You are on page 1of 59

PENGEMBANGAN BUDAYA DAN IKLIM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH

I.

KONSEP BUDAYA DAN IKLIM SEKOLAH A. Pengertian Budaya dan Iklim Sekolah 1. Budaya Sekolah Secara etimologis pengertian budaya (culture) berasal dari kata latin colere, yang berarti membajak tanah, mengolah, memelihara ladang (Poespowardojo, 1993). Namun pengertian yang semula agraris lebih lanjut diterapkan pada hal-hal yang lebih rohani (Langeveld, 1993). Selanjutnya secara terminologis pengertian budaya menurut Montago dan Dawson (1993) merupakan way of life, yaitu cara hidup tertentu yang memancarkan identitas tertentu pula dari suatu bangsa. Kemudian Kotter dan Heskett (1992) yang dikutip dalam The American Herritage Dictionary mendefinisikan kebudayaan secara formal, sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui kehidupan sosial, seni, agama, kelembagaan dan segala hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu kelompok manusia. Selanjutnya Koentjaraningrat mendefinisikan budaya sebagai keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar. Lebih lanjut Koentjaraningrat membagi kebudayaan dalam tiga wujud yaitu: a. wujud kebudayaan sebagai suatu kompleksitas dari ide-ide, gagasan, nilainilai, norma-norma, peraturan dan lain-lain; b. wujud kebudayaan sebagai suatu kompleksitas aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat dan; c. wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Dari beberapa pendapat yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa budaya adalah sesuatu yang abstrak tetapi tetap memiliki dimensi yang mencolok, dapat didefinisikan dan dapat diukur berdasarkan karakteristik umum seperti yang dikemukakan oleh Robbins (1994) sebagai berikut: (1) inisiatif individual, (2) toleransi terhadap tindakan beresiko, (3) arah, (4) integrasi, (5) dukungan dari manajemen, (6) kontrol, (7) identitas, (8) sistem imbalan, (9) toleransi terhadap konflik dan (10) polapola komunikasi. Dalam lingkup tatanan dan pola yang menjadi karakteristik sebuah sekolah, kebudayaan memiliki dimensi yang dapat di ukur yang menjadi ciri budaya sekolah seperti: a. Tingkat tanggung jawab, kebebasan dan independensi warga atau personil sekolah, komite sekolah dan lainnya dalam berinisiatif. b. Sejauh mana para personil sekolah dianjurkan dalam bertindak progresif, inovatif dan berani mengambil resiko. c. Sejauh mana sekolah menciptakan dengan jelas visi, misi, tujuan, sasaran sekolah, dan upaya mewujudkannya. d. Sejauh mana unit-unit dalam sekolah didorong untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

Tingkat sejauh mana kepala sekolah memberi informasi yang jelas, bantuan serta dukungan terhadap personil sekolah. f. Jumlah pengaturan dan pengawasan langsung yang digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku personil sekolah. g. Sejauh mana para personil sekolah mengidentifkasi dirinya secara keseluruhan dengan sekolah ketimbang dengan kelompok kerja tertentu atau bidang keahlian profesional. h. Sejauh mana alokasi imbalan diberikan didasarkan atas kriteria prestasi. i. Sejauh mana personil sekolah didorong untuk mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka. j. Sejauh mana komunikasi antar personil sekolah dibatasi oleh hierarki yang formal (diadopsi dari karakteristik umum seperti yang dikemukakan oleh Stephen P. Robbins). Dari sekian karakteristik yang ada, dapat dikatakan bahwa budaya sekolah bukan hanya refleksi dari sikap para personil sekolah, namun juga merupakan cerminan kepribadian sekolah yang ditunjukan oleh perilaku individu dan kelompok dalam sebuah komunitas sekolah. Budaya sekolah adalah nilai-nilai dominan yang didukung oleh sekolah atau falsafah yang menuntun kebijakan sekolah terhadap semua unsur dan komponen sekolah termasuk stakeholders pendidikan, seperti cara melaksanakan pekerjaan di sekolah serta asumsi atau kepercayaan dasar yang dianut oleh personil sekolah. Budaya sekolah merujuk pada suatu sistem nilai, kepercayaan dan norma-norma yang diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai perilaku alami, yang dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang sama diantara seluruh unsur dan personil sekolah baik itu kepala sekolah, guru, staf, siswa dan jika perlu membentuk opini masyarakat yang sama dengan sekolah. Setiap sekolah memiliki kepribadian atau karakteristik tersendiri yang diciptakan dan dipertahankan serta mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan terhadap unsur dan komponen sekolah yang merupakan budaya dan iklim suatu sekolah. Jadi peran kepala sekolah pada dasarnya harus dapat menciptakan budaya bagaimana orang belajar dan bagaimana kita bisa membantu mereka belajar. Budaya dan iklim sekolah bukanlah suatu sistem yang lahir sebagai aturan yang logis atau tidak logis, pantas atau tidak pantas yang harus dan patut ditaati dalam lingkungan sekolah, tetapi budaya dan iklim sekolah harus lahir dari lingkungan suasana budaya yang mendukung seseorang melaksanakan dengan penuh tanggung jawab, rela, alami dan sadar bahwa apa yang dilakukan (ketaatan itu muncul dengan sendirinya tanpa harus menunggu perintah atau dibawah tekanan) merupakan spontanitas berdasarkan kata hati karena didukung oleh iklim lingkungan yang menciptakan kesadaran kita dalam lingkungan sekolah. Misalnya budaya disiplin, budaya berprestasi dan budaya bersih 2. Iklim Sekolah Secara konseptual, iklim lingkungan atau suasana di sekolah didefinisikan sebagai seperangkat atribut yang memberi warna atau karakter, spirit, etos, suasana batin, setiap sekolah (Fisher & Fraser, 1990; Tye, 1974). Secara operasional, sebagaimana halnya pengertian iklim pada cuaca, iklim lingkungan di sekolah dapat dilihat dari faktor seperti kurikulum, sarana, dan kepemimpinan kepala sekolah, dan lingkungan pembelajaran di kelas. Beberapa pengertian lain mengenai iklim sekolah yang hampir memiliki makna serupa dikemukakan berikut ini. Hoy dan Miskel (1987) merumuskan pengertian iklim
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

e.

sekolah sebagai persepsi guru terhadap lingkungan kerja umum sekolah. De Roche (1985) mengemukakan iklim sebagai hubungan antar-personil, sosial dan faktor-faktor kultural yang mempengaruhi perilaku individu dan kelompok dalam lingkungan sekolah. Selama dua dasawarsa lingkungan pembelajaran di sekolah dipandang sebagai salah satu faktor penentu keefektifan suatu sekolah (Creemer et al., 1989). Fisher dan Fraser (1990) juga menyatakan bahwa peningkatan mutu lingkungan kerja di sekolah dapat menjadikan sekolah lebih efektif dalam memberikan proses pembelajaran yang lebih baik. Freiberg (1998) menegaskan bahwa lingkungan yang sehat di suatu sekolah memberikan kontribusi yang signifikan terhadapan proses kegiatan belajar mengajar yang efektif. Ia memberikan argumen bahwa pembentukan lingkungan kerja sekolah yang kondusif menjadikan seluruh anggota sekolah melakukan tugas dan peran mereka secara optimal. Hasil-hasil penelitian selaras dan mendukung penegasan tersebut. Misalnya, penelitian oleh Van de Grift dan kawan-kawan (1997) di 121 sekolah menengah di Belanda menunjukkan bahwa prestasi akademik siswa untuk bidang matematika dipengaruhi oleh sikap siswa terhadap mata pelajaran matematika, apresiasi terhadap usaha guru, serta lingkungan pembelajaran yang terstruktur. Atwool (1999) menyatakan bahwa lingkungan pembelajaran sekolah, dimana siswa mempunyai kesempatan untuk melakukan hubungan yang bermakna di dalam lingkungan sekolahnya, sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan belajar siswa, memfasilitasi siswa untuk bertingkah laku yang sopan, serta berpotensi untuk membantu siswa dalam menghadapi masalah yang dibawa dari rumah. Selanjutnya Samdal dan kawan-kawan (1999) juga telah mengidentifikasi tiga aspek lingkungan psikososial sekolah yang menentukan prestasi akademik siswa. Ketiga aspek tersebut adalah tingkat kepuasan siswa terhadap sekolah, terhadap keinginan guru, serta hubungan yang baik dengan sesama siswa. Mereka juga menyarankan bahwa intervensi sekolah yang meningkatkan rasa kepuasan sekolah akan dapat meningkatkan prestasi akademik siswa. Hoy dan Hannum (1997) menemukan bahwa lingkungan sekolah dimana rasa kebersamaan sesama guru tinggi, dukungan sarana memadai, target akademik tinggi, dan kemantapan integritas sekolah sebagai suatu institusi mendukung pencapaian prestasi akademik siswa yang lebih baik. Selain dari itu, Sweetland dan Hoy (2000) menyatakan bahwa iklim lingkungan sekolah dimana pemberdayaan guru menjadi prioritas adalah sangat esensial bagi keefektifan sekolah yang pada muaranya mempengaruhi prestasi siswa secara keseluruhan. Hasil-hasil penelitian juga menunjukkan hubungan antara iklim lingkungan sekolah dengan sikap siswa terhadap mata pelajaran. Papanastaiou (2002) menyatakan bahwa baik secara langsung maupun tidak langsung, iklim lingkungan sekolah memberi efek terhadap sikap siswa terhadap mata pelajaran IPA di sekolah menengah. B. Tujuan Dan Manfaat Pengembangan Budaya Sekolah Hasil pengembangan budaya sekolah adalah meningkatkan perilaku yang konsisten dan untuk menyampaikan kepada personil sekolah tentang bagaimana perilaku yang seharusnya dilakukan untuk membangun kepribadian mereka dalam lingkungan sekolah yang sesuai dengan iklim lingkungan yang tercipta di sekolah baik itu lingkungan fisik maupun iklim kultur yang ada. Pemahaman bahwa budaya dan iklim sekolah mempunyai sifat yang sama, tidak berarti bahwa tidak akan terdapat sub-budaya di dalam budaya sekolah. Oleh karena itu budaya yang terbentuk dalam lingkungan sekolah yang merupakan karakteristik sekolah adalah budaya
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

dominan atau budaya yang kuat, dianut, diatur dengan baik dan dirasakan bersama secara luas. Makin banyak personil sekolah yang menerima nilai-nilai inti, menyetujui gagasan berdasarkan kepentingannya, dan merasa sangat terikat pada nilai yang ada maka makin kuat budaya tersebut. Karena para personil sekolah memiliki pengalaman yang diterima bersama, sehingga dapat menciptakan pengertian yang sama. Hal ini bukan berarti bahwa anggota yang stabil memiliki budaya yang kuat, karena nilai inti dari budaya sekolah harus dipertahankan dan dijunjung tinggi, namun juga harus dinamis. Untuk menciptakan budaya sekolah yang kuat dan positif perlu dibarengi dengan rasa saling percaya dan saling memiliki yang tinggi terhadap sekolah, memerlukan perasaan bersama dan intensitas nilai yang memungkinkan adanya kontrol perilaku individu dan kelompok serta memiliki satu tujuan dalam menciptakan perasaan sebagai satu keluarga. Dengan kondisi seperti ini dan dibarengi dengan kontribusi yang besar terhadap harapan dan cita-cita individu dan kelompok sebagai wujud dan harapan sekolah yang tertuang dalam visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah ditunjang oleh iklim sekolah yang mendukung kontribusi tersebut. Manfaat yang diperoleh dengan pengembangan budaya dan iklim sekolah yang kuat, intim, kondusif dan bertanggung jawab adalah: 1. Menjamin kualitas kerja yang lebih baik. 2. Membuka seluruh jaringan komunikasi dari segala jenis dan level baik komunikasi vertikal maupun horisontal. 3. Lebih terbuka dan transparan 4. Menciptakan kebersamaan dan rasa saling memiliki yang tinggi 5. Meningkatkan solidaritas dan rasa kekeluargaan 6. Jika menemukan kesalahan akan segera dapat diperbaiki 7. Dapat beradaptasi dengan baik terhadap perkembangan IPTEK Manfaat ini bukan hanya dirasakan dalam lingkungan sekolah tetapi dimana saja karena dibentuk oleh norma pribadi dan bukan oleh aturan yang kaku dengan berbagai hukuman jika terjadi pelanggaran yang dilakukan. Selain beberapa manfaat diatas, manfaat lain bagi individu (pribadi) dan kelompok adalah : 1. Meningkatkan kepuasan kerja 2. Pergaulan lebih akrab 3. Disiplin meningkat 4. Pengawasan fungsional bisa lebih ringan 5. Muncul keinginan untuk selalu ingin berbuat proaktif 6. Belajar dan berprestasi terus serta 7. Selalu ingin memberikan yang terbaik bagi sekolah, keluarga, orang lain dan diri sendiri. C. Model Pengembangan Budaya dan Iklim Sekolah Model pengembangan budaya dan iklim sekolah yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik itu kepala sekolah, guru dan staf sekolah dan utamanya siswa itu sendiri dapat dijadikan dasar dalam upaya memperbaiki iklim sekolah. Model tersebut merupakan integrasi komponen-komponen seperti budaya sekolah, iklim organisasi, dan pranata sistem sekolah. Komponen pengembangan budaya dan iklim sekolah secara umum dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori dengan beberapa aspek sebagai berikut: 1) Budaya sekolah meliputi aspek-aspek: a. Nilai b. Norma c. Perilaku
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

Lingkungan fisik sekolah meliputi: a. Keindahan b. Keamanan c. Kenyamanan d. Ketentraman e. Kebersihan 3) Lingkungan sistem sekolah meliputi: a. Berbasis mutu b. Kepemimpinan kepala sekolah c. Disiplin dan tata tertib d. Penghargaan dan insentif e. Harapan untuk berprestasi f. Akses informasi g. Evaluasi h. Komunikasi yang intensif dan terbuka Model berikut ini menjelaskan tentang bagaimana membangun sebuah budaya dan iklim sekolah berdasarkan unsur-unsur di atas. Model tersebut menggambarkan bahwa budaya dan iklim organisasi merupakan kumpulan nilai-nilai, norma dan perilaku yang mengontrol interaksi-personil sekolah dengan orang diluar sekolah. Budaya organisasi sekolah tidak bisa lepas dari nilai-nilai yang dianut oleh individu-induidu yang memiliki kepentingan dengan sekolah, atau dengan kata lain budaya dan iklim sekolah merupakan hasil interaksi nilai-nilai yang dianut individu didalam dan diluar sekolah. Sekolah merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah batasan yang relatif terus-menerus untuk mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah.
2)

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

PEMBERDAYAAN SEKOLAH

BUDAYA

PEMBERDAYAAN SEKOLAH

LINGKUNGAN FISIK SEKOLAH

a. Nilai b. Norma c. Perilaku

a. b. c. d.

Berbasis mutu Kepemimpinan Disiplin dan tata tertib

Penghargaan dan insentif e. Harapan berprestasi f. Akses informasi g. Evaluasi h. Komunikasi formal dan informal

a. b. c. d. e.

Indah Aman Nyaman Tentram Bersih

BUDAYA DAN IKLIM SEKOLAH Gambar 19.1 Model dalam Membangun Budaya dan iklim Sekolah D. Prinsip-Prinsip Pengembangan Budaya dan Iklim Sekolah Prinsip adalah suatu pernyataan atau suatu kebenaran yang pokok, yang memberikan suatu petunjuk kepada pemikiran atau tindakan (Moekijat ,1990). Lebih jauh dijelaskan pengertian prinsip yakni pedoman-pedoman yang dapat membantu dalam penerapan manajemen yang harus dipergunakan secara cermat dan bijaksana. Budaya dan iklim sekolah yang efektif akan memberikan efek positif bagi semua unsur dan personil sekolah seperti kepala sekolah, guru, staf, siswa dan masyarakat. Prinsip-prinsip yang menjadi acuan dalam pengembangan budaya dan iklim sekolah adalah sebagai berikut. 1. Berfokus Pada Visi, Misi dan Tujuan Sekolah Pengembangan budaya dan iklim sekolah harus senantiasa sejalan dengan visi, misi dan tujuan sekolah. Fungsi visi, misi, dan tujuan sekolah adalah mengarahkan pengembangan budaya dan iklim sekolah. Visi tentang keunggulan mutu misalnya, harus disertai dengan program-program yang nyata mengenai penciptaan budaya dan iklim sekolah. 2. Penciptaan Komunikasi Formal dan Informal Komunikasi merupakan dasar bagi koordinasi dalam sekolah, termasuk dalam menyampaikan pesan-pesan pentingnya budaya dan iklim sekolah. Komunikasi informal sama pentingnya dengan komunikasi formal. Dengan demikian kedua jalur komunikasi tersebut perlu digunakan dalam menyampaikan pesan secara efektif dan efisien. 3. Inovatif dan Bersedia Mengambil Resiko
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

Salah satu dimensi budaya organisasi adalah inovasi dan kesediaan mengambil resiko. Setiap perubahan budaya sekolah menyebabkan adanya resiko yang harus diterima khususnya bagi para pembaharu. Ketakutan akan resiko menyebabkan kurang beraninya seorang pemimpin mengambil sikap dan keputusan dalam waktu cepat. 4. Memiliki Strategi yang Jelas Pengembangan budaya dan iklim sekolah perlu ditopang oleh strategi dan program. Startegi mencakup cara-cara yang ditempuh sedangkan program menyangkut kegiatan operasional yang perlu dilakukan. Strategi dan program merupakan dua hal yang selalu berkaitan. 5. Berorientasi Kinerja Pengembangan budaya dan iklim sekolah perlu diarahkan pada sasaran yang sedapat mungkin dapat diukur. Sasaran yang dapat diukur akan mempermudah pengukuran capaian kinerja dari suatu sekolah. 6. Sistem Evaluasi yang Jelas Untuk mengetahui kinerja pengembangan budaya dan iklim sekolah perlu dilakukan evaluasi secara rutin dan bertahap: jangka pendek, sedang, dan jangka panjang. Karena itu perlu dikembangkan sistem evaluasi terutama dalam hal: kapan evaluasi dilakukan, siapa yang melakukan dan mekanisme tindak lanjut yang harus dilakukan. 7. Memiliki Komitmen yang Kuat Komitemen dari pimpinan dan warga sekolah sangat menentukan implementasi program-program pengembangan budaya dan iklim sekolah. Banyak bukti menunjukkan bahwa komitmen yang lemah terutama dari pimpinan menyebabkan program-program tidak terlaksana dengan baik. 8. Keputusan Berdasarkan Konsensus Ciri budaya organisasi yang positif adalah pengembilan keputusan partisipatif yang berujung pada pengambilan keputusan secara konsensus. Meskipun hal itu tergantung pada situasi keputusan, namun pada umumnya konsensus dapat meningkatkan komitmen anggota organisasi dalam melaksanakan keputusan tersebut. 9. Sistem Imbalan yang Jelas Pengembangan budaya dan iklim sekolah hendaknya disertai dengan sistem imbalan meskipun tidak selalu dalam bentuk barang atau uang. Bentuk lainnya adalah penghargaan atau kredit poin terutama bagi siswa yang menunjukkan perilaku positif yang sejalan dengan pengembangan budaya dan iklim sekolah. 10. Evaluasi Diri Evaluasi diri merupakan salah satu alat untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi di sekolah. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan curah pendapat atau menggunakan skala penilaian diri. Kepala sekolah dapat mengembangkan metode penilaian diri yang berguna bagi pengembangan budaya dan iklim sekolah. Halaman berikut ini dikemukakan satu contoh untuk mengukur budaya dan iklim sekolah. E. Asas-Asas Pengembangan Budaya dan Iklim Sekolah Definisi budaya dan iklim sekolah sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya merupakan sebuah pola asumsi dasar dalam mengembangkan budaya dan iklim sekolah efektif, sehingga unsur dan prinsip-prinsipnya dianggap valid untuk dilaksanakan secara terus menerus serta diterapkan bukan hanya dianggap sebagai strategi tetapi lebih condong dipandang sebagai budaya. Oleh karena itu peningkatan mutu dan kualitas pendidikan di sekolah harus senantiasa dibarengi dengan pengembangan budaya dan iklim sekolah yang kondusif dengan menerapkan nilai-nilai dasar sebagai asas kehidupan sekolah.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

Secara umum asas-asas pengembangan budaya dan iklim sekolah dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kerjasama tim (team work) Pada dasarnya sebuah komunitas sekolah merupakan sebuah tim/kumpulan individu yang bekerja sama untuk mencapai tujuan. Untuk itu, nilai kerja sama merupakan suatu keharusan dan kerjasama merupakan aktivitas yang bertujuan untuk membangun kekuatan-kekuatan atau sumber daya yang dimilki oleh personil sekolah. 2. Kemampuan Menunjuk pada kemampuan untuk mengerjakan tugas dan tanggung jawab pada tingkat kelas atau sekolah. Dalam lingkungan pembelajaran, kemampuan profesional guru bukan hanya ditunjukkan dalam bidang akademik tetapi juga dalam bersikap dan bertindak yang mencerminkan pribadi pendidik. 3. Keinginan Keinginan di sini merujuk pada kemauan atau kerelaan untuk melakukan tugas dan tanggung jawab untuk memberikan kepuasan terhadap siswa dan masyarakat. Semua nilai di atas tidak berarti apa-apa jika tidak diiringi dengan keinginan. Keinginan juga harus diarahkan pada usaha untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan dan kompetensi diri dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai budaya yang muncul dalam diri pribadi baik sebagai kepala sekolah, guru, dan staf dalam memberikan pelayanan kepada siswa dan masyarakat. 4. Kegembiraan (happiness) Nilai kegembiraan ini harus dimiliki oleh seluruh personil sekolah dengan harapan kegembiraan yang kita miliki akan berimplikasi pada lingkungan dan iklim sekolah yang ramah dan menumbuhkan perasaan puas, nyaman, bahagia dan bangga sebagai bagian dari personil sekolah. Jika perlu dibuat wilayah-wilayah yang dapat membuat suasana dan memberi nuansa yang indah, nyaman, asri dan menyenangkan, seperti taman sekolah ditata dengan baik dan dibuat wilayah bebas masalah atau wilayah harus senyum dan sebagainya. 5. Hormat (respect) Rasa hormat merupakan nilai yang memperlihatkan penghargaan kepada siapa saja baik dalam lingkungan sekolah maupun dengan stakeholders pendidikan lainnya. Keluhan-keluhan yang terjadi karena perasaan tidak dihargai atau tidak diperlakukan dengan wajar akan menjadikan sekolah kurang dipercaya. Sikap respek dapat diungkapkan dengan cara memberi senyuman dan sapaan kepada siapa saja yang kita temui, bisa juga dengan memberikan hadiah yang menarik sebagai ungkapan rasa hormat dan penghargaan kita atas hasil kerja yang dilakukan dengan baik. Atau mengundang secara khusus dan menyampaikan selamat atas prestasi yang diperoleh dan sebagaianya. 6. Jujur (honesty) Nilai kejujuran merupakan nilai yang paling mendasar dalam lingkungan sekolah, baik kejujuran pada diri sendiri maupun kejujuran kepada orang lain. Nilai kejujuran tidak terbatas pada kebenaran dalam melakukan pekerjaan atau tugas tetapi mencakup cara terbaik dalam membentuk pribadi yang obyektif. Tanpa kejujuran, kepercayaan tidak akan diperoleh. Oleh karena itu budaya jujur dalam setiap situasi dimanapun kita berada harus senantiasa dipertahankan. Jujur dalam memberikan penilaian, jujur dalam mengelola keuangan, jujur dalam penggunaan waktu serta konsisten pada tugas dan tanggung jawab merupakan pribadi yang kuat dalam menciptakan budaya dan iklim sekolah yang baik. 7. Disiplin (discipline)
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

Disiplin merupakan suatu bentuk ketaatan pada peraturan dan sanksi yang berlaku dalam lingkungan sekolah. Disiplin yang dimaksudkan dalam asas ini adalah sikap dan perilaku disiplin yang muncul karena kesadaran dan kerelaan kita untuk hidup teratur dan rapi serta mampu menempatkan sesuatu sesuai pada kondisi yang seharusnya. Jadi disiplin disini bukanlah sesuatu yang harus dan tidak harus dilakukan karena peraturan yang menuntut kita untuk taat pada aturan yang ada. Aturan atau tata tertib yang dipajang dimana-mana bahkan merupakan atribut, tidak akan menjamin untuk dipatuhi apabila tidak didukung dengan suasana atau iklim lingkungan sekolah yang disiplin. Disiplin tidak hanya berlaku pada orang tertentu saja di sekolah tetapi untuk semua personil sekolah tidak kecuali kepala sekolah, guru dan staf. 8. Empati (empathy) Empati adalah kemampuan menempatkan diri atau dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain namun tidak ikut larut dalam perasaan itu. Sikap ini perlu dimiliki oleh seluruh personil sekolah agar dalam berinteraksi dengan siapa saja dan dimana saja mereka dapat memahami penyebab dari masalah yang mungkin dihadapai oleh orang lain dan mampu menempatkan diri sesuai dengan harapan orang tersebut. Dengan sifat empati warga sekolah dapat menumbuhkan budaya dan iklim sekolah yang lebih baik karena dilandasi oleh perasaan yang saling memahami. 9. Pengetahuan dan Kesopanan Pengetahuan dan kesopanan para personil sekolah yang disertai dengan kemampuan untuk memperoleh kepercayaan dari siapa saja akan memberikan kesan yang meyakinkan bagi orang lain. Dimensi ini menuntut para guru, staf dan kepala sekolah tarmpil, profesional dan terlatih dalam memainkan perannya memenuhi tuntutan dan kebutuhan siswa, orang tua dan masyarakat.

