarang : melalui Menteri Dalam Negeri dengan peraturan perundang-undangan; a. dengan sengaja melakukan tembusan kepada Gubernur bagi Kepala g. melaksanakan tugas dan wewenang lain kegiatan-kegiatan yang merugikan Daerah Kabupaten dan Kepala Daerah sesuai dengan peraturan perundangkepentingan Negara, Pemerintah, Kota, sekurang-kurangnya sekali dalam undangan. Daerah, dan atau Rakyat ; satu tahun, atau jika dipandang perlu oleh b. turut serta dalam sesuatu Kepala Daerah atau apabila diminta oleh Pasal 26 perusahaan ; Presiden. (1) Wakil kepala daerah mempunyai tugas: c. melakukan pekerjaan-pekerjaan lain a. membantu kepala daerah dalam yang memberikan keuntungan Pasal 45 menyelenggarakan pemerintahan daerah; baginya dalam hal-hal yang (1) Kepala Daerah wajib menyampaikan b. membantu kepala daerah dalam berhubungan langsung dengan. pertanggungjawaban kepada DPRD pada mengkoordinasikan kegiatan instansi Daerah yang bersangkutan ; setiap akhir tahun anggaran. vertikal di daerah, menindaklanjuti laporan d. menjadi advokat atau kuasa dalam (2) Kepala Daerah wajib memberikan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat perkara di muka Pengadilan. pertanggungjawaban kepada DPRD untuk pengawasan, melaksanakan pemberdayaan hal tertentu atas permintaan DPRD perempuan dan pemuda, serta Pasal 21 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 mengupayakan pengembangan dan Kepala Daerah berhanti atau diberhentikan ayat (2). pelestarian sosial budaya dan lingkungan oleh pejabat yang berhak mengangkat, hidup; karena : Pasal 46 c. memantau dan mengevaluasi penyelenga. meninggal dunia ; (1) Kepala Daerah yang ditolak garaan pemerintahan kabupaten dan kota b. atas permintaan sendiri ; pertanggungjawabannya, sebagaimana bagi wakil kepala daerah provinsi; b. berakhir masa jabatannya dan telah dimaksud dalam Pasal 45, baik d. memantau dan mengevaluasi penyelengdilantik Kepala Daerah yang baru. pertanggungjawaban kebijakan garaan pemerintahan di wilayah kecamatan, c. melanggar sumpah/janji yang pemerintahan maupun pertanggungkelurahan dan/atau desa bagi wakil kepala dimaksud dalam pasal 18 ayat (4) jawaban keuangan, harus melengkapi daerah kabupaten/kota; Undang-undang ini ; dan/atau menyempurnakannya dalam e. memberikan saran dan pertimbangan d. tidak lagi memenuhi sesuatu syarat jangka waktu paling lama tiga puluh hari. kepada kepala daerah dalam

yang dimaksud dalam Pasal 14 (2) Kepala Daerah yang sudah melengkapi penyelenggaraan kegiatan pemerintah Undang-undang ini ; dan/atau menyempurnakan daerah; e. melanggar ketentuan yang pertanggungjawabannya f. melaksanakan tugas dan kewajiban dimaksud dalam pasal 20 Undangmenyampaikannya kembali kepada DPRD, pemerintahan lainnya yang diberikan oleh undang ini ; sebagaimana dimaksud pada ayat (1). kepala daerah; dan f. sebab-sebab lain. (3) Bagi Kepala Daerah yang g. melaksanakan tugas dan wewenang kepala pertanggungjawabannya ditolak untuk daerah apabila kepala daerah berhalangan. Pasal 22 kedua kalinya, DPRD dapat mengusulkan (2) Dalam melaksanakan tugas se-bagaimana (1) Kepala Daerah menjalankan hak, pemberhentiannya kepada Presiden. dimaksud pada ayat (1), wakil kepala daerah wewenang, dan kewajiban pimpinan (4) ata cara, sebagaimana dimaksud pada ayat bertanggung jawab kepada kepala daerah. pemerintahan Daerah. (3), ditetapkan oleh Pemerintah. (3) Wakil kepala daerah menggantikan kepala (2) Dalam menjalankan hak, wewenang, dan daerah sampai habis masa jabatannya apabila kewajiban pemerintahan Daerah, Kepala Pasal 47 kepala daerah meninggal dunia, berhenti, Daerah menurut hierarkhi Kepala Daerah mewakili daerahnya di dalam dan diberhentikan, atau tidak dapat melakukan bertanggungjawab kepada Presiden di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara melalui Menteri Dalam Negeri. untuk mewakilinya. terus menerus dalam masa jabatannya. (3) Dalam menjalankan hak, wewenang, dan kewajiban pemerintahan Daerah, Kepala Pasal 48 Pasal 27 Daerah berkewajiban memberikan Kepala Daerah dilarang : (1) Dalam melaksanakan tugas dan keterangan pertanggung jawaban a. turut serta dalam suatu perusahaan, baik milik wewenang sebagaimana dimaksud dalam kepada Dewan Perwakilan Rakyat swasta maupun milik Negara/Daerah, atau Pasal 25 dan Pasal 26, kepala daerah dan Daerah sekurang-kurangnya sekali dalam yayasan bidang apa pun juga; wakil kepala daerah mempunyai kewajiban: setahun, atau jika dipandang perlu b. membuat keputusan yang secara khusus a. memegang teguh dan mengamalkan olehnya, atau apabila diminta oteh memberikan keuntungan bagi dirinya, anggota Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. keluarganya, kroninya, golongan tertentu, atau Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (4) Pedoman tentang pemberian keterangan kelompok politiknya yang secara nyata 1945 serta mempertahankan dan pertanggung jawaban yang dimaksud merugikan kepentingan umum atau memelihara keutuhan Negara Kesatuan dalam ayat (3) pasal ini, ditetapkan oleh mendiskriminasikan warga negara dan Republik Indonesia; Menteri Dalam Negeri. golongan masyarakat lain; b. meningkatkan kesejahteraan rakyat; c. melakukan pekerjaan lain yang memberikan c. memelihara ketenteraman dan ketertiban Pasal 23 keuntungan bagi dirinya, baik secara langsung masyarakat; (1) Kepala Daerah mewakili Daerahnya di maupun tidak langsung, yang berhubungan d. melaksanakan kehidupan demokrasi; dalam dan di luar Pengadilan. dengan Daerah yang bersangkutan; e. menaati dan menegakkan seluruh peraturan (2) Apabila dipandang, perlu Kepala Daerah d. menerima uang, barang, dan/atau jasa dari perundang-undangan; dapat menunjuk seorang kuasa atau pihak lain yang patut dapat diduga akan f. menjaga etika dan norma dalam lebih untuk mewakilinya. mempengaruhi keputusan atau tindakan yang penyelenggaraan pemerintahan daerah; akan dilakukannya; dan g. memajukan dan mengembangkan daya Pasal 24 e. menjadi advokat atau kuasa hukum dalam saing daerah; (1) Wakil Kepala Daerah Tingkat I diangkat suatu perkara di pengadilan, selain yang h. melaksanakan prinsip tata pemerintahan oleh Presiden dari Pegawai Negeri yang dimaksud dalam Pasal 47. yang bersih dan baik; memenuhi persyaratan. i. melaksanakan dan mempertang(2) Dengan memperoleh persetujuan Dewan Pasal 49 gungjawabkan pengelolaan ke-uangan Perwakilan Rakyat Daerah tanpa melalui Kepala Daerah berhenti atau diberhentikan daerah; pemilihan, Gubernur Kepala Daerah karena : j. menjalin hubungan kerja dengan seluruh mengajukan calon Wakil Kepala Daerah a. meninggal dunia; instansi vertikal di daerah dan semua Tingkat I kepada Presiden melalui b. mengajukan berhenti atas permintaan perangkat daerah;

Menteri Dalam Negeri. sendiri; k. menyampaikan rencana strategis (3) Wakil Kepala Daerah Tingkat II diangkat c. berakhir masa jabatannya dan telah dilantik penyelenggaraan pemerintahan daerah di oleh Menteri Dalam Negeri atas nama pejabat yang baru; hadapan Rapat Paripurna DPRD. Presiden dari Pegawai Negeri yang d. tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana (2) Selain mempunyai kewajiban se-bagaimana memenuhi persyaratan. dimaksud dalam Pasal 33; dimaksud pada ayat (1), kepala daerah (4) Dengan memperoleh persetujuan e. melanggar sumpah/janji sebagaimana mempunyai kewajiban juga untuk memberikan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tanpa dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3); laporan penyelenggaraan pemerintahan melalui pemilihan, Bupati/Walikotamadya f. melanggar ketentuan sebagaimana daerah kepada Pemerintah, dan memberikan Kepala Daerah mengajukan calon Wakil dimaksud dalam Pasal 48; dan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada Kepala Daerah Tingkat II kepada Menteri g. mengalami krisis kepercayaan publik yang DPRD, serta menginformasikan laporan Dalam Negeri melalui Gubernur Kepala luas akibat kasus yang melibatkan penyeleng-garaan pemerintahan daerah Daerah. tanggung jawabnya, dan keterangannya kepada masyarakat. (5) Pengisian jabatan Wakil Kepala Daerah atas kasus itu ditolak oleh DPRD. (3) Laporan penyelenggaraan peme-rintahan dadilakukan menurut kebutuhan. erah kepada Pemerintah sebagaimana (6) Wakil Kepala Daerah adalah Pejabat Pasal 50 dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Negara. (1) Pemberhentian Kepala Daerah karena Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk (7) Ketentuan-ketentuan yang dimaksud alasan-alasan sebagaimana dimaksud Gubernur, dan kepada Menteri Dalam Negeri dalam Pasal-pasal 14, 19, 20 dan 21 dalam Pasal 49 ditetapkan dengan melalui Gubernur untuk Bupati/Walikota 1 Undang-undang ini berlaku juga untuk Keputusan DPRD dan disahkan oleh (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. Wakil Kepala Daerah. Presiden. (4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) (8) Wakil Kepala Daerah diambil (2) Keputusan DPRD, sebagaimana dimaksud digunakan Pemerintah sebagai dasar sumpahnya/janjinya dan dilantik oleh pada ayat (1), harus dihadiri oleh sekurangmelakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan Menteri Dalam Negeri atas nama kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota daerah dan sebagai bahan pembinaan lebih Presiden bagi Wakil Kepala Daerah DPRD dan putusan diambil dengan lanjut sesuai dengan peraturan perundangTingkat I dan oleh Gubernur Kepala persetujuan sekurang-kurangnya dua undangan. Daerah atas nama Menteri Dalam Negeri pertiga dari jumlah anggota yang hadir. (5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dibagi Wakil Kepala Daerah Tingkat II. maksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan (9) Tatacara pelaksanaan ketentuan yang Pasal 51 ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah. dimaksud dalam ayat-ayat (2) dan (4) Kepala Daerah diberhentikan oleh Presiden tanpa pasal ini diatur lebih lanjut dengan melalui Keputusan DPRD apabila terbukti Pasal 28 Peraturan Menteri Dalam Negeri. melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam Kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang: dengan hukuman lima tahun atau lebih, atau a. membuat keputusan yang secara khusus Pasal 25 diancam dengan hukuman mati sebagaimana memberikan keuntungan bagi diri, anggota (1) Wakil Kepala Daerah membantu Kepala yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum keluarga, kroni, golongan tertentu, atau Daerah dalam menjalankan tugas dan Pidana. kelompok politiknya yang bertentangan dengan wewenangnya sehari-hari sesuai dengan peraturan perundang-undangan, merugikan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Pasal 52 kepentingan umum, dan meresahkan Dalam Negeri. (1) Kepala Daerah yang diduga melakukan sekelompok mas yarakat, atau (2) Apabila Kepala Daerah berhalangan, makar dan/atau perbuatan lain yang dapat mendiskriminasikan warga negara dan/atau Wakil Kepala Daerah menjalankan tugas memecah belah Negara Kesatuan Republik golongan masyarakat lain; dan wewenang Kepala Daerah sehariIndonesia diberhentikan untuk sementara b. turut serta dalam suatu perusahaan, baik hari. dari jabatannya oleh Presiden tanpa melalui milik swasta maupun milik negara/daerah, Keputusan DPRD. atau dalam yayasan bidang apapun; Pasal 26 (2) Kepala Daerah yang terbukti melakukan c. melakukan pekerjaan lain yang memberikan Dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri makar dan perbuatan yang dapat memecah keuntungan bagi dirinya, baik secara diatur tentang penjabat yang mewakili Kepala belah Negara Kesatuan Republik Indonesia langsung maupun tidak langsung, yang

Daerah dalam hal Kepala Daerah dan Wakil yang dinyatakan dengan keputusan berhubungan dengan daerah yang Kepala Daerah berhalangan. pengadilan yang telah memperoleh kekuatan bersangkutan; hukum yang tetap diberhentikan dari d. melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, dan Pasal 80 jabatannya oleh Presiden, tanpa persetujuan menerima uang, barang dan/atau jasa dari Kepala Wilayah sebagai Wakil Pemerintah DPRD. pihak lain yang mempengaruhi keputusan adalah Penguasa Tunggal di bidang (3) Kepala Daerah yang setelah melalui proses atau tindakan yang akan dilakukannya; pemerintahan dalam wilayahnya dalam arti peradilan ternyata tidak terbukti melakukan e. menjadi advokat atau kuasa hukum dalam memimpin pemerintahan, mengkordinasikan makar dan perbuatan yang dapat memecah suatu perkara di pengadilan selain yang pembangunan dan membina kehidupan belah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dimaksud dalam Pasal 25 huruf f; masyarakat di segala bidang. sebagaimana dimaksud pada ayat (1), f. menyalahgunakan wewenang dan diaktifkan kembali dan direhabilitasi selaku melanggar sumpah/janji jabatan-nya; Pasal 81 Kepala Daerah sampai akhir masa g. merangkap jabatan sebagai pejabat negara Wewenang, tugas dan kewajiban Kepala jabatannya. lainnya, sebagai anggota DPRD Wilayah adalah : sebagaimana yang ditetapkan dalam a. membina ketentraman dan ketertiban Pasal 53 peraturan perundang-undangan. di wilayahnya sesuai dengan (1) DPRD memberitahukan akan berakhirnya kebijaksanaan, ketentraman dan masa jabatan Kepala Daerah secara tertulis Pasal 29 ketertiban yang ditetapkan oleh kepada yang bersangkutan, enam bulan (1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala Pemerintah ; sebelumnya. daerah berhenti karena: b. melaksanakan segala usaha dan (2) Dengan adanya pemberitahuan, a. meninggal dunia; kegiatan di bidang pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), b. permintaan sendiri; atau ideologi Negara dan politik dalam Kepala Daerah mempersiapkan c. diberhentikan. negeri serta pembinaan kesatuan pertanggungjawaban akhir masa jabatannya (2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah Bangsa sesuai dengan kebijaksanaan kepada DPRD dan menyampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yang ditetapkan oleh Pemerintah pertanggungjawaban tersebut selambatdiberhentikan karena: c. menyelenggarakan kordinasi atas lambatnya empat bulan setelah a. berakhir masa jabatannya dan telah dilantik kegiatan-kegiatan Instansi-instansi pemberitahuan. pejabat yang baru; Vertikal dan antara Instansi-instansi (3) Selambat-lambatnya satu bulan sebelum b. tidak dapat melaksanakan tugas secara Vertikal dengan Dinas-dinas Daerah, masa jabatan Kepala Daerah berakhir, berkelanjutan atau berhalangan tetap baik dalam perencanaan maupun DPRD mulai memproses pemilihan Kepala secara berturut-turut selama 6 (enam) dalam pelaksanaan untuk mencapai Daerah yang baru. bulan; dayaguna dan hasilguna yang c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala sebesar-besarnya; Pasal 54 daerah dan/atau wakil kepala daerah; d. membimbing dan mengawasi Kepala Daerah yang ditolak d. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan penyelenggaraan pemerintahan pertanggungjawabannya oleh DPRD, kepala daerah dan/atau wakil kepala Daerah; sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, tidak daerah; e. mengusahakan secara terus-menerus dapat dicalonkan kembali sebagai Kepala Daerah e. tidak melaksanakan kewajiban kepala agar segala peraturan-perundang- dalam masa jabatan berikutnya. daerah dan/atau wakil kepala daerah; undangan dan Peraturan Daerah f. melanggar larangan bagi kepala daerah dijalankan oleh Instansi-instansi Pasal 55 dan/atau wakil kepala daerah. Pemerintah dan Pemerintah Daerah (1) Tindakan penyidikan terhadap Kepala (3) Pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil serta pejabat-pejabat yang Daerah dilaksanakan setelah adanya kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ditugaskan untuk itu serta mengambil persetujuan tertulis dari Presiden. ayat (1) huruf a dan huruf b serta ayat (2) segata tindakan yang dianggap perlu (2) Hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan huruf a dan huruf b diberitahukan oleh untuk menjamin kelancaran pimpinan DPRD untuk diputuskan dalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyelenggaraan pemerintahan; adalah: Rapat Paripurna dan diusulkan oleh pimpinan

f. melaksanakan segala tugas a. tertangkap tangan melakukan tindak DPRD. pemerintahan yang dengan atau pidana kejahatan yang diancam (4) Pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil berdasarkan peraturan perundangdengan pidana penjara lima tahun kepala daerah sebagaimana dimaksud pada undangan diberikan kepadanya; atau lebih; dan ayat (2) huruf d dan huruf e dilaksanakan g. melaksanakan segala tugas b. dituduh telah melakukan tindak pidana dengan ketentuan: pemerintahan yang tidak termasuk kejahatan yang diancam dengan a. Pemberhentian kepala daerah dan wakil dalam tugas sesuatu Instansi lainnya. hukuman mati. kepala daerah diusulkan kepada Presiden (3) Setelah tindakan penyidikan, sebagaimana berdasarkan putusan Mahkamah Agung Pasal 82 dimaksud pada ayat (2) dilakukan, hal itu atas pendapat DPRD bahwa kepala daerah (1) Wakil Kepala Daerah Tingkat I karena harus dilaporkan kepada Presiden selambatdan/atau wakil kepala daerah dinyatakan jabatannya adalah Wakil Kepala Wilayah lambatnya dalam 2 kali 24 jam. melanggar sumpah/janji jabatan dan/atau Propinsi atau Ibukota Negara dan tidak melaksanakan kewajiban kepala disebut Wakil Gubernur. Pasal 56 daerah dan wakil kepala daerah; (2) Wakil Kepala Daerah Tingkat II karena (1) Di setiap Daerah terdapat seorang Wakil b. Pendapat DPRD sebagaimana dimaksud jabatannya adalah Wakil Kepala Wilayah Kepala Daerah. pada huruf a diputuskan melalui Rapat Kabupaten atau Kotamadya, dan disebut (2) Wakil Kepala Daerah dilantik oleh Presiden Paripurna DPRD yang dihadiri oleh Wakil Bupati atau Wakil Walikotamadya. atau pejabat lain yang ditunjuk, bersamaan sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dengan pelantikan Kepala Daerah. dari jumlah anggota DPRD dan putusan Pasal 83 (3) Sebelum memangku jabatannya, Wakil diambil dengan persetujuan sekurang(1) Tindakan Kepolisian terhadap Kepala Kepala Daerah mengucapkan sumpah/janji. kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Wilayah Propinsi/Ibukota Negara hanya (4) Susunan kata-kata sumpah/janji dimaksud anggota DPRD yang hadir. dapat dilakukan atas persetujuan adalah sebagai berikut : c. Mahkamah Agung wajib memeriksa, Presiden. "Demi Allah (Tuhan), saya mengadili, dan memutus pendapat DPRD (2) Hal-hal yang dikecualikan terhadap bersumpah/berjanji bahwa saya akan tersebut paling lambat 30 (tigapuluh) hari ketentuan yang dimaksud dalam ayat (1) memenuhi kewajiban saya selaku Wakil setelah permintaan DPRD itu diterima pasal ini adalah: Gubernur/ Wakil Bupati/Wakil Walikota Mahkamah Agung dan putusannya bersifat a. tertangkap tangan melakukan dengan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, final. sesuatu tindak pidana; dan seadil-adilnya; bahwa saya akan d. Apabila Mahkamah Agung memutuskan b. dituduh telah melakukan tindak selalu taat dalam mengamalkan dan bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala mempertahankan Pancasila sebagai pidana kejahatan yang diancam dengan hukuman *9617 dasar negara; dan bahwa saya jabatan dan/atau tidak melaksanakan mati; akan menegakkan kehidupan demokrasi kewajiban, DPRD menyelenggarakan Rapat c. dituduh telah melakukan tindak dan Undang-Undang Dasar 1945 Paripurna DPRD yang dihadiri oleh pidana kejahatan yang sebagai konstitusi negara serta segala sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) termaktub dalam Kitab peraturan perundang-undangan yang dari jumlah anggota DPRD dan putusan Undang-undang Hukum berlaku bagi Daerah dan Negara diambil dengan persetujuan sekurangPidana BUKU KEDUA BAB I. Kesatuan Republik Indonesia". kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah (3) Tindakan kepolisian yang dimaksud (5) Ketentuan-ketentuan, sebagaimana anggota DPRD yang hadir untuk dalam ayat (2) pasal ini selambatdimaksud dalam Pasal 33, Pasal 41, Pasal memutuskan usul pemberhentian kepala lambatnya dalam waktu 2 (dua) kali 24 43 kecuali huruf g, Pasal 47 sampai dengan daerah dan/atau wakil kepala daerah (duapuluh empat) jam sesudahnya Pasal 54, berlaku juga bagi Wakil Kepala kepada Presiden. harus dilaporkan kepada Jaksa Agung Daerah. e. Presiden wajib memroses usul atau kepada Menteri Pertahanan (6) Wakil Kepala Daerah Propinsi disebut Wakil pemberhentian kepala daerah dan/atau Keamanan/Panglima Angkatan Gubernur, Wakil Kepala Daerah Kabupaten wakil kepala daerah tersebut paling lambat Bersenjata, yang pada gilirannya harus 30 (tiga puluh) hari sejak DPRD disebut Wakil Bupati dan Wakil Kepala melaporkan kepada Presiden selambatDaerah Kota disebut Wakil Walikota. menyampaikan usul tersebut.

daerah terbukti melanggar sumpah/janji

lambatnya dalam waktu 2 (dua) kali 24 Pasal 57 Pasal 30 (duapuluh empat) jam. (1) Wakil Kepala Daerah mempunyai tugas : (1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah (4) Tindakan kepolisian terhadap Kepala a. membantu Kepala Daerah dalam diberhentikan sementara oleh Presiden tanpa Wilayah lainnya dilakukan dengan melaksanakan kewajibannya; melalui usulan DPRD apabila dinyatakan memberitahukan sebelumnya kepada b. mengkoordinasikan kegiatan instansi melakukan tindak pidana kejahatan yang Kepala Wilayah atasan dari yang pemerintahan di Daerah; dan diancam dengan pidana penjara paling singkat bersangkutan. c. melaksanakan tugas-tugas lain yang 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan (5) Tindakan kepolisian yang dimaksud diberikan oleh Kepala Daerah. pengadilan. dalam ayat (4) pasal ini diberitahukan (2) Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab (2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah selambat-lambatnya 2 (dua) kali 24 kepada Kepala Daerah. diberhentikan oleh Presiden tanpa melalui (duapuluh empat) jam sesudahnya (3) Wakil Kepala Daerah melaksanakan tugas usulan DPRD apabila terbukti melakukan kepada Kepala Wilayah atasan dari dan wewenang Kepala Daerah apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada yang bersangkutan, apabila menyangkut Kepala Daerah berhalangan. ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang hal-hal yang dimaksud dalam ayat (2) telah memperoleh kekuatan hukum tetap. pasal ini. Pasal 58 (1) Apabila Kepala Daerah berhalangan tetap, Pasal 31 jabatan Kepala Daerah diganti oleh Wakil (1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah Kepala Daerah sampai habis masa diberhentikan sementara oleh Presiden tanpa jabatannya. melalui usulan DPRD karena didakwa (2) Apabila Wakil Kepala Daerah berhalangan melakukan tindak pidana korupsi, tindak pidana tetap, jabatan Wakil Kepala Daerah tidak terorisme, makar, dan/atau tindak pidana diisi. terhadap keamanan negara. (3) Apabila Kepala Daerah dan Wakil Kepala (2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah Daerah berhalangan tetap, Sekretaris diberhentikan oleh Presiden tanpa melalui Daerah melaksanakan tugas Kepala Daerah usulan DPRD karena terbukti melakukan untuk sementara waktu. makar dan/atau perbuatan lain yang dapat (4) Apabila Kepala Daerah dan Wakil Kepala memecah belah Negara Kesatuan Republik Daerah berhalangan tetap, DPRD Indonesia yang dinyatakan dengan putusan menyelenggarak an pemilihan Kepala Daerah pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. dan Wakil Kepala Daerah selambatlambatnya dalam waktu tiga bulan. Pasal 32 Pasal 59 (1) Dalam hal kepala daerah dan/atau wakil kepala Kedudukan keuangan Kepala Daerah dan Wakil daerah menghadapi krisis kepercayaan publik yang Kepala Daerah ditetapkan dengan Peraturan meluas karena dugaan melakukan tindak pidana Pemerintah. dan melibatkan tanggung jawabnya, DPRD menggunakan hak angket untuk menanggapinya. (2) Penggunaan hak angket sebagai-mana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir untuk melakukan penyelidikan terhadap

kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah. (3) Dalam hal ditemukan bukti me-lakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD menyerahkan proses penyelesaiannya kepada aparat penegak hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (4) Apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dinyatakan bersalah karena melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (3), DPRD mengusulkan pemberhentian sementara dengan keputusan DPRD. (5) Berdasarkan keputusan DPRD se-bagaimana dimaksud pada ayat (4), Presiden menetapkan pember-hentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah. (6) Apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pimpinan DPRD mengusulkan pemberhentian berdasarkan keputusan Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir. (7) Berdasarkan keputusan DPRD se-bagaimana dimaksud pada ayat (6), Presiden memberhentikan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah. Pasal 33 (1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 ayat (5) s etelah melalui proses peradilan ternyata terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, paling lambat 30 (tiga puluh) hari Presiden telah merehabilitasikan dan mengaktifkan kembali kepala daerah dan/atau

wakil kepala daerah yang bersangkutan sampai dengan akhir masa jabatannya. (2) Apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah berakhir masa jabatannya, Presiden merehabilitasikan kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang bersangkutan dan tidak mengaktifkannya kembali. (3) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32 diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 34 (1) Apabila kepala daerah diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 ayat (5), wakil kepala daerah melaksanakan tugas dan kewajiban kepala daerah sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (2) Apabila wakil kepala daerah di-berhentikan sementara sebagai-mana dimaksud Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 ayat (5), tugas dan kewajiban wakil kepala daerah dilaksanakan oleh kepala daerah sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (3) Apabila kepala daerah dan wakil kepala daerah diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 ayat (5), Presiden menetapkan penjabat Gubernur atas usul Menteri Dalam Negeri atau penjabat Bupati/ Walikota atas usul Gubernur dengan pertimbangan DPRD sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (4) Tata cara penetapan, kriteria calon, dan masa jabatan penjabat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Peme-rintah.

