You are on page 1of 18

Indrianita Wardhani Agus Setyo Gayut Widya P.

Dia Qori Yaswinda

( ( ( (

) ) ) )

Apakah pengertian faktor pembatas ? Faktor pembatas merupakan faktor-faktor alam yang berada pada atau melampaui titik minimum atau maksimum daya toleransi suatu organisme, faktor pembatas dapat menurunkan tingkat jumlah dan perkembangan suatu ekosistem (Soeraatmadja, 1987).

Bagaimana hukum dan toleransi organisme, materi dan produktivitas? Hukum minimum Liebig Untuk dapat bertahan dan hidup dalam keadaan tertentu, suatu organisme harus memiliki bahan-bahan yang penting yang diperlakukan untuk pertumbuhan dan berkembang biak. Keperluan-keperluan dasar ini bervariasi antara jenis dan keadaan. Di bawah keadaan-keadaan mantap bahan yang penting tersedia dalam jumlah paling dekat mendekati minimum yang diperlukan adalah merupakan pembatas. Hukum ini dikembangkan oleh Justus van Liebig. Hukum Toleransi Shelford Setiap organisme mempunyai suatu minimum dan maksimum ekologis, yang merupakan batas bawah dan batas atas dari kisaran toleransi organisme itu terhadap kondisi faktor lingkungan Apabila organisme terdedah pada suatu kondisi faktor lingkungan yang mendekati batas kisaran toleransinya, maka organisme tersebut akan mengalami cekaman (stress). Fisiologis. Organisme berada dalam kondisi kritis. Contohnya, hewan yang didedahkan pada suhu ekstrim rendah akan menunjukkan kondisi

kritis Hipotermia dan pada suhu ekstirm tinggi akan mengakibatkan gejala Hipertemia. Apabila kondisi lingkungan suhu yang demikian tidak segera berubah maka hewan akan mati. Dalam menentukan batas-batas kisaran toleransi suatu hewan tidaklah mudah. Setiap organisme terdedah sekaligus pada sejumlah faktor lingkungan, oleh adanya suatu interaksi faktor maka suatu faktor lingkungan dapat mengubah efek faktor lingkungan lainnya. Misalnya suatu individu hewan akan merusak efek suhu tinggi yang lebih keras apabila kelembaban udara yang relative rendah. Dengan demikian hewan akan lebih tahan terhadap suhu tinggi apabila udara kering dibanding dengan pada kondisi udara yang lembab. Dalam laboratorium juga sangat sulit untuk menentukan batas-batas kisaran toleransi hewan terhadap sesuatu faktor lingkungan. Penyebabnya ialah sulit untuk menentukan secara tepat kapan hewan tersebut akan mati. Cara yang biasa dilakukan ialah dengan memperhitungkan adanya variasi individual batasbatas kisaran toleransi itu ditentukan atas dasar terjadinya kematian pada 50% dari jumlah individu setelah dideadahkan pada suatu kondisi faktor lingkungan selama rentang waktu tertentu. Untuk kondisi suhu, misalnya ditentukan LT50 24 jam atau LT50 48 jam (LT= Lethal Temperatur). Untuk konsentrasi suatu zat dalam lingkungan biasanya ditentukan dengan LC 50 X jam ( LC= Lethal Concentration; X dapat 24, 48, 72 atau 96 jam) dan untuk sesuatu dosis ditentukan LD50 X Jam.

Mengapa ada faktor pembatas dalam organisme? Kisaran toleransi terhadap suatu faktor lingkungan tertentu pada berbagai jenis hewan berbeda-beda. Ada hewan yang kisarannya lebar (euri) dan ada hewan yang sempit (steno). Kisaran toleransi ditentukan secara herediter, namun demikian dapat mengalami perubahan oleh terjadinya proses aklimatisasi (di alam) atau aklimasi (di lab).

