You are on page 1of 69

DAFTAR ISI Halaman Judul ................................................................................................ i Halaman Persetujuan Pembimbing ................................................................ ii Halaman Pengesahan .....................................................................................

iii Kata Pengantar ................................................................................................ iv Daftar Isi ......................................................................................................... vi BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ......................................................................................... 1 B. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2 C. Pengumpulan Data .................................................................................... 3 D. Sistematika Penulisan ............................................................................... 4 BAB II : KONSEP DASAR A. Pengertian ................................................................................................. 5 B. Anatomi dan Fisiologi .............................................................................. 6 C. Etiologi ..................................................................................................... 22 D. Patofisiologi .............................................................................................. 23 E. Manifestasi Klinik .................................................................................... 24 F. Penatalaksanaan ........................................................................................ 25 G. Komplikasi ............................................................................................... 25

H. Pengkajian Fokus ..................................................................................... 26 I. Pathways Keperawatan ............................................................................ 29 vii J. Fokus Intervensi dan Rasional ................................................................. 30 BAB III : TINJAUAN KASUS A. Pengkajian ............................................................................................... 40 B. Pengelompokan Data .............................................................................. 47 C. Diagnosa Keperawatan ............................................................................ 48 D. Nursing Care Plan, Implementasi dan Evaluasi ....................................... 49 BAB IV : PEMBAHASAN ........................................................................... 58 BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan............................................................................................... 64 B Saran .......................................................................................................... 65 DAFTAR PUSTAKA 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian maternal untuk Indonesia diperhitungkan 6-8 per 1000 kelahiran, angka ini sangat tinggi apabila dibandingkan angka- angka di negara maju. Perkembangan ini terlihat pada semua Negara-negara maju; umumnya angka kematian maternal kini di negara-negara maju berkisar antara 1,5 dan 3,0 per 10.000 kelahiran hidup (Wiknjosastro, 2002). Episiotomi dikembangkan di Inggris pada tahun 1970 dan awal tahun 1980an, dimana saat itu tindakan episiotomi dipakai sekitar 50%. Tindakan episiotomy umumnya dilakukan pada wanita yang baru pertama melahirkan. Namun kadangkadang episiotomy dilakukan juga pada persalinan berikutnya,tergantung situasinya.Bila akan terjadi robekan maka dilakukan episiotomy (Ayahbundaonline_com.htm.dr. lastiko Bramantyo Sp.OG. 2006). The American College Of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) merekomendasikan bahwa episiotomy rutin tidak perlu dilakukan karena dapat meningkatkan resiko komplikasi tertentu.Hal ini bukan berarti episiotomy tidak boleh dilakukan hanya saja tidak perlu secara rutin pada setiap wanita yang menjalani persalinan per vaginam (Kalbe.co.id. 2005). Prinsip tindakan episiotomi adalah pencegahan kerusakan yang lebih hebat pada

jaringan lunak akibat daya regang yang melebihi kapasitas adaptasi atau elatisitas jaringan. Oleh karena itu, pertimbangan untuk melakukan episiotomi 2 harus mengacu pada pertimbangan klinik yang tepat dan teknik yang paling sesuai untuk menghadapi kondisi tersebut.Sehingga sebagai perawat harus ikut berperan serta dalam upaya perawatan episiotomi dengan mengikutsertakan keluarga dan pasien dalam penyuluhan pentingnya perawatan episiotomi sehingga mencegah infeksi dan mempercepat penyembuhan dan perbaikan jaringan (Rusda, M. 2004. Anestasi Infiltrasi Pada Episiotomi. Universitas Sumatra Utara. http://www.google.com.). Mengingat pentingnya perawatan episiotomi pada ibu postpartum, maka penulis tertarik mengambil judul karya tulis ilmiah ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PASCA PARTUM EPISIOTOMI PADA Ny. T di IRNA B3OBS Dr. KARYADI SEMARANG. B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Mengetahui pentingnya perawatan secara nyata tentang asuhan Keperawatan pasien post partum dengan episiotomi di IRNA B3-Obs 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan pengkajian pada pasien post partum dengan episiotomi di IRNA B3- Obs RSUP Dr. Karyadi Semarang. b. Mendeskripsikan permasalahan (diagnosa keparawatan) pada pasien post partum dengan episiotomi di IRNA B3- Obs RSUP Dr. Karyadi Semarang 3 c. Mendeskripsikan rencana tindakan keperawatan (intervensi) pada pasien post partum dengan episiotomi di IRNA B3- Obs RSUP Dr. Karyadi Semarang d. Mendeskripsikan dan dapat melaksanakan implementasi pada pasien post partum dengan episiotomi di IRNA B3- Obs RSUP Dr. Karyadi Semarang.

e.

Mendeskripsikan evaluasi (catatan perkembangan) pada pasien post partum dengan episiotomi di IRNA B3- Obs RSUP Dr. Karyadi Semarang.

f. Membahas asuhan keperawatan pada pasien post partum dengan episiotomi di IRNA B3- Obs RSUP Dr. Karyadi Semarang. C. Pengumpulan Data Dalam penyusunan karya tulis ini penulis menggunakan metode deskriptif dalam bentuk studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan, meliputi pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Sedangkan tekhnik pengumpulan datanya dengan metode : 1. Observasi Partisifatif Yaitu mengadakan pengawasan langsung terhadap keadaan umum pasien serta perkembangannya dan melaksanakan aturan keperawatan selama observasi. 2. Interview Yaitu tanya jawab dengan pasien, keluarga pasien, perawat dan tenaga kesehatan yang ikut menangani. 3. Studi kepustakaan Yaitu dengan mempelajari buku-buku literatur yang berkaitan dengan perawatan pasien post partum dengan episiotomi. 4. Studi Dokumentasi Yaitu dengan mempelajari catatan medik pasien, buku laporan serta dokumen lainnya untuk membandingkan dengan data yang penulis dapatkan.

D. Sistematika Penulisan Untuk mendapatkan gambaran yang jelas penulis akan menguraikan secara singkat dalam bentuk bab dan sub bab penulisan karya tulis, maka Penulis akan menyusun menjadi 5 bab, yaitu: 1. BAB I adalah pendahuluan, terdiri atas latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, sistematika. 2. BAB II adalah konsep dasar, terdiri atas pengertian, anatomi dan fisiologi, etiologi atau predisposisi, patofisiologi, manifestasi klinik, komplikasi,

penatalaksanaan, pengkajian fokus (termasuk pemeriksaan penunjang), pathways keperawatan, fokus intervensi dan rasional. 3. BAB III adalah tinjauan kasus, terdiri atas pengkajian, pathways keperawatan sesuai kasus pasien, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi, evaluasi. 4. BAB IV adalah pembahasan. 5. BAB V adalah kesimpulan dan saran. 6. DAFTAR PUSTAKA

BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Post Partum adalah masa yang dimulai dari persalinan dan berakhir kirakira setelah 6 minggu, tetapi seluruh alat genital baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu tiga bulan (Wiknjosastro, 2002: 237). Nifas dibagi menjadi 3 yaitu pertama puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan, kedua adalah puerperium Intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genital yang lamanya 6-8 minggu, ketiga adalah remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna (Mochtar,R .1998:115). Episiotomi adalah insisi pada perineum untuk memperbesar mulut vagina (Bobak, 2004: 244). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa postpartum dengan episiotomi adalah suatu masa yang dimulai setelah partus selesai dan berakhir kira-kira 6 minggu dimana pada waktu persalinan dilakukan tindakan insisi pada perineum yang bertujuan untuk melebarkan jalan lahir dan memudahkan kelahiran. Klasifikasi menurut Mansjoer, dkk tahun 1999 macam-macam episiotomi adalah : 1. Episiotomi mediana, merupakan insisi yang paling mudah diperbaiki, penyembuhan lebih baik, dan jarang menimbulkan dispareuni. Episiotomi jenis

ini dapat menyebabkan ruptur perinei totalis. 6 2. Episiotomi mediolateral, merupakan jenis insisi yang banyak digunakan karena lebih aman. 3. Episiotomi lateral, tidak dianjurkan karena hanya dapat menimbulkan sedikit relaksasi introitus, pendarahan lebih banyak, dan sukar direparasi.
B. Anatomi dan fisiologi 1. Anatomi Organ Reproduksi Wanita a) Organ Generatif Interna Gambar 1. Organ Reproduksi Interna Pada Wanita (Sumber: Wiknjo Sastro, 2002). Keterangan: 1) Vagina Vagina merupakan jaringan membran muskulo membranosa berbentuk tabung yang memanjang dari vulva ke uterus berada diantara kandung kemih di anterior dan rectum di posterior. 7 2) Uterus Uterus adalah organ muskuler yang berongga dan berdinding tebal yang sebagian tertutup oleh peritoneum atau serosa. Berfungsi untuk implantasi, memberi perlindungan dan nutrisi pada janin, mendorong keluar janin dan plasenta pada persalinan serta mengendalikan pendarahan dari tempat perlekatan plasenta. Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng dan terdiri atas dua bagian yaitu bagian atas berbentuk segitiga yang merupakan badan uterus yaitu korpus dan bagian bawah berbentuk silindris yang merupakan bagian fusiformosis yaitu serviks. Saluran ovum atau tuba falopi bermula dari kornus (tempat masuk tuba) uterus pada pertemuan batas superior dan lateral. Bagian atas uterus yang berada diatas kornus disebut fundus. Bagian uterus dibawah insersi tuba falopi tidak tertutup langsung oleh peritoneum, namun merupakan tempat pelekatan dari ligamentum latum. Titik semu serviks dengan korpus uteri disebut isthmus uteri. Bentuk dan ukuran bervariasi serta dipengaruhi usia dan paritas seorang wanita. Sebelum pubertas panjangnya

