You are on page 1of 17

MEKANISME PERSALINAN NORMAL

1 Definisi Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar.1

Fisiologi Persalinan Suatu persalinan ditandai dengan peningkatan aktivitas miometrium dari aktivitas

jangka panjang dan frekuensi rendah, menjadi aktivitas tinggi dengan frekuensi yang lebih tinggi. Kondisi ini menghasilkan suatu keadaan menipis dan membukanya serviks uterus. Pada persalinan normal terdapat juga hubungan antara waktu dengan perubahan biokimiawi jaringan ikat serviks yang menyebabkan kontraksi uterus dan pembukaan serviks. Semua peristiwa tersebut terjadi sebelum pecahnya selaput ketuban.2 Sebab terjadinya partus sampai kini masih merupakan teori-teori yang kompleks. Faktor-faktor humoral, pengaruh prostaglandin, struktur dan sirkulasi darah uterus, pengaruh saraf, dan nutrisi disebut sebagai faktor-faktor yang mengakibatkan partus dimulai. Perkembangan ilmu biokimia dan biofisika telah banyak mengungkapkan proses dimulai dan berlangsungnya partus, antara lain penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron. Seperti diketahui progesteron merupakan penenang bagi otot-otot uterus. Penurunan kadar kedua hormon ini terjadi kira-kira 1-2 minggu sebelum partus dimulai. Kadar prostaglandin dalam kehamilan dari minggu ke 15 hingga aterm meningkat terlebih sewaktu partus.1,3 Pengaruh hormon hanya sebagian dari banyak faktor-faktor kompleks yang dapat membangkitkan his. Selanjutnya dengan berbagai tindakan, persalinan dapat juga dimulai (induction of labor) misalnya : 1) merangsang pleksus Frankenhauser dengan memasukkan gagang laminaria dalam kanalis servikalis, 2) pemecahan ketuban, 3) penyuntikan oksitosin (sebaiknya dengan jalan intravena), 4) pemakaian prostaglandin, dan sebagainya. Dalam menginduksi persalinan perlu diperhatikan bahwa serviks sudah matang (serviks sudah pendek dan lembek), dan kanalis servikalis terbuka minimal satu jari.1,3

Faktor yang Mempengaruhi Persalinan Faktor yang mempengaruhi persalinan diantaranya : 1) Passage (Jalan Lahir) 1,4

Merupakan jalan lahir yang harus dilewati oleh janin terdiri dari rongga panggul, dasar panggul, serviks dan vagina. Syarat agar janin dan plasenta dapat melalui jalan lahir tanpa ada rintangan, maka jalan lahir tersebut harus normal. Ukuran-ukuran pintu atas panggul yang penting diketahui: konjungata vera (11 cm): pinggir atas simfisis promontorium (jarak konjugata diagonalis 1,5 cm) konjugata diagonalis ( 12,5 cm): promontorium diameter transversa (12,5 13 cm): garis melintang terjauh pada PAP diameter obliqua ( 13 cm): bila ditarik garis dari artikulasio sakroiliaka ke titik persekutuan antara diameter transversa dan konjugata vera konjugata obstetrika: dari bagian dalam tengah simfisis sampai ke promontorium pinggir bawah simfisis sampai ke

Gambar 1 Ukuran Pintu Panggul Atas

Gambar 2 Bentuk Panggul

2) Power 1,4 Power adalah kekuatan atau tenaga untuk melahirkan yang terdiri dari his atau kontraksi uterus dan tenaga meneran dari ibu. Power merupakan tenaga primer atau kekuatan utama yang dihasilkan oleh adanya kontraksi dan retraksi otot-otot rahim. Kekuatan yang mendorong janin keluar (power) terdiri dari : a) His (kontraksi otot uterus) His adalah kontraksi uterus karena otot-otot polos rahim bekerja dengan baik dan sempurna. Pada waktu kontraksi otototot rahim menguncup sehingga menjadi tebal dan lebih pendek. Kavum uteri menjadi lebih kecil serta mendorong janin dan kantung amneon ke arah segmen bawah rahim dan serviks. b) Kontraksi otot-otot dinding perut c) Kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan 3) Passanger1,4 a) Janin
3

