You are on page 1of 14

POST PARTUM BLUES Post partum blues adalah keadaan di mana seorang ibu mengalami perasaan tidak nyaman

(kesedihan atau kemurungan)/gangguan suasana hati setelah persalinan, yang berkaitan dengan hubungannya dengan si bayi, atau pun dengan dirinya sendiri. Ketika plasenta dikeluarkan pada saat persalinan, terjadi perubahan hormon yang melibatkan endorphin, progesteron, dan estrogen dalam tubuh Ibu, yang dapat mempengaruhi kondisi fisik, mental dan emosional Ibu. Post-partum blues sendiri sudah dikenal sejak lama. Savage pada tahun 1875 telah menulis referensi di literature kedokteran mengenai suatu keadaan disforia ringan pasca-salin yang disebut sebagai milk fever karena gejala disforia tersebut muncul bersamaan dengan laktasi. Dewasa ini, post-partum blues (PPB) atau sering juga disebut maternity blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan afek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan atau pada saat fase taking in, cenderung akan memburuk pada hari ketiga sampai kelima dan berlangsung dalam rentang waktu 14 hari atau dua minggu pasca persalinan. ETIOLOGI Etiologi atau penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini belum diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya postpartum blues, antara lain: 1. Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin dan estradiol. Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum karena estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi noradrenalin dan serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan kejadian depresi. 2. Faktor demografi yaitu umur dan paritas. 3. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan. 4. Latar belakang psikososial ibu, seperti; tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta keadekuatan dukungan sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman). Apakah suami menginginkan juga kehamilan ini, apakah suami, keluarga, dan teman memberi dukungan moril (misalnya

dengan membantu pekerjaan rumah tangga, atau berperan sebagai tempat ibu mengadu/berkeluhkesah) selama ibu menjalani masa kehamilannya atau timbul permasalahan, misalnya suami yang tidak membantu, tidak mau mengerti perasaan istri maupun persoalan lainnya dengan suami, problem dengan orang tua dan mertua, problem dengan si sulung. 5. Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya. wanita lebih mungkin mengembangkan depresi post partum jika mereka terisolasi secara sosial dan emosional serta baru saja mengalami peristiwa kehidupan yang menakan. Ibu mengalami ketakutan pada bayinya tentang adanya ketidaksempurnaan pada bayinya. Ada beberapa hal yang menyebabkan post partum blues, diantaranya : 1. Lingkungan melahirkan yang dirasakan kurang nyaman oleh si ibu. 2. Kurangnya dukungan dari keluarga maupun suami. 3. Sejarah keluarga atau pribadi yang mengalami gangguan psikologis. 4. Hubungan sex yang kurang menyenangkan setelah melahirkan 5. Tidak ada perhatian dari suami maupun keluarga 6. Tidak mempunyai pengalaman menjadi orang tua dimasa kanak-kanak atau remaja. Misalnya tidak mempunyai saudara kandung untuk dirawat. 7. Takut tidak menarik lagi bagi suaminya 8. Kelelahan, kurang tidur 9. Cemas terhadap kemampuan merawat bayinya 10. Kekecewaan emosional (hamil,salin) 11. Rasa sakit pada masa nifas awal Pitt (Regina dkk, 2001), mengemukakan 4 faktor penyebeb depresi postpartum sebagai berikut :