bervariasi antara 2,53,5 cm. Uterus wanita nulipara dewasa panjangnya antara 68 cm sedang pada wanita multipara 910 cm. Berat uterus wanita yang pernah melahirkan antara 50-70 gram, sedangkan pada wanita yang belum pernah melahirkan 80 gram atau lebih. Pada wanita muda panjang korpus uteri kurang lebih setengah panjang serviks, pada wanita nulipara panjang keduanya kira-kira sama. Sedangkan pada wanita multipara, serviks hanya sedikit lebih panjang dari sepertiga panjang total organ ini. 8 Bagian serviks yang berongga dan merupakan celah sempit disebut dengan kanalis servikalis yang berbentuk fusiformis dengan lubang kecil pada kedua ujungnya, yaitu ostium interna dan ostium eksterna. Setelah menopouse uterus mengecil sebagai akibat atropi miometrium dan endometrim. Istmus uteri pada saat kehamilan diperlukan untuk pembentukan segmen bawah rahim. Pada bagian inilah dinding uterus dibuka jika mengerjakan section caesaria trans peritonealis profunda. Suplay vaskuler uterus terutama berasal dari uteri aterina dan arteri ovarika. Arteri uterina yang merupakan cabang utama arteri hipogastrika menurun masuk dasar ligamentum latum dan berjalan ke medial menuju sisi uterus. Arteri uterina terbagi menjadi dua cabang utama, yaitu arteri serviko vaginalis yang lebih kecil memperdarahi bagian atas serviks dan bagian atas vagina. Cabang utama memperdarahi bagian bawah serviks dan korpus uteri. Arteri ovarika yang merupakan cabang aorta masuk dalam ligamentum latum melalui ligamentum infundibulopelvikum. Sebagian darah dari bagian atas uterus, ovarium dan bagian atas ligamentum latum.dikumpulkan melalui vena yang didalam ligamentum latum, membentuk pleksus pampiniformis yang berukuran besar, pembuluh darah darinya bernuara di vena ovarika. Vena ovarika kanan bermuara ke vena cava, sedangkan vena ovarika kiri bermuara ke vena renalis kiri. Persyarafan terutama berasal dari sitem saraf simpatis, tapi sebagian juga berasal dari sistem serebrospinal dan parasimpatis. Cabang-cabang dari pleksus ini mensyarafi uterus, vesika urinaria serta bagian atas vagina dan terdiri dari serabut dengan maupun tanpa myelin. Uterus disangga oleh jaringan ikat pelvis 9 yang terdiri atas ligamentum latum, ligamentum infundibolupelvikum, ligamentum

kardialis, ligamentum rotundum dan ligamentum uterosarkum. Ligamentum latum meliputi tuba, berjalan dari uterus ke arah sisi, tidak banyak mengandung jaringan ikat. Ligamentum infundibolupelvikum merupakan ligamentum yang menahan tuba falopi yang berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan uraturat saraf, saluran limfe, arteria dan vena ovarika. Ligamentum kardinale mencegah supaya uterus tidak turun, terdiri atas jaringan ikat yang tebal dan berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah lateral dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan banyak pembuluh darah antara lain vena dan arteria uterine. Ligamentum uterosakrum menahan uterus supaya tidak bergerak, berjalan dari serviks bagian belakang, kiri dan kanan ke arah os sacrumkiri dan kanan, sedang ligamentum rotundum menahan uterus antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan ke daerah ingunal kiri dan kanan. a. Serviks Uteri Serviks merupakan bagian uterus yang terletak di bawah isthmus di anterior batas atas serviks yaitu ostium interna, kurang lebih tingginya sesuai dengan batas peritoneum pada kandung kemih. Ostium eksterna terletak pada ujung bawah segmen vagina serviks yaitu portio vaginalis. Serviks yang mengalami robekan yang dalam pada waktu persalinan setelah sembuh bisa menjadi berbentuk tak beraturan, noduler, atau menyerupai bintang. Serviks memiliki serabut otot polos, namun terutama terdiri dari jaringan kolagen, jaringan elastin serta pembuluh darah. Selama 10 kehamilan dan persalinan, kemampuan serviks untuk meregang merupakan akibat pemecahan kolagen.Mukosa kanalis servikalis merupakan kelanjutan endometrium. Mukosanya terdiri dari satu lapisan epitel kolumner yang menempel pada membran basalis yang tipis. b. Korpus Uteri

Dinding korpus uteri terdiri dari 3 lapisan, yaitu endometrium, miometrium dan peritoneum. 1. Endometrium Endometrium merupakan bagian terdalam dari uterus, berupa lapisan mukosa yang melapisi rongga uterus pada wanita yang tidak hamil. Endometrium berupa membran tipis berwarna merah muda, menyerupai beludru, yang bila diamati dari dekat akan terlihat ditembusi oleh banyak lubang-lubang kecil yaitu muara kelenjar uterine. Tebal endometrium 0,55 mm. Endometrium terdiri dari epitel permukaan, kelenjar dan jaringan mesenkim antar kelenjar yang didalamnya terdapat banyak pembuluh darah. Kelenjar uterine berbentuk tubuler dalam keadaan istirahat menyerupai jari jemari dari sebuah sarung tangan. Sekresi kelenjar berupa suatu cairan alkalis encer yang berfungsi menjaga rongga uterus tetap lembab. 2. Miometrium Miometrium merupakan lapisan dinding uterus yang merupakan lapisan muskuler. Miometrium merupakan jaringan pembentuk sebagian besar uterus, terdiri kumpulan otot polos yang disatukan jaringan ikat dengan 11 banyak serabut elastin di dalamnya. Selama kehamilan miometrium membesar namun tidak terjadi perubahan berarti pada otot serviks. Dalam lapisan ini tersusun serabut otot yang terdiri atas tunikla muskularis longitudinalis eksterna, oblique media, sirkularis interna dan sedikit jaringan fibrosa. 3. Peritonium Peritoneum merupakan lapisan serosa yang menyelubungi uterus, dimana peritoneum melekat erat kecuali pada daerah di atas kandung

kemih dan pada tepi lateral dimana peritoneum berubah arah sedemikian rupa membentuk ligamentum latum. b). Organ Generatif Eksterna Gambar 2: Organ Reproduksi Eksterna Pada Wanita ( Sumber: Wiknjo Sastro, 2002) 12 Keterangan : 1) Mons Veneris Mons veneris adalah bagian menonjol diatas simfisis.Pada wanita dewasa ditutupi oleh rambut kemaluan.pada wanita umumnya batas atasnya melintang sampai pinggir atas simfisis,sedangkan ke bawah sampai sekitar anus dan paha. 2) Labia Mayora (bibir-bibir besar) Terdiri atas bagian kanan dan kiri, lonjong mengecil ke bawah,terisi jaringan lemak serupa dengan yang ada di mons veneris.Ke bawah dan belakang kedua labia mayora bertemu dan membentuk kommisura posterior. 3) Labia Minora (bibir-bibir kecil) Labia Minora adalah suatu lipatan tipis dari kulit sebelah dalam bibir besar.Ke depan kedua bibir kecil bertemu dan membentuk diatas klitoris preputium klitoridis dan dibawah klitoris frenulum klitoridis.Ke belakang kedua bibir kecil bersatu dan membentuk fossa navikulare. Kulit yang meliputi bibir kecil mengandung banyak glandula sebasea dan urat saraf yang menyebabkan bibir kecil sangat sensitif dan dapat mengembang. 4) Klitoris Kira-kira sebesar kacang ijo tertutup oleh preputium klitoridis,

terdiri atas glans klitoridis ,korpus klitoridis, dan dua krura yang menggantungkan klitoris ke os pubis.Glans klitoridis terdiri atas 13 jaringan yang dapat mengembang ,penuh urat saraf dan amat sensitif. 5) Vulva Bentuk lonjong dengan ukuran panjang dari muka ke belakang dan dibatasi dimuka oleh klitoris, kanan dan kiri oleh kedua bibir kecil dan dibelakang oleh perineum; embriologik sesuai sinus urogenitalis.Di vulva 1-1,5 cm di bawah klitoris ditemukan orifisium uretra eksternum (lubang kemih) berbentuk membujur 4-5 mm dan .tidak jauh dari lubang kemih di kiri dan kanan bawahnya dapat dilihat dua ostia skene.Sedangkan di kiri dan bawah dekat fossa navikular terdapat kelenjar bartholin, dengan ukuran diameter 1 cm terletak dibawah otot konstriktor kunni dan mempunyai saluran kecil panjang 1,5-2 cm yang bermuara di vulva.Pada koitus kelenjar bartolin mengeluarkan getah lendir. 6) Bulbus Vestibuli Sinistra et Dekstra Terletak di bawah selaput lendir vulva dekat ramus os pubis, panjang 3-4 cm ,lebar 1-2 cm dan tebal 0,51- 1cm; mengandung pembuluh darah, sebagian tertutup oleh muskulus iskio kavernosus dan muskulus konstriktor vagina.Saat persalinan kedua bulbus tertarik ke atas ke bawah arkus pubis, tetapi bagian bawahnya yang melingkari vagina sering mengalami cedera dan timbul hamatoma vulva atau perdarahan. 14 7) Introitus Vagina Mempunyai bentuk dan ukuran berbeda , ditutupi selaput dara

(hymen). Himen mempunyai bentuk berbeda beda.dari yang semilunar (bulan sabit) sampai yang berlubang- lubang atau yang ada pemisahnya(septum);konsistensinya dari yang kaku sampai yang lunak sekali. Hiatus himenalis (lubang selaput dara) berukuran dari yang seujung jari sampai yang mudah dilalui oleh 2 jari.Umumnya himen robek pada koitus.Robekan terjadi pada tempat jam 5 atau jam 7 dan sampai dasar selaput dara.Sesudah persalinan himen robek pada beberapa tempat. 8) Perineum Terletak antara vulva dan anus , panjangnya rata-rata 4 cm. 2. Fisiologi Sistem reproduksi dan struktur terkait pasca partum : a). Adaptasi Fisiologis Pada Post Partum : 1) Proses Involusi Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi. Proses dimulai setelah plasenta keluar akibat konstraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir persalinan tahap III, uterus berada digaris tengah, kira-kira 2 cm dibawah umbilikus dengan fundus bersandar pada promontorium sakralis. Ukuran uterus saat kehamilan enam minggu beratnya kira-15 kira 1000 gr. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus kurang lebih 1 cm diatas umbilikus. Fundus turun kira-kira 1-2 cm setiap 24 jam. Pada hari keenam fundus normal berada dipertengahan antara umbilikus dan simfisis fubis. Seminggu setelah melahirkan uterus berada didalam panggul sejati lagi, beratnya kira-kira 500 gr, dua minggu beratnya 350 gr, enam minggu berikutnya mencapai 60 gr

