You are on page 1of 10

PENEGAKAN HAM DALAM MEWUJUDKAN CIVIL SOCIETY

Posted by adisbima01 on 5 October, 2011 No comments yet This item was filled under [ ARTIKEL ] Hak asasi manusia atau biasa disingkat dengan HAM merupakan sebuah hal yang menjadi keharusan dari sebuah negara untuk menjamin dalam konstitusinya. Melalui deklarasi universal HAM 10 Desember 1948 merupakan tonggak bersejarah berlakunya penjaminan hak mengenai manusia sebagai manusia. Sejarah HAM dimulai dari Magna Charta di inggris pada tahun 1252 yang kemudian kemudian berlanjut pada Bill of Rights dan kemudian berpangkal pada DUHAM PBB. Manusia, menurut Thomas Hobbes adalah makhluk sosial yang menuntut haknya, tetapi tidak menginginkan kawajibannya, karena sifatnya yang alami. Pada diri manusia melekat hak-hak yang diberikan oleh alam, yakni untuk hidup (Life), hak atas kemerdekaan (Liberty), dan hak atas milik (Property), karena sifatnya yang alamiah tadi, mengakibatkan suatu perasaan takut, gelisah, resah akan keberadaan hak-hak asasinya serta kebebasan-kebebasan yang dimilikinya terenggut oleh orang lain, maka didirikanlah negara melalui kontrak sosial. Negara diciptakan untuk melindungi hak-hak asasi setiap individu warganya. Dalam konteks warga Negara inilah, HAM sering tidak diperhatikan. Negara seakan menjadi kuat apabila warga Negara tunduk dan taat tanpa ada koreksi apapun. Civil society mengandaikan bahwa warga Negara mempunyai kekuatan yang berimbang dengan Negara.

1. 1.

Pengertian Hak Asasi Manusia ( HAM )

Hak Asasi manusia (HAM) adalah sejumlah hak yang melekat pada setiap individu manusia. Hak-hak itu diperoleh sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, bukan pemberian manusia atau penguasa. Sementara dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tantang HAM, adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum pemerintah dan setiap orang demi kehormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Anggota Komisi Hak Asasi Manusia PBB, merumuskan pengertian HAM dalam human right could be generally defines as those right which are inherent in our nature and without which we cannot live as human being yang artinya HAM adalah hak-hak yang secara inheren melekat dalam diri manusia, dan tanpa hak itu manusia tidak dapat hidup sebagai manusia Dari pengertian diatas, maka hak asasi mengandung dua makna, yaitu:

Pertama, HAM merupakan hak alamiah yang melekat dalam diri manusia sejak manusia dilahirkan kedunia.

Kedua, HAM merupakan instrument untuk menjaga harkat martabat manusia sesuai dengan kodart kemnusiaannya yang luhur.

HAM bukan hanya merupakan hak-hak dasar yang dimilki oleh setiap manusia sejak lahir. Tapi, juga merupakan standar normatif bagi perlindungan hak-hak dasar manusia dalam kehidupannya. Esensi HAM juga dapat dibaca dalam mukadimah universal declaration of human right. pengakuan atas martabat yang luhur dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semuaanggoat keluarga manusia merupakan dasar kemerdekaan, keadilan, dan perdamaian dunia. Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseoarang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM). Bila kita tinjau HAM dalam perspektif Islam adalah Islam menganggap dan meyakini bahwa Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada setiap manusia yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia (Jan Materson/Komisi HAM PBB). Hak asasi Manusia adalah al-huquq al-insan al-dhoruriyyah yakni hak-hak kodrati yang dianugerahkan Allah SWT kepada setiap manusia dan tidak dapat dicabut atau dikurangi oleh kekuasaan atau badan apapun. Di antara konsep yang relevan dengan HAM adalah rumusan fuqaha tentang maqshid al Syari (tujuan Syariah) berdasarkan analisi fuqaha, bahwa Allah dan Rasulnya , membuat syariah dengan beberapa tujuan, memelihara kebebasan beragama (hifz ad-din), memelihara diri atau menjaga kelangsungan hidup (hifz al-nafs),akal (hifz al-Aql),keturunan (hifz alnasl), dan memelihara harta (hifz al-amwal).

