You are on page 1of 56

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Kualitas anak masa kini merupakan penentu kualitas sumber daya manusia yang akan datang dan untuk membentuk anak yang sehat harus disiapkan sejak dalam kandungan dan saat persalinan hingga masa tumbuh kembangnya (Hubertin, 2004). Ikterus merupakan salah satu permasalahan yang berpotensi menghambat tumbuh kembang anak, meskipun ikterus merupakan salah satu akibat transisi fisiologis dari intrauterin ke ekstrauterin. Semua neonatus mengalami peningkatan sementara bilirubin serum pada minggu pertama kehidupan (Myles, 2009 : 839). Ikterus merupakan suatu kelainan yang sering terjadi pada neonatus cukup bulan maupun neonatus kurang bulan. Ikterus biasanya terjadi bila terdapat warna kuning pada permukaan tubuh. Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan gejala fisiologis atau patologis. Walaupun ikterus neonatorum dianggap ringan, bilirubin dapat menumpuk sampai kadar yang membahayakan dan menjadi patologis (Bobak, 2005 : 369). sedangkan menurut WHO, 2007 ikterus yang muncul dalam 24 jam pertama kehidupan harus dianggap serius. Angka kematian bayi di Negara-negara ASEAN seperti di Singapura 3 per 1000 kelahiran hidup, Malaysia 5,5 per 1000 kelahiran hidup, Thailand 17 per 1000 kelahiran hidup, Vietnam 18 per 1000 kelahiran hidup, dan

Philipina 26 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian bayi di Indonesia cukup tinggi yaitu 26,9 per 2000 kelahiran hidup (Depkes, 2007). Dalam upaya mewujudkan visi Indonesia sehat 2010, maka salah satu tolak ukur adalah menurunnya morbiditas dan mortalitas neonatus, dengan proyeksi tahun 2005 AKB dapat turun menjadi 18 per 1000 kelahiran hidup, dan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir adalah akibat afiksia, selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa yang dapat mempengaruhi kualitas hidup. Angka kejadian ikterus neonatorum berbeda disatu tempat ke tempat lainnya. Hal ini disebabkan perbedaan dalam faktor penyebab dan penatalaksanaan. Berdasarkan studi di Amerika serikat dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahun sekitar 56% mengalami ikterus. Sedangkan sensus yang dilakukan pemerintah Malaysia pada tahun 1998 menemukan sekitar 75% bayi baru lahir mengalami ikterus pada minggu pertama. Di Indonesia didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan, Rumah sakit umum Ciptomangunkusumo selama tahun 2003 menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin diatas 5 mg/dl dan 29,3% dengan kadar bilirubin diatas 12 mg/dl pada minggu pertama kehidupan. Data lain di Rumah sakit Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin diatas 5 mg/dl dan 23,8% memiliki kadar bilirubin 13 mg/dl. Tahun 2003 terdapat sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus yang dirawat dengan 24% kematian terkait Ikterus. Data yang

agak berbeda didapatkan dari RS Dr. Kariadi Semarang, di mana insiden ikterus pada tahun 2003 hanya sebesar 13,7%, 78% di antaranya merupakan ikterus fisiologis dan sisanya ikterus patologis. Angka kematian terkait ikterus sebesar 13,1%. Didapatkan juga data insidens ikterus pada bayi cukup bulan sebesar 12,0% dan bayi kurang bulan 22,8%. Insidens ikterus neonatorum di RS Dr. Soetomo Surabaya sebesar 30% pada tahun 2000 dan 13% pada tahun 2002 (Ludianingrum, 2008). Berdasarkan data yang diperoleh dari ruang neonatus RSD Dr. Soegiri Lamongan pada bulan Januari-Mei, jumlah neonatus yang dirawat dengan berbagai kasus sebanyak 317 bayi termasuk rujukan dari luar rumah sakit. dengan jumlah kasus ikterus neonatorum sebanyak 12 bayi, 5 diantaranya merupakan bayi preterm. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa masih terdapat kejadian ikterus neonatorum di RSD Dr. Soegiri Lamongan. Ikterus pada neonatus ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor yaitu kebiasaan dalam memberi makanan dimana pemberian makanan yang lebih awal cendrung mempertahankan kadar bilirubin serum tetap rendah akibat stimulasi aktivitas usus dan pengeluaran mekonium serta tinja yang dapat mencegah terjadinya reabsorpsi (penggunaan ulang) bilirubin dari usus, Stres dingin (cold stress) pada bayi baru lahir juga dapat menimbulkan asidosis dan meningkatkan kadar asam lemak bebas. Apabila terdapat asidosis ikatan albumin dan bilirubin melemah, sehingga bilirubin terlepas (Bobak, 2004). Prematuritas dapat menyebabkan tidak adanya atau berkurangnya jumlah enzim yang diambil atau menyebabkan pengurangan

reduksi bilirubin oleh sel hepar, selain itu pada bayi prematur kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau sedikit lebih lambat daripada kenaikan bilirubin pada bayi cukup bulan tetapi jangka waktunya lebih lama yang biasanya mengakibatkan kadar yang lebih tinggi (Nelson, 1999). Peningkatan pemecahan sel darah merah, produksi bilirubin bayi baru lahir lebih dari dua kali produksi orang dewasa normal perkilogram berat badan, Penurunan kemampuan mengikat albumin transport bilirubin ke hati untuk konjugasi menurun karena konjugasi albumin yang rendah pada bayi prematur, defisiensi enzim yaitu kadar enzim UDP-GA ( uridine diphosphaglucuronic acid) yang rendah selama 24 jam pertama setelah kelahiran akan mengurangi konjugasi bilirubin. Peningkatan reabrobsi enterohepatik. Proses ini meningkat dalam usus bayi baru lahir karena berkurangnya jumlah bakteri enterik normal yang memecah bilirubin menjadi urobilinogen. Bakteri ini juga meningkatkan aktivitas enzim betaglukoronidase yang menghidrolisis bilirubin terkonjugasi kembali ke kondisi tidak terkonjugasi (Myles, 2009). selain itu menurut Walsh, 2007 faktor lain penyebab terjadinya ikterus neonatorum adalah penyakit hemolitik isoimun, defek membran sel darah merah, diabetes maternal, polisitemia, darah sekuestrasi, infeksi, suku atau ras (Cina, Jepang, Korea dan Amerika asli), asidosis, hipotermia dan medikasi. Ikterus neonatorum ditandai dengan adanya warna kuning pada kulit, sklera, dan membran mukosa mulut, muntah, letargi, penurunan berat badan yang berlebihan, apnea, ketidakstabilan suhu, urine yang berwarna

gelap dan feses yang berwarna terang (Varney, 2007). Walaupun demikian kadar bilirubin darah dapat menumpuk sampai kadar yang membahayakan dan berpotensi menjadi kernikterus. Kernikterus adalah sindrom neurologis akibat pengendapan bilirubin tak terkonjugasi didalam sel-sel otak, dengan tanda reversibel awal letargi, perubahan tonus otot dan tangis yang melengking dan dapat memburuk menjadi iritabilitas, hipertonia otot, dan kematian. Pada bayi yang dapat bertahan, karakteristik klinis jangka panjang kernikterus dapat terlihat jelas selama tahun pertama kehidupan, ketulian, kebutaan, palsi serebral, keterlambatan perkembangan, kesulitan belajar dan gangguan ekstrapiramidal seperti atetosis, hipersalivasi, wajah menyeringai, kesulitan mengunyah dan menelan (Stanley, wolf et al 1997 yang dikutip Myles, 2009). Sedangkan menurut Nelson, 1999 bayi yang lebih rentan terhadap kernikterus adalah bayi yang kurang matur. Upaya yang bisa dilakukan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas neonatus akibat ikterus, salah satunya dengan pencegahan kelahiran preterm dan meningkatkan angka survival Bayi baru lahir yaitu dengan pemantauan kehamilan secara intensif untuk mengidentifikasi faktor resiko penyebab persalinan preterm, serta memberi pendidikan pasien mengenai pengenalan dini terhadap kontraksi, pengkajian klien terhadap resiko tinggi serta penggunaan agens farmakologis untuk menurunkan kontraksi uterus (Walsh, 2007).