Aklimatisasi adalah usaha manusia untuk menyesuaikan hewan terhadap kondisi faktor lingkungan di habitat buatan yang baru. Aklimasiadalah usaha yang dilakukan manusia untuk menyesuaikan hewan terhadap kondisi suatu faktor lingkungan tertentu dalam laboratorium. Konsep kisaran toleransi, faktor pembatas maupun preferendum diterapkan di bidang-bidang pertanian, peternakan, kesehatan, konservasi dan lain-lain. Hal ini dilakukan dengan harapan kinerja biologi hewan, pertumbuhan dan reproduksi dapat maksimum dan untuk kondisi hewan yang merugikan kondisi lingkungan biasanya dibuat yang sebaliknya. Setiap hewan memiliki kisaran toleransi yang bervariasi, maka kehadiran di suatu habitat sangat ditentukan oleh kondisi dari faktor lingkungan di tempat tersebut. Kehadiran dan kinerja populasi hewan di suatu tempat menggambarkan tentang kondisi faktor-faktor lingkungan di tempat tersebut. Oleh karena itu ada istilah spesies indicator ekologi, baik kajian ekologi hewan maupun ekologi tumbuhan. Species indikatoe ekologi adalah suatu species organisme yang kehadirannya ataupun kelimpahannya dapat memberi petunjuk mengenai bagaimana kondisi faktor-faktor fisiko kimia di suatu tempat. Beberapa species hewan sebagai spcies indicator antara lain

adalah Capitella capitata(Polychaeta) sebagai indicator untuk pencemaran bahan organic. Cacing Tubifex(Olygochaeta) dan lain-lain.

Apa saja kriteria species indicator? Komunitas disebut juga Biocenuse, adalah beberapa jenis organisme yang merupakan bagian dari suatu jenis ekologis tertentu yang disebut ekosistem unit. Ekologis yang dimaksud adalah suatu satuan lingkungan hidup yang di dalamnya terdapat bermacam macam makhluk hidup (tumbuhan dan hewan). Antar sesamanya dan lingkungan sekitarnya membentuk hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi. Komunitas berupa hewan yang terdiri dari berbagai macam

hewan, komunitas tumbuhan dalam satu ekosistem atau seluruh hewan dan tumbuhan yang disebut komunitas biotic. Komunitas suatu ekosistem tertentu mempunyai ciri-ciri tertentu. Salah satu karakternya adalah keragaman jenis organisme penyusunnya. Keragaman komunitas biasanya ditentukan dengan menghitung indeks keragaman. Apa yang dimaksud dengan cekaman pada makhluk hidup? Setiap makhluk hidup memerlukan kondisi lingkungan sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangannya dalam kehidupan. Pada kenyataanya, kondisi lingkungan di mana makhluk hidup berada selalu mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi mungkin saja masih berada dalam area toleransi makhluk hidup, namun seringkali perubahan lingkungan menyebabkan menurunnya produktivitas bahkan kematian pada makhluk hidup. Hal ini menguatkan bahwa setiap makhluk hidup memiliki faktor pembatas dan daya toleransi terhadap lingkungan. Bila kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga makhluk hidup tanggap secara maksimal terhadap suatu faktor lingkungan maka makhluk hidup itu tidak tercekam oleh faktor tersebut. Segala perubahan kondisi lingkungan yang mengakibatkan tanggapan makhluk hidup menjadi lebih rendah dari pada tanggapan optimum dapat dikatakan sebagai cekaman. Penelitian Seyle tentang respon cekaman pada hewan sebagaimana dilaporkan oleh Salisbury (1995) menyatakan, bahwa ketika makhluk hidup mulai mendapatkan faktor cekaman kemungkinan reaksi yang terjadi terdiri atas empat tahapan, yaitu:

Tahap I, saat fungsi yang berkepentingan menyimpang dari biasanya maka terjadi reaksi tanda bahaya.

Tahap II : saat organisme beradaptasi pada faktor cekaman dan fungsi seringkali menuju keadaan normal (tapi mungkin tidak benar-benar mencapainya) maka akan terjadi resistensi atau fase pemulihan.

Tahap III : jika faktor cekaman meningkat atau terus berlangsung dalam waktu lama, maka akan terjadi kelelahan.