(Bobak, 2004: 493). 2) Konstraksi Uterus Intensitas kontraksi uterus meningkat segera setelah bayi lahir, diduga adanya penurunan volume intrauterin yang sangat besar. Hemostatis pascapartum dicapai akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan pembekuan. Hormon desigen dilepas dari kelenjar hipofisis untuk memperkuat dan mengatur konstraksi. Selama 1-2 jam I pascapartumintensitas konstraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur, karena untuk mempertahankan kontraksi uterus biasanya disuntikkan aksitosan secara intravena atau intramuscular diberikan setelah plasenta lahir (Bobak, 2004: 493). 3) Tempat Plasenta Setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontriksi vaskuler dan trombosis menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul tidak teratur. Pertumbuhan endometrium menyebabkan pelepasan jaringan nekrotik dan 16 mencegah pembentukan jaringan parut yang menjadi karakteristik penyembuhan luka. Proses penyembuhan memampukan endometrium menjalankan siklusnya seperti biasa dan memungkinkan implantasi untuk kehamilan dimasa yang akan datang. Regenerasi endometrium selesai pada akhir minggu ketiga pascapartum, kecuali bekas tempat plasenta (Bobak, 2004: 493). 4) Lochea Lochea adalah rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula berwarna merah lalu menjadi merah tua atau merah

coklat. Rabas mengandung bekuan darah kecil. Selama 2 jam pertama setelah lahir, jumlah cairan yang keluar dari uterus tidak boleh lebih dari jumlah maksimal yang keluar selama menstruasi. Lochea rubra mengandung darah dan debris desidua dan debris trofoblastik. Aliran menyembur menjadi merah muda dan coklat setelah 3-4 hari (lochea serosa). lochea serosa terdiri dari darah lama (old blood), serum, leukosit dan debris jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, warna cairan ini menjadi kuning sampai putih (lochea alba). Lochea alba mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mucus, serum dan bakteri. Lochea alba bertahan selama 2-6 minggu setelah bayi lahir (Bobak, 2004: 494). 5) Serviks Serviks menjadi lunak setelah ibu malahirkan. 18 jam pascapartum, serviks memendek dan konsistensinya lebih padat 17 kembali kebentuk semula. Muara serviks berdilatasi 10 cm, sewaktu melahirkan, menutup bertahap 2 jari masih dapat dimasukkan Muara serviks hari keempat dan keenam pascapartum (Bobak, 2004: 495). 6) Vagina dan Perinium Estrogen pascapartum yang menurun berperan dalam penipisan mucosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap keukuran sebelum hamil, 6-8 minggu setelah bayi lahir . Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu keempat (Bobak, 2004:495). 7) Payudara Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan

payudara selama wanita hamil (estrogen, progesteron, human chrorionic gonadotropin, prolaktin, dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Hari ketiga atau keempat pascapartum terjadi pembengkakan (engorgement). Payudara bengkak, keras, nyeri bila ditekan, dan hangat jika diraba (kongesti pembuluh darah menimbulkan rasa hangat). Pembengkakan dapat hilang dengan sendirinya dan rasa tidak nyaman berkurang dalam 24 jam sampai 36 jam. Apabila bayi belum menghisap (atau dihentikan), laktasi berhenti dalam beberapa hari sampai satu minggu. Ketika laktasi terbentuk, teraba suatu massa (benjolan), tetapi kantong susu yang terisi berubah dari hari kehari. Sebelum 18 laktasi dimulai, payudara terasa lunak dan keluar cairan kekuningan, yakni kolostrum, dikeluarkan dari payudara. Setelah laktasi dimulai, payudara terasa hangat dan keras waktu disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama 48 jam, susu putih kebiruan (tampak seperti susu skim) dapat dikeluarkan dari puting susu (Bobak, 2004:498). 8) Laktasi Sejak kehamilan muda, sudah terdapat persiapan-persiapan pada kelenjar-kelanjar untuk menghadapi masa laktasi. Proses ini timbul setelah ari-ari atau plasenta lepas. Ari-ari mengandung hormon penghambat prolaktin (hormon placenta) yang menghambat pembentukan ASI. Setelah ari-ari lepas ,hormon placenta tak ada lagi sehingga terjadi produksi ASI. Sempurnanya ASI keluar 2-3 hari setelah melahirkan. Namun sebelumnya di payudara sudah terbentuk kolostrum yang bagus sekali untuk bayi,

karena mengandung zat kaya Gizi dan antibodi pembunuh kuman (http: // www.bali-travelnews.com). 9) Sistem Endokrin Selama postpartum terjadi penurunan hormon human placenta latogen (HPL), estrogen dan kortisol serta placental enzime insulinase membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun pada masa puerperium. Pada wanita yang tidak menyusui, kadar estrogen meningkat pada 19 minggu kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi dari wanita yang menyusui pascapartum hari ke-17 (Bobak, 2004: 496). 10) Sistem Urinarius Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut menyebabkan peningkatan fungs ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid setelah wanita melahirkan akan mengalami penurunan fungsi ginjal selama masa pascapartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu 1 bulan setelah wanita melahirkan. Trauma terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati hiperemis dan edema. Kontraksi kandung kemih biasanya akan pulih dalam 5-7 hari setelah bayi lahir (Bobak, 2004:497-498). 11) Sistem Cerna Ibu biasanya lapar setelah melahirkan sehingga ia boleh mengkonsumsi makanan ringan. Penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama tiga hari setelah ibu melahirkan yang disebabkan karena tonus otot usus

menurun selama proses persalinan dan pada awal masa pascapartum. Nyeri saat defekasi karena nyeri diperinium akibat episiotomi, laserasi, atau hemoroid (Bobak, 2004: 498). 20 12) Sistem Kardiovaskuler Pada minggu ke-3 dan 4 setelah bayi lahir, volume darah biasanya turun sampai mencapai volume sebelum hamil.Denyut jantung, volume sekuncup dan curah jantung meningkat sepanjang hamil. Setelah wanita melahirkan meningkat tinggi selama 30-60 menit, karena darah melewati sirkuit uteroplasenta kembali ke sirkulasi umum. Nilai curah jantung normal ditemukan pemeriksaan dari 8-10 minggu setelah wanita melahirkan (Bobak, 2004:499-500). 13) Sistem Neurologi Perubahan neurologi selama puerperium kebalikan adaptasi neourologis wanita hamil, disebabkan trauma wanita saat bersalin dan melahirkan. Rasa baal dan kesemutan pada jari dialami 5% wanita hamil biasanya hilang setelah anak lahir. Nyeri kepala pascapartum disebabkan hipertensi akibat kehamilan , strees dan kebocoran cairan serebrospinalis. Lama nyeri kepala 1-3 hari dan beberapa minggu tergantung penyebab dan efek pengobatan. 14) Sistem Muskuloskeletal Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu terjadi selama hamil berlangsung terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi membantu relaksasi dan hipermeabilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran rahim. Stabilisasi sendi lengkap pada minggu ke 6-8 setelah wanita melahirkan (Bobak, 2004: 500-501). 21

15) Sistem Integumen Kloasma muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat kehamilan berakhir; hiperpigmentasi di aerola dan linea tidak menghilang seluruhnya setelah bayi lahir. Kulit meregang pada payudara, abdomen, paha, dan panggul mungkin memudar tapi tidak hilang seluruhnya. Kelainan pembuluh darah seperti spider angioma (nevi), eritema palmar dan epulis berkurang sebagai respon penurunan kadar estrogen.Pada beberapa wanita spider nevi bersifat menetap (Bobak, 2004: 501-502). b). Adaptasi Psikologis Post Partum Menurut Hamilton, 1995 adaptasi psikologis post partum dibagi menjadi beberapa fase yaitu : 1) Fase Taking In ( dependent) Fase ini dimulai pada hari kesatu dan kedua setelah melahirkan, dimana ibu membutuhkan perlindungan dan pelayanan pada tahap ini pasien sangat ketergantungan. 2) Fase Taking Hold (dependent- independent) Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada minggu keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga ibu siap menerima pesan barunya dan belajar tentang hal-hal baru, pada fase ini ibu membutuhkan banyak sumber informasi. 22 3) Fase Letting Go (independent) Fase dimulai minggu kelima sampai minggu keenam setelah kelahiran, dimana ibu mampu menerima tanggung jawab normal. C. Etiologi atau Predisposisi Faktor dilakukan episiotomi menurut Depkes RI 1996 adalah :

1. Persalinan yang lama karena perinium yang kaku 2. Gawat janin 3. Gawat ibu 4. Pada tindakan operatif (ekstraksi cunam, vakum) Sedangkan menurut Rusda (2004), penyebab dilakukan episiotomi berasal dari faktor ibu maupun faktor janin. Faktor ibu antara lain: 1. Primigravida 2. Perinium kaku dan riwayat robekan perinium pada persalinan lalu . 3. Terjadi peregangan perinium berlebihan misalnya persalinan sungsang, persalinan cunam, ekstraksi vakum dan anak besar. 4. Arkus pubis yang sempit. Faktor Janin antara lain: 1. Janin prematur 2. Janin letak sungsang, letak defleksi. Janin besar. 3. Keadaan dimana ada indikasi untuk mempersingkat kala II seperti pada gawat janin, tali pusat menumbung. 23 D. Patofisiologi Ibu dengan persalinan episiotomi disebabkan adanya persalinan yang lama: gawat janin (janin prematur, letak sungsang, janin besar), tindakan operatif dan gawat ibu (perineum kaku, riwayat robekan perineum lalu, arkus pubis sempit). Persalinan dengan episiotomi mengakibatkan terputusnya jaringan yang dapat menyebabkan menekan pembuluh syaraf sehingga timbul rasa nyeri dimana ibu akan merasa cemas sehingga takut BAB dan ini menyebabkan Resti

konstipasi.Terputusnya jaringan juga merusak pembuluh darah dan menyebabkan resiko defisit volume cairan.Terputusnya jaringan menyebabkan resti infeksi apabila tidak dirawat dengan baik kuman mudah berkembang karena semakin besar mikroorganisme masuk ke dalam tubuh semakin besar resiko terjadi infeksi. Ibu dengan persalinan dengan episiotomi setelah 6 minggu persalinan ibu berada dalam masa nifas.Pada saat masa nifas ibu mengalami perubahan fisiologis dan psikologis. Perubahan fisiologis pada ibu akan terjadi uterus kontraksi.Dimana kontraksi uterus bisa adekuat dan tidak adekuat. Dikatakan adekuat apabila kontraksi uterus kuat dimana terjadi adanya perubahan involusi yaitu proses pengembalian uterus ke dalam bentuk normal yang dapat menyebabkan nyeri/ mules, yang prosesnya mempengaruhi syaraf pada uterus. Dimana setelah melahirkan ibu mengeluarkan lochea yaitu merupakan ruptur dari sisa plasenta sehingga pada daerah vital kemungkinan terjadi resiko kuman mudah berkembang.Dikatakan tidak adekuat dikarenakan kontraksi uterus lemah akibatnya terjadi perdarahan dan atonia uteri.Perubahan fisiologis dapat mempengaruhi payudara dimana setelah melahirkan terjadi penurunan hormon 24 progesteron dan estrogen sehingga terjadi peningkatan hormon prolaktin yang menghasilkan pembentukan ASI dimana ASI keluar untuk pemenuhan gizi pada bayi, apabila bayi mampu menerima asupan ASI dari ibu maka reflek bayi baik

berarti proses laktasi efektif.sedangkan jika ASI tidak keluar disebabkan kelainan pada bayi dan ibu yaitu bayi menolak, bibir sumbing, puting lecet, suplai tidak adekuat berarti proses laktasi tidak efektif. Pada perubahan psikologos terjadi Taking In, Taking Hold, dan Letting Go.Pada fase Taking In kondisi ibu lemah maka terfokus pada diri sendiri sehingga butuh pelayanan dan perlindungan yang mengakibatkan defisit perawatan diri.Pada fase Taking Hold ibu belajar tentang hal baru dan mengalami perubahan yang signifikan dimana ibu butuh informasi lebih karena ibu kurang pengetahuan.Pada fase Letting Go ibu mampu memnyesuaikan diri dengan keluarga sehingga di sebut ibu yang mandiri, menerima tanggung jawab dan peran baru sebagai orang tua. E. Manifestasi Klinis 1. Laserasi Perineum Biasanya terjadi sewaktu kepala janin dilahirkan, luas robekan didefinisikan berdasarkan kedalaman robekan : a) Derajat pertama (robekan mencapai kulit dan jaringan) b) Derajat kedua (robekan mencapai otot-otot perineum) c) Derajat tiga (robekan berlanjut ke otot sfinger ari) d) Derajat empat (robekan mencapai dinding rektum anterior) . 25 2. Laserasi Vagina Sering menyertai robekan perineum, robekan vagina cenderung mencapai dinding lateral (sulci) dan jika cukup dalam, dapat mencapai levator ani.