1. Sejarah Pengakuan Hak Asasi Manusia Latar belakang sejarah hak asasi manusia, pada hakikatnya, muncul karena inisiatif manusia terhadap harga diri dan martabatnya, sebagai akibat tindakan sewenang-wenang dari penguasa, penjajahan, perbudakan, ketidak adilan dan kezaliman ( tirani ). Perkembangan pengakuan hak asasi manusia ini berjalan secara perlahan dan beraneka ragam. Perkembangannya dapat kita lihat berikut ini: 1. 1. Perkembangan Hak Asasi Manusia pada Masa Sejarah.

Yaitu bisa kita ambil dari sebuah kisah perjuangan Nabi Muhammad saw untuk membebaskan para bayi wanita dan wanita dari penindasan bangsa Quraisy ( tahun 600 Masehi ). 1. 2. Perkembangan Hak Asasi Manusia di Inggris.

Inggris merupakan Negara pertama didunia yang memperjuangkan hak asasi manusia. Perjuangan tersebut tampak dari beberapa dokumen sebagai berikut :

Tahun 1215, munculnya piagam Magna Charta atau Piagam Agung. Terjadi pada pemerintahan raja John, yang bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat dan terhadap kelompok bangsawan. Tahun 1628, keluarnya piagam Petition of Right. Dokumen ini berisi pertanyaan mengenai hak-hak rakyat beserta jaminannya. Tahun 1679, munculnya Habeas Corpus Act. Dokumen ini merupakan undangundang yang mengatur tentang penahanan seseorang. Tahun 1689, keluar Bill of Right. Merupakan undang-undang yang diterima parlemen Inggris sebagai bentuk perlawanan terhadap Raja James II.

1. 3.

Perkembangan Hak Asasi Manusia di Amerika Serikat.

Perjuangan penegakan hak asasi manusia di Amerika didasari pemikiran John Locke, yaitu tentang hak-hak alam seperti, hak hidup, hak kebebasan, dan hak milik. 1. 4. Perkembangan Hak Asasi Manusia di Prancis.

Perjuangan hak asasi manusia di Prancis dirumuskan dalam suatu naskah pada awal revolusi Prancis pada tahun 1789, sebagai pernyataan tidak puas dari kaum borjuis dan rakyat terhadap kesewenang-wenangan Raja Louis XVI. Naskah tersebut dikenal dengan Declaration des Droits de L home et Du Citoyen ( pernyataan mengenai hak-hak asasi manusia dan warga Negara ). 1. 5. Atlantic Charter 1941.

Atlantic Charter, muncul pada saat terjadinya Perang Dunia II yang dipelopori oleh F.D. Roosevelt. 1. 6. Pengakuan Hak Asasi Manusia oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa

Pada tanggal 10 Desember 1948, PBB telah berhasil merumuskan naskah yang dikenal dengan Universal Declaration of Human Right, yaitu pernyataan sedunia tentang hak-hak asasi manusia, sehingga tanggal 10 Desember sering diperingati sebagai hari hak asasi manusia. 1. 7. Hasil sidang Majelis Umum PBB tahun 1966.

