You are on page 1of 67

I.

BIOMEKANIK STRATEGI PRESERVASI GERAKAN MEKANIS Selama lebih dari 90 tahun, ahli bedah telah menggunakan arthrodesis tulang belakang untuk mengekalkan stabilitas columna ventral untuk mengurangi nyeri punggung bawah atau low back pain yang berpunca dari penyakit degenerative diskus. Walaupun prosedur ini memberikan hasil yang baik, namun mekanisme kerjanya bisa mendatangkan keburukan. Dengan mengeleminasi gerakan dan mengandalkan keadaan non fisiologik, biomekanik tulang belakang yang normal terganggu atau mengalami perubahan. Banyak studi in vitro dan in vivo telah mendokumentasikan aselerasi dari proses degeneratif pada bagian gerakan yang berdekatan dengan fusion mass. Untuk lebih dari 40 tahun, pengkaji sedang berusaha untuk mengduplikasi tingkat kejayaan yang dikaji oleh Charnley tentang total hip replacement. Minat kebanyakan pengkaji tentang solusi yang lebih alami atau fisiologik telah memberikan perhatian yang lebih ke arah strategi preservasi gerakan contohnya strategi pergantian nuklear dan diskus mekanis artifisial. Strategi preservasi gerakan sebagai alternatif yang viabel bisa membuatkan seseorang individu untuk memahami factor biomekanis yang relevan. Dengan pengetahuan ini, individu itu kemudiannya akan bisa mencapai kriteria desain yang apropriat. Biomekanis Diskus Intervertebralis Struktur dan Fungsi Diskus intervertebralis merupakan suatu struktur yang terdiri dari nucleus pulposus central yang dibungkus oleh annulus fibrosis yang multilayer atau banyak lapisannya. Cartilaginous end plate terbentuk di bawah dan di atasnya. Nucleus pulposus terdiri dari kira-kira 75 persen hingga 80 persen air. Molekul proteoglycan hidrofilik bercampur dengan serat kolagen dan membentuk matriks gel. Walaupun terlalu mudah dan simple, ianya suatu hal yang konvenien untuk memegang peran fasilitasi dan limitasi setiap dari ROM/ Range of Motion sama ada untuk diskus intervertebralis atau facet joints. Diskus intervertebral

berperan untuk fungsi kompresi, fleksi dan bending lateral, meninggalkan rotasi axial dan ekstensi kompleks facet. Dahulu, ianya dibilang sebagai penyerap shok yang ringkas, studi lanjutan tentang sifat viskoelastis dari diskus intervertebralis telah membuka suatu penyelesaian terhadap kompleksitasnya. Diskus lumbaris yang normal membenarkan fleksi dalam range 8 hingga 13 derajat. Jumlah bending lateral yang sama berlaku pada regio lumbar superior dan lebih kurang pada lumbar inferior. Sendi facet lumbaris memberikan suatu resistensi pada gerakan terutamanya untuk gerakan rotasi. Orientasi bersudut (kira-kira 30 derajat ke endplate) serat beradiasi pada annulus fibrosus bisa membantu secara efektif resistansi gerakan memutar. Namun, beban kompresif memberikan masalah yang lebih berat disebabkan oleh annulus fibrosus pada beban fisiologik. Beban axial murni memberikan distribusi beban yang sama ke seluruh diskus. Berat beban yang terlalu besar bisa menyebabkan annulus fibrosus untuk menojol ke sisi cekung dari sudut tulang belakang dan sisi cembung lebih terkesan dari beban dengan tekanan tinggi, sama seperti gerakan paradoks menjauh dari penonjolan diskus. Hal ini menjelaskan kemungkinan untuk terjadinya hernia nuclear pulposus dengan fleksi (dengan beban aksial dan gerakan rotasi) di vertebra lumbaris.

Patologi Selama progresivitas degenerasi diskus, sifat hidrofilik dari nucleus pulposus bisa berkurang dan semakin menghilang. Tambahan lagi, maktriks proteoglikan terubah dan diskus bisa berkurang kebolehannya untuk rehidrasi dengan sendiri secara efisien. Ini bisa menyebabkan banyak kejadian termasuk hilangnya tinggi ruang diskus, meningkatkan ROM dan instabilitas. Degenerasi ini mencapai puncaknya dengan deviasi beban itu ke annulus fibrosus. Selama diskus berdegenerasi, trauma minor yang berulang dengan gerakan rotasi berisiko untuk menyebabkan robekan sirkumferens pada annulus. Robekan ini bisa berprogresif hingga akhirnya terjadi robekan radial, yang biasanya berlaku

pada aspek dorsal atau dorsolateral diskus, dan menghasilkan celah yang mana nucleus bisa berherniasi melewati celah itu. Kompresi elemen neural yang direk atau langsung oleh diskus hernia sering terjadi dan sumber nyeri dan disfungsi yang nyata, ada teori yang menyatakan trauma annular itu sendiri mungkin merupakan satu-satunya sumber nyeri axial. Apabila tekanan intradiskus berubah, parameter biomekanis juga ikut terubah termasuk perubahan berat beban kepada perimeter endplates dan sendi facet, juga perubahan axis gerakan rotasi. Yang sebelumya merupakan faktor utama pada hipertrofi facet dan ligament dan faktor seterusnya memberikan efek yang lebih jelek dan menyebabkan perubahan pada beban biomekanis di tingkat vertebra yang berdekatan dan merusakkan keseimbangan tulang belakang. Kehilangan tinggi ruang diskus mungkin cukup penting untuk menyebabkan translasi facet superior pada arah rostral an ventral dan berefek pada saraf yang keluar dari foramen.

Modes Beban Ruang Antar Diskus Ruang antara diskus mungkin terbebani sepanjang atau pada setiap satu axes sistem koordinat Cartesian seperti berikut: 1. Sepanjang axis tulang belakang via kompresi atau tekanan 2. Sepanjang axis koronal tulang belakang via translasi lateral atau dengan fleksi atau ekstensi 3. Sepanjang atau tepat di axis sagittal tulang belakang via translasi dorsal dan ventral atau bending lateral Ini menyediakan enam tipe gerakan atau enam derajat kebebasan. Kritikal untuk mereka yang menemukan tehnologi diskus artifisial atau untuk mereka yang menilai efisiensi dari diskus artifisial atau strategi preservasi gerakan untuk menilai setiap dari tipe gerakan itu. Metode itu memberikan kesan jangka panjang dan jangka pendek yang signifikan pada ruang antara diskus, gerakan yang disimpan, dan pada sokongan structural pada tulang belakang/ columna vertebra.

Gerakan pada atau sepanjang axis tulang belakang adalah pergerakan yang biasa dilakukan. Kompresi ruang antar diskus paling memungkinkan untuk

menyebabkan bebanan yang berlebihan dan kegagalan kompetensi diskus. Kegagalan pada prosedur operasi untuk menggantikan diskus dengan efektif bisa bergabung dengan efek bebanan ini dan menyebabkan kegagalan pada implant tulang. Gerakan rotasi di axis panjang pada columna vertebralis paling bisa memburukkan proses ini. Gerakan pada atau sepanjang axis coronal melibatkan translasi lateral pada satu korpus vertebralis ke satunya yang lain dalam bentuk translasi atau rotasi di axis koronal via fleksi atau ekstensi. Gerakan axis sagittal dalam bentuk translasi dorsal atau ventral juga harus diambil perhatian. Spondilolisthesis adalah paradigm patologis klinikal yang sering ditemukan. Tipe tipe gerakan seperti ini bisa juga menyumbang kepada kegagalan diskus artifisial.

Kriteria Desain Pencipta strategi preservasi gerakan menyasarkan dua tujuan utama yaitu mobilitas dan stabilitas. Pada tulang belakang yang intak, ROM pada setiap sendi keduanya terhad dan dikendali dengan baik. Jika ROM direstriksi dengan keterlaluan, segmen gerakan akan mendekati kesamaan arthrodesis dengan kekurangannya yand disebutkan tadi. ROM yang lebih besar, terkait dengan diskus asal, menyebabkan hipermobilitas dan memungkinkan resiko untuk sakit lebih tinggi. Prosthesis yang tertonjol keluar adalah kurang lebih atau bisa sama bahayanya dengan herniated nucleus pulposus (HNP) rekuren. Maka, ratio tau kejadian extrusion atau penonjolan harus kurang darikejadian riwayat reherniasi. Disebabkan oleh variasi bentuk dan ukuran ruang diskus pada kedua intrapatient dan interpatient, pembuat prostese diskus harus menyediakan mekanisme yang sesuai dengan implant yang juga tersedia dalam berbagai ukuran dan bentuk. Ini terutamanya penting pada batas kortikal corpus vertebra, di mana titik pertemuan antara prosthesis dan tulang harus terlekat secara adekuat supaya

bisa bekerja dengan optimum. Biomekanis dari vertebral end plate juga harus diambil kira dengan implantasi diskus artifisial ini. Cincin sirkumferensial pada end plate bone yang lebih padat dikenal dengan nama cincin apofisis atau ring apophysis, dengan bagian dari vertebral end plates yang paling lemah berada ditengah-tengah nucleus pulposus. Setiap emplan harus menyediakan sokongan dan memastikan stabilitas untuk jangka waktu yang panjang. Tambahan lagi, prosedur implantasi tidak bisa merusakkan elemen tulang belakang yang asal dan penting seperti ligament dan sendi facet. Kecederaan pada struktur ligament bisa menyebabkan kelemahan intabilitas tulang belakang serta bisa menyebakan migrasi prosthesis. Sendi facet adaalh sangat penting dari aspek stabilitas karena jika kerusakannya akan memberikan efek nyeri yang sangat besar. Kepentingan dari penggunaan implant tulang mendapat perhatian yang khusus. Desain implant harus mengambil kira abilitas untuk mencapai kedua tujjuan yaitu fiksasi segera dan juga integrasi tulang untuk jangka waktu yang panjang. Beberapa strategi telah diusulkan unutk mendapatkan fiksasi segera dan strategi ini biasanya melibatkan penggunaan beberapa kombinasi skru, staples atau teethlike projections. Fiksasi jangka waktu panjang ternyata lebih rumit. Desainer harus menggunakan berbagai jenis coatings dan tekstur untuk mempercepatkan pertumbuhan tulang. Biasanya, fiksasi yang terlalu berjaya bisa menjadi suatu masalah untuk operasi revisi, jika diperlukan. Ketidaksamaan biomekanis bisa menyebabkan salah satu dari absorpsi tulang atau deposisi, yang mana jika terjadi salah satunya, bisa membuatkan kegagalan implantasi. Usaha untuk mereplikasikan diskus intervertebralis yang bersifat multikomponen, multifungsi dan multiplanar telah membuatkan desainernya untuk fokus kepada karakteristik yang bisa diatasi. Diskus lumbaris memiliki ROM yang terbesar untuk fungsi fleksi dan ekstensi. Ini menyebabkan gerakan sagittal plane menyebabkan tekanan yang besar kepada diskus tersebut. Ini

menunjukkan kekakuan fleksi dan ekstensi adalah ciri mekanis yang paling

penting untuk prosthesis diskus. Contoh strategi yang difokuskan adalah seperti yang dibuat oleh Langrana et al. menggunakan desain yang coba untuk menduplikasikan kekakuan kompresi dan torsio pada saat karakteristik fleksi, ekstensi dan bending lateral. Hedman et al. juga dalam usaha untuk mencipta alat yang lebih fokus, yang mempunyai sendi dorsal dengan spring besi pada ventral. Hasilnya adalah fleksi dan ekstensi yang terlebih dan gerakan rotasi dan bending lateral yang minimal. Kombinasi gerakan termasuk bending, kompresi dan rotasi bisa menggantikan tekanan yang lebih pada diskus secara akut atau dengan siklus yang berulang. Kombinasi gerakan ini bisa menyebabkan kelelahan yang ekstrim pada tulang host di implant-bone interface, dan menyebabkan kegagalan prosthesis. Maka, desain diskus prosthesis yang terbaru melibatkan bahan yang kompatibel secara mekanis yang mempunyai moduli elastis yang sama dengan

diskusintervertebral yang asli. Banyak desain metal-elastomer-metal menyediakan beberapa derajat ROM untuk semua arah gerakan dan pada kompresi axial. Namun, terdapt kepelbagaian kekakuan dan ROM yang tepat dengan tipe elastomer yang dipakai.

Indikasi dan Kontraindikasi Indikasi dan kontraindikasi bagi diskus prosthesis sama seperti alat interbody fusion, sedang untuk alat pengganti nucleus mendekati diskektomi konvensional. Untuk pasien dengan keluhan utamanya yaitu gejala radicular, penggantian nucleus setelah diskektomi menyediakan fungsi mengekalkan fungsi dan tinggi diskus. Hal ini sudah dibuktikan dalam banyak studi biomekanis menggunakan model cadaver manusia. Pasien dengan keluhan utamanya nyeri punggung bawah adalah kandidat yang lebih tepat untuk prosthesis diskus komplit. Percobaan sekarang di Amerika Serikat untuk prosthesis diskus lumbaris telah dihadkan untuk pasien dengan usiaantara 18 hingga 60 tahun, dengan lokasi

penyakitnya yaitu sama ada di L4-5 atau L5-S1. Pasien harus menjalani satu percobaan pengobatan konservatif yang bisa bertahan sekurangnya hingga 6 bulan dan seharusnya bisa untuk tolerasi dengan operasi yang hamper sama dengan fusi lumbar. Kontraindikasi yang paling penting adalah pasien yang mempunyai kelainan patologis dan besar kemungkinan kalau penggantian dikus tidak akan memberi kesan atau efek kepada pasien. Ini termasuk pasien yang rasa nyerinya tidak melibatkan disfungsi gerakan segmental. Namun, ini sulit untuk diartikan. Tambahan lagi, pasien harusnya bebas dari sebarang infeksi karena tehnik yang dipakai melibatkan penggantian benda asing. Pasien dengan osteoporosis dan stenosis spinalis juga menjadi kontraindikasi walaupun pada saat ini belum ada kriteria objektif. Pasien dengan lumbar spinal fusion sebelumnya juga dikeluarkan dari percobaan di Amerika Serikat.

