You are on page 1of 12

TELAAH JURNAL Body Mass Index and Fatigue Severity in Chronic Fatigue Syndrome (CFS) (Indeks Massa Tubuh

dan Kelelahan pada Sindrom Kelelahan Kronis) Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Higiene Industri

Disusun Oleh : Stevy E.N Purba - G1B010013

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT PURWOKERTO 2012

Telaah Jurnal I. a. Identitas Jurnal Nama Jurnal : Journal of Chronic Fatigue Syndrome (Jurnal Sindrom Kelelahan Kronis) b. Pengarang : Ellen A. Schur, MD ; Carolyn Noonan, MS ; Wayne R. Smith, PhD ; Jack Goldberg, PhD dan Dedra Buchwald, MD. c. Judul Jurnal : Body Mass Index and Fatigue Severity in Chronic Fatigue Syndrome (CFS) (Indeks Massa Tubuh dan Kelelahan pada Sindrom Kelelahan Kronis). d. ISSN : e. f. II. Volume : Volume 14 (1) tahun 2007. Halaman : 69 77. Latar Belakang

a.

Tujuan Untuk menilai hubungan antara indeks massa tubuh (BMI) dan kelelahan pada pasien CFS.

b.

Manfaat Dalam jurnal tidak disebutkan manfaat dari penelitian ini.

c.

Tinjauan Pustaka Ciri khas dari Chronic Fatigue Syndrome (CFS) adalah melemahkan gangguan medis (kesehatan) seseorang. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa kelelahan dan sakit pada seluruh bagian tubuh akan meningkat pada orang-orang yang kelebihan berat badan atau obesitas. Hubungan antara kelebihan berat badan atau obesitas dan peningkatan subjektif kelelahan biasa dialami oleh wanita. Selain itu, ketika pasien memiliki penyakit kronis dan gemuk, maka mereka akan cenderung lebih mudah untuk lelah dan tingkat energi yang mereka miliki lebih rendah.

III. a.

Metode Penelitian Populasi dan Sampel

Populasi dan sampel dari jurnal ini diambil dari semua orang yang berada di pusat rujukan akademik antara bulan Agustus 1996 dan bulan Juli 2003. Jumlah keseluruhan sampel adalah 187 orang yang terdiri dari 151 wanita dan 36 pria. Mereka berada disana untuk melakukan evaluasi dan pengobatan kelelahan kronis. b. Analisis Analisis dapat dilihat dari beberapa hal, diantaranya yaitu : Berat badan sampel {BMI (kg/m)}, BMI dihitung berdasarkan ukuran pada berat dan tinggi yang diperoleh dari sampel pada saat melakukan kunjungan. Klasifikasi Berat menurut National Institutes of Health yaitu : Berat Badan Kurang (BMI < 18,5 kg/m2), Berat Badan Normal (BMI 18.5 - 24.9 kg/m2), Kelebihan Berat Badan (BMI 25.0 - 29.9 kg/m2), Obesitas Kelas I (BMI 30.0 - 34.9 kg/m2), Obesitas Kelas II (BMI 35.0 - 39.9 kg/m2), dan Obesitas Kelas III (BMI > 40 kg/m2). Menurut definisi kasus tahun 1994, CFS didiagnosis sebagai kelelahan dan gejala dengan kriteria yang ditentukan oleh kuesioner yang sebelumnya telah dibuat untuk pasien yang berkunjung. Langkah-langkah dari kelelahan, dilihat dari Subscale vitalitas medis dengan 4 item subscale untuk mengukur kelelahan dan

energi. Nilai yang lebih tinggi menunjukkan kelelahan yang kurang (dengan kisaran 0 - 100). Selain itu juga ada 36 item subscales yang memiliki tingkat reliabilitas dan validitas yang tinggu dengan populasi pasien yang beragam, termasuk mereka yang mempunyai kelelahan kronis, sakit dan obesitas. Analisis statistik yang digunakan adalah Statistika deskriptif yaitu yang berguna untuk menghitung variabel secara terusmenerus sebagai nilai rata-rata. Selain itu, peneliti juga menggunakan analisis korelasi untuk menilai tingkat keparahan kelelahan, yang diukur dengan 36 pernyataan multidimensi penilaian yang dilihat dari kelelahan, berat badan dan BMI. Analisis regresi linier juga digunakan dalam penelitian ini yaitu untuk memeriksa keparahan kelelahan dan BMI setelah disesuaikan digunakan. IV. Hasil dan Pembahasan dengan potensi dari variabel-variabel yang

a.