II.

INDIKATOR-INDIKATOR DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA DAN IKLIM SEKOLAH

Budaya dan iklim organisasi sekolah secara konsisten ditemukan berkorelasi positif dengan prestasi belajar. Penelitian Cheng (1993) menunjukkan bahwa sekolah dengan budaya organisasi (cita-cita, keyakinan, dan misi) yang kokoh cenderung dipandang lebih efektif dalam hal produktivitas, kemampuan adaptasi dan keluwesan. Demikian juga halnya, kinerja sekolah ditentukan oleh suasana atau iklim lingkungan kerja pada sekolah tersebut. Di negara-negara maju, riset tentang iklim kerja di sekolah telah berkembang dengan mapan dan memberikan sumbangan yang cukup signifikan bagi pembentukan sekolah-sekolah yang berhasil. Ditegaskan bahwa jika guru merasakan suasana kerja yang kondusif di sekolahnya, maka dapat diharapkan siswanya akan mencapai prestasi akademik yang memuaskan. Kekondusifan iklim kerja suatu sekolah mempengaruhi sikap dan tindakan seluruh komunitas sekolah tersebut, khususnya pada pencapaian prestasi akademik siswa. Purkey dan Smith (1985) menyatakan bahwa prestasi akademik siswa dipengaruhi sangat kuat oleh suasana kejiwaan atau iklim kerja sekolah. Lebih lanjut Hughes (1991) menegaskan bahwa setiap sekolah mempunyai karakter suasana kerja, yang akan mempengaruhi keberhasilan proses kegiatan pembelajaran di kelas. Pembentukan suasana pembelajaran yang kondusif perlu diciptakan dalam seluruh lingkungan sekolah termasuk didalamnya lingkungan kelas. Secara eksplisit faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran di dalam kelas antara lain adalah kompetensi guru, metode pembelajaran yang dipakai, kurikulum, sarana dan prasarana, serta lingkungan pembelajaran baik lingkungan alam, psikososial dan budaya (Depdikbud, 1994). Dapat diartikan disini bahwa lingkungan sosial pembelajaran di kelas maupun di sekolah
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

(kantor guru dan staf tata usaha) mempunyai pengaruh baik langsung maupun tak langsung terhadap proses kegiatan pembelajaran. Dalam sekolah efektif, perhatian khusus diberikan kepada penciptaan dan pemeliharaan iklim yang kondusif untuk belajar (Reynolds, 1990). Iklim yang kondusif ditandai dengan terciptanya lingkungan belajar yang aman, tertib, dan nyaman sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik. Iklim adalah konsep sistem yang mencerminkan keseluruhan gaya hidup suatu organisasi. Apabila gaya hidup itu dapat ditingkatkan, kemungkinan besar tercapai peningkatan prestasi kerja (Davis dan Newstrom, 1985). Pandangan ini mengindikasikan kualitas iklim yang memungkinkan meningkatnya prestasi kerja. Iklim tidak dapat dilihat dan disentuh, tetapi ia ada seperti udara dalam ruangan. Ia mengitari dan mempengaruhi segala hal yang terjadi dalam suatu organisasi. Iklim dapat mepengaruhi motivasi, prestasi, dan kepuasan kerja (Davis dan Newstrom, 1985). Budaya dan iklim sekolah yang kondusif sangat penting agar siswa merasa tenang, aman dan bersikap positif terhadap sekolahnya, agar guru merasakan diri dihargai, dan agar orangtua dan masyarakat merasa dirinya diterima dan dilibatkan (Townsend, 1994). Hal ini dapat terjadi melalui penciptaan norma dan kebiasaan yang positif, hubungan dan kerja sama yang harmonis yang didasari oleh sikap saling menghargai satu sama lain. Hal yang sama dikemukakan oleh Wijaya (2005), yaitu budaya sekolah yang perlu ditumbuhkan berupa suasana saling hormat antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, guru dengan guru, dan dengan pihak lainnya. Sehubungan dengan itu maka budaya dan iklim sekolah dapat digolongkan menjadi enam kondisi yaitu: (1) iklim terbuka, (2) iklim bebas, (3) iklim terkontrol (4) iklim familier (kekeluargaan), (5) iklim parternal, dan (6) iklim tertutup (Halpin & B Croft dalam Burhanunudin, 1994). Selain itu, iklim sekolah yang kondusif mendorong setiap personil yang terlibat dalam organisasi sekolah untuk bertindak dan melakukan yang terbaik yang mengarah pada prestasi siswa yang tinggi. Beberapa indikator yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan budaya dan iklim sekolah yang kondusif dikemukakan berikut ini. A. Penataan Lingkungan Fisik Sekolah 1. Perawatan Fasilitas Fisik Sekolah Salah satu ciri sekolah efektif adalah terciptanya budaya dan iklim sekolah yang menyenangkan sehingga siswa merasa aman, nyaman, dan tertib di dalam belajarnya. Hal ini ditandai dengan fasilitas-fasilitas fisik sekolah terawat dengan baik. Penampilan fisik sekolah selalu bersih, rapi, indah dan nyaman. Hal ini dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut: a Pekarangan dan lingkungan sekolah yang tertata sedemikian rupa sehingga memberi kesan asri, teduh, dan nyaman, serta dimanfaatkan untuk menanam sayuran dan apotik hidup. b Budaya bersih juga senantiasa ditumbuhkan di kalangan warga sekolah dengan membiasakan perilaku membuang sampah pada tempatnya. c Dalam lingkungan sekolah terdapat beberapa kawasan khusus seperti: kawasan wajib senyum, kawasan bebas narkoba dan rokok, dan kawasan wajib bahasa Inggris (English area). d Adanya pembiasaan-pembiasaan yang bernuansa moral dan akhlak yang mendorong meningkatnya kecerdasan spritual peserta didik, seperti: (a) berdoa sebelum pelajaran dimulai; (b) menumbuhkan budaya relegius dengan membiasakan murid mengucapkan dan membalas salam setiap bertemu; (c) mengadakan pengajian secara rutin; (d) shalat berjamaah pada waktu shalat duhur; dan (e) terdapat juga sekolah yang mengadakan kultum setiap hari dan menugaskan siswa berceramah sekali seminggu.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

10

2.

Penataan Ruang Kelas Penataan ruang kelas ditujukan untuk memperoleh kondisi kelas yang menyenangkan sehingga tercipta suasana yang mendorong siswa lebih tenang belajar. Penggunaan musik instrumentalia yang lembut dapat lebih menciptakan suasana menyenangkan dan memberi efek penenteraman emosi, baik pada saat siswa belajar di kelas maupun pada saat mereka melakukan berbagai aktivitas lainnya di luar kelas. 3. Penggunaan Sistem Kelas Berpindah (Moving-Class) Moving-class adalah sistem pengelolaan aktivitas pembelajaran di mana kelaskelas tertentu ditata khusus menjadi sentra pembelajaran bidang studi/mata pelajaran tertentu. Penggunaan sistem moving-class (kelas berpindah) merupakan alternatif yang dapat ditempuh untuk mengefektifkan penataan ruangan kelas sebagai sentra belajar. Dalam sistem moving-class ini, ruang-ruang kelas tertentu dapat ditata khusus untuk mendukung pembelajaran mata pelajaran tertentu. Ada kelas sains, kelas bahasa, kelas matematika, kelas kesenian, dan sebagainya. Kelas-kelas ini ditata menjadi semacam home-room atau sentra belajar khusus. Meja, kursi, peralatan, media, pajangan, dan berbagai aspek yang ada di kelas diatur sedemikian rupa sesuai kebutuhan dan karaketeristik pembelajaran mata pelajaran tertentu. 4. Penggunaan Poster Afirmasi Poster-poster afirmasi, yaitu poster yang berisi pesan-pesan positif digunakan dan dipajang di berbagai tempat strategis yang mudah dan dapat selalu dilihat oleh siswa. Poster afirmasi ini dapat digunakan untuk mensosialisasikan dan menanamkan pesanpesan spiritual kepada siswa dan warga sekolah. Pesan-pesan spiritual untuk poster afirmasi dapat berupa petikan ayat Al-Quran, hadist, pesan pujangga, atau puisi-puisi spiritual. Yang perlu diperhatikan, adalah pengadaan dan penempatan poster afirmasi ini jangan sampai terkesan berlebihan atau menjadi pesan sloganis belaka. B. Penataan Lingkungan Sosial Sekolah 1. Penciptaan Keamanan di Lingkungan Sekolah Sekolah yang efektif perlu memperhatikan keamanan sekitar. Sekolah terbebas dari gangguan keamanan baik dari dalam maupun dari luar sekolah. Untuk menjamin keamanan sekolah maka harus didukung adanya tata tertib sekolah yang menjadi acuan dari semua warga sekolah. Tata tertib sekolah dapat terlaksana dengan baik, apabila didukung oleh seluruh penyelenggara sekolah. Karena itu kepala sekolah, guru, dan staf harus menjadi model dan teladan untuk penegakan tata tertib dan disiplin. 2. Penciptaan Relasi Kekeluargaan dan Kebersamaan Sekolah menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan antara kepala sekolah, guru, karyawan, siswa, dan orangtua, sehingga satu sama lain saling berbagi dan memberi bantuan. Sekolah membangun budaya setara di kalangan warga sekolah. Iklim interaksi antar warga sekolah dibangun atas dasar prinsip I Thou Relationship bukan hubungan yang bersifat I-it Relationship. Dalam hubungan dengan ciri I Thou Relationship, setiap individu memandang dan memperlakukan individu lainnya sebagai subjek, pribadi yang patut dihargai, dihormati, dan memiliki kebutuhan dan kewenangan sendiri untuk menentukan keputusan dan pilihannya sendiri. Budaya dan iklim sekolah yang bercirikan model hubungan seperti ini akan dapat membangun rasa kebersamaan dan dapat memicu berkembangnya rasa percaya diri dan kreativitas semua warga sekolah, termasuk semua siswa. Hubungan kekeluargaan ini dapat digambarkan sebagai berikut:

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

11

a.

b.

c.

d. e.

Orang tua siswa dilibatkan dalam berbagai kegiatan, seperti pembuatan tata tertib, mengontrol perkembangan belajar anaknya, penegakan kedisiplinan di sekolah, pertemuan berkala antara orangtua dan pihak sekolah, memberikan sumbangan dalam bentuk materi. Prosedur untuk melibatkan orang tua disampaikan secara jelas. Orangtua siswa diberi kesempatan untuk mengunjungi sekolah guna mengobservasi program pendidikan. Orangtua dan masayarakat dilibatkan dalam pembuatan keputusan-keputusan strategis di sekolah. Sekolah senantiasa menjalin hubungan yang baik dengan orangtua dan masyarakat melalui wadah Komite Sekolah. Keterlibatan komite sekolah secara nyata ditemukan pada semua sekolah dalam berbagai aspek dan kegiatan, seperti menjaga kebersihan lingkungan dan keamanan sekolah, pengadaan sarana sekolah, ikut serta memutuskan sanksi terhadap pelanggaran di sekolah, mendorong dunia usaha dan industri untuk berpartisipasi dalam pengembangan sekolah, dan memberdayakan orang tua siswa yang memiliki kemampuan finansil atau peran penting di lembaga pemerintah dan swasta dalam berbagai kegiatan sekolah, Memaksimalkan buku penghubung sebagai alat pengontrol kemajuan siswa sekaligus wadah menjalin komunikasi dengan orang tua. Pelibatan tokoh masyarakat. Sebaliknya dalam hubungan yang dicirikan dengan I-it Relationship, individu tertentu, katakanlah guru tertentu, memandang individu lain (katakanlah siswa) sebagai objek, perlu dituntun, tidak berhak untuk menyatakan kebutuhan dan kepentingannya, dan dapat diperlakukan sesuai kemauan dan determinasi sang guru. Ciri hubungan seperti ini akan mematikan kretivitas dan rasa percaya diri sisiwa, dan cenderung mengembangkan sikap asosial, bahkan anti sosial, pada diri siswa.

C.

Penataan Personil Sekolah 1. Pemberian Ganjaran Positif bagi Karya Terbaik Siswa Karya-karya cemerlang siswa dipajang di kelas atau ruang kepala sekolah dan diberi ganjaran positif. Ganjaran hendaknya diberikan sesegara mungkin dan diarahkan untuk memberi rasa kebanggaaan dan untuk mempertahankan motivasi siswa yang diberi ganjaran serta menstimulasi siswa lainnya untuk menghasilkan prestasi yang sama. Ganjaran juga dibutuhkan untuk mempertahankan motivasi dan gairah berprestasi di kalangan siswa. Ganjaran akan efektif jika diberikan sesegara mungkin dan dilakukan secara konsisten pada setiap siswa yang menunjukkan prestasi. 2. Pengembangan Rasa Memiliki Terhadap Sekolah Sekolah menciptakan rasa memiliki sehingga guru, staf administrasi dan siswa menunjukkan rasa bangga terhadap sekolahnya. Setiap warga sekolah merasa bertanggung jawab untuk menjaga kondusivitas lingkungan sekolah. Ini bisa dicapai, antara lain dengan memberi tanggung jawab pengelolaan dan perawatan wilayah tertentu kepada kelompok kelas atau ruang tertentu. 3. Pemberian Jaminan Atas Kemaslahatan Siswa Kemaslahatan siswa merupakan kriteria penting yang digunakan dalam pembuatan keputusan tentang mereka. Setiap keputusan yang dibuat di sekolah hendaknya memperhatikan kebutuhan, kepentingan, dan kondisi khusus siswa. Keputusan yang dibuat hendaknya juga dapat memenuhi prinsip keadilan dan

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

12

kesetaraan di kalangan siswa, termasuk keadilan dan kesetaraan gender, ras, etnis, kelas sosial, agama, kondisi fisik, ataupun varian-varian latar siswa lainnya. 4. Akseptabilitas Guru Terhadap Metode Pembelajaran Terbaru Guru bersedia mengubah metode-metode mengajar, bila metode yang lebih baik diperkenalkan kepadanya. Berbagai metode dan strategi pembelajaran yang efektif telah ditawarkan dan disosialisasikan melalui berbagai media, seperti buku, internet, dan pelatihan. Penerapan berbagai metode dan strategi pembelajaran yang efektif dan telah teruji perlu menjadi bagian yang mencoraki iklim pembelajaran di sekolah. Dengan demikian, guru perlu mengadopsi dan mencoba menerapkan berbagai metode dan strategi pembelajaran tersebut untuk lebih mengefektifkan proses pembelajarannya. 5. Harapan yang Tinggi Untuk Berprestasi Karakteristik ini pada umumnya ditemukan dalam sekolah efektif. Penelitian Moedjiarto (1990) dan Witte dan Walsh (1990) mengungkapkan adanya hubungan yang signifikan antara harapan yang tinggi untuk berprestasi dan prestasi akademik siswa. Karakteristik ini berkenaan dengan penciptaan etos positif yang dapat mendorong siswa berprestasi. Hal ini sejalan dengan teori motivasi-iklim baik dari Herzberg (Hersey dan Blanchard, 1992). Dijelaskan bahwa faktor-faktor motivasi-iklim baik, yaitu: (1) pekerjaan itu sendiri, yang meliputi: (a) prestasi; (b) pengakuan akan keberhasilan; (c) pekerjaan yang menantang; (d) meningkatnya tanggung jawab; (e) pertumbuhan dan perkembangan.Lingkungan, terdiri dari: (a) kebijaksanaan dan administrasi; (b) supervisi; (c) kondiisi kerja; (d) hubungan antar pribadi; (e) penghargaan, status, dan keamanan. Menurut Mortimore (1993), harapan yang tinggi yang ditransmisikan ke dalam kelas berperan dalam meningkatkan ekspektasi diri siswa terutama berkenan dengan peningkatan prestasi akademik mereka. Murphy (1985) seperti dikutip oleh Wayson, dkk. (1988) mengungkapkan bahwa harapan dan standar untuk berprestasi yang tinggi juga perlu bagi para staf sekolah yang ditandai dengan adanya: (1) keyakinan bahwa semua siswa dapat belajar, (2) tanggung jawab bagi pembelajaran siswa, (3) harapan yang tinggi akan pekerjaan yang berkualitas tinggi, (4) persyaratan promosi dan penjenjang-an, dan (5) pemberian perhatian pribadi kepada siswa perorangan. D. Penataan Lingkungan Kerja Sekolah 1. Pengaturan Jadwal Acara dan Aktivitas Sekolah Semua aktivitas di sekolah harus dijadwalkan secara baik, agar kegiatan proses belajar-mengajar tidak terganggu. Sehubungan dengan itu, maka seluruh kegiatan nonteaching yang bersifat regular dan yang bersifat insidental perlu diidentifikasi. Aktivitas bersifat regular dan dilakukan setiap semester/tahun di sekolah, misalnya: acara perpisahan sekolah, kegiatan OSIS, porseni, peringatan hari-hari besar, PMR, sebaiknya dijadwal dan disesuaikan dengan kalender pembelajaran agar jadwal proses belajar-mengajar dan implemantasi kurikulum tidak terganggu. Aktivitas yang bersifat insidental dan tidak terjadwal dalam program semester/tahunan, misalnya: penyuluhan tentang anti narkoba, mading, karya tulis remaja, dan lain-lain sedapat mungkin dilaksanakan pada waktu-waktu yang tidak mengganggu aktivitas proses belajarmengajar. Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa semua aktivitas sekolah harus dijadwalkan sehingga kegiatan yang dilaksanakan di sekolah maupun di dalam kelas dapat berjalan lancar. Atau dengan kata lain semua kegiatan baik kegiatan kurikuler,

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

13

kokurikuler, maupun ekstrakurikuler, hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga tidak saling tumpang tindih. Pertemuan antara kepala sekolah dengan berbagai pihak, seperti komite sekolah, guru, siswa, sebagai wahana saling mengkomunikasikan ide, rencana, program, dan kegiatan sebaiknya ditata secara baik sehingga tidak saling mengganggu. 2. Penciptaan Budaya Kerja Beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian dalam upaya penciptaan budaya kerja yang positif seperti: a. Penerapan disiplin dan tata tertib sesuai dengan mentaati jam kerja yang berlaku di lingkungan sekolah. b. Setiap guru bidang studi dan wali kelas senantiasa melakukan pemantauan dan evaluasi secara periodik terhadap peningkatan disiplin dan prestasi belajar siswa c. Kepala sekolah, guru dan wali kelas wajib menciptakan iklim kerja dan iklim belajar yang kondusif dalam rangka untuk meningkatkan kinerja guru dan prestasi belajar siswa. d. Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kepada siswa dan masyarakat, kepala sekolah, guru dan staf menyusun mekanisme proses pelayanan yang direncanakan maupun mekanisme pelayanan langsung/spontan berhubungan proses belajar mengajar dan kegiatan yang dapat menunjang kelancaran proses belajar mengajar. e. Menyiapkan buku bacaan sekolah di setiap sudut atau ruang sekolah dalam bentuk taman bacaan atau ruang tunggu yang bisa digunakan oleh siapa saja tanpa harus dijaga karena didasari oleh kebutuhan dan kejujuran. f. Memberikan kesempatan kepada para guru, staf dan siswa untuk meningkatkan profesionalisme dalam pelaksanaan tugas melalui pendidikan dan pelatihan, baik yang bersifat formal maupun informal. g. Dalam rangka menciptakan budaya dan iklim sekolah yang kondusif, menanamkan budaya pengawasan melekat (WASKAT) terhadap seluruh personil sekolah secara intensif. h. Senantiasa melakukan pembinaan dan motivasi kepada guru, staf dan siswa dengan menggunakan prinsip pemberian penghargaan mereka yang berprestasi dan penerapan sanksi disiplin untuk mereka yang melakukan pelanggaran disiplin sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku di sekolah tidak terkecuali kepada siapapun. Salah satu bentuk pengembangan budaya kerja yang positif adalah budaya mutu. Filosofi utama budaya mutu adalah perbaiki prosesnya sebelum hasilnya jelek (Paine, Turner, Pryke, 1992). Di kalangan bisnis, ternyata 35 persen dari biaya operasionalnya dipakai untuk memperbaiki dan menyelesaikan pekerjaan yang ternyata salah atau keliru dilakukan (Crosby, 1990). Hal ini membawa implikasi bahwa sekolah perlu didorong untuk tidak hanya melihat aspek input manajemen tetapi jauh lebih penting adalah proses manajemennya, yang dalam konteks pembelajaran berarti perbaikan secara berkelanjutan proses pembelajaran. Sehubungan dengan itu maka, yang diartikan sebagai proses manajemen dalam konteks ini adalah manajemen mutu. Penerapan manajemen mutu dalam organisasi nonprofit termasuk sekolah, menurut Brough (1992) perlu memperhatikan hal berikut, yaitu: (1) kualitas adalah pekerjaan setiap orang; (2) kualitas muncul dari pencegahan, bukan hasil dari suatu pemeriksaan atau inspeksi; (3) kualitas berarti memenuhi keinginan, kebutuhan, dan selera konsumen; (4) kualitas