Tahap IV : saat fungsi sekali lagi sangat menyimpang dari normal, maka akan terjadi kematian. Setiap makhluk hidup dapat saja mengalami faktor cekaman, baik

dilingkungan aslinya maupun di lingkungan barunya. Menurut Salisbury (1995), tanaman pada lapang paling produktif pun mengalami cekaman. Namun kita dapat menciptakan lingkungan yang baik bagi tanaman agar hasilnya lebih banyak. Demikian halnya pada hewan, berbagai upaya intervensi terhadap lingkungan atau rekayasa genetic dapat dilakukan untuk meningkatkan ketahanannya terhadap berbagai faktor cekaman. A. Cekaman abiotik

Cekaman Cahaya Cahaya merupakan salah satu kunci penentu dalam proses metabolisme dan fotosintesis tanaman. Cahaya dibutuhkan oleh tanaman mulai dari proses perkecambahan biji sampai tanaman dewasa. Respon tanaman terhadap cahaya berbeda-beda antara jenis satu dengan jenis lainnya. Ada tanaman yang tahan (mampu tumbuh) dalam kondisi cahaya yang terbatas atau sering disebut tanaman toleran dan ada tanaman yang tidak mampu tumbuh dalam kondisi cahaya terbatas atau tanaman intoleran. Kedua kondisi cahaya tersebut memberikan respon yang berbeda-beda terhadap tanaman, baik secara anatomis maupun secara morfologis. Tanaman yang tahan dalam kondisi cahaya terbatas secara umum mempunyai ciri morfologis yaitu daun lebar dan tipis, sedangkan pada tanaman yang intoleran akan mempunyai ciri morfologis daun kecil dan tebal. Kekurangan cahaya pada tumbuhan berakibat pada terganggunya proses metabolisme yang berimplikasi pada tereduksinya laju fotosintesis dan turunnya

sintesis karbohidrat. Faktor

ini secara langsung mempengaruhi tingkat

produktivitas tumbuhan dan ekosistem. Hale dan Orcutt (1987) dalam Supijatno (2003) berpendapat, bahwa adaptasi terhadap naungan dapat melalui 2 cara: (a) meningkatkan luas daun sebagai upaya mengurangi penggunaan metabolit; contohnya perluasan daun ini menggunakan metabolit yang dialokasikan untuk pertumbuhan akar, (b) mengurangi jumlah cahaya yang ditransmisikan dan direfleksikan. Cekaman air Air merupakan komponen fisik yang sangat vital makhluk hidup. Lebih dari 70% bobot segar tubuh makhluk hidup adalah air. Air memiliki fungsi penting bagi tubuh organisme sebagai senyawa utama pembentuk protoplasma, senyawa pelarut mineral dan nutrisi yang akan diangkut dari satu bagian sel ke bagian sel lain, media terjadinya reaksi-reaksi metabolik, rektan pada sejumlah reaksi metabolisme seperti siklus asam trikarboksilat, penghasil hidrogen pada proses fotosintesis tumbuhan, menjaga turgiditas sel dan berperan sebagai tenaga mekanik dalam pembesaran sel, mengatur mekanisme gerakan tanaman seperti membuka dan menutupnya stomata, membuka dan menutupnya bunga serta melipatnya daun-daun tanaman tertentu, berperan dalam pembelahan dan pemanjangan sel, bahan metabolisme dan produk akhir respirasi, serta digunakan dalam proses respirasi (Noggle dan frizt, 1983 dalam Sinaga, 2007). Menurut Sasli (2004), cekaman kekeringan pada tumbuhan dapat disebabkan oleh 2 (dua) faktor, yaitu kekurangan suplai air di daerah perakaran atau laju kehilangan air (evapotranspirasi) lebih besar dari absorbsi air meskipun kadar air tanahnya cukup. Namun, cekaman air dapat saja terjadi dalam kondisi air yang berlebihan sehingga dapat merugikan tumbuhan. Munns (2002) dalam Sasli (2004) mengklasifikasikan, bahwa respon tumbuhan terhadap cekaman kekeringan dalam menit terjadi penyusustan seketika laju pemanjangan daun dan akar, dalam jam laju pemanjangan kembali normal tapi lebih rendah, dalam hari laju mekarnya daun berkurang, dalam minggu jumlah pucuk lateral berkurang,