Tipe-tipe Implant Percobaan awal Pengkaji diskus artifisial telah mencoba untuk menduplikasi kesuksesan Charnley dengan pergantian hip atau pinggul. Teknologinya sudah berkembang kepada strategi operasi yang memberikan kejayaan termasuk kepuasan pasien. Pengkaji tehnik preservasi gerakan memasukkan hasil kerja Nachemson dan Fernstrom sejak lebih 40 tahun dahulu. Fernstrom mencoba untuk mencipta dan merekonstruksi ruang diskus atau bantalan tulang belakang menggunakan bola besi yang tidak berkarat. Strategi ini memberikan perubahan yang baik atau remisi kepada pasien dengan rating yang tinggi yaitu 88 persen.

Strategi Sekarang Tiga tipe strategi untuk rekonstruksi bantalan tulang belakang artifisial sedang dipakai untuk masa sekarang: (1) strategi rekonstruksi biologis, (2) strategi penggantian nucleus, (3) strategi penggantian total bantalan tulang belakang.

Strategi rekonstruksi biologis Secara teoritis, strategi ini seharusnya bisa membuatkan hasilnya yaitu ruang antara diskus menjadi seperti baru atau seperti punyanya orang muda. Diskus muda terdiri dari nucleus pulposus yang bergelatin dan bertumbuh baik dengan serat annular yang kuat sekitar nucleus. Strategi biologis yand ideal deharusnya, paling minimum, mimic mekanis dan anatomi diskus intervertebral yang sehat. Strategi seperti itu mempunyai banyak penghalang; termasuk halangan untuk ruang diskus berfungsi secara baik dalam pengangkutan nutrisi, yang merupakan fungsi yang paling penting untuk strategi ini. Disebabkan strategi rekonstruksi biologis tidak menunjukkan proses rekonstruksi mekanis yang sebenarnya, ianya tidak lagi didiskusikan dengan lanjut dalam topik ini.

Strategi penggantian nucleus Strategi ini melibatkan penggantian region sentral diskus yaitu nucleus pulposus kepada bahan artifisial, biasanya polimer atau bahan yang sama dengannya yang dibentuk secara in vivo. Terakhir, bahan yang melekat dengan isi dari ruang antara diskus contohnya nucleus pulposus dan annulus fibrosis via integrasi jaringan adalah dalam fase perkembangan. Satu-satunya kelebihan untuk tehnik ini adalah metode insersi perkutaneus yang digunakan itu tahapan invasifnya adalah sangat minimal. Implant diskus nucleus prostetis atau prosthetic disc nucleus (PDN) terdiri dari bahan hidrogel yang dilingkari dengan ultrahigh molecular weight polyethylene (UHMWPE). Apabila bahan dasar hidrogel terdehidrasi dan terkompresi, ukurannya bisa diminimalisasi menjadi lebih kecil, dan membantu posisi perkutaneus. Di dalam badan, hidrogel akan menyerap cairan lewat UHMWPE yang bersifat fleksibel tetapi tidak elastis dan mengembang menjadi ukuran maksimal dalam beberapa hari. Strategi berbasis polimer yang lain masih dalam perkembangan dan kajian. Implant penggantian nucleus memberikan banyak cabaran yang lain misalnya

seperti biokoatibilitas, ekstrusi ke annulus dan gerakan yang berlebih diantara region yang didiscectomized. Tambahan lagi, siklus spinal yang berulang bisa menyebabkan pengeluaran debris, sama seperti gerakan implant yang berlebih. Teknologi seperti alat PDN memerlukan pembuangan annulus fibrosus yang berlebih untuk insersi, dan bisa menyebabkan risiko tinggi untuk ekstrusi. pembuangan jaringan annular yang tepat dengan ukuran yang sesuai diantara ruang diskus bisa memberikan stabilitas untuk alat pengganti nucleus itu. Ruang kosong yang terlalu besar akan mengakibatkan migrasi implant, ekstrusi atau kolaps melewati end plate. Ruang kosang yang berada di tengah-tengah dan implant akan mengubah sifat biomekanis dari kompleks diskus-implan. Maka, persediaan yang bagus diperlukan untuk hasil implantasi yang sukses.

Strategi penggantian total bantalan tulang belakang Strategi ini melibatkan diskus artifisial yang memerlukan perlekatan yang kuat, via proses yang seperti osteointegrasi, ke end plate. Ianya terdiri dari dua kategori utama: (1) diskus artifisial mekanis dan (2) diskus artifisial yang fleksibel. Kedua strategi ini memerlukan ikatan yang kuat antara kompleks diskus artifisial dan bony regio end plate di vertebra rostral dan kaudal. Gerakan bisa berlaku disebabkan oleh proses mekanis atau oleh deformasi dari interface yang fleksibel dari end plates. Pengeluaran diskus yang melibatkan insersi diskus artifisial memerlukan pengeluaran sebanyak 75 persen dari diskus intervertebral. Oleh itu, osteointegrasi tidak mencukupi di bony end plate, implant itu akan berisiko untuk menjadi longgar. Ini bisa menyebabkan kemungkinan operasi revisi yang lebih ekstensif.

Vulnerabilities dan Komplikasi Banyak pendedahan kepada bahaya muncul disebabkan karena penggunaan strategi diskus artifisial di bidang kedokteran ini. Ini termasuk; a) Beban yang berlebih

b) Gerakan yang berlebih c) Gangguan dari debris geseran dan korosi pada segmen gerakan

d) Kegagalan implant e) Kegagalan osteointegrasi atau integrasi jaringan pada implan-tulang atau inplan-jaringan f) Degenerasi sendi facet yang berlebih

g) Degenerasi ruang antara diskus berdekatan yang berlebih h) Ossifikasi hipertropik

Beban Berlebih Tiga tipe beban yang bisa membuatkan stress pada prosthesis dan end plates termasuk (1) beban axial, (2)beban translational dan (3) beban angular. Beban axial yang berlebih tidak bisa ditahan oleh end plates dan bisa menyebabkan kerusakan. Strategi penggantian nucleus mungkin juga mengalami inadekuasi integritas dari end plate, maka beban berlebihan paling mungkin disebabkan oleh luas permukaan kontak dengan end plate yang kecil. Efektivitas resistensi translasi tergantung pada kebolehan prosthesis untuk berpegang pada end plate, biasanya via osteointegrasi. Terdapat stress translasi yang signifikan pada tulang belakang, seperti yang sering dalam kasus melibatkan lumbar bawah dan region lumbosacral. Stress ini bisa melebihi kemampuan prosthesis untuk menolak translasi. Beban pada end plates ventral sewaktu fleksi, end plate dorsal sewaktu ekstensi, atau aspek lateral sewaktu bending lateral menyebabkan konsentrasi stress yang signifikan pada sisi cembung sewaktu bending. Jika end plate tidak bisa tahan beban angular seperti itu, kegagalan bisa berlaku. Impaknya bisa menjadi lebih parah jika prosthesis yang digunakan itu kaku. Alat yang tidak menyerap tenaga kinetic angular akan menghantar tenaga ini ke region end plate

sisi cekung, dan berpotensi untuk menghasilkan stress di tepi implant-end plate dan mengakibatkan kegagalan.

Debris Geseran antar interface bisa menghasilkan debris. Toksisitas dari implant seharusnya tidak ada atau mendekati nilai kosong. Percobaan klinis untuk generasi pertama yaitu diskus Acroflex dihentikan setelah ditemukan 2mercaptobenzothiazole, bahan kimia yang dipakai untuk tujuan proses vulkanisasi untuk bahan dasar karet, terbukti bersifat karsinogenik pasa tikus. Pembuat Bryan Cervical Disk System (Spinal Dynamics Corporation, Seattle) telah berhasil untuk mengurangkan penghasilan debris dengan cara menutup permukaan artikulasi dalam membrane yang fleksibel yang juga bisa menahan lubrikan.

Kegagalan Implan Alat pengganti nucleus dan juga alat mekanikal, bisa digerakkan secara lateral dan dorsal atau secara axial. Alat mekanikal bisa rusak dengan cara penggunaannya atau via cara mekanis di interface komponen. Ektrusi dari alat pengganti nucleus adalah perhatian yang utama. Pada saat bending dan modes beban kompleks, alat ini berada dalam resiko yang tinggi untuk berlakunya ekstrusi melalui traktus insersi.

Kegagalan Bonding Osteointegrasi diperlukan unutk kesuksesan strategi TDA. Strategi lain tidak memerlukan proses integratif ini ( contohnya prosthesis pengganti nucleus), di mana yang lain memerlukan bonding dengan nucleus pulposus dan annulus fibrosis via integrasi jaringan.

Jenis Kegagalan Diskus artifisial bisa gagal pada periode post operasi dengan cara kegagalan katastrofik atau migrasi. Ianya bisa gagal dalam jangka waktu subakut (beberapa minggu hingga bulan) karena gagal berintegrasi dengan jaringan atau tulang sekitar (eg; migrasi glasial). Ia bisa juga menurun fungsinya dalam beberapa tahun dengan kegagalan prosthesisend plate juncture. Hal ini bisa menyumbang kepada proses penuaan dan proses osteoporosis dan tulang melemah yang tidak dapat dihalangi. Tulang belakang akan terus berdegenerasi, walaupun setelah gerakan sudah bisa dipakai. Sendi facet akan terus berdegenerasi dan akan berdegenerasi dengan berlebihan jika implant interbody membenarkan gerakan berlebih pada ruang antara diskus. Osteofit juga bisa terbentuk di diskus intervertebral itu. Hal ini harus dipertimbangkan dan diberi perhatian sebelum menggunakan implant yang seperti itu.

II. TEHNIK FIKSASI SCREW PADA CERVICAL SUPERIOR Fiksasi internal sering dipakai untuk stabilisasi cepat. Prosedur ini membantu melindungi neural vital dan elemen pembuluh darah. Ia penting terutama pada columna vertebralis servikal yang sering digerakkan. Junction occipitocervical dan kompleks atlantoaxial ( cervical superior) terdiri dari region transisi yang menghubungkan columna vertebralis lainnya ke cranium. Vertebra dan sendi di sini berbeda dengan yang lainnya di tulang subaxial, dengan modifikasi khusus untuk membenarkan derajat gerakan yang unik. Yang paling penting adalah di kompleks C1-2, di mana artikulasi lateral gepeng, ketiadaan diskus intervertebralis, dan ligamentum yang tidak kuat membenarkan rotasi pada C1-2 ( kira-kira 50 persen dari rotasi total kepala) . Gerakan ini bisa ditolerasi dengan aman karena kanalis spinalis adalah lebih adekuat,axis rotasi instan terletak dekat dengan spinal cord, dan arteri vertebralis letaknya lateral ( membenarkan sekurangnya satu, untuk tetap paten walaupun adanya gerakan berlebihan). Gerakan translasional yang bisa merusakkan medulla spinalis dihalang oleh komponen transversum ligamentum cruciate yang terdapat prosessus odontoid axis kompartemen ventral dari atlas. Kerusakan ligamentum ini, dengan atau tanpa memutuskan cincin C1 (fraktur Jefferson) atau kerusakan prosessus odontoid, akan menyebabkan instabilitas yang parah. Struktur ligamentum yang lain, walau intak sekalipun, bisa memberi sokongan sedikit, tetapi terlalu lemah untuk melindungi medullaa spinalis jika terjadi walau trauma yang minor. Perlindungan integritas structural adalah sangat penting. Jika

instabilitasnya disebabkan oleh disrupsi tulang, penyembuhan bisa terjadi dengan immobilisasi eksterna yang baik. Tetapi, jika ianya disebabkan oleh disrupsi dari ligamentum, operasi diharuskan untuk mendpatkan bony fusion antar segmen gerakan hypermobile yang sebelumnya untuk melindungi medulla spinalis. Untuk penyembuhan itu terjadi, dua kriteria harus ada; (1) graft tulang ( atau fragmen tulang) harus bersentuhan atau (2) gerakan harus diminimalisasi atau ditiadakan.

Fiksasi internal bisa memberikan stabilisasi langsung untuk optimisasi bone graft dan penyembuhan fragmen. Ini lebih baik dari immobilisasi eksterna yang rigid dan tidak melibatkan kos, ketidaknyamanan dan komplikasi jika menggunakan alat. Untuk mencapai derajat stabilitas yang diperlukan untu melindungi elemen neural, fiksasi skrew sering membantu. Tehnik wiring sendiri atau alat yang tidak menghalang rotasi biasanya tidak mencukupi melainkan orthosis eksterna konkomitan digunakan.

Konsiderasi general Adalah menjadi suatu kepentingan untuk melindungi elemen saraf apabila terjadinya instabilitas. Sebelum operasi dilakukan, pasien harus diimmobilisasikan dengan baik. Tergantung derajat instabilitasnya, masalah ini bisa teratasi dengan penggunaan kolar servikal atau traksi skeletal, halo vest, atau jaket Minerva. Setelah penyebab patologisnya sudah diketahui sepenuhanya, dan restorasi kanalis spinalis kepada normal atau adekuat, dan jika alignment spinal sudah teratasi, kemudian komponen stabilisasi strategi operasi sudah bisa direncanakan.

Konsiderasi Anestesi Derajat instabilitas tulang servikal dan arah pergerakan yang

mengakibatkan subluksasi atau dislokasi harus dirujuk ke anestesi. Contohnya, fraktur prosessus odontoid sering tidak stabil pada saat fleksi dan ekstensi, tetapi rupture ligamentum transversum tidak stabil hanya pada saat fleksi. Dalam kasus yang sebelumnya, intubasi fiberoptik mungkin diperlukan. Kemudian tehnik laringoskopik rutin bisa dipakai. Pasien dengan cedera tulang belakang dengan pengurangan fungsi vasomotor mungkin memerlukan penggantian substansial volume cairan

intravenous untuk mengekalkan volume sirkulasi yang adekuat dan untuk mempertahankan tekanan darah.