3. Cedera Serviks Terjadi jika serviks beretraksi melalui kepala janin yang keluar. Laserasi serviks akibat persalinan terjadi pada sudut lateral ostium eksterna, kebanyakan dangkal dan pendarahan minimal (Bobak, 2004: 344-345). F. Penatalaksanaan 1) Perbaikan Episiotomi a) Jika terdapat hematoma, darah dikeluarkan, jika tidak ada tanda infeksi dan pendarahan sudah berhenti, lakukan penjahitan b) Jika infeksi, buka dan drain luka c) Jika infeksi mencapai otot dan terdapat nekrosis, lakukan debridemen dan berikan antibiotika secara kombinasi sampai pasien bebas demam dalam 48 jam (Prawirohardjo, 2002). G. Komplikasi 1. Pendarahan Karena proses episiotomi dapat mengakibatkan terputusnya jaringan sehingga merusak pembuluh darah terjadilah pendarahan. 26 2. Infeksi Infeksi terkait dengan jalannya tindakan episiotomi berhubungan dengan ketidaksterilan alat-alat yang digunakan. 3. Hipertensi Penyakit hipertensi berperan besar dalam morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal. Hipertensi diperkirakan menjadi komplikasi sekitar 7% sampai 10% seluruh kehamilan. 4. Gangguan psikososial Kondisi Psikososial mempengaruhi integritas keluarga dan

menghambat ikatan emosional bayi dan ibu. Bberapa kondisi dapat mengancam keamanan dan kesejahteraan ibu dan bayi. H. Pengkajian Fokus Fokus pengkajian diambil dari Doengoes 2001. 1. Tekanan darah Tekanan darah sedikit meningkat karena upaya persalinan dan keletihan, keadaan ini akan normal kembali dalam waktu 1 jam. 2. Nadi Nadi kembali ke frekuensi normal dalam waktu 1 jam dan mungkin terjadi sedikit bradikardi (50 sampai 70 kali permenit). 3. Suhu tubuh Suhu tubuh mungkin meningkat bila terjadi dehidrasi. 27 4. Payudara Produksi kolostrom 48 jam pertama, berlanjut pada susu matur biasanya pada hari ke-3, mungkin lebih dini tergantung kapan menyusui dimulai. 5. Fundus uteri Fundus harus berada dalam midline, keras dan 2 cm dibawah umbilicus. Bila uterus lembek , lakukan masase sampai keras. Bila fundus bergeser kearah kanan midline , periksa adanya distensi kandung kemih. 6. Kandung kemih Diuresis diantara hari ke-2 dan ke-5, kandung kemih ibu cepat terisi karena diuresis post partum dan cairan intra vena. 7. Lochea Lochea rubra berlanjut sampai hari ke-23, menjadi lochea serosa

dengan aliran sedang. Bila darah mengalir dengan cepat, dicurigai terjadinya robekan servik. 8. Perineum Episiotomi dan perineum harus bersih, tidak berwarna, dan tidak edema dan jahitan harus utuh. 9. Nyeri/ Ketidaknyamanan Nyeri tekan payudara/ pembesaran dapat terjadi diantara hari ke-3 dampai ke-5 post partum. Periksa adanya nyeri yang berlebihan pada perineum dan adanya kematian dibawah episiotomi. 28 10. Makanan / Cairan Kehilangan nafsu makan dikeluhkan kira-kira hari ke-3. 11. Interaksi anak-orang tua Perlu diperhatikan ekspresi wajah orang tua ketika melihat pada bayinya, apa yang mereka dan apa yang mereka lakukan. Responrespon negatif yang terlihat jelas menandakan adanya masalah. 12. Integritas ego Peka rangsang, takut / menangis (post partum Blues) sering terlihat kira-kira 3 hari setelah melahirkan. 29 Resti infeksi Persalinan yang lama Gawat janin Tindakan kooperatif Gawat ibu Kondisi ibu lemah Peningkatan Hormon

prolaktin Menekan Pembuluh syaraf Perubahan Fisiologis Letting Go Perubahan psikologis Merusak Pembuluh darah Atonia Uteri Masa Nifas Tidak adekuat - bayi menolak - bibir sumbing - putting lecet - suplai tidak adekuat Taking In Persalinan dengan episiotomi Terputusnya jaringan Cemas Perdarahan Adekuat Kuman Mudah berkembang Takut BAB

payudara Taking Hold Kontraksi uterus Kuat Perdarahan Penurunan Hormon Pogesteron dan esterogen Kontraksi Uterus lemah Uterus kontraksi Lochea Involusi Pembentukan ASI ASI Keluar Belajar tentang hal baru dan mengalami perubahan yang signifikan Reflek bayi baik Kelainan bayi dan ibu Tidak efektifnya laktasi Mampu

menyesuaikan diri dengan keluarga Defisit perawatan diri Butuh Mandiri Informasi Kurang pengetahuan Butuh pelayanan dan perlindungan Terfokus pada diri sendiri Resti konstipasi Nyeri Efektif laktasi Resiko defisit Volume cairan Nyeri Menerima Tanggung Jawab I. Pathways Keperawatan Sumber : 1. Bobak, L.M,2004.Maternity Nursing,Edisi 4,EGC : Jakarta

2. Doengoes , E.M.2001.Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Edisi 2.EGC :Jakarta 2930 J. Fokus Intervensi dan rasional a. Gangguan nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan sekunder terhadap luka episiotomi. 1. Tujuan : Mencegah atau meminimalkan rasa nyeri. 2. Kriteria a) Nyeri berkurang atau hilang. b) Ekspresi wajah rileks. c) Pasien mampu melakukan tindakan dan mengungkapkan intervensi untuk mengatasi nyeri dengan cepat. d) Tanda-tanda vital normal (tekanan darah 120/ 80 mm Hg. Nadi 80-88 x/ menit) 3. Intervensi a) Tentukan lokasi dan sifat nyeri. Rasional : mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhan khusus dan intervensi yang tepat b) Inspeksi perbaikan perineum dan episiotomi Rasional : dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan perineal dan atau terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi atau intervensi lebih lanjut. c) Anjurkan klien untuk duduk dengan mengkontraksikan otot gluteal. 31 Rasional : penggunaan pengencangan gluteal saat duduk

menurunkan strees dan tekanan langsung pada perineum. d) Berikan informasi tentang berbagai startegi untuk menurunkan nyeri, misalnya teknik relaksasi dan distraksi. Rasional : membantu menurunkan/ memberikan rasa nyaman. e) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik Rasional : memberikan kenyamanan sehinggan klien dapat memfokuskan pada perawatan sendiri dan bayinya. b. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan atau kerusakan kulit. 1. Tujuan : Infeksi tidak terjadi. 2. Kriteria : a) Luka episiotomi sembuh dengan sempurna dan tidak ada tandatanda infeksi (color, tumor, dolor, dan fungsio laesa) b) Pasien mampu mendemontrasikan teknik-teknik untuk meningkatkan penyembuhan. c) Tanda-tanda vital dalam batas normal (36-37 C) d) Nutrisi terpenuhi (adekuat) 3. Intervensi : a) Kaji adanya perubahan suhu. Rasional : Peningkatan suhu sampai 38,3 C pada 2-10 hari setelah melahirkan sangat menandakan infeksi. 32 b) Observasi kondisi episiotomi seperti adanya kemerahan, nyeri tekan yang berlebihan dan eksudat yang berlebihan. Rasional : Dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan parenial dan atau terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi intervensi lebih lanjut.

c) Anjurkan pada pasien untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh genital. Rasional : membantu mencegah penyebaran infeksi. d) Catat jumlah dan bau lochea atau perubahan yang abnormal. Rasional : Lochea normal mempunyai bau amis, lochea yang purulen dan bau busuk menunjukkan adanya infeksi. e) Anjurkan pada pasien untuk mencuci perineum dengan menggunakan sabun dari depan kebelakang dan untuk mengganti pembalut sedikitnya setiap 4 jam atau jika pembalut basah. Rasional : Membantu mencegah kontaminasi rektal memasuki vagina atau uretra f) Ajarkan pada klien tentang cara perawatan luka perineum. Rasional : Meningkatkan pengetahuan klien tentang perawatan vulva/ perineum. g) Kolaborasi untuk pemberian anti biotik Rasional : Mencegah infeksi dan penyebaran kejaringan sekitar. 33 c. Resiko tinggi konstipasi berhubungan dengan kurangnya aktivitas fisik nyeri saat defekasi. 1. Tujuan : Konstipasi tidak terjadi 2. Kriteria : Pasien mampu melakukan kembali kebiasaan defekasi seperti biasanya dengan ketidaknyamanan minimal. 3. Intervensi :

a) Auskultasi adanya bising usus. Rasional : mengevaluasi fungsi usus b) Kaji terhadap adanya hemoroid dan berikan informasi tentang memasukkan heromoid kembali ke dalam rektal dengan jari yang dilumasi. Rasional : Menurunkan ukuran hemoroid, menghilangkan gatal dan ketidaknyamanan dan meningkatkan vaso konstriksi lokal. c) Anjurkan klien minum secara adekuat 1500-2000ml/ hari. Rasional :Peningkatan cairan akan merangsang eliminasi. d) Anjurkan klien untuk mengkonsumsi bahan makanan yang berserat tinggi seperti : sayuran dan buah-buahan. Rasional :Melancarkan pencernaan e) Anjurkan klien untuk rendam duduk dengan air hangat sebelum relaksasi. 34 Rasional : Meningkatkan kenyamanan dan mengurangi rasa nyeri. f) Anjurkan pasien untuk ambulasi sesuai toleransi Rasional : Membantu maningkatkan peristaltik gastro intestinal. g) Berikan pelunak feses atau laksatif jika diindikasikan. Rasional : Untuk meningkatkan kembali kebiasaan defekasi normal dan mencegah menjelang atau strees perineal selama defekasi. d. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi berhubungan dengan tidak mengenai sumber informasi. 1. Tujuan :

