You are on page 1of 8

SUKU SUNDA Konsep Suku Bangsa Tiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat yang berwujud sebagai

komunitas desa, atau kota atau sebagai kelompok adat yang lain, biasa menampilkan suatu corak yang khas. Corak khas dari suatu kebudayaan biasa tampil karena kebudayaan itu menghasilkan suatu unsur yang kecil, berupa suatu unsur kebudayaan fisik dengan bentuk yang khusus. Atau karena di antara pranata-pranatanya ada suatu pola sosial yang khusus, atau dapat juga karena warganya menganut suatu tema budaya yang khusus. Sebaliknya, corak khas tadi juga dapat disebabkan karena adanya kompleks unsur-unsur yang lebih besar. Berdasarkan atas corak khususnya tadi, suatu kebudayaan dapat dibedakan dari kebudayaan lain. Proses Pemberian Nama dalam Budaya Sunda Pemberian nama dalam suatu masyarakat tampaknya sangat diwarnai oleh sistem sosial budaya yang dianut oleh masyarakat tersebut. Menurut adat kebiasaan dan konsepsi masyarakat Sunda, pemberian nama kepada seseorang tidak boleh asal saja (gagabah), mengingat bahwa proses pemberian atau pergantian nama itu bersifat sakral dan mempunyai implikasi pada prospek masa datang. Konsekuensinya, proses ini harus melalui tahapan-tahapan ritual, yakni upacara selamatan. Selain agar nama anak itu indah atau gagah kedengarannya, banyak hal yang harus diperhitungkan dalam pemberian nama (seperti hari lahir, pasaran, bulan, serta jam dilahirkan), dengan harapan kelak nama itu membawa berkah, keselamatan, keuntungan, keunggulan bagi si penyandang nama. Jadi, nama tersebut menyiratkan kebijaksanaan (wisdom) dan dapat merefleksikan harapan (expectation) yang dianut masyarakatnya. Dalam proses pemberian nama itu biasanya terlibat bukan saja orang tua si bayi, tapi juga kakek-nenek dari kedua belah pihak orang tuanya, bahkan tidak jarang orang luar yang sangat disegani (biasanya seorang guru atau kiai) dan memiliki pengetahuan serta kemampuan adikodratimengenai kenaasan, kesialan, perbintangan (horoskop) serta perhitungan nilai huruf yang dipergunakan sebagai angka untuk mengetahui peruntungan di dalam perkawinan (repok jodo) (Mustapa 1991:31). Keanekaragaman nama orang Sunda dapat diasumsikan sebagai

cerminan dari keanekaragaman nuansa berpikir masyarakat Sunda, sebagai manifestasi dari kondisi sistem sosiokulturalnya. Hal ini berkaitan dengan pola berfikir masyarakat suku Sunda itu sendiri yang dalam melakukan hal apapun harus mempertimbangkannya terlebih dahulu. Masyarakat suku Sunda dalam menerima isu atau informasi cenderung mempertimbangkan siapa yang menyampaikan isu dengan menaruh kepercayaan pada orang tersebut. Masyarakat akan cenderung menerima informasi yang disampaikan oleh orang yang dituakan/dihormati di lingkungannya. Ini menunjukkan suku Sunda cenderung menerima informasi yang disampaikan oleh orang yang telah mereka percayai atau mereka hormati. Kebenaran informasi cenderung tidak menjadi fokus perhatian karena teralihkan oleh kepercayaan pada si penyampai informasi. Sebaliknya, apabila si penyampai pesan tidak memiliki kredibilitas atau nilai kepercayaan di mata masyarakat maka informasi pun akan sulit diterima. Sebagai contoh, seorang Jaula (Jamaah Ulama) ketika menyampaikan pesan dakwah, karena posisinya yang dianggap baru dan tidak memiliki latar belakang sesuai kebudayaan/sistem ajaran yang dianut, maka pesan dakwah (sekalipun benar) akan sulit diterima karena terkalahkan oleh sikap strereotip masyarakat yang muncul. Pola Hidup Suku Sunda Suku Sunda umumnya hidup bercocok tanam. Kebanyakan tidak suka merantau atau hidup berpisah dengan orang-orang sekerabatnya. Kebutuhan orang Sunda terutamaadalah hal meningkatkan taraf hidup. Budaya Sunda juga dikenal dengan budaya yang sangat menjujung tinggi sopan santun. Pada umumnya karakter masyarakat sunda, ramah tamah (someah), murah senyum, lemah lembut, dan sangat menghormati orangtua. Lemahnya budaya baca, tulis, dan lisan juga menjadi penyebab lemahnya daya hidup dan mutu hidup kebudayaan Sunda. Lemahnya budaya baca telah menyebabkan lemahnya budaya tulis. Lemahnya budaya tulis pada komunitas Sunda secara tidak langsung merupakan representasi pula dari lemahnya budaya tulis dari bangsa Indonesia. Fakta paling menonjol dari semua ini adalah minimnya karya-karya tulis tentang kebudayaan Sunda ataupun karya tulis yang ditulis oleh urang Sunda. Tujuh Unsur Kebudayaan Suku Sunda