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik meneliti hubungan Masa gestasi dengan kejadian ikterus neonatorum pada neonatus di RSD Dr. Soegiri Lamongan.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah Apakah ada hubungan Masa Gestasi dengan kejadian Ikterus Neonatorum Pada Neonatus di RSD Dr. Soegiri Lamongan?.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui Hubungan Masa Gestasi dengan kejadian Ikterus

Neonatorum Pada Neonatus di RSD Dr. Soegiri Lamongan. 1.3.2 Tujuan Khusus 1) Mengidentifikasi Masa gestasi pada Neonatus di RSD Dr. Soegiri Lamongan 2) Mengidentifikasi Kejadian Ikterus Neonatorum pada Neonatus di RSD Dr. Soegiri Lamongan 3) Menganalisis Hubungan Masa Gestasi dengan kejadian Ikterus Neonatorum Pada Neonatus di RSD Dr. Soegiri Lamongan.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teorirtis

Bagi Institusi Pendidikan diharapkan memperbanyak dan menambah fasilitas serta referensi di perpustakaan Stikes Muhammadiyah Lamongan. 1.4.2 Manfaat Praktis 1) Bagi Profesi Kebidanan Sebagai sumber pengetahuan bagi tenaga kesehatan dalam meningkatkan asuhan dan usaha pencegahan ikterus neonatorum. 2) Peneliti (1) Meningkatkan wawasan tentang pengaruh usia gestasi dengan kejadian kterus neonatorum, serta dapat mengaplikasikan ilmu-ilmu yang di dapat di bangku perkuliahan. (2) Menambah pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dalam berinteraksi dengan masyarakat, dan pengalaman mengenai penelitian. (3) nyata. Menambah pengetahuan tentang kehidupan di masyarakat secara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Dalam tinjauan pustaka ini akan diuraikan konsep-konsep teori yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, sehingga dapat digunakan sebagai dasar berpijak dalam melakukan penelitian. Pada bab ini akan diuraikan teori tentang 1) Konsep Masa Gestasi, 2) Konsep Ikterus neonatorum, 3) Konsep Bayi baru lahir, 4) kerangka konseptual.

2.1 Konsep Masa gestasi 2.1.1 Pengertian Masa Gestasi Masa gestasi adalah masa sejak terjadinya konsepsi sampai dengan saat kelahiran, dihitung dari hari pertama haid terakhir (Budi Marjono, 1999). Sedangkan menurut Surasmi (2003:30) masa gestasi dibagi menjadi tiga yaitu : 1) Preterm infant atau bayi prematur, yaitu bayi yang lahir pada umur kehamilan tidak mencapai 37 minggu. 2) Term infant atau bayi cukup bulan (mature/aterm), yaitu bayi yang lahir pada umur kehamilan lebih daripada 37-42 minggu. 3) Post term infant atau bayi lahir lebih bulan (posterm/postmature), yaitu bayi yang lahir pada umur kehamilan sesudah 42 minggu. 2.1.2 Skala Pengukuran Masa Gestasi Masa gestasi atau lamanya bayi dalam kandungan sampai dengan lahir dapat ditentukan oleh NSB (New Ballard Scale) yang dapat diukur sampai 20

minggu. Bayi baru lahir premature harus dikaji segera setelah lahir karena terjadi perubahan yang cepat pada kulit dan keseluruhan anggota tubuh. NSB akurat dilakukan sampai rentang dua minggu. Prosedur evaluasi Neuromuskuler yang tepat adalah sebagai berikut: 1) Sikap : dengan bayi pada posisi supine dan tenang, beri nilai sesuai yang diindikasikan. 2) Sudut pergelangan tangan : fleksikan tangan pada pergelangan tangan, berikan tekanan yang cukup sehingga tangan dapat fleksi semaksimal mungkin. 3) Rekoil lengan : dengan bayi pada posisi supine, fleksikan lengan bawah semaksimal mungkin selam lima detik, kemudian luruskan sepenuhnya dengan menarik tangan, dan lepaskan. 4) Sudut poplitea : dengan bayi pada posisi supine dan panggul datar pada permukaan meja periksa, tungkai difleksikan pada paha dan paha sepenuhnya difleksikan dengan menggunakan satu tangan dengan tangan yang lain, tungkai kemudian diluruskan. 5) Tanda scarf : dengan bayi pada posisi supine, pegang tangan bayi dan tarik melewati leher bayi dan sejauh mungkin kearah bahu di sisi yang berlawanan, bantu siku dengan mengangkatnya menyilangi tubuh. 6) Perasat tumit ke telinga : dengan bayi pada posisi supine, pegang kaki bayi dengan satu tangan dan gerakkan sedekat mungkin ke kepala tanpa memaksanya, pertahankan panggul datar pada permukaan meja periksa.

10

Prosedur yang tepat selama pengkajian maturitas fisik meliputi : 1) Cek lanugo pada punggumg dengan pencahayaan langsung sehingga pandangan jelas. 2) Palpasi seluruh pina telinga untuk mengetahui adanya cartilago. 3) Palpasi untuk mengkaji jaringan payudara secara akurat. 2.1.3 Aplikasi Pengkajian Usia Gestasi Ketika dicocokkan dengan standar penilaian maturitas di dalam format NBS, nilai pengkajian usia gestasi menghasilkan usia gestasi yang akurat dalam rentang dua minggu. Bayi baru lahir kemudian dimasukkan kedalam salah satu kategori berikut: 1) Kurang bulan : usia gestasi kurang dari 38 minggu, 2) Cukup bulan : usia gestasi 38-42 minggu, 3) lewat bulan : usia gestasi lebih dari 42 minggu. Resiko kemungkinan dapat diperkirakan berdasarkan usia gestasi, namun hubungan yang lebih rumit adalah antara usia gestasi dan berat lahir. Dalam setiap kategori usia gestasi, akan ada beberapa bayi baru lahir yang berukuran lebih besar dan lebih kecil. Pola pertumbuhan yang cepat atau lambat ini dihubungkan dengan masalah dan predisposisi tertentu pada bayi baru lahir. Setelah memiliki bagan hubungan berat lahir dan usia gestasi, bidan menggolongkan bayi baru lahir ke dalam tiga kategori : 1) Kecil Masa kehamilan (KMK). 2) Sesuai Masa Kehamilan (SMK). 3) Besar Masa Kehamilan (BMK). Dengan mengombinasikan kategori usia gestasi (kurang bulan, Cukup bulan, dan lewat bulan) dengan kategori berat/usia gestasi, bidan kemudian dapat menggolongkan bayi baru lahir kedalam salah satu kategori berikut : 1) Kurang

11

bulan, kecil masa kehamilan. 2) Kurang bulan, sesuai masa kehamilan. 3) Kurang bulan, Besar masa kehamilan. 4) Cukup bulan, kecil masa kehamilan. 5) Cukup bulan, sesuai masa kehamilan. 6) Cukup bulan, besar masa kehamilan. 7) Lewat bulan, kecil masa kehamilan. 8) Lewat bulan, sesuai masa kehamilan. 9) Lewat bulan, besar masa kehamilan. 2.1.4 Penilaian umur kehamilan pada waktu bayi dilahirkan Penentuan umur kehamilan sangat penting karena angka kematian dan kesakitan menurun dengan meningkatnya umur kehamilan. Selain itu ada hubungan antara umur kehamilan dan tingkat maturitas fisiologi neonatus (Surasmi, 2003:33). Berikut ini adalah penilaian masa gestasi menurut sistem Ballard. Ballard menilai maturitas neonatus berdasarkan 7 tanda kematangan fisik dan 6 tanda kematangan neuromuskuler. Penilaian dilakukan dengan cara : 1) Menilai 7 tanda kematangan fisik 2) Menilai 6 tanda kematangan neurologik 3) Hasil penilaian aspek kematangan fisik dan neurologik dijumlah 4) Jumlah nilai kedua aspek kematangan tersebut dicocokkan dengan tabel patokan tingkat kematangan menurut Ballard.

12

0 Sikap (posture) Sudut pergelangan tangan (square window-wrist) 900 Membaliknya lengan (arm recoil) 1800 Sudut poplitea (popiliteal angel) 1 1800 14

600

450

300 b 900-1000 11111 1100 1

00 11 < 900 11111 900 11 1111 < 900

1000-1800 111 1 1600 11 11141 1300 1

Tanda selempang (scart sign)

Tumit ke telinga (heel to ear)

54214

111152

144

141kjk2

Gambar 2.1 : Maturitas Neuromuskuler

Tabel 2.1 : Maturitas Fisik menurut Ballard.