Pasal 35 (1) Apabila kepala daerah diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2), Pasal 31 ayat (2), dan Pasal 32 ayat (7) jabatan kepala daerah diganti oleh wakil kepala daerah sampai berakhir masa jabatannya dan proses pelaksanaannya dilakukan berdasarkan keputusan Rapat Paripurna DPRD dan disahkan oleh Presiden. (2) Apabila terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang sisa masa jabatannya lebih dari 18 (delapan belas) bulan, kepala daerah mengusulkan 2 (dua) orang calon wakil kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD berdasarkan usul partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. (3) Dalam hal kepala daerah dan wakil kepala daerah berhenti atau diberhentikan secara bersamaan dalam masa jabatannya, Rapat Paripurna DPRD memutuskan dan menugaskan KPUD untuk menyelenggarakan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak ditetapkannya penjabat kepala daerah. (4) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sekretaris daerah melaksanakan tugas sehari-hari kepala daerah sampai dengan Presiden mengangkat penjabat kepala daerah. (5) Tata cara pengisian kekosongan, persyaratan dan masa jabatan penjabat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 36 (1) Tindakan penyelidikan dan penyidi-kan terhadap kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari Presiden atas permintaan penyidik.

(2) Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak diterimanya permohonan, proses penyelidikan dan penyidikan dapat dilakukan. (3) Tindakan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan diperlukan persetujuan tertulis sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). (4) Hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan; atau b. disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, atau telah melakukan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara. (5) Tindakan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) setelah dilakukan wajib dilaporkan kepada Presiden paling lambat dalam waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam. Pasal 37 (1) Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil Pemerintah di wilayah provinsi yang bersangkutan. (2) Dalam kedudukannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden. Pasal 38 (1) Gubernur dalam kedudukannya se-bagaimana dimaksud dalam Pasal 37 memiliki tugas dan wewenang: a. pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota; b. koordinasi penyelenggaraan urusan Pemerintah di daerah provinsi dan kabupaten/kota; c. koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di daerah provinsi dan kabupaten/kota.

(2) Pendanaan tugas dan wewenang Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada APBN. (3) Kedudukan keuangan Gubernur se-bagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. (4) Tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 8 Dewan Perwakilan Pasal 27 Pasal 14 Pasal 39 Terdapat perbedaan dalam tugas dan Rakyat Daerah Susunan, keanggotaan, dan pimpinan Dewan (1) Di Daerah dibentuk DPRD sebagai Badan Ketentuan tentang DPRD sepanjang tidak diatur wewenang anggota DPRD dimana dalam Perwakilan Rakyat Daerah, begitu juga Legislatif Daerah dan Pemerintah Daerah dalam Undang-Undang ini berlaku ketentuan UU No 5 Tahun 1974 dan UU No 22 Tahun sumpah/janji, masa keanggotaan, dan sebagai Badan Eksekutif Daerah. Undang-Undang tentang Susunan dan Kedudukan 1999 DPRD berwenang memilih calon larangan rangkapan jabatan bagi Anggota- (2) Pemerintah Daerah terdiri atas Kepala MPR, DPR, DPD, dan DPRD. kepala daerah sedangkan UU No 32 Tahun anggotanya diatur dengan Undang-undang. Daerah beserta perangkat Daerah lainnya. 2004 DPRD hanya berhak menetapkan Pasal 40 kepala daerah setelah dilakukan pemilihan Pasal 28 Pasal 15 DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat secara langsung. (1) Kedudukan keuangan Ketua, Wakil Kedudukan, susunan, tugas, wewenang, hak, daerah dan berkedudukan sebagai unsur Terdapat perbedaan hak DPRD diantara Ketua, dan Anggota bewan Perwakilan keanggotaan, pimpinan, dan alat kelengkapan penyelenggaraan pemerintahan daerah. ketiga peraturan tersebut dimana dalam UU Rakyat Daerah diatur denpn Peraturan DPRD diatur dengan Undang-undang. No 32 Tahun 2004 hanya menyebutkan hakDaerah. Pasal 41 hak tersebut antara lain hak interpelasi, (2) Kedudukan protokoler Ketua, Wakil Pasal 16 DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan angket dan menyatakan pendapat. Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan (1) DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di pengawasan. Menurut UU No 32 Tahun 2004, badan Rakyat Daerah diatur dengan Daerah merupakan wahana untuk kehormatan disebutkan secara tegas dalam Peraturan Daerah. melaksanakan demokrasi berdasarkan Pasal 42 salah satu alat kelengkapan DPRD yang (3) Peraturan Daerah yang dimaksud Pancasila. (1) DPRD mempunyai tugas dan wewenang: mempunyai tugas-tugas tertentu. dalam ayat-ayat (1) dan (2) pasal ini (2) DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah a. membentuk Perda yang dibahas dengan Dalam UU No 32 Tahun 2004 anggota dibuat sesuai dengan pedoman yang berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari kepala daerah untuk mendapat persetujuan DPRD dilarang untukmerangkap jabatan ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. Pemerintah Daerah. bersama; sebagai pejabat negara lainnya, hakim pada (4) Peraturan Daerah yang dimaksud b. membahas dan menyetujui rancangan Perda badan peradilan dan pegawai negeri sipil, dalam ayat-ayat (1) dan (2) pasal ini, Pasal 17 tentang APBD bersama dengan kepala anggota TNI/Polri, pegawai pada badan berlaku sesudah ada pengesahan (1) Keanggotaan DPRD dan jumlah anggota daerah; usaha milik negara, badan usaha milik pejabat yang berwenang. DPRD ditetapkan sesuai dengan peraturan c. melaksanakan pengawasan ter-hadap daerah dan/atau badan lain yang perundang-undangan. pelaksanaan Perda dan peraturan anggarannya bersumber dari APBN/APBD Pasal 29 (2) Alat kelengkapan DPRD terdiri atas perundang-undangan lainnya, peraturan UU No 32 Tahun 2004 mewajibkan DPRD (1) Untuk dapat melaksanakan fungsinya, pimpinan, komisi-komisi, dan panitia-panitia. kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah untuk menyusun kode etik untuk menjaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (3) DPRD membentuk fraksi-fraksi yang bukan daerah dalam melaksanakan program martabat dan kehormatan anggota DPRD mempunyai hak : merupakan alat kelengkapan DPRD. pembangunan daerah, dan kerja sama dalam menjalankan tugas dan a. Anggaran; (4) Pelaksanaan ketentuan, sebagaimana internasional di daerah; wewenangnya. b. mengajukan pertanyaan bagi dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), diatur d. mengusulkan pengangkatan dan masing-masing Anggota; dengan Peraturan Tata Tertib DPRD. pemberhentian kepala daerah/wakil kepala c. meminta keterangan; daerah kepada Presiden melalui Menteri d. mengadakan perubahan; Pasal 18 Dalam Negeri bagi DPRD provinsi dan e. mengajukan pernyataan pendapat; (1) DPRD mempunyai tugas dan wewenang : kepada Menteri Dalam Negeri melalui

f. prakarsa; a. memilih Gubernur/Wakil Gubernur, Gubernur bagi DPRD kabupaten/kota; g. penyelidikan. b. Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil e. memilih wakil kepala daerah dalam hal (2) Cara pelaksanaan ketentuan yang Walikota; terjadi kekosongan jabatan wakil kepala dimaksud dalam ayat (1) huruf a c. memilih anggota Majelis daerah; sampai dengan huruf f pasal ini, diatur Permusyawaratan Rakyat dari Utusan f. memberikan pendapat dan pertimbangan dalam Peraturan Tata Tertib Dewan Daerah; kepada pemerintah daerah terhadap rencana Perwakilan Rakyat Daerah sesuai d. mengusulkan pengangkatan dan perjanjian internasional di daerah; dengan pedoman yang ditetapkan oleh pemberhentian Gubernur/ Wakil g. memberikan persetujuan terhadap rencana Menteri Dalam Negeri. Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, atau kerja sama internasional yang dilakukan oleh (3) Cara pelaksanaan hak penyelidikan Walikota/ Wakil Walikota; pemerintah daerah; yang dimaksud dalam ayat (1) huruf g e. bersama dengan Gubernur, Bupati, atau h. meminta laporan keterangan pasal ini, diatur dengan UndangWalikota membentuk Peraturan Daerah; pertanggungjawaban kepala daerah dalam undang. f. bersama dengan Gubernur, Bupati, atau penyelenggaraan pemerintahan daerah; Walikota menetapkan Anggaran i. membentuk panitia pengawas pemilihan Pasal 30 Pendapatan dan Belanja Daerah; kepala daerah; Kewajiban Dewan Perwakilan Rakyat Daerah g. melaksanakan pengawasan terhadap : j. melakukan pengawasan dan meminta adalah : 1. pelaksanaan Peraturan Daerah dan laporan KPUD dalam penyelenggaraan a. mempertahankan, mengamankan, peraturan perundang-undangan lain; pemilihan kepala daerah; serta mengamalkan PANCASILA 2. pelaksanaan Keputusan Gubernur, k. memberikan persetujuan terhadap rencana dan Undang-Undang Dasar 1945 ; Bupati, dan Walikota; kerja sama antardaerah dan dengan pihak b. menjunjung tinggi dan 3. pelaksanaan Anggaran Pendapatan ketiga yang membebani masyarakat dan melaksanakan secara konsekwen dan Belanja Daerah; daerah. Garis-garis Besar Haluan Negara, 4. kebijakan Pemerintah Daerah; dan (2) Selain tugas dan wewenang sebagaimana Ketetapan-ketetapan Majelis 5. pelaksanaan kerja sama internasional dimaksud pada ayat (1), DPRD melaksanakan Permusyawaratan Rakyat serta di Daerah; tugas dan wewenang lain yang diatur dalam mentaati segala peraturan h. memberikan pendapat dan peraturan perundang-undangan. perundang-undangan yang berlaku; pertimbangan kepada Pemerintah c. bersama-sama Kepala Daerah terhadap rencana perjanjian internasional Pasal 43 menyusun Anggaran Pendapatan yang menyangkut kepentingan Daerah; (1) DPRD mempunyai hak: dan Belanja Daerah dan Peraturandan h. menampung dan menindaklanjuti a. interpelasi; peraturan Daerah untuk aspirasi Daerah dan masyarakat. b. angket; dan kepentingan Daerah dalam batas- (2) Pelaksanaan tugas dan wewenang, c. menyatakan pendapat. batas wewenang yang diserahkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2) Pelaksanaan hak angket sebagaimana dimakkepada Daerah atau untuk diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD. sud pada ayat (1) huruf b dilakukan setelah melaksanakan peraturan diajukan hak interpelasi sebagaimana perundang-undangan yang Pasal 19 dimaksud pada ayat (1) huruf a dan pelaksanaannya ditugaskan kepada (1) DPRD mempunyai hak : mendapatkan persetujuan dari Rapat Paripurna Daerah ; a. meminta pertanggungjawaban Gubernur, DPRD yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 d. memperhatikan aspirasi dan Bupati, dan Walikota; (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan memajukan tingkat kehidupan b. meminta keterangan kepada Pemerintah putusan diambil dengan persetujuan sekurangRakyat dengan berpegang pada Daerah; kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah program pembangunan Pemerintah. c. mengadakan penyelidikan; anggota DPRD yang hadir. d. mengadakan perubahan atas Rancangan (3) Dalam menggunakan hak angket se-bagaimana Pasal 31 Peraturan Daerah; dimaksud pada ayat (2) dibentuk panitia angket (1) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah e. mengajukan pernyataan pendapat; yang terdiri atas semua unsur fraksi DPRD bersidang sekurang-kurangnya 2 (dua) f. mengajukan Rancangan Peraturan yang bekerja dalam waktu paling lama 60

kali dalam setahun. Daerah; (enam puluh) hari telah menyampaikan hasil (2) Kecuali yang dimaksud dalam ayat (1) g. menentukan Anggaran Belanja DPRD; kerjanya kepada DPRD. pasal ini, atas permintaan sekurangdan h. menetapk an Peraturan Tata Tertib (4) Dalam melaksanakan tugasnya, pa-nitia angket kurangnya seperlima jumlah Anggota DPRD. sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat atau atas permintaan Kepala Daerah, (2) Pelaksanaan hak, sebagaimana dimaksud memanggil, mendengar, dan memeriksa seseKetua memanggil Anggota-anggota pada ayat (1), diatur dalam Peraturan Tata orang yang dianggap mengetahui atau patut untuk bersidang dalam waktu 1 (satu) Tertib DPRD. mengetahui masalah yang sedang diselidiki bulan setelah permintaan itu diterima. serta untuk meminta menunjukkan surat atau (3) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 20 dokumen yang berkaitan dengan hal yang bersidang atas panggilan Ketua. (1) DPRD dalam melaksanakan tugasnya sedang diselidiki. (4) Pelaksanaan ketentuan yang dimaksud berhak meminta pejabat negara, pejabat (5) Setiap orang yang dipanggil, didengar, dan dalam ayat-ayat (1), (2) dan (3) pasal ini pemerintah, atau warga masyarakat untuk diperiksa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam Peraturan Tata Tertib memberikan keterangan tentang suatu hal wajib memenuhi panggilan panitia angket Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. yang perlu ditangani demi kepentingan kecuali ada alasan yang sah menurut peraturan negara, bangsa, pemerintahan, dan perundang-undangan. Pasal 32 pembangunan. (6) Dalam hal telah dipanggil dengan patut secara (1) Rapat-rapat Dewan Perwakilan Rakyat (2) Pejabat negara, pejabat pemerintah, atau berturut-turut tidak memenuhi panggilan Daerah pada dasarnya bersifat terbuka warga masyarakat yang menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (5), panitia untuk umum. permintaan, sebagaimana dimaksud pada angket dapat memanggil secara paksa dengan (2) Atas permintaan Kepala Daerah, atau ayat (1), diancam dengan pidana kurungan bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia atas permintaan sekurang-kurangnya paling lama satu tahun karena merendahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. seperlima jumlah Anggota atau apabila martabat dan kehormatan DPRD. (7) Seluruh hasil kerja panitia angket bersifat dipandang perlu oleh Pimpinan Dewan (3) Pelaksanaan hak, sebagaimana dimaksud rahasia. Perwakilan Rakyat Daerah, dapat pada ayat (1) dan ayat (2), diatur dalam (8) Tata cara penggunaan hak interpelasi, hak diadakan rapat tertutup. Peraturan Tata Tertib DPRD. angket, dan hak menyatakan pendapat diatur (3) Rapat tertutup dapat mengambil dalam Peraturan Tata Tertib DPRD yang keputusan, kecuali mengenai : Pasal 21 berpedoman pada peraturan perundanga. Anggaran Pendapatan dan Belanja (1) Anggota DPRD mempunyai hak : undangan. Daerah serta perhitungannya; a. pengajuan pertanyaan; b. penetapan, perubahan, dan b. protokoler; dan Pasal 44 penghapusan pajak dan retribusi ; c. keuangan/administrasi. (1) Anggota DPRD mempunyai hak: c. hutang piutang dan menanggung (2) Pelaksanaan hak, sebagaimana dimaksud a. mengajukan rancangan Perda; pinjaman ; pada ayat (1), diatur dalam Peraturan Tata b. mengajukan pertanyaan; d. perusahaan Daerah ; Tertib DPRD. c. menyampaikan usul dan pendapat; e. pemborongan pekerjaan, jual beli d. memilih dan dipilih; barang-barang, dan pemborongan Pasal 22 e. membela diri; pengangkutan tanpa mengadakan DPRD mempunyai kewajiban : f. imunitas; penawaran umum ; a. mempertahankan dan memelihara keutuhan g. protokoler; dan f. penghapusan tagihan sebagian atau Negara Kesatuan Republik Indonesia; h. keuangan dan administratif. seluruhnya ; b. mengamalkan Pancasila dan Undang- (2) Kedudukan protokoler dan keuangan pimpinan g. persetujuan penyelesaian perkara Undang Dasar 1945, serta mentaati segala dan anggota DPRD diatur dalam Peraturan perdata secara damai ; peraturan perundang-undangan; Pemerintah. h. pemilihan Ketua dan Wakil Ketua dan c. membina demokrasi dalam pelantikan Anggota baru Dewan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; Pasal 45 Perwakilan Rakyat Daerah. d. meningkatkan kesejahteraan rakyat di Anggota DPRD mempunyai kewajiban: (4) Semua yang hadir dalam rapat tertutup Daerah berdasarkan demokrasi a. mengamalkan Pancasila, me-laksanakan

wajib merahasiakan segala hal yang ekonomi;dan Undang-Undang Dasar Negara Republik dibicarakan dan kewajiban itu e. memperhatikan dan menyalurkan aspirasi, Indonesia Tahun 1945, dan menaati segala berlangsung terus baik bagi Anggota menerima keluhan dan pengaduan peraturan perundang-undangan; maupun pegawai/pekerja yang masyarakat, serta memfasilitasi tindak lanjut b. melaksanakan kehidupan demo-krasi dalam mengetahui halnya dengan jalan apapun, penyelesaiannya. penyelenggaraan pemerintahan daerah; sampai Dewan membebaskannya. c. mempertahankan dan memelihara kerukunan Pasal 23 nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Pasal 33 (1) DPRD mengadakan rapat secara berkala Republik Indonesia; (1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat sekurang-kurangnya enam kali dalam d. memperjuangkan peningkatan keDaerah tidak dapat dituntut dimuka setahun. sejahteraan rakyat di daerah; Pengadilan karena pernyataan- (2) Kecuali yang dimaksud pada ayat (1), atas e. menyerap, menampung, meng-himpun, dan pernyataan yang dikemukakan dalam permintaan sekurang-kurangnya seperlima menindaklanjuti aspi-rasi masyarakat; rapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dari jumlah anggota atau atas permintaan f. mendahulukan kepentingan negara di atas baik dalam rapat terbuka maupun dalam Kepala Daerah, Ketua DPRD dapat kepentingan pribadi, kelompok, dan rapat tertutup, yang diajukan secara lisan mengundang anggotanya untuk golongan. maupun tertulis kepada Pimpinan Dewan mengadakan rapat selambat-lambatnya g. memberikan pertanggungjawaban atas tugas Perwakilna Rakyat Daerah, Kepala dalam waktu satu bulan setelah permintaan dan kinerjanya selaku anggota DPRD Daerah atau Pemerintah, kecuali jika itu diterima. sebagai wujud tanggung jawab moral dan dengan pernyataan itu ia membocorkan (3) DPRD mengadakan rapat atas undangan politis terhadap daerah pemilihannya. apa yang disepakati dalam rapat tertutup Ketua DPRD. h. menaati Peraturan Tata Tertib, Kode Etik, untuk dirahasiakan atau hal-hal yang (4) Pelaksanaan ketentuan, sebagaimana dan sumpah/janji anggota DPRD; dimaksud oleh ketentuan-ketentuan dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat i. menjaga norma dan etika dalam hubungan mengenai pengumuman rahasia Negara (3), ditetapkan dengan Peraturan Tata kerja dengan lembaga yang terkait. dalam BUKU KEDUA BAB I Kitab Tertib DPRD. Undang-undang Hukum Pidana. Pasal 46 (2) Tatacara tindakan kepolisian terhadap Pasal 24 (1) Alat kelengkapan DPRD terdiri atas: Anggota-anggota Dewan Perwakilan Peraturan Tata Tertib DPRD ditetapkan dengan a. pimpinan; Rakyat Daerah diatur dengan Undang- Keputusan DPRD. b. komisi; undang. c. panitia musyawarah; Pasal 25 d. panitia anggaran; Pasal 34 Rapat-rapat DPRD bersifat terbuka untuk umum, e. Badan Kehormatan; dan (1) Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan kecuali yang dinyatakan tertutup berdasarkan f. alat kelengkapan lain yang diperlukan. Rakyat Daerah diatur dengan Keputusan Peraturan Tata Tertib DPRD atau atas (2) Pembentukan, susunan, tugas, dan wewenang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kesepakatan di antara pimpinan DPRD. alat kelengkapan sebagaimana dimaksud pada sesuai dengan pedoman yang ditetapkan ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata Tertib oleh Menteri Dalam Negeri. Pasal 26 DPRD dengan berpedoman pada peraturan (2) Peraturan Tata Tertib yang dimaksud Rapat tertutup dapat mengambil keputusan, perundang-undangan. dalam ayat (1) pasal ini, berlaku sesudah kecuali mengenai : ada pengesahan pejabat yang a. pemilihan Ketua/Wakil Ketua DPRD; Pasal 47 berwenang. pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala (1) Badan Kehormatan DPRD dibentuk dan Daerah; ditetapkan dengan keputusan DPRD. Pasal 35 b. pemilihan anggota Majelis (2) Anggota Badan Kehormatan DPRD se(1) Apabila ternyata Dewan Perwakilan Permusyawaratan Rakyat Utusan Daerah; bagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari Rakyat Daerah Tingkat I melalaikan atau c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan oleh anggota DPRD dengan ketentuan: karena sesuatu hal tidak dapat d. penetapan perubahan dan penghapusan a. untuk DPRD kabupaten/kota yang menjalankan fungsi dan kewajibannya pajak dan retribusi; beranggotakan sampai dengan 34 (tiga puluh

sehingga dapat merugikan Daerah atau e. utang piutang, pinjaman, dan pembebanan empat) berjumlah 3 (tiga) orang, dan untuk Negara, setelah mendengar kepada Daerah; DPRD yang beranggotakan 35 (tiga puluh pertimbangan Gubernur Kepala Daerah, f. Badan Usaha Milik Daerah; lima) sampai dengan 45 (empat puluh lima) Menteri Dalam Negeri menentukan cara g. penghapusan tagihan sebagian atau berjumlah 5 (lima) orang. bagaimana hak, wewenang, dan seluruhnya; b. untuk DPRD provinsi yang beranggotakan kewajiban Dewan Perwakilan Rakyat h. persetujuan penyelesaian perkara perdata sampai dengan 74 (tujuh puluh empat) Daerah itu dijalankan. secara damai; dan berjumlah 5 (lima) orang, dan untuk DPRD (2) Bagi Daerah Tingkat II penentuan cara i. kebijakan tata ruang. yang beranggotakan 75 (tujuh puluh lima) yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, sampai dengan 100 (seratus) berjumlah 7 dilakukan oleh Gubernur Kepala Daerah Pasal 27 (tujuh) orang. setelah mendengar pertimbangan Anggota DPRD tidak dapat dituntut di pengadilan (3) Pimpinan Badan Kehormatan DPRD Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah karena pernyataan dan atau pendapat yang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri yang bersangkutan. dikemukakan dalam rapat DPRD, baik terbuka atas seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua maupun tertutup, yang diajukannya secara lisan yang dipilih dari dan oleh anggota Badan atau tertulis, kecuali jika yang bersangkutan Pasal 36 (1) Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat mengumumkan apa yang disepakati dalam rapat (4) Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud Daerah adalah unsur staf yang tertutup untuk dirahasiakan atau hal-hal yang pada ayat (1) dibantu oleh sebuah sekretariat membantu Pimpinan Dewan Perwakilan dimaksud oleh ketentuan mengenai pengumuman yang secara fungsional dilaksanakan oleh Rakyat Daerah dalam rahasia negara dalam buku kedua Bab I Kitab Sekretariat DPRD. menyelenggarakan tugas dan Undang-undang Hukum Pidana. kewajibannya. Pasal 48 (2) Pembentukan, susunan organisasi, dan Pasal 28 Badan Kehormatan mempunyai tugas: formasi Sekretariat Dewan Perwakilan (1) Tindakan penyidikan terhadap anggota a. mengamati, mengevaluasi disiplin, etika, dan Rakyat Daerah diatur dengan Peraturan DPRD dapat dilaksanakan atas persetujuan moral para anggota DPRD dalam rangka Daerah sesuai dengan pedoman yang tertulis Menteri Dalam Negeri bagi anggota menjaga martabat dan kehormatan sesuai ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. DPRD Propinsi dan Gubernur bagi anggota dengan Kode Etik DPRD; (3) Peraturan Daerah yang dimaksud dalam DPRD Kabupaten dan Kota, kecuali jika yang b. meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan ayat (2) pasal ini, berlaku sesudah ada bersangkutan tertangkap tangan melakukan anggota DPRD terhadap Peraturan Tata pengesahan pejabat yang berwenang. tindak pidana kejahatan. Tertib dan Kode Etik DPRD serta (2) Dalam hal anggota DPRD tertangkap tangan sumpah/janji; Pasal 37 melakukan tindak pidana, sebagaimana c. melakukan penyelidikan, verifikasi, dan (1) Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat dimaksud pada ayat (1), selambat-lambatnya klarifikasi atas pengaduan Pimpinan DPRD, Daerah dipimpin oleh seorang Sekretaris dalam tempo 2 kali 24 jam diberitahukan masyarakat dan/atau pemilih; Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. secara tertulis kepada Menteri Dalam Negeri d. menyampaikan kesimpulan atas hasil (2) Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat dan/atau Gubernur. penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi Daerah Tingkat I diangkat oleh Menteri Pasal 29 sebagaimana dimaksud pada huruf c Dalam Negeri dari Pegawai Negeri yang (1) Sekretariat DPRD membantu DPRD dalam sebagai rekomendasi untuk ditindaklanjuti memenuhi persyaratan. menyelenggarak an tugas dan oleh DPRD. (3) Dengan memperoleh persetujuan Dewan kewenangannya. Perwakilan Rakyat Daerah tanpa melalui (2) Sekretariat DPRD dipimpin oleh seorang Pasal 49 pemilihan, Gubernur Kepala Daerah Sekretaris DPRD yang diangkat oleh Kepala (1) DPRD wajib menyusun kode etik untuk mengajukan calon Sekretaris Dewan Daerah dari Pegawai Negeri Sipil yang menjaga martabat dan kehormatan anggota Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I memenuhi syarat atas persetujuan pimpinan DPRD dalam menjalankan tugas dan kepada Menteri Dalam Negeri. DPRD. wewenangnya. (4) Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat (3) Sekretaris DPRD dalam melaksanakan (2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Daerah Tingkat II diangkat oleh tugasnya berada di bawah dan bertanggung sekurang-kurangnya meliputi:

Kehormatan.