Pengetahuan pasien meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan. 2. Kriteria : a) Pasien mampu menyatakan pemahaman tentang pemberian instruksi atau informasi. b) Pasien mampu mendemontrasikan prosedur belajar dengan cepat. 3. Intervensi : a) Bantu pasien dalam mengidentifikasi kebutuhannya. Rasional : Membantu klien dalam mengidentifikasi kebutuhan saat ini dan untuk mengembangkan rencana keperawatan. 35 b) Berikan informasi tentang perawatan diri dan bayi. Rasional : Agar pasien mengerti dan mampu melakukan tindakan yang diajarkan. c) Ajarkan pada pasien tentang cara perawatan bayi dan lakukan prosedur demontrasi yang benar. Rasional : Agar klien mengerti dan mampu melakukan tindakan yang diajarkan. d) Beri kesempatan pasien untuk merawat bayinya. Rasional : Memberi kesempatan pada pasien untuk mencoba, atau mempraktekkan ketrampilannya dalam merawat bayi. e) Lakukan rencana penyuluhan sesegera mungkin setelah penerimaan perkiraan, pada kondisi dan kesiapan untuk belajar. Rasional : Dengan kesiapan klien belajar dapat mempermudah klien menerima informasi-informasi yang baru. e. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan suplai air susu Ibu tidak

adekuat. 1. Tujuan : Menyusui menjadi efektif setalah dilakukan tindakan keperawatan. 2. Kriteria : a) Ibu mampu mengenal cara memberikan ASI 36 b) Bayi mencapai keadaan nutrisi yang cukup ditunjukkan dengan peningkatan berat badan, tumbuh kembang dalam batas normal, atau batas yang diharapkan, bayi tidak rewel. 3. Intervensi : a) Kaji pengetahuan pasien tentang menyusui sebelumnya. Rasional : Untuk mengidentifikasi pengalaman klien tentang menyusui b) Beri informasi mengenai fisiologi dan keuntungan menyusui, perawatan payudara, dan faktor-faktor yang memudahkan atau menggangu keberhasilan menyusui. Rasional ; Membantu menangani permasalahan klien tentang menyusui sehingga dapat meningkatkan pengetahuan klien. c) Demostrasikan tentang teknik-teknik menyusui. Rasional : Agar klien mengerti dan memahami sert mampu melaksanakan tindakan yang direncanakan. d) Anjurkan pada klien untuk menyusui bayinya secara teratur dan sesering mungkin. Rasional : Untuk merangsang produksi air susu dan mengurangi resiko terjadinya pembengkakan pada payudara. e) Anjurkan pada klien untuk tidak menggunakan Bra yang terlalu

kencang. Rasional : Dengan pelindung puting dapat menyebabkan tekanan sehingga menggangu proses laktasi. 37 f. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan hemoragi. 1. Tujuan : Untuk mempertahankan keseimbangan volume cairan. 2. Kriteria : a) Intake dan output seimbang b) Tanda-tanda vital normal, dan tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi c) Berat badan pasien dalam batas normal. d) Paien dan keluarga mengungkapkan pengetahuan tentang pengawasan status cairan. 3. Intervensi : a) Monitor tanda-tanda vital Rasional : Untuk mengidentifikasi perubahan yang terjadi dan menentukan rencana intervensi yang tepat b) Awasi turgor kulit Rasional : Dengan adanya tanda-tanda tersebut menunjukkan nadanya dehidrasi atau kurangnya volume cairan dalam tubuh. c) Monitor intake dan output dan timbang berat badan setiap hari Rasional : Membantu dalam menganalisa keseimbangan cairan dan derajat kekurangan. d) Anjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan sedikitnya 8 gelas sehari. 38

Rasional : Menggantikan kehilangan cairan karena kelahiran dan diaforesis. e) Pertahankan terapi intra vena untuk pergantian cairan sesuai instruksi Rasional : Mengganti kehilangan karena kelahiran dan diaporesis g. Resiko tinggi terhadap perubahan proses parenting berhubungan dengan masa transisi menjadi orang tua atau penambahan anggota keluarga. 1. Tujuan : Pasien dapat menerima perannya sebagai orang tua dan dapat terjalin hubungan yang hangat antara orang tua dan bayi. 2. Kriteria : a. Klien mengungkapkan masalahnya menjadi orang tua b. Klien mampu mendiskusikan perannya sebagai orang tua. c. Klien mampu melakukan perawatan bayi dengan benar. 3. Intervensi : a) Kaji respon klien atau pasangan terhadap kelahiran dan peranannya menjadi orang tua. Rasional : Kemampuan klien untuk beradaptasi secara positif untuk menjadi orang tua dipengaruhi oleh reaksi ayah dengan kuat. b) Beri kesempatan pada pasangan untuk rawat gabung. 39 Rasional : Memudahkan kendekatan, membantu mengembangkan proses pengenalan. c) Anjurkan pada pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan

bayi. Rasional : Membantu meningkatkan ikatan dan mencegah perasaan putus asa dan menekankan realitas keadaan bayi. d) Bantu dan ajarkan klien tentang cara perawatan bayinya yang benar. Rasional : Membantu orang tua belajar dasar-dasar perawatan bayinya, meningkatkan diskusi dan pemecahan masalah bersama. e) Beri motivasi pada klien bahwa dia telah melakukan perawatan bayinya dengan baik. Rasional : Membantu meningkatkan percaya diri klien dalam melakukan perawatan diri dan bayinya. 40 BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian 1. Identitas Klien dan Penanggung Jawab a. Identitas klien Nama : Ny. T Umur : 33 tahun Pendidikan : SMP Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Jl. Menoreh Raya XII no. 21 SampanganSemarang. Diagnosa Medik : Partus spontan dgn episiotomi hari ke II,PIII A0 Tanggal Masuk : 8 Mei 2007, Jam 13.30 WIB Tanggal Pengkajian : 9 Mei 2007, jam : 14.30 WIB

b. Identitas Penanggung Jawab Nama : Tn. G Umur : 42 tahun Pekerjaan : Wiraswasta Pendidikan : STM Hubungan dgn Klien : Suami 2. Riwayat Kesehatan Klien a. Keluhan utama : klien mengeluh nyeri pada perineum akibat episiotomi. Seperti kesemutan, cekit- cekit dan perih. Skala nyeri 8. 41 b. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien hamil 38 minggu, G III PII A0, mengeluh kenceng-kenceng, keluar darah berwarna coklat, flek-flek, kemudian klien pergi ke rumah Bidan dan memeriksakannya, lalu oleh Bidan klien di sarankan untuk ke Rumah Sakit Dr. Karyadi. Jam 07.10 WIB klien ke Rumah Sakit Dr. Karyadi (RSDK) di bagian UGD lalu dipindah ke ruang B3-OBS, tanggal 8 Mei 2007 jam 09.10 WIB di ruang VK klien melahirkan anak laki-laki, Apgar score: 10, BB: 3,1 kg, PB: 50 cm, LK: 34 cm, LD:32 cm, LL : 12cm.. Lama persalinan 6 jam 25 menit, kala I : 03.00-09.00, kala II : 09.00-09.10, kala III : 09.1009.25. c. Riwayat Kesehatan Dahulu Riwayat asma (-), hipertensi (-), demam berdarah (-), penyakit jantung (-). d. Riwayat Kesehatan keluarga Klien mengatakan keluarganya ada yang menderita asma, hipertensi, demam berdarah, penyakit jantung, riwayat gamelli tidak dikaji.

e. Riwayat Kehamilan G III PII A0, HPHT tanggal 16/08/2006, taksiran persalinan 23 Mei 2007. klien mengatakan rajin untuk memeriksakan kehamilannya di Bidan terdekat. Yang dimulai pada minggu ke-5 dan tiap bulan periksa ke Bidan. Pada waktu kehamilan klien mengeluh mual-mual (nyidam). 42 f. Riwayat Persalinan Klien telah mempunyai 2 orang anak, yaitu : 1) Laki-laki dengan Berat Badan Lahir : 3.000 gr, aterm, spontan di rumah persalinan Salatiga dan sekarang berusia 13 tahun, persalinannya.tidak dengan episiotomi 2) Perempuan dengan BBL : 3.500 gr, usia 37 minggu, spontan di Bidan terdekat, sekarang berusia 7 tahun, persalinan dengan episiotomi. g. Riwayat Haid Menarche umur 13 tahun dengan siklus 28 hari dan tidak ada keluhan ketika haid. 3. Pengkajian Pola Kesehatan Fungsional a. Persepsi Terhadap Kesehatan Klien menganggap bahwa kesehatan itu sangat penting untuk klien sehingga selalu memeriksakan kehamilannya di Bidan untuk mengetahui status kesehatannya. Ketika sakit, klien membeli obat sendiri di apotik. Bila tidak sembuh, maka Ny. T langsung berangkat periksa ke Bidan terdekat / dokter. b. Pola Aktivitas dan Latihan Klien mengatakan bahwa sebelum kehamilan ke tiga, klien tidak ada

keluhan begitu juga saat kehamilan ketiga ini. Klien hanya mengeluh perutnya terasa penuh sehingga pada trimester akhir klien. 43 Aktivitasnya sedikit. Dirumah sakit juga tidak leluasa bergerak karena merasa nyeri, klien terlihat lemas dan sedikit aktivitas. c. Pola Istirahat dan Tidur Pada waktu hamil klien kurang tidur/ istirahat karena tidak nyaman dengan posisi tidurnya, sehingga klien hanya tidur malam 21.0004.00 WIB, sedangkan tidur siang klien jarang-jarang. Ketika dirumah sakit klien susah tidur. Klien tidur malam dari jam 21.0005.00 WIB. Klien sering terbangun pada malam hari karena adanya luka post episiotomi pada perineum. d. Pola nutrisi dan Metabolik Sebelum sakit klien makan 1 /4 porsi dari makanan yang disediakan malah kadang-kadang klien lebih sering puasa. Klien nyidam rujak dan lebih makan-makanan rujak. Saat dirumah sakit klien makan 1 /2 porsi 1 porsimakan. Klien minum 500 600 cc/ hari. e. Pola Eliminasi (BAB dan BAK) Sebelum kerumah sakit, klien biasa buang air besar 1 kali / hari dan ketika dirumah sakit klien belum buang air besar karena merasakan sedikit nyeri dengan skala 2-3. sebelum masuk Rumah Sakit, klien buang air kecil 4-5 x/ hari, begitu juga saat klien di Rumah Sakit.