Bagian yang paling besar dan keras dari janin adalah kepala janin. Posisi dan besar kepala dapat mempengaruhi jalan persalinan. b) Sikap (habitus) Menunjukkan hubungan bagian-bagian janin dengan sumbu janin, biasanya terhadap tulang punggungnya. Janin umumnya dalam sikap fleksi, di mana kepala, tulang punggung, dan kaki dalam keadaan fleksi, serta lengan bersilang di dada. c) Letak janin Letak janin adalah bagaimana sumbu panjang janin berada terhadap sumbu ibu, misalnya letak lintang di mana sumbu janin sejajar dengan dengan sumbu panjang ibu; ini bisa letak kepala, atau letak sungsang. d) Presentasi Presentasi digunakan untuk menentukan bagian janin yang ada di bagian bawah rahim yang dapat dijumpai pada palpasi atau pemeriksaan dalam. Misalnya presentasi kepala, presentasi bokong, presentasi bahu, dan lain-lain. e) Posisi Posisi merupakan indikator untuk menetapkan arah bagian terbawah janin apakah sebelah kanan, kiri, depan atau belakang terhadap sumbu ibu (maternal pelvis). Misalnya pada letak belakang kepala (LBK) ubun-ubun kecil (UUK) kiri depan, UUK kanan belakang. f) Placenta Placenta juga harus melalui jalan lahir, ia juga dianggap sebagai penumpang atau pasenger yang menyertai janin namun placenta jarang menghambat pada persalinan normal. 4 Tahapan Persalinan Partus dibagi menjadi 4 kala. Pada kala I serviks membuka sampai terjadi pembukaan 10 cm, kala ini dinamakan kala pembukaan. Kala II disebut kala pengeluaran karena berkat
4

kekuatan his dan kekuatan mengedan ibu, janin didorong keluar sampai lahir. Dalam kala III atau kala uri, plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV dimulai dari lahirnya plasenta dan lamanya sekitar 1 jam. Dalam kala ini diamati apakah terjadi perdarahan postpartum pada ibu atau tidak1,5,6.

4.1

Kala I Secara klinis dinyatakan partus dimulai apabila timbul his dan wanita tersebut

mengeluarkan lendir yang bercampur darah (bloody show). Lendir ini berasal dari lendir kanalis servikalis yang mulai membuka atau mendatar. Sedangkan darah berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler yang berada disekitar kanalis servikalis yang pecah karena pergeseran-pergeseran ketika serviks membuka. Proses membukanya serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase.1,6 Fase laten. Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm. Selama fase ini, orientasi dari kontraksi uterus adalah perlunakan serviks serta penipisan (efficement). Kriteria minimal Friedman untuk memasuki fase aktif adalah pembukaan dengan laju 1,2 cm/jam untuk nullipara, serta 1,5 cm/jam untuk multipara.5 Fase aktif. Dibagi dalam 3 fase, yakni: a. Fase akselerasi. Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm. b. Fase dilatasi maksimal. Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm. c. Fase deselerasi. Pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap. Mekanisme membukanya serviks berbeda antara primigravida dengan multigravida. Pada yang pertama ostium uteri internum akan membuka terlebih dahulu sehingga serviks akan mendatar dan menipis, kemudian ostium uteri eksternum membuka. Pada multigravida ostium uteri internum sudah sedikit terbuka, sehingga pembukaan ostium uteri internum dan eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang bersamaan.1 Ketuban akan pecah sendiri ketika pembukaan hampir atau telah lengkap. Tidak jarang ketuban harus di pecahkan ketika pembukaan hampir lengkap atau telah lengkap. Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap.1 4.2 Kala II Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira satu kali setiap 2 sampai 3 menit. Karena biasanya kepala janin sudah masuk di ruang panggul, secara reflektoris
5

timbul rasa ingin mengedan. Tekanan pada rektum juga menimbulkan perasaan hendak buang air besar sehingga perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his. Bila dasar panggul sudah lebih berelaksasi, kepala janin tidak akan masuk lagi di luar his. Kemudian dengan his dan kekuatan mengedan maksimal, kepala janin dilahirkan dengan suboksiput di bawah simfisis dan secara berurutan lahir dahi, muka, dan dagu melewati perineum. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan dan ekstremitas bayi. Pada primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada multipara rata-rata 30 menit.1,4,5

4.3

Kala III Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat.

Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah.1,5 4.4 Kala IV Kala IV adalah kala dimana ibu pasca melahirkan dipantau selama 1-2 jam untuk melihat apakah terjadi perdarahan postpartum atau tidak. Pada saat ini juga dilakukan pemantauan tanda vital untuk mengetahui keadaan umum ibu. 1,5