Pendekatan Ventral Indikasi Tehnik screw ventral biasanya diindikasikan untuk fiksasi screw langsung pada fraktur prosessus odontoid. Jarang fiksasi screw direk C1-2 bisa dilakukan secara ventral juga. Fusi ventral C2-3 dan plating bisa dipakai untuk fraktur hangman. Tehnik setelahnya tidak berbeda dari fusi ventral servikal dan plating di level yang lebih rendah melainkan kesulitan yang berkait dengan sudut pendekatan kepada C2. Sistem retractor yang digunakan untuk fiksasi screw odontoid mungkin kadang bisa berguna untuk waktu ini. Fraktur prosessus odontoid diklasifikasikan oleh Anderson dan DAlonzo sebagai tipe I,II dan tipe III. Fraktur tipe I melibatkan bagian apical dari prosessus odontoid, jarang terjadi dan dipercayai ianya stabil. Namun, ada yang menyatakan sebaliknya dan gambaran dinamis harus dilakukan untuk menilai stabilitas. Fraktur tipe II melibatkan leher dari prosessus odontoid dan tipe yang paling sering. Fraktur tipe III melibatkan hingga badan C2 dan biasanya sembuh dengan baik hany dengan immobilisasi. Benzel et al menyatakan bahwa fraktur tipe III yang dinyatakan oleh Anderson dan DAlonzo adalah bukan fraktur sama sekali. Mereka mengusulkan klasifikasi fraktur badan C2 yang lebih komprehensif dan bermakna tergantung mekanisme cedera. Terdapat kontroversi berkait dengan fraktur tipe II. Julien et al., menemukan bahwa untuk fraktur tipe II, immobilisasi vest halo memberikan angka fusi sebesar 65 persen, dan lebih baik dari traksi sahaja yaitu 57 persen. Keparahan dislokasi ( 67 persen non-union jika dislokasi lebih 6 mm, 88 persen non-union dengan dislokasilebih dari 4mm), umur pasien (angka kegagalan tinggi jika umur lebih dari 40 atau 65), dan arah subluksasi (angka kegagalan tinggi dengan subluksasi dorsal).

Dalam studi yang lebih prospektif, Lennarson et al , menemukan angka non-union 21 kali lipat pada pasien dengan umur lebih dari 50 tahun yang dirawat dengan immobilisasi halo. Pengobatan non operatif pada fraktur prosessus odontoid tipe II jelas menunjukkan angka non-union yang tinggi. Hal ini memberikan ide untuk beberapa metode alternative dalam operasi fiksasi. Tehnik operatif unutk fraktur tipe II yang sudah lama dipakai adalah arthrodesis dan dorsal wiring pada C1-2 dan memberikan angka fusi yang tinggi. Namun, bracing post operatif yang rigid diperlukan untuk sekurangnya 3 bulan, dan terdapat reduksi yang signifikan pada rotasi kepala. Pendekatan dorsal juga mempunyai efek trauma yang terkait pada otot servikal. Semua kekurangan ini bisa diatasi dengan menggunakan tehnik fiksasi skrew odontoid ventral direk atau direct ventral odontoid screw fixation techniques.

Fiksasi Sekrup Odontoid Ventral Direk/Langsung Tehnik ini diperkenalkan buat pertama kali pada 1980 di literature Jepang oleh Nakanishi, yang mulai menggunakan tehnik ini pada tahun 1978, diikuti oleh Bohler pada tahun 1981 dan 1982, Lesoin pada 1987, Borne pada 1988, Geisler pada 1989 dan Esses pada 1991 melaporkan pengalaman mereka dengan pendekatan yang berbeda untuk mendapatkan fiksasi screw odontoid direk. Prosedur ini malangnya, tidak diterima dengan meluas. Dengan perkembangan dalam penggunaan instrument untuk menaikkan tehnik ini, prosedur ini telah mendapatkan popularitas dan memberikan kelebihan dalam (1) pengurangan rasa nyeri post operatif karena kurangnya diseksi otot berlebih, (2) menghindar dari bone graft, (3) mengekalkan anatomi normal dan rotasi pada sendi C1-2. Tambahan lagi, banyak pasien yang tidak memerlukan immobilisasi post operatif dengan tehnik terbaru ini.

Fraktur tipe II akut bisa dirawat dengan cara ini sebagai pendekatan pertama atau setelah gagal sembuh setelah immobilisasi eksternal. Fraktur dens tipe II dengan fraktur cincin C1 konkomitan juga mungkin bisa dilakukan fiksasi sekrup odontoid. Namun, penilaian integritas ligamentum transversum diperlukan waktu pre operatif dengan cara MRI atau magnetic Resonance Imaging dan dengan pemeriksaan fluoroskopi fleksi setelah dioperasi. Jika stabilitas C2 masih belum membaik, fusi C21-2 dorsal atau ventral diperlukan unutk mengatasinya. Tehnik fiksasi sekrup direk bis dipakai pada beberapa pasien dengan fraktur odontoid tipe II non-union kronik. Celah diantara prosessus odontoid dengan badan C2 harus kecil dan fragmen odontoid dengan ukuran yang bisa ditolerasi dan tidak autofused dengan C1. Malunion kronik yang tidak memenuhi kriteria jarang berfusi dan pasti mematahkan hardware dan menjadi tidak stabil. Persentase untuk union badan pada pasien seperti itu dengan fraktur lebih dari waktu 18 bulan adalah 25 persen. Ini sangat bertentangan dengan angka fusi 85 persen unutk tipe II dan tinggi untuk tipe III yang kurang dari 6 bulan. Unutk alas an ini, kami merekomendasikan fusi C1-2 posterior unutk fraktur non-union kronik. Fraktur odontoid tipe III yang tidak stabil yang tidak meluas jauh ke badan C2 juga bisa untuk dilakukan fiksasi sekrup.

Kontraindikasi Kontraindikasi absolut termasuk fraktur comminuted badan C2 dan disrupsi ligamentum transversum yang ditegakkan dari MRI atau oleh fraktur massa lateral C1 dengan displacement lateral yang ekstensif (lebih dari 7 mm total pada radiografi anteroposterior), fraktur patologis, dan non-union selama durasi 6 hingga 8 bulan yang tidak memenuhi kriteria yang disebutkan. Kontraindikasi relative adalah osteoporosis. Tambahan, fraktur obliq pada prosessus

odontoid,dibentuk sudut secara kaudal dan ventral supaya ianya berada parallel dengan trajektori sekrup yang direncanakan, mungkin tidak terlalu sesuai unutk fiksasi sekruo ventral karena prosessus odontoid bisa tergeser turun pada plane

fraktur saat sekrup diketatkan. Fraktur obliq anterior yang seperti ini, mempunyai angka kegagalan yang tinggi. Namun, ini bukan merupakan kontraindikasi absolut tetapi cuma yang relative. Fiksasi dimulai pada posisi yang sedikit retrolisthesis dan dibantu dengan kolar servikal yang rigid, fusi yang sukses telah terpenuhi. Bentuk dada barrel dan leher pendek bisa membuatkan pendekatan surgikal menjadi lebih rumit, tetapi dengan alat yang akan disebutkan di bawah, faktor ini jarang menjadi kontraindikasi untuk prosedur ini. Dua quality C-arms dipilih, dan prosedur itu tidak harus dilanjutkan tanpa alat itu sekurangnya satu.

Posisi Pasien Pasien diletakkan supine dengan leher yang diekstensi untuk trajektori sekrup yang baik. Alas yang dilipat tebal diletakkan di bawah bahu. Jika leher tidak bisa diekstensi, dengsn monitoring fluoroscopic lateral yang berhati-hati, kepala dialas dengan handuk yang dilipat pada alignment leher neutral. Traksi Holter dengan berat yang kecil (5lb) yang digantung pada Mayfield U-bar pada meja operasi sangat berguna untuk menstabilisasi kepala. Untuk penggunaan sekruup C1-2 ventral atau odontoid, flouroskopi biplanar adalah diperlukan. Sisi anteropesterior didapatkan dengan ara transoral. Fluoroskop single bisa dipakai jika diperlukan, ruang tiga segi untuk satu sisi Carm bisa dihalangi dengan drapes dan tiang IV unutk membantu memposisikan secaa frekuen disamping meminimalisasikan untuk mendrape ulang C-arm itu. Cara terbaik adalah dengan menggunakan fluoroskop C-arm. Satu diletakkan secara lateral dengan posisi horizontal atau sehingga 45 derajat di atas horizon. Satunya lagi bisa diletakkan pada sudut 45 derajat dari kepala meja dan diposisikan unutk lapangan pandang transoral. Beberapa perubahan diperlukan untuk mengoptimalisasikan lapangan pandang, tetapi setelah berhasil, prosedur seterusnya akan menjadi lebih gambang. Ahli anestesi akan berada di kepala meja

operasi pada kuadran yang selebihnya. Ini memberikan akses yang optimal pada kepala pasien dan jalan nafasnya. Tehnik Operatif Beberapa sistem sekrup telah dipakai, tetapi semuanya dimulai dengan eksposur yang sama. Pendekatan pertama kepada tulang belakang adalah sama dengan discektomi servikal ventral. Tulang belakang dilihat dengan cara insisi kulit unilateral pada level C5. Injeksi lokal epinefrin (1:200 000) digunakan untuk minimalisasi perdarahan kulit dan hemostasis komplit dengan kauteri bipolar. Muskulus platisma diangkat dan dibagi menggunakan kauteri monopolar. Fascia muskulus sternokleidomastoideus dibuka di sepanjang sisi medial menggunakan diseksi tajam. Diseksi tumpul kemudian dipakai untuk membuka jaringan yang lebih dalam yang terletak medial kepala lapisan carotid atau carotid sheath dan lateral kepada trakea dan esofagus unutk membuka ruang prevertebral. Pembagian fascia longus colli dan ligamentum longitudinal anterior di garis tengah menggunakan elektrokauter membenarkan bagian dari muskulus longus colli unutk terangkat secara bilateral di atas satu atau lebih dari segmen vertebra. Retrakror Caspar yang bermata tajam diletakkan di bawah otot dan didekatkan dengan pemegang retractor spesial jika sistem Apfelbaum digunakan atau jika adanya penggunaan pemegang Caspar regular dengan sistem yang lain. Jaringan areolar longgar di ruang prevertebra di ventral dari otot longus colli mudah dibuka dengan Kitner atau disektor kacang yang dipegang dalam klem tonsil berkurva. Ianya di gerakkan sebelah-menyebelah sambil digerarakkan sehingga level C1-2 ( dimonitor dengan fluoroskopi lateral). Sistem Apfelbaum mempunyai pisau retractor bersudut yang bisa sampai ke ruang di bawah mandibular dan membuka bagian yang mau di operasi. Ianya melekat dengan satu sisi dari retractor lateral yang dipakai sebelumnya. Sistem lain menggunakan retractor berbeda, seperti retractor hand-held berkurva (Synthes) atau retractor besi berbentuk mata pancingan (Hohmann) yang mengunci bahu C2 bilaterl disamping dens, seperti yang dinyatakan oleh Bohler. Kunci kepada retraksi

adalah unutk menciptakan terowongan sehinggan tepi kausal dari C2, tanpa adanya sebarang alat di luka itu secara kaudal yang bisa mengehadkan trajektori rendah yang diperlukan untuk meletakkan sekrup dengan baik. Hingga saat ini, banyak sistem yang dipakai menggunakan pendekatan berbeda unutk meletakkan sekrup. Sistem Apfelbaum mempunyai guide tube system yang terdiri dari guide tube luar dengan spikes yang menguatkan tuba itu kepada C3 dan bisa dipakai untuk mengoptimasikan alignment tulang belakang. Guide tube dalam, di antara outer tube, mengendali drilling. Apabila pilot hole didrill, inner guide disingkirkan, lobang dibuka dan sekrup diletakkan lewat outer guide tube. Pertama, tempat masuk pada tepi kaudal ventral C2 dipilih dan K-wire diimpakkan ke dalam C2. Prosedur ini dibuat dengan kontrol fluoroskopik biplanar. Jika satu sekrup akan diletakkan, lokasi garis tengah dipilih. Jika dua sekrup yang mau dipakai, lokasi paramedical dipilih 3mm hingga 4 mm dari garis tengah. Prosedur yang dibuat dengan baikk akan memudahkan prosedur yang seterusnya. Setelah K-wire sudah disiapkan, hollow drill 7mm diletakkan di atas K-wire dan diputar dengan tangan unutk membuatkan satu lekukan yang cetek pada C3 dan annulus C2-3. Tulang tidak dibuang dari C2. Dua guide tubes akan didekatkan bersama, dilalukan di atas K-wire dan ke ventral dari kolumna spinalis sehingga spikes pada tuba luar berada diatas badan C3. Palastic impactor sleeve membenarkan spikes ini ke dalam C3. Tuba dalam kemudian akan lanjut ke tepi kaudal ventral dari C2 dalam lekukan yang dibikinkan tadi, dan K-wire dilepas. Tuba di situs masuk akan menghalang drill terlepas dari tepi tulang dan berjalan ke ventral C2. Dengna sistem guide tube di C3 dan stabil, ahli bedah bisa optimalisasikan alignment C2 dengan cara mendorong C2 dan C3 ke arah dorsal ke kompleks odontoid C1 atau dengan cra menarik C2 dan C3 secara ventral. Ini dilakukan pada saat memonitoring imej fluoroskopik. Pada kasus prosessus odontoid retrolistesis, realignment ini bisa dilakukan sementara mengekstensikan kepala pasien secara gradual dan melepaskan handuk penyokong dibawahnya unutk mendapatkan trajektori yang ideal.

Satu lobang akan dibuat dari tepi kaudal ventral C2 ke apeks prosessus odontoid, dan dibuat di bawah kontrol fluoroskopik. Prosessus odontoid mempunyai shell kortikal yang padat yang harus ditebuk untuk meletakkan sekrup dengan baik dan untuk mengelakkan splitting. Drill akan masuk ke prosessus odontoid dari situs fraktur terbuka yang lembut, dan disebabkan prosessus odontoid dipegang dengan kuat oleh periostium dan perlekatan ligamentum penyokong, ianya tidak akan lari dari tempatnya oleh drill itu. Sudut drilling harus bisa mempenetrasi jarak substansial melepasi apeks prosessus odontoid kedalam ligamentum apical tanpa merusakkan struktur dural dan neural. Drill yang bersudut kanan (dental type) digunakan untuk menjauhi interferens dengan dinding dada ventral saat drilling. Ini membenarkan prosedur ini dilakukan walaupun pada pasien dengan dada barrel. Saat drill masuk ke korteks odontoid distal, kedalaman penetrasi dilihat dari shaft yang berkalibrasi dan gambaran fluoroskopik disimpan.