f. Pola Kognitif Klien percaya apabila mematuhi therapi pengobatan ia akan sembuh. Klien mengeluh nyeri, skala nyeri 8. nyeri timbul saat klien bergerak 44 dan nyeri hilang saat dilakukan teknik relaksas. Nyeri pada bagian perineum, nyeri hilang timbul 2-3 menit, cekit-cekit dan perih. g. Pola Konsep Diri Identitas diri : klien mengatakan tetap percaya diri dan menyukai bentuk tubuhnya. Peran : klien sebagai seorang Ibu yang mempunyai 3 orang anak. h. Pola Koping Klien mengatakan bahwa untuk memutuskan sesuatu klien membicarakannya dengan Suami dan Orang tuanya. Hubungan dengan teman dan tetangganya baik-baik saja. i. Pola Seksual- Reproduksi Klien mengatakan bahwa kehamilannya mengganggu pola seksualnya. Sehingga klien jarang melakukan hubungan seksual dengan Suaminya. j. Pola Hubungan Sosial Klien mengatakan bahwa dirumahnya, klien suka mengikuti kegiatan PKK dan pengajian, atau kegiatan POSYANDU 1 bulan sekali. Klien mengatakan tidak ada masalah dengan orang lain. k. Pola Nilai dan Kepercayaan Klien mengatakan beragama Islam dan selama dirumah sakit klien merasa tidak leluasa dan tidak mampu untuk sholat 5 waktu. 45 4. Pemeriksaan Fisik Pada Ibu a. Kepala : Mesochepal

i) Rambut : Tidak mudah rontok, cukup bersih, hitam, lurus ii) Mata : Sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, pupil isokor

iii) Hidung : Bersih, tidak ada sekret, tidak ada pernafasan cuping hidung iv) Telinga : Bersih, simetris, tidak ada sekret v) Mulut : Stomatitis (-), Karies Gigi (-) b. Leher : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran tonsil, trakhea ditengah, tidak ada distensi vena jugularis c. Dada : Mammae simetris, berisi, hangat, areola berpigmentasi, nipple menonjol, ekspansi paru simetris d. Abdomen : Ada striae sedikit, DRA tidak dikaji, tidak ada massa pada abdomen, bising usus 18x/ menit , TFU : 2cm dibawah umbilikus. e. Perineum : Keluar darah sedikit 40 cc , luka episiotomi masih basah, kemerahan,tidak ada oedema, ada bintik kebiruan, tidak ada nanah dan tidak ada perdarahan, jenis jahitan jelujur., jumlah jahitan dalam dan luar tidak dikaji. 46 f. Anus : Tidak ada hemoroid g. Ekstremitas : Tidak ada varises, akral dingin, tidak ada oedem, Homans sign tidak dikaji. h. Tanda-TandaVital :TD : 120/ 80 mmHg S : 36,5C

RR : 24x / menit N : 82x / menit 5. Data Penunjang a) Hematology Tanggal 8 Mei 2007, jam 07.54 WIB Analyzer Hema Nilai Nilai Normal

hemoglobin 11,80gr% (12,00-15,00 gr%) hematokrit 34,70 % (35,0-47,0 %) Eritrosit 3,50 % (3,90-5,60 %) MCH 33,80 % (27,00-32,00 %) MCV 99,20 % (76,00-96,00 %) MCHC 34,10 % (29,00-36,00 %) Leukosit 16,90 rb/mmk (4,00-11,00 rb/mmk) trombosit 195,0 rb/mmk (150,0-400,0 rb/mmk) Kimia Klinik Elektrolit Nilai Nilai Normal

Na 138 mmol/ L (136-145 mmol/L) K 4,9 mmol/ L (3,5-5,1mmol/L) Cl 111 mmol/ L (98-107 mmol/L) Cal 2,42 mmol/ L (2,12-2,52 mmol/L) 47 b) Therapy pengobatan, dilakukan tanggal 8 Mei 2007, jam 07.54 WIB Di berikan: Amoxicylin 3 x 500 mg Methergin 3 x1 ampul Vitamin BC / C / SF 2 x 1 c) Diit biasa : nasi, lauk dan sayur.

d) Rawat luka area perineum akibat luka episiotomi dengan betadin B. Pengelompokan Data 1) Data Subjektif a) Klien mengatakan nyeri pada perineum akibat episiotomi skala 8, ketika bergerak nyerinya cekit-cekit dan perih. b) Klien mengatakan tidak tahu cara melakukan perawatan payudara c) Pasien mengatakan masih keluar darah dari jalan lahir seperti menstruasi. 2). Data Objektif a) Klien tampak kesakitan b) Klien sering bertanya bagaimana melakukan perawatan payudara. c) Adanya kemerahan dan nyeri tekan pada perineum d) Terdapat luka episiotomi, keadaan vulva kotor, keluar rubra 40 cc. Analisa Data No Data Problem Etiologi 1. S : klien tampak klien mengatakan nyeri pada perineum akibat episiotomi

skala 8, ketika bergerak nyerinya seperti cekit-cekit dan perih. O : klien tampak meringis kesakitan Gangguan rasa nyeri Terputusnya jaringan sekunder

terhadap luka episiotomi 48 2. S : klien mengatakan masih keluar darah dari jalan lahir seperti menstruasi O : adanya kemerahan dan nyeri tekan pada perineum terdapat luka episiotomi, keadaan vulva kotor, keluar lochea rubra 40 cc,cairan berwarna merah, Hb:11,80 gr%, suhu: 36,5C. Resiko infeksi Trauma jaringan / kerusakan fisik 3. S : klien mengatakan tidak tahu bagaimana melakukan perawatan payudara O : Klien sering bertanya bagaimana melakukan perawatan payudara. Kurangnya pengetahuan tentang Breast

Care. Minimnya informasi tentang perawatan payudara C. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan sekunder terhadap luka episiotomi ditandai dengan klien mengatakan nyeri pada perineum akibat episiotomi, skala 8 ketika bergerak nyerinya cekitcekit dan perih, klien tampak meringis kesakitan. 2. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/kerusakan kulit ditandai dengan klien mengatakan masih keluar darah dan jalan seperti menstruasi, adanya kemerahan dan nyeri tekan pada perineum, terdapat luka episiotomi, keadaan vulva kotor, keluar lochea rubra 40 cc. 3. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan minimnya informasi tentang Breast care ditandai dengan klien mengatakan tidak tahu bagaimana cara melakukan perawatan payudara, klien sering bertanya-tanya bagaimana cara melakukan perawatan payudara. 49 D. Nursing Care Plan, Implementasi dan Evaluasi Dx. 1 Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan sekunder terhadap luka episiotomi ditandai dengan klien mengatakan nyeri pada perineum akibat episiotomi, skala 8 ketika bergerak nyerinya cekit-cekit dan perih, klien tampak meringis kesakitan. 1. Tujuan : Mencegah atau meminimalkan rasa nyeri.

2. Kriteria a) Nyeri berkurang atau hilang. b) Ekspresi wajah rileks. c) Pasien mampu melakukan tindakan dan mengungkapkan intervensi untuk mengatasi nyeri dengan cepat. d) Tanda-tanda vital normal (tekanan darah 120/ 80 mm Hg. Nadi 8088 x/ menit) 3. Intervensi a) Tentukan lokasi dan sifat nyeri. Rasional : mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhan khusus dan intervensi yang tepat b) Inspeksi perbaikan perineum dan episiotomi Rasional : dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan perineal dan atau terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi atau intervensi lebih lanjut. c) Ajarkan klien untuk duduk dengan mengkonstraksikan otot gluteal. 50 Rasional : penggunaan pengencangan gluteal saat duduk menurunkan strees dan tekanan langsung pada perineum. d) Berikan informasi tentang berbagai startegi untuk menurunkan nyeri, misalnya teknik relaksasi dan distraksi. Rasional : membantu memberikan rasa nyaman. e) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik Rasional : memberikan kenyamanan sehingga klien dapat memfokuskan pada perawatan sendiri dan bayinya. Dx. 2 Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/kerusakan kulit ditandai dengan klien mengatakan masih keluar darah dan jalan seperti

menstruasi, adanya kemerahan dan nyeri tekan pada perineum, terdapat luka episiotomi, keadaan vulva kotor, keluar lochea rubra 40 cc. 1. Tujuan : Infeksi tidak terjadi. 2. Kriteria : a) Luka episiotomi sembuh dengan sempurna dan tidak ada tanda-tanda infeksi (color, tumor, dolor, dan fungsio laesa) b) Pasien mampu mendemontrasikan teknik-teknik untuk meningkatkan penyembuhan. c) Tanda-tanda vital dalam batas normal, terutama suhu (36-37 C) d) Nutrisi terpenuhi (adekuat) 3. Intervensi : a) Kaji adanya perubahan suhu. 51 Rasional : Peningkatan suhu sampai 38,3 C pada 2-10 hari setelah melahirkan sangat menandakan infeksi. b) Observasi kondisi episiotomi seperti adanya kemerahan, nyeri tekan yang berlebihan dan eksudat yang berlebihan. Rasional : Dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan parenial dan atau terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi intervensi lebih lanjut. c) Anjurkan pada pasien untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh genital. Rasional : membantu mencegah/ menghalangi penyebaran infeksi. d) Catat jumlah dan bau lochea atau perubahan yang abnormal. Rasional : Lochea normal mempunyai bau amis, lochea yang purulen dan bau busuk menunjukkan adanya infeksi.

e) Anjurkan pada pasien untuk mencuci perineum dengan menggunakan sabun dari depan kebelakang dan untuk mengganti pembalut sedikitnya setiap 4 jam atau jika pembalut basah. Rasional : Membantu mencegah kontaminasi rektal memasuki vagina atau uretra f) Ajarkan pada klien tentang cara perawatan luka perineum. Rasional : Meningkatkan pengetahuan klien tentang perawatan vulva. g) Kolaborasi untuk pemberian anti biotik Rasional : Mencegah infeksi dan penyebaran kejaringan sekitar. 52 Dx. 3 Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan minimnya informasi tentang perawatan payudara ditandai dengan klien mengatakan tidak tahu bagaimana cara melakukan perawatan payudara, klien sering bertanyatanya bagaimana cara melakukan perawatan payudara. 1. Tujuan : Agar ASI lancar, sekitar areola dan puting tidak kotor, payudara tidak bengkak 2. Kriteria : a) klien dapat mengerti tentang cara perawatan payudara. b) Klien mampu melakukan cara perawatan payudara. 3. Intervensi : a) Lakukan Breast care pada klien Rasional : menggali seberapa banyak pengetahuan dan pemahaman yang diterima pasien b) Ajarkan breast care pada Ibu Rasional : agar payudara tidak bengkak dan ASI lancar c) Kaji pengetahuan klien tentang perawatan payudara

Rasional : Menggali seberapa banyak pengetahuan yang diterima klien d) Kaji produksi ASI pada klien Rasional : Untuk mengetahui seberapa banyak produksi ASI e) Anjurkan pada Ibu untuk melakukan perawatan payudara tiap pagi hari Rasional : Agar ASI keluar dengan lancar 53 E. Implementasi No. Dx Waktu IMPLEMENTASI RESPON KLIEN Paraf I Rabu, 9 Mei 2007 Jam 14.30 1. Mengkaji keluhan pasien S : Pasien mengatakan nyeri pada daerah luka jahitan terutama saat bergerak, skala nyeri 8 O : Pasien tampak meringis menahan nyeri saat klien menggeserkan tubuhnya untuk duduk, terdapat 1 jahitan jelujur pada perineum

I 14.40 2. Memberikan penjelasan kepada klien bahwa rasa nyeri hal yang wajar S: O : Klien lebih tenang dan cemas berkurang II 14.50 3. Melakukan vulva hygiene dan mengobservasi luka episiotomi dengan REEDA S : Klien menyatakan lebih nyaman setelah dibersihkan daerah vulvanya. O :Pasien tampak bersih, lochea rubra 40 cc, tak ada oedem, ada kemerahan,ada bintikbintik kebiruan pada perineum,ada nyeri tekan pada perineum.