dalam bulan mengubah saat pembungaan dan penyusutan produksi biji. Dan ketika air dalam kondisi berlebihan, sel akan mengalami turgor berlebihan yang pada akhirnya akan menyebabkan sel pecah dan organ tumbuhan menjadi rusak/mati. Sedangkan cekaman air pada hewan dapat mengakibatkan terjadinya dehidrasi pada sel, sehingga metabolisme terhambat dan berujung pada kematian. Proses adaptasi dapat dilakukan dengan memperbanyak konsumsi makanan yang berair, mengurangi aktivitas yang membutuhkan metabolisme tinggi. Cekaman suhu Cekaman suhu terhadap makhluk hidup bersifat spesifik. Menurut Salisbury (1995), tidak ada batas suhu terendah bagi kelangsungan hidup spora, biji dan bahkan lumut kerak dan lumut daun tertentu pada kondisi kering. Batas suhu terendah untuk bertahan hidup pada keadaan yang lebih normal sangat tergantung pada spesies dan sejauh mana jaringan telah diadaptasikan terhadap embun es. Tumbuhan yang sedang tumbuh aktif sering dapat bertahan hidup hanya pada beberapa derajat di bawah 0oC, sedangkan banyak yang dapat bertahan pada sekita -. 40oC. Beberapa tumbuhan tinggi dapat tumbuh dan berbunga di bawah salju. Parker (1963) dalam Salisbury (1995) mengemukakan, bahwa walaupun produktivitas ekosistem dunia mungkin lebih dibatasi oleh air ketimbang oleh faktor lain, suhu rendah mungkin faktor pembatas terpenting bagi persebaran tumbuhan. Tumbuhan mengalami penciutan pada saat pembekuan karena Kristal es memasuki ruang udara di luar sel dan di dalam sel hidup dapat terjadi pembekuan es secara alami. Selain itu, aktivitas enzim pada suhu rendah terganggu sehingga terjadi ketidakseimbangan metabolisme dalam sel. Problem yang sama dihadapi oleh hewan, sehingga pada suhu rendah banyak hewan yang melakukan hibernasi.

Pada kondisi suhu tinggi yang ekstrem, enzim dapat mengalami denaturasi dan pemutusan asam nukleat pada sebagian besar organisme. Sifat merusak pada tumbuhan terutama pada fungsi fotosintesis yang tidak terjadi karena fotosistem yang peka terhadap panas. Dengan demikian, faktor suhu sangat menentukan penyebaran tumbuhan dan hewan dalam biosfer.

Cekaman Zat Hara dalam Tanah Di dalam ekosistem, hubungan tanah, tumbuhan, hara dan air merupakan bagian yang paling dinamis. Tanaman menyerap hara dan air dari dalam tanah untuk dipengaruhi dalam proses-proses metabolisme dalam tubuhnya. Sebaliknya tanaman memberikan masukan bahan organik melalui seresah yang tertimbun di permukaan tanah berupa daun, ranting serta cabang yang rontok. Bagian akar tanaman memberikan masukan bahan organik melalui akar-akar dan tudung akar yang mati serta dari eksudasi akar. Jika ketersediaan unsur hara esensial kurang dari jumlah yang dibutuhkan oleh tanaman, maka tanaman akan terganggu metabolismenya yang secara visual dapat dilihat dari penyimpangan-penyimpangan pada pertumbuhannya. Gejala kekurangan unsur hara ini dapat berupa pertumbuhan akar, batang atau daun yang terhambat (kerdil) dan khlorosis atau nekrosis pada berbagai organ tumbuhan. Gejala yang ditampakkan tanaman karena kurang suatu unsur hara dapat menjadi petunjuk kasar dari fungsi unsur hara yang bersangkutan. Suatu tumbuhan dikatakan kekurangan (defisiensi) unsur hara tertentu apabila pertumbuhan terhambat yakni hanya mencapai 80% dari pertumbuhan maksimum walaupun semua unsur hara esensial lainnya tersedia berkecukupan. Defisiensi unsur hara terjadi jika unsur hara ada tapi yang diperlukan tanaman tidak cukup untuk kebutuhan. Fenomene lain yang akhir-akhir ini menjadi faktor pembatas pertumbuhan pada tapak rusa yaitu kekurangan hara karena dalam areal tumbuhnya unsur hara yang diperlukan tidak ada (malnutrisi). Permasalahan hara