Tahun 1996, dalam siding Majelis Umum PBB, telah diakui covenants on Human Rigths dalam hukum Internasional dan diratifikasi oleh Negara-negara anggota PBB. Jika dilihat dari prespektifnya, sejarah perkembangan hak asasi manusia dikategorikan menjadi empat generasi sebagai berikut:

1. Generasi pertama, pada generasi ini bahwa subtansi HAM berpusat pada aspek hukum dan politik. Ini disebabkan oleh dampak perang dunia ke dua. Dimana negara baru ingin membuat tertib hukum baru. 2. Generasi kedua, setelah perang dunia ke dua. Negara baru tidak hanya menuntut hak-hak yuridis, melainkan hak-hak sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Pada generasi ini lahir dua perjanjian yang terkenal yaitu, covenant on economic, social ,and cultural right, dan international covenant on civil and political right. Keduanya telah disepakati dalam sidang umum PBB pada 1966. 3. Generasi ketiga, pada kondisi sebelumnya mentitik beratkan pada aspek politik, ekonomi, sosial, budaya. Ini menyebabkan ketidak seimbangan pada kehidupan bermasyarakat. Karena ketidak seimbangan tersebut melahirkan gernerasi ketiga yang menyatukan antara politik, ekonomi, sosial, budaya, dan hukum dalam satu wadah. Istilah pembangunan (the right of development). 4. Generasi keempat, dipelopori oleh negara dikawasan asia pada tahun 1983 yang melahirkan deklarasi hak asasi manusia. Yang disebut declaration of the basic duties of Asian people and government. Deklarasi keempat ini mengukuhkan keharusan imperatif dari negara untuk memenuhi hak asasi rakyatnya. 5. Bentuk Hak Asasi Manusia ( HAM ) Bentuk HAM secara umum dibagi menjadi 4 kelompok, yakni: 1. 2. 3. 4. Hak sipil Hak politik Hak ekonomi dan; Hak sosial budaya

Hak sipil, diperlakukan sama dimuka hukum, bebas dari kekerasan, hidup, dan kehidupan. Sementara Hak Politik, berarti kebebasan berserikat, berpendapat dan berkumpul, kemerdekaan mengeluarkan pemikiran dengan lisan dan tulisan. Adapun Hak Ekonomi, berupa jaminan sosial, perlindungan kerja, perdagangan dan pembangunan. Hak Sosial Budaya, berupa hak untuk memperoleh pendidikan, hak kekayaan intelektual, kesehatan, perumahan, dan pemukiman. Dalam UU HAM Nomor 39 Tahun 1999 tertulis dalam Pasal 24 Ayat 1; Setiap orang berhak untuk berkumpul, berpendapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai. Sementara dalam pasal 19 Deklarasi HAM (Universal Declaration of Human Right) menyebutkan Setiap orang berhak untuk mengeluarkan pendapat dan ekspresinya, hak ini mencakup kebebasan untuk memiliki pendapat tanpa adanya campur tangan, dan juga hak untuk mencari, menerima, menyebarkan informasi dan ide melalui media apapun dan tak boleh dihalangi. Munculnya pasal Kriminalisasi terhadap publik sebagai pengguna informasi, yakni pasal 51 UU KIP, Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan informasi publik secara melawan hukum dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak 5 juta rupiah, menjadi kontra produktif dalam menegakkan HAM di Indonesia. Dari pengertian di atas dapat difahami bahwa HAM bukan saja hak untuk mengeluarkan pendapat tetapi juga hak untuk mendapatkan pendapat orang lain. Bagi kalangan masyarakat awam, HAM lebih dilihat sebagai pengakuan terhadap hak-hak sebagai warga Negara.

Konsep HAM berawal dari konsep tentang adanya negara. Gagasan asal mula adanya konsep negara pertama kalinya diperkenalkan oleh seorang filosof Yunani bernama Plato (427-247 SM) yang terkenal dengan konsepnya Negara Ideal, menurutnya bahwa negara ideal adalah suatu komunitas ethical untuk mencapai kebajikan dan kebaikan, karena pada hakekatnya adalah sesuatu keluarga, yang didalamnya kamu semua adalah saudara.