a. Faktor konstitusional. Gangguan post partum berkaitan dengan status paritas adalah riwayat obstetri pasien yang meliputi riwayat hamil sampai bersalin serta apakah ada komplikasi dari kehamilan dan persalinan sebelumnya dan terjadi lebih banyak pada wanita primipara. Wanita primipara lebih umum menderita blues karena setelah melahirkan wanita primipara berada dalam proses adaptasi, kalau dulu hanya memikirkan diri sendiri begitu bayi lahir jika ibu tidak paham perannya ia akan menjadi bingung sementara bayinya harus tetap dirawat. b. Faktor fisik. Perubahan fisik setelah proses kelahiran dan memuncaknya gangguan mental selama 2 minggu pertama menunjukkan bahwa faktor fisik dihubungkan dengan kelahiran pertama merupakan faktor penting. Perubahan hormon secara drastis setelah melahirkan dan periode laten selama dua hari diantara kelahiran dan munculnya gejala. Perubahan ini sangat berpengaruh pada keseimbangan. Kadang progesteron naik dan estrogen yang menurun secara cepat setelah melahirkan merupakan faktor penyebab yang sudah pasti. c. Faktor psikologis. Peralihan yang cepat dari keadaan dua dalam satu pada akhir kehamilan menjadi dua individu yaitu ibu dan anak bergantung pada penyesuaian psikologis individu. Klaus dan Kennel (Regina dkk, 2001), mengindikasikan pentingnya cinta dalam menanggulangi masa peralihan ini untuk memulai hubungan baik antara ibu dan anak.. d. Faktor sosial. Paykel (Regina dkk, 2001) mengemukakan bahwa pemukiman yang tidak memadai lebih sering menimbulkan depresi pada ibu ibu, selain kurangnya dukungan dalam perkawinan. Menurut Kruckman (Yanita dan zamralita, 2001), menyatakan terjadinya depresi pascasalin dipengaruhi oleh faktor : 1. Biologis. Faktor biologis dijelaskan bahwa depresi postpartum sebagai akibat kadar hormon seperti estrogen, progesteron dan prolaktin yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam masa nifas atau mungkin perubahan hormon tersebut terlalu cepat atau terlalu lambat. 2. Karakteristik ibu, yang meliputi : a. Faktor umur. Sebagian besar masyarakat percaya bahwa saat yang tepat bagi seseorang perempuan untuk melahirkan pada usia antara 2030 tahun, dan hal ini mendukung masalah periode yang optimal bagi perawatan bayi oleh seorang ibu. Faktor usia perempuan yang

bersangkutan saat kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan dengan kesiapan mental perempuan tersebut untuk menjadi seorang ibu. b. Faktor pengalaman. Beberapa penelitian diantaranya adalah pnelitian yang dilakukan oleh Paykel dan Inwood (Regina dkk, 2001) mengatakan bahwa depresi pascasalin ini lebih banyak ditemukan pada perempuan primipara, mengingat bahwa peran seorang ibu dan segala yang berkaitan dengan bayinya merupakan situasi yang sama sekali baru bagi dirinya dan dapat menimbulkan stres. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Le Masters yang melibatkan suami istri muda dari kelas sosial menengah mengajukan hipotesis bahwa 83% dari mereka mengalami krisis setelah kelahiran bayi pertama. c. Faktor pendidikan. Perempuan yang berpendidikan tinggi menghadapi tekanan sosial dan konflik peran, antara tuntutan sebagai perempuan yang memiliki dorongan untuk bekerja atau melakukan aktivitasnya diluar rumah, dengan peran mereka sebagai ibu rumah tangga dan orang tua dari anakanak mereka (Kartono, 1992). d. Faktor selama proses persalinan. Hal ini mencakup lamanya persalinan, serta intervensi medis yang digunakan selama proses persalinan. Diduga semakin besar trauma fisik yang ditimbulkan pada saat persalinan, maka akan semakin besar pula trauma psikis yang muncul dan kemungkinan perempuan yang bersangkutan akan menghadapi depresi pascasalin. e. Faktor dukungan sosial. Banyaknya kerabat yang membantu pada saat kehamilan, persalinan dan pascasalin, beban seorang ibu karena kehamilannya sedikit banyak berkurang. INDIVIDU YANG BERESIKO 1. Ibu yang pernah mengalami gangguan kecemasaan termasuk depresi sebelum hamil 2. Kejadian-kejadian sebagai stressor yang terjadi pada ibu hamil, seperti kehilangan suaminya. 3. Kondisi bayi yang cacat, atau memerlukan perawatan khusus pasca melahirkan yang tidak pernah dibayangkan oleh sang ibu sebelumnya. 4. Melahirkan di bawah usia 20 tahun.