Hasil Pada Tabel 1 berisi tentang karakteristik dari pasien dengan penyakit CFS, dalam table 1 juga dijelaskan tentang variable

yang dianggap berpengaruh terhadap karakteristik dari pasien dengan penyakit CFS. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata pasien telah menyelesaikan pendidikan di atas sekolah menengah atas (dengan rata-rata 15,1, dengan SD 2.4). Seperti dilaporkan dalam studi-studi lain dari CFS, bahwa pasien dengan fibromyalgia lebih umum dialami oleh wanita daripada laki-laki, dengan nilai 27% untuk wanita dan 6% untuk pria, sedangkan nilai rata-ratanya adalah P = 0,01 dalam hal ini jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap perbedaan tersebut. BMI rata-rata untuk seluruh sampel adalah 26,4 (SD 5.4). Pada wanita dapat dilihat bahwa 55% dari mereka memiliki BMI 25kg/m2, dan 22% lainnya mengalami obesitas. Sedangkan pada pria dapat dilihat bahwa dua pertiga dari mereka memiliki BMI 25kg/m2 dan 30% lainnya rata-rata mengalami obesitas. Pada jurnal ini peneliti menggunakan regressi linier untuk menguji hubungan antara kelelahan dan BMI setelah

disesuaikan dengan potensial pembaur. Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai rata-rata vitalitas subkala pada wanita adalah P = 0,99, sedangkan untuk nilai rata-rata kelelahan indeks pada wanita adalah P = 0,44. Pada pria, nilai rata-rata vitalitas subkala signifikan menurun dari 28,2 20,3 dengan rata-rata P = 0,02

yang artinya BMI meningkat, sedangkan untuk nilai rata-rata kelelahan indeks pada pria adalah P = 0,76 itu artinya kecenderungan skor kelelahan indeks rata-rata global untuk pria tidak bermakna secara statistik. b. Pembahasan Sebuah studi kecil kepadatan tulang pada wanita muda dengan pasien CFS melaporkan bahwa rata-rata berat badan (tubuh) seseorang itu tidak berbeda bagaimana seseorang mengontrol kesehatannya. Namun, dalam sebuah studi wanita dengan fibromyalgia diperoleh hasil, di antaranya 91% merasakan kelelahan, 28.4% memiliki kelebihan berat badan, 19,4% dengan tingkat obesitas kelas I, 9,5% tingkat obesitas kelas II dan 3,3% tingkat obesitas kelas III. Tingkat kelebihan berat badan pada pasien CFS yang diteliti oleh para peneliti memiliki kesamaan pada studi wanita dengan fibromyalgia, hanya saja dalam CFS obsitas tidak terlalu nampak. Karena pada data peneliti menunjukkan bahwa, meskipun pasien CFS mengalami gangguan pada kesehatannya yang mengakibatkan kelelahan dalam melakukan pekerjaan, tetapi pasien CFS tidak akan kelebihan berat badan atau obesitas.

Sebagian besar analisis dari peneliti, ditemukan bahwa peningkatan kelelahan pada pasien CFS tidak berhubungan dengan BMI atau berat badan, namun hubungan ini mungkin berbeda untuk pria. Dalam kelompok kecil pasien pria, kelelahan yang diukur oleh subscale vitalitas memburuk pada beban yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena berat normal pria yang dijadikan sampel memiliki tingkat kelelahan yang paling parah dibandingkan dengan pasien yang terdaftar dalam studi ini. Beberapa wanita dengan penyakit CFS, tidak ditemukan bahwa BMI (berat badan) mempengaruhi tingkat kelelahan seseorang. Hal imi bertentangan dengan penelitian yang sebelumnya, bahwa seorang wanita yang memiliki berat yang lebih akan lebih mudah untuk mengalami kelalahan dalam melakukan pekerjaan. Peneliti tetap konsisten dengan hasil temuan pada pasien dengan fibromyalgia, yang menunjukkan bahwa kelelahan parah yang dialami oleh pasien CFS tidak terkait dengan berat badan (BMI) seseorang, hal tersebut diperkuat dengan temuan baru-baru ini bahwa polymorphisms pada gen yang terkait dengan sumbu pituitary Scylla mendukung hipotesis ini.