Kulit 0 Merah seperti agar, transpara n Tidak ada Tidak ada 1 Merah muda licin/halus tampak vena 2 Permukaan mengelupas dengan/tanpa ruam, sedikit vena Menipis Hanya lipatan anterior yang melintang Areola seperti titik, tonjolan 1-2 mm Bentuknya lebih baik, lunak, 3 Daerah pucat, retak-retak, vena jarang Menghilang Lipatan 2/3 anterior Areola lebih jelas, tonjolan 34 mm Bentuk sempurna, membalik 4 Seperti kertas kulit, retak lebih dalam, tidak ada vena Umumnya tidak ada Lipatan diseluruh telapak Areola penuh tonjolan 510 mm Tulang rawan tebal, 5 Seperti kulit retakretak, mengerut

Lanugo Lipatan plantar Payudara

Banyak Tanda merah sangat sedikit Areola datar, tidak ada tonjolan Sedikit melengkung, lunak,

Hampir tidak ada Datar, tetap terlipat

Daun telinga

13

lambat membalik Kelamin lakilaki Kelamin perempuan Skrotum kosong, tidak ada rugae Klitoris dan labia minora menonjol

mudah membalik Testis turun, sedikit ruga Labia mayora dan minora sama-sama menonjol

seketika Testis di bawah, ruganya bagus Labia mayora besar, labia minora kecil

telinga kaku Testis bergantung, ruganya dalam Klitoris dan labia minora ditutupi labia mayora

Tabel 2.2 : Penilaian tingkat kematangan menurut Surasmi, 2003 Nilai 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Minggu 26 28 30 32 34 36 38 40 42 44

Umur kehamilan ditentukan dengan menjumlahkan nilai maturasi fisik dan maturasi neuromuskuler dan disesuaikan dengan scor maturity rating. Untuk menentukan apakah bayi tersebut SMK, KMK, BMK maka umur kehamilan tersebut diplot dengan kurve pertumbuhan dan perkembangan intrauterine (Sarwono, 2007). Kurva di bawah ini memperlihatkan klasifikasi praktis dari bayi baru lahir hidup ditinjau dari hubungan antara berat badan dan umur kehamilan.

14
Gram 5000 4750 4500 4250 4000 3750 3500 3250 3000 2750 2500 2250 2000 1750 1500 1250 1000 750 500 24 26 28 30 32 34 36

BESAR UNTUK UMUR KEHAMILAN

Persentil Ke-90

SESUAI DENGAN UMUR KEHAMILAN

Persentil Ke-10

KECIL UNTUK UMUR KEHAMILAN

38

40

42

44

46

Kurang Bulan

Cukup Bulan

Lebih Bulan

Gambar 2.2 Kurva pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterin. 2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Masa Gestasi Faktor yang merupakan predisposisi terjadinya kelahiran prematur menurut Sarwono, 2007 adalah: 1) Faktor ibu: riwayat kelahiran prematur sebelumnya, perdarahan antepartum, malnutrisi, kelainan uterus, hidramnion, penyakit jantung atau penyakit kronik lainnya, hipertensi, umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, jarak dua kehamilan yang terlalu dekat, infeksi dan trauma. 2) Faktor janin: cacat bawaan, kehamilan ganda, hidramnion, ketuban pecah dini.

15

3) Keadaan sosial ekonomi yang rendah. 4) Kebiasaan: pekerjaan yang melelahkan, merokok. Sedangkan faktor yang memicu terjadinya kelahiran postmatur menurut Manuaba, 2007 antara lain: hipoplasia hipofise, Anensefalus, defisiensi enzim sulfatase placenta, dan hormon estriol yang rendah.

2.2 Konsep Ikterus 2.2.1 Definisi Ikterus (Jaundice) terjadi apabila terdapat akumulasi dalam darah, sehingga kulit (terutama) dan atau bayi (neonatus) tampak kekuningan. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin >2 mg/dl, sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin >5 mg/dl (Ludianingrum, 2008). Sedangkan menurut Manzar 1999 yang dikutip Myles, ikterus terjadi akibat adanya deposit bilirubin di kulit. Pada bayi aterm, ikterus tampak jika konsentrasi bilirubin serum mencapai 85-120 mol/L (5-7 mg/dl) dengan

progresi cephalo-caudal saat kadarnya meningkat, selain itu menurut Ladewig, 2006 Ikterus merupakan keadaan jumlah bilirubin dalam darah melebihi kadar normal, sehingga saat kadarnya cukup tinggi kadar normal, sehingga saat kadarnya cukup tinggi menghasilkan ikterik. Ikterik dapat dilihat sebagai suatu penampakan kekuning-kuningan pada kulit, mukosa, sklera dan urine.

16

2.2.2

Klasifikasi Ikterus Menurut Myles, 2009 klasifikasi ikterus dibagi menjadi tiga yaitu:

1. Ikterus fisiologis Ikterus fisiologis pada neonatus adalah keadaan transisional normal yang mempengaruhi hingga 50% bayi aterm yang mengalami peningkatan progresif pada kadar bilirubin tak terkonjugasi dan ikterus pada hari ketiga. Ikterus fisiologis tidak pernah tampak sebelum 24 jam kehidupan, biasanya menghilang pada usia satu minggu dan kadar bilirubin tidak pernah melebihi 200-215 mol/L (12-13 mg/dl). 2. Ikterus Patologik Ikterus patologik pada bayi baru lahir biasanya tampak pada 24 jam setelah lahir dan ditandai dengan peningkatan cepat bilirubin serum. Kriteria meliputi: 1) Ikterus dalam 24 jam pertama kehidupan 2) Peningkatan cepat bilirubin serum total >25-35 mol/L (5 mg/dl) per hari 3) Bilirubin serum total >200 mol/L (12,9 mg/dl). 4) Bilirubin terkonjugasi (reaksi langsung) >25-35 mol/L (1,5-2 mg/dl) 5) Persistensi ikterus klinis selama 7-10 hari pada bayi aterm atau 2 minggu pada bayi prematur. 3. Ikterus Hemolitik Faktor yang mempengaruhi destruksi hemoglobin juga meningkatkan produksi bilirubin, dan pada gilirannya, menyebabkan ikterus patologis.

17

Sedangkan menurut Sarwono, 2006 batasan-batasan ikterus yaitu: 1) Ikterus Fisiologik Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasr patologik, kadarnya tidak melampaui kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kern-ikterus. Dan tidak menyebabkan morbiditas pada bayi. Ikterus ini biasanya menghilang pada akhir minggu pertama atau selambat-lambatnya 10 hari pertama. Ikterus dikatakan fisiologik apabila: (1) Timbul pada hari kedua dan ketiga (2) Kadar bilirubin indirek sesudah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada neonatus kurang bulan. (3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% (4) Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg% (5) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama (6) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik 2) Ikterus Patologik Ikterus patologik ialah ikterus yang mempunyai dasar patologik atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut

Hiperbilirubinemia. Dasar patologik ini misalnya jenis bilirubin, saat timbulnya dan menghilangnya ikterus dan penyebabnya. Ikterus dapat dikatakan fisiologik atau patologik pada saat pasien itu akan dipulangkan. Setiap ikterus harus diawasi terhadap kemungkinan berkembangnya menjadi suatu ikterus yang patologik. Demikian pula

18

kadar bilirubin yang dapat dianggap sebagai hiperbilirubinemia ialah suatu hal yang harus di identifikasi oleh setiap klinik. Hal ini penting karena perbedaan dalam pengelolaan bayi, derajat iluminasi ruangan, cukup tersedia ruangan dengan cahaya matahari, perbedaan dalam spektrum morbiditas akan sangat berpengaruh dalam menetapkan hiperbilirubinemia itu. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin

mencapai 12 mg% pada bayi cukup bulan dan 15 mg% pada bayi kurang bulan, Uttely menetapkan 10 mg% dan 15 mg%. 2.2.3 Metabolisme bilirubin

1) Produksi Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi hemoglobin pada sistem retikuloendotelial (RES), Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada neonatus lebih tinggi dari pada bayi yang lebih tua. Satu gram hemoglobin dapat menghasilkan 35 mg bilirubin indirek. Bilirubin indirek yaitu bilirubin yang bereaksi tidak langsung dengan zat warna diazo (reaksi Hymans van den Bergh), yang bersifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak. 2) Transportasi Bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin. Sel parenkima mempunyai cara yang selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma. Bilirubin ditransfer melalui membran sel kedalam hepatosit sedangkan albumin tidak. Di dalam sel bilirubin akan terikat terutama

19

pada ligandin (protein Y,glutation S-transferase B) dan sebagian kecil pada glutation S-transferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses dua arah, tergantung dari konsentrasi dan afinitas albumin dalam plasma dan ligandin dalam hepatosit. Sebagian besar bilirubin yang masuk hepatosit dikonjugasi dan diekskresi ke dalam empedu. Dengan adanya sitosol hepar, ligandin mengikat bilirubin sedangkan albumin tidak. 3) Konjugasi Dalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin diglukorodine walaupun ada sebagian transferase kecil dalam bentuk bentuk

monoglukorodine.

Glukoronil

merubah

monoglukoronide menjadi bentuk diglukoronide. Ada dua enzim yang terlibat dalam sintesis bilirubin diglukoronide. Pertama adalah uridin difosfat glukoronide bilirubin transferase (UDPG:T) yang mengkatalisasi dan ekskresi

pembentukan

monoglukoronide.