yang lebih komplek lagi adalah adanya kekacauan unsur hara (nutrient disorder). Menurut Supijatno (2003), penyerapan hara yang efisien sangat ditentukan oleh morfologi akar dan genotipe yang efisien umumnya mempunyai nisbah akar tajuk yang besar. B. Cekaman biotik Komponen biotik yang dapat menjadi cemakan bagi kehidupan makhluk hidup dapat berupa herbivor, parasit/patogen, dan predator. McNaughton dan Wolf (1998) mengemukakan, bahwa akibat yang ditimbulkan oleh herbivore pada produktivitas primer sangat sedikit sekali diketahui. Bahkan hubungan antar herbivore dan produktivitas primer bersih kemungkinan bersifat kompleks, di mana konsumsi sering menstimulasi produktivitas tumbuhan sehingga meningkat mencapai tingkat tertentu yang kemudian dapat menurun jika intensitasnya optimum. Namun demikian, herbivore yang berupa hewan-hewan kecil yang bersifat hama seperti serangga dapat menjadi masalah besar bagi tumbuhan. Aktivitas hama yang menyerang titik tumbuh terminal dapat menyebabkan kematian tumbuhan. Banyak pohon mengembangkan alat pelindung terhadap herbivora melalui produksi bahan kimia tertentu yang jika dikonsumsi oleh herbivora memberi efek yang kurang baik bagi herbivora. Organisme yang bersifat parasit dapat menjadi cekaman bagi tumbuhan maupun hewan, oleh karena keberadaannya dapat mengambil alih secara dominan hasil metabolisme tubuh yang dibutuhkan oleh inang. Tumbuhan atau hewan dapat mengalami kekurangan nutrisi yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan. Pada kondisi yang lain, banyak parasit yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit pada organisme inang sehingga pada tahap tertentu dapat menyebabkan kematian. Tuntutan kebutuhan makanan sebagai sumber energi bagi kehidupan menjadikan interaksi organisme menjadi sangat bervariasi. Bagi hewan yang notabene bersifat heterotrof, mutlak memerlukan makanan dengan memakan

organisme lain sebagai predator. Populasi predator yang berada di atas daya reproduksi mangsa menyebabkan terjadinya penurunan populasi mangsa. Pada tahap kritis, populasi organisme mangsa yang tidak dapat menghindar atau melindungi diri pada akhirnya akan mati dan habis dalam ekosistem. Namun demikian, interaksi predasi secara alami dalam ekosistem bersifat terkontrol, di mana populasi predator dikontrol oleh propulasi mangsa dan sebaliknya populasi mangsa dikontrol oleh populasi predator. Guna meningkatkan ketahanan tumbuhan dan hewan terhadap faktor cekaman lingkungan tertentu, saat ini telah banyak dikembangkan metode melalui teknologi rekayasa genetik. Rekayasa genetik memungkinkan dilakukannya pemilahan kebutuhan gen yang dapat mentolerir cekaman tertentu. Selain itu, pada hewan juga telah dikembangkan melalui teknik vaksinasi untuk meningkatkan kekebalan terhadap penyakit tertentu.

Apakah yang dimaksud dengan adaptasi? Adaptasi adalah cara organisme mengatasi tekanan lingkungan sekitarnya untuk bertahan hidup. Organisme yang mampu beradaptasi akan bertahan hidup, sedangkan yang tidak mampu beradaptasi akan menghadapi kepunahan atau kelangkaan jenis. Banyak factor lingkungan yang menyebabkan terjadinya adaptasi pada organism seperti cahaya, suhu, kelembaban, salinitas, pH dan lainlain (Odum, 1993). Apa saja jenis-jenis adaptasi organisme? 1) Adaptasi Morfologi Adaptasi morfologi adalah penyesuaian bentuk tubuh. Struktur tubuh. atau alat-alat tubuh organisme terhadap lingkungannya. Adaptasi morfologi lebih mudah diamati karena perubahan terjadi pada struktur luar tubuh.