Drill kemudian di tarik keluar dan inner guide tube di keluarkan. Suatu tap ditempatkan lewat outer guide tube. In akan memotong garis pada tulang dam membenarkan bone-screw junction yang lebih tepat dan yang bisa mengurangkan absorpsi tulang di sekitar sekrup yang disebabkan oleh nekrosis tekanan. Tap kemudian dikeluarkan dan sekrup diletakkan melewati guide tube. Sekrup dengan ukuran yang beberapa milimeter lebih pendek dari kedalaman drill digunakan unutk membenarkan reduksi pada situs fraktur. Sekrup lag dipakai untuk tujuan ini.

Pada setiap kedua langkah ini, alignment prosessus odontoid yang dapat dengan mudah diatasi dengan cara membandingkan imej fluoroskopik aktif dengna imej yang disimpan pada waktu drilling. Pada waktu sekrup kedua mau dipasang, langkah yng sama dipakai unutk situs paramedian sisi kontralateral, kecuali sama ada partially threaded lag screw atau fully threaded lag screw bisa dipakai, karena tidak ada lagi aksi lagging bisa terjadi.

Setelah penyingkiran guide tube, pendarahan dari C3 bisa dikontrol dengan wax tulang. Fluoroskopi lateral saat fleksi dan ekstensi

mengkonfirmasikan stabilitas. Penutupan atau closure adalah rutin dan dilakukan secara lapisan-lapisan, menutup fascia sternokleidomastoideus, otot platisma dan jaringan subkutan dengan jahitan absorbable dan pada kulit dengan tape strips yang steril. Beberapa sistem alternatif telah diusulkan yang berbasiskan tehnik fiksasi sekrup pada tulang panjang yang sedia ada. Ada yang menggunakan K-wire untuk mendrill dan kemudian melewati hollow overdrill diatasnya, diikuti dengan sekrup kanulasi. Secara teoritis, apabila K-wire sudah dipasang, ianya tidak perlu dibuka lagi. Ini membenarkan kemasukan semula yang tepat pada trajektori yang sama. Sisitem ini tidak mempunyai sebarang provisi unutk mengoptimalisasikan alignment dengan drill guide, kecuali dengan memposisikan kepala dan memasang instrument tambahan di samping drill dan dorong ke C1 atau C2. Perhatian yang baik harus ada sewaktu drilling pada K-wire, karena drilling bisa melekat pada K-wire dan menyentuh ke kanalis spinalis atau memotong K-wire. Secara teoritis, K-wire adalah drills yang suboptimal karena kurangnya rigiditas torsional dari drill bits dan bisa dihindari oleh densitas yang irregular pada tulang.

Kontroversi

Penggunaan satu sekrup versus dua sekrup. Secara teoritis, penggunaan satu sekrup bisa membuatkan prosessus odontoid unutk rotasi pada C2. Paling tidak dengan fraktur baru, interdigitasi permukaan fraktur irregular biasanya mengelakkan ini dari berlaku. Oleh itu, kedua tehnik mempunyai sukses klinis yang sama. Ukuran dan tipe sekrup. Data biomekanis menunjukkaan sekrup berkanulasi agak sama dengan sekrup solid dari aspek kekuatan, mungkin hanya 5 hingga 10

persen lebih lemah. Banyak diameter sekrup sudah digunakan. Biasanya diameter sekrup adalah dari ukuruan 3,5 mm hingga 4,0 mm dan bisa semakin besar.

Hasil Fraktur odontoid tipe II yang kurang dari 6 bulan dan dirawat dengan tehnik ini mempunyai angka fusi yang tinggi. Penyatuan tulang yang sukses tercapai pada 88 persen pasien, dengan tambahan 3 persen mencapai stabilitas via penyatuan fibrous. Kegagalan yang terjadi biasanya disebabkan oleh umur pasien yang sudah tua dengan kualitas tulang yang jelek. Pada kondisi ini, sekrup bisa gagal unutk berpegang pada C2. Jika komplikasi ini dideteksi lebih awal, alignment semula dan immobilisasi eksterna sudah bisa sukses, jika tidak, operasi tambahan akan diperlukan. Tingginya angka keberhasilan dengan menggunaakn tehnik ini, dengan komplikasi minimal, telah menjadikannya sebagai penanganan pertama unutk banyak fraktur odotoid tipe II.

Fiksasi sekrup transartikular vental C1-2 Tehnik ini adalah sebagai alternative jika fiksasi sekrup odontoid tidak memungkinkan, jika fiksasi sekrrup gagal untuk menstabilisasi C2 karena inkompetensi ligamentum transversum konkomitan yng tidak dikenali, atau jika dalam kasus yang jarang, endekatan dorsal dikontraindikasikan. Stabilisasi didapatkan dengan menggunakan dua sekrup, setiap satunya dimasukkan lewat massa lateral C2, ke massa lateral C1. Tempat masuknya di medial dari arteri vertebral, yang berisiko dengan pendekatan ini. Sekrup diposisikan dengan sudut ke lateral kira-kira 20 derajat dan ke dorsal dengan sudut yang sama. Tempat masuk dipilih berdasarkan tepi lateral badan vertebra rostral dari atara ruang C2-3 ke berbatasan dengan massa lateral, dan sebolehnya tetap medial di struktur itu.

Drill guide yang digunakan dalam fiksasi sekrup odontoid juga bisa dipakai pada tehnk ini juga, walaupun panjang sekrup bisa dikatakan lebih pendek. Walaupun fiksasi bisa dicapai, tehnik ini tidak membenarkan perletakan substansial bone graft. Ada yang mengharapkan supaya bisa mencapai stabilisasi jangka panjang dengan arthrodesis artikulasi lateral C1-2, terutamanya dengan immobilisasi. Tehnik ventral yang lain. Terdapat beberapa laporan yang menggunakan plates dan sekrup secara transoral. Pengalaman dengan tehnik ini terhad karena tehnik ini tidak digunakan dengan meluas. Risiko infeksi dan area operasi yang kecil, mungkin membuatkan ahli bedah jarang menggunakan pendekatan ini.

Pendekatan dorsal Pendekatan ini dipakai unutk menstabilisasikan C1 ke C2. Daripada menstabilisasikan dan fiksasi tulang yang fraktur, ia menstabilisasikan apa yang sebelumnya segmen gerakan yang normal dan menyediakan sekitar yang optimal unutk penyembuhan graft tulang. Bone grafting sering digunakan untuk stabilisasi jangka panjang, karena hardware pada segmen yang nonfusi akan semakin lelah dan mengalami kerusakan. Tehnik lama telah menggunakan berbagai strategi wiring C1-2 dengan memperkenalkan bone grafting. Strategi ini membenarkan pergerakan stabillitas yang terhad dan berkurang dengan signifikan dengan cyclical loading. Oleh itu, orthosis rigid eksternal biasanya diperlukan. Elemen dorsal yang tidak ada atau mengalami fraktur bisa mengelakkan penggunaan strategi ini. Dalam situasi optimal sekalipun, angka non-union yang dilaporkan adalah sehingga 30 persen.

Indikasi Prosedur ini diindikasikan kepada instabilitas atlantoaxial dari sebarang penyebab seperti disrupsi traumatik ligamentum transversum, rheumatoid atau penyakit degenerative lain, instabilitas iatrogenik setelah dekompresi transoral, kongenital atau ketiadaan prosessus odontoid united yang didapat, inkompeten ligament berkait dengan banyak penyakit genetik, atau fraktur odontoid kronik. Instabilitas occiput-C1 bisa terjadi dari banyak penyebab yang sama dan jika ada, ia bisa ditangani dengan lanjutkan stabilisasi dan fusi hingga ke occiput.

Kontraindikasi Osteoporosis sering diperhatikan unutk fiksasi intraosseus dan harus diperiksa sebaiknya. Hal yang harus diperhatikan unutk fiksasi sekrup transartikular adalah jalan untuk sekrup yang dilalui melewati pars interartikularis (ismus) C2 ke lateral artikulasi C1-2 sebelum melewatinya ke massa lateral C1. Pemasangan sekrup pada kondisi seperti itu telah mengakibatkan cedera arteri vertebralis dengan sekuele neurologis yang serius. Ada tehnik alternative oleh Harms menggunakan sekrup yang dipasangdi massa lateral C11 dan ke pars atau pedikel C2, yang kemudiannya terhubung di posterior dengan rod. Ini bisa dipakai pada kasus yang jalannya (pathway) tidak aman. Oleh itu, penting unutk mengevaluasi faktor ini sebelum dilakukan operasi sebelum menentukan unutk lanjut dengan fiksasi sekrup transartikular. Thinsection computed tomography scans, yang dibuat sepanjang laluan sekrup, penting dalam evaluasi sama ada sekrup itu bisa dipasang dengan aman atau tidak.

Memposisikan Pasien Pasien diposisikan pada posisi prone atas bolters dengan kepala disokong oleh pemegang kepala 3 pin. Kolar servikal membantu untuk menstabilisasikan

lehar pasien, tetapi kontrol primer untuk prosedur ini disediakan oleh ahli bedah yang memastikan leher pasien stabil dengan sedikit traksi axial dan pada posisi neutral pada saat pasien diputar secara perlahan ke posisi prone. Posisi terakhir, sebelum megetatkan klem kepala, dilakukan dibawah petunjuk dari fluoroskopik lateral. Posisi reduksi terbaik adaalh pada saat kepala dalam ekstensi. Tetapi, cara ini bisa menghalang pemasangan sekrup transartikular C1-2 dalam banyak kasus, karena lordosis memerlukan trajektori sekrup untukk dimulai dari kavitas toraks. Jadi, pasien harus diposisikan dengan dagu sedikit fleksi dan kepala diangkat ke dorsal. Posisi ini akan selalu mengurangi dislokasi C1-2 via translasi dorsal dan juga memastikan tulang belakang servikal yang selebihnya lurus atau agak kyphosis. Pada posisi ini, trajektori sekrup bisa didapatkan. Kepala harus dipastikan unutk tidak berotasi sebelum menutup klem kepala. Ianya bisa diperiksa dengan cara simetris kanalis telinga relative dengan meja atau lantai. Monitoring gambaran fluoroskopik yang hati-hati membantu posisi yang aman. Sudut trajektori sekrup yang rendah diperlukan untuk menutupi C2 pars interartikularis dan masuk ke C1 tempat permulaan di level T1 hingga T3. Tehnik asli Magerls menggunakan insisi dan retraksi otot paraspinal ke level ini. Namun, tehnik perlobangan perkutaneus membuatkan ia tidak diperlukan.

Tehnik Operatif Insisi garis tengah dorsal dari bawah inion (protuberens oksipital) ke C3 selalunya adekuat. Otot paraspinal didiseksi di elemen dorsal C1,C2 dan tulang oksipital dan ditahan dengan retractor Weitlander bersudut. Diseksi harus dilakukan dengan hati-hati, dengan menjaga instabilitas dari tulang belakang. Elemen dorsal C1 dan C2 akan terlihat sepenuhnya, dengan resolusi aspek lateral dari elemen dorsal C dan sendi facet C2-3, serta isthmus C2 ke rostral di bawah akar saraf C2 dan kompleks venous yang terasosiasi.

Setelah struktur anatomis sudah terbuka, sekrup dipasang. Tempat masuk unutk setiap sisi adalah rostral dari sendi facet C2-3 dan pada satu garis dengan pars interartikularis sebelumnya. Alat seperti K-wire dipasangkan sepanjang leher pasien. Insisi kulit sepanjang 1 cm hingga 1,5cm dibuat di fascia dorsal, dan menyediakan tempat masuk unutk alat drill. Dengan fiksasi odontoid, sistem guide tube mungkin digunakan. Dengan sistem ini, tuba yang licin yang sesuai dengan obturator hujung konikal dilalukan dari insisi kulit ke tempat masuk drill di simpang C2-3 dengan menekan dengan baik pada arah rostral dan alat itu dirotasi ke depan dan ke belakang untuk memperlihatkan tempat yang akan di operasi. Setelah guide tube berada di tempatnya, obturator dilepas dan awl dipakai untuk membuat lobang pada tulang laminar C2. Inner drill guide kemudian dipakai unutk menyokong drill itu. Ahli bedah harus mevisualisasikan perbatasan dorsolateral dan medial pars interartikularis dan mendirekkan drill dengan akurat. Alat seperti disektor Penfield bisa membantu unutk memvisualisasikannya. Trajektori bersudut rendah melibatkan area maksimum dari massa lateral C1. Ini juga memastikan drill berada di dorsal di atas arteri vertebralis. Biasanya trajektori sekrup harus berada pada arah paramedian lurus. Fokus ke medial bisa memberikan pandangan massa lateral C1 yang lebih kecil, namun fokus ke lateral bisa membahayakan arteri vertebralis. Sistem stereotaktik berpandukan imej bisa membantu dalam pemasangan sekrup yang akurat. Pada saat drilling, resistansi yang meningkat akan dirasai pada margin kortikal permukaan sendi C2 dan kemudian pada permukaan sendi C1, serta korteks ventral C1. Apabila pilot hole digali, kedalamannya diperhatikan di calibrated drill shaft, dan gambarannya akan disimpan. Drill kemudiannya akan diganti bersama inner drill guide dan diganti dengan tap, kecuali pada tulang yng sangat lembut. Setelah lobang di tapping, sekrup yang berbenang sepenuhnya akan dipasangkan.

Alignment vertebra dioptimalisasi sebelum menyeberangi artikulatio C1-2 dengan menyamakan gambaran fluoroskopik aktif dengan duplikatnya yang disimpan. Perdarahan tulang bisa terjadi, biasanya pada penyakit inflamasi. Tetapi jika perdarahan arteri yang cepat terjadi dari lobang drill , kemungkinan berpunca dari cedera arteri vertebral, pemasangan satu sekrup untuk fiksasi dan tamponade direkomendasikan. Jika terjadi, bagus untuk mendapatkan gambaran angiografik postoperatif unutk memastikan kondisi vessel dan unutk mendeteksi formasi fistula. Segera setelah pemasangan sekrup pertama, pembaikan yang signifikan diobservasikan pada pasien dengan instabilitas. Langkah yang sama diulang untuk sisi yang kontralateral.