1. Jenis Hak Asasi Manusia Jenis hak asasi manusia diantaranya adalah dapat diketahui dalam deklarasi universal tentang hak asasi manusia yang disetujui dan diumumkan oleh reolusi majelis umumPBB pada 10 desember 1948. Menurut deklarasi tersebut yang isinya terdiri 30 pasal, dijelaskan seperangkat hak-hak asasi dasar manusia. Diantaranya:

Hak hidup, Hak tidak menjadi budak, Hak tidak disiksa dan tidak ditahan, Hak persamaan hukum, dan Hak untuk mendapatkan praduga tidak bersalah.

Secara lebih spesifik, dalam pasal-pasal tersebut ditegaskan beberapa kategori hak sebagai berikut:

Pertama, hak yang secara langsung memberikan gambaran kondisi umum bagi individu agar mewujudkan watak kemanusiaanya, Kedua, hak tentang perlakuan yang seharusnya diperoleh mansia dalam sistem hukum, Ketiga, hak kegiatan individu tanpa campur tangan pemeritah, Keempat, hak jaminan taraf minimal hidup manusia. Penegakan Hak Asasi Manusia ( HAM ) dalam Mewujudkan Civil Society

1. 2.

Adanya fenomena penindasan rakyat yang dilakukan oleh pemerintah yang sedang berkuasa merupakan realitas yang sering dipaparkan dalam pemberitaan pers, baik melalui media elktronika maupun media cetak. Hal ini merupakan bagian kecil dari fenomena kehidupan yang sangat tidak menghargai posisi rakyat ( Civil ) dihadapan penguasa, dan bagian dari fenomena kehidupan yang tidak menghargai kebebasan berserikat dan berpendapat. Kenyataan tersebut pada akhirnya bermuara pada perlunya dikaji kembali kekuatan rakyat/masyarakat ( Civil ) dalam konteks interaksi, baik antara rakyat dengan Negara, maupun antara rakyat dengan rakyat. Kedua pola hubungan interaktif tersebut akan memposisikan rakyat sebagai bagian integral dalam sebuah komunitas Negara yang memiliki daya tawar ( bargaining power ) dan menjadi komunitas masyarakat sipil yang memiliki kecerdasan, analisa kritis yang tajam, dan mampu berinteraksi di lingkungannya secara demokratis dan berkeadaban. Untuk mewujudkan demokrasi dan keberadaban itu, maka dibutuhkan upaya yang serius untuk menciptakan kondisi yang demokratis. Kondisi demokratis di sini merupakan satu kondisi yang menjadi penegak wacana masyarakat madani, dimana dalam menjalani

kehidupan, warga Negara memiliki kebebebasan penuh unruk menjalankan aktivitas kesehariannya, termasuk dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Kondisi demokratis berarti masyarakat dapat berlaku santun dalam pola hubungan interaksi dengan masyarakat disekitarnya, tanpa mempertimbangkan suku, ras dan agama. Prasyarat demokratis ini banyak dikemukakan oleh para pakar yang mengkaji fenomena civil society. Bahkan, demokrasi merupakan salah satu syarat mutlak bagi penegakan civil society. Penekanan demokrasi ( kondisi demokratis ) disini dapat mencakup berbagai bentuk aspek kehidupan, seperti politik, sosial, budaya pendidikan, ekonomi dan sebagainya. Sebuah masyarakat yang demokratis hanya dapat terbentuk manakala anggota masyarakat yang satumenghormati hak asasi yang dimiliki anggota masyarakat yang lain dalam komunitas kehidupannya masing-masing. Aspek lain yang diperlukan untuk mewujudkan sebuah masyarakat madani yaitu sebagai berikut:

Tegaknya keadilan dan supermasi hukum dalam kehidupan bermasyarakat.