Gubernur Kepala Daerah atas nama jawab kepada pimpinan DPRD. a. pengertian kode etik; Menteri Dalam Negeri dari Pegawai (4) Sekretaris DPRD dapat menyediakan tenaga b. tujuan kode etik; Negeri yang memenuhi persyaratan. ahli dengan tugas membantu anggota DPRD c. pengaturan sikap, tata kerja, dan tata (5) Dengan memperoleh persetujuan Dewan dalam menjalankan fungsinya. hubungan antarpenyelenggara pemerintahan Perwakilan Rakyat Daerah tanpa melalui (5) Anggaran Belanja Sekretariat DPRD daerah dan antaranggota serta antara pemilihan, Bupati/Walikotamadya Kepala ditetapkan dengan Keputusan DPRD dan anggota DPRD dan pihak lain; Daerah mengajukan calon Sekretaris dicantumkan dalam Anggaran Pendapatan d. hal yang baik dan sepantasnya dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Belanja Daerah. oleh anggota DPRD; Tingkat II kepada Gubernur Kepala e. etika dalam penyampaian pendapat, Daerah. Pasal 30 tanggapan, jawaban, sanggahan; dan (6) Persyaratan dan tatacara pelaksanaan Setiap Daerah dipimpin oleh seorang Kepala f. sanksi dan rehabilitasi. ketentuan yang dimaksud dalam ayat- Daerah sebagai kepala eksekutif yang dibantu ayat (2), (3), (4) dan (5) pasal ini diatur oleh seorang Wakil Kepala Daerah. Pasal 50 dengan Peraturan Manteri Dalam Negeri. (1) Setiap anggota DPRD wajib terhimpun dalam fraksi. (2) Jumlah anggota setiap fraksi se-bagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya sama dengan jumlah komisi di DPRD. (3) Anggota DPRD sebagaimana di-maksud pada ayat (1) dari 1 (satu) partai politik yang tidak memenuhi syarat untuk membentuk 1 (satu) fraksi, wajib bergabung dengan fraksi yang ada atau membentuk fraksi gabungan. (4) Fraksi yang ada wajib menerima anggota DPRD dari partai politik lain yang tidak memenuhi syarat untuk dapat membentuk satu fraksi. (5) Dalam hal fraksi gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) setelah dibentuk, kemudian tidak lagi memenuhi syarat sebagai fraksi ga-bungan, seluruh anggota fraksi gabungan tersebut wajib bergabung dengan fraksi dan/atau fraksi ga-bungan lain yang memenuhi syarat. (6) Parpol yang memenuhi persyaratan untuk membentuk fraksi hanya dapat membentuk satu fraksi. (7) Fraksi gabungan dapat dibentuk oleh partai politik dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (5). Pasal 51 (1) DPRD provinsi yang beranggotakan 35 (tiga puluh lima) sampai dengan 75 (tujuh puluh lima) orang membentuk 4 (empat) komi-si, yang beranggotakan lebih dari 75 (tujuh puluh lima) orang membentuk 5 (lima) komisi.

(2) DPRD kabupaten/kota yang beranggotakan 20 (dua puluh) sampai dengan 35 (tiga puluh lima) orang membentuk 3 (tiga) komisi, yang beranggotakan lebih dari 35 (tiga puluh lima) orang membentuk 4 (empat) komisi. Pasal 52 (1) Anggota DPRD tidak dapat dituntut dihadapan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan dan/atau pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat DPRD, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib dan kode etik DPRD. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan, atau hal-hal yang dimaksud oleh ketentuan mengenai pengumuman rahasia negara dalam peraturan perundang-undangan. (3) Anggota DPRD tidak dapat diganti antarwaktu karena pernyataan, pertanyaan dan/atau pendapat yang dikemukakan dalam rapat DPRD. Pasal 53 (1) Tindakan penyidikan terhadap anggota DPRD dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden bagi anggota DPRD provinsi dan dari Gubernur atas nama Menteri Dalam Negeri bagi anggota DPRD kabupaten/kota. (2) Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari semenjak diterimanya permohonan, proses penyidikan dapat dilakukan. (3) Tindakan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan diperlukan persetujuan tertulis dengan cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). (4) Hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan; atau

b. disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, atau tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara. (5) Setelah tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan, tindakan penyidikan harus dilaporkan kepada pejabat yang memberikan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 2 (dua kali) 24 (dua puluh empat) jam. Pasal 54 (1) Anggota DPRD dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara lainnya; b. hakim pada badan peradilan; c. pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, pegawai pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah dan/atau badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD. (2) Anggota DPRD dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat/pengacara, notaris, dokter praktik dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPRD. (3) Anggota DPRD dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme. (4) Anggota DPRD yang melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melepaskan pekerjaan tersebut selama menjadi anggota DPRD. (5) Anggota DPRD yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberhentikan oleh pimpinan berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Kehormatan DPRD. (6) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Pasal 55 (1) Anggota DPRD berhenti antarwaktu sebagai

(2)

(3)

(4)

(5)

anggota karena: a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis; dan c. diusulkan oleh partai politik yang bersangkutan. Anggota DPRD diberhentikan antarwaktu, karena: a. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan; b. tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota DPRD; c. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan, dan/atau melanggar kode etik DPRD; d. tidak melaksanakan kewajiban anggota DPRD; e. melanggar larangan bagi anggota DPRD; f. dinyatakan bers alah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melanggar tindak pidana dengan ancaman pidana paling singkat 5 (lima) tahun penjara atau lebih. Pemberhentian anggota DPRD yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi anggota DPRD provinsi dan kepada Gubernur melalui Bupati/Walikota bagi anggota DPRD kabupaten/kota untuk diresmikan pemberhentiannya. Pemberhentian anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dilaksanakan setelah ada keputusan DPRD berdasarkan rekomendasi dari Badan Kehormatan DPRD. Pelaksanaan ketentuan sebagai-mana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

9 Pemilihan Kepala Pasal 15 Pasal 34 : Pasal 56 Dalam UU No. 32 Tahun 2004 mengatur Daerah (1) Kepala Daerah Tingkat I dicalonkan (1) Pengisian jabatan Kepala Daerah dan Wakil (1) Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih bahwa Pemilihan Kepala Daerah dilakukan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Kepala Daerah dilakukan oleh DPRD melalui dalam satu pasangan calon yang secara langsung, hal ini berbeda dengan Rakyat Daerah dari sedikit-dikitnya 3 pemilihan secara bersamaan. dilaksanakan secara demokratis berdasarkan yang diatur dalam UU No.22 tahun 1999

(tiga) orang dan sebanyak-banyknya 5 (2) Calon Kepala Daerah dan calon Wakil asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan UU No. 5 Tahun 1974 pemilihan kepala (lima) orang calon yang telah Kepala Daerah, ditetapkan oleh DPRD dan adil. daerah dilakukan oleh DPRD. dimusyawarahkan dan disepakati melalui tahap pencalonan dan pemilihan. (2) Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada bersama antara Pimpinan Dewan (3) Untuk pencalonan dan pemilihan Kepala ayat (1) diajukan oleh partai politik atau Perwakilan Rakyat Daerah/ Pimpinan Daerah dan Wakil Kepala Daerah, dibentuk gabungan partai politik. Fraksi-fraksi depan Menteri Dalam Panitia Pemilihan. Negeri. (4) Ketua dan para Wakil Ketua DPRD karena Pasal 57 (2) Hasil pemilihan yang dimaksud dalam jabatannya adalah Ketua dan Wakil Ketua (1) Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala ayat (1) pasal ini diajukan oleh Dewan Panitia Pemilihan merangkap sebagai daerah diselenggarakan oleh KPUD yang Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota. bertanggungjawab kepada DPRD. bersangkutan kepada Presiden melalui (5) Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah (2) Dalam melaksanakan tugasnya, KPUD meMenteri Dalam Negeri sedikit-dikitnya 2 Sekretaris Panitia Pemilihan, tetapi bukan nyampaikan laporan penyelenggaraan (dua) orang untuk diangkat salah anggota. pemilihan kepala daerah dan wakil kepala seorang diantaranya. daerah kepada DPRD. (3) Tatacara pelaksanaan ketentuan yang Pasal 35 (3) Dalam mengawasi penyelenggaraan pemilihdimaksud dalam ayat (1) pasal ini diatur (1) Panitia pemilihan, sebagaimana dimaksud an kepala daerah dan wakil kepala daerah, dengan Peraturan Menteri Dalam dalam Pasal 34 ayat (3), bertugas : dibentuk panitia pengawas pemilihan kepala Negeri. a. melakukan pemeriksaan berkas identitas daerah dan wakil kepala daerah yang mengenai bakal calon berdasarkan keanggotaannya terdiri atas unsur kepolisian, Pasal 16 persyaratan yang telah ditetapkan dalam kejaksaan, perguruan tinggi, pers, dan tokoh (1) Kepala Daerah Tingkat II dicalonkan Pasal 33; masyarakat. dan dipilih oleh Dewan Perwakilan b. melakukan kegiatan teknis pemilihan (4) Anggota panitia pengawas sebagaimana Rakyat Daerah dari sedikit-dikitnya 3 calon; dan dimaksud pada ayat (3) berjumlah 5 (lima) (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 c. menjadi penanggung jawab orang untuk provinsi, 5 (lima) orang untuk (lima) orang calon yang telah penyelenggaraan pemilihan. kabupaten/kota dan 3 (tiga) orang untuk dimusyawarahkan dan disepakati (2) Bakal calon Kepala Daerah dan bakal calon kecamatan. bersama antara Pimpinan Dewan Wakil Kepala Daerah yang memenuhi (5) Panitia pengawas kecamatan diusulkan oleh Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan persyaratan sesuai dengan hasil panitia pengawas kabupaten/kota untuk Fraksi-fraksi dengan Gubernur Kepala pemeriksaan yang dilakukan oleh Panitia ditetapkan oleh DPRD. Daerah. Pemilihan, sebagaimana dimaksud pada ayat (6) Dalam hal tidak didapatkan unsur sebagai(2) Hasil pemilihan yang dimaksud dalam (1), diajukan kepada DPRD untuk ditetapkan mana dimaksud pada ayat (3), panitia ayat (1) pasal ini diajukan oleh Dewan sebagai calon Kepala Daerah dan calon pengawas kabupaten/kota/kecamatan dapat Perwakilan Rakyat Daerah yang Wakil Kepala Daerah. diisi oleh unsur yang lainnya. bersangkutan kepada Menteri Dalam (7) Panitia pengawas pemilihan kepala daerah Negeri melalui Gubernur Kepala Pasal 36 dan wakil kepala daerah dibentuk oleh dan Daerah sedikit-dikitnya 2 (dua) orang (1) Setiap fraksi melakukan kegiatan bertanggungjawab kepada DPRD dan untuk diangkat salah seorang penyaringan pasangan bakal calon sesuai berkewajiban menyampaikan laporannya. diantaranya. dengan syarat yang ditetapkan dalam Pasal (3) Tatacara pelaksanaan ketentuan yang 33. Pasal 59 dimaksud dalam ayat (1) pasal ini diatur (2) Setiap fraksi menetapkan pasangan bakal (1) Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil dengan peraturan Menteri Dalam calon Kepala Daerah dan bakal calon Wakil kepala daerah adalah pasangan calon yang Negeri. Kepala Daerah dan menyampaikannya diusulkan secara berpasangan oleh partai dalam rapat paripurna kepada pimpinan politik atau gabungan partai politik. Pasal 17 DPRD. (2) Partai politik atau gabungan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat (1) Kepala Daerah diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun terhitung mulai sama mengajukan pasangan bakal calon mendaftarkan pasangan calon apabila

(3) Dua fraksi atau lebih dapat secara bersama-

tanggal pelantikannya dan dapat Kepala Daerah dan bakal calon Wakil Kepala memenuhi pers yaratan perolehan sekurangdiangkat kembali, untuk 1 (satu) kali Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat kurangnya 15% (lima belas persen) dari masa jabatan berikutnya. (1). jumlah kursi DPRD atau 15% (lima belas (2) Kepala Daerah adalah Pejabat Negara. persen) dari akumulasi perolehan suara sah Pasal 37 dalam Pemilihan Umum anggota DPRD di Pasal 18 (1) Dalam Rapat Paripurna DPRD, setiap fraksi daerah yang bersangkutan. (1) Sebelum memangku jabatannya atau beberapa fraksi memberikan penjelasan (3) Partai politik atau gabungan partai politik wajib Kepala Daerah diambil sumpahnya/ mengenai bakal calonnya. membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi janjinya dan dilantik oleh : (2) Pimpinan DPRD mengundang bakal calon bakal calon perseorangan yang memenuhi syarat a. Presiden bagi Kepala Daerah dimaksud untuk menjelaskan visi, misi, serta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dan Tingkat I ; rencana-rencana kebijakan apabila bakal selanjutnya memproses bakal calon dimaksud b. Menteri Dalam Negeri bagi Kepala calon dimaksud terpilih sebagai Kepala melalui mekanisme yang demokratis dan Daerah Tingkat II. Daerah. transparan. (2) Presiden dapat menunjuk Menteri (3) Anggota DPRD dapat melakukan tanya (4) Dalam proses penetapan pasangan calon, partai Dalam Negeri untuk mengambil politik atau gabungan partai politik memperhatikan jawab dengan para bakal calon. sumpah/janji dan melantik Kepala (4) Pimpinan DPRD dan pimpinan fraksi-fraksi pendapat dan tanggapan masyarakat. Daerah Tingkat I atas nama Presiden. melakukan penilaian atas kemampuan dan (5) Partai politik atau gabungan partai politik (3) Menteri Dalam Negeri dapat menunjuk kepribadian para bakal calon dan melalui pada saat mendaftarkan pasangan calon, wajib Gubernur Kepala Daerah untuk mus yawarah atau pemungutan suara menyerahkan: mengambil sumpah/janji dan melantik menetapkan sekurang-kurangnya dua a. surat pencalonan yang ditandatangani Kepala Daerah Tingkat II atas nama pasang calon Kepala Daerah dan calon oleh pimpinan partai politik atau pimpinan Menteri Dalam Negeri. Wakil Kepala Daerah yang akan dipilih satu partai politik yang bergabung; (4) Susunan kata-kata sumpah/janji yang pasang di antaranya oleh DPRD. b. kesepakatan tertulis antarpartai politik yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, bergabung untuk mencalonkan pasangan adalah sebagai berikut : Pasal 38 calon; "Saya bersumpah/berjanji, bahwa (1) Nama-nama calon Gubernur dan calon Wakil c. surat pernyataan tidak akan menarik saya untuk diangkat menjadi Gubernur yang telah ditetapkan oleh pencalonan atas pasangan yang dicalonkan Kepala Daerah, langsung atau pimpinan DPRD dikonsultasikan dengan yang ditandatangani oleh pimpinan partai tidak langsung dengan nama Presiden. politik atau para pimpinan partai politik yang atau dalih apapun, tidak (2) Nama-nama calon Bupati dan calon Wakil bergabung; memberikan atau menjanjikan Bupati serta calon Walikota dan calon Wakil d. surat pernyataan kesediaan yang atau akan memberikan sesuatu Walikota yang akan dipilih oleh DPRD bersangkutan sebagai calon kepala daerah kepada siapapun juga. ditetapkan dengan keputusan pimpinan dan wakil kepala daerah secara Saya bersumpah/berjanji, bahwa DPRD. berpasangan; saya untuk melakukan atau tidak e. surat pernyataan tidak akan mengundurkan melakukan sesuatu dalam Pasal 39 diri sebagai pasangan calon; jabatan ini, tidak sekali-kali akan (1) Pemilihan calon Kepala Daerah dan calon f. surat pernyataan kesanggupan menerima langsung ataupun Wakil Kepala Daerah dilaksanakan dalam mengundurkan diri dari jabatan apabila tidak langsung dari siapapun juga Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh terpilih menjadi kepala daerah atau wakil sesuatu janji atau pemberian. sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah kepala daerah sesuai dengan peraturan Saya bersumpah/berjanji, bahwa anggota DPRD. perundang-undangan; saya akan memenuhi kewajiban (2) Apabila jumlah anggota DPRD belum g. surat pernyataan mengundurkan diri dari saya sebagai Kepala Daerah mencapai kuorum, sebagaimana dimaksud jabatan negeri bagi calon yang berasal dari dengan sebaik-baiknya dan pada ayat (1), pimpinan rapat dapat pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian sejujur-jujurnya, bahwa saya akan taat dan akan Negara Republik Indonesia;

menunda rapat paling lama satu jam.

mempertahankan PANCASILA (3) Apabila ketentuan, sebagaimana dimaksud h. surat pernyataan tidak aktif dari jabatannya sebagai dasar dan ideologi pada ayat (2), belum dicapai, rapat paripurna bagi pimpinan DPRD tempat yang Negara, bahwa saya senantiasa diundur paling lama satu jam lagi dan bersangkutan menjadi calon di daerah yang akan menegakkan Undangselanjutnya pemilihan calon Kepala Daerah menjadi wilayah kerjanya; Undang Dasar 1945 dan segala dan calon Wakil Kepala Daerah tetap i. surat pemberitahuan kepada pimpinan bagi peraturan perundang-undangan dilaksanakan. anggota DPR, DPD, dan DPRD yang yang berlaku bagi Negara mencalonkan diri sebagai calon kepala Republik Indonesia. daerah dan wakil kepala daerah; Saya bersumpah/berjanji, bahwa j. kelengkapan persyaratan calon kepala saya akan memegang rahasia daerah dan wakil kepala daerah sesuatu yang menurut sifatnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58; atau menurut perintah harus saya dan rahasiakan. Saya k. naskah visi, misi, dan program dari bersumpah/berjanji, bahwa saya pasangan calon secara tertulis. dalam menjalankan jabatan atau (6) Partai politik atau gabungan partai politik pekerjaan saya, senantiasa akan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya lebih mengutamakan dapat mengusulkan satu pasangan calon dan kepentingan Negara dan Daerah pasangan calon tersebut tidak dapat diusulkan daripada kepentingan saya lagi oleh partai politik atau gabungan partai sendiri, seseorang atau sesuatu politik lainnya. golongan dan akan menjunjung (7) Masa pendaftaran pasangan calon tinggi kehormatan Negara, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling Pemerintah, Daerah, dan lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak martabat Pejabat Negara. pengumuman pendaftaran pasangan calon. Saya bersumpah/berjanji, bahwa saya akan berusaha sekuat Pasal 60 tenaga membantu memajukan (1) Pasangan calon sebagaimana dimaksud kesejahteraan Rakyat Indonesia dalam Pasal 59 ayat (1) diteliti pers yaratan pada umumnya dan memajukan administrasinya dengan melakukan klarifikasi kesejahteraan Rakyat Indonesia kepada instansi pemerintah yang berwenang di Daerah pada khususnya dan dan menerima masukan dari masyarakat akan setia kepada Bangsa dan terhadap persyaratan pasangan calon. Negara Kesatuan Republik (2) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada Indonesia. ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada (5) Tatacara pengambilan sumpah/janji pimpinan partai politik atau gabungan partai dan pelantikan bagi Kepala Daerah politik yang mengusulkan, paling lambat 7 diatur dengan Peraturan Pemerintah. (tujuh) hari terhitung sejak tanggal penutupan pendaftaran. (3) Apabila pasangan calon belum memenuhi syarat atau ditolak karena tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dan/atau Pasal 59, partai politik atau gabungan partai politik yang mengajukan calon diberi kesempatan untuk melengkapi dan/atau memperbaiki surat pencalonan beserta persyaratan pasangan calon atau

mengajukan calon baru paling lambat 7 (tujuh) hari sejak saat pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPUD. (4) KPUD melakukan penelitian ulang kelengkapan dan atau perbaikan persyaratan pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan sekaligus memberitahukan hasil penelitian tersebut paling lambat 7 (tujuh) hari kepada pimpinan partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan. (5) Apabila hasil penelitian berkas pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak memenuhi syarat dan ditolak oleh KPUD, partai politik dan atau gabungan partai politik, tidak dapat lagi mengajukan pasangan calon. Pasal 61 (1) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) dan ayat (4), KPUD menetapkan pasangan calon paling kurang 2 (dua) pasangan calon yang dituangkan dalam Berita Acara Penetapan pasangan calon. (2) Pasangan calon yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan secara luas paling lambat 7 (tujuh) hari sejak selesainya penelitian. (3) Terhadap pasangan calon yang telah ditetapkan dan diumumkan, selanjutnya dilakukan undian secara terbuka untuk menetapkan nomor urut pasangan calon. (4) Penetapan dan pengumuman pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat final dan mengikat. Pasal 62 (1) Partai politik atau gabungan partai politik dilarang menarik calonnya dan/atau pasangan calonnya, dan pasangan calon atau salah seorang dari pasangan calon dilarang mengundurkan diri terhitung sejak ditetapkan sebagai pasangan calon oleh KPUD. (2) Apabila partai politik atau gabungan partai politik menarik calonnya dan/atau pasangan calon dan/atau salah seorang dari pasangan calon mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), partai politik atau

gabungan partai politik yang mencalonkan tidak dapat mengusulkan calon pengganti. Pasal 63 (1) Dalam hal salah satu calon atau pasangan calon berhalangan tetap sejak penetapan calon sampai pada saat dimulainya hari kampanye, partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya berhalangan tetap dapat mengusulkan pasangan calon pengganti paling lambat 3 (tiga) hari sejak pasangan calon berhalangan tetap dan KPUD melakukan penelitian persyaratan administrasi dan menetapkan pasangan calon pengganti paling lambat 4 (empat) hari sejak pasangan calon pengganti didaftarkan. (2) Dalam hal salah 1 (satu) calon atau pasangan calon berhalangan tetap pada saat dimulainya kampanye sampai hari pemungutan suara dan masih terdapat 2 (dua) pasangan calon atau lebih, tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilanjutkan dan pasangan calon yang berhalangan tetap tidak dapat diganti serta dinyatakan gugur. (3) Dalam hal salah satu calon atau pasangan calon berhalangan tetap pada saat dimulainya kampanye sampai hari pemungutan suara sehingga jumlah pasangan calon kurang dari 2 (dua) pasangan, tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah ditunda paling lambat 30 (tiga puluh) hari dan partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya berhalangan tetap mengusulkan pasangan calon pengganti paling lambat 3 (tiga) hari sejak pasangan calon berhalangan tetap dan KPUD melakukan penelitian pers yaratan administrasi dan menetapkan pasangan calon pengganti paling lambat 4 (empat) hari sejak pasangan calon pengganti didaftarkan. Pasal 64 (1) Dalam hal salah satu calon atau pasangan calon berhalangan tetap setelah pemungutan suara putaran pertama sampai dimulainya hari pemungutan suara putaran kedua, tahapan

pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah ditunda paling lambat 30 (tiga puluh) hari. (2) Partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya berhalangan tetap mengusulkan pasangan calon pengganti paling lambat 3 (tiga) hari sejak pasangan calon berhalangan tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan KPUD melakukan penelitian persyaratan administrasi dan menetapkan pasangan calon pengganti paling lambat 4 (empat) hari sejak pasangan calon pengganti didaftarkan. Pasal 65 (1) Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilaksanakan melalui masa persiapan, dan tahap pelaks anaan. (2) Masa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Pemberitahuan DPRD kepada kepala daerah mengenai berakhirnya masa jabatan; b. Pemberitahuan DPRD kepada KPUD mengenai berakhirnya masa jabatan kepala daerah; c. Perencanaan penyelenggaraan, meliputi penetapan tata cara dan jadwal tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah; d. Pembentukan Panitia Pengawas, PPK, PPS dan KPPS; e. Pemberitahuan dan pendaftaran pemantau. (3) Tahap pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Penetapan daftar pemilih; b. Pendaftaran dan Penetapan calon kepala daerah/ wakil kepala daerah; c. Kampanye; d. Pemungutan suara; e. Penghitungan suara; dan f. Penetapan pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah terpilih, pengesahan, dan pelantikan. (4) Tata cara pelaksanaan masa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tahap pelaksanaan sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) diatur KPUD dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Pasal 66 (1) Tugas dan wewenang KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah: a. Merencanakan penyelenggara-an pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah; b. menetapkan tata cara pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah sesuai dengan tahapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan; c. mengkoordinasikan,menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah; d. menetapkan tanggal dan tata cara pelaksanaan kampanye, serta pe-mungutan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah; e. meneliti persyaratan partai politik atau gabungan partai politik yang me-ngusulkan calon; f. meneliti persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diusulkan; g. menetapkan pasangan calon yang telah memenuhi persyaratan; h. menerima pendaftaran dan me-ngumumkan tim kampanye; i. mengumumkan laporan sumbangan dana kampanye; j. menetapkan hasil rekapitulasi penghitungan suara dan mengumumkan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah; k. melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah; l. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur oleh peraturan perundangundangan; m. menetapkan kantor akuntan publik untuk mengaudit dana kampanye dan mengumumkan hasil audit.