2) Adaptasi Fisiologi Adaptasi fisiologi adalah penyesuaian fungsi alat-alat tubuh organisme terhadap lingkungannya. Berikut ini contoh-contoh adaptasi fisiologis: Adaptasi fisiologi pada manusia a) Jumlah sel darah merah orang yang tinggal di pegunungan lebih banyak jika dibandingkan dengan orang yang tinggal di pantai/dataran rendah. b) Ukuran jantung para atlet rata-rata lebih besar dari pada ukuran jantung orangkebanyakan. c) Pada saat udara dingin, orang cenderung lebih banyak mengeluarkan urine (air seni). Adaptasi fisiologi pada hewan a) Kelenjar bau untuk menghindari musuh b) Mimikri pada kadal untuk mengelabui mangsa c) Autotomi pada cicak untuk menghindari musuh Adaptasi fisiologi pada tumbuhan a) Tumbuhan yang penyerbukannya dibantu oleh serangga mempunyai bunga yangberbau khas. b) Tumbuhan tertentu menghasilkan zat khusus yang dapat menghambat pertumbuhan tumbuhan lain atau melindungi diri terhadap herbivora. Misalnya semak azalea di Jepang menghasilkan bahan kimia beracun sehingga rusa tidak memakan daunnya. 3) Adaptasi Tingkah Laku Adaptasi tingkah laku adalah penyesuaian organisme terhadap lingkungan dalambentuk tingkah laku. Kamu dapat dengan mudah mengamati adaptasi ini. Contoh adaptasitingkah laku adalah sebagai berikut: Adaptasi Tingkah Laku pada hewan a) Pura-pura tidur atau jika ada musuh

b) Migrasi ikan salem raja di Amerika Utara untuk mencari tempat yang sesuai untuk bertelur. Adaptasi tingkah laku pada tumbuhan. a) Pada saat lingkungan dalam keadaan kering, tumbuhan yang termasuk suku jahe- jahean akan mematikan sebagian tubuhnya yang tumbuh di permukaan tanah. b) Pada musim kemarau. tumbuhan tropofit, misalnya pohon jati dan randu,menggugurkan daunnya.

Bagaimana karakteristik dari masing-masing ekosistem? Secara umum ada tiga tipe ekosistem, yaitu ekositem air, ekosisten darat, dan ekosistem buatan. 1. Akuatik (air) Ekosistem air tawar Ciri-ciri ekosistem air tawar antara lain variasi suhu tidak menyolok, penetrasi cahaya kurang, dan terpengaruh oleh iklim dan cuaca. Macam tumbuhan yang terbanyak adalah jenis ganggang, sedangkan lainnya tumbuhan biji. Hampir semua filum hewan terdapat dalam air tawar. Organisme yang hidup di air tawar pada umumnya telah beradaptasi.

Ekosistem air laut Habitat laut (oseanik) ditandai oleh salinitas (kadar garam) yang tinggi

dengan ion CI- mencapai 55% terutama di daerah laut tropik, karena suhunya tinggi dan penguapan besar. Di daerah tropik, suhu laut sekitar 25 C. Perbedaan suhu bagian atas dan bawah tinggi, sehingga terdapat batas antara lapisan air yang panas di bagian atas dengan air yang dingin di bagian bawah yang disebut daerah termoklin.

Ekosistem estuari Estuari (muara) merupakan tempat bersatunya sungai dengan laut. Estuari

sering dipagari oleh lempengan lumpur intertidal yang luas atau rawagaram. Ekosistem estuari memiliki produktivitas yang tinggi dan kaya akan nutrisi. Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari antara lain rumput rawa

garam, ganggang, dan fitoplankton. Komunitas hewannya antara lain berbagai cacing, kerang, kepiting, dan ikan. Ekosistem pantai Dinamakan demikian karena yang paling banyak tumbuh di