Grafting tulang Fiksasi sekrup berfungsi sebagai suatu splint internal. Unutk stabilitas jangka panjang, fusi tulang diperlukan karena semua alat akan gagal tanpanya. Magerl mencadangkan curetting dan penggunaan bone chips ke persendian C1-2 untuk membantu arthrodesis. Fusi dorsal sering digunakan. Dengan elemen dorsal yang intak, suatu pembentukan yang dimodifikasi terdiri dari kombinasi interposisi dan onlay bicortical iliac crest dicadangkan. Graft itu mempunyai korteks ventral dan dorsal. Namun, korteks itu dibuang di situs di mana ianya menyentuh permukaan kaudal dan dorsal C1 dan permukaan laminar dan tepi rostral prosessus spinosus C2. Permukaan yang bersentuhan akan dipisahkan dengan burr kelajuan tinggi, dan permukaan donor graft dibentuk untuk opposisi. Ini diamankn dengan kabel titanium pada sublaminar C1 dan sekitar prosessus spinosus C2. Sekrup itu akan menghalang translasi dan rotasi, dan graft akan menghalang ekstensi dan kabelnya menghalang fleksi. Curettings dan bone chips dipasang di sekitar itu unutk membantu fusi.

Tehnik Lasso Tanpa arkus C1 yang intak, konstruk itu bisa dipakai dengan modifikasi, disebut tehnik Lasso, karena terdapat lebihan dasar C1 yang adekuat. Kabel melingkari dan menstabilkan setiap lasso, graft kemudian ditarik kebawah unutk menyentuh tulang. Untuk sukses menggunakan tehnik ini, graft yang luas harus dipakai, supaya ianya berlapisan dengan setiap lebihan arkus servikal.

Ekstensi ke Occiput Graft yang lebih panjang bisa diambil sehingga ke occiput. Suatu sekrup tulang yang kecil dimasukkan melewati graft ke dalam occiput dan membantu kontak ini.

Sistem Alternatif Drilling dengan K-wire dan memasang sekrup kanulasi lobang adalah suatu tehnik alternative yang digunakan oleh beberapa ahli bedah. K-wire bisa didrill perkutaneus atau via guide tube.

Sekrup/ screws Sekrup berukuran dari 3,5 hingga 4,0mm atau lebih besar dalam diameter telah digunakan. Sekrup kortikal dengan diameter minor yang lebih besar, telah menggantikan penggunaan sekrup cancellous dengan diameter minor yang lebih kecil. Sekrup ini memerlukan drill yang lebih besar (3mm) karena diameternya yang besar. Drill ini memberikan kontrol yang lebih terarah dan membenarkan koreksi sudut drill yang lebih tepat.

Penjagaan postoperatif Beberapa ahli bedah memilih unutk menggunakan kolar servikal, namun penggunaannya mungkin tidak diperlukan. Dengan eliminasi gerakan yang segera, nyeri setelah operasi signifikannya berkurang, dan kebanyakan pasien bisa dipulangkan dalam waktu 2 hari. Mereka akan dimonitor dengan radiografik serial sehingga fusi sudah berlaku. Aktivitas nontrauma termasuk mengendarai, dibolehkan apabila pasien sudah merasa nyaman. Hasil dan Komplikasi Banyak series melaporkan angka fusi dan stabilisasi yang bagus. Prosedur ini memberikan kelebihan yang partikular kepada pasien dengan rheumatoid arthritis yang sering datang dengan keluhan nyeri dan tidak bisa tolerasi dengan halo vest orthosis dengan baik. Pada pasien seperti ini, fusi mengambil masa yang lebih lama, dam pasien ini mempunyai angka non-union yang lebih tinggi dengan tehnik konvensional. Dengan fiksasi sekrup internal, mereka bisa stabil, dilindungi dan mempunyai kelegaan nyeri yang baik, serta kondisi yang baik unutk penyembuhan tulang. Tehnik ini memerlukan pengetahuan yang baik tentang anatomi dan evaluasi preoperatif yang teliti via CT scan resolusi tinggi. Namun, jika cedera arteri vertebralis terjadi, dan dalam satu kasus cedera arteri vertebralis bilateral terjadi pada infark batang otak yang fatal. Cedera unilateral tidak menyebabkan sekuele neurologis tapi bisa menyebabkan fistel arteriovenous, yang mana salah satunya memberikan gambaran sebagai kompromi medulla spinalis dari kongesti venous epidura. Pasien yang lebih tua harus belajar untuk berkompensasi dengan cara rotasi torsio. Ada pasien yang telah menunjukkan perbaikan gerakan hamper segera setelah operasi, karena nyeri yang diprovokasi oleh spasme otot servikal berkurang.

Fusi Oksipitoservikal Instabilitas atau degenerasi sendi occiput-C1 atau invaginasi basilar bisa memerlukan inkorporasi occiput ke fusi servikal atas. Dua tipe tehnik fiksasi sekrup dipakai unutk tehnik wirirng. Pendekatan pertama adalah dengan menggunakan perforated plates yang bisa dibentuk ke occipitocervical dan terhubung dengan tulang servikal menggunakan sekrup transartikular C1-22, serta dengan sekrup massa lateral di bawah C2 jika fusi perlu unutk dipanjangkan ke subaxial. Ujung cranium diamankan dengan menggunakan sekrup kecil ke dalam tengkorak. Pendekatan yang lain menggunakan U-loop yang terdiri dari rod titanium ke kontur occipitocervical. Komponen loop rod ini digepengkan dan didrill unutk membenarkan pemasangan beberapa sekrup oksipital, keduanya di garis tengah dan paramedian. Kaki U-loop bisa dipasangkan dengan sekrup transartikullar C12 dengan menggunakan alat yang berotasi bebas, membantu alignment rod dan alat itu. Secara alternative, fiksasi kabel ke arkus C1 dan C2 bisa digunakan. Untuk fiksasi calvarial, sekrup 4,5mm bisa digunakan. Di garis tengah, sekrup 10mm hingga 12mm mungkin dipakai, tapi sering sekrup 6 hingga 8 mm bisa mengakomodasi secara lateral. Kedalaman sekrup ditentukan dengan kombinasi dari drilling dan melobangi dengan gauge kedalaman. Ianya bisa ditambah kedalaman subaxial kalau diperlukan. Menggunakan sekrup massa lateral dan alat berpasangan yang sama.

Rumusan Tehnik fiksasi sekrup telah dibuktikan aman dan efektif untuk tulang servikal atas. Anggota yang mobile ini sukar untuk distabilisasi dengan efektif. Tehnik

nonoperatif dan operatif yang digunakan sebelumnya hanya efektif parsial dalam menangani masalah. Penanganan sebelumnya sering menyebabkan inabilitas yang lama untuk berfungsi secara normal atau telah mengorbankan gerakan normal unutk mendapatkan perlindungan unutk elemen neural. Dua tehnik fiksasi sekrup major yaitu fiksasi sekrup direk pada fraktur odontoid dan fiksasi sekrup transartikular C1-2 adalah merupakan tambahan yang penting kepada armamentarium ahli bedah. Data yang ada membuktikan tehnik ini adala lebih baik dari pendekatan yang dipakai sebelumnya. III. TEHNIK TULANG, WIRE, ROD, PLATE OKSIPITOSERVIKAL DAN SERVIKAL ATAS Sendi oksipitoatlantoaxial adalah rumit atau kompleks, dari aspek anatomis dan kinematis. Secara anatomis, terdapat dua sendi synovia di antara atlas dan axis; dan terdapat sendi synovia di antara arkus ventral atlas dan dens, dekat dengan dens dan ligamentum transversum, dan dua di sendi dorsolateral. Sendi oksipitoatlanta membenarkan fleksi/ekstensi sehingga sudut 15 hingga 20 derajat dan 5 hingga 10 derajat untuk bending lateral. Menganggukkan kepala juga adalah peranan persendian ini. Sendi atlantoaxial memberikan sudut 47 hingga 50 derajat untuk rotasi axial, 15 hingga 20 derajat untuk fleksi/ekstensi, dan lateral bending yang berpasangan dengan rotasi axial.

Penyebab Instabilitas pada Tulang Belakang Servikal Atas Instabilitas pada tulang servikal atas bisa disebabkan oleh kongenital. Trauma, inflamatori atau neoplastik. Untuk beberapa abnormalitas kongenial yang ada, impresi basilar adalah yang paling sering. Impresi basilar mungkin progressif dan bisa menyumbang kepada kompresi medulla spinalis servikomedullaris. Laksitas ligamentum kongenital pada tulang servikal bisa menyebabkan instabilitas dan subluksasi. Penglibatan tulang servikal atas pada pasien

rheumatoid arthritis juga bisa menyebabkan instabilitas atlantoaxial dan impresi kranial, dan keduanya membutuhkan penanganan operasi yaitu dekompresi dan stabilisasi. Trauma adalah penyebab utama instabilitas tulang servikal atas dan biasanya akibat dari benturan di kepala. Arah benturan menentukan tipe cedera.

Penanganan pada Pasien dengan Instabilitas Tulang Servikal Atas Pasien dengan instabilitas tulang servikal atas memiliki resiko cedera fatal pada medulla spinalis servikal. Deteksi awal, reduksi, immobilisasi dan stabilisasi adalah tujuan penanganan. Pasien dengan instabilitas tulang servikal atas dengan kausa kongenital harus diinvestigasi dengan lebih lanjut untuk defek kongenital yang lain (eg malformasi Chiari, lesi disrafik spinal dan hidrosefalus). MRI harus dipakai untuk mengetahui patologi soft tissue. Tambahan lagi, CT scan dan foto polos (dengan atau tanpa pandangan fleksi/ekstensi) juga bisa didapatkan kalau diperlukan. Pasien dengan arthritis rheumatoid harus diperiksa MRI untuk memastikan adanya pannus inflamatori dan/atau invasi tulang ke elemen neural. Pasien dengan kompromi neural dengan instabilitas oksipitoservikal harus difikirkan untuk prosedur dekompresif ventral sebelum melakukan stabilisasi dorsal. Dari hasil radiologi, pasien dengan subluksasi pada radiografi neutral juga harus dievaluasi dengan radiografi fleksi/ekstensi lateral unutk mengakses kekurangan dari subluksasi itu. Pasien dengan subluksasi yang tidak berkurang harus menjalani percobaan traksi servikal unutk mengurangkan dislokasi sebelumm mentapkan penanganan operasi. Pasien dengan instabilitas kronis harus tetap dalam traksi unutk 4 hingga 5 hari dengan relaksasi otot sebelum

penanganan operasi. Pasien dengan subluksasi yang berkurang, reduksi yang dicapai dengan fleksi-ekstensi, atau dengan traksi axial dan tanpa kompromisasi batang servikomedullaris mungkin bisa diamankan dengan pedekatan dorsal. Biasanya, pasien dengan intabilitas karena arthritis rheumatoid atau dengan pannus, tapi tanpa deficit neurologis, bisa distabilisasikan dengan pendekatan dorsal tanpa melakukan dekompresi ventral inisial. Pannus biasanya menghilang dalam 6 hingga 12 bulan setelah pergerakan abnormal sudah dieleminasi. Indikasi peralatan dalam instabilitas oksipitoatlantal. Majoritas dislokasi oksipitoatlantal taumatik adalah fatal. Ada pasien yang dirawat dengan efektif dalam traksi servikal diikuti dengan instrumentasi oksipitoservikal dan fusi. Instabilitas kronik pada persimpangan oksipitoatlantal terjadi dengan arthritis rheumatoid (RA) dan lesi destruktif region servikal atas yang lain. Pada pasien dengsn instabilitas kronik, erosi pada articulation oksipitoatlantal adalah sering dan menyebabkan settling kranial dengan rotasi subluksasi yang terkait. Setelah reduksi crania settling dengan traksi servikal dan dekompresi ventral, pasien ini harus menjalani instrumentasi oksipitoservikal dorsal dan fusi. Pasien dengan RA, subluksasi atlantoaxial, dan cranial settling yang terkait adalah pasien untuk instrumentasi oksipitosercikal dan fusi.

Tehnik Oksipitoservikal Terdapat beberapa tehnik unutk stabilisasi tulang servikal atas, dengan atau tanpa instrummentasi. Arthrodesis tulang biasanya adalah tujuan jangka panjang untuk tenik ini. Dengan arthrodesis junction oksipitoservikal, penghubung tulang harus ada di antara occiput dan tulang servikal atas. Tehnik mungkin dibagi kepada yang menggunakan tulang sahaja dan tehnik yang menggunakan fiksasi internal dengan tulang. Pada 1959, Perry dan Nickel menjelaskan tentang simple onlay graft untuk fusi leher untuk instabilitas setelah poliomyelitis berat. Fusi didapatkan dengan

dekortikasi dan laying down strips tulang kortikocancellous yng diperoleh dari iliac crest. Pasien dalam traksi servikal selama 6 minggu dan kemudian dipakaikan kolar servikal plastic yang tinggi sehingga adany fusi tulang. Kombinasi fiksasi internal dengan grafting tulang diatasnya telah mengurangkan kebutuhan untuk traksi post operatif dan immobilisasi rigid. Angka pseudarthosis dalam 302 seri fusi oksiposervikal dan 98 fusi atlantoaxial dilaporkan serendah 1 persen.

Konsiderasi peri operatif Sebelum di operasi, pasien tetap dalam traksi dan dibawa ke kamar operasi di atas tempat tidurnya. Ektensi leher biasanya merupakan posisi aman unutk kebanyakan pasien dengan instabilitas servikal. Jadi, intubasi endotrakeal oral yang memerlukan sedikit ekstensi dari leher adalah aman untuk pasien ini. Pasien yang mendapatkan reduksi saat lehernya dalam fleksi atau dalam posisi neutral adalah berisiko dan perlu diintubasi sewaktu sadar dengan bantuan skop fiberoptik, tanpa ekstensi dari leher. Setelah intubasi, kolar servikal dipasangkan pada leher pasien. Traksi pada tulang servikal dibuat secara manual dengan cara menarik tongs sementara mengubah pasien ke posisi prone. Kepala pasien tetap lurus dan disokong dalam bantalan bulat atau difiksir pada pemegang kepala 3 pin.

Eksposur Insisi garis tengah dibuat dari inion dekat dengan prosessus spinosus C4. Panjangnya bermacam-macam, tergantung dari panjang tulang subaxial yang akan di fusi. Tulang suboksipital sekitar foramen magnum dan prosessus spinosus serta lamina C1 ke C4 terdedah secara subperiosteal.