I 15.20 4. Menganjurkan pasien untuk relaksasi tarik nafas panjang dalam S : Pasien mengatakan nyeri

berkurang dan merasa nyaman. Skala nyeri 4-5 setelah melakukan nafas panjang dalam. O : Pasien tampak rileks dan tenang, ekspresi wajah tidak tegang.

I, II 15.30 5. Mengukur tanda-tanda vital S: O : TD : 120/80 mmHg, N : 80 x/menit, S : 36C RR : 24 x/ menit. I 15.45 6. Menganjurkan pasien untuk duduk dengan mengontraksikan otot gluteal S : Klien mengatakan dapat mengontrol nyerinya secara minimal. 54 O : Klien tampak rileks dan menjawab akan

mengkontraksikan otot gluteal saat buang air besar. II 17.00 9. Memberikan obat peroral 1 tablet amoxicillin dan 1 tablet vitamin BC S: O : Obat diminum pasien melalui oral, tidak ada mual muntah I 21.00 11.Menciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman S: O: Suasana ruangan tampak terang, pasien tampak rileks dan tiduran diatas tempat tidur. Kamis, 10 Mei 2007, I jam 08.00 1. Mengkaji keluhan pasien

S : klien mengatakan dapat mengontrol nyerinya . O : Pasien tampak tenang, rileks, ekspresi wajah tidak tegang II 08.15 2. Melakukan vulva Hygiene dan mengobservasi luka episiotomi S: O : Vulva sudah bersih, tidak ada oedem pada perineum, tidak ada kemerahan, tidak ada bintik kebiruan pada perineum, nyeri tekan perineum masih, lochea rubra 30 cc. II 08.30 3. menganjurkan pasien untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah memegang genital S : Pasien mengatakan memegang genital jika mau BAK saja O : Pasien menjawab akan

selalu mencuci tangan baik sebelum/ sesudah memegang genitalianya III 08.45 4. Mengkaji pengetahuan klien tentang perawatan payudara S : Klien mengatakan paham tentang perawatan payudara O : Klien tampak mengerti III 09.00 5. Melakukan Breast care pada klien S : Klien mengatakan lebih nyaman, enak setelah dilakukan breast care 55 O : Pasien tampak senang, payudara tidak bengkak I, II 11.30 6. Mengukur TTV S : O : TD : 120/80 mmHg, N : 80 x/ menit, S : 36C, RR:24x/menit I, II 12.30 7. Memberikan obat

peroral 1 tablet amoxicylin dan 1 tablet vitamin BC S: O : Obat diminum melalui oral, tidak ada mual muntah Jumat, 11 Mei 2007 I 07.30 1.mengkaji keluhan pasien S : klien mengatakan nyeri berkurang,dapat berjalan kekamar mandi O : pasien tampak rileks dan tenang, terlihat sedang duduk, ekspresi wajah tidak menahan nyeri,tampak tersenyum III 08.00 2.Mengajarkan perawatan payudara pada pasien. S : Klien mendemontrasikan cara perawatan payudara dengan baik O : Klien tampak kooperatif III 08.30 3. Mengkaji pengetahuan klien tentang

perawatan payudara S : Klien mengatakan paham dan mengerti tentang perawatan payudara O : Klien tampak gembira II 09.00 4. Mengajarkan pada klien tentang cara-cara perawatan perineum S : Klien mengatakan sudah mengetahui cara perawatan perineum O : Klien mampu menyebukan ulang caracara perawatan perineum II 09.30 5. Mengobservasi luka episiotomi S:O : lochea rubra 20 cc, tidak ada oedem, tidak ada kemerahan, jahitan tidak tampak, perineum kembali seperti biasa, nyeri tekan masih. 56 II 10.30 6. Menganjurkan pasien untuk mencuci

perineum dengan sabun dari depan ke belakang dan untuk mengganti pembalut jika sudah basah atau sedikitnya tiap 4 jam. S : klien menyatakan lebih nyaman dan lebih keset O : Pasien menjawab akan melakukannya secara rutin untuk menjaga kebersihan genetalianya III 11.00 7. Mengkaji produksi ASI pada klien S:O : setelah dilakukan breast care, ASI keluar lancar, payudara tidak bengkak. III 11.15 8. menganjurkan ibu untuk melakukan perawatan payudara tiap pagi hari. S : Klien mengatakan akan melakukan perawatan payudara tiap pagi hari O:I,

II 11.30 9. Mengukur TTV S :O : TD : 120/80 mmHg, N: 84 x/menit, Suhu 36,5C, RR : 22 x/menit 57 F. Evaluasi No. Dx Waktu EVALUASI Paraf I. Jumat, 11 Mei 2007 !2.30 S : Klien mengatakan skala nyeri berkurang yaitu 2. O : Klien terlihat rileks dan tidak lemas TD : 120/80 mmHg, S : 36,5 C, N : 84 x/ menit, RR : 22x/ menit A : masalah teratasi sebagian P : lanjutkan intervensi 9 kaji karakteristik / skala nyeri 9 Anjurkan pasien untuk mobilitas dini / teknik relaksasi. II. 12.45 S : O : Tidak ada tanda-tanda infeksi pada luka jahitan

pada perineum TD : 120/80 mmHg, N : 84x/menit, S : 36,5 C RR : 22 x/ menit Tidak ada kemerahan, tidak ada oedem, tidak ada perdarahan/ nanah pada luka jahitan A : Masalah teratasi P : Lanjutkan intervensi 9 Lakukan perawatan vulva hygiene dengan teknik steril dan aseptik III 13.15 S : Klien mengatakan sudah paham bagaimana cara melakukan perawatan payudara O :Klien belajar mendemontrasikan perawatan payudara. A : masalah teratasi sebagian P : Lanjutkan intervensi 9 Anjurkan klien melakukan breast care tiap pagi hari. 58 BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan klien post partum dengan episiotomi pada Ny. T di IRNA B3-Obs Rumah Sakit Dr. Karyadi (RSDK) yang dikelola selam 3 hari , mulai tanggal 9 11 Mei 2007. Disini penulis akan membahas tiap diagnosa keperawatan dari pengkajian sampai evaluasi yang diimplikasikan dengan konsep dasar, adapun diagnosa keperawatan yang muncul sebagai berikut : gangguan rasa nyaman dan nyeri,

resikoterjadinya infeksi, kurang pengetahuan tentang perawatan payudara. A. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan sekunder terhadap luka episiotomi. Nyeri dalah suatu keadaan dimana individu mengalami dan melaporkan adanya rasa tidak nyaman yang berat atau sensasi tidak nyaman, berakhir dari 1 detik sampai kurang dari 6 bulan (Carpenito, 1998: 225). Episiotomi yang menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan sehingga menekan pembuluh saraf sekitar dan menyebabkan nyeri. Nyeri pada Ny. T disebabkan karena luka episiotomi dan ditunjang dengan data-data sebagai berikut pasien mengatakan nyeri pada luka episiotomi atau luka pada perineum, nyeri bertambah saat bergerak/aktivitas dengan skala nyeri 8, ekspresi wajah tampak menahan nyeri dan pasien tampak gelisah. Diagnosa keperawatan ini menjadi prioritas utama karena nyeri pada Ny. T merupakan keluhan utama dan berdasarkan pada Hirarki Maslow yang memprioritaskan kebutuhan fisiologis yang dilanjutkan dengan rasa nyaman, 59 sehingga rasa nyeri harus segera ditangani agar tidak mengganggu aktivitas yang menimbulkan rasa tidak nyaman dan rasa ketakutan untuk melakukan gerakan dan tindakan. Adapun rencana tindakan yang disusun untuk mengatasi nyeri berhubungan dengan trauma mekanisme episiotomi adalah : kaji koping mengatasi nyeri untuk mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan khusus dan intervensi yang tepat. Ajarkan teknik relaksasi (tarik nafas panjang) untuk

membantu menurunkan nyeri. Monitor tanda-tanda vital untuk mengetahui respon nyeri secara fisiologis. Anjurkan klien untuk duduk dengan mengkontraksikan otot gluteal untuk menurunkan stressor dan tekanan langsung pada perineum. Dari rencana tindakan yang dibuat penulis dalam melakukan implementasi berjalan sesuai dengan rencana tindakan, tak ada kesulitan dalam melakukan tindakan keperawatan selama 3 hari. Karena dalam hal ini didukung oleh peran klien yang aktif dan kooperatif untuk diajak kerjasama dalam meningkatkan proses penyembuhan. Dari implementasi yang dilakukan dari tanggal 9-11 Mei 2007 (selama 3 hari) penulis membuat kriteria hasil yaitu nyeri berkurang atau hilang, skala nyeri 0-2, ekspresi wajah klien rileks, tanda-tanda vital normal terutama tekanan darah dan nadi (TD 120/80 mmHg, N: 80-88 x/ menit). Evaluasi dari data terakhir pada tanggal 11 Mei 2007, setelah 3 hari dilakukan implementasi didapatkan data subjektif pasien menyatakan nyeri berkurang tapi masih terasa sedikit nyeri pada luka episiotomi saat bergerak, dengan skala nyeri 2, data ebjektifnya ekspresi wajah klien tampak rileks, TD: 120/80 mmHg, Nadi: 80 x/menit, Suhu: 36 C, 60 RR: 24 x/menit, sehingga penulis menganalisa maaslah teratasi dengan waktu yang telah ditetapkan. B. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya trauma jaringan luka