(2) Dalam penyelenggaran pemilihan gubernur dan wakil gubernur KPUD kabupaten/kota adalah bagian pelaksana tahapan penyelenggaraan pemilihan yang ditetapkan oleh KPUD provinsi. (3) Tugas dan wewenang DPRD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah: a. memberitahukan kepada kepala daerah mengenai akan berakhirnya masa jabatan; b. mengusulkan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berakhir masa jabatannya dan mengusulkan pengangkatan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih; c. melakukan pengawasan pada semua tahapan pelaksanaan pemilihan; d. membentuk panitia pengawas; e. meminta pertanggungjawaban pelaksanaan tugas KPUD; dan f. menyelenggarakan rapat paripurna un-tuk mendengarkan penyampaian visi, misi, dan program dari pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. (4) Panitia pengawas pemilihan mempunyai tugas dan wewenang: a. mengawasi semua tahapan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah; b. menerima laporan pelanggaran peraturan perundang-undangan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah; c. menyelesaikan sengketa yang timbul dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah; d. meneruskan temuan dan laporan yang tidak dapat diselesaikan kepada instansi yang berwenang; dan e. mengatur hubungan koordinasi antar panitia pengawasan pada semua tingkatan. Pasal 67 (1) KPUD berkewajiban: a. memperlakukan pasangan calon secara adil dan setara; b. menetapkan standarisasi serta kebutuhan

barang dan jasa yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan; c. menyampaikan laporan kepada DPRD untuk setiap tahap pelaksanaan pemilihan dan menyampaikan informasi kegiatannya kepada masyarakat ; d. memelihara arsip dan dokumen pemilihan serta mengelola barang inventaris milik KPUD berdasarkan peraturan perundangundangan; e. mempertanggungjawabkan pengguna-an anggaran kepada DPRD; f. melaksanakan semua tahapan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara tepat waktu. 10 Penetapan Pemilih Pasal 68 Warga negara Republik Indonesia yang pada hari pemungutan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih. Pasal 69 (1) Untuk dapat menggunakan hak memilih, warga negara Republik Indonesia harus terdaftar sebagai pemilih. (2) Untuk dapat didaftar sebagai pemilih, warga negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat: a. nyata-nyata tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya; b. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. (3) Seorang warga negara Republik Indonesia yang telah terdaftar dalam daftar pemilih ternyata tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat menggunakan hak memilihnya.

Pasal 70 (1) Daftar pemilih pada saat pelaksanaan pemilihan umum terakhir di daerah digunakan sebagai daftar pemilih untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. (2) Daftar pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah dengan daftar pemilih tambahan yang telah memenuhi persyaratan sebagai pemilih ditetapkan sebagai daftar pemilih sementara. Pasal 71 Pemilih yang telah terdaftar sebagai pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 diberi tanda bukti pendaftaran untuk ditukarkan dengan kartu pemilih untuk setiap pemungutan suara. Pasal 72 (1) Seorang pemilih hanya didaftar 1 (satu) kali dalam daftar pemilih. (2) Apabila seorang pemilih mempunyai lebih dari 1 (satu) tempat tinggal, pemilih tersebut harus menentukan satu di antaranya untuk ditetapkan sebagai tempat tinggal yang dicantumkan dalam daftar pemilih. Pasal 73 (1) Pemilih yang telah terdaftar dalam daftar pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 kemudian berpindah tempat tinggal atau karena ingin menggunakan hak pilihnya di tempat lain, pemilih yang bersangkutan harus melapor kepada PPS setempat. (2) PPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencatat nama pemilih dari daftar pemilih dan memberikan surat keterangan pindah tempat memilih. (3) Pemilih melaporkan kepindahannya ke-pada PPS di tempat pemilihan yang baru. (4) Pemilih terdaftar yang karena sesuatu hal terpaksa tidak dapat menggunakan hak pilihnya di TPS yang sudah ditetapkan, yang bersangkutan dapat menggunakan hak pilihnya di tempat lain dengan menunjukkan kartu pemilih.

Pasal 74 (1) Berdasarkan daftar pemilih sebagaimana diaksud dalam Pasal 70 dan Pasal 73 PPS menyusun dan menetapkan daftar pemilih sementara. (2) Daftar pemilih sementara sebagaimana diaksud pada ayat (1) diumumk an oleh PPS untuk mendapat tanggapan masyarakat. (3) Pemilih yang belum terdaftar dalam daftar peilih sementara dapat mendaftarkan diri ke PPS dan dicatat dalam daftar pemilih tambahan. (4) Daftar pemilih sementara dan daftar pemilih tambahan ditetapkan sebagai daftar pemilih tetap. (5) Daftar pemilih tetap disahkan dan d-umumkan oleh PPS. (6) Tata cara pelaksanaan pendaftaran pemilih ditetapkan oleh KPUD. 11 Kampanye Pasal 75 (1) Kampanye dilaksanakan sebagai bagian dari penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. (2) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selama 14 (empat belas) hari dan berakhir 3 (tiga) hari sebelum hari pemungutan suara. (3) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh tim kampanye yang dibentuk oleh pasangan calon bersama-sama partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan pasangan calon. (4) Tim kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didaftarkan ke KPUD bersamaan dengan pendaftaran pasangan calon. (5) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bersama-sama atau secara terpisah oleh pasangan calon dan/atau oleh tim kampanye. (6) Penanggung jawab kampanye adalah pasangan calon, yang pelaksanaannya dipertanggungjawabkan oleh tim kampanye. (7) Tim kampanye dapat dibentuk secara berjenjang di provinsi, kabupaten/kota bagi pasangan calon Gubernur dan Wakil

Gubernur dan kabupaten/kota dan kecamatan bagi pasangan calon Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota. (8) Dalam kampanye, rakyat mempunyai kebebasan untuk menghadiri kampanye. (9) Jadwal pelaksanaan kampanye ditetapkan oleh KPUD dengan memperhatikan usul dari pasangan calon. Pasal 76 (1) Kampanye dapat dilaksanakan melalui: a. pertemuan terbatas; b. tatap muka dan dialog; c. penyebaran melalui media cetak dan media elektronik; d. penyiaran melalui radio dan/atau televisi; e. penyebaran bahan kampanye kepada umum; f. pemasangan alat peraga di tempat umum; g. rapat umum; h. debat publik/debat terbuka antarcalon; dan/atau i. kegiatan lain yang tidak melanggar peraturan perundang-undangan. (2) Pasangan calon wajib menyampaikan visi, misi, dan program secara lisan maupun tertulis kepada masyarakat. (3) Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah berhak untuk mendapatkan informasi atau data dari pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. (4) Penyampaian materi kampanye dilakukan dengan cara yang sopan, tertib, dan bersifat edukatif. (5) Penyelenggaraan kampanye dilakukan di seluruh wilayah provinsi untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur dan diseluruh wilayah kabupaten/kota untuk pemilihan bupati dan wakil bupati dan walikota dan wakil walikota. Pasal 77 (1) Media cetak dan media elektronik memberikan kesempatan yang sama kepada pasangan calon untuk menyampaikan tema dan materi kampanye.

(2) Media elektronik dan media cetak wajib memberikan kesempatan yang sama kepada pasangan calon untuk memasang iklan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam rangka kampanye. (3) Pemerintah daerah memberikan kesempatan yang sama kepada pasangan calon untuk menggunakan fasilitas umum. (4) Semua yang hadir dalam pertemuan terbatas atau rapat umum yang diadakan oleh pasangan calon hanya dibenarkan membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut pasangan calon yang bersangkutan. (5) KPUD berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk menetapkan lokasi pemasangan alat peraga untuk keperluan kampanye. (6) Pemasangan alat peraga kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (5) oleh pasangan calon dilaksanakan dengan memper-timbangkan etika, estetika, kebersihan, dan keindahan kota atau kawasan setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (7) Pemasangan alat peraga kampanye pada tempat yang menjadi milik perseorangan atau badan swasta harus seizin pemilik tempat tersebut. (8) Alat peraga kampanye harus sudah dibersihkan paling lambat 3 (tiga) hari sebelum hari pemungutan suara. Pasal 78 Dalam kampanye dilarang: a. mempersoalkan dasar negara Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon kepala daerah/wakil kepala daerah dan/atau partai politik; c. menghasut atau mengadu domba partai politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat; d. menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan atau menganjurkan

penggunaan kekerasan kepada perseorangan, kelompok masyarakat dan/atau partai politik; e. mengganggu keamanan, ketenteraman, dan ketertiban umum; f. mengancam dan menganjurkan penggunaan kekerasan untuk mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan yang sah; g. merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye pasangan calon lain; h. menggunakan fasilitas dan anggaran pemerintah dan pemerintah daerah; i. menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan; dan j. melakukan pawai atau arak-arakan yang dilakukan dengan berjalan kaki dan/atau dengan kendaraan di jalan raya. Pasal 79 (1) Dalam kampanye, dilarang melibatkan: a. hakim pada semua peradilan; b. pejabat BUMN/BUMD; c. pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri; d. kepala desa. (2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila pejabat tersebut menjadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. (3) Pejabat negara yang menjadi calon ke-pala daerah dan wakil kepala daerah dalam melaksanakan kampanye harus memenuhi ketentuan: a. tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya; b. menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan c. pengaturan lama cuti dan jadwal cuti dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan pemerin-tahan daerah. (4) Pasangan calon dilarang melibatkan pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai peserta

kampanye dan juru kampanye dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Pasal 80 Pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri, dan kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye. Pasal 81 (1) Pelanggaran atas ketentuan larangan pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, merupakan tindak pidana dan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pelanggaran atas ketentuan larangan pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf g, huruf h, huruf i dan huruf j, yang merupakan pelanggaran tata cara kampanye dikenai sanksi: a. peringatan tertulis apabila penyelenggara kampanye melanggar larangan walaupun belum terjadi gangguan; b. penghentian kegiatan kampanye di tempat terjadinya pelanggaran atau di seluruh daerah pemilihan yang bersangkutan apabila terjadi gangguan terhadap keamanan yang berpotensi menyebar ke daerah pemilihan lain. (3) Tata cara pengenaan sanksi terhadap pelanggaran larangan pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh KPUD. (4) Pelanggaran atas ketentuan larangan pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 dikenai sanksi penghentian kampanye selama masa kampanye oleh KPUD.

Pasal 82 (1) Pasangan calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih. (2) Pasangan calon dan/atau tim kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pembatalan sebagai pasangan calon oleh DPRD. Pasal 83 (1) Dana kampanye dapat diperoleh dari: a. pasangan calon; b. partai politik dan/atau gabungan partai politik yang mengusulkan; c. sumbangan pihak-pihak lain yang tidak mengikat yang meliputi sumbangan perseorangan dan/atau badan hukum swasta. (2) Pasangan calon wajib memiliki rekening khusus dana kampanye dan rekening yang dimaksud didaftarkan kepada KPUD. (3) Sumbangan dana kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dari perseorangan dilarang melebihi Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan dari badan hukum swasta dilarang melebihi Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah). (4) Pasangan calon dapat menerima dan/atau menyetujui pembiayaan bukan dalam bentuk uang secara langsung untuk kegiatan kampanye. (5) Sumbangan kepada pasangan calon yang lebih dari Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) baik dalam bentuk uang maupun bukan dalam bentuk uang yang dapat dikonversikan ke dalam nilai uang wajib dilaporkan kepada KPUD mengenai jumlah dan identitas pemberi sumbangan. (6) Laporan sumbangan dana kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan ayat (5) disampaikan oleh pasangan calon

kepada KPUD dalam waktu 1 (satu) hari sebelum masa kampanye dimulai dan 1 (satu) hari sesudah masa kampanye berakhir. (7) KPUD mengumumkan melalui media massa laporan sumbangan dana kampanye setiap pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada masyarakat satu hari setelah menerima laporan dari pasangan calon. Pasal 84 (1) Dana kampanye digunakan oleh pasangan calon, yang teknis pelaksanaannya dilakukan oleh tim kampanye. (2) Dana kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan oleh pasangan calon kepada KPUD paling lambat 3 (tiga) hari setelah hari pemungutan suara. (3) KPUD wajib menyerahkan laporan dana kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada kantor akuntan publik paling lambat 2 (dua) hari setelah KPUD menerima laporan dana kampanye dari pasangan calon. (4) Kantor akuntan publik wajib menyelesaikan audit paling lambat 15 (lima belas) hari setelah diterimanya laporan dana kampanye dari KPUD. (5) Hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diumumkan oleh KPUD paling lambat 3 (tiga) hari setelah KPUD menerima laporan hasil audit dari kantor akuntan publik. (6) Laporan dana kampanye yang diterima KPUD wajib dipelihara dan terbuka untuk umum. Pasal 85 (1) Pasangan calon dilarang menerima sumbangan atau bantuan lain untuk kampanye yang berasal dari: a. negara asing, lembaga swasta asing, lembaga swadaya masyarakat asing dan warga negara asing;

b. penyumbang atau pemberi bantuan yang tidak jelas identitasnya; c. pemerintah, BUMN, dan BUMD. (2) Pasangan calon yang menerima sumba-ngan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibenarkan menggunakan dana tersebut dan wajib melaporkannya kepada KPUD paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa kampanye berakhir dan menyerahkan sumbangan tersebut kepada kas daerah. (3) Pasangan calon yang melanggar ketentu-an sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi pembatalan sebagai pasangan calon oleh KPUD. 12 Pemungutan Suara Pasal 86 (1) Pemungutan suara pemilihan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum masa jabatan kepala daerah berakhir. (2) Pemungutan suara dilakukan dengan memberikan suara melalui surat suara yang berisi nomor, foto, dan nama pasangan calon. (3) Pemungutan suara dilakukan pada hari libur atau hari yang diliburkan. Pasal 87 (1) Jumlah surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (2) dicetak sama dengan jumlah pemilih tetap dan ditambah 2,5% (dua setengah perseratus) dari jumlah pemilih tersebut. (2) Tambahan surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai cadangan di setiap TPS untuk mengganti surat suara pemilih yang keliru memilih pilihannya serta surat suara yang rusak. (3) Penggunaan tambahan surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuatkan berita acara.

Pasal 88 Pemberian suara untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilakukan dengan mencoblos salah satu pasangan calon dalam surat suara. Pasal 89 (1) Pemilih tunanetra, tunadaksa, atau yang mempunyai halangan fisik lain pada saat memberikan suaranya di TPS dapat dibantu oleh petugas KPPS atau orang lain atas permintaan pemilih. (2) Petugas KPPS atau orang lain yang membantu pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib merahasiakan pilihan pemilih yang dibantunya. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberi-an bantuan kepada pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 90 (1) Jumlah pemilih di setiap TPS sebanyakbanyaknya 300 (tiga ratus) orang. (2) TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan lokasinya di tempat yang mudah dijangkau, termasuk oleh penyandang cacat, serta menjamin setiap pemilih dapat memberikan suaranya secara langsung, bebas, dan rahasia. (3) Jumlah, lokasi, bentuk, dan tata letak TPS ditetapkan oleh KPUD. Pasal 91 (1) Untuk keperluan pemungutan suara dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah disediakan kotak suara sebagai tempat surat suara yang digunakan oleh pemilih. (2) Jumlah, bahan, bentuk, ukuran, dan warna kotak suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh KPUD dengan berpedoman pada peraturan perundangundangan.

Pasal 92 (1) Sebelum melaksanakan pemungutan suara, KPPS melakukan: a. pembukaan kotak suara; b. pengeluaran seluruh isi kotak suara; c. pengidentifikasian jenis dokumen dan peralatan; serta d. penghitungan jumlah setiap jenis dokumen dan peralatan. (2) Kegiatan KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihadiri oleh saksi dari pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat. (3) Kegiatan KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh Ketua KPPS, dan sekurang-kurangnya 2 (dua) anggota KPPS dan dapat ditandatangani oleh saksi dari pasangan calon. Pasal 93 (1) Setelah melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92, KPPS memberikan penjelasan mengenai tata cara pemungutan suara. (2) Dalam memberikan suara, pemilih diberi kesempatan oleh KPPS berdasarkan prinsip urutan kehadiran pemilih. (3) Apabila menerima surat suara yang ternyata rusak, pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada KPPS, kemudian KPPS memberikan surat suara pengganti hanya satu kali. (4) Apabila terdapat kekeliruan dalam cara memberikan suara, pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada KPPS, kemudian KPPS memberikan surat suara pengganti hanya satu kali. (5) Penentuan waktu dimulai dan berakhirnya pemungutan suara ditetapkan oleh KPUD. Pasal 94 (1) Pemilih yang telah memberikan suara di TPS diberi tanda khusus oleh KPPS. (2) Tanda khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh KPUD dengan

berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Pasal 95 Suara untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dinyatakan sah apabila: a. surat suara ditandatangani oleh Ketua KPPS; dan b. tanda coblos hanya terdapat pada 1 (satu) kotak segi empat yang memuat satu pasangan calon; atau c. tanda coblos terdapat dalam salah satu kotak segi empat yang memuat nomor, foto dan nama pasangan calon yang telah ditentukan; atau d. tanda coblos lebih dari satu, tetapi masih di dalam salah satu kotak segi empat yang memuat nomor, foto dan nama pasangan calon; atau e. tanda coblos terdapat pada salah satu garis kotak segi empat yang memuat nomor, foto dan nama pasangan calon. Pasal 96 (1) Penghitungan suara di TPS dilakukan oleh KPPS setelah pemungutan suara berakhir. (2) Sebelum penghitungan suara dimulai, KPPS menghitung: a. jumlah pemilih yang memberikan suara berdasarkan salinan daftar pemilih tetap untuk TPS; b. jumlah pemilih dari TPS lain; c. jumlah surat suara yang tidak terpakai; dan d. jumlah surat suara yang dikembalikan oleh pemilih karena rusak atau keliru dicoblos. (3) Penggunaan surat suara tambahan dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh Ketua KPPS dan sekurang-kurangnya 2 (dua) anggota KPPS. (4) Penghitungan suara dilakukan dan selesai di TPS oleh KPPS dan dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat. (5) Saksi pasangan calon harus membawa surat mandat dari tim kampanye yang

bersangkutan dan menyerahkannya kepada Ketua KPPS. (6) Penghitungan suara dilakukan dengan ca-ra yang memungkinkan saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat yang hadir dapat menyaksikan secara jelas proses penghitungan suara. (7) Pasangan calon dan warga masyarakat melalui saksi pasangan calon yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara oleh KPPS apabila ternyata terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan. (8) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi pasangan calon atau warga masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat diterima, KPPS seketika itu juga mengadakan pembetulan. (9) Segera setelah selesai penghitungan su-ara di TPS, KPPS membuat berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan sekurangkurangnya 2 (dua) orang anggota KPPS serta dapat ditandatangani oleh saksi pasangan calon. (10) KPPS memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi pasangan calon yang hadir dan menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara di tempat umum. (11) KPPS menyerahkan berita acara, sertifikat hasil penghitungan suara, surat suara, dan alat kelengkapan administrasi pemungutan dan penghitungan suara kepada PPS segera setelah selesai penghitungan suara. Pasal 97 (1) Setelah menerima berita acara dan ser-tifikat hasil penghitungan suara, PPS membuat berita acara penerimaan dan melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat desa/kelurahan dan dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat.

(2) Saksi pasangan calon harus membawa surat mandat dari Tim Kampanye yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada PPS. (3) Pasangan calon dan warga masyarakat melalui saksi pasangan calon yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara oleh PPS apabila ternyata terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan. (4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi pasangan calon atau warga masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, PPS seketika itu juga mengadakan pembetulan. (5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara di semua TPS dalam wilayah kerja desa/kelurahan yang bersangkutan, PPS membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan paling sedikit 2 (dua) orang anggota PPS serta ditandatangani oleh saksi pasangan calon. (6) PPS wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di PPS kepada saksi pasangan calon yang hadir dan menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara di tempat umum . (7) PPS wajib menyerahkan 1 (satu) eksemplar berkas berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di PPS kepada PPK setempat. Pasal 98 (1) Setelah menerima berita acara dan ser-tifikat hasil penghitungan suara, PPK membuat berita acara penerimaan dan melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat kecamatan dan dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat.

(2) Saksi pasangan calon harus membawa surat mandat dari Tim Kampanye yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada PPK. (3) Pasangan calon dan warga masyarakat melalui saksi pasangan calon yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara oleh PPK apabila ternyata terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan. (4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh atau melalui saksi pasangan calon, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, PPK seketika itu juga mengadakan pembetulan. (5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara di semua PPS dalam wilayah kerja kecamatan yang bersangkutan, PPK membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota PPK serta ditandatangani oleh saksi pasangan calon. (6) PPK wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di PPK kepada saksi pasangan calon yang hadir dan menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara di tempat umum. (7) PPK wajib menyerahkan 1 (satu) eksem-plar berkas berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di PPK kepada KPU kabupaten/kota. Pasal 99 (1) Setelah menerima berita acara dan ser-tifikat hasil penghitungan suara, KPU kabupaten/kota membuat berita acara penerimaan dan melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat kabupaten/kota dan dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat.