Gambar 3 Kurva Friedman


6

Mekanisme Persalinan Normal Hampir 96% janin berada dalam uterus dengan presentasi kepala dan pada presentasi

kepala ini ditemukan 58% ubun-ubun kecil terletak di kiri depan, 23% di kanan depan, 11% di kanan belakang, dan 8% di kiri belakang. Keadaan ini mungkin disebabkan terisinya ruangan di sebelah kiri belakang oleh kolon sigmoid dan rektum.1,5 Menjadi pertanyaan mengapa janin dengan persentasi tinggi berada dalam uterus dengan presentasi kepala. Keadaan ini mungkin disebabkan karena kepala relatif lebih besar dan lebih berat. Mungkin pula karena bentuk uterus sedemikian rupa sehingga volume bokong dan ekstremitas yang lebih besar berada di atas, yaitu di ruangan yang lebih luas sedangkan kepala berada di bawah, di ruangan yang lebih sempit. Hal ini dikenal sebagai teori akomodasi.1,5 Tiga faktor penting yang memegang peranan pada persalinan adalah kekuatankekuatan yang ada pada ibu seperti kekuatan his dan kekuatan mengedan, keadaan jalan lahir, dan janin tersebut.1 His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks membuka dan mendorong janin ke bawah. Pada presentasi kepala, bila his sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam rongga panggul. His yang sempurna akan membuat dinding korpus uteri yang terdiri atas otot-otot menjadi lebih tebal dan lebih pendek, sedangkan bagian bawah uterus dan serviks yang hanya mengandung sedikit jaringan kolagen akan mudah tertarik hingga menjadi tipis dan membuka. Kontraksi yang sempurna adalah kontraksi yang simetris dengan dominasi di fundus uteri, dan mempunyai amplitudo 40-60 mmHg yang berlangsung selama 60-90 detik dengan jangka waktu kontraksi 2-4 menit, dan pada relaksasi tonus uterus kurang dari 12 mmHg.1,5 Masuknya kepala melintasi pintu atas panggul dapat dalam keadaan sinklitismus, yaitu bila sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang pintu atas panggul. Dapat pula kepala masuk dalam keadaan asinklitismus, yaitu arah sumbu kepala janin miring dengan bidang pintu atas panggul. Asinklitismus anterior menurut Naegele ialah apabila arah sumbu kepala membuat sudut lancip ke depan dengan pintu atas panggul. Dapat pula asinklitismus posterior menurut Litzman yaitu keadaan sebaliknya dari asinklitismus anterior. Keadaan asinklitismus anterior lebih menguntungkan daripada mekanisme turunnya kepala dengan asinklitismus posterior karena ruangan pelvis di daerah posterior lebih luas dibandingkan dengan ruangan pelvis di daerah anterior. Hal asinklitismus penting apabila daya akomodasi panggul agak terbatas.1,5
7

Gambar 4 Mekanisme Persalinan

Akibat sumbu kepala janin yang eksentrik atau tidak simetris, dengan sumbu lebih mendekati suboksiput, dan tahanan oleh jaringan dibawah terhadap kepala yang akan menurun, maka kepala akan mengadakan fleksi di dalam rongga panggul menurut hokum Koppel. Dengan fleksi kepala janin memasuki ruang panggul dengan ukuran yang paling kecil, yakni dengan diameter suboksipitobregmatikus (9,5cm) dan dengan sirkumferensia suboksipitobregmatikus (32 cm). Sampai di dasar panggul kepala janin berada dalam keadaan fleksi maksimal. Kepala yang sedang turun menemui diafragma pelvis yang berjalan dari belakang atas ke bawah depan. Akibat kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intrauterin disebabkan oleh his yang berulang-ulang, kepala mengadakan rotasi yang disebut juga putaran paksi dalam. Pada saat melakukan rotasi, ubun-ubun kecil berada di bawah simfisis. Sesudah kepala janin sampai di dasar panggul dan ubun-ubun kecil di bawah simfisis, maka dengan suboksiput sebagai hipomoklion, kepala mengadakan gerakan defleksi untuk dapat dilahirkan. Pada tiap his, vulva lebih membuka dan kepala janin makin tampak. Perineum menjadi lebih lebar dan tipis, anus membuka dinding rektum. Dengan kekuatan his
8