gundukan pasir adalah tumbuhan Ipomoea pes caprae yang tahan terhadap hempasan gelombang dan angin. Tumbuhan yang hidup di ekosistem ini menjalar dan berdaun tebal. Ekosistem sungai Sungai adalah suatu badan air yang mengalir ke satu arah. Air sungai dingin dan jernih serta mengandung sedikit sedimen dan makanan. Aliran air dan gelombang secara konstan memberikan oksigen pada air. Suhu air bervariasi sesuai dengan ketinggian dan garis lintang. Ekosistem sungai dihuni oleh hewan seperti ikan kucing, gurame, kura-kura, ular, buaya, dan lumba-lumba. Ekosistem terumbu karang Ekosistem ini terdiri dari coral yang berada dekat pantai. Efisiensi ekosistem ini sangat tinggi. Hewan-hewan yang hidup di karang memakan organisme mikroskopis dan sisa organik lain. Berbagai invertebrata, mikro organisme, dan ikan, hidup di antara karang dan ganggang. Herbivora seperti siput, landak laut, ikan, menjadi mangsa bagi gurita, bintang laut, dan ikan karnivora. Kehadiran terumbu karang di dekat pantai membuat pantai memiliki pasir putih.

Ekosistem laut dalam

Kedalamannya lebih dari 6.000 m. Biasanya terdapat lele laut dan ikan laut yang dapat mengeluarkan cahaya. Sebagai produsen terdapat bakteri yang bersimbiosis dengan karang tertentu.

Ekosistem lamun Lamun atau seagrass adalah satu-satunya kelompok tumbuh-tumbuhan

berbunga yang hidup di lingkungan laut. Tumbuh-tumbuhan ini hidup di habitat perairan pantai yang dangkal. Seperti halnya rumput di darat, mereka mempunyai tunas berdaun yang tegak dan tangkai-tangkai yang merayap yang efektif untuk berbiak. Berbeda dengan tumbuh-tumbuhan laut lainnya (alga dan rumput laut), lamun berbunga, berbuah dan menghasilkan biji. Mereka juga mempunyai akar dan sistem internal untuk mengangkut gas dan zat-zat hara. Sebagai sumber daya hayati, lamun banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. 2. Terestrial (darat) Penentuan zona dalam ekosistem terestrial ditentukan oleh temperatur dan curah hujan. Ekosistem terestrial dapat dikontrol oleh iklim dan gangguan. Iklim sangat penting untuk menentukan mengapa suatu ekosistem terestrial berada pada suatu tempat tertentu. Pola ekosistem dapat berubah akibat gangguan seperti petir, kebakaran, atau aktivitas manusia.

Hutan hujan tropis Hutan hujan tropis terdapat di daerah tropik dan subtropik. Ciri-cirinya

adalah curah hujan 200-225 cm per tahun. Spesies pepohonan relatif banyak, jenisnya berbeda antara satu dengan yang lainnya tergantung letak

geografisnya. Tinggi pohon utama antara 20-40 m, cabang-cabang pohon tinggi dan berdaun lebat hingga membentuk tudung (kanopi). Dalam hutan basah terjadi perubahan iklim mikro, yaitu iklim yang langsung terdapat di sekitar

organisme. Daerah tudung cukup mendapat sinar matahari, variasi suhu dan kelembapan tinggi, suhu sepanjang hari sekitar 25 C. Dalam hutan hujan tropis sering terdapat tumbuhan khas, yaitu liana (rotan)

dan anggrek sebagai epifit. Hewannya hutan, harimau, dan burung hantu.

antara

lain, kera, burung, badak, babi

Sabana Sabana dari daerah tropik terdapat di wilayah dengan curah hujan 40 60

inci per tahun, tetapi temepratur dan kelembaban masih tergantung musim. Sabana yang terluas di dunia terdapat di Afrika; namun di Australia juga terdapat sabana yang luas. Hewan yang hidup di sabana antara lain serangga dan mamalia seperti zebra, singa, dan hyena. Padang rumput Padang rumput terdapat di daerah yang terbentang dari

daerah tropik ke subtropik. Ciri-ciri padang rumput adalah curah hujan kurang lebih 25-30 cm per tahun, hujan turun tidak teratur, porositas (peresapan air) tinggi, dan drainase (aliran air) cepat. Tumbuhan yang ada terdiri atas tumbuhan terna (herbs) dan rumput yang keduanya tergantung pada kelembapan. Hewannya antara lain: bison, zebra, singa, anjing liar, serigala, gajah, jerapah, kangguru,

serangga, tikus dan ular.