Fusi Oksipitoservikal Penggunaan simple onlay graft sendiri pada fusi oksipitoservikal pertama digunakan oleh Perry dan Nickel dan kemudian oleh Newman dan Sweetnam. Tehnik ini memerlukan dekortikasi dan meletakkan strip tulang kortikocancellous dari spina iliaca. Fusi terjadi dari tulang oksipital ke atlas dan axis. Pasien yang menjalani prosedur ini ditempatkan setelah operasi dalam halo vest sehingga 3 sampai 4 bulan sehingga fusi tulang dideteksi pada hasil radiografi.

Fusi oksipitoservikal dengan fiksasi internal Penggunaan implant metallic yang rigid unutk mendapatkan fiksasi segera dengan graft tulang di atasnya telah memberikan fusi yang sukses tanpa harus menggunakan immobilisasi dengan halo vest setelah operasi.

Rod berkontur dan fiksasi kabel Rod berbeda telah digunakan unutk fiksasi internal pada fusi oksipitoservikal. Radiografi tulang servikal lateral diperoleh setelah pasien dalam posisi prone dan kepala dipertahankan dalam posisi neutral. Rod berkontur dipasang pada belakang occiput, dan tempat unutk lobang burr ditandai di rod itu pada sisi porsi oksipital di kedua sisi. Empat lobang dibuat di tulang suboksipital, 2 pada salah satu sisi garis tengah, memastikan penghubung yang adekuat antara lobang burr itu. Fossa dura mter posterior dipisahkan dari penghubung dalam, dan kabel dobel dilewati dari satu lobang ke lobang yang lain. Ini diulang di tempat yang bertentangan. Penggunaan kabel ganda pada sisi oksiput menyediakan dua kabel pada satu sisi untuk mempertahankan rod. Secara alternative, satu lobang burr pada salah satu sisi garis tengah, dengan kabel itu melewati sekitar rim foramen magnum, juga bisa digunakan.

Setelah pemasangan kabel untuk fiksasi kranial, pemasangan subluminar unutk fiksasi spinal didapatkan dengan melewatkan kabel ganda di bawah arkus dorsal C1 dan lamina C2. Apabila dipisahkan, satu kabel akan ada pada setiap sisi arkus dorsal C1 dan C2. Pada C3 dan C4, lobang mungkin dibuat pada simpang spinolaminar menggunakan drill sudut kanan. Satu kabel yang diikat ke kancing Drummond dilalukan dari salah satu sisi simpang spinolaminar. Setelah dekortikasi, graft tulang diambil dari insisi yang berasingan dari spina iliaca dorsal dan diletakkan sebagai graft di atas tulang kortikocancellous. Harus diperhatikan sewaktu memposisikan kepala sebelum fiksasi internal dan fusi unutk mendapatkan reduksi subluksasi terbaik dengan posisi kepala dan leher yang optimal, sesuai dengan fungsi normal. Perforasi dural harus dihindari sewaktu laluan dawai di lobang burr suboksipital dan di C1 atau C2. Dawai utama dari meja dalam harus dilengkung unutk mendapatkan permukaan yang licin sewaktu passase subluminar. Monitor permukaan tulang sebaiknya sewaktu memintal bisa menghalang pengikatan kabel yang terlalu ketat. Pengamanan kabel dengan torque tidak melebihi 4 hingga 5 inci pound dengan kabel titanium dan 8 inci-pound dengan kabel besi anti karat sesuai pada oang dewasa. Pada pasien dengan tulang yang rapuh, dan pasien RA, torque dikurangi hingga sesuai. Semua pasien bisa ditangani setelah operasi dengan kolar Philadelphia selama 6 hingga 12 minggu atau sehingga fusi dibuktikan dengan radiologi.

Fiksasi Plat Plat dan sekrup telah digunakan pada fiksasi oksipitoservikal. Namun, faktor yang menghambat adalah tebal tulang oksipital yang bervariasi. Heywood et al. melaporkan tulang oksipital dengan ketebalan 9 hingga 16 mm di garis tengah dan hanya 3 hingga 9mm pada tulang suboksipital lateral. Tidak ada ruang di antara dura mater dan serebellum. Jika tabula interna dipenetrasi, ianya bisa menyebabkan cedera serebellar.

Evaluasi dan penanganan preoperative pasien sama seperti yang ada untuk fusi oksipitoservikal. Pada tehnik Gallie yang dimodifikasi kabel dilewatkan di bawah arkus dorsal C1 dari kaudal ke roatral. Tepi kaudal arkus dorsal C1 dan tepi rostral lamina C2 dan prosessus spinosus didekortikasi. Graft bikortikal, yang dipotong pada permukaan kaudalnya untuk menutup kontur prosessus spinosus dan lamina C2, ditempatkan di antara C1 dan C2. Permukaan graft yang cancellous berdekatan dengan area C1 dan C2 yang didekortikasi. Loop letaknya di dorsal dari graft, dan ujung bebas pada ventral dari graft. Ini memastikan graft tidak bermigrasi ke dorsal atau ventral pada waktu melakukan stabilitas rotasional yang diperlukan. Dekortikasi lanjut dan onlay bone grafting pada permukaan dorsal C1 dan C2 dilakukan. Ikatan kabel disekitar graft yang teerlalu kuat bisa menyebabkan erosi dan kelonggaran graft itu sendiri. Jika adanya subluksasi dorsal dens, maka ada pula resiko unutk dens tertarik ke dorsal ke dalam medulla spinalis sewaktu pengikatan dawai. Resiko ini diminimalisasi dengan

menggunakan bentuk tulang yang lebih besar di antar elemen dorsal C1 dan C2. Ujung dawai utama harus digandakan unutk mendapatkan permukaan yang licin dan rata sewaktu passase dawai subluminar unutk menghindari laserasi dural. Beberapa tehnik telah dijelaskan tentang perdawaian/ wiring pada atlas ke vertebra axis, dengan kesuksesan yang bervariasi. Kekurangan pada pasien yang menggunakan tehnik kabel dan dawai sahaja adalah jika ada instabilitas yang signifikan, mereka harus menggunakan halo vest setelah operasi selama 3 hingga 4 bulan. Pasien itu harus menjalani fiksasi transfacet apabila terdapat instabilitas yang signifikan atau fraktur atau ketiadaan elemen dorsal C1 atau C2 atau apabila laminektomi C1 dan C2 diindikasikan.

Rumusan Stabilisasi tulang servikal atas bisa dicapai dengan menggunakan banyak tehnik, tergantung kepada indikasi operasi. Kontroversi tetap ada melibatkan penggunaan fusi oksipitoservikal versus fusi atlantoaxial dengan adanya instabilitas

atlantoaxial. Ada ahli bedah masih menggunakan fusi oksipitoservikal pada pasien dengan instabilitas di sendi atlantoaxial, mengatakan bahwa kehilangan sudut fleksi/ekstensi untuk 15 hingga 20 derajat dengan memasukkan occiput pada fusi itu adalah tidak bermakna. Namun, gerakan pada sendi oksipitoatlantal dari 15 hingga 20 derajat adalah penting untuk gerakan mengangguk di tulang servikal, dan kehilangan gerakan ini mungkin penyebab dari morbiditas yang signifikan. Semua pasien dengan instabilitas pada artikulasio atlantoaxial sahaja perlu menjalani tehnik stabilisasi yang sesuai. Tehnik fiksasi internal yang rigid mengurangkan penggunaan orthotics eksternal yang rigid dan meningkatkan angka fusi tulang. IV. TEHNIK FIKSASI SERVIKAL SUBAXIAL VENTRAL Dalam tahun-tahun terakhir, tehnik fiksasi ventral sudah berkembang unutk menangani berbagai abnormalitas tulang servikal subaxial. Semua tehnik ini melibatkan penggunaan sistem plating servikal ventral dengan sekrup tulang unutk mengunci pada material graft tulang. Banyak studi tentang fiksasi ventral telah dilakukan pada pasien yang menjalani disektomi servikal multilevel dengan fusi, korpektomi dan strut graft. Hasil studi memberikan beberapa faktor, termasuk; 1. Semakin banyak bilangan level yang terfusi, semakin tinggi angka pseudoarthritis 2. Fiksasi plat tidak membuktikan outcome pasien 3. Fiksasi plat tidak meningkatkan komplikasi 4. Fiksasi plat tidak menurunkan angka ekstrusi graft 5. Fiksasi plat terbukti mengurangkan angka pseudoarthritis dan kifosis. Indikasi fiksasi ventral termasuk vertebrektomi servikal, fraktur servikal, disektomi servikal multilevel, lesi metastasis pada badan vertebra servikal, instabilaitas tulang servikal disebabkan trauma atau didapat, dan disektomi servikal ventral satu tahap atau infeksi.

Komplikasi graft terjadi dalam 15 persen kasus termasuk non-union, ekstrusi graft,dan infeksi graft. Instrumentasi servikal ventral mengurangi insidensi komplikasi ini dengan membenarkan operator unutk memasang graft tulng pada kompresi. Ini bisa mengurangkan mikrogerakan dan meningkatkan fusi. Tambahan lagi, fiksasi ventral banyak mengurangkan insidensi ekstrusi graft karena plat berfungsi untuk mengamankan graft dan mungkin bisa terfiksir dengannya secara mekanis. Pendekatan ventral pada tulang servikal subaxial dilakukan via pendekatan surgikal yang biasa dipakai. Operator harus ingat bahwa akses ke badan vertebra di atas dan di bawah tempat graft harus didapatkan untuk mendapatkan akses untuk alat fiksasi. Insis transversum mungkin dibuat dan meninggkalkan scarring minimal di kulit, tetapi ini bisa mengurangkan diseksi kaudal dan rostral. Untuk alasan ini, insisi yang parallel dengan otot sternokleidomastoideus dipilih dengan membuka 4 atau lebih diskus servikal. Apabila permukaan ventral tulang belakang didapatkan, otot longus colli harus dibuka dari garis tengah ke luar dan ruang diskus akan terdedah. Ianya sering membantu tetapi tidak mandatory, unutk mengidentifikasi ruang antar diskus di atas dan di bawah badan vertebra di mana fiksator mau dilekatkan. Ini membantu operator untuk menghindari memasang sekrup ke dalam ruang diskus. Penggunaan sinar X fluuoroskopik bisa membantu dalam prosedur ini.

Konstruk/Binaan Multilevel Baru-baru ini, masalah telah diidentifikasi pada konstruk multilevel dengan subsidens graft, juga dikenal dengan teropong atau pistoning atau telescoping graft ke dalam badan vertebra yang berdekatan. Data biomekanis menunjukkan plating servikal ventral membebani graft pada ekstensi dan bisa memerlukan graft pistoning dan kegagalan konstruk multilevel. Banyak plat servikal ventral telah berkembang bahwa interface dinamik atau statik dengan plat. Tehnik operatif yang lain melibatkan disektomi multilevel dengan

arthrodiesis, kadang dengan kombinasi dengan korpektomi, ditemukan untuk mendapatkan keuntungan dari fiksasi multipel dengan penggunaan plat baru ini. Plat terbaru ini meminimalisasi atau bisa menghindari stres ke graft tulang ini. Data biomekanis yang membandingkan plat dinamik dan statik masih belum jelas. Namun, sudah dibuktikan bahwa plat dinamik bisa menahan beban dengan lebih efektif berbanding plat statik, terutama pada konstruk yang pendek. Analisis sudah menunjukkan bahwa ujung kaudal pada konstruk adalah paling mungkin berpotensi untuk oleh karena kelonggaran sekrup atau kegagalan hardware. Masalah ini bisa dikurangi dengan (1) memaksimalkan penggunaan sekrup di ujung kaudalpada konstruk, (2) menggunakan fiksasi dinamik, (3) menggunakan tehnik mortisising dan meticulous bone grafting, dan (4) menstabilkan tulang belakang dengan kolar yang rigid dalam beberapa bulan pertama setelah prosedur.

Tehnik Bone Grafting. Pemasangan graft tulang yang baik adalah kunci kepada fiksasi servikal vebtral yang optimal. Tehnik grafting yang jelek bisa meningkatkan stres mekanis kepada sistem fiksasi dan bisa menyebabkan kegagalan penggunaan plat atau sekrup. Prinsip kesuksesan bone grafting adalah (1) kontak tulang yang baik antara tulang dan graft. (2) memasangan graft pada saat kompresi, dan (3) immobilisasi bone-graft junction. Tehnik bone grafting menggunakan plat ventral `dijelaskan oleh Caspar. Tempat graft disediakan dengan tepi kaudal dan rostral yang parallel. Semua material diskus dibuang, dan tulang dibuang dari end plate sehingga ada perdarahan dari tusukan tulang cancellous. Spina iliaca autolog adalah tempat yang sering dipilih untuk bone graft. Graft diukur dengan kaliper, graf blok diambil yang mana 2mm lebih panjang dari jarak rostrokaudal tempat graft. Kedalaman dan lebar graft diukur. Menggunakan tehnik ekuivalen, graft ditrim

unutk mendapatkan ukuran yang tepat dengan dalamnya kira-kira 5mm kurang dari dimensi sagittal pada badan vertebra. Distraksi badan vertebral kemudian dipakai, dan graft dipasang 2mm di bawah permukaan ventral tulang belakang. Ini akan menetapkan graft tulang dan 3mm margin yang aman diantara graft dan medulla spinalis. Cangkok saraf ditempatkan di bawah graft untuk memastikan tidak ada impak dari graft ke medulla spinalis. Radiografi lateral didapatkan untuk memeriksa graft secar dorsal. Fraktur graft bisa diminimalisasikan dengan menggunakan graft yng panjangnya 7mm dan dalamnya 15mm. tulang cadaver atau methylmetacrylate atau tehnik lain bisa dipakai selain tulang donor jika ada kasus malignancy. Kontroversi timbul yaitu sama ada graft harus dipesang dengan konfigurasi Smith-Robbinson yang asli dengan korteksnya di ventral atau menggunakan tehnik Smith-Robbinson terbalik dengan korteksnya ditempatkan di tulang belakang bagian columna medialis. Angka fusi yang tinggi bisa didapatkan dengan kedua tehnik itu. Ekstrusi graft bisa dikurangkan kejadiannya dengan tehnik Smith-Robbinson terbalik. Namun resiko untuk mendapatkan kifosis adalah tinggi. Secara biomekanis, beban yang diletakkan pada tulang belakang bisa ditahan dengan lebih baik dengan posisi Smith-Robbinson klasik. Apabila plat ventral ditambahkan, tidak ada masalah dengan ekstrusi graft dan resiko kifosis berkurang, dan membuatkan pilihan untuk tehnik graft menjadi kurang penting.