bersama dengan kekuatan mengedan, berturut-turut tampak bregma, dahi, muka, dan akhirnya dagu. Sesudah kepala lahir, kepala segera mengadakan rotasi yang disebut putaran paksi luar. Putaran paksi luar ini ialah gerakan kembali sebelum putaran paksi dalam terjadi, untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung anak.1,4,5 Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring. Di dalam rongga panggul, bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang dilaluinya, sehingga di dasar panggul, apabila kepala telah dilahirkan, bahu akan berada dalam posisi depan belakang. Selanjutnya dilahirkan bahu depan terlebih dahulu, kemudian bahu belakang. Demikian pula dilahirkan trokanter depan terlebih dahulu, kemudian trokanter belakang. Kemudian bayi lahir seluruhnya.1,5 Bila mekanisme partus yang fisiologis ini dipahami dengan sungguh-sungguh, maka pada hal-hal yang menyimpang dapat segera dilakukan koreksi secara manual jika mungkin, sehingga tindakan-tindakan operatif tidak perlu dikerjakan. Apabila bayi telah lahir, segera jalan nafas dibersihkan. Tali pusat dijepit diantara 2 cunam pada jarak 5 cm dan 10 cm. Kemudian di gunting diantara kedua cunam tersebut, lalu diikat. Jepit tali pusat diberi antiseptik. Umumnya bila telah lahir lengkap, bayi akan segera menarik napas dan menangis. Resusitasi dengan jalan membersihkan dan mengisap lendir pada jalan napas harus segera dikerjakan.1,5 Bila bayi telah lahir, uterus akan mengecil. Partus berada dalam kala III atau kala uri. Kala ini tidak kalah pentingnya dengan kala I dan II, sebab kematian ibu karena perdarahan pada kala uri tidak jarang terjadi sebab pimpinan kala II kurang cermat diterapkan. Seperti telah dikemukakan, segera setelah bayi lahir, his mempunyai amplitudo yang kira-kira sama tingginya, hanya frekuensinya yang berkurang. Akibat his ini uterus akan mengecil, sehingga perlekatan plasenta dengan dinding uterus akan terlepas. Lepasnya plasenta dari dinding uterus ini dapat dimulai dari tengah (sentral) menurut Schultze, pinggir (marginal) menurut Mathews-Duncan, atau kombinasi keduanya. Yang terbanyak adalah pelepasan menurut Schultze. Umumnya pada kala II berlangsung selama 6 sampai 15 menit. Tinggi fundus uteri setelah kala III kira-kira 2 jari di bawah pusat.1,5

Pimpinan Persalinan Pimpinan persalinan yang normal juga terbagi dalam 4 kala sesuai dengan mekanisme

persalinan normal: 1,5,6 6.1 Kala I1,5,6 Dalam kala I, pekerjaan dokter, bidan, atau penolong persalinan adalah mengawasi wanita inpartu sebaik-baiknya dan melihat apakah semua persiapan untuk persalinan sudah dilakukan. Pemberian obat atau tindakan hanya apabila ada indikasi untuk ibu maupun anak. Pada seorang primigravida aterm umumnya kepala janin sudah masuk pintu atas panggul pada kehamilan 36 minggu, sedangkan pada multigravida baru pada kehamilan 38 minggu. Pada kala I, apabila kepala janin telah masuk sebagian ke dalam pintu atas panggul serta ketuban belum pecah, wanita tersebut dapat dipersilahkan duduk atau berjalan-jalan di sekitar kamar bersalin. Akan tetapi, pada umumnya wanita lebih suka berbaring karena sakit yang dirasakan ketika muncul his. Berbaring sebaiknya ke sisi, tempat punggung janin berada. Cara ini mempermudah turunnya kepala dan putaran paksi dalam. Apabila kepala janin belum turun ke dalam pintu atas panggul, sebaiknya wanita tersebut berbaring terlentang, karena bila ketuban pecah, mungkin terjadi komplikasi-komplikasi, seperti prolaps tali pusat, prolaps tangan, dan sebagainya. Apabila his sudah sering dan ketuban sudah pecah, wanita tersebut harus berbaring. Pemeriksaan luar untuk menentukan letak janin dan turunnya kepala hendaknya dilakukan untuk memeriksa kemajuan partus, disamping dapat dilakukan pula pemeriksaan rektal atau pervaginam. Hasil pemeriksaan pervaginam juga disebut pemeriksaan dalam harus menyokong dan lebih merinci apa yang dihasilkan oleh pemeriksaan luar. Harus disadari bahwa tiap pemeriksaan dalam pada waktu persalinan selalu menimbulkan bahaya infeksi dan rasa nyeri pada penderita. Akan tetapi hal-hal tersebut jangan sampai menghalangi untuk menjalankan pemeriksaan dalam yang diperlukan untuk menilai vagina (terutama dindingnya, menyempit atau tidak), keadaan dan pembukaan serviks, kapasitas panggul, ada tidaknya penghalang jalan lahir, sifat fluor albus, dan adanya penyakit (bartholinitis, urethritis, sistitis, dan sebagainya), ketuban, presentasi kepala janin, turunnya kepala dalam ruang panggul, penilaian besar kepala terhadap panggul, dan menilai kelangsungan partus. Pemeriksaan per rektum baik untuk menilai turunnya kepala, tetapi kurang baik untuk menilai ketuban, keadaan serviks, serta posisi dan presentasi kepala. Pemeriksaan per rektum dapat mengurangi infeksi eksogen (dari luar), tetapi dapat menimbulkan infeksi endogen (dari dalam) bila pemeriksaan kurang memperhatikan asepsis dan antisepsis dan menggosok-gosok dengan jari dinding vagina bagian belakang yang pada umumnya mengandung kuman-kuman
10