Sintesis

diglukoronide terjadi di membran kanalikulus. Isomer bilirubin yang dapat membentuk ikatan hidrogen seperti bilirubin natural IX dapat diekskresi langsung ke dalam empedu tanpa konjugasi misalnya isomer yang terjadi sesudah terapi sinar (isomer foto). 4) Ekskresi Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut dalam air dan diekskresi dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usus bilirubin direk ini tidak diabsorbsi, sebagian kecil bilirubin

20

direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabrobsi. Siklus ini disebut siklus enterohepatis. 2.2.4 Etiologi ikterus neonatorum Menurut FKUI, 2005 Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi: 1) Produksi yang berlebihan Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkan, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvate kinase, perdarahan tertutup dan sepsis. 2) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar Gangguan ini dapat disebabkan oleh immaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase. Penyebab lain ialah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan dalam uptake bilirubin ke hepar. 3) Gangguan transportasi Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan

21

lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak. 4) Gangguan ekskresi Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain. 2.2.5 Patofisiologi Bilirubin tak terkonjugasi dapat menumpuk secara sistemik dan mengendap dalam jaringan, menimbulkan warna kuning. Hal ini terutama jelas dalam menguningnya sclera. Terdapat dua perbedaan patofisiologis penting antar kedua bentuk bilirubin. Bilirubin tak

terkonjugasi berkaitan erat dengan albumin serum dan pada dasarnya tidak larut air pada pH fisiologi. Bentuk ini tidak dapat diekskresikan dalam urin walaupun kadar dalam darah tinggi. Secara normal sejumlah kecil bilirubin tak terkonjugasi terdapat sebagai anion bebas-albumin diplasma. Fraksi bilirubin tak terkait ini dapat berdifusi ke dalam jaringan (terutama otak bayi) dan menimbulkan cedera toksik. Fraksi plasma yang tidak terkait dapat meningkat pada penyakit hemoltik yang parah atau jika obat pengikat protein menggeser bilirubin dari albumin, oleh karena itu penyakit hemolitik pada neonatus (eritroblastosis) dapat menyebabkan penimbunan bilirubin tak

22

terkonjugasi di otak yang dapat menyebabkan kerusakan saraf parah yang disebut kerikterus. Sebaliknya bilirubin terkonjugasi bersifat larut air, non toksik dan hanya berikatan secara lemah dengan albumin sehingga kelebihan bilirubin terkonjugasi dalam plasma dapat dikeluarkan melalui urin. Pada hiperbilirubin terkonjugasi yang berkepanjangan sebagian dari pigmen dapat terikat secara kovalen ke albumin. Hal ini dapat menetap di dalam sirkulasi selama berminggu setelah kolestasis teratasi karena bergantung pada usia albumin di dalam plasma (Robins, 2007). 2.2.6 Tanda klinis ikterus neonatorum Menurut Surasmi, 2003 tanda klinis terjadinya ikterus meliputi : Sklera, puncak hidung, sekitar mulut, dada, perut dan ekstremitas berwarna kuning, Letargi, kemampuan mengisap menurun, Kejang. Sedangkan menurut Varney, 2007. Gejala yang dapat mengindikasikan adanya ikterus yang tidak fisiologis dan BBL memerlukan evaluasi medis yang lebih luas yaitu: adanya muntah, letargi, pemberian makan yang buruk, hepatosplenomegali, penurunan berat badan yang berlebihan, apnea, ketidaksetabilan suhu, takipnea, urin berwarna gelap atau urin positif mengandung bilirubin, feses berwarna terang, dan ikterus yang menetap lebih dari tiga minggu. Menurut Kramer, ikterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya, untuk penilaian ikterus, Kramer membagi tubuh bayi baru lahir dalam lima bagian yang dimulai dari kepala dan leher, dada sampai pusat, pusat

23

bagian bawah sampai tumit, tumit pergelangan kaki dan bahu pergelangan tangan dan kaki serta tangan termasuk telapak kaki dan telapak tangan. Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dalam cahaya matahari dan dengan menekan sedikit kulit yang akan diamati untuk menghilangkan warna karena pengaruh sirkulasi darah (Sarwono, 2006). Ada beberapa cara untuk menentukan derajat ikterus yang merupakan resiko terjadinya kernikterus, misalnya kadar bilirubin bebas: kadar bilirubin 1 dan 2, atau secara klinis (Kramer, lihat lampiran penilaian ikterus) dilakukan dibawah sinar biasa (day-light). Tabel 2.3 : Rumus Kramer menurut Sarwono, 2006 Zona 1 2 3 Luas Ikterus Kepala dan leher Daerah 1 (+) Badan bagian atas Daerah 1, 2 (+) Badan bagian bawah dan tungkai Daerah 1,2,3 (+) Lengan dan kaki dibawah dengkul Daerah 1,2,3,4 (+) Tangan dan kaki Kadar Bilirubin 5,0 mg% 9,0 mg% 11,0 mg%

12,0 mg%

16,0 mg%

24

2.2.7

Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi akibat ikterus neonatorum adalah ensefalopati atau yang dikenal dengan kern ikterus yaitu suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak (Saifuddin, 2006). yang dapat dibagi menjadi: 1) Derajat I dengan gejala : lethargi, malas minum, hipotoni 2) Derajat II dengan gejala respon meningkat (irritable), tonus meningkat, kejang, hipertermi dan bayi bisa meninggal 3) Derajat III, bila tertolong bayi tampak normal/asimtomatik 4) Derajat IV dengan gejala opistotonus, jangka lama terjadi gejala berupa gangguan motorik, pendengaran (cerebral palsy).

2.2.8

Penatalaksanaan 1) Pencegahan Ikterus Neonatorum Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan pengawasan antenatal yang baik, menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfafurazole, novobiosin, oksitosin, dan lain-lain, pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus, penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus, pemberian makanan yang dini dan pencegahan infeksi (FKUI, 2005).

25

2) Mengatasi Ikterus neonatorum 1) Melakukan dekomposisi bilirubin dengan foto terapi 2) Tranfusi tukar darah dilakukan apabila ada indikasi: (1) Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek 20 mg%. (2) Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat, yaitu 0,3-1 mg% per jam. (3) Anemia yang berat pada bayi baru lahir dengan gejala gagal jantung. (4) Kadar hemoglobin talipusat < 14 mg% dan uji combs direk positif. Tabel 2.4 : pedoman pengelolaan ikterus menurut waktu timbulnya dan kadar bilirubin (modifikasi dari Maisels 1972) Bilirubin (mg < 24 jam 24 48 49 72 >72 %) jam jam jam <5 Pemberian makan yang dini 59 Terapi sinar Kalori bila hemolisis cukup 10 14 Tranfusi Terapi tukar* bila sinar hemolisis 15 19 Tranfusi Tranfusi Terapi + * + tukar tukar bila sinar hemolisis >20 Tranfusi tukar + Keterangan: (*) : sebelum dan sesudah tranfusi tukar beri terapi sinar (+) : bila tidak berhasil tranfusi tukar Bilirubin < 5 mg% selalu observasi Bilirubin > 5 mg% penyebab ikterus perlu diselidiki.

26

Bila terdapat Asfiksia, RDS, asidosis metabolic, protein total < 5 gram %, Berat badan lahir < 1500 gram dan tanda tanda kelainan system saraf pusat pengobatan seperti pada kadar bilirubin yang lebih tinggi berikutnya.