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

14

menuntut kerja sama yang erat; (5) kualitas menuntut perbaikan yang berkelanjutan; (6) kualitas harus didasarkan atas perencanaan strategik. Beberapa pandangan Juran yang dikutip oleh Jerome S Arcaro (2005) tentang mutu adalah: (1) meraih mutu merupakan proses yang tidak mengenal akhir (2) perbaikan mutu merupakan proses berkelanjutan, bukan program sekali jalan (3) mutu memerlukan kepemimpinan dari anggota dewan dan administrator (4) pelatihan merupakan prasyarat mutu, dan (5) setiap orang di sekolah mesti mendapatkan pelatihan. Manajemen mutu terpadu merupakan metode yang dapat membantu sekolah untuk membangun aliansi antara pendidikan, bisnis dan pemerintah untuk memastikan apakah para professional sekolah memberikan fokus pada sekolah dan masyarakat dalam mengembangkan program-program pendidikan di sekolah. Transformasi menuju sekolah bermutu terpadu diawali dengan komitmen bersama terhadap mutu oleh komite sekolah, kepala sekolah, guru, staf, siswa, orang tua siswa dan masyarakat. Prosesenya diawali dengan visi dan misi mutu dalam lingkungan sekolah yang berfokus pada pemenuhan kebutuhan pemakai, mendorong keterlibatan total warga dalam setiap program, mengembangkan sistem pengukuran nilai tambah pendidikan di sekolah, menunjang sistem yang diperlukan oleh guru, staf dan siswa untuk mengelola perubahan, serta perbaikan berkelanjutan dengan selalu berupaya keras membuat program pendidikan di sekolah menjadi lebih baik. Sekolah yang menerapkan maanjemen mutu terpadu akan membangun budaya dan iklim sekolah yang memungkinkan setiap orang membawa ukuran perbaikan mutu terhadap proses kerjanya yang dapat dinilai bagaimana kontribusinya dalam mengembangkan kompotensi siswa dari segi intelektual, emosional dan spiritual agar lebih siap dalam menghndapi tantangan akademik dan bisnis dimasa yang akan dating. Sebuah model sekolah bermutu terpadu yang dikembangkan oleh Jarome S. Arcaro (2005) dengan konsep pilar mutu menggambarkan kriteria sekolah yang memiliki mutu mulai dari kegiatan di ruang kelas sampai pada perawatan bangunan sekolah sebagaimana digambarkan pada halaman berikut. Pilar-pilar ini merupakan model penting bagi setiap prakarsa mutu yang berhasil dan pilar mutu ini bersifat universal, dapat diterapkan di semua sekolah. Pilar mutu memberikan fokus dan arahan yang diperlukan oleh seluruh personil sekolah untuk setiap prakarsa mutu. Dengan konsep ini memungkinkan bagi guru dan staf untuk mengukur dan mendokumentasikan nilai tambah parakarsa mutu kepada siswa dan masyarakat. Fokus dan arahan pada setiap pilar tidak dapat dibatasi oleh satu pilar dalam mengembangkan budaya dan iklim mutu dalam lingkungan sekolah. Karena pendekatan sistem merupakan suatu pendekatan yang diterapkan dalam pilar mutu maka dalam pengembangan budaya dan iklim sekolah yang bermutu maka juga harus berfokus pada semua pilar sekaligus. Pengembangan budaya mutu antara lain dapat dilakukan melalui penciptaan harapan yang tinggi untuk berprestasi di kalangan warga sekolah. Yang dimaksud dengan budaya mutu adalah terciptanya kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang positif terutama dalam aspek sikap dan perilaku yang berorientasi pada kinerja sekolah yang tinggi.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

15

Gambar 19.2 Model Sekolah Bermutu Terpadu Sekolah yang memiliki budaya mutu, menyusun standar kinerja yang tinggi bagi guru, staf dan siswa. Guru yang berorientasi budaya mutu memiliki motivasi kerja, komitmen, dan kinerja yang tinggi dan sebaliknya menolak cara-cara yang menodai komitmen terhadap mutu. Siswa yang memiliki budaya mutu memiliki motivasi belajar, komitmen dan kerajinan yang tinggi dan sebaliknya menolak cara-cara yang tidak fair seperti menyontek, dan sebagainya. Beberapa indikator penciptaan budaya mutu di sekolah adalah. a. Sekolah menciptakan suasana yang memberikan harapan dan semangat, di mana para guru percaya bahwa siswa dapat mencapai tingkat prestasi yang tinggi. b. Sekolah menekankan kepada siswa dan guru bahwa belajar merupakan alasan yang paling penting untuk bersekolah. c. Harapan terhadap prestasi siswa yang tinggi disampaikan kepada seluruh siswa. d. Harapan terhadap prestasi siswa yang tinggi disampaikan kepada seluruh orangtua siswa. Beberapa cara yang dilakukan oleh sekolah dalam menciptakan budaya mutu di sekolah adalah sebagai berikut. a. Merumuskan standar sikap dan perilaku yang berorientasi pada kinerja tinggi baik bagi kepala sekolah, guru, staf administrasi, maupun siswa.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

16

Merumuskan standar pelayanan prima yang dipatuhi semua warga sekolah guna meningkatkan mutu pelayanan kepada pelanggan sekolah, khususnya siswa dan orangtuanya. Standar pelayanan prima meliputi elemen berikut: kecepatan, ketepatan, keramahan, ketanggapan, dan pemberian jaminan mutu sekolah. c. Melaksanakan berbagai lomba untuk mendorong siswa, guru, dan staf dalam berkompetisi. d. Menciptakan sistem penghargaan bagi warga sekolah yang berprestasi tinggi dan pembinaan serta hukuman bagi yang berprestasi rendah. e. Memampukan warga sekolah untuk secara terus menerus meningkatkan kualitas guna memenuhi persyaratan yang dituntut oleh pengguna lulusan (masyarakat). 3. Peningkatan akuntabilitas Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penciptaan budaya akuntabilitas di sekolah sebagai berikut: a. Setiap staf dan guru agar menyusun laporan akuntabilitas secara periodik setiap triwulan b. Pemanfaatan sumber dana baik yang bersumber dari APBN maupun APBD ataupun seumber lain dilakukan dengan berlandaskan kepada prinsip efektivitas dan efisiensi, serta berorientasi kepada hasil (output) dan manfaat (outcomes) dari setiap program yang diselenggarakan di sekolah c. Setiap orang yang melakukan perjalanan dinas baik ke daerah maupun ke luar negeri wajib melaporkan hasil perjalanan Dinasnya kepada bendahara atau kepala sekolah Berikut ini dikemukakan contoh-contoh penerapan indikator budaya dan iklim sekolah pada salah satu sekolah. Contoh Budaya dan iklim Sekolah Bakti Mulya 400 Visi : Menjadi pusat pengembangan pendidikan yang melahirkan kader pemimpin dan intelektual muslim dengan wawasan luas serta tanggap terhadap lingkungan dan mampu bersaing di era globalisasi sehingga mampu memperbaiki kualitas bangsa Indonesia Misi: Dikembangkan dari visi, kemudian diuraikan dalam beberapa misi sebagai berikut: A. Menyelenggarakan pendidikan umum yang bernafaskan Islam. B. Menyelenggarakan pendidikan yang menumbuhkembangkan potensi siswa untuk menjadi manusia seutuhnya. C. Menghasilkan lulusan yang unggul, kompeten/mampu dan terampil. D. Menghasilkan sumber daya manusia yang berguna bagi dirinya, nusa, bangsa dan negara E. Menghasilkan lembaga pendidikan yang memiliki predikat sekolah unggul. Budaya Sekolah: Untuk merealisasikan visi, misi pendidikan serta sifat-sifat umum siswa Bakti Mulya 400, maka pembinaan siswa dilakukan melalui proses pembinaan sikap dan prilaku sehari-hari di sekolah yang diarahkan kepada terwujudnya budaya sekolah Bakti Mulya 400. Pembiasaan dan tata prilaku dimaksudkan sebagai Budaya Sekolah Bakti Mulya 400 adalah sebagai berikut: a. Kegiatan sekolah dilaksanakan pagi hari dengan 5 hari belajar dalam seminggu.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

b.

17

b. c.

d.

e.

f. g.

h.

t. u. v. w. x. y. z. . . .

Setiap pagi siswa dilepas pergi ke sekolah oleh kedua orang tua dengan iringan salam dan doa. Setibanya di sekolah saat bertemu dengan guru maupun teman berjabat tangan dan memberi salam Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Demikian halnya bila menerima salam maka segera menjawab salam Waalaikum salam Warahmatullahi Wabarakatuh. Pada pagi hari membaca Ikrar dalam bahasa Arab dan terjemahannya bersama dengan guru, dan juga dilakukan dalam setiap kesempatan suatu acara resmi sekolah. Dengan bimbingan guru yang mengajar pada jam pertama, siswa melafalkan surat Al Fatihah dan Doa sebelum pelajaran dimulai, dan setelah jam pelajaran terakhir membaca surat Al Ashr dipimpin guru yang mengajar pada jam terakhir. Membiasakan menulis dan mengucapkan Basmallah setiap memulai pekerjaan dan atau Hamdallah setelah selesai melakukan pekerjaan. Melafalkan dan membiasakan mengamalkan 10 doa amaliah harian, diantaranya doa keluar rumah, mengawali dan mengakhiri pekerjaan, doa untuk kedua orang tua, minta tambah ilmu, sebelum tidur, bangun tidur, masuk dan keluar kamar mandi/wc, doa bercermin, masuk dan keluar masjid Melakukan 11 amalan yang tercermin dalam Birrulwalidain yakni: i. Berbakti kepada orang tua j. Ikhlas beramal k. Rajin beramal l. Ramah dalam bergaul m. Ulet dalam mencapai cita-cita n. Logis dalam berpikir o. Waspada terhadap naza p. Amanah, dapat dipercaya q. Lemah lembut dalam tutur kata r. Istiqomah, teguh dalam keyakinan s. Nadzafah, bersih diri, pakaian dan lingkungan. Membiasakan menulis tanggal, bulan dan tahun hijriah di samping tanggal, bulan dan tahun masehi. Membiasakan mengucap kalimat-kalimat thayyibah dan dzikir dalam rangka mendekatkan diri dan mengagungkan Asma Allah SWT. Membiasakan melaksanakan puasa sunat seperti puasa Senin dan Kamis. Membiasakan memakmurkan Mushalla dengan kegiatan keagamaan dan shalat Dzuhur/Jumat. Melaksanakan pesantren kilat setiap awal Bulan Ramadhan. Melaksanakan khataman pelajaran Al Quran, bagi siswa yang telah menyelesaikan pendidikan pada jenjang SD, SLTP, dan SMU. Mengikuti pemantapan pelajaran Al Quran dengan metode Iqra, atau yang lainnya. Menyelenggarakan latihan manasik haji, mejelang datangnya Hari Raya Idul Adha. Memberangkatkan ibadah haji bagi guru/karyawan sesuai dengan kemampuan keuangan Yayasan BKSP Bakti Mulya 400. Menyelenggarakan peringatan hari-hari besar Islam, Nasional dan bakti sosial kemasyarakatan (seperti donor darah, khitanan masal, santunan anak yatim, pembagian sembako, pemberian beasiswa). 18

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

aa. Menjalin kerja sama yang harmonis dengan orangtua/wali siswa. bb. Mengenakan pakaian seragam, untuk siswa setiap hari sesuai jadwal. Dengan pelaksanaan budaya tersebut, diharapkan siswa/siswi Bakti Mulya 400 memiliki sifat-sifat umum, sebagai berikut : 1. Bertaqwa kepada Allah SWT, serta aktif menjalankan ibadah dan amaliah. 2. Setiap gerak, langkah dan tindakan di manapun berada dan dalam suasana yang bagaimanapun semata-mata karena ibadah kepada Allah SWT, dengan senantiasa dijiwai ajaran Agama Islam. 3. Berbudi luhur dan berakhlak mulia. 4. Sehat jasmani dan rohani. 5. Memiliki pengetahuan dan keterampilan. 6. Kreatif dan bertanggung jawab. 7. Berpengetahuan tinggi dan cerdas. 8. Demokratis dan penuh tenggang rasa. 9. Berjiwa gotong royong, mencintai bangsa dan sesamanya. 10. Disiplin, cinta kebersihan dan keindahan alam sekitar. 11. Berjiwa pejuang, rendah hati dan berpola hidup sederhana. 12. Cukup tanggap dan peka terhadap masalah yang ada di lingkungannya.

III.

STRATEGI PENGELOLAAN KELAS DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA DAN IKLIM SEKOLAH

Pengelolaan kelas dalam pengembangan budaya dan iklim sekolah adalah segala usaha yang diarahkan untuk mewujudkan suasana dan kondisi belajar di dalam kelas agar menjadi kondusif dan menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik sesuai dengan kemampuan. Dengan kata lain pengelolaan kelas merupakan usaha dalam mengatur segala hal dalam proses pembelajaran, seperti lingkungan fisik dan sistem pembelajaran di kelas. Pembelajaran yang efektif membutuhkan kondisi kelas yang kondusif. Kelas yang kondusif adalah lingkungan belajar yang mendorong terjadinya proses belajar yang intensif dan efektif. Strategi belajar apapun yang ditempuh guru akan menjadi tidak efektif jika tidak didukung dengan iklim dan kondisi kelas yang kondusif. Oleh karena itu guru perlu menata dan mengelola lingkungan belajar di kelas sedemikian rupa sehingga menyenangkan, aman, dan menstimulasi setiap anak agar terlibat secara maksimal dalam proses pembelajaran. Pengaturan lingkungan belajar sangat diperlukan agar anak mampu melakukan kontrol terhadap pemenuhan kebutuhan emosionalnya. Lingkungan belajar yang memberi kebebasan kepada anak untuk melakukan pilihan-pilihan akan mendorong anak untuk terlibat secara fisik, emosional, dan mental dalam proses belajar, dan karena itu, akan dapat memunculkan kegiatan-kegiatan yang kreatif-produktif. ltulah sebabnya, mengapa setiap anak perlu diberi kebebasan untuk melakukan pilihan-pilihan sesuai dengan apa yang mampu dan mau dilakukannya. Pengelolaan kelas yang baik, dapat dilakukan dengan enam cara sebagai berikut; (1) penciptaan lingkungan fisik kelas yang kondusif (2) penataan ruang belajar sebagai sentra belajar (3) penciptaan atmosfir belajar yang kondusif, (4) penetapan strategi pembelajaran dan (5) pemanfaatan media dan sumber belajar, dan (6) penilaian hasil belajar. Untuk lebih jelasnya ke enam cara tersebut di atas akan dijelaskan dalam uraian berikut.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

19

A.

Lingkungan Fisik Kelas Lingkungan fisik di kelas meliputi pengaturan ruang belajar yang didesain sedemikian rupa sehingga tercipta kondisi kelas yang menyenagkan dan dapat menumbuhkan semangat dan keinginan untuk belajar dengan baik seperti: pengaturan meja, kursi, lemari, gambargambar afirmasi, pajangan hasil karya siswa yang berprestasi, alat-alat peraga, media pembelajaran dan jika perlu di iringi dengan nuansa musik yang sesuai dengan materi pelajaran yang diajarkan atau nuansa musik yang dapat membangun gairah belajar siswa. Disain ruang kelas yang baik dimaksudkan untuk menanamkan, menumbuhkan, dan memperkuat rasa keberagamaan dan perilaku-perilaku spritual siswa. Dengan ruang kelas yang baik, para siswa dapat berkomunikasi secara bebas, saling menghormati dan menghargai pendapat masing-masing. Di samping itu, dengan ruang kelas yang tertata dengan baik, guru akan leluasa memberikan perhatian yang maksimal terhadap setiap aktivitas siswa. 1. Pengaturan meja-kursi Susunan meja-kursi hendaknya memungkinkan siswa-siswa dapat saling dan memberi keluasaan untuk terjadinya mobilitas pergerakan untuk melakukan aktivitas belajar. Meja-kursi juga hendaknya dapat digerakkan, dipindahkan, dan disusun secara fleksibel. Beri keleluasaan siswa mengatur sendiri atau memilih meja-kursinya masingmasing, walaupun mungkin akan tampak acak-acakan dan tidak beraturan. Prinsip pokok yang perlu diperhatikan dalam pengaturan meja-kursi adalah tatanan mana yang dapat menstimulasi dan mempertahakan tingkat keterlibatan belajar yang tinggi. Selain itu juga posisi tempat duduk siswa sebaiknya tidak tetap pada posisi tertentu, akan lebih baik jika posisi tempat duduk siswa dirubah setiap saat agar interaksi diantara siswa dalam kelas lebih terasa dan hal ini akan menumbuhkan sosialisasi diantara mereka serta mengatasi kebosanan siswa dengan posisi tempat duduk yang tetap. Berikut dikemukakan beberapa bentuk penataan meja-kursi yang dapat dipilih oleh guru guna meningkatkan keterlibatan dan interaksi antar siswa dalam proses pembelajaran. a. Model huruf U Model susunan meja-kursi model U dapat dipilih untuk berbagai tujuan. Dalam model ini, para siswa memiliki alas untuk menulis dan membaca, dapat melihat guru atau media visual dengan mudah, dan memungkinkan mereka bisa saling berhadapan langsung. Susunan model ini juga memudahkan untuk membagi bahan pelajaran kepada siswa secara cepat, dimana guru dapat masuk ke dalam huruf U dan berjalan ke berbagai arah. Dalam menyusun meja-kursi model U, sediakan ruangan yang cukup antara satu tempat duduk dengan yang Gambar 4.1 lainnya sehingga kelompok kecil siswa yang terdiri atas tiga Model Huruf U orang atau lebih dapat keluar-masuk dari tempatnya dengan mudah.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

20

b.

Model Corak Tim Pada model ini, meja-meja dikelompokkan setengah lingkaran atau oblong di ruang tengah kelas agar memungkinkan guru melakukan interaksi dengan setiap tim (kelompok siswa) dapat meletakkan kursi-kursi mengelilingi meja-meja guna menciptakan suasana yang akrab. Siswa juga dapat memutar kursi melingkar menghadap ke depan ruang kelas untuk melihat guru atau papan tulis.

Gambar 4.2 Model Corak Tim

c.

Model Meja Konferensi Model ini cocok jika meja relatif persegi panjang. Susunan ini mengurangi dominasi pengajar dan meningkatkan keterlibatan siswa.

Gambar 4.3 Model Meja Konferensi

d.

Model Lingkaran Dalam model ini, tempat duduk siswa disusun dalam bentuk lingkaran sehingga mereka dapat berinteraksi berhadaphadapan secara langsung. Model lingkaran seperti ini cocok untuk diskusi kelompok penuh. Sediakan ruangan yang cukup, sehingga guru dapat menyuruh siswa menyusun kursi-kursi mereka secara cepat dalam berbagai susunan kelompok kecil. Jika mereka ingin menulis, mereka dapat menghadap ke meja masing-masing, namun jika mereka berdiskusi, mereka dapat memutar kursi untuk berhadap-hadapan satu sama lain.

Gambar 4.4 Model Lingkaran

e.

Model Fishbowl Susunan ini memungkinkan guru melakukan kegiatan diskusi untuk menyusun permainan peran, berdebat, atau mengobservasi aktivitas kelompok. Susunan yang paling khusus terdiri atas dua konsentrasi lingkaran kursi. Guru juga dapat meletakkan meja pertemuan di tengah-tengah, dikelilingi oleh kursi-kursi pada sisi luar.

Gambar 4.5 Model Fishbowl

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

21

f.

Model Breakout groupings Jika kelas cukup besar atau jika ruangan memungkinkan, letakkan meja-meja dan kursi di mana kelompok-kelompok kecil siswa dapat melakukan aktivitas belajar yang didasarkan pada tugas tim. Tempatkan susunan pecahan-pecahan kelompok saling berjauhan sehingga tim-tim itu tidak saling mengganggu. Tetapi hindarkan penempatan ruangan kelompok-kelompok kecil terlalu jauh dari ruang kelas utama sehingga hubungan di antara mereka dapat tetap terjaga.

Gambar 4.6 Model Breakout Groupings

g.

Model Workstation

Susunan ini tepat untuk lingkungan tipe laboratorium, dimana setiap siswa duduk secara berpasangan pada meja tertentu untuk mengerjakan suatu tugas (seperti mengoperasikan komputer, mesin, melakukan kerja laboral, dsb) sesaat setelah dimenostrasikan. Meja diatur sedemikian rupa, sehingga siswa dapat bekerja secara berpasangan sebagai partner belajar. Susunan seperti ini tepat digunakan bila pokok Gambar 4.7 bahasan melibatkan tugas mandiri (seat work) sekaligus tugas Model Workstation kelompok kecil. Beberapa hal yang perlu diperhatikan berikut ini dalam menerapkan model ini. Pengaturan meja-kursi sebaiknya dapat digerakkan, dipindahkan, dan disusun secara fleksibel. Memberikan keleluasaan siswa mengatur sendiri atau memilih mejakursinya masing-masing, walaupun mungkin akan tampak acak-acakan dan tidak beraturan. Susunan meja-kursi yang baik adalah yang memungkinkan siswa dapat saling berinteraksi dan memberi keluasaan untuk terjadinya mobilitas pergerakan untuk melakukan aktivitas belajar. Prinsip pokok yang perlu diperhatikan dalam pengaturan meja-kursi adalah tatanan mana yang dapat menstimulasi dan mempertahakan tingkat keterlibatan belajar yang tinggi. 2. Pemajangan gambar dan warna Pemajangan gambar dan pemilihan warna perlu saran-saran berikut: a. Siswa perlu dilibatkan dalam pengadaan dan penataan pajangan-pajangan yang dibutuhkan dalam kelas. Siswa, misalnya, dapat diminta membuat gambar, poster, motto, puisi, atau petikan ayat, hadis, dan pesan tokoh tertentu, untuk dipilih dan dipajang dalam kelas. b. Guna menghindari kejenuhan terhadap gambar dan isi poster afirmasi yang sama, guru perlu secara priodik mengganti gambar-gambar atau posterposter tersebut. c. Guna mengoptimalkan penataan ruang, maka hasil-hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas. Yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam proses pembelajaran karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah. Di samping itu itu, karya-karya terpilih siswa yang dipajang dapat
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

22

berfungsi sebagai reward dan praise yang dapat memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain. 3. Pemanfaatan musik Kehadiran suara musik lembut di kelas juga diyakini dapat memperkuat daya tahan dan konsentrasi belajar siswa. Disamping itu, belajar sambil mendengar musik dapat menciptakan suasana menyenangkan dan rasa betah tinggal di kelas. Oleh karena itu, jika dana memungkinkan, di setiap kelas dapat disediakan radio tape untuk memutar dan memperdengarkan musik-musik lembut, khususnya saat siswa mengerjakan tugas-tugas yang menuntut konsentrasi dan daya pikir yang tinggi. Akan lebih baik, jika di kelas telah dipersiapkan dengan sound-system yang baik. Secara umum, semua pilihan musik untuk menopang aktivitas pembelajaran di kelas adalah jenis musik instrumentalia. Hanya pada saat jeda atau untuk maksud memberi efek khusus dapat dipilih musik yang berisi lirik lagu. Dan jika harus menggunakan musik dengan lirik, pilihlah yang mengandung pesan positif. B. Penataan Ruang Kelas sebagai Sentra Belajar Sentra belajar merupakan area khusus di ruang kelas untuk menata materi, perlengkapan, peralatan, dan karya siswa yang terkait dengan pokok bahasan, keterampilan atau kegiatan tertentu. Sentra belajar bisa berlokasi di atas meja, rak buku, sudut ruang, atau bahkan di kolong meja. Sentra belajar bisa bersifat permanen atau hanya terkait dengan kegiatan atau bidang pembelajaran tertentu, misalnya sentra penerbitan, sentra pembelajaran matematika, kafe baca, dsb. Sentra belajar juga bisa bersifat fleksibel dan sementara (ditata untuk keperluan tema atau unit tertentu yang dipelajari). Di samping itu, pelibatan siswa tersebut juga membantu membangun keterampilan perawatan rumah yang dipelukan untuk mempertahankan suasana kelas yang aktif dan berorientasi pada siswa. Untuk masud tersebut, guru dapat mendorong siswa untuk memiliki dan mengemukakan beberapa pilihan dalam menyusun aturan dasar bagi kegiatan berbasissentra mereka. Beberapa praktik yang baik dalam menata sentra-sentra belajar (good practice) dikemukakan berikut ini: Dalam menata kelas menjadi sentra belajar, sejumlah guru bidang studi melibatkan siswa terutama dalam perencanaan dan pengadaan sumber-sumber belajar yang diperlukan. Pelibatan siswa dalam merancang ruang kelas menjadi sentra-sentra belajar dapat membangun rasa kebanggaan dan kebersamaan di kalangan siswa. Sistem moving-class (kelas berpindah) merupakan alternatif yang dapat ditempuh untuk mengefektifkan penataan ruangan kelas sebagai sentra belajar. Dalam sistem moving-class ini, ruang-ruang kelas tertentu ditata khusus untuk mendukung pembelajaran mata pelajaran tertentu. Ada kelas sains, kelas bahasa, kelas matematika, kelas kesenian, dan sebagainya. Kelas-kelas ini ditata menjadi semacam home-room atau sentra belajar khusus. Meja, kursi, peralatan, media, pajangan, dan berbagai aspek yang ada di kelas diatur sedemikian rupa sesuai kebutuhan dan karaketeristik pembelajaran mata pelajaran tertentu. Penggunaan sistem moving-class seperti itu memiliki beberapa keuntungan, sebagai berikut: Atmosfir dan tatanan kelas dapat memperlancar aktivitas dan proses pembelajaran. Semua elemen dalam kelas menjadi semacam reinforcer (penguat) dan stimulator untuk membangkitkan gairah dan aktivitas belajar terhadap mata pelajaran tertentu.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