5. Tidak adanya perencanaan kehamilan atau kehamilan yang tidak diharapkan 6. Ketergantungan pada alkohol atau narkoba 7. Kurangnya dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga, suami, dan teman 8. Kurangnya komunikasi, perhatian, dan kasih sayang dari suami, atau pacar, atau orang yang bersangkutan dengan sang ibu. 9. Mempunyai permasalahan keuangan menyangkut biaya, dan perawatan bayi. 10. Kurangnya kasih sayang dimasa kanak-kanak 11. Adanya keinginan untuk bunuh diri pada masa sebelum kehamilan. GEJALA-GEJALA POST PARTUM BLUES Gejala gejala postpartum blues ini bisa terlihat dari perubahan sikap seorang ibu. Gejala tersebut biasanya muncul pada hari ke-3 atau 6 hari setelah melahirkan. Beberapa perubahan sikap tersebut diantaranya, yaitu : a. sering tiba-tiba menangis karena merasa tidak bahagia, b. tidak sabar, c. penakut, d. tidak mau makan, e. tidak mau bicara, f. sakit kepala sering berganti mood, g. merasa terlalu sensitif dan cemas berlebihan, h. tidak bergairah, i. tidak percaya diri, j. merasa tidak mempunyai ikatan batin dengan si kecil yang baru saja dilahirkan,

k. merasa tidak menyayangi bayinya, l. insomnia yang berlebihan. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Skrining untuk mendeteksi gangguan mood / depresi sudah merupakan acuan pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat dipergunakan beberapa kuesioner dengan sebagai alat bantu. b. Endinburgh Posnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca salin. c. EPDS juga telah teruji validitasnya di beberapa negara seperti Belanda, Swedia, Australia, Italia, dan Indonesia. EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 (dua) minggu kemudian. PENATALAKSANAAN/CARA MENGATASI POST PARTUM BLUES

1. Anjurkan ibu untuk merawat dirinya, yakinkan pada suami atau keluarga untuk selalu memperhatikan si ibu 2. 3. 4. 5. 6. Menu makanan yang seimbang Olah raga secara teratur Mintalah bantuan pada keluarga atau suami untuk merawat ibu dan bayinya. Rencanakan acara keluar bersama bayi berdua dengan suami Rekreasi

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut b.d trauma mekanis. 2. Resiko tinggi ketidakefektifan koping individu b.d perubahan emosional yang tidak stabil pada ibu. 3. Gangguan pola tidur b.d Respon hormonal dan psikologis (sangat gembira, ansietas, kegirangan), nyeri/ketidaknyamanan setelah melahirkan. 4. Risiko tinggi terhadap perubahan peran menjadi orang tua b.d pengaruh komplikasi fisik dan emosional. 5. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi b.d kurang pemajanan / mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber sumber. INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Nyeri akut b.d trauma mekanis. Tujuan : Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi ketidaknyamanan. Intervensi Keperawatan : Tentukan adanya, lokasi, dan sifat ketidaknyamanan Rasional : Mengidentifikasi kebutuhan kebutuhan khusus dan intervensi yang tepat. Inspeksi perbaikan perineum dan epiostomi Rasional : Dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan perineal dan terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi / intervensi lanjut. Berikan kompres es pada perineum, khususnya selama 24 jam pertama setelah kelahiran Rasional : Memberi anestesia lokal, meningkatkan vasokonstriksi, dan mengurangi edema dan vasodilatasi. Berikan kompres panas lembab ( misalnya ; rendam duduk / bak mandi)

Rasional : Meningkatkan sirkulasi pada perineum, meningkatkan oksigenasi dan nutrisi pada jaringan, menurunkan edema dan meningkatkan penyembuhan. Anjurkan duduk dengan otot gluteal terkontraksi diatas perbaikan episiotomi Rasional : Penggunaan pengencangan gluteal saat duduk menurunkan stres dan tekanan langsung pada perineum. Kolaborasi dalam pemberian obat analgesik 30-60 menit sebelum menyusui Rasional : Memberikan kenyamanan, khususnya selama laktasi, bila afterpain paling hebat karena pelepasan oksitosin.