Tabel 2.5 : Bagan penanganan Ikterus pada bayi baru lahir TANDA-TANDA KATEGORI PENILAIAN Daerah ikterus (rumus Kramer) Kuning hari ke : Kadar bilirubin Warna kuning pada kulit dan sklera mata (tanpa hepatomegali, perdarahan kulit, dan kejang-kejang Normal Fisiologik Patologik 1 1-2 5 mg% 1+2 >3 5-9 mg% 14 >3 11-15 mg% 15 >3 >15-20 mg% 15 >3 > 20 mg%

PENANGANAN Bidan atau Puskesmas

Terus diberi ASI

Rumah sakit

Sama dengan

Jemur di bawah matahari Rujuk pagi jam 7-9 selama 10 ke mwnit rumah sakit Badan bayi telanjang Banyak Terus diberi ASI minum Banyak minum Sama Terapi Terapi dengan sinar sinar

27

di atas

di atas Periksa golongan darah ibu dan bayi. Periksa kadar bilirubin Waspad Tukar ai bila darah kadar bilirubi n naik > 0,5 mg/jam Coom`s test

Nasihat bila semakin kuning kembali

2.3 Konsep Bayi Baru Lahir 2.3.1 Pengertian Bayi baru lahir adalah bayi dari kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat badan lahir 2500 gram sampai dengan 4.000 gram (Sarwono, 2006) sedangkan menurut Nelson, 1999. Neonatus adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran dan harus menyesuaikan diri dari kehidupan intra uterin kehidupan ke ekstra uterin. 2.3.2 Karakteristik biologis bayi baru lahir (Bobak, 2004)

1) Sistem Kardiovaskuler Sistem kardiovaskuler mengalami perubahan yang mencolok setelah bayi lahir, foramen ovale, duktus arteriosus, dan ductus venosus

28

menutup. Arteri umbilikalis, vena umbilikalis dan arteri hepatika menjadi ligamen 2) Sistem hematopoeisis Saat bayi lahir nilai rata-rata hemoglobin, hematokrit, dan sel darah merah lebih tinggi dari nilai normal orang dewasa. Hemoglobin bayi baru lahir berkisar antara 14,5 sampai 22,5 gram/dl. Hematokrit bervariasi dari 44% sampai 72% dan hitung SDM berkisar antara 5 sampai 7,5 juta/mm3. Darah bayi baru lahir mengandung sekitar 80% hemoglobin janin. Presentasi hemoglobin janin menurun sampai 55% pada minggu kelima dan sampai 5% pada minggu ke-20. Penurunan ini terjadi karena umur sel yang mengandung hemoglobin janin lebih pendek.

3) Sistem pernafasan Dalam satu jam pertama kehidupan bayi, sistem limfatik bayi secara kontinu mengeluarkan cairan dalam jumlah besar. Pengeluaran cairan ini juga diakibatkan perbedaan tekanan dari alveoli sampai jaringan intertisial dan sampai kapiler pembuluh darah. Tarikan nafas pertama terjadi akibat reflek yang dipicu oleh perubahan tekanan, pendinginan, bunyi, cahaya, dan sensasi lain yang berhubungan dengan proses kelahiran. 4) Sistem ginjal

29

Sejumlah kecil urine terdapat dalam kandung kemih bayi saat lahir, tetapi bayi baru lahir mungkin tidak mengeluarkan urin selama 12 jam sampai 24 jam. Berkemih sering terjadi pada periode ini. Berkemih 6-10 kali dengan warna urine pucat menunjukkan masukan cairan yang cukup. Umumnya, bayi cukup bulan mengeluarkan urine 15 sampai 60 ml per kilogram per hari. 5) Sistem pencernaan Bayi baru lahir cukup bulan mampu menelan, mencerna, memetabolisme, dan mengabsobsi protein dan karbohidrat sederhana, serta mengemulsi lemak kecuali amilase pankreas, karakteristik enzim dan cairan pencernaan bahkan sudah ditemukan pada bayi yang berat badan lahirnya rendah. Saat bayi lahir, tidak terdapat bakteri dalam saluran cernanya. Segera setelah lahir, orifisium oral dan anal memungkinkan bakteri dan udara masuk. Bising usus dapat didengar satu jam setelah lahir. Kapasitas lambung bervariasi dari 30 sampai 90 ml, tergantung pada ukuran bayi dan waktu pengosongan lambung bervariasi dari satu hingga 24 jam. 6) Sistem hepatika Pada bayi baru lahir, hati dapat dipalpasi sekitar 1 cm dibawah batas kanan iga karena hati besar dan menempati sekitar 40% rongga abdomen. Hati mengatur jumlah bilirubin tidak terikat dalam peredaran darah. Hemoglobin difagositosis oleh sel retikuloendotelial, diubah menjadi bilirubin, dan dilepas dalam bentuk tidak terkonjugasi (bilirubin

30

indirek). Didalam sirkulasi bilirubin indirek ini dapat meninggalkan sistem peredaran darah dan dapat memasuki jaringan ekstravaskuler (misalnya, kulit, sklera, dan membran mukosa mulut), warna kuning yang timbul disebut ikterik. 7) Sistem imun Bayi yang menyusu mendapat kekebalan pasif dari kolostrum dan ASI. Tingkat proteksi bervariasi tergantung pada usia dan kematangan bayi serta sistem imunitas yang dimiliki ibu. 8) Sistem integumen Semua struktur kulit bayi sudah terbentuk saat lahir, tetapi masih belum matang. Epidermis dan dermis tidak terikat dengan baik dan sangat tipis. Vernik kaseosa juga berfusi dengan epidermis dan berfungsi sebagai lapisan pelindung. Bayi baru lahir yang sehat dan cukup bulan tampak gemuk. Lemak subkutan yang berakumulasi selama trimester terakhir berfungsi menyekat bayi. Lanugo halus dapat terlihat diwajah, bahu dan punggung. Edema wajah dan ekimosis (memar) dapat timbul akibat presentasi muka atau kelahiran dengan forsep. 9) Sistem reproduksi Pada wanita, genetalia eksterna biasanya edematosa disertai pigmentasi yang lebih banyak. Pada BBL cukup bulan, labia mayora dan minora menutupi vestibulum, dan pada bayi prematur, klitoris menonjol, labia mayora kecil dan terbuka. Sedangkan pada Pria, testis turun ke dalam

31

skrotum pada 90% Bayi baru lahir laki-laki, preputium yang ketat sering dijumpai pada BBL, muara uretra dapat tetutup preputium dan tidak dapat ditarik ke belakang selama 3-4 tahun. Terdapat rugae yang melapisi kantung skrotum, hidrokel (penimbunan cairan disekitar testis) sering terjadi dan biasanya akan mengecil tanpa pengobatan. 10) Sistem muskuloskeletal Kepala bayi cukup bulan berukuran seperempat panjang tubuh, lengan sedikit lebih panjang daripada tungkai, wajah relatif kecil terhadap ukuran tengkorak yang jika dibandingkan lebih besar dan berat. Ada dua kurvatura pada columna vertebralis yaitu toraks dan sakrum. Ketika bayi mulai dapat mengendalikan kepalanya, kurvatura lain terbentuk di daerah servikal. Lutut saling saling berjauhan saat kaki

diluruskan dan tumit disatukan, sehingga tungkai bawah terlihat agak melengkung. Ekstremitas harus simetris dan terdapat kuku jari tangan dan jari kaki. Garis-garis telapak tangan dan kaki sudah terlihat pada bayi cukup bulan. 11) Sistem neuromuskuler Aktivitas motorik spontan dapat muncul dalam bentuk tremor sementara di mulut dan di dagu, terutama sewaktu menangis, dan pada ekstremitas, terutama pada lengan dan tangan. Kontrol neuromuskuler pada bayi baru lahir walaupun masih sangat terbatas dapat ditemukan. 12) Sistem termogenik (produksi panas)

32

Termogenesis tanpa menggigil dapat dapat dicapai terutama akibat adanya lemak coklat yang unik pada BBL dan kemudian dibentuk akibat peningkatan aktivitas metabolisme di otak, di jantung dan di hati. Cadangan lemak coklat ini biasanya tertahan selama beberapa minggu setelah bayi lahir dan menurun dengan cepat jika terjadi stres dingin (cold stress). Bayi tidak matur memiliki cadangan lemak coklat yang lebih sedikit saat lahir.

2.4

Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2002). Kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut:

Faktor ibu

Asidosis Infeksi Ikterus neonatorum m kernikterus

Faktor janin

Masa Gestasi

33

Cold tress Ras/Suku Keadaan sosial ekonomi DM maternal Sekuestrasi Kebiasaan buruk seperti perokok dan pekerjaan yang melelahkan Medikasi Pemberian ASI Hemolisis 1. Ketulian 2. kebutaan 3. palsi serebral 4. keterlambatan perkembangan 5. kesulitan belajar 6. gangguan ekstrapiramidal seperti atetosis, hipersalivasi, wajah menyeringai, kesulitan mengunyah dan menelan

Keterangan : : Diteliti : Tidak diteliti

Gambar 2.3 : Kerangka Konsep Hubungan Masa Gestasi Dengan Kejadian Ikterus Neonatorum Pada Neonatus Di RSD. Dr. Soegiri Lamongan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Ikterus neonatorum diantaranya adalah masa gestasi, asidosis, infeksi, cold stress, ras/suku, diabetes maternal, sekuestrasi, pemberian ASI dan hemolisis. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi Masa Gestasi adalah faktor ibu, faktor janin, keadaan sosial ekonomi dan kebiasaan buruk. 2.5 Hipotesa

34

Hipotesis merupakan jawaban sementara atau kesimpulan yang diambil untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian (Mardalis, 2007). Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara masa gestasi dengan kejadian ikterus neonatorum pada neonatus di Rumah Sakit Daerah Dr. Soegiri Lamongan.