ke dalam pembukaan serviks. Pada pemeriksaan per vaginam kemungkinan infeksi eksogen dapat diperkecil bila pemeriksa memperhatikan asepsis dan antisepsis dengan memakai sarung tangan steril dan dapat menggunakan krem dettol atau sejenis. Mengingat adanya kemungkinan menimbulkan infeksi, maka pemeriksaan dalam hendaknya hanya dilakukan bila ada indikasi ibu maupun janin atau bila akan diadakan tindakan di samping perlu untuk mengetahui kemajuan partus. Dalam kala I wanita dalam keadaan inpartu dilarang mengedan. Sebaiknya sebelumnya dilakukan dahulu lavement. Lazimnya dimasukkan 20 sampai 40 ml gliserin ke dalam rektum dengan penyemprot klisma atau diberi suppositoria. Jika tidak diberi klisma, skibala di rektum akan membuat wanita tersebut mengedan sebelum waktunya. Skibala di rektum juga akan menghalangi rotasi kepala yang baik pada kala I. 6.2 Kala II1,5,6 Kala II dimulai jika pembukaan serviks telah lengkap. Umumnya pada akhir kala I atau permulaan kala II dengan kepala janin sudah masuk dalam ruang panggul, ketuban akan pecah sendiri. Bila ketuban belum pecah, ketuban harus dipecahkan. Kadang-kadang pada permulaan kala II ini, wanita tersebut mau muntah disertai timbulnya rasa mengedan yang kuat. Di samping his, wanita tersebut harus dipimpin untuk mengedan pada waktu ada his. Selain itu, denyut jantung janin juga harus sering diawasi. Ada dua cara mengedan yang baik, yaitu : 1. Wanita tersebut dalam letak terbaring merangkul kedua pahanya sampai batas siku. Kepala sedikit diangkat, sehingga dagunya mendekati dadanya dan ia dapat melihat perutnya. 2. Sikap seperti diatas, tetapi badan dalam posisi miring ke kiri atau ke kanan, tergantung pada letak punggung anak. Hanya satu kaki dirangkul, yakni kaki berada di atas. Posisi ini baik dilakukan bila putaran paksi dalam belum sempurna. Dokter atau penolong persalinan berdiri pada sisi kanan wanita tersebut. Bila kepala janin telah sampai di dasar panggul, vulva mulai membuka. Rambut dan kepala janin mulai tampak. Perineum dan anus tampak mulai meregang. Perineum mulai lebih tinggi, sedangkan anus mulai membuka. Anus pada awalnya berbentuk bulat,

kemudian berbentuk seperti huruf D. Yang tampak dalam anus adalah dinding depan rektum. Perineum harus ditahan dan bila tidak, dapat menyebabkan ruptura perineum, terutama pada primigravida. Perineum ditahan dengan tangan kanan dan sebaiknya dilapisi dengan kain steril.