Keadilan dimaksud untuk mewujudkan keseimbangan yang proporsional terhadap hak dan kewajiban setiap warga Negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Hal ini meniscayakan tidak adanya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan pada satu kelompok masyarakat. Secara esensial, masyarakat memiliki hak yang sama dalam memperoleh kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah ( penguasa ). Supermasi hukum akan terwujud apabila setiap warga Negara, baik yang duduk dalam pemerintahan maupun sebagai rakyat biasa, semuanya tunduk pada hukum. Hal tersebut berarti bahwa perjuangan untuk mewujudkan hak dan kebebasan antar warga Negara haruslah dilakukan secara damai dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Selain itu, supermasi hukum juga memberikan jaminan dan perlindungan terhadap segala bentuk penindasan individu dan kelompok yang melanggar norma-norma hukum dan segala bentuk penindasan terhadap hak asasi manusia, sehingga terwujud bentuk kehidupan yang beradab ( civilized ).

1. Penguatan Civil Society Penguatan Civil Society dalam ilmu politik, penguatan civil society menjadi isu penting yang harus dibahas. Civil society merupakan kondisi ideal di mana ada sekelompok warga yang mampu mandiri dari kungkungan Negara. Mereka mamapu menyeimbangkan hak dan kewajibannya di depan Negara, sehingga warga Negara diperhitungkan sebagai kekuatan mandiri. Kebanyakan warga Negara memandang bahwa ketaatan kepada Negara merupakan sebuah keharusan bukan sebagai hak warga Negara. Oleh karena itu nilai tawar warga Negara kurang berarti di depan Negara. Sebaliknya apabila warga Negara kuat dan maju, maka warga

Negara tidak saja sebagai objek, tetapi justru sebagai subjek Negara. Keseimbangan hak dan kewajiban bagi warga Negara merupakan sebuah keniscayaan. Dengan demikian penguatan hak politik warga Negara akan terlaksana manakala warga Negara menjadi warga Negara yang mandiri tanpa ada ketergantungan dengan Negara (civil society). Dengan Civil society yang kuat hak-hak warga Negara sangat diperhatikan oleh Negara. Dari uraian di atas yaitu tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Perspektif Politik, mengingatkan kepada kita, bahwa HAM sangat diperlukan dalam membangun civil society yang kuat. Civil society sebagai bagian dari unsur-unsur Negara, yakni warga Negara, wilayah, perundang-undangan, dan pemerintah mutlak keberadaannya.

Untuk mewujudkan penguatan civil society maka dibutuhkan dua suasana yakni: 1. Pengakuan Negara atas hak-hak warga Negara dan penguatan lembaga civil society. 2. Pengakuan Negara atas hak-hak sipil dan politik warga menjadi penting, karena dalam sebuah Negara demokrasi political will dari Negara terutama dari penyelengara pemerintahan sangat mentukan eksistensi warga Negara.

Pengakuan hak-hak politik warga Negara sekarang ini bisa dilihat dari berbagai undangundang politik yang mengakomodir hak-hak politik warga. Diperbolehkannya calon bupati/walikota atau calon presiden dari kelompok independent perlu diapresiasi oleh warga, karena wacana ini sebagai upaya pembelaan terhadap hak politik warga. Begitu juga dengan diberlakukannya UU No 14/2008 tentanag Kebebasan Informasi Publik yang mengamanatkan terbentuknya KIP (Komite Informasi Publik) yang dibentuk di pusat dan Provinsi, merupakan upaya dalam rangka menjamin terealisasinya hak-hak politik warga agar mendapatkan berbagai informasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintah.

1. Mewujudkan Civil Society Civil society akan tumbuh bila terdapat faktor-faktor sebagai berikut yaitu :

Pertama, negara kuat dan memiliki aturan yang tegas dan jelas yang mengikat warga negaranya. Kedua, terdapatnya civic competence yaitu kesadaran berwarganegara yang dilandasi penghargaan atas prinsip toleransi. Ketiga, terdapatnya otoritas negara yang efektif dan terlembaga. Keempat, birokrasi yang efektif dan efisien memperjuangkan kepentingan masyarakat sipil.