(2) Saksi pasangan calon harus membawa surat mandat dari Tim Kampanye yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada KPU kabupaten/kota. (3) Pasangan calon dan warga masyarakat melalui saksi pasangan calon yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara oleh KPU kabupaten/kota apabila ternyata terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh atau melalui saksi pasangan calon, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, KPU kabupaten/kota seketika itu juga mengadakan pembetulan. (5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara di semua PPK dalam wilayah kerja kecamatan yang bersangkutan, KPU kabupaten/kota membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan sekurangkurangnya 2 (dua) orang anggota KPU kabupaten/kota serta ditandatangani oleh saksi pasangan calon. (6) KPU kabupaten/kota wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di KPU kabupaten/kota kepada saksi pasangan calon yang hadir dan menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara di tempat umum. (7) KPU kabupaten/kota wajib menyerahkan 1 (satu) eksemplar berkas berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di KPU kabupaten/kota kepada KPU provinsi. Pasal 100 (1) Dalam hal pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten/kota, berita acara dan rekapitulasi hasil peng-hitungan suara selanjutnya diputuskan da-lam pleno KPU kabupaten/kota untuk me-netapkan pasangan calon terpilih.

(2) Penetapan pasangan calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada DPRD kabu-paten/kota untuk diproses pengesahan dan pengangkatannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 101 (1) Setelah menerima berita acara dan ser-tifikat hasil penghitungan suara, KPU provinsi membuat berita acara penerimaan dan melakukan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat provinsi dan dapat dihadiri oleh saksi pasangan calon, panitia pengawas, pemantau, dan warga masyarakat. (2) Saksi pasangan calon harus membawa surat mandat dari Tim Kampanye yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada KPU provinsi. (3) Pasangan calon dan warga masyarakat melalui saksi pasangan calon yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara oleh KPU provinsi apabila ternyata terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh atau melalui saksi pasangan calon, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima, KPU provinsi seketika itu juga mengadakan pembetulan. (5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara di semua KPU kabupaten/kota, KPU provinsi membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota KPU provinsi serta ditandatangani oleh saksi pasangan calon. (6) KPU provinsi wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di KPU provinsi kepada saksi pasangan calon yang hadir dan menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara di tempat umum.

Pasal 102 (1) Berita acara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (5) selanjutnya diputuskan dalam pleno KPU provinsi untuk menetapkan pasangan calon terpilih. (2) Penetapan pasangan calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh KPU provinsi disampaikan kepada DPRD provinsi untuk diproses pengesahan pengangkatannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 103 (1) Penghitungan ulang surat suara di TPS dilakukan apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan terbukti terdapat satu atau lebih penyimpangan sebagai berikut: a. penghitungan suara dilakukan secara tertutup; b. penghitungan suara dilakukan di tempat yang kurang penerangan cahaya; c. saksi pasangan calon, panitia pe-ngawas, pemantau, dan warga mas-yarakat tidak dapat menyaksikan proses penghitungan suara secara jelas; d. penghitungan suara dilakukan di tempat lain di luar tempat dan waktu yang telah ditentukan; dan/atau e. terjadi ketidakkonsistenan dalam menentukan surat suara yang sah dan surat suara yang tidak sah. (2) Penghitungan ulang surat suara dilakukan pada tingkat PPS apabila terjadi perbedaan data jumlah suara dari TPS. (3) Penghitungan ulang surat suara dilakukan pada tingkat PPK apabila terjadi perbedaan data jumlah suara dari PPS. (4) Apabila terjadi perbedaan data jumlah suara pada tingkat KPU Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi, dilakukan pengecekan ulang terhadap sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara pada 1 (satu) tingkat di bawahnya.

Pasal 104 (1) Pemungutan suara di TPS dapat diulang apabila terjadi kerusuhan yang mengakibatkan hasil pemungutan suara tidak dapat digunakan atau penghitungan suara tidak dapat dilakukan. (2) Pemungutan suara di TPS dapat diulang apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan Panitia Pengawas Kecamatan terbukti terdapat satu atau lebih dari keadaan sebagai berikut: a. pembukaan kotak suara dan/atau berkas pemungutan dan penghitungan suara tidak dilakukan menurut tata cara yang ditetapkan dalam peraturan perundangundangan; b. petugas KPPS meminta pemilih memberi tanda khusus, menandatangani, atau menulis nama atau alamatnya pada surat suara yang sudah digunakan; c. lebih dari seorang pemilih menggunakan hak pilih lebih dari satu kali pada TPS yang sama atau TPS yang berbeda; d. petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh pemilih sehingga surat suara tersebut menjadi tidak sah; dan/atau e. lebih dari seorang pemilih yang tidak terdaftar sebagai pemilih mendapat kesempatan memberikan suara pada TPS. Pasal 105 Penghitungan suara dan pemungutan suara ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 dan Pasal 104 diputuskan oleh PPK dan dilaksanakan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sesudah hari pemungutan suara. Pasal 106 (1) Keberatan terhadap penetapan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah hanya dapat diajukan oleh pasangan calon kepada Mahkamah Agung dalam waktu paling lambat 3 (tiga)

(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berkenaan dengan hasil penghitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon. (3) Pengajuan keberatan kepada Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada pengadilan tinggi untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah provinsi dan kepada pengadilan negeri untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten/kota. (4) Mahkamah Agung memutus sengketa hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling lambat 14 (empat belas) hari sejak diterimanya permohonan keberatan oleh Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi/ Mahkamah Agung. (5) Putusan Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bersifat final dan mengikat. (6) Mahkamah Agung dalam melaksanakan kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mendelegasikan kepada Pengadilan Tinggi untuk memutus sengketa hasil penghitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten dan kota. (7) Putusan Pengadilan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) bersifat final.ed 13 Penetapan Calon Terpilih dan Pelantikan Pasal 107 (1) Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 50 % (lima puluh persen) jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. (2) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah suara sah, pasangan calon yang perolehan suaranya terbesar dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih.

(3) Dalam hal pasangan calon yang perolehan suara terbesar s ebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdapat lebih dari satu pasangan calon yang perolehan suaranya sama, penentuan pasangan calon terpilih dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas. (4) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak terpenuhi, atau tidak ada yang mencapai 25 % (dua puluh lima persen) dari jumlah suara sah, dilakukan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh pemenang pertama dan pemenang kedua. (5) Apabila pemenang pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh dua pasangan calon, kedua pasangan calon tersebut berhak mengikuti pemilihan putaran kedua. (6) Apabila pemenang pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh oleh tiga pasangan calon atau lebih, penentuan peringkat pertama dan kedua dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas. (7) Apabila pemenang kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh oleh lebih dari satu pasangan calon, penentuannya dilakukan berdasarkan wilayah perolehan suara yang lebih luas. (8) Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh suara terbanyak pada putaran kedua dinyatakan sebagai pasangan calon terpilih. Pasal 108 (1) Dalam hal calon wakil kepala daerah terpilih berhalangan tetap, calon kepala daerah terpilih dilantik menjadi kepala daerah. (2) Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengusulkan dua calon wakil kepala daerah kepada DPRD untuk dipilih. (3) Dalam hal calon kepala daerah terpilih berhalangan tetap, calon wakil kepala daerah terpilih dilantik menjadi kepala daerah.

(4) Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengusulkan dua calon wakil kepala daerah kepada DPRD untuk dipilih. (5) Dalam hal pasangan calon terpilih berhalangan tetap, partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya meraih suara terbanyak pertama dan kedua mengusulkan pasangan calon kepada DPRD untuk dipilih menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah selambatlambatnya dalam waktu 60 (enam puluh) hari. (6) Untuk memilih wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4), pemilihannya dilakukan selambatlambatnya dalam waktu 60 (enam puluh) hari. Pasal 109 (1) Pengesahan pengangkatan pasangan ca-lon Gubernur dan wakil Gubernur terpilih dilakukan oleh Presiden selambatlambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari. (2) Pengesahan pengangkatan pasangan calon bupati dan wakil bupati atau walikota dan wakil walikota terpilih dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari. (3) Pasangan calon Gubernur dan wakil Gubernur terpilih diusulkan oleh DPRD provinsi, selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari, kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri berdasarkan berita acara penetapan pasangan calon terpilih dari KPU provinsi untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan. (4) Pasangan calon bupati dan wakil bupati atau walikota dan wakil walikota diusulkan oleh DPRD k abupaten/kota, selambatlambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari, kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur berdasarkan berita acara penetapan pasangan calon terpilih dari KPU kabupaten/kota untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan.

Pasal 110 (1) Kepala daerah dan wakil kepala daerah sebelum memangku jabatannya dilantik dengan mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh pejabat yang melantik. (2) Sumpah/janji kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut: Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai kepala daerah/ wakil kepala daerah dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada masyarakat, nusa dan bangsa. (3) Kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memegang jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak pelantikan dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan. Pasal 111 (1) Gubernur dan wakil Gubernur dilantik oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden. (2) Bupati dan wakil bupati atau walikota dan wakil walikota dilantik oleh Gubernur atas nama Presiden. (3) Pelantikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan dalam Rapat Paripurna DPRD. (4) Tata cara pelantikan dan pengaturan selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 112 Biaya kegiatan Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dibebankan pada APBD

14

Pemantauan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Pasal 113 (1) Pemantauan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dapat dilakukan oleh pemantau pemilihan yang meliputi lembaga swadaya masyarakat, dan badan hukum dalam negeri. (2) Pemantau pemilihan sebagaimana dimak-sud pada ayat (2) harus memenuhi pers yaratan yang meliputi: a. bersifat independen; dan b. mempunyai sumber dana yang jelas. (3) Pemantau pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus mendaftarkan dan memperoleh akreditasi dari KPUD. Pasal 114 (1) Pemantau pemilihan wajib menyampaikan laporan hasil pemantauannya kepada KPUD paling lambat 7 (tujuh) hari setelah pelantikan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih. (2) Pemantau pemilihan wajib mematuhi se-gala peraturan perundang-undangan. (3) Pemantau pemilihan yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan/atau tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 dicabut haknya sebagai pemantau pemilihan dan/atau dikenai sanksi sesuai peraturan perundang-undangan. (4) Tata cara untuk menjadi pemantau pemilihan dan pemantauan pemilihan serta pencabutan hak sebagai pemantau diatur dalam Peraturan Pemerintah.

15 Ketentuan Pidana Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Pasal 115 (1) Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih, diancam dengan pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) hari dan paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.

100.000,00 (seratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah). (2) Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dan orang yang kehilangan hak pilihnya tersebut mengadukan, diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah). (3) Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan surat yang menurut suatu aturan dalam Undang-Undang ini diperlukan untuk menjalankan suatu perbuatan dengan maksud untuk digunakan sendiri atau orang lain sebagai seolah-olah surat sah atau tidak dipalsukan, diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah). (4) Setiap orang yang dengan sengaja dan mengetahui bahwa suatu surat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tidak sah atau dipalsukan, menggunakannya, atau menyuruh orang lain menggunakannya sebagai surat sah, diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah). (5) Setiap orang yang dengan kekerasan atau dengan ancaman kekuasaan yang ada padanya saat pendaftaran pemilih menghalang-halangi seseorang untuk terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilihan kepala daerah menurut undang-undang ini, diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu

rupiah) dan paling banyak Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah). (6) Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan surat palsu seolah-olah sebagai surat yang sah tentang suatu hal yang diperlukan bagi persyaratan untuk menjadi Pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah, diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah). Pasal 116 (1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPUD untuk masingmasing pasangan calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) diancam dengan pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) hari atau paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). (2) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah). (3) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan kampanye pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf g, huruf h, huruf i dan huruf j dan Pasal 79 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4), diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan

atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). (4) Setiap pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri dan kepala desa yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah). (5) Setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya kampanye, diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah). (6) Setiap orang yang memberi atau menerima dana kampanye melebihi batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (3), diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) bulan atau paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) atau paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (7) Setiap orang yang dengan sengaja menerima atau memberi dana kampanye dari atau kepada pihak-pihak yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1), dan/atau tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (2), diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) bulan atau paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) atau paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(8) Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar dalam laporan dana kampanye sebagaimana diwajibkan oleh UndangUndang ini, diancam dengan pidana penjara paling s ingkat 2 (dua) bulan atau paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Pasal 117 (1) Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dan menghalang-halangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). (2) Setiap orang yang dengan sengaja memberi atau menjanjikan uang atau materi lainnya kepada seseorang supaya tidak menggunakan hak pilihnya, atau memilih Pasangan calon tertentu, atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya menjadi tidak sah, diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). (3) Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja mengaku dirinya sebagai orang lain untuk menggunakan hak pilih, diancam dengan pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) hari dan paling lama 60 (enam puluh) hari dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000,00 ( satu juta rupiah).

(4) Setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu atau lebih TPS, diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 200.000,00 ( dua ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah). (5) Setiap orang yang dengan sengaja menggagalkan pemungutan suara diancam dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). (6) Seorang majikan atau atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja untuk memberikan suaranya, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan, diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). (7) Setiap orang yang dengan sengaja pada waktu pemungutan suara mendampingi seorang pemilih selain yang diatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1), diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). (8) Setiap orang yang bertugas membantu pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (2) dengan sengaja memberitahukan pilihan si pemilih kepada orang lain, diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00

(satu juta rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Pasal 118 (1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang pemilih menjadi tidak berharga atau menyebabkan Pasangan calon tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suaranya berkurang, diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). (2) Setiap orang yang dengan sengaja merusak atau menghilangkan hasil pemungutan suara yang sudah disegel, diancam dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) bulan atau paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). (3) Setiap orang yang karena kelalaiannya menyebabkan rusak atau hilangnya hasil pemungutan suara yang sudah disegel, diancam dengan pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) hari dan paling lama 2 (dua) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah). (4) Setiap orang yang dengan sengaja mengubah hasil penghitungan suara dan/atau berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara, diancam dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 119 Jika tindak pidana dilakukan dengan sengaja oleh penyelenggara atau pasangan calon, ancaman pidananya ditambah 1/3 (satu pertiga) dari pidana yang diatur dalam Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, dan Pasal 118. 16` Aparatur dan Pasal 84 Pasal 60 Pasal 120 Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Kepegawaian (1) Sekretariat Daerah adalah Sekretariat Perangkat Daerah terdiri atas Sekretariat Daerah, (1) Perangkat daerah provinsi terdiri atas ditambahkan bahwa Sekertariat DPRD Daerah Wilayah. Dinas Daerah dan lembaga teknis Daerah lainnya, sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas termasuk dalam perangkat daerah (2) Sekretaris Daerah karena jabatannya sesuai dengan kebutuhan Daerah. daerah, dan lembaga teknis daerah. adalah Sekretaris Wilayah. (2) Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 (3) Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 61 atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, disebutkan secara lebih rinci mengani tugas yang dimaksud dalam ayat (1) ini, (1) Sekretariat Daerah dipimpin oleh Sekretaris dinas daerah, lembaga teknis daerah, dari Camat dan Lurah susunan organisasi dan formasi Daerah. kecamatan, dan kelurahan. Sekretariat Wilayah lainnya serta (2) Sekretaris Daerah Propinsi diangkat oleh pengangkatan dan pemberhentian Gubernur atas persetujuan pimpinan DPRD Pasal 121 pejabatnya diatur oleh Menteri Dalam dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi (1) Sekretariat daerah dipimpin oleh Sekretaris Negeri.l syarat. Daerah. (3) Sekretaris Daerah Propinsi karena (2) Sekretaris daerah sebagaimana dimaksud Pasal 85 jabatannya adalah Sekretaris Wilayah pada ayat (1) mempunyai tugas dan (1) Dalam menjalankan tugasnya, Kepala Administrasi. kewajiban membantu kepala daerah dalam Instansi Vertikal berada dibawah (4) Sekretaris Daerah Kabupaten atau Sekretaris menyusun kebijakan dan kordinasi Kepala Wilayah yang Daerah Kota diangkat oleh Bupati atau mengkoordinasikan dinas daerah dan bersangkutan. Walikota atas persetujuan pimpinan DPRD lembaga teknis daerah. (2) Pelaksanaan ketentuan yang dimaksud dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi (3) Dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban dalam ayat (1) pasal ini, diatur dengan syarat. sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Peraturan Pemerintah. (5) Sekretaris Daerah berkewajiban membantu sekretaris daerah bertanggung jawab Kepala Daerah dalam menyusun kebijakan kepada kepala daerah. Pasal 47 serta membina hubungan kerja dengan (4) Apabila sekretaris daerah berhalangan (1) Sekretariat Daerah adalah unsur staf dinas, lembaga teknis, dan unit pelaksana melaksanakan tugasnya, tugas sekretaris yang membantu Kepala Daerah dalam lainnya. daerah dilaksanakan oleh pejabat yang menyelenggarakan pemerintahan (6) Sekretaris Daerah bertanggung jawab ditunjuk oleh kepala daerah. Daerah. kepada Kepala Daerah. (2) Pembentukan, susunan organisasi dan (7) Apabila Sekretaris Daerah berhalangan Pasal 122 formasi Sekretariat Daerah ditetapkan melaksanakan tugasnya, tugas Sekretaris (1) Sekretaris Daerah diangkat dari pegawai dengan Peraturan Daerah s esuai Daerah dilaksanakan oleh pejabat yang negeri sipil yang memenuhi persyaratan. dengan pedoman yang ditetapkan oleh ditunjuk oleh Kepala Daerah. (2) Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud Menteri Dalam Negeri. pada ayat (1) untuk provinsi diangkat dan (3) Peraturan Daerah yang dimaksud diberhentikan oleh Presiden atas usul dalam ayat (2) pasal ini, berlaku Gubernur sesuai dengan peraturan sesudah ada pengesahan pejabat yang Pasal 62 perundang-undangan. berwenang, (1) Dinas Daerah adalah unsur pelaksana (3) Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud Pemerintah Daerah. pada ayat (1) untuk kabupaten/kota diangkat (2) Dinas dipimpin oleh seorang Kepala Dinas dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul

Pasal 48 yang diangkat oleh Kepala Daerah dari Bupati/Walikota sesuai dengan peraturan (1) Sekretariat Daerah dipimpin oleh Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat perundang-undangan. seorang Sekretaris Daerah. atas usul Sekretaris Daerah. (4) Sekretaris Daerah karena kedudukannya (2) Sekretaris Daerah Tingkat I diangkat (3) Kepala Dinas bertanggung jawab kepada sebagai pembina pengawai negeri sipil di oleh Menteri Dalam Negeri dari Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. daerahnya. Pegawai Negeri yang memenuhi pers yaratan atas usul Gubernur Kepala Pasal 63 Pasal 123 Daerah setelah mendengar Penyelenggaraan wewenang yang dilimpahkan (1) Sekretariat DPRD dipimpin oleh Sekretaris pertimbangan Pimpinan Dewan oleh Pemerintah kepada Gubernur selaku wakil DPRD. Perwakilan Rakyat Daerah. Pemerintah dalam rangka dekonsentrasi, (2) Sekretaris DPRD sebagaimana dimaksud (3) Sekretaris Daerah tingkat II diangkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur Kepala Daerah atas dilaksanakan oleh Dinas Propinsi. oleh Gubernur/Bupati/Walikota dengan nama Menteri Dalam Negeri dari persetujuan DPRD. Pegawai Negeri yang memenuhi Pasal 64 (3) Sekretaris DPRD mempunyai tugas: pers yaratan atas usul (1) Penyelenggaraan bidang pemerintahan yang a. menyelenggarakan administrasi Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah menjadi wewenang Pemerintah, kesekretariatan DPRD; setelah mendengar pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, b. menyelenggarakan administrasi Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan oleh instansi vertikal. keuangan DPRD; Daerah. (2) Pembentukan, susunan organisasi, formasi, c. mendukung pelaksanaan tugas dan (4) Persyaratan dan tatacara pelaksanaan dan tata laksananya, sebagaimana dimaksud fungsi DPRD; dan ketentuan yang dimaksud dalam ayatpada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan d. menyediakan dan mengkoordinasi ayat (2) dan (3) pasal ini diatur dengan Presiden. tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD Peraturan Menteri Dalam Negeri. dalam melaksanakan fungsinya sesuai (5) Apabila Sekretaris Daerah Pasal 65 dengan kemampuan keuangan daerah. berhalangan menjalankan tugasnya, Di Daerah dapat dibentuk lembaga teknis sesuai (4) Sekretaris DPRD dalam menyediakan maka tugas Sekretaris Daerah dengan kebutuhan Daerah. tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada dijalankan oleh pejabat yang ditunjuk ayat (3) huruf d wajib meminta oleh Kepala Daerah. Pasal 66 pertimbangan pimpinan DPRD. (1) Kecamatan merupakan perangkat Daerah (5) Sekretaris DPRD dalam melaksanakan Pasal 49 Kabupaten dan Daerah Kota yang dipimpin tugasnya secara teknis operasional berada (1) Dinas Daerah adalah unsur pelaksana oleh Kepala Kecamatan. dibawah dan bertanggung jawab kepada Pemerintah Daerah. (2) Kepala Kecamatan disebut Camat. pimpinan DPRD dan secara administratif (2) Pembentukan susunan organisasi dan (3) Camat diangkat oleh Bupati/Walikota atas bertanggung jawab kepada kepala daerah formasi Dinas Daerah ditetapkan usul Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota dari melalui Sekretaris Daerah. dengan Peraturan Daerah sesuai Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat. (6) Susunan organisasi sekretariat DPRD dengan pedoman yang ditetapkan oleh (4) Camat menerima pelimpahan sebagian ditetapkan dalam peraturan daerah Menteri Dalam Negeri. kewenangan pemerintahan dari berpedoman pada Peraturan Pemerintah. (3) Peraturan Daerah yang dimaksud Bupati/Walikota. dalam ayat (2) pasal ini, berlaku (5) Camat bertanggung jawab kepada Bupati Pasal 124 sesudah ada pengesahan pejabat yang atau Walikota. (1) Dinas daerah merupakan unsur pelaksana berwenang. (6) Pembentukan Kecamatan ditetapkan dengan otonomi daerah. Peraturan Daerah. (2) Dinas daerah dipimpin oleh kepala dinas Pasal 50 yang diangkat dan diberhentikan oleh (1) Pengangkatan, pemberhentian, Pasal 67 kepala daerah dari pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris pemberhentian sementara, gaji, (1) Kelurahan merupakan perangkat Kecamatan pensiun, uang tunggu, dan hal-hal lain yang dipimpin oleh Kepala Kelurahan. Daerah.

mengenai kedudukan hukum Pegawai (2) Kepala Kelurahan disebut Lurah. (3) Kepala dinas daerah bertanggung jawab Daerah, diatur dengan Peraturan (3) Lurah diangkat dari Pegawai Negeri Sipil kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah sesuai dengan pedoman yang yang memenuhi syarat oleh Walikota/Bupati Daerah. ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. atas usul Camat. (2) Peraturan Daerah yang dimaksud (4) Lurah menerima pelimpahan sebagian Pasal 125 dalam ayat (1) pasal ini, berlaku kewenangan pemerintahan dari Camat. (1) Lembaga teknis daerah merupakan unsur sesudah ada pengesahan pejabat (5) Lurah bertanggung jawab kepada Camat. pendukung tugas kepala daerah dalam yang berwenang. (6) Pembentukan Kelurahan ditetapkan dengan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan Peraturan Daerah. daerah yang bersifat spesifik berbentuk Pasal 51 badan, kantor, atau rumah sakit umum (1) Pegawai Negeri dari sesuatu Pasal 68 daerah. Departemen dapat diperbantukan atau (1) Susunan organisasi perangkat Daerah (2) Badan, kantor atau rumah sakit umum dipekerjakan kepada Daerah, dengan ditetapkan dengan Peraturan Daerah sesuai daerah sebagaimana dimaksud pada ayat Keputusan Menteri atas permintaan dengan pedoman yang ditetapkan (1) dipimpin oleh kepala badan, kepala Kepala Daerah yang bersangkutan. Pemerintah. kantor, atau kepala rumah sakit umum (2) Dalam Keputusan yang dimaksud (2) Formasi dan persyaratan jabatan perangkat daerah yang diangkat oleh kepala daerah dalam ayat (1) pasal ini, diatur syarat Daerah ditetapkan dengan Keputusan dari pegawai negeri sipil yang memenuhi dan hubungan kerja Pegawai Negeri Kepala Daerah sesuai dengan pedoman syarat atas usul Sekretaris Daerah. yang bersangkutan dengan perangkat yang ditetapkan Pemerintah. (3) Kepala badan, kantor, atau rumah sakit Daerah sepanjang diperlukan. umum daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 75 ayat (2) bertanggung jawab kepada kepala Pasal 52 Norma, standar, dan prosedur mengenai daerah melalui Sekretaris Daerah. (1) Pegawai Daerah Tingkat I dapat pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, diperbantukan atau dipekerjakan penetapan pensiun, gaji, tunjangan, Pasal 126 kepada Daerah Tingkat II dengan kesejahteraan, hak, dan kewajiban, serta *9621 (1) Kecamatan dibentuk di wilayah Keputusan Kepala Daerah Tingkat I, kedudukan hukum Pegawai Negeri Sipil di Daerah kabupaten/kota dengan Perda berpedoman atas permintaan Kepala Daerah dan Pegawai Negeri Sipil Daerah, ditetapkan pada Peraturan Pemerintah. Tingkat II yang bersangkutan. dengan peraturan perundang-undangan. (2) Kecamatan sebagaimana dimaksud pada (2) Dalam Keputusan yang dimaksud ayat (1) dipimpin oleh camat yang dalam dalam ayat (1) pasal ini, diatur syarat Pasal 76 pelaksanaan tugasnya memperoleh dan hubungan kerja Pegawai Daerah Daerah mempunyai kewenangan untuk pelimpahan sebagian wewenang bupati atau yang bersangkutan dengan perangkat melakukan pengangkatan, pemindahan, walikota untuk menangani sebagian urusan Daerah Tingkat II sepanjang pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, otonomi daerah. diperlukan. tunjangan, dan kesejahteraan pegawai, serta (3) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada pendidikan dan pelatihan sesuai dengan ayat (2) camat juga menyelenggarakan Pasal 53 kebutuhan dan kemampuan Daerah yang tugas umum pemerintahan meliputi: Semua pegawai, baik Pegawai Negeri ditetapkan dengan Peraturan Daerah, a. mengkoordinasikan kegiatan pemmaupun Pegawai Daerah, yang berdasarkan peraturan perundang-undangan. berdayaan masyarakat; diperbantukan atau dipekerjakan kepada b. mengkoordinasikan upaya pesesuatu Daerah berada di bawah pimpinan Pasal 77 nyelenggaraan ketentraman dan Kepala Daerah yang bersangkutan. Pemerintah Wilayah Propinsi melakukan ketertiban umum; pengawasan pelaksanaan administrasi c. mengkoordinasikan penerapan dan Pasal 54 kepegawaian dan karir pegawai di wilayahnya penegakan peraturan perundang(1) Pembinaan kepegawaian terhadap sesuai dengan peraturan perundang-undangan. undangan; Pegawai Daerah di atur oleh Kepala d. mengkoordinasikan pemeliharaan Daerah sesuai dengan peraturan prasarana dan fasilitas pelayanan

perundang-undangan yang berlaku. (2) Pembinaan kepegawaian terhadap Pegawai Negeri yang diperbantukan atau dipekerjakan kepada Daerah di atur dengan peraturan perundangundangan. Pasal 85 (1) Dalam menjalankan tugasnya, Kepala Instansi Vertikal berada dibawah kordinasi Kepala Wilayah yang bersangkutan. (2) Pelaksanaan ketentuan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

umum; e. mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan; f. membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan; g. melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan. (4) Camat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul sekretaris daerah kabupaten/kota dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (5) Camat dalam menjalankan tugastugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dibantu oleh perangkat kecamatan dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah kabupaten/kota. (6) Perangkat kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bertanggung jawab kepada camat. (7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) ditetapkan dengan peraturan bupati atau walikota dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Pasal 127 (1) Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah. (2) Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh lurah yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota. (3) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) lurah mempunyai tugas: a. pelaksanaan kegiatan pemerintahan kelurahan; b. pemberdayaan masyarakat;