35

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian Desain penelitian merupakan suatu strategi penelitian dalam

mengidentifikasi permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan data dan mengidentifikasi struktur penelitian dimana dilaksanakan ( Nursalam, 2003). Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian analitik korelasional, yaitu penelitian yang mencoba mencari hubunga antara variabel. Peneliti dapat mencari, menjelaskan suatu hubungan, memperkirakan, menguji berdasarkan teori yang ada (Nursalam,2003). Metode penelitian ini secara crossectional dimana peneliti menekankan pada waktu pengukuran atau observasi data variabel bebas dan tergantung hanya satu kali, pada satu saat (Nursalam,2003). Dengan demikian penelitian ini mencari hubungan antara dua variabel yaitu variabel dependen masa gestasi dan variabel independen kejadian ikterus neonatorum di RSD Dr. Soegiri Lamongan.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Nopember tahun 2010 dan pengambilan data pada tanggal 05 Oktober 2010 di RSD. Dr.Soegiri Lamongan.

34

36

3.3 Kerangka Kerja Kerangka kerja merupakan penetapan (langkah-langkah) dalam aktivitas mulai dari penetapan populasi, sampel dan seterusnya yaitu kegiatan sejak awal penelitian akan dilaksanakan (Nursalam, 2003). Dalam penelitian ini akan digambarkan kerangka kerja sebagai berikut: Populasi : Seluruh neonatus yang tercatat dalam rekam medik RSD Dr.Soegiri Lamongan pada bulan Januari-Agustus 2010 dengan jumlah 55 bayi. Sampling : Probability Sampling tipe Simple Random Sampling Sampel : Sebagian neonatus yang tercatat dalam rekam medik RSD Dr.Soegiri Lamongan pada bulan Januari-Agustus 2010 dengan jumlah 49 bayi.

Desain penelitian adalah Analitik korelasional dengan pendekatan crossectional Identifikasi Variabel Variabel Independen Masa gestasi Variabel Dependen Ikterus neonatorum

Pengumpulan data check list rekam medik di RSD Dr. Soegiri Lamongan Penggolaan data dengan : editing, coding, scoring, tabulating dan analisa dengan uji chi-Square. Analisa data Uji Chi Square Penarikan Kesimpulan Gambar 3.1 Kerangka Kerja Penelitian Hubungan Masa Gestasi Dengan Kejadian Ikterus Neonatorum Pada Neonatus Di RSD. Dr. Soegiri Lamongan Tahun 2010.

37

3.4 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional 3.4.1 Variabel Dependen Variabel dependen adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain. Variabel respon akan muncul sebagai akibat manipulasi variabel lain (Nursalam, 2003). dalam penelitian ini variabel dependennya adalah Ikterus neonatorum. 3.4.2 Variabel independen Variabel independen adalah variabel yang nilainya menentukan variabel lain (Nursalam, 2003). Variabel independen dalam penelitian ini adalah Masa gestasi. 3.4.3 Definisi Operasional Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karateristik yang diamati yang memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu obyek atau fenomena (Nursalam, 2003). Definisi operasional dalam penelitian ini adalah hubungan masa gestasi dengan kejadian ikterus neonatorum.

38

Tabel 3.1 Definisi Operasional Hubungan Masa Gestasi dengan Kejadian Ikterus Neonatorum Pada Neonatus di RSD Dr.Soegiri Lamongan tahun 2010. Variabel Definisi Indikator Alat Ukur Skala Skor Operasional Independen Usia Bayi saat 1. Kurang bulan : Medical Ordinal Bayi kurang bulan Masa dilahirkan Record diberi kode 1 bayi yang lahir Gestasi yang dituliskan Bayi cukup bulan pada umur di dalam diberi kode 2 kehamilan < rekam medik. Bayi lewat bulan 37 minggu. diberi kode 3 2. Cukup bulan : bayi yang lahir pada umur kehamilan 37 42 minggu. 3. Lewat bulan : bayi yang lahir pada umur kehamilan > 42 minggu.

Dependen Kejadian ikterus neonatorum

Suatu keadaan kuning pada kulit, mukosa, sklera, dan urine bayi baru lahir akibat peningkatan kadar bilirubin di dalam darah.

Diagnosa Akhir di dalam rekam medik

Medical record

Nomina Bayi Ikterus l (Hiperbilirubinemi a) Ya = 1 Tidak = 0

3.5 Populasi, Sampling dan Sampel 3.5.1 Populasi Populasi merupakan setiap subyek (misalnya: manusia, pasien) yang memenuhi kriteria yang ditetapkan (Nursalam, 2003). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh neonatus yang tercatat di Medical Record RSD Dr.Soegiri Lamongan pada bulan Januari-Agustus 2010 dengan jumlah 55 bayi

39

3.5.2 Sampling Sampling adalah proses penyeleksi dari populasi untuk dapat mewakili populasi (Nursalam, 2003). Sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Simple Random sampling yaitu bahwa setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel (Notoatmodjo, 2002). 3.5.3 Sampel Sampel adalah bagian dari populasi yang dapat dipergunakan sebagai subyek penelitian melalui sampling ( Nursalam, 2003). Pada penelitian ini, sampel yang diambil adalah sebagian neonatus yang tercatat di dalam Rekam medik RSD. Dr.Soegiri Lamongan yang memenuhi kriteria inklusi Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2003:96). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah neonatus yang pernah dirawat di RSD. Dr. Soegiri Lamongan periode Januari-Agustus 2010 dan ada rekam mediknya. Sedangkan kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subyek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2003). Yang termasuk pada kriteria eksklusi yaitu neonatus dengan diagnosa akhir sepsis, infeksi dan riwayat oksitosin drip Intrapartum.

40

Menurut Nursalam, 2003, besarnya sampel dihitung menggunakan rumus:

Keterangan : n N z p q D : Perkiraan jumlah sampel : Perkiraan jumlah populasi : Nilai standart normal untuk = 0,05 (1,96) : Perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50% = 0,5 : 1-p (100% - p) = 0,5 : Tingkat kesalahan yang dipilih (d = 0,05)

Berdasarkan rumus diatas, dapat diketahui bahwa jumlah sampel dalam penelitian ini adalah:

Jadi besarnya sampel adalah 49 status bayi.

41

3.6 Pengumpulan Data dan Analisa Data 3.6.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan proses pengumpulan karateristik subyek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2003). Untuk melakukan penelitian ini peneliti perlu mengikuti proses dan mendapat izin dari pihak yang terkait yaitu ketua STIKES Muhammmadiyah Lamongan dan Direktur RSD Dr.Soegiri Lamongan. Peneliti melakukan pengumpulan data dari rekam medik RSD Dr. Soegiri Lamongan. 3.6.2 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Nursalam, 2003). Instrumen penelitian yang digunakan adalah rekam medik neonatus di RSD Dr. Soegiri Lamongan. 3.6.3 Analisa Data Analisa data merupakan proses penataan secara sistematis atau transkrip wawancara, data hasil observasi, data dan daftar isian serta materi lain untuk selanjutnya diberi makna, baik makna secara tunggal maupun stimulant

(Nursalam, 2003). Setelah data terkumpul melalui rekam medik maka dilakukan skoring, untuk variabel Masa Gestasi dengan melihat checklist, kemudian diklasifikasikan untuk kehamilan kurang bulan diberi kode 1, untuk kehamilan cukup bulan diberi kode 2, dan kehamilan lewat bulan diberi kode 3. Sedangkan untuk variabel kejadian ikterus neonatorum dengan melihat diagnosa di dalam rekam medik dan dapat dikatagorikan apabila bayi mengalami ikterus diberi kode

42

1 dan apabila bayi tidak ikterus diberi kode 0. setelah itu nilai yang diperoleh dijumlahkan dan dibandingkan dengan jumlah skor maksimal kemudian dikalikan 100%. Adapun rumus prosentase yang digunakan menurut Arikunto,2006 adalah sebagai berikut : 1) 100% 2) 76-99% 3) 51-75% 4) 50% 5) 26-49% 6) 1-25% 7) 0% : Seluruhnya : Hampir Seluruhnya : Sebagian besar : Setengahnya atau Sebagian : Hampir setengahnya atau Hampir sebagian : Sebagian kecil : Tidak satupun

Data yang sudah dikelompokkan dan diprosentasikan dimasukkan kedalam tabel distribusi frekwensi dan dianalisis menggunakan uji chi-square untuk

mengetahui hubungan variabel independen dengan dependen dengan tingkat kemaknaan p 0,05 dengan menggunakan sistem Statisfical product and service solution (SPSS), bila p 0,05, maka H1 diterima artinya terdapat hubungan antara masa gestasi dengan kejadian ikterus neonatorum.