Gurun

Gurun terdapat di daerah tropik yang berbatasan dengan padang

rumput. Ciri-ciri ekosistem gurun adalah gersang dan curah hujan rendah (25 cm/tahun). Perbedaan suhu antara siang dan malam sangat besar. Tumbuhan semusim yang terdapat di gurun berukuran kecil. Selain itu, di gurun dijumpai pula tumbuhan menahun berdaun seperti duri contohnya kaktus, atau tak berdaun dan memiliki akar panjang serta mempunyai jaringan untuk menyimpan air.

Hewan yang hidup di gurun antara lain rodentia, semut, ular, kadal, katak, kalajengking dan beberapa hewan nokturnal lain. Hutan gugur Hutan gugur terdapat di daerah beriklim sedang yang memiliki emapt musim, ciri-cirinya adalah curah hujan merata sepanjang tahun. Jenis pohon sedikit (10 s/d 20) dan tidak terlalu rapat. Hewan yang terdapat di hutam gugur antara lain rusa, beruang, rubah, bajing, burung pelatuk, dan rakun (sebangsa luwak).

Taiga Taiga terdapat di belahan bumi sebelah utara dan di pegunungan daerah

tropik,

ciri-cirinya

adalah

suhu

di musim

dingin rendah. Biasanya

taiga

merupakan hutan yang tersusun atas satu spesies seperti konifer, pinus, dan sejenisnya. Semak dan tumbuhan basah sedikit sekali, sedangkan hewannya antara lain moose, beruang hitam, ajag, dan burung-burung yang bermigrasi ke selatan pada musim gugur. Tundra Tundra terdapat di belahan bumi sebelah utara di dalam lingkaran kutub utara dan terdapat di puncak-puncak gunung tinggi. Pertumbuhan tanaman di daerah ini hanya 60 hari. Contoh tumbuhan yang dominan adalah sphagnum, liken, tumbuhan biji semusim, tumbuhan perdu, dan rumput alang-alang. Pada umumnya, tumbuhannya mampu beradaptasi dengan keadaan yang dingin. Karst (batu gamping /gua) Karst berawal dari nama kawasan batu gamping di

wilayah Yugoslavia. Kawasan karst di Indonesia rata-rata mempunyai ciri-ciri yang hampir sama yaitu, tanahnya kurang subur untukpertanian, sensitif terhadap erosi, mudah longsor, bersifat rentan dengan pori-pori aerasi yang rendah, gaya permeabilitas yang lamban dan didominasi oleh pori-pori

mikro. Ekosistem karst mengalami keunikan tersendiri, dengan keragaman aspek biotis yang tidak dijumpai di ekosistem lain. 3. Ekosistem buatan Ekosistem buatan adalah ekosistem yang diciptakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Contoh dari ekosistem buatan adalah: hutan tanaman produksi seperti jati dan pinus agroekosistem berupa sawah tadah hujan sawah irigasi perkebunan sawit ekosistem pemukiman seperti kota dan desa ekosistem ruang angkasa dan bendungan (Campbell, 2000).

DAFTAR PUSTAKA

Campbell. 2000. Biologi Edisi Kelima Jilid Tiga. Jakarta : Erlangga. Odum, eugene,P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi, edisi ketiga, Yogyakarta ; Universitas. Gajah Mada Press Odum, howard, T. 1992. Ekologi sistem, Yogyakarta ; Universitas Gajah Mada Press Polunin, nicholas. 1997. Teori ekosistem dan penerapannya. Yogyakarta ; Universitas Gajah Mada Press Soeraatmadja.1987. Ilmu Lingkungan. ITB; Bandung. Susatyo, ari. 2003. Petunjuk praktikum ekologi. Semarang ; IKIP PGRI

You might also like