11

Episiotomi dianjurkan untuk dilakukan pada primigravida atau pada wanita dengan perineum yang kaku. Episiotomi ini dilakukan bila perineum telah menipis dan kepala janin tidak masuk kembali ke dalam vagina. Ketika kepala janin akan mengadakan defleksi dengan suboksiput di bawah simfisis sebagai hipomoklion, sebaiknya tangan kiri menahan bagian belakang kepala dengan maksud agar gerakan defleksi tidak terlalu cepat. Dengan demikian, ruptura perineum dapat dihindarkan. Untuk mengawasi perineum ini, posisi miring (Sims position) lebih menguntungkan dibandingkan dengan posisi biasa. Akan tetapi, bila perineum jelas telah tipis dan menunjukkan akan timbul ruptura perineum, maka sebaiknya dilakukan episiotomi. Ada beberapa teknik untuk melakukan episiotomi, antara lain episiotomi mediana, dikerjakan pada garis tengah, episiotomi mediolateral, dikerjakan pada garis tengah yang dekat muskulus sfingter ani yang diperluas ke sisi, episiotomi lateral dimana sering menimbulkan perdarahan. Keuntungan episiotomi mediana ialah tidak menimbulkan perdarahan banyak dan penjahitan kembali lebih mudah, sehingga sembuh per primam dan hampir tidak berbekas. Bahaya yang dapat terjadi ialah dapat menimbulkan ruptura perinei totalis. Dalam hal ini muskulus sfingter ani eksternus dan rektum ikut robek pula. Perawatan ruptura perinei totalis harus dikerjakan serapi-rapinya, agar jangan sampai gagal dan timbul inkontinensia alvi. Untuk menghindarkan robekan perineum kadang-kadang dilakukan perasat menurut Rintgen, yaitu bila perineum meregang dan menipis, tahan kiri menahan dan menekan bagian belakang kepala janin ke arah anus. Tangan kanan pada perineum. Dengan ujung jari-jari tangan kanan tersebut melalui kulit perineum dicoba menggait dagu janin dan ditekan ke arah simfisis dengan hati-hati. Dengan demikian, kepala janin dilahirkan perlahan-lahan keluar. Setelah kepala lahir diselidiki apakah tali pusat mengadakan lilitan pada leher janin. Bila terdapat lilitan dilonggarkan, bila sukar dapat dilepaskan dengan cara menjepit tali pusat dengan 2 cunam Kocher, kemudian diantaranya dipotong dengan gunting yang tumpul ujungnya. Setelah kepala lahir, kepala akan mengadakan putar paksi luar ke arah letak punggung janin. Usaha selanjutnya ialah melahirkan bahu janin. Mula-mula dilahirkan bahu depan, dengan kedua telapak tangan pada samping kiri dan kanan kepala janin. Kepala janin ditarik perlahan-lahan ke arah anus sehingga bahu depan lahir. Tidak dibenarkan penarikan yang terlalu keras dan kasar oleh karena dapat menimbulkan robekan pada muskulus sternokleidomastoideus. Kemudian, kepala janin diangkat kearah simfisis untuk melahirkan bahu belakang. Setelah kedua bahu janin dapat dilahirkan, maka usaha selanutnya ialah melahirkan badan janin, trokanter anterior disusul oleh trokanter posterior. Usaha ini tidak sesukar usaha melahirkan kepala dan bahu janin oleh karena ukuran-ukurannya lebih kecil.
12

Dengan kedua tangan dibawah ketiak janin dan sebagian di punggung atas, berturut-turut dilahirkan badan, trokanter anterior, dan trokanter posterior. Setelah janin lahir, bayi sehat dan normal umumnya segera menarik napas dan menangis keras. Kemudian bayi diletakkan dengan kepala ke bawah kira-kira membentuk sudut 30 derajat dengan bidang datar. Lendir pada jalan napas segera dibersihkan atau diisap dengan pengisap lendir. Tali pusat digunting 5 sampai 10 cm dari umbilikus. Dengan cara, tali pusat dijepit 2 cunam Kocher pada jarak 5 dan 10 cm dari umbilikus. Bial ada kemungkinan akan diadakan transfusi pertukaran pada bayi maka pemotongan tali pusat diperpanjang sampai antara 10-15 cm . Di antara kedua cunam tersebut tali pusat digunting dengan yang berujung tumpul. Ujung tali pusat bagian bayi didesinfeksi dan diikat dengan kuat. Hal ini harus diperhatikan karena ikatan kurang kuat dapat terlepas dan perdarahan dari tali pusat masih dapat terjadi yang dapat membahayakan bayi tersebut. Kemudian diperhatikan kandung kencing, bila penuh dilakukan pengosongan kandung kencing, jika bisa wanita tersebut kencing sendiri. Kandung kencing yang penuh dapat menimbulkan atonia uteri dan mengganggu pelepasan plasenta, yang berarti dapat menimbulkan perdarahan postpartum. Kala III1,5,6 Partus kala II disebut juga kala uri. Kala III ini, seperti telah dijelaskan, tidak kalah pentingnya dengan kala I dan kala II. Ketidakhati-hatian dalam memimpin kala II dapat mengakibatkan kematian karena perdarahan. Kala uri dimulai sejak bayi lahir lengkap sampai plasenta lahir lengkap. Terdapat dua tingkat kelahiran plasenta, yang pertama ialah melepasnya plasenta dari implantasinya pada dinding uterus dan dilanjutkan dengan pengeluaran plasenta dari kavum uteri. Seperti telah disebut diatas, setelah janin lahir uterus masih mengadakan kontraksi yang mengakibatkan pengecilan permukaan kavum uteri tempat implantasi plasenta. Hal ini mengakibatkan plasenta akan lepas dari tempat implantasinya. Pelepasan ini dapat dimulai dari tengah menurut Schultze atau dari pinggir menurut Mathews-Duncan atau serempak dari tengah dan pinggir plasenta. Cara yang pertama ditandai oleh makin panjang keluarnya tali pusat dari vagina, tanda ini dikemukakan oleh Ahlfield, tanpa adanya perdarahan pervaginam, sedangkan cara yang kedua ditandai oleh adanya perdarahan dari vagina apabila plasenta mulai terlepas. Umumnya perdarahan tidak melebihi 400 ml. Bila lebih, maka hal ini patologik. Apabila plasenta lahir, umumnya otot-otot uterus segera berkontraksi menjepit pembuluh-pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan segera berhenti.5