3.7 Etika Penelitian Menurut Nursalam (2003), penelitian apapun khususnya yang

menggunakan manusia tidak boleh bertentangan dengan etika, oleh karena itu setiap peneliti yang menggunakan subyek harus memperhatikan hak-hak responden meliputi:

43

3.7.1` Informed Concent Saat pengambilan sampel peneliti terlebih dahulu meminta izin kepada pihak terkait yaitu Direktur RSD Dr. Soegiri Lamongan 3.7.2 Anonymity atau tanpa nama Untuk menjaga kerahasiaan identitas obyek peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada lembar penggumpulan data cukup dengan member kode nomor masing-masing lembar. 3.7.3 Confidentiality atau kerahasiaan Adalah acuan pada tanggung jawab peneliti untuk melindungi data yang dikumpulkan dalam lingkup proyek pemberitauhan kepada yang lain (Brockop, 2000). Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh subyek dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan disajikan dan dilaporkan sehingga rahasia tetap terjaga.

44

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian Bab ini berisi hasil dan pembahasan penelitian yang telah dilaksanakan pada bulan Mei-Nopember 2010 di RSD. Dr. Soegiri Lamongan. Penyajian data dimulai dari 1) Data Umum 2) Data Khusus yang meliputi: (1) Data Masa Gestasi (2) Ikterus Neonatorum (3) Hubungan Masa Gestasi dengan Kejadian Ikterus Neonatorum. 4.1.1 Data Umum 1) Gambaran Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di ruang neonatus RSD. Dr. Soegiri Lamongan yang merupakan salah satu rumah sakit tipe B di Jawa timur dan menjadi pusat pelayanan kesehatan, pendidikan sekaligus penelitian. Rumah sakit ini terletak di jalan Kusuma Bangsa No. 7 Lamongan dengan luas tanah 3,5 hektar. RSD. Dr. Soegiri Lamongan memiliki berbagai instansi pelayanan kesehatan diantaranya rawat inap, rawat jalan, IGD (Instalansi Gawat Darurat), rekam medik dan pelayanan penunjang medik. Penelitian ini dilakukan di unit rekam medik dimana di sebelah utaranya berbatasan

dengan ruang pendaftaran, disebelah barat berbatasan dengan ruang pelayanan umum, disebelah selatan berbatasan dengan unit rawat jalan dan disebelah timur berbatasan dengan bagian informasi.

43

45

2) Karakteristik Responden Data yang digunakan adalah data sekunder yang diambil dari 49 rekam medik yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan dikelompokkan pada beberapa parameter dan hasil yang didapat sebagai berikut : (1) Karakteristik Umur Ibu Neonatus Di RSD. Dr. Soegiri Lamongan. Distribusi Umur Ibu Neonatus Di RSD. Dr. Soegiri Lamongan Tahun 2010. Umur Frekuensi Prosentase < 20 tahun 9 18,4% 20 35 tahun 32 65,3% >35 tahun 8 16,3% Jumlah 49 100% Sumber : Data Rekam Medik Januari-Agustus 2010 Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar ibu neonatus berumur 20-35 tahun yaitu sebanyak 32 orang atau 65,3%, dan hanya sebagian kecil ibu neonatus berumur lebih dari 35 tahun yaitu sebanyak 8 orang atau 16,3%. (2) Karakteristik Pekerjaan Ibu Neonatus Di RSD. Dr. Soegiri Lamongan. Tabel 4.2 Distribusi Pekerjaan Ibu Neonatus Di RSD. Dr. Soegiri Lamongan Tahun 2010. Pekerjaan Frekuensi Prosentase Tidak bekerja 17 34,7% Buruh Tani 5 10,2% Tani 10 20,4% Swasta 6 12,2% Wiraswasta 7 14,3% PNS 4 8,2% Jumlah 49 100% Sumber : Data Rekam Medik Januari-Agustus 2010 Tabel di atas menunjukkan bahwa hampir sebagian ibu neonatus tidak bekerja yaitu sebanyak 17 orang atau 34,7% dan sebagian kecil ibu neonatus bekerja sebagai PNS yaitu sebanyak 4 orang atau 8,2%. Tabel 4.1

No 1. 2. 3.

No 1. 2. 3. 4. 5. 6.

46

4.1.2 Data Khusus Pada bagian ini akan disajikan keadaan masa gestasi dan kejadian ikterus neonatorum pada neonatus di RSD. Dr. Soegiri Lamongan. 1) Masa Gestasi pada Neonatus Di RSD. Dr. Soegiri Lamongan Tahun 2010. Tabel 4.3 Distribusi Masa Gestasi pada Neonatus Di RSD. Dr. Soegiri Lamongan Tahun 2010. Masa Gestasi Frekuensi Prosentase < 37 minggu (preterm) 13 26,5% 37 42 minggu (aterm) 25 51,0% > 42 minggu (posterm) 11 22,4% Jumlah 49 100% Sumber : Data Rekam Medik Januari-Agustus 2010 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar neonatus di RSD. Dr. Soegiri Lamongan memiliki masa Gestasi antara 37-42 minggu yaitu sebanyak 25 neonatus atau 51,0% dan sebagian kecil neonatus yaitu 11 neonatus atau 22,4% memiliki masa gestasi lebih dari 42 minggu. 2) Kejadian Ikterus Neonatorum Pada Neonatus Di RSD. Dr. Soegiri Lamongan Tahun 2010. Tabel 4.4 Distribusi Kejadian Ikterus Neonatorum Pada neonatus Di RSD. Dr. Soegiri Lamongan Tahun 2010. No 1. 2. Ikterus Neonatorum Frekuensi Prosentase Ya 24 48,0% Tidak 25 51,0% Jumlah 49 100% Sumber : Data Rekam Medik Januari-Agustus 2010 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar neonatus di RSD. Dr. Soegiri Lamongan yaitu sejumlah 25 neonatus atau 51,0% tidak mengalami ikterus neonatorum dan hampir sebagian neonatus yaitu 25 neonatus atau 48,9% mengalami ikterus neonatorum.

No 1. 2. 3.

47

3) Tabel Silang Antara Masa Gestasi dengan Kejadian Ikterus Neonatorum Pada Neonatus Di RSD. Dr. Soegiri Lamongan Tahun 2010. Tabel 4.5 Tabel Silang Antara Masa Gestasi Dengan Kejadian Ikterus Neonatorum Pada Neonatus Di RSD. Dr. Soegiri Lamongan Tahun 2010. Gestasi Ikterus Neonatorum Jumlah (Minggu) Ya Tidak % % % < 37 10 76,9% 3 23,1% 13 100% 37-42 11 44,0% 14 56,0% 25 100% >42 3 27,3% 8 72,7% 11 100% Total 24 49,0% 25 51,0% 49 100% n = 49 p = 0,041 Sumber : Data Rekam Medik Januari-Agustus 2010. Tabel silang diatas menunjukkan bahwa hampir seluruh neonatus Preterm atau sejumlah 10 neonatus atau 76,9% mengalami ikterus

neonatorum dan sebagian kecil tidak mengalami ikterus neonatorum yaitu sejumlah 3 neonatus atau 23,1%. sedangkan sebagian besar neonatus Aterm yaitu sejumlah 14 neonatus atau 56,0% tidak mengalami ikterus dan hampir sebagian neonatus yang berjumlah 11 neonatus atau 44,0% mengalami ikterus neonatorum. Untuk neonatus Posterm, sebagian besar tidak mengalami ikterus neonatorum yaitu sebanyak 8 neonatus atau 72,7% dan hampir sebagian neonatus yang mengalami ikterus neonatorum yaitu sejumlah 3 neonatus atau 27,3%. Berdasarkan hasil uji SPSS menggunakan uji chi-square

didapatkan nilai = 6,384 dengan P value= 0,041, dimana nilai P < 0,05 sehingga H1 diterima yaitu Terdapat hubungan signifikan antara masa gestasi dengan kejadian ikterus neonatorum Pada Neonatus di RSD. Dr.Soegiri Lamongan.

48

4.2

Pembahasan Pada bagian ini peneliti akan membahas mengenai masa gestasi neonatus dengan kejadian ikterus neonatorum pada neonatus di RSD. Dr. Soegiri Lamongan.

4.2.1 Masa Gestasi Pada Neonatus Di RSD. Dr. Soegiri Lamongan Tahun 2010. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa sebagian besar neonatus di RSD. Dr. Soegiri Lamongan memiliki masa gestasi 37-42 minggu (Aterm) dan sebagian kecil memiliki masa gestasi lebih dari 42 minggu (Posterm), sedangkan dari data umum dapat dilihat bahwa sebagian besar ibu neonatus berumur 20 35 tahun dan hampir sebagian tidak bekerja. Masa gestasi juga dipengaruhi banyak faktor menurut

Sarwono,2007 salah satu faktor yang mempengaruhi masa gestasi adalah umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun. Hal ini didukung oleh pendapat Cuningham,2005 bahwa wanita yang berusia lebih dari 35 tahun beresiko lebih tinggi mengalami penyulit obstetri serta morbiditas dan mortilitas perinatal yang tinggi karena usia 35 tahun atau lebih terjadi perubahan pada alat kandungan, jaringan alat kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi. Usia 20 35 tahun merupakan usia reproduktif atau usia yang matang bagi alat reproduksi wanita dalam proses kehamilan sehingga bayi dapat bertahan dalam rahim hingga cukup bulan.