1. Civil Society akan muncul bila negara kuat dan memiliki aturan yang tegas dan jelas yang mengikat warga negaranya.

Studi Gunnar Myrdall tahun 1960-an menunjukkan bahwa banyak negara di Asia yang civil societynya lemah mengalami kebangkrutan ekonomi, miskin, serta disertai praktik korupsi yang merajalela sebagai akibat dari ketidakmampuan negara-negara tersebut menciptakan dan menerapkan hukum serta aturan-aturan yang jelas dan tegas. Negara-negara semacam inilah yang dikategorikan Myrdall sebagai negara-lunak (soft state). Indonesia pada saat itu ikut dimasukkan ke dalam kategori tersebut. Dalam perkembangannya, konsep negara lunak sering kali dipakai untuk menjelaskan pemerintah-negara yang lemah, yang tidak memiliki cukup kewibawaan dan kemampuan untuk mengendalikan seluruh mekanisme penyelenggaraan negara dan dinamika kehidupan masyarakat. Negara tanpa Pemerintah adalah istilah sinis yang dilontarkan untuk menggambarkan ketidakmampuannya mengatasi dinamika masyarakat yang mudah berkembang ke arah anarki dan chaos. Negara yang kuat ditandai oleh kamampuannya menjamin bahwa hukum dan kebijakan yang dilahirkannya ditaati oleh masyarakat, tanpa harus menebarkan ancaman, paksaan, dan kecemasan yang berlebihan.

1. Civil Society akan terwujud bila terdapatnya civic competence. Civic competence yaitu kesadaran berwarganegara yang dilandasi penghargaan atas prinsip toleransi. Reformasi sejak tahun 1998 membawa pemerintah ke posisi yang canggung dan serba salah karena upaya mewujudkan civil society ternyata tidak diikuti oleh upaya mengembangkan civic competence (kesadaran berwarganegara yang dilandasi penghargaan atas prinsip toleransi).Akibatnya, ketertiban masyarakat terganggu (social disorder), yang antara lain ditandai oleh konflik-konflik horizontal antarkelompok terus terjadi di manamana, sementara kebebasan dalam wujud aksi-aksi protes dan demo menjadi tak terkendali, bahkan menjurus ke situasi yang cenderung anarki. Padahal, sering diingatkan cendekiawan Nurcholis Madjid (almarhum), inti dari masyarakat madani ialah madaniah atau keadaban (civility), maka kebebasan tak terkekang yang menjurus ke kekacauan (chaos) justru merupakan halangan utama bagi pertumbuhannya. Sebab, situasi yang kacau akan menjadi persemaian subur bagi kembalinya otoritarianisme. Karena itu, masyarakat madani dengan sendirinya mengasumsikan adanya civil responsibility (tanggung jawab kemasyarakatan).

1. Civil Society tumbuh bila terdapatnya otoritas negara yang efektif dan terlembaga. Civil Society tumbuh bila terdapatnya otoritas negara yang efektif dan terlembaga dan jika terjadi penentangan terhadap otoritas ini, ia mampu mengatasinya. Dengan kekuatan semacam itulah, negara mampu menjaga keamanan, ketertiban, kebebasan, serta mampu mewujudkan kesejahteraan dan keadilan ekonomi. Jika negara tidak mampu menjaga otoritas semacam ini, ia disebut sebagai negara lemah. Dengan sendirinya civil society akan muncul bersama kesejahteraan dan keadilan ekonomi yang tumbuh dari otoritas negara yang efektif dan terlembaga.

1. Civil Society akan tumbuh bila terdapat birokrasi yang efektif dan efisien. Syarat penting terwujudnya civil society adalah birokrasi yang efektif dan efisien memperjuangkan kepentingan masyarakat sipil. Ernest Gellner (1995) mengemukakan, ada beberapa hal yang harusnya menjadi catatan penting agar birokrasi bisa menjadi civilian government, birokrasi negara yang memperjuangkan kepentingan masyarakat sipil.