Dari berbagai unsur kebudayaan yang diuraikan terdahulu dapat disimpulkan bahwa memang kebudayaan itu merupakan hal yang luas karena ia merupakan hasil dari alam pikiran manusia dan tindakannya. Namun keanekaragaman tersebut dapat dirumuskan menjadi sesuatu yang umum atau universal. Ada 7 unsur besar yang dapat disebut sebagai isi pokok dari setiap kebudayaan yaitu bahasa, agama, organisasi sosial, kesenian, sistem pengetahuan, mata pencaharian dan sistem peralatan hidup dan teknologi. a. Bahasa Bahasa merupakan salah satu unsur budaya dan symbol bagi mausia dalam berkomunikasi. Bahasa dalam lingkup yang luas tidak hanya tertuju pada bahasa lisan atau tertulis. Secara sederhana, bahasa dapat diartikan sebagai suatu sistem lambang terorganisasi yang disepakati secara umum dan merupakan hasil belajar yang digunakan untuk menyajikan pengalaman-pengalaman dalam suatu komunitas. Tata karma bahasa adalah aturan sopan santun menggunakan bahasa. Tata krama bahasa juga bisa menjadi alat untuk saling menghormati. Artinya, kalau kita berbicara tidak memakai tata karma bahasa maka kita telah berlaku tidak sopan. Tata karma bahasa terbagi menjadi bahasa kasar, bahasa sedang dan bahasa alus (dalam bahasa Indonesia tidak ada pembagian bahasa). Sedangkan pembagian bahasa terdapat pada bahasa daerah, seperti yang dikaji yaitu bahasa Sunda. Masyarakat Sunda di beberapa kota di pantai utara termasuk orang-orang Banten banyak berbicara Jawa dengan selingan bahasa Sunda. Penggunaan bahasa Sunda di kalangan masyarakat yang kuat, kehidupan sehari-hari, sekolah, kuliah, dan bahkan di antara kantor. Berbeda dengan masyarakat Sunda di daerah Bogor, mereka cendrung menggunakan bahasa Sunda yang kasar. Sunda halus yang dianggap asli seperti ini diucapkan di Ciamis, Tasik Malaya, Garut, Bandung, Sumedang, Sukabumi, dan Cianjur. Dialek yang diucapkan oleh orang yang tinggal di Cianjur dianggap paling menyempurnakan dan Sunda sopan. Sementara Sunda dituturkan di pantai utara, Banten dan Cirebon dianggap kurang sopan. Sementara bahasa yang digunakan oleh masyarakat Baduy dianggap tipe lama dari Sunda. b. Agama Koentjaraningrat menganalisis bahwa salah satu dari unsur kebudayaan yaitu religi atau agama termasuk sistem kebudayaan universal. Hal ini dapat dipandang dari sudut religi yang merupakan sebagian dari kebudayaan karena ia menekankan keyakinan dan gagasan-gagasan