49

Disamping itu hampir sebagian ibu neonatus tidak bekerja dan hal ini membuktikan bahwa pekerjaan yang melelahkan pada masa kehamilan akan membuat kontaksi otot rahim sehingga dapat mengeluarkan hasil konsepsi (janin) sebelum masa kehamilan aterm. Sesuai dengan teori Ida Bagus Gde Manuaba, 2007 faktor yang menimbulkan persalinan premature adalah kebiasaan kerja keras, kurang tidur dan istirahat. Sehingga pemantauan kehamilan secara intensif dan juga informasi tentang kehamilan sangat dibutuhkan bagi ibu hamil khususnya kebutuhan istirahat wanita hamil guna mencegah terjadinya mortalitas neonatus. 4.2.2 Ikterus Neonatorum pada Neonatus Di RSD. Dr. Soegiri Lamongan Tahun 2010. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.4 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar neonatus di RSD. Dr. Soegiri Lamongan tidak mengalami ikterus neonatorum dan hampir sebagian neonatus mengalami ikterus neonatorum. Menurut FKUI, 2005 Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum yaitu: Produksi bilirubin yang berlebihan, Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar, Gangguan transportasi bilirubin, dan Gangguan ekskresi bilirubin. Menurut Bobak,2004 Ikterus pada neonatus ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, dua diantaranya yaitu kebiasaan dalam memberi makanan, Stres dingin (cold stres). Dan kemungkinan lainnya adalah morbiditas dan

50

karena masa gestasi, dimana transport bilirubin ke hati untuk konjugasi menurun karena konjugasi albumin yang rendah pada bayi premature (Walsh,2007). Dari data penelitian diatas, bayi preterm frekuensi terjadinya ikterus lebih banyak dari pada bayi Aterm dan posterm, Dengan demikian terjadinya ikterus sangat erat kaitannya dengan metabolisme billirubun dalam sel hepar yang juga dipengaruhi oleh masa gestasi, Deteksi dini tanda-tanda ikterus neonatorum dan penanganan secara cepat dengan pemantauan kadar bilirubin neonatus secara teratur merupakan upaya pencegahan ikterus yang berkelanjutan. 4.2.3 Hubungan Masa Gestasi Dengan Ikterus Neonatorum Pada Neonatus Di RSD. Dr. Soegiri Lamongan Tahun 2010. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.5 di atas menunjukkan bahwa hampir seluruh neonatus Preterm mengalami ikterus neonatorum dan sebagian kecil tidak mengalami ikterus neonatorum. sedangkan sebagian besar neonatus Aterm tidak mengalami ikterus dan hampir sebagian neonatus yang mengalami ikterus neonatorum. Untuk neonatus Posterm, sebagian besar tidak mengalami ikterus neonatorum, dan hampir sebagian neonatus yang mengalami ikterus neonatorum. Hal ini dibuktikan dengan menggunakan uji chi square antara masa gestasi dengan ikterus neonatorum diperoleh hasil nilai P = 0,041, dimana P = 0,05 maka H1 diterima artinya terdapat hubungan signifikan antara masa gestasi dengan kejadian ikterus neonatorum.

51

Ikterus merupakan suatu kelainan yang sering terjadi pada neonatus kurang bulan maupun cukup bulan, ikterus biasanya terjadi bila terdapat warna kuning akibat penumpukan bilirubin pada permukaan tubuh dan dapat menumpuk sampai kadar yang membahayakan (Bobak,2005). Menurut FKUI,2005 penyebab ikterus secara garis besar adalah : produksi bilirubin yang berlebihan, gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar, gangguan transportasi bilirubin ke hepar dan gangguan ekskresi bilirubin. Prematuritas dapat menyebabkan tidak adanya atau berkurangnya jumlah enzim yang diambil atau menyebabkan pengurangan reduksi bilirubin oleh sel hepar, selain itu pada bayi premature kenaikan bilirubin serum cendrung sama atau sedikit lebih lambat daripada kenaikan bilirubin pada bayi cukup bulan tetapi jangka waktunya lebih lama yang biasanya mengakibatkan kadar bilirubin yang lebih tinggi

(Nelson,1999).disamping itu penurunan kemampuan mengikat albumin transport bilirubin ke hati untuk konjugasi menurun karena konjugasi albumin yang rendah pada bayi premature (Myles,2009). Dengan demikian masa gestasi sangat berperan dalam terjadinya ikterus neonatorum, dimana semakin aterm masa gestasi janin maka struktur dan fungsi hepar semakin matang,dan semakin kurangnya masa gestasi janin maka peluang untuk terjadi ikterus semakin besar pula, kenyataan tersebut sedikit banyak mampu memberi penjelasan tentang

52

adanya hubungan yang signifikan antara masa gestasi dengan kejadian ikterus neonatorum di RSD. Dr.Soegiri Lamongan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka petugas

kesehatan harus dapat memberikan pelayanan antenatalcare (ANC) yang berkualitas guna mencegah kelahiran preterm, disamping itu kemampuan dan kesediaan dalam mengidentifikasi ikterus pada neonatus sangat penting untuk mencegah morbiditas dan mortalitas neonatus akibat ikterus dan kerikterus.

53

BAB 5 PENUTUP

Pada bab ini akan disajikan kesimpulan dari hasil penelitian hubungan masa gestasi dengan kejadian ikterus neonatorum pada neonatus di RSD. Dr. Soegiri Lamongan tahun 2010.

5.1

Kesimpulan Setelah menganalisa data dan melihat hasil analisa maka peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

5.1.1 Masa gestasi pada neonatus di RSD. Dr. Soegiri Lamongan Tahun 2010 hampir sebagian 37-42 minggu (Aterm). 5.1.2 Kejadian ikterus neonatorum pada neonatus di RSD. Dr. Soegiri Lamongan Tahun 2010 hampir sebagian mengalami ikterus neonatorum. 5.1.3 Terdapat hubungan yang signifikan antara masa gestasi dengan kejadian ikterus neonatorum pada neonatus di RSD.Dr.Soegiri Lamongan Tahun 2010.

5.2

Saran Berdasarkan kesimpulan di atas maka ada beberapa upaya yang perlu diperhatikan, diantaranya :

52

54

5.2.1

Bagi Institusi pendidikan Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi bagi mahasiswa dan dapat dijadikan bahan pengelolaan untuk mata kulyah kebidanan neonatus, bayi dan balita.

5.2.2

Bagi profesi kebidanan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan profesi dalam memberikan asuhan kebidanan tentang ikterus neonatorum.

5.2.3

Bagi peneliti yang akan datang Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan acuan untuk penelitian berikutnya dengan faktor lain yang berkaitan dengan ikterus neonatorum.

55

DAFTAR PUSTAKA Alimul, A.Aziz Hidayat. (2007). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika. Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Bobak, dkk. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC. Cunningham, F. Gary. (2005). Obstetri Williams. Jakarta : EGC. Daniel, Santana. (2007). Kamus Lengkap Kedokteran. Jakarta: EGC. FKUI. (2005). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika. Haws, paullete S. (2007). Asuhan Neonatus: Rujukan Cepat. Jakarta: EGC. Hubertin, SP. (2004). Konsep Penerapan ASI Eksklusif Buku Saku Bidan. Jakarta: EGC. Ludianingrum. (2008). Mengenal Ikterus Neonatorum. http://www.smallcrab.com/anak-anak/535 diakses tanggal 3-5-2010 Manuaba, Ida Bagus Gde. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC. Myles. (2009). Buku Ajar Bidan. Edisi 14. Jakarta: EGC. Nelson. (1999). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC. Notoatmodjo, Soekidjo. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. (2003). Konsep Dan Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Poerwadarminta, (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Prawirohardjo, S. (2006). Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP. Prawirohardjo, S. (2007). Buku Acuan Nasional Neonatal Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta: YBP-SP. Robins. (2007). Buku Ajar Patologi Robins. Edisi: 7. Volume: 2. Jakarta: EGC.

56

Surasmi, Asrining, dkk. (2003). Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC. Varney, Helen. (2007). Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Edisi 4, Jakarta: EGC. Walsh, Linda V. (2008). Buku ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC.

You might also like