Pertama, mampu menciptakan tatanan sosial yang tidak melakukan penguatan yang bersifat memaksa. Ini berarti, proses demokrasi secara substansial sudah mampu ditegakkan yang disertai dengan bangunan kesadaran masyarakat yang sudah tidak hegemonik. Kedua, negara yang direpresentasian oleh birokrasi pemerintahan mampu memenuhi perannya sebagai penjaga perdamaian di atas berbagai kepentingan besar. Birokrasi mampu menjadi pelayan bagi kepentingan publik dan tidak terlibat dalam conflic of interest. Ketiga, negara harus menciptakan tatanan masyarakat yang harmonis, yang bebas dari eksploitasi dan penindasan, ini menuntut adanya regulasi pemerintah yang menjadi kebebasan dan penegakan hak-hak kewargaan. Keempat, negara tidak melakukan proses dominasi dan atomisasi masyarakat.

Dari sini terlihat bahwa negara harus bisa membangun orientasi kembar dalam menjalankan fungsi birokrasinya. Negara juga dituntut meningkatkan kesejahteraan warga negara dan menjaga kondisi keuangan negara. Di sisi lain negara juga dituntut agar proaktif mendorong terciptanya arus demokratisasi di tingkat masyarakat sipil. Negara harus mampu mewujudkan pertumbuhan ekonomi dengan tetap berbasis pada kekuatan perekonomian domestik, ini berarti harus dibangun sebuah sistem perekonomian yang berpihak pada masyarakat atau sistem ekonomi kerakyatan. Selain itu, negara harus tetap mempertahankan orientasinya untuk memberdayakan civil society melalui proses demokratisasi yang memberi akses selebar-lebarnya bagi mereka untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan.

v Kesimpulan

Kehidupan demokrasi itu membutuhkan mekanisme kontrol yang amat kuat dari masyarakat. Agar memiliki kekuatan yang cukup, maka kontrol itu harus dilakukan oleh lembagalembaga otonom sebagai perimbangan pada kekuasaan negara. Dalam konteks ini berarti harus selalu ada lembaga atau individu yang berhadapan dengan kekuasaan negara. Kekuatan inilah yang disebut dengan civil society. Rakyat harus diberi kebebasan untuk mengartikulasikan gagasan dan aspirasinya, tanpa mendapatkan tekanan dan dominasi negara. Sehingga adanya kelompok oposisi merupakan salah satu ciri penting dalam masyarakat madani, bahkan merupakan sebuah keharusan. Ciri lain dari masyarakat madani adalah pluralisme. Pluralisme adalah sebuah paham yang menyatakan bahwa kekuasaan negara haruslah dibagibagikan kepada berbagai golongan dan tidak dibenarkan adanya monopoli suatu golongan.

Civil society akan tumbuh bila terdapat faktor-faktor sebagai berikut yaitu: pertama, negara kuat dan memiliki aturan yang tegas dan jelas yang mengikat warga negaranya. Kedua, terdapatnya civic competence yaitu kesadaran berwarga negara yang dilandasi penghargaan atas prinsip toleransi. Ketiga, terdapatnya otoritas negara yang efektif dan terlembaga. Keempat, birokrasi yang efektif dan efisien memperjuangkan kepentingan masyarakat sipil. Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada beberapa indikator yang diperlukan untuk mewujudkan Civil Society atau masyarakat madani. Diantara indikator yang terpenting adalah bahwa masyarakat tersebut harus dalam posisi mandiri dihadapan kekuasaan Negara, dan ditengah masyarakat tersebut ditegakkan keadilan dan supremasi hukum, sehingga terwujud kehidupan yang demokratis dan toleran.

DAFTAR PUSTAKA

Winarno. 2006. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Bumi Aksara. Asykuri ibn Chamim, dkk. 2003. Civic Education, Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Ditlitbang Muhammadiyah dan LPP UMY. Imam Yahya. 2010. Ham dan Civil Society. ( makalah )

You might also like