tentang Tuhan dalam agama asli Indonesia seperti penyembahan dewa-dewa, ruh-ruh halusdan berbagai bentuk upacara yang terkait dengan sistem keyakinan tersebut. Namun dalam hal Islam, religi bukanlah kebudayaan karena ia merupakan suatu ciptaan Ilahi/Tuhan. Ia bukan hasil karya manusia baik noumenon ataupun phenomenon. Orang Sunda kebanyakan patuh menjalankan kewajiban beragama, seperti melakukan sholat lima waktu, menjalankan puasa sedangkan hasrat untuk menunaikan ibadah haji ke tanah suci adalah pada umumnya besar. Dengan ditemukan bukti arkeologis yang menunjukkan ciri sifat religius Orang Sunda bihari (masa lalu) berakulturasi dengan masuk pengaruh budaya luar Nusantara, diantaranya terdapat Situs Cangkuang di Kabupaten Garut, Situs Candi Jiwa di Batu Jaya di Kabupaten Karawang, Situs Candi Bojong Menje di Kabupaten Bandung, Situs Kawali di Kabupaten Ciamis dan situs lainnya. Disamping itu orang Sunda terutama di daerah pedesaan banyak pula yang pergi ke makam-makan suci sebagai tanda kaul atau untuk menyampaikan permohonan dan restu sebelum megadakan sesuatu usaha, pesta atau perlawatan. Kepercayaan kepada ceritera-ceritera mite dan ajaran-ajaran agama sering diikuti oleh kekuatan gaib. Upacaraupcara yang berhubungan dengan kaul atau mendirikan rumah, menanam padi yang mengandung banyak unsur-unsur bukan islam, masih sering dilakukan. Dilihat dari sudut pelaksanaan kehidupan baragama, upacara slamatan merupakan suatu upacara terpenting. Mengenai upacara slamatan itu terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan. Pertama aspek waktu, di Priangan biasanya dilakukan pada kamis sore, malam jumat. Kemudian mengenai orang-orang yang diundang, adalah segi yang lain. Di desa-desa biasanya pada upacara slamatan yang diundang adalah kaum tetangga. Undangan dilakukan secara lisan dengan mendatangi rumah yang diundang. Biasanya anggota kerabat laki-laki dari keluarga itu yang datang. Upacara dimulai dengan megucapkan Al-fatihah dan di akhiri dengan Alfatihah pula, isinya tergantung pada maksud mengadakan slamatan itu. c. Organisasi Sosial Dalam tiap kehidupan masyarakat di organisasi atau diatur oleh adat istiadat dan aturanaturan mengenai berbagai macam ketentuan di dalam lingkungan mana ia hidup dan bergaul dari hari-kehari. Sistem kekerabatan dalam masyarakat dimana pengaruh industrialisasi sudah mendalam, tampak bahwa fungsi kesatuan kekerabatan yang sebelumnya penting dalam banyak sektor

kehidupan seseorang biasaya mulai berkurang, dan bersama dengan itu adat istiadat yang mengatur kekerabatan sebagai kesatuan mulai mengendor. Masyarakat Sunda di Bogor cendrung lebih dikenal dengan masyarakat religius dengan sangat menjaga silaturahmi. Kecenderungan ini tampak sebagaimana dalam pameo silih asih, silih asah dan silih asuh, saling mengasihi, saling mempertajam diri dan saling malindungi. Selain itu Sunda juga memiliki sejumlah budaya lain yang khas seperti kesopanan, rendah hati terhadap sesama, kepada yang lebih tua dan menyayangi kepada yang lebih kecil. Pada kebudayaan sunda keseimbangan magis di pertahankan dengan cara melakukan upacara-upacara adat sedangkan keseimbangan sosial masyarakat sunda melakukan gotong royong untuk mempertahankannya. Sistem kekerabatan yang digunakan adalah sistem kekerabatan parental atau bilateral, yaitu mengikuti garis keturunan kedua belah pihak orang tua. Pada saat menikah, orang Sunda tidak ada keharusan menikah dengan keturunan tertentu asal tidak melanggar ketentuan agama. Setelah menikah, pengantin baru bisa tinggal ditempat kediaman istri atau suami, tetapi pada umumnya mereka memilih tinggal ditempat baru atau neolokal. Dilihat dari sudut ego, orang Sunda mengenal istilah tujuh generasi ke atas dan tujuh generasi ke bawah. Tujuh generasi ke atas terdiri dari kolot, mbah, buyut, bao, janggawareng, udeg-udeg dan gantur siwur. Sedangkan tujuh generasi ke bawah terdiri dari anak, incu, buyut, bao, janggawareng, udeg-udeg dan gantur siwur. Sistem kekerabatan orang Sunda dipengaruhi oleh adat yang diteruskan secara turun temurun dan oleh agama Islam. Karena agama Islam telah lama dipeluk oleh orang Sunda maka susah kiranya untuk memisahkan mana adat dan mana agama, dan biasanya kedua unsur itu terjalin erat dan menjadi adat kebiasaan dan kebudayaan orang Sunda. Seperti contoh organisasi sosial masyarakat Sunda di Bogor yaitu organisasi yang dibentuk oleh pemuda desa sekitar, mereka membentuk suatu organisasi dari perkumpulan pemuda dan pemudi masjid desa tersebut. Penamaan organisasi itu pun tergantuk pada nama masjid yang ada di desa atau lebih khususnya di setiap RT mereka seperti IRMADA (Ikatan Remaja Masjid Nurul Huda). Pada setiap minggunya mereka mengadakan pengajian rutin yang peserta pengajian diikuti oleh seluruh pemuda dan pemudi di lingkungan RT tersebut. Setiap RT berbeda-beda oraganisasi itulah yang menjadi warna pada setiap organisasi. Pada acara-acara keagamaan seperti maulid nabi, isra miraj dan lain sebagianya mereka mengadakan acara dan