23

Memungkinkan penggunaan sarana, fasilitas, serta berbagai media dan peralatan belajar secara lebih efisien. Media dan peralatan pembelajaran Sains, misalnya, tidak perlu ada di semua kelas, semua kebutuhan pembelajaran mata pelajaran tersebut cukup ditempatkan dan ditata khusus pada kelas tertentu. Demikian pula kebutuhan media dan alat bantu belajar pada mata-mata pelajaran lainnya ditata khusus pada kelas-kelas tersendiri. Setiap hari, siswa dapat menikmati dan mengalami proses belajar pada tempat dan lingkungan belajar yang bervariasi. Mobilitas gerak seperti Ini dapat menghindarkan siswa dari kejenuhan akibat tata ruang kelas yang monoton. Pergerakan-pergerakan yang dialami siswa saat perpindahan kelas memungkinkan terjadinya interaksi yang lebih aktif dan hidup di kalangan siswa. Ini dapat menstimulasi dan mengembangkan sikap-sikap empati, kerjasama, kepedulian, dan berbagai sikap prososial siswa lainnya. 1. Pengelolaan Aktivitas Belajar Siswa Biasanya, pengelolaan aktivitas belajar siswa dilakukan dalam beragam bentuk seperti individual, berpasangan, kelompok kecil, atau klasikal. Beberapa pertimbangan perIu diperhitungkan sewaktu melakukan pengelolaan siswa. Antara lain jenis kegiatan, tujuan kegiatan, keterlibatan siswa, waktu belajar, dan ketersediaan sarana/prasarana. Hal yang sangat penting perIu diperhitungkan adalah keberagaman karakteristik siswa. Guru harus memahami bahwa setiap siswa memiliki karakter yang berbeda-beda. Untuk itu, perlu dirancang kegiatan belajar mengajar dengan suasana yang memungkinkan setiap siswa memperoleh peluang sama untuk menunjukkan dan mengembangkan potensinya. Berikut ini beberapa contoh perbedaan karakteristik masing-masing siswa Tabel 19.3 Faktor Keberagaman Karekteristik Siswa dan Implikasi bagi Pengelolaan Siswa Faktor Keberagaman Isi (by content) Pengelolaan Siswa Memberikan peluang kepada siswa untuk mempelajari materi yang berbeda dalam sasaran kompetensi yang sama ataupun berbeda. Memberikan peluang kepada siswa untuk berkreasi sesuai dengan minat dan motivasi belajar terlepas dari kompetensi yang sama atau berbeda. Hal ini diharapkan mampu memacu motivasi siswa untuk belajar lebih lanjut secara mandiri. Memberikan peluang kepada siswa untuk belajar (bekerja) sesuai dengan kecepatan belajar yang dimilikinya. Keberagaman bisa pada kompetensi dan/atau isi materi pelajaran, serta kegiatan yang dilakukan siswa.

Minat dan motivasi siswa (by interest)

Kecepatan tahapan belajar (by piece)

Tingkat kemampuan (by level)

Reaksi yang diberikan


PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

Memberikan peluang kepada setiap siswa untuk mencapai kompetensi secara maksimal sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimiliki. Keberagaman bisa pada kompetensi dan/isi materi pelajaran serta kegiatan yang dilakukan siswa. Memberikan peluang kepada siswa untuk menunjukkan 24

siswa (by respond)

Siklus cara berpikir (by circular sequence)

Waktu (by time) Pendekatan pembelajaran (by teaching style) 2.

respon melalui presentasi/penyajian hasil karyanya secara lisan, tertulis, benda kreasi, sebagainya. Memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk menguasai materi melalui cara-cara berdasarkan perspektif yang mereka pilih. Struktur pengetahuan (by structure) memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih (menyeleksi) materi berdasarkan cara yang dikuasai, misalnya: dari yang mudah ke sulit, dari yang diketahui ke yang tidak diketahui, dari dekat ke jauh. Memberikan perhatian kepada setiap individu siswa yang kemungkinannya memiliki perbedaan durasi untuk mencapai ketuntasan dalam belajar. Memberikan perlakuan yang berbeda kepada setiap individu sesuai dengan keadaan siswa.

Pengelolaan Waktu Pembelajaran berlangsung selama priode waktu tertentu. Waktu merupakan sumber terbatas yang perlu dialokasi dan dimanfaatkan secara efesien dan efektif. Alokasi waktu pelaksanaan pembelajaran setiap mata pelajaran telah dialokasikan dalam satuan jam tertentu. Alokasi jam pembelajaran tersebut harus dapat digunakan secara optimal untuk menghasilkan perubahan belajar pada diri siswa. Guna mengoptimalkan pemanfaatan waktu yang tersedia untuk kebutuhan pembelajaran, guru perlu memperhatikan beberapa petunjuk berikut ini. Hindari waktu terbuang akibat keterlambatan penyiapan sumber atau media, penundaan memulai awal pembelajaran, atau terlalu banyak menggunakan waktu untuk menyelesaikan tugas administratif. Guru perlu menemukan cara-cara kerja yang efisien dalam menyelesaikan tugas-tugas administratif yang memang perlu. Dilakukan untuk menunjung program pembelajarannya. Penggunaan komputer merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh. Mulai pembelajaran pada waktunya. Hindari menghabiskan terlalu banyak waktu menghadapi siswa terlambat atau problem siswa lain. Guru terkadang terlalu banyak menghabiskan waktu mengurusi siswa-siswa terlambat atau menampilkan perilaku salah-suai lainnya. Siswa-siswa semacam itu sebaiknya ditangani setelah waktu pembelajaran, atau dilimpahkan ke konselor sekolah. Hindari menghentikan PBM sebelum waktunya. Jika skenario pembelajaran disiapkan dengan baik, guru dapat mememperkirakan macam dan kuantitas kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan alokasi waktu yang ditetapkan. Dengan demikian, sumber-sumber waktu yang disediakan untuk setiap jam pembelajaran dapat digunakan secara efektif dan efisien. Hindari terjadinya hal-hal yang dapat mengganggu selama proses pembelajaran. Kondisikan agar prosedur dan kegiatan rutin siswa di kelas dapat dilakukan dengan lancar dan cepat. Gunakan petunjuk tertulis, denah, atau gambar untuk membantu siswa memahami apa yang harus dilakukan, bagaimana dan dimana suatu tugas harus dilakukan. Tata peralatan dan bahan yang diperlukan sedemikian rupa di lokasi yang mudah dijangkau dan digunakan oleh semua siswa saat dibutuhkan. Penataan ruang kelas
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

25

yang baik, sebagaimana diuraikan sebelumnya, dapat membantu memperlancar aktivitas pembelajaran di kelas. Tingkatkan time on-task setiap siswa untuk mengikuti setiap sesi pembelajartan. Time on-task siswa, yaitu curah waktu dimana siswa secara aktif terlibat secara mental pada proses belajar. Ini dapat dilakukan dengan mengaitkan pelajaran dengan hal-hal yang menarik, bersifat melibatkan, dan sesuai dengan minat siswa. Pertahankan momentum belajar. Momentum belajar adalah momen, kesempatan, atau saat khusus tertentu dimana kelas sedang berada pada kondisi sangat kondusif dan terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Setiap siswa bergiat untuk saling belajar. Mempertahan momentum belajar selama proses pembelajaran merupakan salah satu kunci untuk menjaga tingkat keterlibatan belajar yang tinggi. Dalam kelas yang menjaga momentum dengan baik, siswa selalu memiliki sesuatu untuk dilakukan dan begitu pekerjaan dimulai tidak ada lagi gangguan yang merusak konsentrasi belajar.

C.

Penciptaan Atmosfir Belajar Lingkungan sistem pembelajaran meliputi berbagai hal yang dapat memperlancar proses belajar mengajar dikelas seperti: Kompetensi dan kreativitas guru dalam mengembangkan materi pembelajaran, penggunaan metode dan strategi belajar yang bervariasi, pengaturan waktu dalam proses belajar mengajar dan pengunaan media dan sumber pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran serta penentuan evaluasi untuk mengukur hasil belajar siswa. Keselurahan aspek yang dijelaskan di atas didesain sedemikian rupa dalam proses pembelajaran. Yang menjadi penekanan dalam penciptaan atmosfir belajar yang kondusif adalah penciptaan suasana pembelajaran yang (1) menyenangkan, (2) mengasyikkan, (3) mencerdaskan, dan (4) menguatkan. 1. Menyenangkan dan mengasyikkan Menyenangkan dan mengasyikkan terkait dengan aspek afektif perasaan. Guru harus berani mengubah iklim dari suka ke bisa. Guru hendaknya dapat mengundang dan mencelupkan siswa pada suatu kondisi pembelajaran yang disukai dan menantang siswa untuk berkreasi secara aktif. Rancangan pembelajaran terpadu dengan materi pembelajaran yang kontekstual harus dikembangkan secara terus menerus dengan baik oleh guru. Untuk keperluan itu guru-guru dilatih: bersikap ramah membiasakan diri selalu tersenyum berkomunikasi dengan santun dan patut adil terhadap semua siswa senantiasa sabar menghadapi berbagai ulah dan perilaku siswanya. menciptakan kegiatan belajar yang kreatif melalui tema-tema yang menarik yang dekat dengan kehidupan siswa. 2. Mencerdaskan dan menguatkan Mencerdaskan bukan hanya terkait dengan aspek kognitif, melainkan juga dengan kecerdasan majemuk (multiple intelligence). Tidak kalah pentingnya adalah bagaimana guru dapat mengalirkan pendidikan normatif ke dalam mata pelajaran sehingga menjadi adaptif dalam keseharian anak. Inilah yang merupakan tujuan utama dari fundamen pendidikan kecakapan hidup (life skill). Oleh karena itu, guru dilatih:

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

26

Memilih tema-tema yang dapat mengajak anak bukan hanya sekedar berpikir, melainkan juga dapat merasa dan bertindak untuk menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Teknik-teknik penciptaan suasana yang menyenangkan dalam pembelajaran, karena jika anak senang dan asyik, tentu saja bukan hanya kecerdasan yang diperoleh, melainkan juga mekarnya kepribadian anak yang menguatkan mereka sebagai pembelajar. Memberikan pemahaman yang cukup akan pentingnya memberikan keleluasaan bagi siswa dalam proses pembelajaran. Jangan terlalu banyak aturan yang dibuat oleh guru dan harus ditaati oleh anak akan menyebabkan anak-anak selalu diliputi rasa takut dan sekaligus diselimuti rasa bersalah. Beberapa praktik penciptaan atmosfir belajar yang baik (good practice) dikemukakan berikut ini. Sebelum memulai pelajaran, dengan sikap yang ramah dan penuh senyuman guru menyapa beberapa orang siswa dan menanyakan mengenai keadaan dan kesiapan masing-masing siswa untuk belajar. Bahkan ada guru yang membuka pelajaran diawali dengan nyanyian pendek dan selanjutnya menugaskan seseorang siswa melanjutkan lagu tersebut. Di awal pelajaran, guru membiasakan siswa untuk berdoa secara bersama agar Tuhan senantiasa memberikan kesehatan dan kemudahan dalam memahami pelajaran. Selanjutnya, guru juga tidak lupa memberikan pencerahan-pencerahan rohani kepada para siswa agar mereka senantiasa saling menghormati dan menghargai, kejujuran dan tanggung jawab bagi setiap tugas yang diberikan. Selama proses pembelajaran berlangsung, guru senantiasa mengembangkan bentuk komunikasi yang efektif, agar siswa dapat bertanya atau mengemukakan pendapat dalam suasana yang menyenangkan dan merasa tidak tertekan, tidak takut atau merasa bersalah. D. Penerapan Strategi Pembelajaran Sebelum membahas tentang strategi pembelajaran, terlebih dahulu perlu dipahami tentang konsep belajar seperti berikut ini. Siswa akan lebih mudah membangun pemahaman apabila dapat mengkomunikasikan gagasannya kepada siswa lain atau kepada gurunya. Dengan kata lain, membangun pemahaman akan lebih mudah melalui interaksi dengan lingkungan sosialnya. Interaksi memungkinkan terjadinya perbaikan terhadap pemahaman siswa melalui diskusi, saling bertanya, dan saling menjelaskan. Interaksi dapat ditingkatkan dengan belajar kelompok. Penyampaian gagasan oleh siswa dapat mempertajam, memperdalam, memantapkan, atau menyempumakan gagasan itu karena memperoleh tanggapan dari siswa lain atau gurunya. Dalam proses pembelajaran siswa senantiasa perIu didorong untuk mengkomunikasikan gagasan, hasil kreasi dan temuannya kepada siswa lain, guru atau pihakpihak lain. Dengan demikian pembelajaran memungkinkan siswa bersosialisasi dengan menghargai perbedaan (pendapat, sikap, kemampuan, prestasi) dan berlatih untuk bekerjasama. Artinya, pembelajaran itu diharapkan dapat

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

27

mendorong siswa untuk mengembangkan empatinya sehingga dapat terjalin saling pengertian dengan menyelaraskan pengetahuan dan tindakannya. Dengan pemahaman seperti hal tersebut di atas, guru-guru menyadari bahwa strategi pembelajaran merupakan hal yang penting dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, karena strategi dapat menciptakan kondisi belajar yang mendukung pencapaian tujuan pembelajaran. Selain itu, strategi pembelajaran yang dipilih dan dipergunakan dengan baik oleh guru dapat mendorong siswa untuk aktif mengikuti kegiatan belajar di dalam kelas, dan penggunaan strategi pembelajaran secara baik dapat berdampak pada meningkatnya keterampilan mengajar guru dan rasa percaya dirinya. Beberapa strategi pembelajaran yang dapat menciptakan budaya dan iklim sekolah dapat dikemukakan antara lain (1) pembelajaran berbasis masalah, (2) pembelajaran inquiry, (3) pembelajaran berbasis proyek/tugas, (4) pembelajaran kooperatif, (5) pembelajaran partisipatory, dan (6) pembelajaran scaffolding. 1. Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk dapat menerapkan strategi pembelajaran berbasis masalah, maka seorang guru sebaiknya menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks pembelajaran. Melalui dunia nyata yang terjadi di sekitar mereka, maka siswa dapat belajar mengembangkan cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari materi pelajaran. Pembelajaran bermakna hanya dimungkinkan terjadi bila siswa dapat mengerahkan proses berpikir tingkat tinggi, seperti pada level analisis, sintesis, dan evaluasi. Karena itu, guna merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi dari siswa, mereka perlu diorientasikan pada situasi/dunia nyata dengan segala problemanya. Para siswa akan tertantang bagaimana belajar, dengan menggunakan fenomena di dunia nyata sekitarnya. Pembelajaran berbasis masalah dapat ditempuh melalui lima tahap sebagai berikut. a. Tahap 1: orientasi siswa kepada masalah. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan logistik yang dibutuhkan, serta memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih. b. Tahap 2: mengorganisasi siswa untuk belajar. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. c. Tahap 3: membimbing penyelidikan individual dan kelompok. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalahnya. d. Tahap 4: mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model, serta membantu mereka mambagi tugas dengan temannya. e. Tahap 5: menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan. 2. Strategi Pembelajaran Inquiri Pembelajaran inquiry mendorong siswa untuk mengalami, melakukan percobaan, dan menemukan sendiri prinsip-prinsip dan konsep yang diajarkan. Strategi pembelajaran inquiry & discovery memiliki beberapa keuntungan, seperti dapat membangkitkan curiosity, minat, dan motivasi siswa untuk terus belajar sampai dapat
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

28

menemukan jawaban. Di samping itu, melalui penerapan strategi inquiry & discovery, siswa juga dapat belajar memecahkan masalah secara mandiri dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis sebab mereka harus menganalisis dan mengutak-atik data dan informasi. Secara operasional, pembelajaran inquiry & discovery dapat ditempuh melalui tahapan berikut: f. Sajikan situasi teka-teki (puzzling situation) yang sesuai dengan tahapan perkembangan siswa. Jelaskan prosedur inkuiri dan sajikan masalah. g. Minta siswa mengumpulkan informasi melalui observasi atau berdasar pengalaman masing-masing. h. Minta siswa menganalisis dan menyajikan hasil dalam bentuk tulisan, gambar, bagan, tabel, atau karya lain. i. Minta siswa mengkomunikasikan dan menyajikan hasil karyanya, misalnya dalam bentuk penyajian di kelas, menempelkan di majalah dinding, menulis di koran, dsb. j. Dalam penyajian di kelas, bangkitkan tanggapan dan penjelasan siswa lain. Minta tanggapan balik (counter-suggestions) dan selidiki tanggapan siswa. Hadapkan mereka dengan demonstrasi-demonstrasi tambahan untuk mengeksplorasi lebih jauh fenomena. k. Ciptakan lingkungan yang dapat menerima jawaban salah tapi masuk akal. Selalu minta siswa memberi alasan atas jawaban-jawaban mereka. Sajikan tugas-tugas yang berkaitan kemudian cermati dan beri balikan atas pemikiran yang diajukan siswa. 3. Strategi Pembelajaran Berbasis Proyek/Tugas Pembelajaran berbasis proyek/tugas (project-based/task learning) ditandai dengan pengelolaan lingkungan belajar yang memungkinkan siswa melakukan penyelidikan terhadap masalah otentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya. Dalam pembelajaran berbasis proyek, siswa diberikan tugas atau proyek yang kompleks, cukup sulit, lengkap, tetapi realistik dan kemudian diberikan bantuan secukupnya agar mereka dapat menyelesaikan tugas. Di samping itu, penerapan strategi pembelajaran berbasis proyek/tugas ini mendorong tumbuhnya kompetensi pengiring (nurturant) seperti kreativitas, kemandirian, tanggung jawab, kepercayaan diri, dan berpikir kritis dan analitis. Implementasi pembelajaran berbasis proyek/tugas didasarkan kepada empat prinsip berikut ini. a. Membuat tugas bermakna, jelas, dan menantang Guna mempertahankan tingkat keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, maka tugas yang diberikan kepada siswa harus cukup bermakna dan memiliki tujuan yang jelas. Siswa perlu mengetahui dengan tepat apa yang mereka harus kerjakan, mengapa mereka mengerjakan pekerjaan itu, dan apa yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan itu. b. Menganekaragamkan tugas-tugas Pilihan tugas yang beraneka ragam dapat menambah daya tarik tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah. Jika tugas belajar yang diberikan cukup bervariasi, siswa dapat lebih termotivasi dan lebih terlibat aktif dalam mengerjakannya. Pilihan mengenai tugas belajar tidak terbatas dan tidak ada alasan bagi guru untuk membuat jenis tugas yang sama dari hari ke hari.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

29

c. Menaruh perhatian pada tingkat kesulitan Menetapkan tingkat kesulitan yang cocok atas tugas-tugas yang diberikan kepada siswa merupakan satu bahan baku penting untuk menjamin keterlibatan berkelanjutan yang dibutuhkan untuk penyelesaian tugas-tugas tersebut. Jika siswa diharapkan untuk bekerja secara mandiri, tugas yang diberikan harus memiliki tingkat kesulitan yang menjamin kemungkinan berhasil tinggi. Siswa tidak akan tertantang ketika tugas-tugas yang diberikan terlalu mudah. Tugas yang baik perlu memiliki tingkat kesulitan cukup sehingga kebanyakan siswa memandangnya sebagai sesuatu yang menantang, namun cukup mudah sehingga kebanyakan siswa akan menemukan pemecahannya dan mengerjakan tugas tersebut atas jerih payah sendiri. d. Memonitor kemajuan siswa Salah satu tugas penting guru adalah memonitor tugas-tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah. Monitoring tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah siswa memahami tugas mereka melalui pemeriksaan pekerjaan siswa dan pengembalian tugas dengan umpan balik? Guru harus selalu menyediakan waktu 5 atau 10 menit untuk berkeliling di antara siswa yang bekerja untuk memastikan apakah mereka memahami dan mengerjakan dengan benar tugas yang diberikan. Apabila siswa bekerja berkelompok, maka guru hendaknya berada dalam kelompok tersebut secara bergantian dan berkeliling di antara siswa yang bekerja secara mandiri. Selanjutnya, guru perlu menyiapkan waktu untuk mengoreksi pekerjaan yang dihasilkan siswa dan mengembalikan kepada mereka dengan umpan balik, termasuk memberi reinforcement dalam bentuk reward bagi hasil karya yang baik dan catatan-catatan penyempurnaan bagi karya yang belum optimal. 4. Strategi Pembelajaran Kooperatif Dalam pembelajaran kooperatif, siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk saling membantu belajar satu sama lain. Strategi pembelajaran ini, memungkinkan pengembangan sejumlah kompetensi nurturant pada diri siswa, seperti: 1. Mengembangkan keterampilan komunikasi, kerja sama, kepekaan sosial, tanggung jawab, tenggang rasa, dan penyesuaian sosial. 2. Membangun persahabatan, rasa saling percaya, kebiasaan bekerja sama, dan sikap prososial. 3. Memperluas perspektif wawasan, keyakinan terhadap gagasan sendiri, rasa harga diri, dan penerimaan diri. 4. Memungkinkan sharing pengalaman dan saling membantu dalam memecahkan masalah pembelajaran. 5. Mengoptimalkan penggunaan sumber belajar dan pencapaian hasil belajar. Secara operasional, pembelajaran kooperatif dapat diterapkan melalui metode Student Teams Achievement Divisions (STAD) dan metode Investigasi Kelompok (Group Investigation) Pelaksanaan metode STAD ditempuh dengan beberapa tahapan sebagai berikut: 1. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing terdiri atas 4 atau 5 anggota. 2. Setiap tim memiliki anggota heterogen (jenis kelamin, ras, etnik, kemampuan belajar). 3. Tiap anggota menggunakan lembar kerja akademik.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