2. Resiko tinggi ketidakefektifan koping individu b.d perubahan emosional yang tidak stabil pada ibu. Tujuan : Mengungkapkan ansietas dan respon emosional, mengidentifikasi kekuatan individu dan kemampuan koping pribadi, mencari sumber sumber yang tepat sesuai kebuuhan. Intervensi Keperawatan : Kaji respon emosional klien selama pranatal dan dan periode intrapartum dan persepsi klien tentang penampilannya selama persalinan. Rasional : Terhadap hubungan langsung antara penerimaan yang positif akan peran feminin dan keunikan fungsi feminin serta adaptasi yang positif terhadap kelahiran anak, menjadi ibu, dan menyusui. Anjurkan diskusi oleh klien / pasangan tentang persepsi pengalaman kelahiran Rasional : Membantu klien / pasangan bekerja melalui proses dan memperjelas realitas dari pengalaman fantasi.

Kaji terhadap gejala depresi yang fana ( " perasaan sedih " pascapartum ) pada hari ke-2 sampai ke-3 pascapartum ( misalnya ; ansietas, menangis, kesedihan, konsentrasi yang buruk, dan depresi ringan atau berat ) Rasional : Sebanyak 80 % ibu ibu mengalami depresi sementara atau perasaan emosi kecewa setelah melahirkan Berikan dukungan emosional dan bimbingan antisipasi untuk membantu klien mempelajari peran baru dan strategi untuk koping terhadap bayi baru lahir Rasional : Keterampilan menjadi ibu / orang tua bukan secara insting tetapi harus dipelajari Anjurkan pengungkapan rasa bersalah, kegagalan pribadi, atau keragu raguan tentang kemampuan menjadi orang tua Rasional : Membantu pasangan mengevaluasi kekuatan dan area masalah secara realistis dan mengenali kebutuhan terhadap bantuan profesional yang tepat. Kolaborasi dalam merujuk klien / pasangan pada kelompok pendukungan menjadi orang tua, pelayanan sosial, kelompok komunitas, atau pelayanan perawat berkunjung Rasional : Kira kira 40 % wanita dengan depresi pascapartum ringan mempunyai gejala gejala yang menetap sampai 1 tahun dan dapat memerlukan evaluasi lanjut.

3. Gangguan pola tidur b.d Respon hormonal dan psikologis (sangat gembira, ansietas, kegirangan), nyeri/ketidaknyamanan setelah melahirkan. Tujuan : Mengidentifikasi penilaian untuk mengakomodasi perubahan yang diperlukan dengan kebutuhan terhadap anggota keluarga baru, melaporkan peningkatan rasa sejahtera dan istirahat. Intervensi Keperawatan : Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat

Rasional : Persalinan atau kelahiran yang lam dan sulit, khususnya bila ini terjadi malam, meningkatkan tingkat kelelahan. Kaji faktor faktor, bila ada yang mempengaruhi istirahat Rasional : Membantu meningkatkan istirahat, tidur dan relaksasi dan menurunkan rangsang. Berikan informasi tentang kebutuhan untuk tidur / istirahat setelah kembali kerumah Rasional : Rencana yang kreatif yang membolehkan untuk tidur dengan bayi lebih awal serta tidur siang membantu untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Berikan informasi tentang efek efek kelelahan dan ansietas pada suplai ASI Rasional : Kelelahan dapat mempengaruhi penilaian psikologis, suplai ASI , dan penurunan refleks secara psikologis. Kaji lingkungan rumah, bantuan dirumah, dan adanya sibling dan anggota keluarga lain Rasional : Multipara dengan anak di rumah memerlukan tidur lebih banyak dirumah sakit untuk mengatasi kekurangan tidur dan memenuhi kebutuhannya.