mengundang masyarakat sekitar dan juga organisasi di RT bahkan di desa lain. Biaya yang digunakan pun berasal dari partisipasi masyarakat sekitar, partisipasi itu tidak hanya berupa uang sumbangan acara tetapi makanan ringan maupun makanan pokok untuk para tamu yang datang. Tidak hanya aktif dalam perayaan keagamaan melaikan organisasi social ini pun selalu meakukan rutinitas gotong royong setiap minggunya seperti membersihkan masjid dan membersihkan lingkungan RT sekitar berbaur dengan tetangga lainnya. d. Kesenian Kesenian adalah suatu ekspresi manusia akan keindahan dengan latar belakang tradisi atau sistem budaya masyarakat pemilik karya seni tersebut. Dalam karya seni tersirat pesan dari masyarakatnya yang berupa pengetahuan, gagasan, kepercayaan, nilai dan norma. Budaya sunda memiliki banyak kesenian , diantaranya adalah kesenian sisngaan, tarian khas sunda, wayang golek,permainan anak kecil yang khas,alat musik sunda yang bisanya digunakan pada pagelaran kesenian. Sisingaan adalah kesenian khas sunda yang menampilkan 24 boneka singa yang diusung oleh para pemainnya sambil menari sisingaan sering digunakan dalam acara tertentu, seperti pada acra khitanan. Wayang golek adalah boneka kayu yang dimainkan berdasarkan karakter tertentu dalam suatu cerita perwayangan. Wayang diamainkan oleh seorang dalang yang menguasai berbagai karakter maupun suara tokoh yang di mainkan. Jaipongan adalah pengembangan dan akar dari tarian klasik. Tarian Ketuk Tilu, sesuai dengan namanya Tarian ketuk tilu berasal dari nama sebuah instrumen atau alat musik tradisional yang disebut ketuk sejumlah 3 buah. Alat music khas Sunda yaitu angklung, rampak kendang, suling, kecapi, gong, calung. Selain itu Kacapi Suling adalah salah satu jenis kesenian Sunda yang memadukan suara alunanSuling dengan Kacapi (kecapi), iramanya sangat merdu yang biasanya diiringi olehmamaos (tembang) Sunda yang memerlukan cengkok/ alunan tingkat tinggi khas Sunda.Kacapi Suling berkembang pesat di daerah Cianjur dan kemudian menyebar kepenjuru Parahiangan Jawa Barat dan seluruh dunia Angklung adalah instrumen musik yang terbuat dari bambu, yang unik, enak didengar angklung juga sudah menjadi salah satu warisan kebudayaan Indonesia. Rampak kendang adalah salah satu instrumen musik tradisional yang di mainkan bersammasama instrumen lainnya. Ada beberapa gamelan yang pernah ada dan terus berkembang di Jawa Barat, antara lain Gamelan Salendro,

Pelog dan Degung. Disekola-sekolah kabupaten Bogor sudah ditanamkan nilai-nilai kesenian Sunda, siswa-siswa dianjurkan mengikuti ekstrakulikuler degung, di setiap SMP Negeri khususnya sudah dilengkapi dengan alat-alat degung dan pelatihnya yang nantinya akan di tampilkan pada acara tertentu seperti Hari Kemerdekaan, gamelan degung dirasakan cukup mewakili kekhasan masyarakat Jawa Barat. e. Sistem Pengetahuan