30

4. Tiap anggota saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi. 5. Secara individual atau tim, tiap minggu atau tiap dua minggu dilakukan evaluasi oleh guru untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan yang telah dipelajari. 6. Setiap siswa dan setiap tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar. Siswa atau tim yang meraih prestasi tertinggi atau mencapai standar tertentu diberi penghargaan. Metode Invistigasi Kelompok dapat ditempuh dengan cara sebagai berikut: Seleksi topik, para siswa memilih berbagai sub-topik dalam satu wilayah masalah umum terkait dengan tujuan pembelajaran. Organisasi, para siswa dibagi ke dalam kelompok yang berorientasi pada tugas dan beranggotakan 2 - 6 orang dengan komposisi heterogen. Merencanakan kegiatan kerjasama, siswa bersama guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas, dan tujuan umum yang sesuai dengan sub-topik yang telah dipilih. Tahap implementasi. Siswa melaksanakan rencana yang telah disusun. Dorong siswa menggunakan berbagai sumber, baik di dalam maupun di luar sekolah. Analisis dan sintesis, siswa menganalisis dan mensintesiskan berbagai informasi yang diperoleh dan membuat ringkasan untuk disajikan di depan kelas. Penyajian hasil akhir, setiap kelompok menyajikan hasil investigasi kelompoknya di depan kelas. Evaluasi, guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup siswa secara individu atau secara berkelompok, atau keduanya. 5. Strategi Pembelajaran Partisipatori Pembelajaran partisipatori menekankan pelibatan siswa untuk berpartisipasi dan ikut menentukan berbagai aktivitas pembelajaran. Setiap siswa adalah subjek yang kepentingannya perlu diperhatikan dan diakomodasi dalam proses pembelajaran. Pelibatan siswa dalam perencanaan dan penentuan berbagai pilihan tindakan pembelajaran dapat meningkatkan motivasi dan komitmen siswa untuk menekuni setiap tugas pembelajaran. Disamping itu, strategi ini dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya jiwa demokratis serta kemampuan mengemukakan dan menerima pendapat di kalangan siswa. Pelaksanaan pembelajaran partisipatori dapat ditempuh melalui strategi sebagai berikut: 1. Libatkan siswa dalam membuat perencanaan dan pilihan tindakan yang diperlukan dalam proses pembelajaran. Misalnya, dalam memutuskan mengenai strategi umum yang perlu ditempuh, sumber pembelajaran, cara-cara menyelesaikan tugas, bentuk dan tugas kelompok, dsb. 2. Gunakan berbagai teknik, seperti brainstorming, meta-plan, diskusi kelompok fokus untuk mendorong semua siswa mengemukakan gagasan masing-masing. 3. Evaluasi setiap alternatif berdasarkan kelayakan (kemampuan, sumberdaya, waktu, fasilitas), kemudian sepakati pilihan yang dapat diterima semua pihak. Dimungkinkan setiap individu atau kelompok memilih caranya masingmasing untuk mencapai tujuan sepanjang berkontribusi pada pencapaian tujuan pembelajaran.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

31

4. Dorong siswa melaksanakan alternatif tindakan secara konsisten, namun tetap memberi peluang dilakukannya refleksi, revisi, dan perubahan rencana tindakan. 6. Strategi Pembelajaran Scaffolding Pembelajaran scaffolding merupakan praktik assisted learning, yakni teknik pemberian dukungan belajar yang pada tahap awal diberikan secara lebih terstruktur, kemudian secara berjenjang sebagai peranan guru dalam mendukung perkembangan siswa dan menyediakan struktur dukungan untuk mencapai tahap atau level berikutnya. Ketika pengetahuan dan kompetensi belajar siswa meningkat, guru secara berangsurangsur mengurangi pemberian dukungan. Sesungguhnya, strategi pembelajaran scaffolding mendorong siswa menjadi pelajar yang mandiri dan mengatur diri sendiri (self-regulating). Jika siswa belum mampu mencapai kemandirian, guru kembali ke sistem dukungan untuk membantu siswa memperoleh kemajuan sampai mereka mampu mencapai kemandirian. Beberapa keuntungan pembelajaran Scaffolding adalah: Memotivasi dan mangaitkan minat siswa dengan tugas belajar. Menyederhanakan tugas belajar sehingga bisa lebih terkelola dan bisa dicapai oleh anak. Memberi petunjuk untuk membantu anak berfokus pada pencapaian tujuan. Secara jelas menunjukkan perbedaan antara pekerjaan anak dan solusi standar atau yang diharapkan. Mengurangi frustasi dan resiko. Memberi model dan mendefenisikan dengan jelas harapan mengenai aktivitas yang akan dilakukan. Teknik pembelajaran scaffolding dapat dilakukan dengan format: (1) pemberian model perilaku yang diharapkan, (2) pemberian penjelasan, (3) mengundang siswa berpartisipasi, (4) menjelaskan dan mengklarifikasi pemahaman siswa, dan (5) mengundang siswa untuk mengemukakan pendapat. Secara operasional, strategi pembelajaran scaffolding dapat ditempuh melalui tahapan berikut. Asesmen kemampuan dan taraf perkembangan setiap siswa untuk menentukan Zone of Proximal Development (ZPD). Jabarkan tugas pemecahan masalah ke dalam tahap-tahap yang rinci sehingga dapat membantu siswa melihat zona yang akan di-scaffold. Sajikan tugas belajar secara berjenjang sesuatu taraf perkembangan siswa. Ini dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti melalui penjelasan, peringatan, dorongan (motivasi), penguraian masalah ke dalam langkah pemecahan, dan pemberian contoh (modeling). Dorong siswa untuk menyelesaikan tugas belajar secara mandiri. Berikan dukungan dalam bentuk pemberian isyarat, kata kunci, tanda mata (reminders), dorongan, contoh, atau hal lain yang dapat memancing siswa bergerak ke arah kemandirian belajar dan pengarahan diri. Dalam mengimplementasikan strategi-strategi pembelajaran yang disarankan, guru harus selalu mengingat bahwa kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya senantiasa diarahkan untuk pencapaian dampak instruksional dan dampak pengiring. Dampak instruksional bermuara pada kecerdasan intelektual (IQ), sedangkan dampak pengiring bermuara pada kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ). Untuk keperluan itu, diharapkan guru dapat memilih dan merancang serta

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

32

mengembangkan media pembelajaran agar dapat memudahkan pencapaian IQ, EQ, dan SQ tersebut. Beberapa praktik penerapan strategi pembelajaran yang baik (good practice) yang telah dilaksanakan di sekolah dikemukakan berikut ini. Dalam memilih dan menentukan strategi pembelajaran, pada umumnya guru bidang studi melibatkan siswa, serta menyesuaikan dengan tingkat kesulitan kompetensi dasar yang terdapat dalam kurikulum. Di samping itu, dalam menentukan strategi pembelajaran, guru juga mencermati tujuan pembelajaran yang hendak dicapai, jumlah siswa yang terlibat di dalam proses pembelajaran, serta lama waktu yang tersedia untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Pada umumnya guru bidang studi menyadari sepenuhnya bahwa strategi pembelajaran yang dipilih adalah strategi yang dapat membuat siswanya mempunyai keyakinan bahwa dirinya mampu belajar dan dapat memanfaatkan potensi siswa seluas-luasnya. Sejumlah guru telah berhasil menggunakan berbagai variasi strategi pembelajaran dalam pencapaian kompetensi dasar tertentu yang terdapat di dalam kurikulum. Misalnya dalam pembelajaran bidang studi IPA, IPS, kesenian, atau olah raga memadukan strategi kooperatif dengan berbasis masalah dan strategi inquiry. Dengan memadukan strategi partisipatorik-penugasan, siswa mampu berkreasi seni suara dengan baik serta menanggapi beragam karya musik sesuai sifat dan karakteristik setiap jenis musik. Semua strategi yang dipilih dan diterapkan oleh guru, senantiasa diawali dengan pembacaan doa sebelum dan sesudah berolahraga. Meskipun belum semua guru SMA unggulan telah menerapkan strategi pembelajaran seperti yang diharapkan, namun sejumlah guru telah berhasil menerapkan berbagai strategi pembelajaran di sekolah masing-masing. Mereka mengakui bahwa selama ini, strategi pembelajaran yang diberikan hanya sebatas pada ceramah, diskusi, dan pemberian tugas. E. Pemanfaatan Media dan Sumber Belajar Untuk mendukung pembelajaran dengan baik, maka guru perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan menggunakan berbagai media dan sumber belajar. Pengetahuan dan pengalaman tersebut akan membantu guru dalam menentukan media yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. Media dan sumber belajar yang disediakan guru hendaknya dapat mendorong dan membantu siswa untuk melibatkan mental secara aktif melalui beragam kegiatan, seperti kegiatan mengamati, bertanya, mempertanyakan, menjelaskan, berkomentar, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, dan sejumlah kegiatan mental lainnya. Untuk keperluan itu, materi penggunaan media dan sumber belajar yang diberikan dalam pelatihan tersebut meliputi: Pengenalan berbagai jenis media pembelajaran dan fungsinya masing-masing dalam pembelajaran. Latihan mencari berbagai sumber belajar yang sesuai dengan kompetensi dasar yang akan dicapai. 1. Sumber Situasi Nyata (Sumber Berbasis Lingkungan) Situasi kehidupan nyata dan lingkungan sekitar yang ada di sekitar siswa merupakan sumber belajar yang sangat penting dan dapat memberi informasi dan pengalaman belajar yang tidak terbatas bagi siswa. Ada banyak informasi, fakta, dan
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

33

pengetahuan yang dapat digali situasi nyata dan lingkungan sekitar guna mendukung rekonstruksi dan mempekaya pemahan dan pengalaman belajar siswa. 2. Sumber Menggunakan Situasi Buatan Guru tidak selalu mampu menyediakan situasi nyata. Kesempatan untuk mengunjungi tempat-tempat yang menyajikan situasi nyata untuk belajar seringkali tidak tersedia atau sulit dilakukan. Dalam keadaan seperti ini, guru tetap dapat menghadirkan situasi kehidupan dan fenomena lingkungan dengan membuat situasi buatan. Situasi dan aktivitas kelas ditata sedemikian rupa menyerupai apa yang terjadi dalam lingkungan nyata. Dengan demikian, peningkatan pemahaman siswa tentang berbagai ihwal kehidupan pasar, misalnya, dapat dilakukan guru dengan menyediakan kegiatan simulasi, yakni membuat situasi buatan. Pada kondisi ini, kelas dapat dirancang seperti pasar, sebagian siswa berperan sebagai pembeli dan sebagian lainnya sebagai penjual. Seperti juga pada model situasi nyata, pada model ini pun dapat dibedakan menjadi situasi buatan dengan siswa terlibat langsung dan situasi buatan dengan siswa tidak terlibat langsung. 3. Penggunaan Media Audio-Visual Sumber belajar dapat pula dihadirkan melalui berbagai media, seperti media audio-visual. Cara ini menyajikan contoh situasi nyata atau contoh situasi buatan dalam sajian tayangan hidup (film, video). Tentu saja, cara ini lebih mudah menjadi pengalaman belajar kalau sajian tayangan mengandung unsur cerita yang berkaitan dengan pengalaman dan imajinasi siswa. Guru dapat mencari dan menyeleksi film atau video yang berisi ceritera atau laporan dokumenter yang sesuai atau ada kaitan dengan pokok bahasan tertentu dalam mata pelajaran yang diasuh. Film atau video seperti itu kemudian ditayangkan di kelas atau temta khusus tertetu diikuti dengan diskusi bersama siswa sekaitan dengan tema dan spot-spot cerita serta kaitannya dengan pokok bahasan mata pelajaran. 4. Penggunaan Media Visualisasi Verbal Sumber belajar yang paling umum digunakan dalam mendukung pemahaman mengenai pokok bahasan adalah melalui media visualisasi-verbal. Cara ini banyak berkaitan dengan membaca buku pelajaran, buku sumber, ensiklopedia, lembar kegiatan/kerja, cart, grafik, tabel. Pada beberapa buku biasanya tidak hanya menyajikan uraian teks, tetapi juga dilengkapi dengan beragam ilustrasi (gambar). Dengan demikian, siswa yang memiliki daya abstraksi lemah dapat terbantu dengan keberadaan ilustrasi/gambar tersebut. 5. Penggunaan Media Audio Verbal Guru terbiasa menggunakan cara audio-verbal dalam bentuk ceramah. Pada keadaan ini, siswa senantiasa diam-pasif sambil mendengarkan penjelasan guru. Kekurangan atau kelemahan cara ini adalah sebagian siswa tidak mudah untuk menyamakan informasi yang diceramahkan guru dengan pengetahuan awal siswa. Kalau keadaan ini berkelanjutan, peristiwa belajar cenderung tidak berlangsung. Untuk mengatasinya, guru harus mengurangi cara ini, atau kalau terpaksa perIu berceramah cukup antara 2025 menit saja dan diselingi dengan kegiatan yang mendorong penggunaan indera Lihat, Raba, Penciuman, Rasa. Materi yang diceramahkan pun perlu bersifat kontekstual dengan pengalaman sebagian besar siswa. 6. Media Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) atau Information and Communication Technology (ICT) berfungsi sebagai bahan dan alat pembelajaran. Sebagai bahan, TIK menjadi sebuah mata pelajaran yang diperkenalkan mulai pada jenjang sekolah dasar sampai pada sekolah menengah atas. Sebagai alat pembelajaran, guru dianjurkan untuk memanfaatkan
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

34

fasilitas TIK untuk memfasilitasi pembelajaran di kelas. Beberapa jenis yang potensial dan sering digunakan sebagai alat bantu pembelajaran, misalnya radio, televisi, dan komputer. Media komputer memiliki banyak kelebihan dibandingkan media lainnya. Di samping memudahkan dan memperlancar pekerjaan, seperti mengetik, menganalisis, atau mendokumentasi data dan informasi, media komputer juga dapat berfungsi sebagai perangkat untuk jaringan komunikasi, seperti melalui internet, intranet, email, dan sebagainya. Oleh karena itu, akhir-akhir ini komputer telah banyak dimanfaatkan sebagai media pembelajaran, yang biasa disebut sebagai pembelajaran berbasis komputer (PBK). PBK meliputi berbagai kegiatan belajar dan aplikasi dengan menggunakan komputer. Dalam kegiatan pembelajaran, komputer dapat berfungsi sebagai tutor, alat (tool), atau stimulator. Penggunaan komputer sebagai media pembelajaran memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut: Siswa belajar sesuai kemampuan dan kecepatan masing-masing. Siswa belajar menurut masalah yang dihadapinya. Siswa menerima balikan segera (instant feedback). Siswa merasa lebih bebas tanpa merasa diamati oleh orang lain. Format pembelajaran dapat mencakup semua indera dan aktivitas belajar, yaitu visual, audio, oral, dan gerak (kinestetik). Peluang untuk menyulang materi terbuka luas dan lebih banyak. Penjadwalan bisa lebih fleksibel apabila laboratorium komputer diperlakukan sebagai sumber yang dapat diakses sendiri oleh setiap siswa (self-access learning resources). Menawarkan materi dan kegiatan yang otentik dan interaktif. Dari hasil pendampingan dan refleksi terhadap kemampuan guru menggunakan media dan sumber belajar di dalam proses pembelajaran, ditemukan sejumlah keberhasilan di samping sejumlah kendala sebagaimana yang dipaparkan berikut ini. F. Penilaian Hasil Belajar Penilaian hasil belajar sebaiknya ditekankan pada proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa, bukan untuk mengukur pada hasil semata. Bentuk penilaian yang dianjurkan dalam pembelajaran efektif adalah penilaian sebenarnya (authentic assessment). Yang paling ditekankan adalah bagaimana guru senantiasa menyadari sejak awal bahwa tujuan akhir dari penilaian pembelajaran adalah agar untuk mengukur dan menilai keberhasilan pencapaian tiga jenis kecerdasan secara seimbang, yakni kecerdasan IQ, EQ, dan SQ. Beberapa prinsip penilaian dalam pembelajaran efektif yang perlu diketahui oleh guru dalam menyusun dan melaksanakan penilaian sebagai berikut berikut. Harus mengukur semua aspek pembelajaran, yaitu proses, kinerja, dan produk. Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung. Menggunakan berbagai cara dan berbagai sumber. Tes hanya salah satu alat pengumpul data penilaian. Menstimulasi muncul dan digunakannya cara berpikir divergen (berpikir lateral, horisontal, sebagai lawan cara berpikir konvergen dan vertikal) oleh siswa. Soalsoal atau tugas memancing munculnya cara jawab atau cara penyelesaian yang bervariasi, bukan hanya satu jawaban kunci. Tugas-tugas yang diberikan dan dijadikan bahan evaluasi siswa haruslah mencerminkan bagian-bagian kehidupan siswa yang nyata setiap hari. Mereka

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

35

harus dapat menceritakan pengalaman atau kegiatan yang mereka lakukan setiap hari. Penilaian harus menekankan pada kedalaman pengetahuan (kualitas) dan keahlian siswa, bukan keluasannya (kuantitas). Untuk menjalankan prinsip-prinsip penilaian, guru harus mempertimbangkan beberapa hal penting antara lain; (1) penilaian proses dan hasil, (2) penilaian berkala dan berkesinambungan, (3) penilaian yang jujur dan adil, dan (4) memberikan penilaian secara seimbang terhadap kecerdasan IQ, EQ, dan SQ. Komponen proses dan hasil belajar yang penting dinilai antara lain: Hasil ulangan harian dan ulangan umum. Biasanya dicatat dalam buku rapor siswa. Tugas-tugas terstruktur biasanya dikumpulkan oleh guru dan disimpan dalam map atau loker khusus. Catatan perilaku harian para siswa, biasanya tersimpan pada buku khusus (catatan anekdot). Laporan kegiatan siswa di luar sekolah yang menunjang kegiatan belajar, biasanya dikumpulkan oleh guru dan didokumentasikan. Penilaian secara umum bertujuan untuk mengetahui kemajuan hasil belajar siswa dan menetapkan tingkat penguasaan kompetensi suatu keahlian tertentu sesuai dengan indikator yang dipersyaratkan standar kompetensi. Berdasarkan hasil penilaian itu diberikan penghargaan kepada peserta didik dalam bentuk rapor, ijazah, paspor keterampilan, atau sertifikat kompetensi. Bentuk penilaian meliputi jenis tagihan seperti kuis, pertanyaan lisan di kelas, ulangan harian, tugas individu, tugas kelompok, ulangan semester, kerja praktik/unjuk kerja, pekerjaan rumah, atau bentuk tagihan pilihan ganda, uraian singkat, laporan untuk kerja, portofolio, serta tagihan dalam bentuk soal yang akan diberikan pada peserta didik.

IV.

TATA TERTIB DAN KEDISIPLINAN DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN BUDAYA DAN IKLIM SEKOLAH

Tata tertib dan kedisiplinan sangat penting artinya dalam mewujudkan budaya dan iklim sekolah yang kondusif melalui penciptaan kedisiplinan belajar. Penelitian Moedjiarto (1990) mengungkapkan bahwa karakteristik tata tertib dan kebijakan disiplin sekolah mempunyai hubungan yang signifikan dengan prestasi akademik siswa. Pada dasarnya tata tertib dan disiplin merupakan harapan yang dinyatakan secara eksplisit yang mengandung peraturan tertulis mengenai perilaku siswa yang dapat diterima, prosedur disiplin, dan sanksisanksinya (ESCN, 1987 seperti dikutip oleh Moedjiarto, 1990). Witte dan Walsh (1990) mengemukakan dua dimensi penting kedisiplinan yang dilaksanakan dalam sekolah efektif, yaitu: (1) persetujuan kepala sekolah dan guru terhadap kebijakan disiplin sekolah, dan (2) dukungan yang diberikan kepada guru bilamana mereka melaksanakan peraturan disiplin sekolah. Disiplin sebenarnya bukan hanya sekedar aturan yang harus ditaati untuk merubah perilaku siswa di sekolah dan bukan sekedar sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan, tetapi lebih dari itu untuk membentuk mental disiplin kepada siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menciptakan kondisi sekolah yang dapat membuat semua personil sekolah untuk taat dan patuh secara sadar untuk mengikuti tata tertib yang ada disekolah tersebut. Misalnya tata tertib untuk masuk sekolah jam 07.00-07.15. dan bila melewati jam tersebut pintu gerbang sekolah ditutup rapat, siapapun tidak diperbolehkan untuk masuk ke lingkungan sekolah jika terlambat, kecuali tamu yang akan berkunjung kesekolah atau ada hal lain yang mendesak sehingga pintu gerbang sekolah dapat dibuka. Aturan itu harus konsisten
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

36

dilaksanakan dan diberlakukan kepada semua personil sekolah termasuk guru, staf dan kepala sekolah. Indikator-indikator yang perlu diperhatikan dalam menegakkan tata tertib dan kedisiplinan meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu penyusunan tata tertib, sosialisasi tata tertib, dan penegakan tata tertib. A. Penyusunan Tata Tertib Sekolah Beberapa pedoman umum dalam menyusun tata tertib sekolah dikemukakan sebagai berikut. a) Penyusunan tata tertib melibatkan atau mengakomodasi aspirasi siswa dan aspirasi orangtua siswa yang dianggap sesuai dengan visi dan misi sekolah. b) Semua aturan disiplin dan tata-tertib yang berkaitan dengan apa yang dikehendaki, dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan beserta sanksi atas pelanggarannya, merupakan hasil kompromi semua pihak (siswa, orangtua, guru, guru pembimbing, dan kepala sekolah). c) Penyusunan tata tertib harus didasarkan pada komitmen yang kuat antara semua unsur dan komponen sekolah dan konsisten dengan peraturan dan tata tertib yang berlaku. d) Tata tertib sekolah hendaknya tetap memberi ruang untuk pengembangan kreativitas warga sekolah dalam mengespresikan diri dan mengembangkan potensi dan kompetensi yang dimilikinya. Jika perlu dibuat satu hari tertentu di mana pada hari itu siswa diberikan kesempatan untuk berkreasi atau memberi saran kepada guru, pegawai dan kepala sekolah dalam rangka pengembangan sekolah. e) Tata tertib sekolah jangan hanya dibuat berupa konsep yang harus dipatuhi oleh warga sekolah dengan sanksi yang sangat jelas yang dapat membuat aturan menjadi kaku, tetapi bagaimana mengkondisikan sekolah yang bisa membuat orang untuk tidak melakukan pelanggaran. f) Tata tertib yang ada jangan sampai hanya dilakukan untuk menertibkan warga sekolah dari segi fisik saja, tetapi juga untuk membentuk mental disiplin agar disiplin yang terjadi bukan kedisiplinan semu yang dilakukan karena takut menerima sanksi, tetapi lebih kepada kesadaran bahwa tata tertib itu memiliki nilai kebenaran sehingga perlu untuk ditaati. g) Aturan disiplin dan tata tertib beserta sanksi-sanksinya terutama diarahkan untuk membangun budaya perilaku positif dan sikap disiplin di kalangan siswa (selfdicipline) dan warga sekolah lainnya. Di SD, sasaran seperti ini dapat diintegrasikan dalam mata pelajaran pembiasaan pada kelas-kelas awal. h) Aturan disiplin dan tata tertib beserta sanksi-sanksinya hendaknya tetap memberi ruang bagi berkembangnya kreativitas dan sikap kritis warga sekolah. Untuk siswa misalnya, perlu ada kesepakatan mengenai batas wajar tentang perilaku yang dapat dikategorikan nakal atau melanggar tata tertib. i) Format penyusunan aturan disiplin dan tata tertib dapat dibuat dalam berbagai bentuk. Contoh model yang dapat digunakan untuk siswa adalah model penambahan skor dan pengurangan skor: Model penambahan skor. Dalam model ini, ditetapkan skor denda maksimum, misalnya 100 poin, sebagai batas toleransi. Siswa yang mencapai skor 100 akan terancam dikeluarkan dari sekolah. Model pengurangan skor. Dalam model ini setiap siswa diberi skor modal awal, misalnya 100 poin. Setiap pelanggaran akan berakibat pengurangan

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

37

10.

11.

skor, dan siswa yang mencapai skor nihil akan terancam dikeluarkan dari sekolah. Dalam model seperti yang disebutkan di atas, yang perlu diperhatikan adalah konsekuensi yang muncul dari setiap penambahan dan/atau pengurangan skor. Jangan sampai, mental disiplin yang ingin ditanamkan menjadi hilang karena terlalu fokus pada skor yang ada. Aturan disiplin dan tata tertib beserta sanksi-sanksinya dibuat dalam bentuk tertulis dan disahkan oleh kepala sekolah, agar semua pihak mengetahui dan memahami setiap butir aturan disiplin tersebut. Selain peraturan tentang pemberian sanksi, sekolah juga dapat membuat peraturan tentang pemberian penghargaan kepada warga sekolah untuk memotivasi mereka mentaati disiplin dan tata tertib sekolah.

B.