(4)

(5)

(6) (7) (8)

(9)

c. pelayanan masyarakat; d. penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum; dan e. pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum. Lurah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Camat dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Lurah bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Camat. Lurah dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibantu oleh perangkat kelurahan. Perangkat kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) bertanggung jawab kepada Lurah. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas Lurah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat dibentuk lembaga lainnya sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan dengan Perda. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) ditetapkan dengan peraturan bupati atau walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 128 (1) Susunan organisasi perangkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dalam Perda dengan memperhatikan faktorfaktor tertentu dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. (2) Pengendalian organisasi perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah untuk provinsi dan oleh Gubernur untuk kabupaten/kota dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

(3) Formasi dan persyaratan jabatan perangkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Pasal 129 (1) Pemerintah melaksanakan pembinaan manajemen pegawai negeri sipil daerah dalam satu kesatuan penyelenggaraan manajemen pegawai negeri sipil secara nasional. (2) Manajemen pegawai negeri sipil daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penetapan formasi, pengadaan, pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan, kesejahteraan, hak dan kewajiban kedudukan hukum, pengembangan kompetensi, dan pengendalian jumlah. Pasal 130 (1) Pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dari dan dalam jabatan eselon II pada pemerintah daerah provinsi ditetapkan oleh Gubernur. (2) Pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dari dan dalam jabatan eselon II pada pemerintah daerah kabupaten/kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota setelah berkonsultasi kepada Gubernur. Pasal 131 (1) Perpindahan pegawai negeri sipil antar kabupaten/kota dalam satu provinsi ditetapkan oleh Gubernur setelah memperoleh pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara. (2) Perpindahan pegawai negeri sipil antar kabupaten/kota antar provinsi, dan antar provinsi ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setelah memperoleh pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara.

(3) Perpindahan pegawai negeri sipil provinsi/kabupaten/kota ke departemen/lembaga pemerintah non departemen atau sebaliknya, ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setelah memperoleh pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara. Pasal 132 Penetapan formasi pegawai negeri sipil daerah provinsi/ kabupaten/kota setiap tahun anggaran dilaksanakan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara atas usul Gubernur. Pasal 133 Pengembangan karir pegawai negeri sipil daerah mempertimbangkan integritas dan moralitas, pendidikan dan pelatihan, pangkat, mutasi jabatan, mutasi antar daerah, dan kompetensi. Pasal 134 (1) Gaji dan tunjangan pegawai negeri sipil daerah dibebankan pada APBD yang bersumber dari alokasi dasar dalam dana alokasi umum. (2) Penghitungan dan penyesuaian besaran alokasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akibat pengangkatan, pemberhentian, dan pemindahan pegawai negeri sipil daerah dilaksanakan setiap tahun. (3) Penghitungan alokasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah. (4) Pemerintah melakukan pemutakhiran data pengangkatan, pemberhentian, dan pemindahan pegawai negeri sipil daerah untuk penghitungan dan penyesuaian alokasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Pasal 135 (1) Pembinaan dan pengawasan manajemen pegawai negeri sipil daerah

dikoordinasikan pada tingkat nasional oleh Menteri Dalam Negeri dan pada tingkat daerah oleh Gubernur. (2) Standar, norma, dan prosedur pembinaan dan pengawasan manajemen pegawai negeri sipil daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 17 Peraturan Daerah Pasal 38 Pasal 69 Pasal 136 Dalam UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No.32 dan Peraturan Kepala Daerah dengan persetujuan Dewan Kepala Daerah menetapkan Peraturan Daerah (1) Perda ditetapkan oleh kepala daerah Tahun 2004 disebutkan bahwa Perda dibentuk Kepala Daerah Perwakilan Rakyat Daerah menetapkan atas persetujuan DPRD dalam rangka setelah mendapat persetujuan bersama dalam rangka penyelenggaraan Otonomi . Peraturan Daerah. penyelenggaraan Otonomi Daerah dan DPRD. Daerah, dan dalam UU No.32 Tahun 2004 Pasal 39 penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang(2) Perda dibentuk dalam rangka disebutkan secara rinci mengenai asas dan (1) Peraturan Daerah dan atau Keputusan undangan yang lebih tinggi. penyelenggaraan otonomi daerah materi pembuatan suatu peraturan Daerah Kepala Daerah tidak boleh bertentangan provinsi/ kabupaten/kota dan tugas dengan kepentingan umum dan Pasal 70 pembantuan. peraturan perundang-undangan atau Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan (3) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat Peraturan Daerah yang lebih tinggi dengan kepentingan umum, Peraturan Daerah (1) merupakan penjabaran lebih lanjut tingkatannya. lain dan peraturan perundang-undangan yang dari peraturan perundang-undangan yang (2) Peraturan Daerah tidak boleh mengatur lebih tinggi. lebih tinggi dengan memperhatikan ciri sesuatu hal yang telah diatur dalam khas masing-masing daerah. peraturan perundang-undangan atau Pasal 71 (4) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat Peraturan Daerah yang lebih tinggi (1) Peraturan Daerah dapat memuat ketentuan (1) dilarang bertentangan dengan tingkatannya. tentang pembebanan biaya paksaan kepentingan umum dan/atau peraturan (3) Peraturan Daerah tidak boleh mengatur penegakan hukum, seluruhnya atau perundang-undangan yang lebih tinggi. sesuatu hal yang termasuk urusan sebagian kepada pelanggar. (5) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat rumah tangga Daerah tingkat bawahnya. (2) Peraturan Daerah dapat memuat ancaman (1), berlaku setelah diundangkan dalam pidana kurungan paling lama enam bulan lembaran daerah. Pasal 40 atau denda sebanyak-banyaknya (1) Peraturan Daerah diundangkan Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dengan Pasal 137 dengan menempatkannya dalam atau tidak merampas barang tertentu untuk Perda dibentuk berdasarkan pada asas Lembaran Daerah yang bersangkutan. Daerah, kecuali jika ditentukan lain dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang (2) Peraturan Daerah mempunyai peraturan perundang-undangan. meliputi: kekuatan hukum dan mengikat setelah a. kejelasan tujuan; diundangkan dalam Lembaran Daerah Pasal 72 b. kelembagaan atau organ pembentuk yang yang bersangkutan. (1) Untuk melaksanakan Peraturan Daerah dan tepat; (3) Peraturan Daerah yang tidak atas kuasa peraturan perundang-undangan c. kesesuaian antara jenis dan materi memerlukan pengesahan mulai lain yang berlaku, Kepala Daerah muatan; berlaku pada tanggal yang ditentukan menetapkan keputusan Kepala Daerah. d. dapat dilaksanakan; dalam Peraturan Daerah yang (2) Keputusan, sebagaimana dimaksud pada e. kedayagunaan dan kehasilgunaan; bersangkutan. ayat (1), tidak boleh bertentangan dengan f. kejelasan rumusan; dan (4) Peraturan Daerah yang memerlukan kepentingan umum, peraturan daerah, dan g. keterbukaan. pengesahan mulai berlaku pada peraturan perundang-undangan yang lebih tanggal pengundangannya atau pada tinggi. tanggal yang ditentukan dalam Peraturan Daerah yang bersangkutan.

(5) Peraturan Daerah yang memerlukan pengesahan tidak boleh diundangkan Pasal 73 Pasal 138 sebelum pengesahan itu diperoleh (1) Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala (1) Materi muatan Perda mengandung asas: atau sebelum jangka waktu yang Daerah yang bersifat mengatur diundangkan a. pengayoman; ditentukan untuk pengesahannya dengan menempatkannya dalam Lembaran b. kemanusiaan; berakhir. Daerah. c. kebangsaan; (2) Ketentuan, sebagaimana dimaksud pada d. kekeluargaan; Pasal 41 ayat (1), mempunyai kekuatan hukum dan e. kenusantaraan; (1) Peraturan Daerah Tingkat I dan mengikat setelah diundangkan dalam f. bhineka tunggal ika; Peraturan Daerah Tingkat II dapat Lembaran Daerah. g. keadilan; memuat ketentuan ancaman pidana Pasal 74 h. kesamaan kedudukan dalam hukum kurungan selama-lamanya 6 (enam) (1) Penyidikan dan penuntutan terhadap dan pemerintahan; bulan atau denda sebanyak-banyaknya pelanggaran atas ketentuan Peraturan i. ketertiban dan kepastian hukum; Rp.50.000,-(Limapuluh ribu- rupiah) Daerah dilakukan oleh pejabat penyidik dan dan/atau dengan atau tidak dengan merampas penuntut sesuai dengan peraturan j. keseimbangan, keserasian, dan barang tertentu untuk Negara, kecuali perundang-undangan. keselarasan. jika ditentukan lain dalam peraturan (2) Dengan Peraturan Daerah dapat juga (2) Selain asas sebagaimana dimaksud pada ayat perundang-undangan. ditunjuk pejabat lain yang diberi tugas untuk (1), Perda dapat memuat asas lain sesuai (2) Peraturan Daerah yang dimaksud melakukan penyidikan terhadap pelanggaran dengan substansi Perda yang bersangkutan. dalam ayat (1) pasal ini, berlaku atas ketentuan Peraturan Daerah. sesudah ada pengesahan pejabat yang Pasal 139 berwenang. Pasal 114 (1) Masyarakat berhak memberikan masukan (3) Tindak pidana yang dimaksud dalam (1) Pemerintah dapat membatalkan Peraturan secara lisan atau tertulis dalam rangka ayat (1) pasal ini adalah pelanggaran. Daerah dan Keputusan Kepala Daerah penyiapan atau pembahasan rancangan yang bertentangan dengan kepentingan Perda. Pasal 42 umum atau peraturan perundang- (2) Persiapan pembentukan, pembahasan, dan (1) Peraturan Daerah dapat memuat undangan yang lebih tinggi dan/atau pengesahan rancangan Perda berpedoman ketentuan tentang pembebanan biaya peraturan perundang-undangan lainnya. kepada peraturan perundang-undangan. paksaan penegakan hukum, (2) Keputusan pembatalan Peraturan Daerah seluruhnya atau sebagian kepada dan Keputusan Kepala Daerah, Pasal 140 pelanggar. sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (1) Rancangan Perda dapat berasal dari DPRD, (2) Peraturan Daerah yang dimaksud diberitahukan kepada Daerah yang Gubernur, atau Bupati/Walikota. dalam ayat (1) pasal ini, berlaku bersangkutan dengan menyebutkan (2) Apabila dalam satu masa sidang, DPRD dan sesudah ada pengesahan pejabat yang alasan-alasannya. Gubernur atau Bupati/Walikota berwenang. (3) Selambat-lambatnya satu minggu setelah menyampaikan rancangan Perda mengenai keputusan pembatalan Peraturan Daerah materi yang sama maka yang dibahas Pasal 43 dan Keputusan Kepala Daerah, adalah rancangan Perda yang disampaikan (1) Penyidikan dan penuntutan terhadap sebagaimana dimaksud pada ayat (2), oleh DPRD, sedangkan rancangan Perda pelanggaran atas ketentuan-ketentuan Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala yang disampaikan Gubernur atau Peraturan Daerah, dilakukan oleh alatDaerah tersebut dibatalkan Bupati/Walikota digunakan sebagai bahan alat penyidik dan penuntut sesuai pelaksanaannya. untuk dipersandingkan. dengan peraturan perundang- (4) Daerah yang tidak dapat menerima (3) Tata cara mempersiapkan rancangan Perda undangan yang berlaku. keputusan pembatalan Peraturan Daerah yang berasal dari Gubernur atau (2) Dengan Peraturan Daerah dapat dan Keputusan Kepala Daerah, Bupati/Walikota diatur dengan Peraturan Presiden. ditunjuk Pegawai-pegawai Daerah yang diberi tugas untuk melakukan dapat mengajukan keberatan kepada sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

penyidikan terhadap pelanggaran atas Mahkamah Agung setelah mengajukannya Pasal 141 ketentuan-ketentuan Peraturan kepada Pemerintah. (1) Rancangan Perda disampaikan oleh anggota, Daerah. komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani Pasal 44 bidang legislasi. (1) Bentuk Peraturan Daerah ditentukan (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara oleh Menteri Dalam Negeri.\ mempersiapkan rancangan Perda (2) Peraturan Daerah ditandatangani oleh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur Kepala Daerah dan ditandatangani dalam Peraturan Tata Tertib DPRD. serta oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pasal 142 (1) Penyebarluasan rancangan Perda yang Pasal 45 berasal dari DPRD dilaksanakan oleh Kepala Daerah dapat menetapkan Keputusan sekretariat DPRD. Kepala Daerah untuk melaksanakan (2) Penyebarluasan rancangan Perda yang Peraturan Daerah atau urusan-urusan dalam berasal dari Gubernur, atau Bupati/Walikota rangka tugas pembantuan. dilaksanakan oleh sekretariat daerah. Pasal 68 Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditentukan bahwa Peraturar. Daerah dan Keputusan Kepala Daerah mengenai hal-hal tertentu, baru berlaku sesudah ada pengesahan pejabat yang berwenang. Pasal 69 (1) Peraturan Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah yang memerlukan pengesahan, dapat dijalankan sesudah ada pengesahan pejabat yang berwenang, atau apabila setelah 3 (tiga) bulan sejak diterimanya Peraturan Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah tersebut, pejabat yang berwenang tidak mengambil sesuatu keputusan. (2) Jangka waktu 3 (tiga) bulan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, oleh pejabat yang berwenang dapat diperpanjang 3 (tiga) bulan lagi, dengan memberitahukannya kepada Pemerintah Daerah yang bersangkutan sebelum jangka waktu yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berakhir. (3) Penolakan pengesahan Peraturan Daerah dan atau Keputusan Kepala Pasal 143 (1) Perda dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan penegakan hukum, seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar sesuai dengan peraturan perundangan. (2) Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda edspaling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). (3) Perda dapat memuat ancaman pidana atau denda selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan yang diatur dalam peraturan perundangan lainnya. Pasal 144 (1) Rancangan Perda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Gubernur atau Bupati/Walikota untuk ditetapkan sebagai Perda. (2) Penyampaian rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. (3) Rancangan Perda sebagaimana dimaksud

Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, oleh pejabat yang berwenang diberitahukan kepada Pemerintah Daerah yang bersangkutan disertai alasan-alasannya. (4) Terhadap penolakan pengesahan yang dimaksud dalam ayat (3) pasal ini, Daerah yang bersangkutan dalam waktu 1 (satu) bulan terhitung mulai saat pemberitahuan penolakan pengesahan itu diterima, dapat mengajukan keberatan kepada pejabat setingkat lebih atas dari pejabat yang menolak. (1) Peraturan Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan perundang-undangan atau Peraturan Daerah tingkat atasnya ditangguhkan berlakunya atau dibatalkan oleh pejabat yang berwenang. (2) Apabila Gubernur Kepala Daerah tidak menjalankan haknya untuk menangguhkan atau membatalkan Peraturan Daerah Tingkat II dan atau Keputusan Kepala Daerah Tingkat II sesuai dengan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, maka penangguhannya dan atau pembatalannya dapat dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri. (3) Pembatalan Peraturan Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah yang dimaksud dalam ayat-ayat (1) dan (2) pasal ini, karena bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan perundang-undangan atau Peraturan Daerah Tingkat atasnya, mengakibatkan batalnya semua akibat dari Peraturan Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah yang dimaksud, sepanjang masih dapat dibatalkan. (4) Keputusan penangguhan atau pembatalan yang dimaksud dalam ayatayat (1) dan (2) pasal ini, disertai alasan-

pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan tersebut disetujui bersama. (4) Dalam hal rancangan Perda tidak ditetapkan Gubernur atau Bupati/Walikota dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) rancangan Perda tersebut sah menjadi Perda dan wajib diundangkan dengan memuatnya dalam lembaran daerah. (5) Dalam hal sahnya rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (4), rumusan kalimat pengesahannya berbunyi, Perda ini dinyatakan sah, dengan mencantumkan tanggal sahnya. Pasal 70 (6) Kalimat pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus dibubuhkan pada halaman terakhir Perda sebelum pengundangan naskah Perda ke dalam lembaran daerah. Pasal 145 (1) Perda disampaikan kepada Pemerintah paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan. (2) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundangundangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh Pemerintah. (3) Keputusan pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala daerah harus memberhentikan pelaksanaan Perda dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerah mencabut Perda dimaksud. (5) Apabila provinsi/kabupaten/kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan, kepala daerah dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah

alasannya diberitahukan kepada Kepala Daerah yang bersangkutan dalam jangka waktu 2 (dua) minggu sesudah tanggal keputusan itu. (5) Lamanya penangguhan yang dinyatakan dalam Keputusan yang dimaksud dalam ayat (4) pasal ini, tidak boleh melebihi 6 (enam) bulan dan sojak saat penangguhannya, Peraturan Daerah dan atau Keputusan Kepala Daerah yang bersangkutan kehilangan kakuatan berlakunya. (6) Jika dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah pcnangguhan itu tidak disusul dengan keputusan pembatalannya, maka Peraturan Daerah dan atau Keputusan-Kepala Daerah itu memperolah kembali kekuatan berlakunya. (7) Keputusan mengenai pembatalan yang dimaksud dalam ayat-ayat (4) dan (6) pasal ini, diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan atau Lembaran Daerah yang bersangkutan. Pasal 65 (1) Beberapa Pemerintah Daerah dapat menetapkan Peraturan Bersama untuk mengatur kepentingan Daerahnya secara bersama-sama. (2) Peraturan Bersama yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, demikian pula mengenai perubahan dan pencabutannya, berlaku sesudah ada pengesahan pejabat yang berwenang. (3) Dalam hal tidak tercapai kata sepakat mengenai perubahan dan atau pencabutan yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, maka pejabat yang berwenang mengambil keputusan. (4) Menteri Dalam Negeri menetapkan Peraturan untuk melancarkan pelaksanaan kerjasama antar Pemerintah Daerah.

Agung. (6) Apabila keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dikabulkan sebagian atau seluruhnya, putusan Mahkamah Agung tersebut menyatakan Peraturan Presiden menjadi batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum. (7) Apabila Pemerintah tidak mengeluarkan Peraturan Presiden untuk membatalkan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Perda dimaksud dinyatakan berlaku. Pasal 146 (1) Untuk melaksanakan Perda dan atas kuasa peraturan perundang-undangan, kepala daerah menetapkan peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah. (2) Peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, Perda, dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Pasal 147 (1) Perda diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah diundangkan dalam Berita Daerah. (2) Pengundangan Perda dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah dalam Berita Daerah dilakukan oleh Sekretaris Daerah. (3) Pemerintah daerah wajib menyebarluaskan Perda yang telah diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Peraturan Kepala Daerah yang telah diundangkan dalam Berita Daerah.

18 Polisi Pamong Praja Pasal 86

Pasal 120 Pasal 148 Dalam UU No.32 Tahun 2004 disebutkan (1) Untuk membantu Kepala Wilayah (1) Dalam rangka menyelenggarakan (1) Untuk membantu kepala daerah dalam bahwa anggota dari satua Polisi Pamong dalam menyelenggarakan ketenteraman dan ketertiban umum serta menegakkan Perda dan penyelenggaraan Praja dapat diangkat sebagai penyidik pemerintahan umum diadakan untuk menegakkan Peraturan Daerah ketertiban umum dan ketentraman masyarakat pegawai negeri sipil. satuan Polisi Pamong Praja. dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja. (2) Kedudukan, tugas, hak dan sebagai perangkat Pemerintah Daerah. (2) Pembentukan dan susunan organisasi Satuan wewenang Polisi Pamong Praja yang (2) Susunan organisasi, formasi, kedudukan, Polisi Pamong Praja sebagaimana dimaksud dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, wewenang, hak, tugas, dan kewajiban Polisi pada ayat (1) berpedoman pada Peraturan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pamong Praja ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. (3) Susunan organisasi dan formasi Daerah, sesuai dengan ketentuan yang satuan Polisi Pamong Praja yang ditetapkan oleh Pemerintah. Pasal 149 dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, (1) Anggota Satuan Polisi Pamong Praja dapat ditetapkan oleh Menteri Dalam diangkat sebagai penyidik pegawai negeri sipil Negeri. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Penyidikan dan penuntutan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda dilakukan oleh pejabat penyidik dan penuntut umum sesuai dengan peraturan perundangundangan. (3) Dengan Perda dapat juga ditunjuk pejabat lain yang diberi tugas untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda.

19

Perencanaan Pembangunan Daerah

Pasal 150 (1) Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah disusun perencanaan pembangunan

daerah sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. (2) Perencanaan pembangunan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh pemerintahan daerah provinsi, kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya yang dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. (3) Perencanaan pembangunan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disusun secara berjangka meliputi: a. Rencana pembangunan jangka panjang daerah disingkat dengan RPJP daerah untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun yang memuat visi, misi, dan arah pembangunan daerah yang mengacu

kepada RPJP nasional; b. Rencana pembangunan jangka menengah daerah yang selanjutnya disebut RPJM daerah untuk jangka waktu 5 (lima) tahun merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah yang penyusunannya berpedoman kepada RPJP daerah dengan memperhatikan RPJM nasional; c. RPJM daerah sebagaimana dimaksud pada huruf b memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif; d. Rencana kerja pembangunan daerah, selanjutnya disebut RKPD, merupakan penjabaran dari RPJM daerah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, yang memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat, dengan mengacu kepada rencana kerja Pemerintah; e. RPJP daerah dan RJMD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan b ditetapkan dengan Perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Pasal 151 (1) Satuan kerja perangkat daerah menyusun rencana stratregis yang selanjutnya disebut Renstra-SKPD memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsinya, berpedoman pada RPJM Daerah dan bersifat indikatif. (2) Renstra-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirumuskan dalam bentuk rencana kerja satuan kerja perangkat

daerah yang memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Pasal 152 (1) Perencanaan pembangunanan daerah didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. (2) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup: a. penyelenggaraan pemerintahan daerah; b. organisasi dan tata laksana pemerintahan daerah; c. kepala daerah, DPRD, perangkat daerah, dan PNS daerah; d. keuangan daerah; e. potensi sumber daya daerah; f. produk hukum daerah; g. kependudukan; h. informasi dasar kewilayahan; dan i. informasi lain terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah. (3) Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, untuk tercapainya daya guna dan hasil guna, pemanfaatan data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikelola dalam sistem informasi daerah yang terintegrasi secara nasional. Pasal 153 Perencanaan pembangunan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan. Pasal 154 Tahapan, tata cara penyusunan, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah yang berpedoman pada perundangundangan.