Sistem pengetahuan yang dimaksud dalam kebudayaan adalah merupakan uraian dari cabangcabang pengetahuan. Setiap suku bangsa biasanya mengetahui pengetahuan berdasarkan pokok kajiannya sepeti pengetahuan tentang alam sekitar, mencakup pengetahuan tentang musim, gejala alam dan astronomi. Selanjutnya pengetahuan tentang tumbuhan merupakan pengetahuan dasar bagi manusia terutama bagi mata pencahariannya bercocok tanam, pengetahuan tentang hewan, tubuh manusia dan lain sebagainya. Masyarakat Sunda umumnya sangat memahami pengetahuan berladang atau bertani karna masyarakat Sunda lebih di dominasi oleh mata pencahariannya sebagai petani. Sawah yang mereka miliki merupakan hasih dari warisan yang turun temurun.

f.

Mata Pencaharian

Suku Sunda umumnya hidup bercocok tanam. Kebanyakan tidak suka merantau atau hidup berpisah dengan orang-orang sekerabatnya. Kebutuhan orang Sunda terutamaadalah hal meningkatkan taraf hidup. Mata pencaharian pokok orang Sunda diantaranya: 1. Bidang perkebunan, seperti tumbuhan teh, kelapa sawit, karet, dan kina. 2. Bidang pertanian, seperti padi, palawija, dan sayur-sayuran. 3. Bidang perikanan, seperti tambak udang, dan perikanan ikan payau. Selain bertani, berkebun dan mengelola perikanan, ada juga yang bermata pencaharian sebagai pedagang, pengrajin, dan peternak. Masyarakat yang berkebun khususnya teh dan cengkeh banyak ditemukan pada masyarakat Sunda yang berada di daerah puncak. Pada bidang perikanan pun tak sedikit masyarakat yang memiliki kolam ikan empang di dekat rumah mereka.

Adapun pekerjaan diladang yang menjadi salah satu mata pencaharian masyarakat Sunda, yaitu membersihkan belukar, menebang pohon-pohon, membakakar dahan-dahan dan batang-batang yang telah ditebang, memagari lading, membangun gubuk lading, menanam, menuai, mengikat pada dan mengangkut padi ke lumbung. g. Sistem Peralatan dan Teknologi Hingga kini masyarakat kabupaten Sunda masih menggunakan peralatan tradisional, berbeda dengan masyarakat kotanya. Peralatan tradisional tersebut seperti nyiru yaitu ayakan beras yang dipakai untuk mengayak beras sebelum di masak, selain nyiru adapula aseupan yaitu alat untuk menanak nasi, dan masih banyak lagi peralatan tradisional yang hingga kini masih banyak penduduk yang memakainya. Kedua peralatan tersebut terbuat dari bambu yang banyak dijual oleh masyarakat Sunda itu sendiri. Masalah pendidikan dan teknologi di dalam masyarakat suku Sunda sudah bias dibilang berkembang baik. Ini terlihat dari peran dari pemerintah Jawa Barat. Pemerintah Jawa Barat memiliki tugas dalam memberikan pelayanan pembangunan pendidikan bagi warganya, sebagai hak warga yang harus dipenuhi dalam pelayanan pemerintahan. Visi Pemerintah Jawa Barat, yakni "Dengan Iman dan Takwa Jawa Barat sebagai Provinsi Termaju di Indonesia dan Mitra Terdepan Ibukota Negara" merupakan kehendak, harapan, komitmen yang menjadi arah kolektif pemerintah bersama seluruhwarga Jawa Barat dalam mencapai tujuan pembangunannya. Pembangunan pendidikan merupakan salah satu bagian yang sangat vital dan fundamental untuk mendukung upaya-upaya pembangunan Jawa Barat di bidang lainnya. Pembangunan pendidikan merupakan dasar bagi pembangunan lainnya, mengingat secara hakiki upaya pembangunan pendidikan adalah membangun potensi manusia yang kelak akan menjadi pelaku pembangunan. Dalam setiap upaya pembangunan, maka penting untuk senantiasa mempertimbangkan karakteristik dan potensi setempat. Dalam konteks ini, masyarakat Jawa Barat yang mayoritas suku Sunda memiliki potensi, budaya dan karakteristik tersendiri.

Oleh: Ayu Safitria

You might also like