4. Risiko tinggi terhadap perubahan peran menjadi orang tua b.d pengaruh komplikasi fisik dan emosional. Tujuan : Mengungkapkan masalah dan pertanyaan tentang menjadi orang tua, mendiskusikan peran menjadi orang tua secara realistis, secara aktif mulai melakukan tugas perawatan bayi baru lahir dengan tepat, mengidentifikasi sumber sumber. Intervensi Keperawatan : Kaji kekuatan, kelemahan, usia, status perkawinan, ketersediaan sumber pendukung dan latar belakang budaya

Rasional : Mengidentifikasi faktor faktor risiko potensial dan sumber sumber pendukung, yang mempengaruhi kemampuan klien / pasangan untuk menerima tantangan peran menjadi orang tua. Perhatikan respons klien / pasangan terhadap kelahiran dan peran menjadi orang tua Rasional : Kemampuan klien untuk beradaptasi secara positif untuk menjadi orang tua mungkin dipengaruhi oleh reaksi ayah dengan kuat. Evaluasi sifat dari menjadi orangtua secara emosi dan fisik yang pernah dialami klien / pengalaman selama kanak kanak Rasional : Peran menjadi orang tua dipelajari, dan individu memakai peran orang tua mereka sendiri menjadi model peran. Evaluasi status fisik masa lalu dan saat ini dan kejadian komplikasi pranatal, intranatal, atau pascapartal Rasional : Kejadian seperti persalinan praterm, hemoragi, infeksi, atau adanya komplikasi ibu dapat mempengaruhi kondisi psikologis klien. Evaluasi kondisi bayi ; komunikasikan dengan staf perawatan sesuai indikasi Rasional : Ibu sering mengalami kesedihan karena mendapati bayinya tidak seperti bayi yang diharapkan. Pantau dan dokumentasikan interaksi klien / pasangan dengan bayi Rasional : Beberapa ibu atau ayah mengalami kasih sayang bermakna pada pertama kali ; selanjutnya , mereka dikenalkan pada bayi secara bertahap. Anjurkan pasangan / sibling untuk mengunjungi dan menggendong bayi dan berpartisipasi terhadap aktifitas perawatan bayi sesuai izin Rasional : Membantu meningkatkan ikatan dan mencegah perasaan putus asa.

Kolaborasi dalam merujuk untuk konseling bila keluarga beresiko tinggi terhadap masalah menjadi orang tua atau bila ikatan positif diantara klien / pasangan dan bayi tidak terjadi Rasional : Perilaku menjadi orang tua yang negatif dan ketidakefektifan koping memerlukan perbaikan melalui konseling, pemeliharaan atau bahkan psikoterapi yang lama.

5. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi b.d kurang pemajanan / mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber sumber. Tujuan : Mengungkapkan berhubungan dengan pemahaman perubahan fisiologis, kebutuhan individu, hasil yang diharapkan, melakukan aktivitas / prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan alasan untuk tindakan. Intervensi Keperawatan : Pastikan persepsi klien tentang persalinan dan kelahiran, lama persalinan, dan tingkat kelelahan klien Rasional : Terhadap hubungan antara lama persalinan dan kemampuan untuk melakukan tanggung jawab tugas dan aktifitas aktifitas perawatan diri / perawatan bayi. Kaji kesiapan klien dan motivasi untuk belajar Rasional : Periode pascanatal dapat merupakan pengalaman positif bila penyuluhan yang tepat untuk membantu pertumbuhan ibu, maturasi, dan kompetensi. Berikan informasi tentang perawatan diri, termasuk perawatan perineal dan higiene, perubahan fisiologis Rasional : Membantu mencegah infeksi, mempercepat pemulihan dan penyembuhan, dan berperan pada adaptasi yang positif dari perubahan fisik dan emosional. Diskusikan kebutuhan seksualitas dan rencana untuk kontrasepsi

Rasional : Pasangan mungkin memerlukan kejelasan mengenai ketersediaan metoda kontrasepsi dan kenyataan bahwa kehamilan dapat terjadi bahkan sebelum kunjungan sebelum kunjungan minggu ke-6

DAFTAR PUSTAKA Bobak, Lowdermilk, Jensen. (2004). Buku Ajar: Keperawatan Maternitas edisi-4. Jakarta: EGC. Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, Jakarta : EGC.

You might also like