episiotomi Resiko terjadinya infeksi adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk terserang oleh bakteri patogen, adapun yang menjadi faktor resiko terjadinya infeksi yaitu adanya luka pada kulit trauma jaringan dan penyakit kronik (Carpenito, 1998). Untuk melakukan pengkajian pada resiko terjadinya infeksi yaitu dengan menggunakan REEDA yaitu Redness, Edema, Ecymocis, Discarge, Approximation. Munculnya masalah resiko terjadinya infeksi pada Ny. T disebabkan karena luka episiotomi dan adanya keadaan vulva yang kotor dan keluarnya lokhea rubra tersebut sangat mendukung dapat membawa mikroorganisme tersebut masuk kedalam tubuh. Semakin besar mikroorganisme tersebut yang masuk maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya infeksi. Pada kasus Ny. T masalah keperawatan terjadinya infeksi merupakan prioritas yang kedua karena masalah tersebut belum aktual terhadap terjadinya infeksi dan masalah ini dapat diminimalkan dengan perawatan luka episiotomi serta nutrisi yang adekuat, oleh karena itu penulis mengangkat diagnosa ini untuk mencegah terjadinya infeksi. Adapun rencana tindakan yang penulis susun untuk mengatasi masalah resiko terjadinya infeksi adalah : pantau suhu tubuh pasien setiap 8 jam untuk mengetahui adanya peningkatan suhu tubuh diatas 37 C setelah hari pertama 61 post partum yang menandakan adanya resiko terjadinya infeksi seperti color,

dolor, tumor, rubor, dan fungsiolaesa. Ajarkan klien tentang cara perawatan luka perineum untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang cara perawatan luka episiotomi pada perineum. Lakukan vulva higiene dengan teknik aseptic untuk meningkatkan kenyamanan klien dan meminimalkan terjadinya resiko infeksi. Ajarkan pada pasien untuk mencuci perineum dengan menggunakan sabun dari depan kebelakang dan untuk mengganti pembalut jika sudah basah atau sedikitnya 4 jam sekali untuk mencegah kontaminasi rectal memasuki vagina atau uretra. Anjurkan klien untuk cuci tangan sebelum atau sesudah menyentuh genetalia untuk mencegah kontaminasi dari tangan ke vagina. Berikan nutrisi yang adekuat untuk meningkatkan penyembuhan regenerasi jeringan baru. Berikan antibiotik amoxicylin 3x1 tablet untuk mencegah infeksi dan penyebaran ke jaringan sekitar. Dari rencana tindakan yang dibuat penulis dalam melakukan implementasi berjalan sesuai dengan rencana tindakan, tidak ada kesulitan dalam melakukan tindakan keperawatan selama 3 hari. Karena didukung oleh peran klien yang aktif dalam meningkatkan proses penyembuhan. Untuk diagnosa keperawatan resiko terjadinya infeksi, penulis membuat kriteria hasil tidak terdapat tanda-tanda infeksi.seperti color, rubor, tumor, dolor, dan fungsiolaesa atau dengan REEDA (Redness, Edema, Ecchymosis, Dishcarge,

Approximation). Tanda-tanda vital normal terutama suhu antara 36-37 C. Evaluasi dari data terakhir pada tanggal 11 Mei 2007 didapatkan data objektif TD 120/80 mmHg, Nadi 86 x/ menit, Suhu 36,5 C, RR 22x/ menit, tidak ada oedem, tidak ada kemerahan, tidak ada bintik kebiruan pada perineum, tidak ada 62 pus/darah pada luka jahitan, lochea rubra saat dikaji 40 cc, perineum terlihat kembali normal, sehingga penulis menganalisa masalah resiko terjadinya infeksi tidak terjadi atau masalah teratasi. C. Kurang pengetahuan Ibu tentang breast care berhubungan dengan minimnya informasi yang didapat tentang perawatan payudara. Kurangnya pengetahuan adalah suatu keadaan dimana individu atau kelompok mengalami kekurangan pengetahuan kognitif atau ketrampilan psikomotor mengenai status keadaan dan rencana tindakan pengobatan (Carpenito, 1998: 589). Adapun yang menjadi karakteristik mayor yaitu klien mengatakan kurang pengetahuan atau ketrampilan, meminta pertolongan dan klien mengekspresikan persepsi tentang kondisi kesehatannya. Pada kasus Ny. T, munculnya diagnosa keperawatan kurangnya pengetahuan tentang perawatan payudara disebabkan karena keterbatasan informasi yang didapat tentang perawatan payudara. Hal ini perlu diperkuat oleh data-data sebagai berikut, pasien mengatakan kurang mengerti tentang perawatan payudara dan klien masih bingung untuk melakukan perawatan/masase payudara. Masalah keperawatan merupakan prioritas ketiga karena menurut Maslow,

pengetahuan termasuk dalam aktualisasi diri dan merupakan tingkat kebutuhan yang ada. Adapun rencana tindakan yang penulis susun untuk mengatasi maslah kurangnya pengatahuan tentang perawatan payudara adalah : kaji pengetahuan klien tentang breast care yang berguna untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan klien tentang breast care. Kaji kebutuhan klien tentang breast care 63 dan berikan penyuluhan tentang breast care, hal ini untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang breast care, sehingga klien dapat mendemontrasikan breast care dengan benar yang berguna untuk membersihkan puting agar tidak kotor, ASI lancar, payudara tidak bengkak. Dari rencana tindakan yang dibuat penulis dalam melakukan implementasi berjalan sesuai dengan rencana tindakan, tidak ada kesulitan dalam melakukan tindakan keperawatan selama 30 menit. Karena dalam hal ini didukung oleh peran aktif klien dan kooperatif selama diajari bagaimana cara melakukan breast care, sehingga nanti dapat melakukan tindakan breast care dengan baik. Untuk diagnosa keperawatan kurang pengetahuan tentang perawatan payudara membuat kriteria hasil pasien mengerti tentang breast care (pengertian, tujuan, manfaat dan mendemonstrasikan cara-cara melakukan breast care dengan benar). Evaluasi dilakukan pada tanggal 11 Mei 2007 didapatkan data subjektif

pasien mengatakan sudah mngerti tentang perawatan payudara dan data objektif pasien mampu menjelaskan kembali pengertian , tujuan, manfaat dan mendemonstrasikan cara-cara melakukan breast care dengan benar, sehingga penulis menganalisa masalah tersebut telah teratasi. 64 BAB V PENUTUP Setelah melakukan tindakan asuhan keperawatan langsung pada Ny. T post partum dengan episiotomi di IRNA B3-OBS RSUP Dr. Karyadi Semarang pada tanggal 9-11 Mei 2007, dapat diambil beberapa kesimpulan, dan digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pemberian asuhan keperawatan pada pasien post partum dengan episiotomi A. Kesimpulan 1. Kasus post partum episiotomi pada Ny. T adalah tipe lateralis atas indikasi perineum yang kaku, efek samping dari tindakan insisi ini adalah penyembuhan luka yang lama.Jika tidak mendapat perawatan yang optimal dapat menimbulkan komplikasi , yaitu terjadinya infeksi pada luka episiotomi. 2. Asuhan keperawatan yang dilakukan pada Ny. T mulai dari pengkajian masalah keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Pada kasus Ny. T muncul masalah keperawatan gangguan rasa nyaman nyeri, resiko terjadinya infeksi, dan kurang pengetahuan klien tentang perawatan payudara. Setelah dilakukan tindakan keperawatan sesuai intervensi yang ada didapatkan hasil evaluasi masalah dapat teratasi sesuai dengan

kriteria hasil. Namun ada masalah resiko terjadinya infeksi hanya teratasi sebagian karena masalah ini masih perlu tindakan lebih lanjut hingga luka episiotomi sembuh. 65 B. Saran 1. Perawat hendaknya melakukan pengkajian post partum episiotomi secara tepat agar tidak muncul komplikasi yang lebih berat sesuai dengan tahap-tahap asuhan keperawatan, karena pada dasarnya post episiotomi bisa sembuh secara cepat bila dilakukan penanganan secara dini dan akurat. 2. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan diperlukan kerjasama dengan tim kesehatan yang lain, serta keluarga sehingga dapat dilakukan penentuan tindakan yang tepat. 3. Untuk pendokumentasian hendaknya dilengkapi mulai dari pengkajian sampai evaluasi agar pelaksanaan asuhan keperawatan lebih terfokus sehingga intervensi dapat dilakukan dan informasi yang diberikan harus lebih jelas agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi salah paham antar anggota perawat. 4. Hendaknya Rumah Sakit memberikan informasi-informasi tentang kesehatan pada pasien dengan menggunakan leafleat agar dapat diinformasikan pada orang lain, sehingga pengetahuan masyarakat tentang kesehatan meningkat yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Bobak, M. Irene .2004. Maternity and Gynekologic Care, Mosby Company, USA. Bramantyo,Lastiko.2006.Info Ayahbunda,Retrieved June 11,2007,from http://www.ayahbunda-online_com.htm

Carpenito, L. J. 1998. Hand Book of Nursing Diagnosis : Diagnosa Keperawatan, Edisi 6, Alih Bahasa Monica Ester, SKp, dkk, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Doengoes, M. E .2001. Rencana Keperawatan Maternal atau Bayi : Pedoman Untuk Perencanaan dan Dokumentasi Keperawatan Klien, Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta. INS.2005.Episiotomi Rutin Tidak Perlu Dilakukan, Retrieved May 6,2007,from http://Kalbe.co.id Mansjoer, Arif .1999. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, FKUI, Jakarta. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi, Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta. Novitasari.2006.Masa Setelah Melahirkan Dilema Nifas Dan Kenyerian Hubungan Seks ,Retrieved May 15, 2007,from http://www.bali-travelnews.com Prawirohardjo, Sarwono .2002. Ilmu Kebidanan, Edisi 3,Cetakan 6, Penerbit Yayasan Bina Pustaka, Jakarta. Rusda, M. 2004. Anastesi Infiltrasi Pada Episiotomi. Universitas Sumatra Utara, Retrieved May 4, 2007, from http://library.usu.ac.id/modules.php.html#1 Tucker, Susan M. 2001.Standart Perawatan Pasien: Proses Keperawatan ,Diagnosa ,dan Evaluasi, Vol.4,Alih Bahasa: Yasmin Asih, EGC,Jakarta Wiknjosastro, Hanifa .2002. Ilmu Kebidanan, Edisi 3, Cetakan 6, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

You might also like