Sosialisasi Tata Tertib Pelaksanaan tata tertib sekolah sangat tergantung pada pemahaman pihak-pihak terkait terhadap tata tertib yang disusun. Karena itu sosialisasi tata tertib perlu dilakukan untuk memastikan bahwa semua pihak memahami dengan baik isi tata tertib tersebut. Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam melaksanakan sosialisasi tata tertib dikemukakan berikut ini. 1. Aturan disiplin dan tata tertib yang telah disusun, disepakati dan disahkan kepala sekolah hendaknya disosialisasikan secara berkelanjutan kepada seluruh warga sekolah, dalam hal ini siswa, guru, orangtua siswa, pegawai, dan pengurus komite sekolah. Sekolah perlu memastikan bahwa mereka memiliki pemahaman yang sama tentang butir-butir tata tertib yang telah disepakati dan disahkan tersebut. Sosialisasi untuk orang tua siswa dan pengurus komite sekolah dapat dilakukan dengan cara mengirimkan tata tertib yang telah dibuat dalam bentuk tertulis kepada mereka. 2. Butir-butir tata tertib sekolah dapat dibuat dalam bentuk poster afirmasi yang dipajang di majalah dinding sekolah dan/atau lokasi-lokasi strategis di lingkungan sekolah agar dapat senantiasa dilihat, dibaca dan dipahami oleh seluruh warga sekolah. C. Penegakan Tata Tertib Kegiatan terpenting dalam menguji efektivitas tata tertib adalah pada pelaksanaannya. Di sini terkait dengan sejauh mana upaya pihak sekolah dalam menegakkan tata tertib yang telah disusun. Sebab betapapun baiknya tata tertib tapi jika tidak ditegakkan secara konsekuen maka tidak akan banyak artinya dalam pengembangan budaya dan iklim sekolah. Beberapa pertimbangan dalam penegakan tata tertib dikemukakan berikut ini. 1. Disiplin dan tata tertib sekolah berlaku untuk semua unsur yang ada disekolah tidak terkecuali kepala sekolah ataupun guru dan staf harus patuh dan taat pada peraturan sekolah yang berlaku dan menjadi komitmen yang kuat dan mengikat. 2. Sikap, perilaku, dan tindakan kepala sekolah, guru, dan warga sekolah lainnya, hendaknya menjadi model dan teladan bagi penegakan perilaku tertib dan disiplin di sekolah. 3. Memberikan penghargaan sebagai teladan kepada guru, siswa dan staf yang tidak pernah melakukan pelanggaran selama kurun waktu tertentu dan diumumkan secara aklamasi pada saat pelaksanaan upacara. 4. Penegakan disiplin dilakukan secara bertahap kepada semua unsur yang ada disekolah mulai dari peringatan, teguran, percobaan, penundaan, demosi dan PHK atau dikeluarkan sampai masalah itu terpecahkan atau dihilangkan.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

38

5. 6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

Terhadap pelanggaran-pelanggaran, dengan cepat dilakukan tindakan kedisiplinan. Penegakan tata tertib terutama difokuskan pada upaya membantu siswa dan semua warga sekolah untuk menyesuaikan diri dengan setiap butir dalam aturan tata-tertib tersebut. Penjatuhan hukuman (eksekusi) atas pelanggaran tata-tertib hendaknya disertai dengan penjelasan mengenai alasan dan maksud positif dari pengambilan tindakan tersebut. Siswa yang menerima sanksi harus dibantu memahami dan menerima bentuk sanksi tersebut sebagai bentuk intervensi bagi kebaikan yang bersangkutan. Sanksi penegakan tata tertib sekolah dilakukan kepala sekolah atau wakil kepala sekolah urusan kesiswaan. Demi efektitas layanan BK di sekolah guru pembimbing diharapkan tidak ditugaskan untuk pemberian sanksi terhadap siswa. Penegakan tata tertib merupakan bagian dan terintegrasi dengan upaya membangun budaya perilaku etik dan sikap disiplin, baik di lingkungan internal sekolah maupun di lingkungan luar sekolah. Ada konsistensi/kesepakatan di antara para guru dan kepala sekolah mengenai prosedur-prosedur dan bentuk hukuman bagi siswa pelannggar disiplin dan tata tertib, Eksekusi terhadap pelanggar tata tertib berat, khususnya yang berkonsekuensi skorsing atau pemecatan, ditetapkan melalui pertemuan konferensi kasus (caseconference) yang diikuti oleh kepala sekolah, guru, konselor sekolah, pengurus OSIS, dan wakil komite sekolah. Eksekusi terhadap pelanggar tata tertib berat yang berkonsekuensi skorsing atau pemecatan dilakukan oleh kepala sekolah setelah semua upaya persuasi untuk perbaikan perilaku telah dilakukan secara maksimal. Penghargaan dapat diberikan kepada warga sekolah dalam rangka penegakan tata tertib sekolah seperti pemberian reward kepada mereka yang tidak pernah melakukan pelanggaran selama tiga bulan, satu semester sampai satu tahun. Orangtua siswa perlu diberikan pemhamanan tentang kebijakana sekolah tentang kedisiplinan agar orang tua merasa dihargai dan dilibatkan sehingga dapat memberikan dukungan terhadap dukungan pelaksanaan tata tertib sekolah.

V.

PENGHARGAAN DAN INSENTIF DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA DAN IKLIM SEKOLAH

A.

Konsep Pemberian Penghargaan dan Insentif Penelitian Moedjiarto menemukan signifikansi karakteristik ini dalam menciptakan sekolah efektif. Dijelaskan oleh Reynolds (1990), sekolah yang sukses menyadari bahwa pemberian penghargaan jauh lebih penting ketimbang menghukum atau menyalahkan siswa. Hal ini dinilai oleh Reynolds sebagai suatu strategi motivasi yang penting untuk meningkatkan citra diri (self-image) siswa dan berkembangnya atmosfir yang bersahabat dan suportif. Penghargaan dan insentif mendorong munculnya perilaku positif dan, dalam beberapa hal, mengubah perilaku siswa (dan juga guru). Agar budaya dan iklim sekolah kondusif dan tercipta harmonisasi kerja, di sekolah perlu dibangun suasana keterbukaan, obyektivitas penilaian, dan tentunya upaya mewujudkan kesejahteraan anggota. Berilah penghargaan yang sesuai untuk guru, karyawan dan siswa yang benar-benar pantas untuk mereka terima sebagai hadiah atas usaha dan hasil kerja mereka. Dengan pendekatan manusiawi, saling asah-asih dan asuh sangat diyakini
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

39

kepemimpinan kepala sekolah dalam menciptakan budaya dan iklim sekolah yang kondusif akan tercapai dan hal ini akan sangat menunjang pencapaian tujuan sekolah yang telah ditetapkan. Personil sekolah tidak pernah bosan dengan penghargaan. Dalam konteks psikologi, mereka sepertinya tidak kenyang atau merasa dipuaskan dengan penghargaan, seperti halnya tidak pernah kenyang dengan makanan dan uang. Dalam beberapa hal, semakin banyak penghargaan yang mereka peroleh maka akan semakin banyak juga yang mereka inginkan. Untungnya tidak sulit menghargai seseorang dan terdapat banyak cara untuk melakukan hal tersebut. Beberapa cara paling mudah dan terjangkau untuk menghargai seseorang: 1. Praktekkan pemberian penghargaan yang berkonsentrasi dan fokus pada memanggil guru staf atau siswa yang layak untuk menerima penghargaan ke kantor anda dan mengucapkan terima kasih karena melakukan pekerjaan yang bagus. Interaksi tersebut difokuskan hanya pada penghargaan dan tidak pada hal lain sehingga pengaruhnya tidak berkurang karena membahas masalah lain. 2. Siapkan tropi dan berikan kepada mereka yang paling layak menerimanya baik untuk siswa, guru maupun staf. Tuliskan nama orang itu pada tropi dan berilah nama julukan di belakangnya. Untuk membantu memastikan keadilan dan dukungan, pada akhir bulan biarkan penerima memilih anggota berikutnya untuk diberi penghargaan dan jelaskan mengapa dia dipilih. 3. Hargai mereka yang ditempatkan di tempat lain dan tidak punya kesempatan untuk sering ke ruang kepala sekolah. Atasi masalah jauh di mata, jauh di pikiran dengan faksimile, e-mail, atau meninggalkan voice mail untuk orang dengan kata terima kasih atas kerja yang baik. 4. Tulis cacatan kecil yang menghargai kontribusi seseorang pada periode gaji terakhir dan lampirkan catatan tersebut pada daftar gaji seseorang. 5. Saat anda mendapat promosi, akui peran yang dimainkan oleh guru,staf dan siswa pendukung anda dengan mengajak mereka makan siang atau makan malam yang indah. 6. Ambil foto seseorang yang sedang diberi selamat oleh kepala sekolah atau orang yang berwewenang karena prestasi yang diraih. Berikan foto tersebut kepadanya dan tempatkan foto sejenis lainnya pada lokasi menyolok agar dapat dilihat oleh semua orang. 7. Undang tim kerja atau personil sekolah ke rumah anda pada hari sabtu atau hari lain untuk merayakan keberhasilan dalam melaksanakan tugas atau pencapaian hasil kinerja sekolah. 8. Hargai keahlian menonjol atau keahlian individu dengan menugaskan mereka menjadi mentor personil lainnya agar dapat menunjukkan kepercayaan dan hormat anda kepadanya. 9. Jika anda mendengar ucapan positif mengenai seseorang, ulangi hal tersebut pada orang yang bersangkutan secepat mungkin. 10. Terus memperhatikan jenis pujian dan penghargaan yang paling disukai oleh seluruh personil sekolah dan gunakan sesering mungkin pada mereka pada saat yang tepat. 11. Perhatikan semua orang yang melakukan hal yang benar dan beritahu mereka kalau pekerjaan itu baik dan benar. 12. Sistem penghargaan upah/insentif yang dikombinasikan dengan penghargaan sosial dan umpan balik untuk kinerja guru, staf dan siswa yang dilakukan secara sistematik, akan meningkatkan kinerja mereka lebih baik dari pada yang tidak mendapatkan perlakuan yang sama.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

40

Masih banyak lagi bentuk-bentuk penghargaan yang bisa diterapkan di sekolah dalam memotivasi personil sekolah untuk berprestasi. Penghargaan sangat penting untuk meningkatkan produktifitas kerja dan untuk mengurangi kegiatan yang kurang produktif. Melalui penghargaan ini guru, staf dan siswa dirangsang untuk meningkatkan kinerja positif dan produktif. Penghargaan ini akan bermakna jika dikaitkan dengan prestasi guru, staf dan siswa secara terbuka, sehingga mereka memiliki peluang yang sama untuk berprestasi. Penghargaan ini perlu dilakukan secara tepat, efektif dan efesien, agar tidak meninmbulkan dampak negatif. Insentif sedikit berbeda dengan imbalan, insentif adalah sesuatu yang ditentukan dimuka sementara imbalan/hadiah diberikan setelah kita menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan karena insentif ditujukan untuk memotivasi karyawan maka karyawan harus tahu hal ini sejak awal. Syarat-syarat insentif sebaiknya menjadi bagian dari perencanaan kinerja. Akses untuk melaksanakan pelatihan, promosi jabatan, sedikit kenaikan upah, bahkan makan malam yang menyenangkan dapat menjadi insentif yang berbiaya rendah dan paling berharga bagi guru, staf dan siswa. Kenyataannya bonus yang besar dapat berakibat negatif jika tidak diterapkan dengan tepat karena dapat menimbulkan konflik diantara guru, staf dan siswa dalam organisasi. Penghargaan dan insentif diberikan dalam beberapa cara. Mortomore, dkk. (1988) sebagaimana dikutip Mortimore (1993) mengidentifikasi beberapa cara yang dilakukan oleh sekolah efektif dalam pemberian insentif, seperti memberi penghargaan kepada individu yang menunjukkan pekerjaan atau perilaku yang baik dan penghargaan yang diberikan berdasarkan prestasi dalam kegiatan olahraga dan sosial. Bentuk-bentuk penghargaan kepada guru dan siswa berprestasi dapat berupa materil, seperti pemberian hadiah, dan nonmateril, seperti pemberian sertifikat penghargaan dan lencana. Penghargaan nonmateril dapat pula diberikan dalam bentuk nominasi guru terbaik dan siswa terbaik secara berkala (misalnya: mingguan, bulanan, semesteran, atau tahunan) dan diumumkan secara luas di sekolah yang bersangkutan dengan cara menempel label yang memuat hasil nominasi tersebut pada semua sudut sekolah. Bentuk-bentuk penghargaan ini dengan sendirinya membangkitkan dan menularkan semangat kerja dan meningkatkan etos kerja bagi guru dan menumbuhkan minat dan semangat belajar bagi siswa. B. Bentuk-Bentuk Penghargaan dan Insentif Menurut Winardi Bentuk-bentuk penghargaan atau insentif dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Material berupa gaji atau upah, kenaikan gaji/upah, rencana-rencana bonus, rencana-rencana perangsang; 2. Imbalan diluar gaji berupa istirahat kerja, dan bonus; 3. Penghargaan sosial berupa penghargaan informal, pujian, senyum, umpan balik evaluatif, isyarat-isyarat nonverbal, tepukan dibahu, meminta saran, undangan minum kopi bersama atau makan bersama, penghargaan formal, dan plakat dinding. 4. Tugas itu sendiri seperti perasaan berprestasi, pekerjaan dengan tanggung jawab lebih besar, rotasi kerja, dan sebagainya; 5. Diterapkan sendiri berupa penghargaan terhadap diri sendiri, pujian untuk diri sendiri, ucapan selamat untuk diri sendiri. C. Indikator-Indikator yang Perlu diperhatikan dalam Pemberian Penghargaan dan Insentif Indikator-indikator yang perlu diperhatikan dalam pemberian penghargaan dan insentif sebagai berikut:
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

13.

41

Sekolah memiliki prosedur pemberian penghargaan dan insentif terhadap guru, staf, dan siswa yang berprestasi. Prestasi yang tinggi dari siswa mendapatkan penghargaan dari sekolah. Prestasi yang tinggi dari guru dan staf mendapatkan penghargaan dari sekolah. Dinas Pendidikan kabupaten/kota mengambil peran nyata dalam pemberian penghargaan atas prestasi siswa dan guru yang tinggi. Penghargaan dan hadiah ditentukan berdasarkan prestasi yang diraih dan memberikan kesempatan pada siswa untuk meraihnya. Guru mendapatkan insentif atas pekerjaan tambahan yang dilakukan. Setiap siswa, staf, atau guru yang mendapatkan penghargaan atas prestasi yang membanggakan diumumkan dan, jika perlu, dirayakan. Staf atau guru yang telah menunjukkan kinerja yang unggul diberi prioritas untuk menikmati kesempatan promosi atau pilihan program lain untuk pengembangan karier. Penghargaan harus segera dilakukan kepada guru, siswa atau staf yang berprestasi dalam bentuk royalti sebagai uang muka sebelum tugas/pekerjaan mereka selesaikan. Memberikan penghargaan atau insentif yang setara dengan prestasi atau hasil kerja yang dilakukan oleh guru, siswa dan staf. Penghargaan atau insentif yang diberikan kepada guru, siswa dan staf dapat dilakukan dalam bentuk umpan balik yang segera, agar mereka dapat mendapatkan informasi yang langsung dan jelas mengenai hasil karya dan efektifitas kerjanya serta sekaligus akan memotivasi mereka untuk berkarya dan bekerja lebih baik lagi. Memberikan penghargaan yang positif kepada guru, siswa dan staf atas tindakan yang mereka anggap menguntungkan dan bukan memberikan hukuman atau sangsi jika sebaliknya. Karena ini akan menimbulkan dampak seperti perilaku konflik yang menyebabkan guru, siswa dan staf menghindari dalam bentuk tidak hadir. Melakukan promosi secara adil berdasarkan mutu dan kualitas kompetensi yang dimiliki oleh guru, siswa dan staf dan tidak diwarnai oleh faktor-faktor lain atau kepentingan tertentu. Imbalan atau insentif yang diberikan kepada guru, siswa dan staf dapat dilakukan dalam berbagai bentuk selain materi, penguatan juga dapat dilakukan dalam bentuk pujian, penugasan untuk melaksanakan tugas-tugas yang menyenagkan, kondisi kerja yang lebih baik, dan waktu luang lebih banyak juga dapat merupakan wujud dari imbalan atas hasil kerja yang dilakukan Otonomi dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan kepada guru dan staf merupakan salah satu bentuk penghargaan. Penghargaan kepada guru yang berprestasi diumumkan dan dipajang pada papan pengumuman seperti papan guru dan siswa yang berprestasi setiap setiap bulan. Menggunakan penghargaan dan insentif sebagai hadiah atau ganjaran sebagai teknik manajemen dalam pelaksanaan kinerja guru dan staf serta hasil karya bagi siswa.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

42

VI.

KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM PENGEMBANGAN BUDAYA DAN IKLIM SEKOLAH

Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu karakteristik yang paling konsisten hubungannya dengan prestasi belajar. Temuan penelitian Heck, dkk. (1991) menunjukkan bahwa prestasi akademik dapat diprediksi berdasarkan pengetahuan terhadap perilaku kepemimpinan pengajaran kepala sekolah. Menurut Townsend (1994), proses kepemimpinan mempunyai pengaruh terhadap semua aspek kinerja sekolah. Lebih spesifik, kepemimpinan pengajaran berperan dalam kegiatan pembinaan personil guru, perlindungan sekolah dari tekanan eksternal yang kurang mendukung, pemantauan prestasi sekolah, penyediaan waktu dan energi untuk perbaikan sekolah, pemberian dukungan kepada guru, dan pencarian sumber daya ekstra untuk sekolahnya (Mortimore, 1993). Menjadi pemimpin sekolah yang dapat menciptakan budaya dan iklim sekolah didasarkan pada asumsi bahwa para pemimpin sekolah adalah orang-orang yang mampu mengespresikan diri sepenuhnya atau dengan kata lain mereka mengetahui siapa diri mereka, apa kekuatan mereka dan mengimbangi kelemahan mereka, mengetahui keinginan dan harapan mereka dan mengapa dia menginginkan hal itu, bagaimana cara mengemukakan keinginan tersebut kepada personil sekolah guna memperolah kerja sama dan mendapatkan dukungan dari personil sekolah. Akhirnya kepala sekolah tahu bagaimana cara mencapai sasaran mereka. Kunci untuk ekspresi diri adalah pengetian tentang diri sendiri dan dunia kerja serta lingkungan sekolah dimana kita berada. Dan kunci untuk pengertian adalah belajar dari kehidupan dan pengalaman pribadi. Dewasa ini orang bekerja cenderung mencari lebih dari sekedar gaji, mereka ingin diperlakukan sebagai manusia. Kondisi ini mungkin kedengaran klise tetapi banyak pemimpin yang kurang menyadari hal ini. Inti budaya dan iklim sekolah yang bersemangat adalah terletak pada kualitas hubungan antara individu dalam sebuah komunitas sekolah dan kepercayaan, penghormatan serta pertimbangan yang ditunjukkan oleh kepala sekolah kepada guru, staf dan siswa setiap harinya. Untuk memaksimalkan potensi personil sekolah terutama tergantung pada bagaimana seseorang diperlakukan, diberi inspirasi dan ditantang untuk menghasilkan prestasi kerja terbaik mereka dengan dukungan sumber daya serta bimbingan yang diberikan oleh kepala sekolah untuk membantu menjadikan performa personil sekolah menjadi luar biasa. Sejauh mana budaya dan iklim sekolah dalam bidang kepemimipin sekolah dapat memberdayakan atau malah menghambat potensi yang ada. Cuntoh sederhana yang dapat dilakukan dalam menggairahkan iklim sekolah adalah dengan sesekali mengadakan perayaan untuk membangun moral atau budaya sekolah yang bisa menghasilkan perubahan, memberikan jadwal yang pleksibel atau peralatan terbaik untuk melaksanakan tugas dengan benar. Hal ini mungkin akan memerlukan biaya yang tidak sedikit, tetapi cara ini tidak akan percuma dilakukan jika dapat menghasilkan produktifitas kerja yang meningkat. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah dalam melaksanakan kepemimpinan di sekolah sehingga tercipta iklim dan buaya sekolah yang kondusip:
Kepemimpinan adalah unsur terpenting dalam TQM. Pemimpin harusmemiliki visi dan mampu menerjemahkan visi tersebut ke dalam kebijakan yang jelas dan tujuan yang spesifik.