V. a.

Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Prevalensi obesitas pada seseorang dengan CFS masih rendah, meskipun salah satu faktor yang berpengaruh adalah kenaikan berat badan. Hal tersebut dikarenakan seseorang yang

mengalami kelelahan tidak pasti disebabkan oleh berat badan yang berlebihan. Keparahan kelelahan pada seseorang dengan CFS lebih seering dialami oleh para wanita, sedangkan untuk pria mungkin berbeda. b. Saran Jika ingin menurunkan berat badan hanya didasarkan pada keinginan untuk memperbaiki kelelahan, kemungkin tidak akan menjamin. Sehingga, untuk mencegah obesitas maka disarankan agar selalu mengkonsumsi makan-makanan yang sehat dan bergizi, serta selalu hidup dengan pola yang sehat. VI. a. Kelebihan dan Kekurangan Jurnal Kelebihan

Hasil dan pembahasan dibuat terpisah, sehingga memudahkan pembaca lebih mengerti tentang hasil dan pembahasannya masing-masing. b. Kekurangan Tidak adanya nomor ISSN dalam jurnal yang dibuat oleh peneliti. Selain itu, dalam jurnal juga tidak dijelaskan manfaatmanfaat yang bisa didapat setelah membaca jurnal ini.

Cara Mengkritik Jurnal Secara Evidence Based Medicine (EBM)


Jurnal kedokteran tersebar dimana-mana, namun tidak semua jurnal kedokteran luar negeri maupun dalam negeri layak digunakan. Evidence-Based Medicine (EBM) yang artinya kurang lebih untuk mencapai manajemen pasien yang paling baik, menggunakan keahlian klinis seseorang digabungkan dengan bukti klinis dari penelitian klinis tersistematis terbaik yang ada di luar. Istilah EBM secara luas telah menggantikan istilah yang lebih lama yaitu clinical epidemiology. Evidence-based medicine sekarang juga sering disebut evidence-based practice.Jadi EBM mencoba meningkatkan kualitas informasi di mana keputusan klinisi ditentukan berdasarkan hal tersebut. EBM membantu klinisi menghindari overload informasi, dan dalam waktu yang sama menemukan dan menerapkan informasi yang paling berguna. Cara kritisi secara cepat sebuah jurnal kedokteran dengan memakai teknik dibawah ini: Dalam mengkritisi atau telaah jurnal, langkah pertama menggunakan prinsip PICO, untuk mendapatkan jawaban di dalam jurnal. Untuk mencari jurnal yang sesuai dengan apa yang kita cari, cari jawaban atas pertanyaan ini dalam sebuah jurnal : P : Population and Clinical Problem Adalah populasi atau problem klinis relevan yang ada dalam pemikiran kita. I : Intervention, Indicator atau Index test Adalah strategi manajemen, eksposure, atau tes yang kita ingin ketahui, yang berhubungan dengan problem kinis. Contohnya : prosedur seperti terapi obat, pembedahan atau diet (intervention). Paparan terhadap lingkungan kimia, atau faktor yang mungkin mempengaruhi outcome (indicator). Tes diagnosis seperti CT-Scan, tes darah lengkap (index test) C :Comparator Adalah alternatif atau strategi kontrol, eksposure atau tes sebagai pembanding dengan apa yang kita ingin tahu (apa yang menarik bagi kita). O : Outcome Menunjukkan apa yang kita paling pikirkan akan terjadi (atau berhenti terjadi) dan atau apa yang pasien paling pikirkan.

Langkah kedua adalah langkah critical appraisal, dalam hal ini menggunakan prinsip RAMMbo, yaitu : R : Recruitment Were the subjects representatvive of the target population ? Apakah subyek penelitian mewakili populasi target? Bagaimana cara rekruitmen subyek penelitian tersebut? Subyek yang dilipih untuk penelitian penting mewakili population of interset. Jika subyek

penelitian tidak representative, makan akan sulit menentukan apakah hasil bisa diterapkan / applicable. Sangat ideal jika sebuah uji saring/uji diagnostik diterapkan di spektrum pasien yang luas (dari yang awal maupun kasus yang sudah terlambat). A : Allocation or adjusment Pada uji saring atau diagnostik, tidak ada alokasi ke dalam kelompok-kelompok. Semua subyek harus menerima tes yang diteliti dan tes standar rujukan. Aspek alokasi dalam kasus uji saring adalah, dimana baik tes yang diteliti dan tes standar harus dilakukan secara bebas pada semua subyek. M : Maintenance Semua pasien yang direkrut, harus dimaintain di dalam penelitian (dimana mereka harus menerima tes yang diteliti dan tes standar). M : Measurement, b : blinded subject, o : objective outcome Hasil harus diukur, apakah setiap orang blinded terhadap hasil tes yang diujikan, atau dengan objective test endpoint. Demikian semoga bermanfaat bagi tenaga kesehatan di Indonesia

You might also like