Data biomekanis Studi biomekanis menunjukkan bahwa karakteristik plat Caspar apabila dipakai unutk trauma. Namun, terdapat banyak data yang memfokuskan karakteristik Synthes dan plat Orion. Data in vitro dari tulang belakang hewan dan cadaver menunjukkan fiksasi tulang belakang cedera fleksi yang kurang rigid oleh plat tulang servikal ventral Caspar dibandingkan dengan metode fiksasi dorsal apabila saru segmen gerakan difiksasikan.

Data tambahan membandingkan fiksasi in vitro antara plat Caspar dan tehnik fiksasi dorsal untuk dua segmen gerakan menunjukkan plating ventral adalah secara signifikannya lebih baik resistansinya terhadap ekstensi dan bending lateral dibandingkan dengan pendawaian dorsal dan mempunyai persamaan dalam aspek stabilisasi untuk bebanan fleksi dibandingkan dengan pendawaian dorsal. Telah dibuktikan bahwa tanpa fusi tulang yang bagus semua alat fiksasi akan gagal karena degradasi persimpangan implant-tulang atau kegagalan implant itu sendiri. Sistem plat kunci tulang servikal Synthes dan plat Caspar memberikan stabilitas. Namun, dibawah percobaan siklus fatigue, kedua plat menunjukkan stabilitas yang berkurang, dengan plat Caspar mempertahankan stabilitas yang lebih baik dari Synthes. Apabila kedua plat diperiksa untuk kegagalan pada saat fleksi, alatnya tetap intak tetapi korpus vertebra akan mengalami fraktur.

Tehnik Plat Sekrup Banyak plat-plat baru sudah berada di pasaran untuk digunapakai. Tehnik dasar insersi, yang tidak berubah walaupun diperkenalkan sistem baru, termasuk; 1. Dentifikasi garis tengah 2. Mengeleminasi osteofit ventral unutk membenarkan plat kontak dengan tulang ventral. 3. Pemilihan panjang dan posisi lobang plat yang sesuai 4. Pengukuran panjang sekrup, dalam graft, dan dalam corpus vertebra unutk pemasangan sekrup. 5. Seleksi panjang sekrup untuk menyediakan penggunaan unikortikal yang maksimal atau perforasi kanalis spinalis yang minimal dengan penggunaan bikortikal. 6. Alignment plat di garis tengah, dengan lobang sekrup diposisikan di korpus vertebra. 7. Pemasangan sekrup ke dalam corpus vertebra, menghindar ruang diskus

8. Kunci sekrup yang baik ke dalam sekrup. Gambaran fluoroskopik membantu ahli bedah untuk melakukan prosedur yang dinyatakan dan memastikan panjang plat, posisi sekrup, panjang sekrup, posisi graft yang baik dan memperkirakan pemasangan plat ke korpus vertebra.

Plat Osteosintetik Trapezoidal Caspar Plat Caspar menggunakan titanium berbentuk trapezoid atau plate besi anti karat dengan pelbagai ukuran panjang, dengan lobang untuk fiksasi sekrup. Ketebalan plat adalah 1,5mm. lobang sekrup dibuat supaya sekrup tanbahna bisa dipasang. Adhesif methylmetacrylate bisa dipasangkan diatas kepala sekrup unutk menghalang sekrup dari tercabut. Komplikasi jika sekrup dipasang terlalu jauh ke dalam kanalis spinalis dan perforasi esofagua yang disebabkan oleh sekrup tercabut sudah pernah dilaporkan.

Tehnik Pemasangan Plat Servikal Ventral Caspar Jika distraktor corpus vertebra Caspar dipakai, lobang pada korpus vertebra harus menghindar tempat yang akan dipakai sebagai tempat pemasangan fiksasi sekrup. Panjang sekrup ditentukan degna inspeksi radiografi dan visual. Plat yang ideal menyediakan lobang sekrup direk di atas struktur tulang padat dan menjauhi soft tissue. Sekrup tidak bisa dipasang dalam 2mm dari end plate vertebra. Setelah panjang yang sesuai dipilih, plat harus disusun di garis tengah dan diinspeksi untuk derajat kesesuaian pada permukaan ventral korpus vertebra. Jika plat tidak sesuai, osteofit ventral harus dikeluarkan sampai plat itu terpasang dengan aman. Plat itu seharusnya dibendkan untuk memadankan dengan sempurna. Bend tajam atau multipel harus dihindari karena bisa melemahkan plat dan bisa menyebabkan kegagalan plat. Jarak ventrodorsal korpus vertebra diukur dari studi radiografi pre operatif dan dipastikan dengan pengukuran jarak ruang

diskus ventrodorsal intervertebral. Seterusnya, drill guide disiapkan oleh operator di jarak kurang 3mm dari jarak ventrodorsal. Plat dipastikan ditempatnya dengan alat fiksasi temporary. Dual drill guide kemudian diletakkan di atas plat, dan lobang pertama dibuat di bawah petunjuk fluoroskopik. Kemudian K-wire yang tumpul dengan ukuran diameter 1,8mm dipakai untuk palpasi lobang drill. Drill itu kemudian diubah dengan penambahan 1mm, dan lobang itu dipalpasi secara periodic dengan K-wire sehingga korteks dorsal sudah ditembusi. Proses ini diulang di keempat-empat ujung plat dengan plat dan K-wire ditinggal di tempat. Pemasangan kedua plat dan K-wire diperiksa ulang dengan radiografik lateral untuk memastikan pemasangan sekrup yang benar. Kemudian, panjang sekrup diukur dengan gauge kedalaman, dan korteks ventral ditebuk. Sekrup pertama tidak diketatkan dengan sepenuhnya. Sekrup dipasang dan diperketatkan di bawah petunjuk fluoroskopik. 1mm benang sekrup mungkin bisa mepenetrasi korteks dorsal tanpa merusakkan medulla spinalis. Harus diperhatikan untuk tidak memintal dengan terlebih karena ini bisa menyebabkan penggunaan tulang yang berkurang.

Sistem Plat Kunci Servikal Ventral Synthes Sistem ini menyediakn beberapa keuntungan berbanding plat Caspar. Plat Synthes dibuat dari titanium murni dan menggunakan sekrup dengan unikortikal, disertai dengan mekanisme kunci untuk meminimalisasi kejadian sekrup terlepas. Plat terkunci dengan drill guide yang menyudutkan sekrup atas pada sudut 12 derajat ke atas dan sekrup bawah perpendikuler dengan korpus vertebra. Kedalaman sekrup ditentukan oleh drill guide untuk 14mm. ketebalan plat adalah 2mm. sekrup dicipta untuk fiksir ke dalam plat. Sekrup ekspensi pengunci kemudian akan dipasang ke dalam kepala sekrup 14mm untuk

mengamankankannya ke plat. Komplikasi seperti sekrup terlepas, fraktu plat, dan sekrup pecah bisa diminimalisasikan dengan memastikan peggunaan tulang yang baik dengan

sekrup 14mm. rekomendasi yang lain termasuk menghindari sekrup 14mm berfenestrasi dan menghindari bending tajam dari plat, yang bisa mengkontribusi kepada fatigue besi.

Tehnik Pemasangan Plat Kunci Servikal Ventral Synthes Panjang plat dipilih dengan inspeksi radiografik dan visual. Plat harus dipasang di atas dan bawah persimpangan badan-graft agar tulang bisa dipalpasi melewati lobang plat. Apabila memilih plat, agak membantu untuk

mengidentifikasi ruang diskus yang normal atas dan bawah struktur dan untuk memilih plat yang berada di tengah corpus vertebra kaudal dan di antara korpus vertebra kaudal dan persimpangan i/3 tengah badan rostral dan kaudal. Trajektori sekrup rostral disudutkan 12 derajat ke atas dan trajektori sekrup kaudal disudutkan perpendikular dengan plat itu. Dengan menggunakan tehnik yang dijelaskan oleh Ball et al, K-wires bisa dipasang melewati lobang plat fiksasi dan radiografi lateral didapatkan sebelum drilling guide hole. tehnik ini memberikan panjang plat yang bagus dan posisi sekrup yang baik juga. Korpus vertebra ventral memerlukan contouring, atau plat yang dipakai dibutuhkan untuk dibengkokkan sedikit untuk memberikan posisi yang bagus antara aspek ventral korpus vertebra dan plat. Plat kemudian diamankan di posisi, dan menggunakan drill guide dan drill bit berdiameter 3mm, satu lobang dibuat hingga kedalaman maksimal. Kombinasi drill guide drill bit mengehadkan lobang maksimal dengan kedalaman 14mm. Lobang ini kemudian ditutup, dan kepala sekrup ekspansi dipasang di lobang, tetapi tidak ketat sepenuhnya. Kemudian, plat diatur di garis tengah, dan satu lobang rostral dibuat. Lobang itu kemudian ditapped, dan ekspansi sekrup 4mm dipasang. Dua lobang lagi dibikinkan dan ditapped seperti sebelumnya dan dipasang ekspansi kepala sekrup 4mm. setelah semua sekrup diposisikan, sekrup kakunci 1 hingga 8mm dipasang di setiap kepala sekrup ekspansi 4mm itu tadi dan diketatkan

sepenuhnya. Kepala sekrup harus pas ke dalam plat, atau sekrup kekunci itu tidak akan bisa mengamankan sekrup ke plat dan bisa menyebabkan fraktur kepala sekrup ekspansi. Dengan plat tipe ini, sekrup kekunci bisa dipasang di graft melalui plat, sama ada sebelum atau setelah insersi plat.

Sistem Plat Servikal Ventral Orion Plat ini dibuat dari aloi titanium (90% titanium, 6% aluminium, 4% vanadium), terdapat berbagai panjang sekrup, dan berbentuk lordotik prekontur, dan mempunyai alat kekunci untuk mencegah sekrup terlepas. Plat ini menyediakan jenis sekrup yang konvergen, dengan sudutnya 15 derajat ke rostral dan 6 derajat ke medial untuk lobang rostral, dan 15 derajat ke kaudal dan 6 derajat ke medial untuk lobang kaudal. Slot sentral diagonal menyediakan akses untuk meletakkan sekrup tambahan untuk lebih mengamankan graft.

Tehnik Pemasangan Plat Servikal Ventral Orion Panjang plat dipilih berdasarkan langkah-langkah yang dipakai untuk plat Synthes. Bagus untuk memilih plat Orion yang lebih pendek dari plat Synthes karesa sudut sagittal- divergen 15 derajat pada sekrup di kedua ujung plat Orion. Korpus vertebra ventral dikontur untuk menyediakan kontak plat yang baik. Setelah plat yang sesuai dipilih, plat diamankan dengan menggunakan pemegang plat supaya lobang plat berada pas di atas korpus vertebra di persimpangan 1/3 kaudal dan tengah korpus vertebra atas dan di persimpangan 1/3 tengah dan rostral korpus bawah. Kemudian, plat diletakkan di tengah garis tengah, dan drill guide dimasukkan ke dalam plat. Tehnik K-wire Ball, bisa digunakan juga untuk mengkonfirmasi panjang plat dan posisi sekrup. Terdapat beberapa pilihan untuk kedalaman lobang. Walaupun drill bit dengan standard 13mm sering dipakai, ada juga sekrup yang lebih panjang dengan drill bits yang ada stops kedalaman yang

bervariasi. Tetapi, harus diperhatikan jika menggunakannya karena stops bisa gagal jika menggunakan daya yang berlebihan. Dengan menggunakan power drill, lobang dibuat dimulai dengan lobang kaudal. Kemudian lobang itu ditapped, dan sekrup yang sesuai dipasang. Biasanya sekrup dengan panjang 13mm dan diameter 4mm yang dipakai. Sekrup pertama tidak diketatkan sepenuhnya, untuk membenarkan plat disusun kembali di garis tengah. Sekrup kedua yang dipasang adalah sekrup rostral. Dua sekrup terakhir dipasang dengan cara yang sama dan diketatkan kemudiannya. Panjang setiap sekrup harus diverifikasi oleh ahli bedah sebelum pemasangan. Jika penggunaan bikortikal diperlukan, dimensi korpus vertebra ventrodorsal harus diperiksa sebelum operasi menggunakan CT scan atau MRI. Dimensi ini harus diperiksa ulang dengan mengukur dimensi ventrodorsal setelah diseksi ruang diskus sudah lengkap. Drill harus dipastikan 3mm kurang dari dimensi yang diukur, dan lobang harus dibuat menggunakan tehnik yang sama dengan sistem Caspar (dilobangi 1mm dalam satu waktu dengan bantuan fluoroskopik dengan palpasi lobang sampai korteks dorsal dilobangi). Sekrup kekunci dipasang, dan diketatkan menggunakan pemegangnya. Setelah semua sekrup dasar dipasang, sekrup tambahan bisa dipasangkan melewati slot sentral untuk lebih mengamankan graft. Sistem Fusi Interbodi Servikal BAK/C sistem ini adalah alat menutup yang dipasang sama ada satu atau dalam pasangan parallel yang ditemtukan oleh tinggi ruang diskus sebelum operasi. Alat ini diindikasikan untuk satu level radikulopati penyakit diskus degeneratif pada pasien dengan skeletal yang matur dan dirawat dengan pendekatan ventral dari C3-7. Alat ini tidak digunakan untuk pasien degan trauma akut, instabilitas, osteoporosis, infeksi, penyakit rheumatoid, myelopathy, malignansi aktif tulang servikal atau lebih dari satu level untuk fusi atau terdapat percobaab untuk fusi sebelumnya. Sistem ini memberikan keuntungan yaitu tidak menggunakan bone graft tetapi menggunakan tulang local dan disekrup ke dalam ruang antara diskus.