Pemimpin Pendidikan Mutu terpadu merupakan sebuah gairah dan pandangan hidup bagi organisasi yang menerapkannya. Pertanyaannya adalah bagaimana membangkitkan mutu pendidikan. Peters dan Austin pernah meneliti karakteristik tersebut dalam bukunya A Passion for Excellence. Penelitian tersebut meyakinkan mereka bahwa yang menentukan mutu dalam sebuah institusi
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

43

adalah kepemimpinan. Mereka berpendpat bahwa gaya kepemimpinan tertentu dapat mengantarkan institusi pada revolusi mutu,sebuah gaya yang mereka singkat dengan MBWA ( Management by Walking About / manajemen dengan melaksanakan ). Keinginan untuk unggul tidak bisa dikomunikasikan dari balik meja. MBWA menekankan pentingnya kehadiran pemimpin dan pemahaman atau pandangan mereka terhadap karyawan dan proses institusi. Gaya kepemimpinan ini mementingkan komunikasi visi dan nilai-nilai institusi kepada pihak-pihak lian, serta berbaur dengan para staf dan pelanggan.Mereka memandang bahwa pemimpin pendidikan membutuhkan perspektif-perspektif berikut ini : Visi dan simbol-simbol.Kepala sekolah harus mengkomunikasikan nilai-nilai institusi kepada para staf, para pelajar dan kepada komunitas yang lebih luas. MBWA adalah gaya kepemimpinan yang dibutuhkan bagi sebuah instansi. Untuk para pelajar istilah ini sama dengan dekat dengan pelanggan dalam pendidikan. Ini memastikan bahwa institusi memiliki fokus yang jelas terhadap pelanggan utamanya. Otonomi, eksprimentasi dan antisipasi terhadap kegagalan.Pemimpin pendidikan harus melakukan inovasi diantara staf-stafnya dan bersiap-siap mengantisifasi kegagalan yang mengiringi inovasi tersebut. Menciptakan rasa kekeluargaan. Pemimpin harus menciptakan rasa kekeluargaan diantara para pelajar, orang tua, guru dan staf institusi. Ketulusan, kesabaran, semangat, intensitas, dan antusiasme. Sifat-sifat tersebut mrupakan mutu personal esensial yang dibutuhkan pemimpin lembaga pendidikan. Peran Pemimpin dalam mengembangkan sebuah budaya mutu Apakah peran pemimpin dalam sebuah institusi yang mengusahakan inisiatif mutu terpadu? Tidak ada satupun yang menyatakan hal itu secara keseluruhan, namun fungsi utama pemimpin adalah sebagai berikut : memiliki visi mutu terpadu bagi institusi memiliki komitmen yang jelas terhadap proses peningkatan mutu mengkomunikasikan pesan mutu memastikan kebutuhan pelanggan menjadi pusat kebijakan dan praktek institusi mengarahkan perkembangan karyawan berhati-hati dengan tidak menyalahkan orang lainsaat persoalan muncul tanpa buktibukti yang nyata. Kebanyakan persoalan yang muncul adalah hasil dari kebijakan institusi dan bukan kesalahan staf. Memimpin inovasi dalam institusi Mampu memastikan bahwa struktur organisasi secara jelas telah mendefinisikan tanggungjawab dan mampu mempersiapkan delegasi yang tepat Memiliki komitmen untuk menghilangkan rintangan, baik yang bersifat organisasional maupun kultural Membangun tim yang efektif Mengembangkan mekanisme yang tepat untuk mengawasi dan mengevaluasi kesuksesan. Spanbauer telah menyampaikan pengarahan bagi para pemimpin dalm menciptakn lingkungan pendidikan yang baru. Dia berpendapat bahwa pemimpin institusi pendidikan harus memandu dan membantu pihak lain dalam mengembangkan karekteristik yang serupa. Sikap tersebut mendorong terciptanya tanggungjawab bersama-sama serta sebuah gaya kepemimpinan yang melahirkan lingkungan kerja yang interaktif. Dia menggambarkan sebuah gaya kepemimpinan dimana pemimpin harus menjalankan dan membicarakan mutu

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

44

serta mampu memahami bahwa perubahan terjadi sedikit demi sedikit, bukan dengan serta merta. Kerjasama Tim Bagi Mutu Kerjasama tim/kerja tim dalam sebuah organisasi merupakan komponen penting dari implementasi TQM, mengingat kerjasama tim akan meningkatkan kepercayaan diri, komunikasi, dan mengembangkan kemandirian.( John S. Oakland, Total Quality Management, 1989 ). Kerjasama tim merupakan salah satu unsur fundamental dalam TQM. Tim merupakan sekelompok orang yang memiliki tujuan bersama. Faktor yang mendasari perlunya dibentuk tim tertentu dalm suatu perusahaan adalah : Pemikiran 2 orang atau lebih cenderung lebih baik daripada pemikiran satu orang saja. Konsep sinergi ( 1+1 > 2 ), yaitu bahwa hasil keseluruhan (tim) jauh lebih baik daripada jumlah bagiannya(anggota individual) A. Membangun Moral Kerja Dalam menciptakan budaya dan iklim sekolah, salah satu faktor yang paling menentukan adalah membangkitkan semangat orang-orang yang berada dalam lingkungan sekolah khususnya guru, staf dan siswa. Hal ini disebabkan karena moral dapat memberikan dampak langsung terhadap kualitas sekolah dan dapat meningkatkan prestasi belajar bagi siswa serta meningkatkan profesionalitas para guru dan staf dalam melaksanakan tugas-tugas mereka. Kepala sekolah selaku pimpinan dalam lingkungan organisasi sekolah harus mengetahui apakah hubungan mereka dengan guru, staf, siswa, komite, orang tua dan masyararat terjalin dengan baik atau tidak? Hal ini dapat dilakukan melalui jawaban dari pertanyaan-pertanyaan berikut. 1. Apakah personil sekolah merasa bebas memberikan pendapat mereka dan mengetahui bahwa pendapat mereka dihargai? 2. Apakah mereka yakin bahwa mereka mendapatkan informasi yang tepat waktu tentang hal-hal yang berhubungan dengan program-program sekolah dan tugas mereka? 3. Apakah anda dapat membangkitkan komitmen mereka atau mereka tidak merasa dirinya sebagai bagian dari sekolah? 4. Apakah anda dapat memahami kebutuhan mereka dan menjalin hubungan saling pengertian diantara mereka untuk meraih saran-saran dalam meningkatkan kualitas kerja mereka? 5. Apakah anda memberikan kesempatan bukan hanya dalam melaksanakan tugas tetapi juga memberikan efek sehingga mereka tanggap dan berusaha untuk memastikan apa yang telah terjadi? 6. Apakah anda pernah menyentuh hati mereka untuk memberikan yang terbaik dari hasil kerja dan karya mereka selama ini? Jika jawaban terhadap pertanyaan tersebut menunjukkan sikap bahwa kita peduli terhadap mereka dan membutuhkan suasana gembira, akan memberikan motivasi yang paling kuat bagi mereka. Karena ketika semua unsur dan personil sekolah merasa senang dan semangat yang tercipta lahir dari iklim dalam budaya sekolah maka mereka akan lebih produktif. Personil sekolah akan lebih menerima program-program sekolah yang telah disusun bersama, jika mereka yakin bahwa kepala sekolah benar-benar perduli secara pribadi setiap hari di sekolah dan sikap peduli ini diwujudakan dengan ekspresif lewat mimik wajah yang
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

45

mendukung atau ucapan-ucapan selamat dan sekali-sekali diberikan hadiah atau bonus pada saat moment penting seperti pada perayaan ulang tahun akan menambah semangat dan motivasi mereka untuk selalu berbuat yang terbaik. Cara terbaik untuk mendukung moral kerja personil dalam lingkungan sekolah dan untuk menginspirasi mereka sehingga memiliki kinerja prima adalah dengan cara meyakinkan mereka dengan segala yang anda lakukan dan bersikap dengan sepenuh hati bahwa anda sangat mendukung mereka. Karena pada dasarnya setiap orang ingin merasa berguna atau penting bagi orang lain. Uang bukanlah satu-satunya cara yang dapat meningkatkan produktivitas kerja seseorang tetapi lebih dari itu memberikan kepercayaan kepada mereka akan menemukan kembali nilai kesetiaan mereka, dan nilai kesetiaan ini merupakan modal yang paling berharga dalam mencapai produktivitas kerja yang lebih baik karena lahir dari rasa memiliki yang tertanam dalam benak mereka. B. Kebijakan dan Prosedur Cukup banyak sekolah yang berhasil memiliki cara mudah untuk membangkitkan semangat guru dalam mengajar, semangat staf dalam bekerja dan semangat siswa dalam belajar dan berprestasi dengan cara meminimalisir beberapa kebijakan dan prosedur yang dapat menghambat upaya untuk menjadikan personil sekolah bersemangat dan menggantikannya dengan kebijakan dan prosedur yang lebih sederhana dan tidak menghambat. Sekolah yang memiliki budaya dan iklim yang baik menyadari bahwa person sekolah yang dapat dipercaya untuk melakukan apa yang benar ketika mereka di izinkan untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka sendiri. Menurut Bob Nelson (2007), ada beberapa saran dalam menetapkan kebijakan dan prosedur kerja dalam organisasi sebagai berikut: 1. Dalam hal kebijakan, lebih singkat dan sederhana adalah lebih baik dari pada lebih panjang dan rumit. 2. Setiap kali anda menetapkan satu kebijakan baru, hapuslah dua kebijakan lama. 3. Pastikan kebijakan dan prosedur organisasi disusun untuk melayani para karyawan dan pelanggan anda bukan hanya organisasi anda saja. 4. Waspadai kemungkinan menetapkan kebijakan atau prosedur baru sebagai reaksi terhadap suatu insiden tunggal, mungkin saja masalahnya tidak pernah muncul lagi. 5. Seberapa besarpun ukuran organisasi, tidak ada kebijakan tunggal yang uraiannya terdiri lebih dari satu halaman. Penetapan kebijakan di atas dapat diadopsi dalam lingkungan budaya sekolah apabila ditunjang oleh struktur organisasi sekolah yang baik. Karakteristik struktur organisasi sekolah yang baik adalah jika struktur tersebut dapat menghasilkan kerja yang baik dan tidak berbelitbelit. Karena jika person sekolah merasa tidak senang otomatis akan memberikan hasil kerja dan karya yang buruk, hal ini merupakan efek dari kebijakan dan prosedur kerja yang kurang baik. Hubungan yang dibangun dalam budaya dan iklim sekolah yang berdasarkan atas hubungan saling percaya, saling menghormati dan mau mendengarkan pendapat orang lain serta dapat mengekspresikan diri dalam tugas dan karya adalah sarana yang kuat bagi personil sekolah untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. C. Tujuan yang Jelas dan Sasaran yang Didefinisikan dengan Baik Gaya kepemimpinan kepala sekolah dalam mencitakan budaya dan iklim sekolah yang kondusif akan memberdayakan seluruh personil sekolah sebagai tim kerja. Dengan
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

46

pemberdayaan ini akan memberikan semangat yang kuat diantara personil sekolah, karena mereka dapat mengendalikan dan memberi efek pada pekerjaannya. Membangun iklim seperti ini bukanlah sesuatu yang dapat dilakukan dengan instant, karena harus ditumbuhkan dalam kondisi yang menyenangkan. Agar tercipta sebuah tim work yang baik dalam lingkungan sekolah, maka setiap setiap personil sekolah sebagai bagian dari anggota tim perlu memiliki maksud dan tujuan yang jelas serta menetapkan sasaran sekolah dengan melibatkan seluruh anggota agar mereka mengetahui dan paham apa tujuan dan sasaran sekolah. Dengan tujuan sekolah yang jelas dan sasaran-sasaran sekolah yang didefinisikan dengan baik serta diketahui setiap anggota sekolah dan melibatkan mereka sepenuhnya dalam program-program sekolah akan memberikan hasil kerja yang lebih baik dan berkualitas. Misalnya tim guru bidang studi di sekolah dapat menunjukkan kualitas kerja tim yang tinggi jika mereka memiliki maksud dan tujuan yang jelas, menetapkan sasaran-sasaran, metode dan strategi mengajar yang tepat dalam proses belajar mengajar, serta mengetahui posisi mereka dalam tim atau prinsip-prinsip operasional dalam tim tersebut. Ketika batasan-batasan ini tidak jelas dan tidak di ingatkan secara rutin maka tim akan kehilangan semangat dan komitmennya. Beberapa saran yang diajukan oleh Nelson (2007) dalam menentukan tujuan yang jelas dan sasaran didefinisikan dengan baik adalah sebagai berikut; 1. Tentukan misi bagi tim, hal ini akan mendefinisikan maksud anda dan menetapkan batasan-batasan bagi cakupan cakupan kerja tim. 2. Pastikan agar tim mengembangkan sasaran-sasaran yang spesifik dan agar tim secara berkala mengevaluasi serta memperbaharui sasaran-sasarannya. 3. Nyatakan maksud dan aturan-aturan tim untuk operasionalnya pada setiap rapat. 4. Jelaskan bahwa semua orang berada dalam tim yang sama. Hindarkan praktikpraktik yang menghasilkan anggapan bahwa sebagian orang adalah tim kelas satu dan anggota tim yang lain adalah tim kelas dua. Selanjutnya Jon R. Katzenbach dan Douglas K. Smith yang dikutip Nelson (2007) menyarankan enam hal penting bagi pemimpin dalam membangun semangat tim dalam organisasi sebagai berikut: 1. Pastikan agar maksud, sasaran serta pendekatan relevan dan bermakna. 2. Bangun komitmen serta keyakinan. 3. Kuatkan perpaduan dan tingkatkan keterampilan. 4. Kelola hubungan dengan orang luar, termasuk mengatasi hambatan. 5. Ciptakan kesempatan bagi orang lain. 6. Lakukan pekerjaan yang nyata. Beberapa saran di atas dapat di adopsi oleh pemimpin sekolah dalam menciptakan budaya dan iklim sekolah yang kondusif. D. Membangun Semangat Kerja yang Solid Untuk membangun semngat kerja yang solid dalam sebuah komunitas sekolah bukan hanya memberikan tugas atau menempatkan mereka pada posisi dan jabatan yang sesuai dengan potensi mereka tetapi lebih dari itu. Untuk menciptakan sekolah yang sukses dan memiliki kualitas perlu adanya proses pembentukan budaya, moral dan perilaku yang tidak bertentangan dengan falsafah bangsa yang diwarnai kecerdasan intelektual, emosional dan spritual. Selain itu juga sekolah yang sukses diwarnai oleh semangat yang menarik para personil sekolah sebagai satu unit yang utuh, dimana mereka dapat berkontribusi untuk mencapai sutu tujuan dan sasaran bersama. Banyak cara untuk dapat membangun semangat kerja yang solid dalam organisasi sekolah seperti dengan cara membangun budaya dan menciptakan iklim bekerja sama dengan
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

47

penuh semangat, mengejar sasaran ketika mereka terdorong oleh visi dan misi sekolah yang jelas dengan kekuatan serta ketersedian sarana belajar yang memadai untuk mencapai tujuan sekolah. Kekuatan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah kerja sama dan semangat kerja yang solid diantara personil sekolah. Berikut beberapa cara yang dapat ditempuh sekolah untuk membangkitkan semangat personil sekolah dalam membangun budaya dan iklim sekolah yang memiliki semangat yang solid adalah: 1. Mengajak seluruh personil sekolah seperti guru, staf, dan siswa juga orang tua siswa, komite dan masyarakat dalam jamuan makan siang bersama di sekolah dan menyatakan hal-hal yang berhubungan dengan program sekolah terutama jika terjadi perubahan dalam program dan lingkungan sekolah dan melibatkan mereka dalam proses perubahan tersebut. 2. Senantiasa mengkomunikasikan segala informasi baru kepada seluruh personil sekolah terutama hal-hal yang menyangkut peningkatan mutu dan kualitas pendidikan di sekolah. 3. Senantiasa mendorong mereka untuk memperbaiki proses, prosedur atu aspekaspek yang berkaitan dengan peningkatan proses belajar mengajar baik itu di dalam kelas dan lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. 4. Kepala sekolah senantiasa dapat menunmbuhkan dan mendukung pertumbuhan pribadi maupun profesionalisme guru, staf dan siswa dalam berprestasi dan membangun sekolah yang berkualitas dalam iklim dan suasana yang menyenangkan. E. Kepemimpinan dalam Pemberdayaan, Kemandirian dan Otonomi Setiap orang ingin diperlakukan sebagai bagian dari organisasi demikian halnya di dalam sekolah, setiap personilnya ingin dipercaya dan dihargai. Kepemimpinan kepala sekolah yang menekankan pada pemberdayaan dalam budaya dan iklim sekolah akan memberikan kesempatan, tanggung jawab dan kewenangan kepada personil sekolah untuk melaksanakan segala sesuatu menurut cara mereka sendiri dan diberi kesempatan dalam pengambilan keputusan dengan resiko dari efek keputusan yang dilakukan, akan membuat mereka lebih senang dalam bekerja dan berkarya. Tidak ada yang dapat memompa personil sekolah lebih total, kecuali inisiatif pribadi atau usaha kerasnya untuk memberikan hasilkerja dan karya yang lebih baik jika mereka dihargai, diberikan kebebasan untuk mandiri. Akan masuk akal jika para kepala sekolah mengetahui bahwa pemberdayaan, kemandirian dan otonomi yang besar kepada seluruh personil sekolah akan meningkatkan produktifitas mereka, meskipun sekali-sekali mereka membuat kesalahan bukan berarti mereka gagal dalam tugas, mungkin saja itu awal dari keberhasilan yang tertunda. Faktor-faktor yang dapat diperhatikan oleh kepala sekolah dalam menerapkan prinsipprinsip pemberdayaan, kemandirian dan otonomi dalam kepemimpinan kepala sekolah sebagai berikut: 1. Ketika guru dan staf menunjukkan hasil kerja atau karya yang baik dan meraih sukses/prestasi, berilah dia kesempatan untuk melaksanakan kerja berikutnya. 2. Jika memungkinkan untuk memberikan mereka fleksibilitas jam kerja, maka fokuskan pada hasil kerja atau karya mereka bukan pada kehadiran mereka. 3. Jika mereka memiliki kinerja yang tinggi, beri kesempatan kepada mereka bekerja dirumah dan menetapkan jadwal mereka sendiri. 4. Untuk menjalin iklim dan hubungan yang baik antara kepala sekolah dengan guru, staf dan siswa, maka hubungan antara mereka harus jelas baik dari segi

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

48

struktur maupun wewenang dan tanggung jawab mereka agar mereka lebih fokus dalam melaksanakan tugas dalam bidangnya. F. Komunikasi, Inisiatif dan Fleksibilitas Apa yang membuat budaya dan iklim sekolah menjadi lebih baik dan kondusif? Dasarnya adalah implementasi kepemimpinan sekolah yang menghargai inisiatif personil sekolah sehingga semangat dan tanggung jawab moral dalam bekerja dan berkarya tumbuh dan berkembang dan secara otomatis produktivitas kerja mereka akan meningkat. Seperti semua inisiatif yang lain, kepemimpinan yang bagus adalah kunci untuk implementasi yang afektif. Bila perubahan sistemik dilaksanakan tanpa perubahan budaya dan iklim organisasi sekolah, implementasinya sering gagal dan kembali ke keadaan sebelumnya. Insiatif yang dibangun dari proses komunikasi terbuka, hasil diskusi dan tukar pikiran akan menambah semangat mereka dalam bekerja. Contoh kongkrit dapat dilihat dari peran guru dalam proses belajar mengajar yang cukup komunikatif dan memiliki inisiatif-inisiatif yang senantiasa dikomunikasikan dengan kepala sekolah dan guru lainnya akan tampil prima dan produktif dalam melaksanakan peran mereka dan hal ini sangat mendukung guru di lapangan dan proses belajar-mengajar secara maksimal dapat ditentukan oleh informasiinformasi baru yang diperoleh. Komunikasi merupakan mata rantai yang paling penting dalam mempersatukan sebuah komunitas sekolah, karena melalui komunikasi dapat diperoleh informasi secara vertikal maupun horisontal. Budaya dan iklim sekolah yang membangun komunikasi diantara personil sekolah akan membentuk hubungan yang lebih baik diantara mereka sekaligus memberikan informasi dalam perbaikan proses, metode dan strategi, evaluasi dan hasil serta kualitas mutu pendidikan secara kontinu. Cukup banyak sekolah yang berhasil menemukan cara mudah untuk membanguan semangat guru, staf dan siswa melalui komunikasi dan inisiatif seperti cara berikut: 1. Mengupayakan pertemuan dengan guru, staf dan siswa yang paling jarang berinteraksi dengan anda. 2. Memberikan tugas kepada mereka dan ikuti perkembangan mereka dalam melaksanakan tugas tersebut. 3. Sisihkan sedikit waktu luang anda untuk mengunjungi setiap ruang kelas, ruang guru dan staf serta layanan pendukung siswa di sekolah untuk berinteraksi langsung dengan mereka yang sebelumnya tidak pernah anda jumpai. 4. Gunakan waktu anda lebih banyak dengan personil sekolah selama sekolah melewati masa-masa krisis seperti nilai ujian nasional rendah atau prestasi belajar siswa menurun. Hal ini dapat membangkitkan semangat mereka. Sekolah adalah suatu organisasi yang dipimpin oleh seorang pemimpin dengan jabatan kepala sekolah. Menurut Davis & Thomas (1989) dalam suatu sekolah yang bagus kita dapat menjumpai kepala sekolah yang agresif, professional dan dinamis, tekun menyediakan program-program pendidikan yang dianggap penting. Deskripsi singkat kualitas dan perilaku yang menandai sekolah yang berhasil antara lain: 1. Memiliki visi yang kuat tentang masa depan sekolahnya (sekolah akan menjadi apa) dan mendorong stafnya untuk bekerja dan berusaha untuk merealisasikan visi sekolah. 2. Memiliki harapan yang tinggi baik terhadap prestasi siswa maupun kinerja para guru dan staf sekolah. 3. Mengamati guru dalam kelas dan memberikan masukan yang positif dan konstruktif dalam menyelesaikan masalah peningkatan pembelajaran. 4. Mendorong pemanfaatan waktu mengajar yang efisien dan merancang prosedur untuk meminimalkan gangguan.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

49

5. 6. 7. 8.

9.

10.

Memanfaatkan bahan dan tenaga secara kreatif Memonitor prestasi individu dan kelompok siswa dan memanfaatkan informasi untuk perencanaan pendidikan sekolah dan pembelajaran. Peran aktif kepala sekolah dalam menciptakan sekolah yang efektif dimana setiap orang memperhatikan perbaikan dan peningkatan pembelajaran. Kepala sekolah sebaiknya menilai tugas-tugas harian guru dan meyakinkan bahwa setiap kelas ada gurunya baik sebaagai guru bidang studi, guru kelas maupun sebagai wali kelas dan setiap guru akan mengelola kelasnya dengan baik. Sepanjang hari kepala sekolah memonitor jalannya pekerjaan, menjadwal, mengorganisasi dan mengalokasikan sumber-sumber dan menangani masalah keselamatan dan keteretiban. Kepala sekolah juga harus bisa bertindak sebagai perantara yang mengalirkan informasi dan menjawab berbagai pertanyaan dalam berbagai hal karena sebagian pekerjaan kepala sekolah adalah pekerjaaan verbal.

Kepala sekolah yang efektif adalah kepala sekolah yang dapat melakukan langkahlangkah kongkrit untuk membantu pengembangan orientasi harapan yang tinggi yang mencerminkan peran kepemimpinan pengajaran. Terdapat delapan kategori kepala sekolah efektif berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan lapangan: 1. Kepala sekolah dapat memainkan peran dalam meningkatkan kesadaran perlunya perbaikan sekolah dan harapan prestasi yang tinggi dan pencapaian konsensus untuk perubahan tersebut. 2. Kepala sekolah dapat aktif dalam penciptaan dan perbaikan yang konkrit. Kepala sekolah juga dapat melibatkan orang tua dalam upaya pengajaran di sekolah. 3. Kepala sekolah dapat menciptakan sistem hadiah untuk setiap siswa dan guru yang medukung orientasi akademik dan merangsang keunggulan (excellence) dan penampilan siswa dan guru. 4. Tingkah laku yang sentral kepala sekolah yang efektif adalah memonitoring perkembangan siswa, khususnya dalam nilai tes setiap siswa dalam setiap tingkatan dan kelas. Tindakan ini secara instrinsik mencerminkan fokus dan nilai akademis. 5. Kepala sekolah dapat memperoleh sumber-sumber material yang diperlukan untuk pengajaran yang efektif dan menggunakannya secara kreatif sesuai dengan prioritas akademik. 6. Kepala sekolah bertanggung jawab terhadap penciptaan lingkungan sekolah yang tertip dan aman. 7. Kepala sekolah dapat memonitor faktor-faktor lain yang terkait dengan prestasi, faktor yang terkait dengan perbaikan yang secara implisit menekankan suasana dan budaya akademik. 8. Fungsi utama kepala sekolah yang efektif adalah mengamati guru dalam kelas dan merundingkan dengan mereka tentang cara menangani masalah dan perbaikan pengajaran, hal ini dapat dilakukan pada setiap akhir bulan atau setiap triwulan dalam program sekolah. 9. Kepala sekolah tidak seharusnya melakukan kegiatan administrasi sekolah sendiri, tetapi kepala sekolah harus dapat membagi tugas, pekerjaan kepada orang lain dalam organisasi sekolah, sehingga tujuan akhir sekolah dapat tercapai dengan baik. Seorang kepala sekolah yang efektif adalah seseorang yang memilki kecakapan dalam hubungan antara manusia, memiliki keahlian dan pemahaman yang mendalam terhadap kurikulum dan pengajaran.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