6.3

13

Pada keadaan normal menurut Caldeyro-Barcia, plasenta akan lahir spontan dalam waktu 6 menit setelah anak lahir lengkap.6 Untuk mengetahui apakah plasenta telah lepas dari tempat implantasinya, dipakai beberapa perasat antara lain: 1. Perasat Kustner. Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat, tangan kiri menekan daerah di atas simfisis. Bila tali pusat ini masuk kembali dalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Perasat ini hendaknya dilakukan secara hati-hati. Apabila hanya sebagian plasenta terlepas, perdarahan banyak akan dapat terjadi. 2. Perasat Strassmann. Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat, tangan kiri mengetok-ngetok fundus uteri. Bila terasa ada getaran pada tali pusat yang diregangkan ini, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Bila tidak terasa getaran, berarti plasenta telah lepas dari dinding uterus. 3. Perasat Klein. Wanita tersebut disuruh mengedan dan tali pusat tampak turun ke bawah. Bila pengedanannyan dihentikan dan tali pusat masuk kembali ke dalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Kombinasi dari tiga perasat ini baik dijalankan secara hati-hati setelah mengawasi wanita yang baru melahirkan bayi selama 6 sampai 15 menit. Bila plasenta telah lepas spontan, maka dapat dilihat bahwa uterus berkontraksi baik dan terdorong keatas kanan oleh vagina yang berisi plasenta. Dengan tekanan ringan pada fundus uteri plasenta mudah dapat dilahirkan, tanpa menyuruh wanita bersangkutan mengedan yaitu dengan menggunakan perasat Crede. Dengan cara memijat uterus seperti memeras jeruk agar plasenta lepas dari dinding uterus hanya dapat digunakan bila terpaksa misalnya perdarahan. Perasat ini dapat mengakibatkan kecelakaan perdarahan postpartum. Pada orang yang gemuk, perasat Crede sukar atau tidak dapat dikerjakan. Setelah plasenta lahir, harus diteliti apakah kotiledon-kotiledon lengkap atau masih ada sebagian yang tertinggal dalam kavum uteri. Begitu pula apakah pada pinggir plasenta masih didapat hubungan dengan plasenta lain, seperti adanya plasenta suksenturiata. Selanjutnya harus pula diperhatikan apakah korpus uteri berkontraksi baik. Harus dilakukan masase ringan pada korpus uteri untuk memperbaiki kontraksi uterus. Apabila diperlukan karena kontaksi uterus kurang baik, dapat diberikan uterotonika seperti pitosin, metergin, ermetrin, dan sebagainya, terutama pada partus lama, grande multipara, gemelli, hidroamnion, dan sebagainya. Bila semuanya telah berjalan dengan lancar dan baik, maka luka episiotomi harus diteliti, dijahit, dan diperbaiki.

14

Segera bayi lahir, tinggi fundus uteri dan konsistensinya hendaknya dipastikan. Selama uterus kencang dan tidak ada perdarahan yang luar biasa, menunggu dengan waspada sampai plasenta terlepas biasa dilakukan. Jangan dilakukan masase; tangan hanya diletakkan diatas fundus, untuk memastikan bahwa organ tersebut tidak menjadi atonik dan berisi darah dibelakang plasenta yang telah terlepas. Tanda-tanda pelepasan plasenta: 1. Uterus menjadi globular, dan biasanya terlihat lebih kencang. Ini merupakan tanda awal. 2. Sering ada pancaran darah mendadak. 3. Uterus naik di abdomen karena plasenta yang telah terlepas, berjalan turun masuk ke segmen bawah uterus dan vagina, serta massanya mendorong uterus keatas. 4. Tali pusat keluar lebih panjang dari vagina yang menandakan bahwa plasenta telah turun. Tanda ini kadang-kadang terlihat dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir dan biasanya dalam waktu lima menit. Kalau plasenta sudah lepas, penolong harus memastikan bahwa uterus telah berkontraksi kuat. Ibu boleh diminta untuk mengejan dan tekanan intraabdominal yang ditimbulkan mungkin cukup untuk mendorong plasenta. Manajemen aktif kala III.1,5,6 Penatalaksanaan aktif pada kala III (pengeluaran aktif plasenta) membantu menghindarkan terjadinya perdarahan pasca persalinan. Penatalaksanaan aktif kala III meliputi:

Penatalaksanaan oksitosin dengan segera Pengendalian tarikan pada tali pusat Pemijatan uterus segera setelah plasenta lahir

Penanganan tersebut dilakukan dalam tahap sebagai berikut:8 Memberikan oksitosin untuk merangsang uterus berkontraksi yang juga mempercepat pelepasan plasenta.