- Pasal 155 20 Keuangan Daerah Pasal 62 Pasal 78 (1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang (1) Kepala Daerah menyelenggarakan (1) Penyelenggaraan tugas Pemerintah Daerah menjadi kewenangan daerah didanai dari dan pengurusan, pertanggungjawaban, dan dan DPRD dibiayai dari dan atas beban atas beban anggaran pendapatan dan belanja pengawasan keuangan Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. daerah. berdasarkan Peraturan Daerah dan (2) Penyelenggaraan tugas Pemerintah di (2) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang peraturan perundang-undangan yang Daerah dibiayai dari dan atas beban menjadi kewenangan Pemerintah di daerah lebih tinggi. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. didanai dari dan atas beban anggaran (2) Uang Daerah disimpan pada Kas pendapatan dan belanja negara. Daerah atau Bank Pembangunan (3) Administrasi pendanaan penyelenggaraan Daerah. urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud (3) Selama belum ada Kas Daerah atau pada ayat (1) dilakukan secara terpisah dari Bank Pembangunan Daerah, atas administrasi pendanaan penyelenggaraan urusan permintaan Pemerintah Daerah, Menteri pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat Keuangan dapat menugaskan Kas (2). Negara atau Bank Pemerintah tertentu untuk melaksanakan pekerjaan Pasal 156 mengenai penerimaan, penyimpanan, (1) Kepala daerah adalah pemegang kekuasaan pembayaran atau penyerahan uang, pengelolaan keuangan daerah. surat bernilai uang dan atau barang (2) Dalam melaksanakan kekuasaan sebagaimana untuk kepentingan Daerah. dimaksud pada ayat (1), kepala daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya yang berupa perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban, serta pengawasan keuangan daerah kepada para pejabat perangkat daerah. (3) Pelimpahan sebagian atau seluruh kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada prinsip pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan yang menerima/mengeluarkan uang. 21 Pendapatan, Pasal 55 Pasal 79 Pasal 157 Terdapat perbedaan dalam pengaturan Belanja, dan Sumber pendapatan Daerah adalah : Sumber pendapatan Daerah terdiri atas: Sumber pendapatan daerah terdiri atas: mengenai sumber pendapatan daerah dalam Pembiayaan Daerah a. Pendapatan asli Daerah sendiri, yang a. pendapatan asli Daerah, yaitu : a. pendapatan asli daerah yang selanjutnya UU No.22 Tahun 1999 dan UU No.32 Tahun terdiri dari : 1. hasil pajak Daerah; disebut PAD, yaitu: 2004 ditambahkan bahwa sumber pendapatan 1. hasil pajak Daerah ; 2. hasil retribusi Daerah; 1. hasil pajak daerah; daerah berasal dari dana perimbangan dan 2. hasil retribusi Daerah ; 3. hasil perusahaan milik Daerah, dan hasil 2. hasil retribusi daerah; pinjaman daerah (UU N0 22 Tahun 1999, 3. hasil perusahaan Daerah ; pengelolaan kekayaan Daerah yang 3. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang untuk pinjaman daerah tidak disebutkan dalam 4. lain-lain hasil usaha Daerah yang dipisahkan; dan dipisahkan; dan UU No.32 Tahun 2004) sah. b. lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah; 4. lain-lain PAD yang sah; Dalam UU No.32 tahun 2004. diatur lebih b. Pendapatan berasal dari pemberian c. dana perimbangan; b. dana perimbangan; dan terperinci mengenai Dana Alokasi Umum dan

Pemerintah yang terdiri dari : d. pinjaman Daerah; dan c. lain-lain pendapatan daerah yang sah. Dana Alokasi Khusus 1. sumbangan dari Pemerintah; e. lain-lain pendapatan Daerah yang sah. 2. sumbangan-sumbangan lain, yang Pasal 158 diatur dengan peraturan perundang- Pasal 80 (1) retribusi daerah ditetapkan dengan Undangundangan ; (1) Dana perimbangan, sebagaimana Undang yang pelaksanaannya di daerah diatur c. Lain-lain pendapatan yang sah. dimaksud dalam Pasal 79, terdiri atas: lebih lanjut dengan Perda. a. bagian Daerah dari penerimaan Pajak (2) Pemerintahan daerah dilarang melakukan Pasal 56 Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan pungutan atau dengan sebutan lain di luar Dengan Undang-undang sesuatu pajak Hak atas Tanah dan Bangunan, dan yang telah ditetapkan undang-undang. Negara dapat diserahkan kepada Daerah. penerimaan dari sumber daya alam; (3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang b. dana alokasi umum; dan dipisahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 c. dana alokasi khusus. Pasal 157 huruf a angka 3 dan lain-lain PAD Perimbangan keuangan antara Pemerintah (2) Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal dan Daerah diatur dengan Undang-undang. dan Bangunan sektor perdesaan, 157 huruf a angka 4 ditetapkan dengan Perda perkotaan, dan perkebunan serta Bea berpedoman pada peraturan perundangPasal 58 Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, undangan. (1) Dengan Undang-undang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf ketentuan pokok tentang pajak dan a, diterima langsung oleh Daerah Pasal 159 retribusi Daerah. penghasil. Dana perimbangan sebagaimana dimaksud dalam (2) Dengan Peraturan Daerah ditetapkan (3) Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi Pasal 157 huruf b terdiri atas: pungutan pajak dan retribusi Daerah. dan Bangunan sektor pertambangan serta a. Dana Bagi Hasil; (3) Peraturan Daerah yang dimaksud dalam kehutanan dan penerimaan dari sumber b. Dana Alokasi Umum; dan ayat (2) pasal ini berlaku sesudah ada daya alam, sebagaimana dimaksud pada c. Dana Alokasi Khusus. pengesahan pejabat yang berwenang, ayat (1) huruf a, diterima oleh Daerah menurut cara yang diatur dalam penghasil dan Daerah lainnya untuk Pasal 160 Undang-undang dan tidak boleh berlaku pemerataan sesuai dengan peraturan (1) Dana Bagi Hasil sebagaimana dimaksud surut. perundang-undangan. dalam Pasal 159 huruf a bersumber dari pajak (4) Pengembalian atau pembebasan pajak (4) Ketentuan lebih lanjut, sebagaimana dan sumber daya alam. Daerah dan atau retribusi Daerah hanya dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (2) Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak dapat dilakukan berdasarkan Peraturan (3), ditetapkan dengan Undang-undang. sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri Daerah. dari: Pasal 81 a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor (1) Pemerintah Daerah dapat melakukan perdesaan, perkotaan, perkebunan, peminjaman dari sumber dalam negeri pertambangan serta kehutanan; dan/atau dari sumber luar negeri untuk b. Bea Perolehan Atas Hak Tanah dan membiayai kegiatan pemerintahan Bangunan (BPHTB) sektor perdesaan, dengan persetujuan DPRD. perkotaan, perkebunan, pertambangan (2) Pinjaman dari dalam negeri diberitahukan serta kehutanan; kepada Pemerintah dan dilaksanakan c. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, Pasal sesuai dengan pedoman yang ditetapkan 25, dan Pasal 29 wajib pajak orang oleh Pemerintah. pribadi dalam negeri. (3) Peminjaman dan sumber dana pinjaman (3) Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber yang berasal dari luar negeri, daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (1) beras al dari: harus mendapatkan persetujuan a. Penerimaan kehutanan yang berasal dari Pemerintah, sesuai dengan ketentuan iuran hak pengusahaan hutan (IHPH),

peraturan perundang-undangan. provisi sumber daya hutan (PSDH) dan (4) Tata cara peminjaman, sebagaimana dana reboisasi yang dihasilkan dari dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), wilayah daerah yang bersangkutan; ditetapkan oleh Pemerintah. b. Penerimaan pertambangan umum yang berasal dari penerimaan iuran tetap Pasal 82 ( landrent ) dan penerimaan iuran (1) Pajak dan retribusi Daerah ditetapkan eksplorasi dan iuran eksploitasi ( royalty ) dengan Undang-undang. yang dihasilkan dari wilayah daerah yang (2) Penentuan tarif dan tata cara bersangkutan; pemungutan pajak dan retribusi Daerah c. Penerimaan perikanan yang diterima ditetapkan dengan Peraturan Daerah secara nasional yang dihasilkan dari sesuai dengan peraturan perundangpenerimaan pungutan pengusahaan undangan. perikanan dan penerimaan pungutan hasil perikanan; d. Penerimaan pertambangan minyak yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan; e. Penerimaan pertambangan gas alam yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan; f. Penerimaan pertambangan panas bumi yang berasal dari penerimaan setoran bagian Pemerintah, iuran tetap dan iuran produksi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan. (4) Daerah penghasil sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri berdasarkan pertimbangan dari menteri teknis terkait. (5) Dasar penghitungan bagian daerah dari daerah penghasil sumber daya alam ditetapkan oleh Menteri Teknis terkait setelah memperoleh pertimbangan Menteri Dalam Negeri. (6) Pelaksanaan ketentuan pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 161 (1) DAU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 huruf b dialokasikan berdasarkan persentase tertentu dari pendapatan dalam negeri neto yang ditetapkan dalam APBN. (2) DAU untuk suatu daerah ditetapkan berdasarkan kriteria tertentu yang menekankan pada aspek pemerataan dan keadilan yang

selaras dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang formula dan penghitungan DAU-nya ditetapkan sesuai Undang-Undang. Pasal 162 (1) Dana Alokasi Khusus (DAK) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 huruf c dialokasikan dari APBN kepada daerah tertentu dalam rangka pendanaan pelaksanaan desentralisasi untuk: a. Mendanai kegiatan khusus yang ditentukan Pemmerintah atas dasar prioritas nasional; b. mendanai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu. (2) Penyusunan kegiatan khusus yang ditentukan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikoordinasikan dengan Gubernur. (3) Penyusunan kegiatan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan setelah dikoordinasikan oleh daerah yang bersangkutan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai DAK diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 163 (1) Pedoman penggunaan, supervisi, monitoring, dan evaluasi atas dana bagi hasil pajak, dana bagi hasil sumber daya alam, DAU, dan DAK diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri. (2) Pengaturan lebih lanjut mengenai pembagian dana perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 huruf b ditetapkan dalam Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Pasal 164 (1) Lain-lain pendapatan daerah yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 huruf c merupakan seluruh pendapatan daerah selain PAD dan dana perimbangan, yang meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan Pemerintah. (2) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

merupakan bantuan berupa uang, barang, dan/atau jasa yang berasal dari Pemerintah, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri. (3) Pendapatan dana darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bantuan Pemerintah dari APBN kepada pemerintah daerah untuk mendanai keperluan mendesak yang diakibatkan peristiwa tertentu yang tidak dapat ditanggulangi APBD. Pasal 165 (1) Keadaan yang dapat digolongkan sebagai peristiwa tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Presiden. (2) Besarnya alokasi dana darurat ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan Menteri Dalam Negeri dan Menteri teknis terkait. (3) Tata cara pengelolaan dan pertanggungjawaban penggunaan dana darurat diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 166 (1) Pemerintah dapat mengalokasikan dana darurat kepada daerah yang dinyatakan mengalami krisis keuangan daerah, yang tidak mampu diatasi sendiri, sehingga mengancam keberadaannya sebagai daerah otonom. (2) Tata cara pengajuan permohonan, evaluasi oleh Pemerintah, dan pengalokasian dana darurat di atur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 167 (1) Belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22. (2) Perlindungan dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak, serta mengembangkan sistem jaminan sosial.

(3) Belanja daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan analisis standar belanja, standar harga, tolok ukur kinerja, dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 168 (1) Belanja kepala daerah dan wakil kepala daerah diatur dalam Perda yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah. (2) Belanja pimpinan dan anggota DPRD diatur dalam Perda yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Pasal 169 (1) Untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah, pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang bersumber dari Pemerintah, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan masyarakat. (2) Pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD dapat menerbitkan obligasi daerah untuk membiayai investasi yang menghasilkan penerimaan daerah. Pasal 170 (1) Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang berasal dari penerusan pinjaman hutang luar negeri dari Menteri Keuangan atas nama Pemerintah setelah memperoleh pertimbangan Menteri Dalam Negeri. (2) Perjanjian penerusan pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan antara Menteri Keuangan dan kepala daerah. Pasal 171 (1) Ketentuan mengenai pinjaman daerah dan obligasi daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah. (2) Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya mengatur tentang: a. persyaratan bagi pemerintah daerah dalam melakukan pinjaman; b. penganggaran kewajiban pinjaman daerah

yang jatuh tempo dalam APBD; c. pengenaaan sanksi dalam hal pemerintah daerah tidak memenuhi kewajiban membayar pinjaman kepada Pemerintah, pemerintah daerah lain, lembaga perbankan, serta lembaga keuangan bukan bank dan masyarakat; d. tata cara pelaporan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman setiap semester dalam tahun anggaran berjalan; e. persyaratan penerbitan obligasi daerah, pembayaran bunga dan pokok obligasi; f. pengelolaan obligasi daerah yang mencakup pengendalian risiko, penjualan dan pembelian obligasi, pelunasan dan penganggaran dalam APBD. Pasal 172 (1) Pemerintah daerah dapat membentuk dana cadangan guna membiayai kebutuhan tertentu yang dananya tidak dapat disediakan dalam satu tahun anggaran. (2) Pengaturan tentang dana cadangan daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. (3) Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurangkurangnya mengatur pers yaratan pembentukan dana cadangan, serta pengelolaan dan pertanggungjawabannya. Pasal 173 (1) Pemerintah daerah dapat melakukan penyertaan modal pada suatu Badan Usaha Milik Pemerintah dan/atau milik swasta. (2) Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditambah, dikurangi, dijual kepada pihak lain, dan/atau dapat dialihkan kepada badan usaha milik daerah. (3) Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

22 Surplus dan Defisit APBD

Pasal 174 Hal ini merupakan materi baru yang tidak (1) Dalam hal APBD diperkirakan surplus, diatur sebelumnya dalam UU No. 5 Tahun penggunaannya ditetapkan dalam Perda tentang APBD. (2) Surplus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan untuk: a. pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo; b. penyertaan modal (investasi daerah); c. transfer ke rekening dana cadangan. (3) Dalam hal APBD diperkirakan defisit, dapat didanai dari sumber pembiayaan daerah yang ditetapkan dalam Perda tentang APBD. (4) Pembiayaan daerah sebagaimana di-maksud pada ayat (3) bersumber dari: a. sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu; b. transfer dari dana cadangan; c. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan d. pinjaman daerah. Pasal 175 (1) Menteri Dalam Negeri melakukan pengendalian defisit anggaran setiap daerah. (2) Pemerintah daerah wajib melaporkan posi-si surplus/defisit APBD kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan setiap semester dalam tahun anggaran berjalan. (3) Dalam hal pemerintah daerah tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah dapat melakukan penundaan atas penyaluran dana perimbangan. 1974 dan UU No.32 tahun 2004

23 Pemberian Insentif dan Kemudahan Investasi

Materi tentang pemberian insentif dan Pasal 83 Pasal 176 kemudahan investasi ada perubahan bahwa (1) Untuk mendorong pemberdayaan Daerah, Pemerintah daerah dalam meningkatkan dalam UU No.32 Tahun 2004 disebutkan Pemerintah memberi insentif fiskal dan perekonomian daerah dapat memberikan insentif bahwa insentif tidak hanya berupa insentif nonfiskal tertentu. dan/atau kemudahan kepada masyarakat fiskal dan non fiskal tetapi dalam (2) Ketentuan, sebagaimana dimaksud pada dan/atau investor yang diatur dalam Perda dengan penjelasannya disebutkan insentif tersebut ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. berupa penyediaan sarana, prasana, dan hal Pemerintah. tersebut diatur dalam Peraturan Daerah tidak lagi dituangkan dalam Peraturan Pemerintah.

24 Pasal 59 BUMD

Pasal 84 Pasal 177 (1) Pemerintah Daerah dapat mengadakan Daerah dapat memiliki Badan Usaha Milik Daerah Pemerintah daerah dapat memiliki BUMD yang Perusahaan Daerah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan pembentukan, penggabungan, pelepasan penyelenggaraan dan pembinaannya dan pembentukannya diatur dengan Peraturan kepemilikan, dan/atau pembubarannya ditetapkan dilakukan berdasarkan azas ekonomi Daerah. dengan Perda yang berpedoman pada peraturan perusahaan. perundang-undangan. (2) Dengan Undang-undang ditetapkan ketentuan pokok tentang Perusahaan Daerah. Pasal 60 (1) Dengan Peraturan Daerah dapat diadakan usaha-usaha sebagai sumber pendapatan Daerah. (2) Peraturan Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, berlaku sesudah ada pengesahan pejabat yang berwenang.

25 Pasal 63 Pasal 85 Pengelolaan Barang Daerah (1) Barang milik Daerah yang dipergunakan

UU No. 32 tahun 2004 menghapuskan (1) Barang milik daerah yang dipergunakan untuk melayani kepentingan umum tidak melayani kepentingan umum tidak dapat wewenang dari kepala daerah untuk untuk melayani kepentingan umum tidak dapat dijual, diserahkan haknya kepada digadaikan, dibebani hak tanggungan, menetapkan keputusan mengenai : dapat dijual, diserahkan haknya kepada pihak lain, dijadikan tanggungan atau dan/atau dipindahtangankan. - Penghapusan tagihan daerah sebagian atau pihak lain, dijadikan tanggungan, atau digadaikan, kecuali dengan Keputusan (2) Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD seluruhnya digadaikan sesuai dengan ketentuan Kepala Daerah dengan persetujuan dapat menetapkan keputusan tentang: - Persetujuan penyelesaian sengketa perdata peraturan perundang-undangan. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. a. penghapusan tagihan Daerah secara damai (2) Penjualan dan penyerahan yang sebagian atau seluruhnya; (2) Barang milik daerah dapat dihapuskan dari - Tindakan hukum lain mengenai barang milik daftar inventaris barang daerah untuk dijual, dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, b. persetujuan penyelesaian sengketa daerah dihibahkan, dan/atau dimusnahkan sesuai hanya dapat dilakukan dimuka umum, perdata secara damai; dan dengan ketentuan peraturan perundangkecuali apabila ditentukan lain dalam c. tindakan hukum lain mengenai barang undangan. Keputusan Kepala Daerah yang milik Daerah. (3) Pelaksanaan pengadaan barang dilakukan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini. sesuai dengan kemampuan keuangan dan (3) Dengan persetujuan Dewan Perwakilan kebutuhan daerah berdasarkan prinsip Rakyat Daerah Kepala Daerah dapat efisiensi, efektivitas, dan transparansi menetapkan Keputusan tentang : dengan mengutamakan produk dalam a. penghapusan tagihan Daerah negeri sesuai dengan peraturan perundangsebagian atau seluruhnya ; undangan. b. persetujuan penyelesaian perkara (4) Pelaksanaan penghapusan sebagaimana perdata secara damai ; dimaksud pada ayat (2) dilakukan c. tindakan hukum lain, mengenai berdasarkan kebutuhan daerah, mutu barang milik atau hak Daerah . barang, usia pakai, dan nilai ekonomis yang (4) Keputusan yang dimaksud dalam ayatdilakukan secara transparan sesuai dengan ayat (1), (2), dan (3) pasal ini, berlaku peraturan perundang-undangan. sesudah ada pengesahan Mendagri

Pasal 178 (1) Barang milik Daerah yang digunakan untuk

26

APBD

Pasal 64

Pasal 86 Pasal 179 Materi mengani Aggaran Pendapatan dan (1) Tahun anggaran Daerah adalah sama (1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan Belanja Daerah diatur lebih rinci dalam UU dengan tahun anggaran Negara. ditetapkan dengan Peraturan Daerah daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran No.32 Tahun 2004 seperti adanya (2) Dengan Peraturan Daerah, tiap tahun, selambat-lambatnya satu bulan setelah terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31 kewajiban Kepala daerah menyampaikan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan ditetapkannya Anggaran Pendapatan dan Desember. rancangan Perda tentang setelah ditetapkan Anggaran Belanja Negara. pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Pendapatan dan Belanja Negara untuk (2) Perubahan Anggaran Pendapatan dan Pasal 180 kepada DPRD berupa laporan keuangan tahun anggaran tertentu, ditetapkan Belanja Daerah ditetapkan dengan (1) Kepala daerah dalam penyusunan rancayang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Anggaran Pendapatan dan Belanja Peraturan Daerah selambat-lambatnya tiga ngan APBD menetapkan prioritas dan Keuangan paling lambat 6 (enam) bulan Daerah. bulan sebelum tahun anggaran berakhir. plafon anggaran sebagai dasar penyusunan setelah tahun anggaran berakhir. (3) Dengan Peraturan Daerah, tiap tahun, (3) Perhitungan Anggaran Pendapatan dan rencana kerja dan anggaran satuan kerja selambat-lambatnya 6 (enam) bulan Belanja Daerah ditetapkan dengan perangkat daerah. setelah ditetapkan Anggaran Peraturan Daerah selambat-lambatnya tiga (2) Berdasarkan prioritas dan plafon anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk bulan setelah berakhirnya tahun anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tahun anggaran tertentu, ditetapkan yang bersangkutan. kepala satuan kerja perangkat daerah perhitungan atas Anggaran Pendapatan (4) Pedoman tentang penyusunan, perubahan, menyusun rencana kerja dan anggaran dan Belanja Daerah tahun anggaran dan perhitungan Anggaran Pendapatan satuan kerja perangkat daerah dengan sebelumnya. dan Belanja Daerah ditetapkan dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang (4) Apabila Anggaran Pendapatan dan Peraturan Pemerintah. akan dicapai. Belanja Daerah pada permulaan tahun (5) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (3) Rencana kerja dan anggaran satuan kerja anggaran yang bersangkutan belum yang telah ditetapkan dengan Peraturan perangkat daerah sebagaimana dimaksud mendapat pengesahan dari pejabat Daerah disampaikan kepada Gubernur bagi pada ayat (2) disampaikan kepada pejabat yang berwenang dan belum Pemerintah Kabupaten/Kota dan kepada pengelola keuangan daerah sebagai bahan diundangkan, maka Pemerintah Daerah Presiden melalui Menteri Dalam Negeri penyusunan rancangan Perda tentang menggunakan anggaran tahun bagi Pemerintah Propinsi untuk diketahui. APBD tahun berikutnya. sebelumnya sebagai dasar pengurusan (6) Pedoman tentang pengurusan, keuangannya. pertanggungjawaban, dan pengawasan Pasal 181 (5) Pemerintah Daerah wajib berusaha keuangan Daerah serta tata cara (1) Kepala daerah mengajukan rancangan Perda mencukupi anggaran belanja rutin penyusunan Anggaran Pendapatan dan tentang APBD disertai penjelasan dan dengan pendapatan sendiri. Belanja Daerah, pelaksanaan tata usaha dokumen-dokumen pendukungnya kepada (6) Anggaran Pendapatan dan Belanja keuangan Daerah dan penyusunan DPRD untuk memperoleh persetujuan Daerah serta perubahannya, sepanjang perhitungan Anggaran Pendapatan dan bersama. tidak dikuasakan sendiri oleh Anggaran Belanja Daerah ditetapkan sesuai dengan (2) Rancangan Perda sebagaimana dimaksud itu, dilaksanakan sesudah ada peraturan perundang-undangan. pada ayat (1) dibahas pemerintah daerah pengesahan pejabat yang berwenang. bersama DPRD berdasarkan kebijakan (7) Pengesahan atau penolakan Anggaran umum APBD, serta prioritas dan plafon Pendapatan dan Belanja Daerah oleh anggaran. pejabat yang berwenang dapat (3) Pengambilan keputusan DPRD untuk medilakukan pos demi pos atau secara nyetujui rancangan Perda sebagaimana keseluruhan. dimaksud pada ayat (2) dilakukan selambat(8) Dengan Peraturan Pemerintah diatur lambatnya 1 (satu) bulan sebelum tahun ketentuan-ketentuan tentang cara: anggaran dilaksanakan. a. penyusunan Anggaran (4) Atas dasar persetujuan DPRD sebagaiPendapatan dan Belanja Daerah; mana dimaksud pada ayat (3), kepala

b. pengurusan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan Daerah; c. penyusunan permtungan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (9) Dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri diatur lebih lanjut cara melaksanakan ketentuan yang dimaksud dalam ayat (8) pasal ini.

daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD dan rancangan dokumen pelaksanaan anggaran satuan kerja perangkat daerah. Pasal 182 Tata cara penyusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah serta tata cara penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran satuan kerja perangkat daerah diatur dalam Perda yang berpedoman pada peraturan perundangundangan. Pasal 183 (1) Perubahan APBD dapat dilakukan apabila terjadi: a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD; b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja; dan c. keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan dalam tahun anggaran berjalan. (2) Pemerintah daerah mengajukan rancang-an Perda tentang perubahan APBD, disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD. (3) Pengambilan keputusan mengenai rancangan Perda tentang perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh DPRD paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir. Pasal 184 (1) Kepala daerah menyampaikan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. (2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi laporan realisasi APBD, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan badan usaha milik daerah. (3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan yang ditetapk an dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 185 (1) Rancangan Perda provinsi tentang APBD yang telah disetujui bersama dan rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Gubernur paling lambat 3 (tiga) hari disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi. (2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri kepada Gubernur paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud. (3) Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Gubernur menetapkan rancangan dimaksud menjadi Perda dan Peraturan Gubernur. (4) Apabila Menteri Dalam Negeri menyata-kan hasil evaluasi rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Gubernur tentang penjabaran APBD bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Gubernur bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi. (5) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Gubernur dan DPRD, dan Gubernur tetap menetapkan rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Gubernur

tentang penjabaran APBD menjadi Perda dan Peraturan Gubernur, Menteri Dalam Negeri membatalkan Perda dan Peraturan Gubernur dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya. Pasal 186 (1) Rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD yang telah disetujui bersama dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati/Walikota paling lama 3 (tiga) hari disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi. (2) Hasil evaluasi disampaikan oleh Gubernur kepada Bupati/Walikota paling lama 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan Perda kabupaten/kota dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota menetapkan ran-cangan dimaksud menjadi Perda dan Peraturan Bupati/Walikota. (4) Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya hasil evaluasi. (5) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Bupati/Walikota dan DPRD, dan Bupati/Walikota tetap menetapkan rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD menjadi Perda dan Peraturan Bupati/Walikota, Gubernur

membatalkan Perda dan Peraturan Bupati/Walikota dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya. (6) Gubernur menyampaikan hasil evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD dan rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD kepada Menteri Dalam Negeri. Pasal 187 (1) Apabila DPRD sampai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 ayat (3) tidak mengambil keputusan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD, kepala daerah melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan yang disusun dalam rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD. (2) Rancangan peraturan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari Menteri Dalam Negeri bagi provinsi dan Gubernur bagi kabupaten/kota. (3) Untuk memperoleh pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD beserta lampirannya disampaikan paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak DPRD tidak mengambil keputusan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan Perda tentang APBD. (4) Apabila dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari Menteri Dalam Negeri atau Gubernur tidak mengesahkan rancangan peraturan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala daerah menetapkan rancangan peraturan kepala daerah dimaksud menjadi peraturan kepala daerah. Pasal 188 Proses penetapan rancangan Perda tentang

Perubahan APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang Penjabaran Perubahan APBD menjadi Perda dan peraturan kepala daerah berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185, Pasal 186, dan Pasal 187. Pasal 189 Proses penetapan rancangan Perda yang berkaitan dengan pajak daerah, retribusi daerah, dan tata ruang daerah menjadi Perda, berlaku Pasal 185 dan Pasal 186, dengan ketentuan untuk pajak daerah dan retribusi daerah dikoordinasikan terlebih dahulu dengan Menteri Keuangan, dan untuk tata ruang daerah dikoordinasikan dengan menteri yang membidangi urus an tata ruang. Pasal 190 Peraturan kepala daerah tentang Penjabaran APBD dan peraturan kepala daerah tentang Penjabaran Perubahan APBD dijadikan dasar penetapan dokumen pelaksanaan anggaran satuan kerja perangkat daerah. Pasal 191 Dalam rangka evaluasi pengelolaan keuangan daerah dikembangkan sistem informasi keuangan daerah yang menjadi satu kesatuan dengan sistem informasi pemerintahan daerah. Pasal 192 (1) Semua penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening kas daerah yang dikelola oleh Bendahara Umum Daerah. (2) Untuk setiap pengeluaran atas beban APBD, diterbitkan surat keputusan otorisasi oleh kepala daerah atau surat keputusan lain yang berlaku sebagai surat keputusan otorisasi. (3) Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja daerah jika untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam APBD. (4) Kepala daerah, wakil kepala daerah, pimpinan DPRD, dan pejabat daerah

lainnya, dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran belanja daerah untuk tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD. Pasal 193 (1) Uang milik pemerintahan daerah yang sementara belum digunakan dapat didepositokan dan/atau diinvestasikan dalam investasi jangka pendek sepanjang tidak mengganggu likuiditas keuangan daerah. (2) Bunga deposito, bunga atas penempatan uang di bank, jasa giro, dan/atau bunga atas investasi jangka pendek merupakan pendapatan daerah. (3) Kepala daerah dengan persetujuan DPRD dapat menetapkan peraturan tentang : a. penghapusan tagihan daerah, sebagian atau seluruhnya; dan b. penyelesaian masalah Perdata. Pasal 194 Penyusunan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan daerah diatur lebih lanjut dengan Perda yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah. 27 Pemerintahan Desa Pasal 88 Pasal 93 Pasal 202 UU No.32 tahun 2004 merubah ketentuan Pengaturan tentang Pemerintahan Desa (1) Desa dapat dibentuk, dihapus, dan/atau (1) Pemerintah desa terdiri atas kepala desa yang terdapat dalam UU No.22 Tahun 1999 ditetapkan dengan Undang- undang digabung dengan memperhatikan asaldan perangkat desa. mengenai masa jabatan Kepala Daerah dari usulnya atas prakarsa masyarakat dengan (2) Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa sepuluh tahun menjadi enam tahun. persetujuan Pemerintah Kabupaten dan dan perangkat desa lainnya. DPRD. (3) Sekretaris desa sebagaimana dimaksud pada UU No.22 Tahun 1999 mengatur secara (2) Pembentukan, penghapusan, dan/atau ayat (2) diisi dari pegawai negeri sipil yang lebih rinci mengenai syarat dan tata cara penggabungan Desa, sebagaimana memenuhi persyaratan. jabatan kepala desa dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pasal 94 Pasal 203 Di Desa dibentuk Pemerintah Desa dan Badan (1) Kepala desa sebagaimana dimaksud dalam Perwakilan Desa, yang merupakan Pemerintahan Pasal 202 ayat (1) dipilih langsung oleh dan dari Desa. penduduk desa warga negara Republik Indonesia yang syarat selanjutnya dan tata cara Pasal 95 pemilihannya diatur dengan Perda yang

(1) Pemerintah Desa terdiri atas Kepala Desa berpedoman kepada Peraturan Pemerintah. atau yang disebut dengan nama lain dan (2) Calon kepala desa yang memperoleh suara perangkat Desa. terbanyak dalam pemilihan kepala desa (2) Kepala Desa dipilih langsung oleh penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan Desa dari calon yang memenuhi syarat. sebagai kepala desa. (3) Calon Kepala Desa yang terpilih dengan (3) Pemilihan kepala desa dalam kesatuan mendapatkan dukungan suara terbanyak, masyarakat hukum adat beserta hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tradisionalnya sepanjang masih hidup dan yang ditetapkan oleh Badan Perwakilan Desa dan diakui keberadaannya berlaku ketentuan hukum disahkan oleh Bupati. adat setempat yang ditetapkan dalam Perda dengan berpedoman pada Peraturan Pasal 96 Pemerintah. Masa jabatan Kepala Desa paling lama sepuluh tahun atau dua kali masa jabatan terhitung sejak Pasal 204 tanggal ditetapkan. Masa jabatan kepala desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali Pasal 97 masa jabatan berikutnya. Yang dapat dipilih menjadi Kepala Desa adalah penduduk Desa warga negara Republik Indonesia Pasal 205 dengan syarat-syarat: (1) Kepala desa terpilih dilantik oleh a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; Bupati/Walikota paling lambat 30 (tiga b. setia dan taat kepada Pancasila dan puluh) hari setelah pemilihan. Undang-Undang Dasar 1945; (2) Sebelum memangku jabatannya, kepala c. tidak pernah terlibat langsung atau tidak desa mengucapkan sumpah/janji. langsung dalam kegiatan yang (3) Susunan kata-kata sumpah/janji dimaksud mengkhianati Pancasila dan Undangadalah sebagai berikut: Undang Dasar 1945, G30S/PKI dan/atau Demi Allah (Tuhan), saya kegiatan organisasi terlarang lainnya; bersumpah/berjanji bahwa saya akan d. berpendidikan sekurang-kurangnya Sekolah memenuhi kewajiban saya selaku kepala Lanjutan Tingkat Pertama dan/atau desa dengan sebaik-baiknya, sejujurberpengetahuan yang sederajat; jujurnya, dan seadil-adilnya; bahwa saya e. berumur sekurang-kurangnya 25 tahun; akan selalu taat dalam mengamalkan dan f. sehat jasmani dan rohani; mempertahankan Pancasila sebagai g. nyata-nyata tidak terganggu dasar negara; dan bahwa saya akan jiwa/ingatannya; menegakkan kehidupan demokrasi dan h. berkelakuan baik, jujur, dan adil; Undang-Undang Dasar 1945 serta i. tidak pernah dihukum penjara karena melaksanakan segala peraturan melakukan tindak pidana; perundang-undangan dengan selurusj. tidak dicabut hak pilihnya berdasarkan lurusnya yang berlaku bagi desa, daerah, keputusan pengadilan yang mempunyai dan Negara Kesatuan Republik kekuatan hukum tetap; Indonesia. k. mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di Desa setempat; Pasal 206 l. bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa; Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan dan m. memenuhi syarat-syarat lain yang desa mencakup: sesuai dengan adat istiadat yang diatur (1) urusan pemerintahan yang sudah ada

berdasarkan hak asal-usul desa; (2) urusan pemerintahan yang menjadi Pasal 98 kewenangan kabupaten/kota yang (1) Kepala Desa dilantik oleh Bupati atau diserahkan pengaturannya kepada desa; pejabat lain yang ditunjuk. (3) tugas pembantuan dari Pemerintah, (2) Sebelum memangku jabatannya, Kepala pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah Desa mengucapkan sumpah/janji. kabupaten/kota; (3) Susunan kata-kata sumpah/janji dimaksud (4) urusan pemerintahan lainnya yang oleh adalah sebagai berikut : peraturan perundang-perundangan diserahkan "Demi Allah (Tuhan), saya kepada desa. bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku Kepala Pasal 207 Desa dengan sebaik-baiknya, sejujur- Tugas pembantuan dari Pemerintah, pemerintah jujurnya, dan seadil-adilnya; bahwa saya provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota akan selalu taat dalam mengamalkan kepada desa disertai dengan pembiayaan, sarana dan mempertahankan Pancasila sebagai dan prasarana, serta sumber daya manusia. dasar negara; dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Pasal 208 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Tugas dan kewajiban kepala desa dalam memimpin konstitusi negara serta segala peraturan penyelenggaraan pemerintahan desa diatur lebih perundang-undangan yang berlaku bagi lanjut dengan Perda berdasarkan Peraturan Desa, Daerah, dan Negara Kesatuan Pemerintah. Republik Indonesia. Pasal 99 Kewenangan Desa mencakup : a. kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul Desa; b. kewenangan yang oleh peraturan perundang-perundangan yang berlaku belum dilaksanakan oleh Daerah dan Pemerintah; dan c. Tugas Pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan/atau Pemerintah Kabupaten. Pasal 100 Tugas Pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan/atau Pemerintah Kabupaten kepada Desa disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia. Pasal 101 Tugas dan kewajiban Kepala Desa adalah : a. memimpin penyelenggaraan Pemerintah Desa;

dalam Peraturan Daerah.

membina kehidupan masyarakat Desa; b. membina perekonomian Desa; memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa; mendamaikan perselisihan masyarakat di Desa; dan mewakili Desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukumnya. Pasal 102 Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101, Kepala Desa : a. bertanggung jawab kepada rakyat melalui Badan Perwakilan Desa b. menyampaikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya kepada Bupati. Pasal 103 (1) Kepala Desa berhenti karena : a. meninggal dunia; b. mengajukan berhenti atas permintaan sendiri; c. tidak lagi memenuhi syarat dan/atau melanggar sumpah/ janji; d. berakhir masa jabatan dan telah dilantik Kepala Desa yang baru; dan e. melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku dan/atau norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Desa. (2) Pemberhentian Kepala Desa, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Bupati atas usul Badan Perwakilan Desa. 28 Badan Permusyawaratan Desa dan Lembaga Lainnya Pasal 104 Pasal 209 Dalam UU No.32 Tahun 2004 terdapat Badan Perwakilan Desa atau yang disebut Badan Permusyawaratan Desa berfungsi perubahan istilah dari lembaga perwakilan dengan nama lain berfungsi mengayomi adat menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, desa menjadi lembaga permusyawaratan istiadat, membuat Peraturan Desa, menampung menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. desa dan diatur mengenai pembatasan dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta masa jabatan dari anggota Badan melakukan pengawasan terhadap Pasal 210 Permusyawaratan Desa. penyelenggaraan Pemerintahan Desa. (1) Anggota badan permusyawaratan desa adalah wakil dari penduduk desa

Pasal 105 bersangkutan yang ditetapkan dengan cara (1) Anggota Badan Perwakilan Desa dipilih dari musyawarah dan mufakat. dan oleh penduduk Desa yang memenuhi (2) Pimpinan badan permusyawaratan desa persyaratan. dipilih dari dan oleh anggota badan (2) Pimpinan Badan Perwakilan Desa dipilih permusyawaratan desa. dari dan oleh anggota. (3) Masa jabatan anggota badan (3) Badan Perwakilan Desa bersama dengan permusyawaratan desa adalah 6 (enam) Kepala Desa menetapkan Peraturan Desa. tahun dan dapat dipilih lagi untuk 1 (satu) kali (4) Pelaksanaan Peraturan Desa ditetapkan masa jabatan berikutnya. dengan Keputusan Kepala Desa. (4) Syarat dan tata cara penetapan anggota dan Pasal 106 pimpinan badan permus yawaratan desa Di Desa dapat dibentuk lembaga lainnya sesuai diatur dalam Perda yang berpedoman pada dengan kebutuhan Desa dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Desa. Pasal 211 (1) Di desa dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan yang ditetapkan dengan peraturan desa dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. (2) Lembaga kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas membantu pemerintah desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat desa. 29 Keuangan Desa Pasal 107 Terdapat perbedaan mengenai sumber Pasal 212 (1) Sumber pendapatan Desa terdiri atas : pendapatan desa dimana dalam UU No.32 a. pendapatan asli Desa yang meliputi (1) Keuangan desa adalah semua hak dan Tahun 2004 pinjaman desa bukan lagi : kewajiban desa yang dapat dinilai dengan termasuk dalam sumber pendapatan desa 1. hasil usaha Desa; uang, serta segala sesuatu baik berupa uang dan diatur secara lebih rinci mengenai Badan 2. hasil kekayaan Desa; maupun berupa barang yang dapat dijadikan Usaha Milik Desa. 3. hasil swadaya dan partisipasi; milik desa berhubung dengan pelaksanaan hak 4. hasil gotong royong; dan dan kewajiban. 5. lain-lain pendapatan asli Desa (2) Hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud yang sah; pada ayat (1) menimbulkan pendapatan, b. bantuan dari Pemerintah Kabupaten belanja dan pengelolaan keuangan desa. yang meliputi : (3) Sumber pendapatan desa sebagaimana 1. bagian dari perolehan pajak dimaksud pada ayat (2) terdiri atas: dan retribusi Daerah; dan a. pendapatan asli desa; 2. bagian dari dana perimbangan b. bagi hasil pajak daerah dan retribusi keuangan Pusat dan Daerah daerah kabupaten/kota; yang diterima oleh Pemerintah c. bagian dari dana perimbangan keuangan Kabupaten; pusat dan daerah yang diterima oleh c. bantuan dari Pemerintah dan kabupaten/kota; Pemerintah Propinsi; d. bantuan dari Pemerintah, pemerintah

d. sumbangan dari pihak ketiga; dan provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota; e. pinjaman Desa. e. hibah dan sumbangan dari pihak ketiga. (2) Sumber pendapatan Desa, sebagaimana (4) Belanja desa sebagaimana dimaksud pada dimaksud pada ayat (1), dikelola melalui ayat (2) digunakan untuk mendanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. penyelenggaraan pemerintahan desa dan (3) Kepala Desa bersama Badan Perwakilan pemberdayaan masyarakat desa. Desa menetapkan Anggaran Pendapatan (5) Pengelolaan keuangan desa sebagaimana dan Belanja Desa setiap tahun dengan dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh kepala Peraturan Desa. desa yang dituangkan dalam peraturan desa (4) Pedoman penyusunan Anggaran tentang anggaran pendapatan dan belanja Pendapatan dan Belanja Desa ditetapkan desa. oleh Bupati. (6) Pedoman pengelolaan keuangan desa (5) Tata cara dan pungutan objek pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan belanja Desa ditetapkan bersama ditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan antara Kepala Desa dan Badan Perwakilan berpedoman pada peraturan perundangDesa. undangan. Pasal 108 Pasal 213 Desa dapat memiliki badan usaha sesuai dengan (1) Desa dapat mendirikan badan usaha milik peraturan perundang-undangan. desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. (2) Badan usaha milik desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada peraturan perundang-undangan. (3) Badan usaha milik desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan pinjaman sesuai peraturan perundangundangan. 30 Kerja Sama Desa Pasal 109 Pasal 214 (1) Beberapa Desa dapat mengadakan kerja sama untuk kepentingan Desa yang diatur dengan keputusan bersama dan diberitahukan kepada Camat. Bupati/Walikota melalui camat. (2) Untuk pelaksanaan kerja sama, (2) Kerjasama antar desa dan desa dengan pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dibentuk Badan Kerja Sama. Pasal 110 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat Pemerintah Kabupaten dan/atau pihak ketiga dilakukan sesuai dengan peraturan perundangyang merencanakan pembangunan bagian wilayah Desa menjadi wilayah permukiman, industri, dan jasa wajib mengikutsertakan Pemerintah Des a dan Badan Perwakilan Desa dapat dibentuk badan kerja sama. dalam perencanaan, pelaksanaan, dan undangan. (4) Untuk pelaksanaan kerja sama, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan kewenangannya. (3) Kerjasama desa dengan pihak ketiga (1) Desa dapat mengadakan kerja sama untuk kepentingan desa yang diatur dengan keputusan bersama dan dilaporkan kepada

pengawasannya.

Pasal 215 (1) Pembangunan kawasan perdesaan yang Pasal 111 dilakukan oleh kabupaten/kota dan atau (1) Pengaturan lebih lanjut mengenai Desa pihak ketiga mengikutsertakan pemerintah ditetapkan dalam Peraturan Daerah desa dan badan permusyawaratan desa. Kabupaten, sesuai dengan pedoman (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dimaksud pada ayat (1) diatur dengan berdasarkan undang-undang ini. Perda, dengan memperhatikan: (2) Peraturan Daerah, sebagaimana dimaksud a. kepentingan masyarakat desa; pada ayat (1), wajib mengakui dan b. kewenangan desa; menghormati hak, asal-usul, dan adat c. kelancaran pelaksanaan investasi; istiadat Desa. d. kelestarian lingkungan hidup; e. keserasian kepentingan antar kawasan dan kepentingan umum. Pasal 216 (1) Pengaturan lebih lanjut mengenai desa ditetapkan dalam Perda dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. (2) Perda, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengakui dan menghormati hak, asal-usul, dan adat istiadat desa. 31 Pembinaan dan Pengawasan Pemerintahaan Daerah Materi mengenai Pembinaan dan Pasal 112 Pasal 217 Pengawasan Daerah diatur secara lebih (1) Dalam rangka pembinaan, Pemerintah (1) Pembinaan atas penyelenggaraan rinci dalam UU No.32 Tahun 2004 memfasilitasi penyelenggaraan Otonomi pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Daerah. Pemerintah yang meliputi : (2) Pedoman mengenai pembinaan dan a. koordinasi pemerintahan antarsusunan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan; Otonomi Daerah ditetapkan dengan b. pemberian pedoman dan standar Peraturan Pemerintah. pelaksanaan urusan pemerintahan; c. pemberian bimbingan, supervisi, dan Pasal 113 konsultasi pelaksanaan urusan Dalam rangka pengawasan, Peraturan Daerah pemerintahan; dan Keputusan Kepala Daerah disampaikan d. pendidikan dan pelatihan; dan kepada Pemerintah selambat-lambatnya lima e. perencanaan, penelitian, belas hari setelah ditetapkan. pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan. (2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan secara berkala pada tingkat nasional, regional, atau provinsi. (3) Pemberian pedoman dan standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan, tata laksana,

pendanaan, kualitas, pengendalian dan pengawasan. (4) Pemberian bimbingan, supervisi dan konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan secara berkala dan/atau sewaktuwaktu, baik secara menyeluruh kepada seluruh daerah maupun kepada daerah tertentu sesuai dengan kebutuhan. (5) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilaksanakan secara berkala bagi kepala daerah atau wakil kepala daerah, anggota DPRD, perangkat daerah, pegawai negeri sipil daerah, dan kepala desa. (6) Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilaksanakan secara berkala ataupun sewaktu-waktu dengan memperhatikan susunan pemerintahan. (7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e dapat dilakukan kerja sama dengan perguruan tinggi dan/atau lembaga penelitian. Pasal 218 (1) Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah yang meliputi: a. Pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah; b. Pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh aparat pengawas intern Pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan. Pasal 219 (1) Pemerintah memberikan penghargaan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. (2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada pemerintahan daerah, kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah, anggota DPRD, perangkat daerah, PNS daerah, kepala desa, anggota badan permusyawaratan desa, dan masyarakat.

Pasal 220 (1) Sanksi diberikan oleh Pemerintah dalam rangka pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah. (2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada pemerintahan daerah, kepala daerah atau wakil kepala daerah, anggota DPRD, perangkat daerah, PNS daerah, dan kepala desa. Pasal 221 Hasil pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 217 dan Pasal 218 digunakan sebagai bahan pembinaan selanjutnya oleh Pemerintah dan dapat digunakan sebagai bahan pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Pasal 222 (1) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 217 dan Pasal 218 secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. (2) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kabupaten/kota dikoordinasikan oleh Gubernur. (3) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa dikoordinasikan oleh Bupati/Walikota. (4) Bupati dan walikota dalam pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat melimpahkan kepada camat. Pasal 223 Pedoman pembinaan dan pengawasan yang meliputi standar, norma, prosedur, penghargaan, dan sanksi diatur dalam Peraturan Pemerintah. 32 Pertimbangan dalam Kebijakan Otonomi Daerah Pasal 115 Pasal 224 Dalam UU No.32 Tahun 2004 tidak (1) Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (1) Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan disebutkan lagi mengenai anggota dari bertugas memberikan pertimbangan kepada daerah, Presiden dapat membentuk suatu Dewan Perimbangan Otonomi Daerah, Presiden mengenai: dewan yang bertugas memberikan saran dan akan tetapi dalam Undang-undang ini

a. pembentukan, penghapusan, pertimbangan terhadap kebijakan otonomi diatur lebih rinci mengenai tugas dari dewan penggabungan, dan pemekaran daerah. tersebut. Daerah; (2) Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) b. perimbangan keuangan Pusat dan bertugas memberikan saran dan pertimbangan Daerah; dan kepada Presiden antara lain mengenai c. kemampuan Daerah Kabupaten dan rancangan kebijakan: Daerah Kota untuk melaksanakan a. pembentukan, penghapusan dan kewenangan tertentu, sebagaimana penggabungan daerah serta pembentukan dimaksud dalam Pasal 11. kawasan khusus; (2) Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah b. perimbangan keuangan antara Pemerintah terdiri atas Menteri Dalam Negeri, Menteri dan pemerintahan daerah, yang meliputi: Keuangan, Menteri Sekretaris Negara, 1. perhitungan bagian masing-masing menteri lain sesuai dengan kebutuhan, daerah atas dana bagi hasil pajak dan perwakilan Asosiasi Pemerintah Daerah, sumber daya alam sesuai dengan dan wakil-wakil Daerah yang dipilih oleh peraturan perundang-undangan; DPRD . 2. formula dan perhitungan DAU masing(3) Menteri Dalam Negeri dan Menteri masing daerah berdasarkan besaran Keuangan karena jabatannya adalah Ketua pagu DAU sesuai dengan peraturan dan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan perundangan; Otonomi Daerah. 3. DAK masing-masing daerah untuk (4) Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah setiap tahun anggaran berdasarkan mengadakan rapat sekurang-kurangnya satu besaran pagu DAK dengan kali dalam enam bulan. menggunakan kriteria sesuai dengan (5) Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah peraturan perundangan. bertanggung jawab kepada Presiden. (3) Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (6) Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. susunan organisasi keanggotaan dan tata laksananya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pasal 116 Presiden. Dalam melaksanakan tugasnya Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah dibantu oleh Kepala Sekretariat yang membawahkan Bidang Otonomi Daerah dan Bidang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

You might also like