50

Kepemimpinan instruksional kepala sekolah dalam menentukan iklim dan budaya sekolah sangat erat kaitannya dengan kemampuan mengajar guru dan motivasi belajar siswa bahkan sangat berkaitan dengan mutu lulusan. Hal ini dapat dilihat dari implementasi dan pemeliharaan perubahan yang positif terhadap proses dan hasil belajar siswa. Dapat dikatakan bahwa kualitas mutu lulusan suatu sekolah sangat dipengaruhi oleh kualitas manajemen pengelolaan sekolah. Kepemimpinan kepala sekolah sangat berperan dalam menciptakan suasana belajar yang menarik dan kondusif, komitmen dan tanggung jawab guru serta kepatuhan dan kesungguhan para siswa untuk belajar, kepatuhan dan kesungguhan guru dalam meningkatkan kualitas pengajaran dan kepatuhan dan tanggung jawab staf sekolah dalam memberikan pelayanan kepada siswa, guru dan kepala sekolah. Karakter kepemimpinan kepala sekolah dengan budaya dan iklim yang kondusif dapat dilihat pada beberpa indikator sebagai berikut: 1. Membantu siswa dalam kegiatan belajar mengajar dan mendorong semangat belajar siswa. Deskripsi kompotensi yang harus dimiliki oleh seorang kepala sekolah adalah sebagai berikut : 1) Memiliki visi dan pandangan yang jelas dan tegas dalam kepemimpinan sekolah. 2) Kepala sekolah sangat perhatian terhadap kemajuan belajar siswa. 3) Kepala sekolah mengerahkan sumber belajar dan dukungannya demi pencapaian tujuan pembelajaran. 4) Kepala sekolah selalu memberi penjelasan kepada siswa dalam menghadapi hal-hal yang baru, terutama dalam upaya peningkatan mutu pengajaran disekolah. 5) Kepala sekolah mempunyai perhatian terhadap permasalahan belajar siswa. 6) Kepala sekolah memiliki sikap suka membantu siswa belajar dan menghadapi kesulitan. 7) Kepala sekolah menciptakan suasana kerja yang kreatif dan produktif dengan menyediakan berbagai fasilitas dan perlengkapan yang dapat mendorong siswa mengembangkan bakat minat dan ketrampilannya. 8) Kepala sekolah membuat program secara teratur untuk mengembangkan pengetahuan siswa melalui les/kursus-kursus, lomba dan latihan-latihan yang bersifat edukatif. 9) Kepala sekolah mendorong semangat belajar siswa dengan menumbuhkan keyakinan dalam mencapai prestasi yang tinggi. b) Menciptakan suasana sekolah yang kreatif/dinamis serta meningkatkan kelancaran komunikasi. Deskripsi kompotensi yang harus dimiliki oleh seorang kepala sekolah adalah sebagai berikut: a) Sebagai manajer perencana, secara langsung kepala sekolah bertugas mengawasi pelaksanaan tugas-tugas aparat sekolah secara berkesinambungan b) Kepala sekolah sebagai panutan bagi siswa, guru dan staf sekolah sebagai pemimpin sekolah. c) Kepala sekolah suka menerima dan mempertimbangkan ide atau gagasan yang disampaikan oleh guru dan siswa. d) Kepala sekolah sering mengunjungi guru mengajar. e) Kepala sekolah bersemangat dalam melaksanakan tugas sehari-hari. f) Kepala sekolah memiliki sikap bersahabat, ramah dan dekat dengan siswa, guru dan staf sekolah. g) Kepala sekolah melibatkan para siswa, guru dan orangtua siswa dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi sekolah.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

51

Kepala sekolah melibatkan para siswa, guru dan orangtua siswa dalam menyusun peraturan-peraturan sekolah. i) Kepala sekolah menunjukkan kepribadian yang menyenangkan, terbuka dalam memimpin sekolah. j) Kepala sekolah sangat tegas terhadap peraturan-peraturan sekolah (disiplin) dan tanpa pandang bulu, namun tetap bersikap terbuka untuk kritik dan saran 1. Mengembangkan kepemimpinan administratif. Kepala sekolah bertugas untuk memperbaiki manajemen sekolah serta bertanggung jawab dalam pelaksanaan keputusan manajemen dan kebijakan sekolah melalui upaya-upaya berikut. a. Mengembangkan perencanaan pembelajaran yang mendukung sekolah berbasis masyarakat. b. Mengatur, memelihara dan memungkinkan terciptanya budaya sekolah dan program pembelajaran yang kondusif bagi pengajaran siswa dan mengembangkan kompetensi staf. Kepala sekolah bertanggung jawab dalam pelaksanaan dan peningkatan mutu program pengajaran. Selain itu kepemimpinan kepala sekolah akan sangat menentukan kualitas iklim sekolah yang memungkinkan berlangsungnya proses belajar mengajar dan kerja sama antar aparat sekolah yang baik sehingga penyelenggaraan pendidikan di sekolah bisa berhasil. c. Mengembangkan manajemen sekolah melalui proses pengorganisasian, pelaksanaan dan penggunaan berbagai sumber daya yang tepat, efesien dan penciptaan lingkungan belajar yang efektif. d. Kerja sama dengan orangtua dan masyarakat baik dalam merespon minat dan kebutuhan masyarakat maupun untuk meningkatkan peran serta masyarakat di sekolah. e. Mengembangkan pola perilaku dan tindakan yang didasari oleh integritas dan etika dalam bersikap. Berikut ini dikemukakan beberapa saran mengenai model kepemimpinan kepala sekolah dalam manciptakan budaya dan iklim sekolah yang kondusif sebagai berikut: 1. Kembangkan konsep kecerdasan ganda pada setiap pembelajaran dengan melibatkan panca indera supaya pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik siswa, khususnya bakat dan kemampuannya yang unik melalui penglihatan, pendengaran dan perasaannya. 2. Ciptakan pusat kecerdasan ganda untuk melayani setiap gaya belajar. 3. Bangun jaringan informasi rumah-sekolah-multimedia yang bersifat hangat dan personal. 4. Dirikan sebuah pelabuhan ilmu sebagai pusat teknologi informasi dengan tiga cabang: a) Sebuah pusat produksi dan komunikasi multimedia. b) Sebuah penerbit multimedia, khususnya dibidang materi belajar. c) Sebuah pusat pembelajaran bagi guru dan kalangan lain yang berurusan dengan siswa, dengan penekanan khusus pada teknologi baru. 5. Buat proyek lain untuk mempromosikan konsep belajar sepanjang hayat: Sebuah sekolah/kelas tanpa dinding sehingga para murid bisa belajar dari berbagai pengalaman. Metode pembelajaran Spider Web, Menghubungkan satu pelajaran dengan pelajaran yang lain. Sebuah pusat multimedia yang berfungsi sebagai sumber daya keluarga dan masyarakat.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

h)

52

Selain beberapa cara di atas yang dilakukan oleh kepala sekolah sebagai pemimpin dalam mengembangkan budaya dan iklim sekolah, kepemimpinan juga dapat dilihat dari prosesnya. Proses kepemimpinan mencakup dua dimensi penting, yaitu beban kepemimpinan dan bentuk atau gaya kepemimpinan (Townsend, 1994). Beban kepemimpinan berkaitan dengan sejauhmana tanggung jawab kepemimpinan diambil alih atau didelegasikan oleh kepala sekolah terhadap semua aspek operasi sekolah. Bentuk kepemimpinan berkaitan dengan gaya kepemimpinan yang digunakan oleh kepala sekolah, apakah otoritarian, hierakis, demokratis, berorientasi tugas atau berorientasi manusia. Adapun gaya kepemimpinan yang dikembangkan tergantung pada kondisi operasional sekolah. Beberapa penelitian yang dilakukan di Inggris menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan otokratik dan gaya yang terlalu demokratik kurang efektif dibandingkan dengan gaya kepemimpinan situasional (Mortimore, 1993). Gaya kepemimpinan situasional didasarkan pada anggapan bahwa tidak ada gaya kepemimpinan yang terbaik, melainkan tergantung pada situasi yang menyertainya. Situasi itu antara lain tingkat kematangan para bawahan. Tingkat kematangan seseorang dapat dilihat dari dua dimensi. Dimensi pertama adalah kemampuan (keterampilan dan pengetahuan) dan dimensi kedua adalah kemauan (tanggung jawab dan komitmen). Kombinasi kedua dimensi ini melahirkan empat tipe kematangan manusia sebagaimana digambarkan pada kuadran berikut. (Tinggi) Kemampu an Kemampuan Rendah Kemampuan Rendah Kemauan Rendah Kemauan Tinggi (Rendah) (M1) (M2) (Rendah) Kemauan (Tinggi) Gambar 19.4 Tingkat Kematangan Manusia (Hersey dan Blancard, 1982:152) Dari gambar tersebut, tingkat kematangan manusia digolongkan ke dalam empat kategori: M1, M2, M3, dan M4. Menurut teori kepemimpinan situasional, gaya kepemimpinan yang tepat bervariasi menurut tingkat kematangan tersebut. Hal ini digambarkan pada tabel 7.1 berikut. Tabel 19.5 Gaya Kepemimpinan dan Kematangan Bawahan (Hersey dan Blancard, 1982:152) Tingkat Kematangan M1 a. Kematangan Rendah (Tidak mampu dan tidak mau) M2 Kematangan RendahSedang (Tidak mampu tetapi mau) M3 f. Kematangan Sedang-Tinggi (Mampu tetapi tidak mau)
d.

Kemampuan Tinggi Kemauan Rendah (M3)

Kemampuan Tinggi Kemauan Tinggi (M4)

Gaya Kepemimpinan yang Tepat b. G1 c. Direktif (Perilaku tugas tinggi dan hubungan manusia rendah) G2 e. Konsultatif (Perilaku tugas tinggi dan hubungan manusia tinggi) G3 g. Partisipatif (Perilaku tugas rendah dan hubungan manusia tinggi) 53

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

h.

M4 Kematangan Tinggi (Mampu dan mau)

G4 Delegatif (Perilaku tugas rendah dan perilaku hubungan rendah)


i.

Dari tabel 2 tersebut dijelaskan bahwa bawahan yang kematangannya rendah (M1) lebih cocok dipimpin dengan gaya direktif; bawahan dengan tingkat kematangannya rendahsedang (M2) lebih cocok dipimpin dengan gaya konsultatif; bawahan dengan tingkat kematangan sedang-tinggi (M3) lebih cocok dipimpin dengan gaya partisipatif; sedangkan bawahan dengan tingkat kematangan tinggi (M4) lebih cocok dipimpin dengan gaya delegatif. Di samping kecenderungan mempraktekkan gaya kepemimpinan situasional, kepala sekolah yang efektif dalam mengembangkan budaya dan iklim sekolah melakukan hal-hal berikut. 1. Melakukan pengambilan keputusan partisipatif Keputusan penting, khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran di sekolah perlu melibatkan para guru dan staf. Keterlibatan mereka menjadi sangat penting karena: (1) kepala sekolah sebagai pimpinan dapat menerima masukan dari berbagai sudut pandang; (2) dapat meningkatkan kualitas keputusan, (3) dapat memberikan penghargaan kepada guru dan staf atas pendapat-pendapat mereka, dan (4) dapat mengikat komitmen mereka dalam melaksanakan dan mengawasi keputusan. Mekanisme pengambilan keputusan partisipatif dapat dilakukan secara formal maupun informal. Secara formal dilakukan melalui rapat-rapat sekolah, sedangkan secara informal dilakukan melalui pertemuan-pertemuan insidentil seperti arisan, olahraga, dan lain sebagainya. Selain itu, kepala sekolah juga perlu melibatkan pengurus komite sekolah bahkan orangtua dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan pengembangan sekolah. 2. Melakukan kegiatan supervisi. Kegiatan supervisi adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas kegiatan di sekolah, khususnya dalam pengembangan budaya dan iklim sekolah. Kegiatan ini dilakukan untuk melihat bagian mana dari kegiatan sekolah yang masih kurang dan diupayakan untuk diperbaiki. Demikian pula, kegiatan yang sudah baik diupayakan untuk dapat ditingkatkan menjadi lebih baik lagi. Kegiatan supervisi tidak hanya terbatas pada proses pembelajaran yang terjadi di kelas saja, tetapi juga pada aspek-aspek administrasi yang berfungsi sebagai pendukung terlaksananya pembelajaran yeng efektif. Aspek-aspek administrasi yang dimaksud misalnya, ketersediaan administrasi kesiswaan yang rapi dan informatif, kumpulan soal, administrasi penilaian, dan lain-lain. Waktu pelaksanaan supervisi kadang-kadang tidak perlu dirancang waktunya, namun perlu dilakukan secara berkesinambungan. Kapan diperlukan dan dirasakan perlunya peningkatan, maka supervisi dilaksanakan. Biasanya, supervisi ini dilakukan oleh kepala sekolah atau pengawas. Efektivitas sebuah proses pembelajaran dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: (1) siswa, (2) guru, (3), kurikulum, (4) sarana dan prasarana, dan (6) lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah dibagi ke dalam empat aspek seperti lingkungan fisik, lingkungan sosial, lingkungan personil, dan lingkungan kerja. Faktorfaktor inilah yang menjadi ruang lingkup kegiatan supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

54

Beberapa cara yang dapat digunakan oleh kepala sekolah dalam melakukan kegiatan supervisi budaya dan iklim sekolah adalah: a Kepala sekolah melakukan kunjungan-kunjungan kelas untuk mengamati secara langsung kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan budaya serta iklim sekolah yang tercipta. Kunjungan kelas dapat dilakukan secara tiba-tiba atau atas kesepakatan antara kepala sekolah dan guru. b Kepala sekolah membantu guru dalam mengidentifikasi kesulitan yang dihadapi guru dalam pembelajaran dan faktor penciptaan budaya dan iklim belajar siswa. Kesulitan-kesulitan itu dapat berhubungan dengan strategi pembelajaran, pengelolaan kelas maupun materi pembelajaran. c Kepala sekolah bersama guru mendiskusikan cara-cara pemecahan masalah guru. Diskusi diharapkan menghasilkan diagnosis pemecahan dan secara bersama mengupayakan tindak lanjut untuk memperbaikinya. d Contoh lembar kegiatan supervisi dapat dilihat pada lampiran kegiatan supervisi yang terdapat di bagian akhir dari bab ini. 3. Memberdayakan warga sekolah Strategi pemberdayaan merupakan inspirasi banyak organisasi dewasa ini. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia dalam organisasi merupakan aset yang perlu dipelihara dan dikembangkan bagi peningkatan organisasi. Di sekolah terdapat sejumlah tenaga profesional, khususnya guru, yang perlu dikembangkan dan didayagunakan. Beberapa sekolah yang sukses menerapkan strategi pemberdayaan melalui berbagai program-program pengembangan profesional guru. Selain itu, kemauan kepala sekolah mendelegasikan sebagian pekerjaan juga merupakan salah satu strategi yang banyak terbukti mendorong semangat tim di sekolah. Dalam situasi yang lain, kepala sekolah melibatkan stafnya dalam berbagai pengambilan keputusan penting. 4. Memperhatikan kebutuhan pelanggan Osborne dan Plastrik (1997) mengembangkan gagasan mengenai perlunya organisasi pemerintah memiliki strategi pelanggan dalam meningkatkan akuntabilitasnya. Akuntabilitas berarti sejauhmana suatu lembaga bertanggung jawab kepada pelanggan produk atau jasa yang dihasilkan. Semakin puas pelanggan terhadap produk atau jasa yang dihasilkan, semakin akuntabel suatu lembaga. Karena itu penerapan strategi pelanggan akan memaksa sekolah dalam memperbaiki kinerjanya. Definisi tentang pelanggan meliputi pelanggan dari dalam sekolah dan dari luar sekolah. Pelanggan dari dalam sekolah meliputi: siswa, guru, tenaga administrasi sedangkan pelanggan dari luar sekolah meliputi orangtua, masyarakat, pemerintah dan pihak terkait lainnya. Baik pelanggan dari dalam sekolah, terlebih dari luar sekolah, perlu mendapat kepuasan. Karena itu kepala sekolah sebagai manajer perlu mengembangkan cara-cara baru dalam memenuhi kepuasan pelanggannya. Identifikasi kebutuhan pelanggan ini dapat dilakukan melalui analisis SWOT. Di samping keempat karakteristik tersebut, beberapa indikator kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dikemukakan berikut ini. a Kepala sekolah menyiapkan waktu untuk berkomunikasi secara terbuka dengan para guru, staf dan siswa. b Kepala sekolah menekankan kepada guru dan staf untuk memenuhi normanorma pembelajaran dengan disiplin yang tinggi. c Kepala sekolah memantau kemajuan belajar siswa melalui guru sesering mungkin berdasarkan pada data prestasi belajarnya.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

55

Kepala sekolah menyediakan dana yang diperlukan untuk menjamin pelaksanaan program-program pembelajaran sesuai dengan prioritasprioritas program yang telah ditentukan. e Kepala Sekolah memberikan dukungan pada guru untuk menegakkan kedisiplinan siswa. f Kepala sekolah peka terhadap kebutuhan siswa, guru, staf, orangtua dan masyarakat. g Kepala sekolah menunjukkan sikap dan perilaku yang dapat menjadi anutan atau model bagi guru dan siswa. h Ruang kepala sekolah terbuka bagi guru, siswa, dan orangtua untuk berkonsultasi atau berdiskusi secara pribadi mengenai permasalahan yang mereka hadapi berkaitan dengan pendidikan dan pembelajaran di sekolah. i Kepala sekolah transparan, akuntabel dan profesional khususnya dalam pengelolaan keuangan. j Kepala sekolah mendorong guru, staf dan siswa melakukan inovasi di sekolah. k Kepala sekolah membangun kelompok kerja aktif. l Kepala sekolah memiliki komitmen yang jelas terhadap penjaminan mutu sekolah. m Kepala sekolah mengidentifikasi misi organisasi supaya dapat menyusun tugas-tugas dan memberitahukan kepada seluruh karyawan. n Kepala sekolah menciptakan lingkungan yang fleksibel yang di dalamnya orang-orang tidak hanya dinilai dari, tetapi dianjurkan untuk mengembangkan potensi mereka secara penuh. o Membentuk budaya organisasi agar kreatifitas otonom dan proses belajar secara berkelanjutan menggunakan pertumbuhan jangka panjang sebagai sasaran, bukan keuntungan jangka pendek. p Mengubah organisasi dari piramid yang kaku menjadi lingkaran yang lentur, di mana jaringan-jaringan berkembang dari unit-unit otonom. q Menganjurkan inovasi, eksperimentasi dan menanggung resiko dari perubahan yang terjadi. r Mengantisipasi masa depan dengan membaca masa sekarang s Secara konstan mempelajari organisasi dari dalam dan luar organisasi dan mengidentifikasi hubungan-hubungan yang lemah dalam rangkaian seluruh kegiatan yang ada serta memperbaikinya. t Berfikir secara global, bukan hanya secara nasional dan lokal dalam menerima dan mengelola setiap informasi dan kegiatan yang ada dalam oraganisasi. u Proaktif, senang dengan perbedaan dan ketikpastian sehingga menumbuhkan kreatifitas dan inovatif guru dalam proses pembelajaran. Di samping memenuhi indikator-indikator tersebut, dalam penelitian sekolah efektif, kompetensi kepemimpinan yang diperlukan di sekolah tercermin dari beberapa karakteristik kepemimpinan berikut ini (Tiong, 1997): a. Kepala sekolah yang adil dan tegas dalam mengambil keputusan. b. Kepala sekolah yang membagi tugas secara adil kepada guru. c. Kepala sekolah yang memahami perasaan guru d. Kepala sekolah yang terampil dan tertib e. Kepala sekolah yang berkemampuan dan efisien f. Kepala sekolah yang memiliki dedikasi dan rajin g. Kepala sekolah yang tulus.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

56

h. Kepala sekolah yang percaya diri. Dalam dokumen The School Leadership Context beberapa karakteristik kepemimpinan kepala sekolah yang baik menurut guru adalah: a Memiliki komitmen b Memiliki energi c Diterima oleh guru, staf, siswa dan orangtua d Pendengar yang baik e Dapat menyesuaikan diri dengan perubahan f Menyediakan waktu bagi siswa g Konsisten dan jujur h Memiliki selera humor i Mengekspresikan perasaan j Berbagi tanggung jawab dan kekuasaan k Terampil dalam hubungan manusia l Mendorong individu dan kelompok untuk mengambil alih kepemimpinan LAMPIRAN (CONTOH) LEMBAR KEGIATAN SUPERVISI BUDAYA DAN IKLIM SEKOLAH Nama Guru/Kelas : / Semester / Tahun Ajaran: Mata Pelajaran : Tanggal : PraktekBentuk Rencana praktek yang Permasalahan Komponen Aspek yang Diobservasi Tindak baik yang telah dan Kendala Lanjut dilakukan yang Dialami 1. Pengaturan kelas Pengelolaan 2. Poster afirmasi Kelas 3. Dsb 4. Kesesuaian strategi Strategi pembelajaran dalam pembelajaran menciptakan budaya belajar 5. Pemilihan strategi yang bervariasi 6. Dsb. 7. Cara guru Hubungan berkomunikasi sosial dengan dengan siswa siswa 8. Teknik pengaturan kelas yang memudahkan berkomunikasi 9. Dsb Budaya kelas 10. Penanaman budaya prestasi pada siswa 11. Dsb. Supervisor: (Nama dan tandatang
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

57

DAFTAR RUJUKAN Anonim 1. 1990. Kamus manajemen. Mandar Maju. Bandung Anonim 2. 2007. 1001 Cara Untuk Memberikan Imbalan Kepada Karyawan. Karisma Publishing Group. Batam Center. Anonim 3. 1999. Manajemen Jilid II (Edisi bahasa Indonesia). PT. Prenhallindo. Jakarta Arcaro. 2005. Pendidikan Berbasis Mutu. Pustaka Pelajar. Jakarta Cheng, Y. C. 1993. Profiles of organizational culture and effective schools. School Effectiveness and School Improvement, 4(2):85-110. Fisher & Fraser, 1990. School Climate, (SET research information for teachers No.2). Melbourne: Australian Council for Educational Research. Freiberg. 1998. Measuring school climate: Let me count the ways. Educational Leadership. Hoy. & Hannum, 1997. Middle school climate: An empirical assessment of organisational health and studentc achievement. Educational Administration Quarterly. Hughes, 1991. Teachers' professional development. Melbourne, Victoria: Australian Council for Educational Research. Juran. 1989. On Leadeship Of Quality Free Press. Mc. Millan Inc. USA Koentjoroningrat. 1974. Kebudayaan Mentaliter dan Pemberdayaan. Gramedia. Jakarta Luthans, F. 2006. Organization Behavior 10th Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. Moekijat, Drs. 1990. Asas-asas Perilaku Organisasi. Cv. Mandar Maju. Bandung Mortimore, P. 1993. School effectiveness and the management of effective learning and teaching. School Effectiveness and School Improvement; 4(4):290-310. Moedjiarto. 1990. Persepsi terhadap Karakteristik yang Membedakan Sekolah Menengah Atas dengan Prestasi Aki:zdemik Tinggi dan Sekolah Menengah Atas dengan Prestasi Akademik Rendah di Surabaya. Disertasi. Tidak diterbitkan: Malang: Fakultas Pasca Sarjana Intitut Keguruan dan llmu Pendidikan Malang. Nelson 2007. 1001 Cara Untuk Menjadikan Karyawan Bersemangat. Karisma Publishing Group. Batam Center. Papanastasiou, 2002. School, teaching and family influence on student attitudes toward science: Based on TIMSS data for Cyprus. Studies in Educational Evaluation, . Paul dan Ken Blancher. 1992. Manajemen Perilaku Organisasi : Pemberdayaan Sumber Daya Manusia. Alih Bahasa Agus Darma. Edisi keempat. Erlangga. Jakarta. Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara. 2002. Diterbitkan Kementrian Pendayagunaan Budaya Kerja Aparatur Negara RI. Jakarta. Purkey, & Smith, 1985. Too soon to cheer? Synthesis of research on effective schools. Educational Leadership. Robins, 1994. Teori Organisasi ( Struktur, Desain & Aplikasi). Arcan. Jakarta Robins, & Mary Coulter. 1999. Manajemen Jilid I (Edisi bahasa Indonesia). PT. Prenhallindo. Jakarta Samdal, Wold, & Bronis, 1999. Relationship between students' perceptions of school environment, their satisfaction with school and perceived academic achievement: An international study. School Effectiveness and School Improvement, 10(3), 296-320. Slater, dan Teddlie, 1992. Toward a theory of school effectiveness and leadership. School Effectiveness and School Improvement, 3(4):242-257. Supriyanto, 2006. Budaya Kerja Perbankan (Jalan Lurus Menuju Integritas ) Sambutan Burhanuddin Abdullah. Pustaka LP3ES. Jakarta Van de Grift, Houtveen, & Vermeulen, 1997. Instructional climate in Dutch secondary education. School Effectiveness and School Improvement. Taylor, B. O. dan Levine, D. V. 1991. Effective school project and school-based management. Phi Delta Kappan, Januari. 394-397.
PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

58

Townsend, T. 1994. Effecting Schooling For the CommUllity. London and New York, Routledge. Witte, J. F. dan Walsh, D. J. 1990, A systematic test of the effective school model. Educational Evaluation and Policy Analysis, 12(2):188-212.

PIKIR, DZIKIR, IKHTIAR

59

You might also like