Lakukan Peregangan Tali Pusat Terkendali atau PTT dengan cara:


1.

Satu tangan diletakkan pada korpus uteri tepat di atas simfisis pubis. Selama kontraksi tangan mendorong korpus uteri dengan gerkan dorso kranial ke arah belakang dan ke arah kepala ibu

2.

Tangan yang satu memegang tali pusat dengan klem 5 cm di depan vulva

15

3.

Jaga tahanan ringan pada tali pusat dan tunggu adanya kontraksi kuat (2-3 menit)

4.

Selama kontraksi lakukan tarikan terkendali pada tali pusat yang terus menerus, dalam tegangan yang sama dengan tangan ke uterus.

5.

PTT dilakukan hanya selama uterus berkontraksi. Tangan pada uterus merasakan kontraksi, ibu dapat juga member tahu petugas ketika ia merasakan kontraksi. Ketika uterus tidak berkontraksi, tangan petugas dapat tetap berada pada uterus, tetapi bukan melakukan PTT. Ulangi langkah-langkah PTT pada setiap kontraksi sampai plasenta terlepas.

6.

Begitu plasenta terasa lepas, keluarkan dengan menggerakkan tangan atau klem tali pusat mendekati plasenta, keluarkan plasenta dengan gerakan ke bawah dan ke atas sesuai dengan jalan lahir. Kedua tangan dapat memegang plasenta dan perlahan memutar plasenta searah jarum jam untuk mengeluarkan selaput ketuban.

7.

Segera setelah plasenta dan selaputnya dikeluarkan, masase fundus agar menimbulkan kontraksi. Hal ini dapat mengurangi pengeluaran darah dan mencegah perdarahan pascapersalinan.

8.

Periksa wanita tersebut secara seksama dan jahit semua robekan pada serviks atau vagina atau perbaiki episiotomi.

6.4

Kala IV1,5,6 Dua jam pertama setelah persalinan merupakan waktu yang kritis bagi ibu dan bayi.

Kala ini perlu untuk mengamat-amati apakah ada perdarahan postpartum. Rata-rata dalam batas normal, jumlah pada umumnya adalah 100-300 cc. Bila perdarahan lebih dari 500 cc ini sudah dianggap abnormal, harus dicari penyebabnya. Tujuh pokok penting yang harus diperhatikan sebelum meninggalkan ibu yang baru melahirkan adalah: 1. Kontraksi rahim. Dapat diketahui denga palpasi fundus uteri. Bila perlu dilakukan masase dan berikan uterotonika (methergin, ermetrin, pitogin). 2. Perdarahan. Apakah ada atau tidak serta jumlahnya. 3. Kandung kencing. Diharuskan kosong, jika penuh ibu diminta kencing sendiri atau menggunakan kateter. 4. Luka-luka. Dilihat jahitan terdapat perdarahan atau tidak. 5. Uri dan selaput ketuban harus telah lahir lengkap. 6. Keadaan umum ibu. Tekanan darah, nadi, dan pernapasan. 7. Bayi dalam keadaan baik
16

DAFTAR PUSTAKA

1.Wiknjosastro G.H, Saifuddin A.B., Rachimhadhi T. (2010). Ilmu Kebidanan, ed.7. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta 2.Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. (2008). Bagian/Staf Medik Fungsional Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Denpasar 3.Gabbe S.G., Niebyl J.R., Simpson, J.L. (2002). Obstetrics Normal and Problem Pregnancies, ed.4. Churchill Livingstone, New Year. 4.Cunningham G.E., Gant N.F., Leveno K.J., Gilstrap L.C., Hauth J.C. (2001). Williams Obstetrics, ed.21. Mc Graw Hill. New York. 5.Adenia I, Piliang S, Roeshadi R.H., Tala M.R.Z. (1999). Kehamilan dan Persalinan Normal. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK USU/RSUD dr. Pirngadi RSUP dr. Adam Malik. Medan 6.Madjid O.A, Soekir S, Wiknjosastro G.H, dkk. (2007). Asuhan Persalinan Normal, ed.3. Jaringan Nasional Pelatihan Klinik. Jakarta. 7.Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. (2002). Jakarta

17

You might also like