Tehnik Pemasangan Sistem Fusi Interbodi Servikal BAK/C Sebelum implantasi, sistem ini diperiksa dengn foto polos, MRI atau CT scan. Diskus berdekatan yang tidak terlibat diukur untuk mendapatkan jumlah tinggi diskus yang mau dipertahankan. Guide tube yang sesua dipilih dan ukuran implan dan instrumentasi adalah biasanya 2mm hingga 3mm lebih besar dari tinggi diskus yang dikehendaki. Pasien diposisikan seperti disektomi servikal ventral strandar. Simpan semua tulang yang dibuang sewaktu operasi untuk dipakai dalam prosedur seterusnya. Disektomi harus melakukan pembuangan komplit cartilaginous end plate dan bahan diskus, dengan memperhatikan pembuangan end plate secara minimal. Seterusnya, pilih guide tube yang sesuai, dan impakkan dalam posisi di garis tengah untuk menstabilakn guide tube itu. Penggunaan fluoroskopik membantu prosedur ini. Setelah guide tube diposisikan, alihkan sebarang halangan yang ada atau traksi dan buang guide tube starter itu. Untuk memastikan alat itu sentiasa bersentuhan dengan tulang, pertahankan tekanan kebawah pada pemegang guide tube itu. Pasa saat ini, ukur kedalaman ruang diskus. Pengukuran ini dipakai dalam proses pembuatan lobang. Idealnya adalah pada kedalaman 2 hingga 3mm dati korteks posterior, bisa diperbaiki dari kedalaman 12 hingga 20mm dengan penambahan sebanyak 1mm. penting untuk tidak melobangi dengan terlalu dalam. Biasanya, ia sering dimulakan dengan kedalaman 12mm, dan sekiranya lobang tambahan diperlukan, bantuan fluoroskopik harus dipakai dengan panambahan 1mm. setelah selasai, alat pembuat lobang atau reamer, dibersihkan dari sebarang sisa tulang, yang disimpan untuk prosedur seterusnya. Lobang itu kemudiannya ditutup. Setelah adanya stop positif, tapping harus dihentikan karena ia akan membuang serat benang di tulang. Kemudian implant dipilih dan diisi dengan tulang yang diambil dari dekompresi sebelumnya dan dari reamer. Implant driver mempunyai stops positif berwarna untuk membenarkan impla itu flush insertion (biru) atau recessed insertion (hijau). Pada saat ini, pilih stops level yang

dimaukan, dan putar implat ke posisi level dari stop positif itu. Putaran melepasinya akan menyebabkan pembuangan serat benang dalam tulang, dan mungkin menyebabkan hilangnya fiksasi alat itu. Disengage implant dari alatnya dan periksa posisi implant memnggunakan sinar X.

Komplikasi Komplikasi yang didapatkan dalam pemasangan implant servikal ventral adalah sama dengan mana-mana pendekatan ventral pada tulang servikal, dengan beberapa tambahan. Komplikasi bisa direk ke alat fiksasi termasuk kesalahan pemasangan sekrup ke dalam diskus atau end plate, panjang sekrup berlebih, nmalposisi plat, fraktur plat atau sekrup dan sekrup terlepas. Bantuan Radiografik Radiografi membantu untuk memastikan posisi sekrup dan plat yang sesuai dan mengurangkan waktu yang diperlukan untuk memasang alat itu. Dengan sistem Caspar, bantuan fluoroskopik diharuskan. Ianya menyediakan gambaran visual sekrup sementara menggunakan sekrup dikortikal. Pemasangan sekrup tanpa radiografi bisa memberi resiko kerusakan ke medulla spinalis dan akar saraf dan bisa menyebabkan pemasangan sekrup ke ruang diskus, dan menyebabkan fiksasinya jelek dan kelonggaran dari alatnya. Sistem Synthes bisa dipasang tanpa radiografi karena sistem ini hanya menggunakan unikortikal. Namun, lebih baik untuk mendapatkan radiografi sebelum penutupan luka karena gampang untuk memasang sekrup ke ruang diskus pada sistem ini. Ini bisa menyebabkan fiksasinya tidak aman. Sistem Orion juga bisa dipasang tanpa bantuan rdiografi karena sistem ini hanya memerlukan penggunaan unikortikal untuk fiksasi. Semua sistem ini mungkin bisa dilakukan dengan bantuan fluoroskopik. Ini bisa menghindari reposisi sistem jika malposisi dideteksi pada radiografi.

Perawatan Pasca Operatif Banyak pasien dengan plating dan grafting ventral diimmobilisasi dengan kolar keras selama 8 minggu. Tahun terdekat ini dengan sistem lebih baru, pasien yang menjalani disektomi satu level atau bahkan multilevel dengan fusi dirawat setelah operasi tanpa orthosis eksterna pada beberapa kondisi. Kolar eksterna tidak diperlukan jika (1) kualitas tulang dan penggunaan sekrup baik, (2) fiksasi sekrup didapatkan pada setiap level intervening dalam struktur multilevel, dan (3) instabilitas sebelum operasi tidak ada. Foto polos bisa didapatkan segera setelah operasi dan pada 2 bulan setelah operasi untuk menilai fusi. Mayoritas dari corticocancellous graft akan berfusi 6 bulan setelah operasi. Jika fusi tidak terjadi dengan bagus, radiograf fleksi-ekstensi menyediakan metode untuk mengevalusi instabilitas. Jika posisi plat, sekrup dan graft tulang diragukan, CT scan atau polydirectional tomography bisa dilakukan.

V.

STABILISASI

TULANG

SERVIKAL

YANG

DINAMIK

DAN

SUBSIDENS Konsep Fundamental Istilah subsidens mempunyai dua maksud dan implikasi. Ia bisa dikatakan sebagai kehilangan tinggi tulang yang biasa terjadi pada penuaan sementara tulang axial semakin memendek, dan ia bisa juga memberi arti hilangnya ketinggian di bagian yang dioperasi di tulang belakang. Hilangnya tinggi vertical dengan penuaan sudah dikaji selama berabadabad. Proses ini menyebabkan pasien berkurang ketinggiannya setelah mendapatkan status dewasa dan brsifat multifactorial. Ianya melibatkan kedua kehilangan tinggi diskus dan kolaps dari korpus vertebra. Kedua proses ini bisa membuatkan deformitas sepanjang axis neutral (deformitas axial), tapi banyak juga melibatkan deformitas pada axis rotasi (deformitas angular). Kedua deformitas ini, menyebabkan kehilangan tinggi vertical. Gravitasi dan bebanan axial yang berlebihan menyumbang kepada deformitas ini. Deformitas axial sering terjadi pada plane sagitaal, dan menyebabkan kifosis. Sementara kifosisnya berprogresi, moment arm akan semakin panjang dan membuatkan deformitas lanjut.

Walaupun subsidens axial dan angular bisa terjadi sewaktu proses penuaan yang normal, keduanya bisa juga mengikuti pembedahan. Subsidens post operasi bisa disebabkan oleh absorbsi graft tulang dengan remodelling, kolaps graft, atau pendorongan graft ke dalam level vertebra yang berdekatan. Subsidens dalam situasi ini bisa dibilang sebagai iatrogenik. Jadi, setiap mekanisme ini harus diperhatikan.

Remodelling dan Resorpsi Graft Proses ini normal tetapi merupakan proses biologik yang kompleks. Penyebuhan tulang berlaku melalui langkah-langkah yang sekuel dan melibatkan fase inflamatori, dengan sel inflamatori dan sel progenitor tulang yang ikut pertumbuhan vascular ke dalam graft. Ini diikuti dengan fase perbaikan di man osteoclast mulai untuk mengabsorbsi graft sementara osteoblast pada osteoid pada waktu bersamaan, kemudian diikuti degna mineralisasi osteoid. Maka, proses pembentukan tulang baru. Proses ini lanjut ke fase romodeling setelah tulang diremodelisasi menjadi tulang matur yang baru, dan tulang nekrotik dibuang dengan cara pergantian secara perlahan. Banyak faktor humoral, protein, growth factors, dan daya mekanis membantu proses ini. Faktor humoral termasuk hormone paratiroid, vitamin D dan calcitonin. Protein dan growth factors termasuk sebagian besar substansi yaitu protein morfogenik tulang multipel, transforming growth facto, insulin-like growth factor, platelet-derived growth factor, fibroblast growth factor dan nectins. Faktor mekanis adalah penting dalam proses ini. Seperti yang didefinikan oleh Hukum Wolff, remodelling tulang dan ditentuksn oleh beban yang diletakkan

diatasnya. Adaptasi struktural ini menyebabkan pembentukan tulang di mana stress terjadi karena bebanan kompresif dan direabsorpsi di tempat yang tidak terjadi stress. Maka, tulang dan graft tulang yang dalam kompresi terdedah kepada daya percepat penyembuhan tulang seperti yng didefinisikan oleh Hukum Wolff. Sebagai hasil dari semua poses yang dijelaskan tadi, graft tulang pertama terjadi resorpsi sebelum diganti dengan tulang yang baru. Proses ini menyebabkan subsidens dari graft tulang mengikuti operasi. Jumlah subsidens bervariasi dengan tipe graft yang digunakan dan jumlah level yang terfusi. Bishop et al menunjukkan bahwa dalam disektomi servikal ventral tanpa instrumentasi yang menggunakan autograft spina iliaca, rerata settling adalah 1,4mm untuk konstruk satu level dan 1,8mm untuk prosedur dua level. Jumlah settling bertambah menjadii 2,4mm untuk satu level dan 3,0mm untuk dua level appabila autoograft spina iliaka digunakan.

Kolaps Graft Graft interbodi servikal juga bisa kolaps karena inkorporasinya, juga menyebabkan subsidens. Kolaps graft terjadi karena banyak penyebabnya. Jika graft yang digunakan itu menggunakan ukuran yang tidak sesuai, ianya bisa kolaps. Ia bisa terjadi, misalnya, jika graft terlalu sempit dalam lebarnya dan kedalamannya ke vertebra berdekatan. Ukuran yang tidak tepat bisa meningkatkan beban pada graft itu. Graft yang lebih besar menyebarkan bebannya ke area yang lebih besar, dan mengurangkan beban per unit luas permukaan. Jadi, ianya bisa menahan beban axial dengan lebih efektif. Pilihan bahan graft juga penting. Gold standarnya adalah tulang, karena ianya bisa berespon dengan stress yang diatasnya dan menguatkan sendiri via proses yang dijelaskan tadi dan memperbaiki strukturnya sendiri sesuai diperlukan. Tulang allograft dan tulang sintetik tidak mempunyai karakteristik ini.

Tehnik bone handling dan pemprosessan bisa mengubah integritas structural dan kekuatannya serta kesesuaiannya sebagai bahan graft. Tulang allogenik yang dipakai untuk operasi tulang belakang harus steril. Jika sterilitas dipertahankan, pemprosessan seterusnya tidak diperlukan. Jika kulturnya tidak negative atau tidak steril dan diproses, ia bisa disterilisasi dengan irradiasi gamma. Radiasi dosis rendah ( kurang dari 1,5 hingga 2 megarads) dibuktikan untuk tidak mngurangkan kekuatan graft secara signifikan. Namun, radiasi dosis tinggi ( sampai 4 hingga 5 megarads) yang dipakai di beberapa laboratium menyebabkan lemahnya tulang yang signifikan. Graft yang seperti itu mempunyai angka kolaps yang tinggi dan harus dihindari. Tipe tulang, sama ada kortikal atau cancellous juga penting. Tulang kortikal adalah secara signifikannya lebih kuat dari tulang cancellous, tapi densitasnya menghalang pertumbuhan vaskular dan influx osteoblast. Makanya ianya lebih lambat untuk menjadi tulang hidup via inkorporasi murni. Tulang kortikal menyediakan support structural awal yang signifikan disbanding dengan tulang cancellous. Disebabkan karena sifat yang dinyatakan sebelumnya, inkorporasi tulang murni lambat dan maka kelemahan dari graft bisa juga menyebabkan kolaps atau kegagalan sebelumnya kepada akuisisi fusi yang solid. Pseudoarthritis juga bisa terjadi. Tulang cancellous kurang kekuatan seperti tulang kortikal dan jika sendiri, iany tidak bisa menahan beban klinis secara adekuat. Tetapi, tulang ini mempunyai banyak nilai yang lain, termasuk aktivitas osteokonduktif yang signifikan serta kapasitas osteokonduktif. Pertumbuhan vaskular ke dalam astrukturnya yang longgar mudah berlaku. Tulang ini inkorporasi awal dan lebih komplit. Instrumentasi bisa digunakan untuk menyediakan sokongan struktural sehingga tulang ini inkorporasi dengan sepenuhnya dan arthrodesis yng solid sudah didapatkan. Graft tulang yang optimal adalah yang mempunyai integritas struktural tulang kortikal dan sifat osteokonduktif dan induktif tulang cancellous. Spina

iliaka sudah lama dipakai sebagai sumber graft untuk operasi tulang servikal dan mempunyai kedua karakteristik graft tulang yang baik. Ini merupakan pilihan yang sangat bagus karena mempunyai cortical shell yang menyediakan sokongan struktural dan bahan dasar cancellous yang inkorporasi dengan cepat. Jika ukurannya benar, beban axial dibagi oleh cortical shell vertebra dengan memberikan beban itu ke dinding kotikal dari graft. Ini bisa meminimalisasi pistoning ke dalam vertebra yyang berdekatan.

Pistoning (subsidens) Pistoning yang dimaksudkan adalah kegagalan end plate vertebra dengan impak graft ke dalam corpus vertebra di atas atau di bawah graft. Faktor yang mempengaruhi pistoning termasuk densitas graft, ukuran graft yang tidak sesuai dan persediaan tempat donor. Secara predominannya, implant kortikal seperti fibula menyebabkan ketidaksesuaian densitas graft to host yang signifikan. Densitasnya harus idealnya sesuai dengan vertebra. Berat atau beban pada graft adalah sama tidak dipengaruhi oleh besar atau kecilnya graft yang dipakai. Kontak daya per unit area yang lebih besar diaplikasikan kepada graft yang lebih kecil karena daya tidak bisa didistribusi ke permukaan yang lebih besar. Dengan graft yang lebih besar, bebannya disebar ke permukaan besar, jadi ianya mengurangkan resiko kolaps graft dan pistoning. Persediaan end plate juga bisa mempengaruhi dalam hal ini. Berbagai tipe end plate sudah dijelaskan, disertakan dengan banyak tehnik untuk penyesuaian graft. Tujuan penyediaan end plate harus disertakan dengan pembuangan cartilaginous end plate untuk membenarkan inkorporasi graft tulang dan membentuk end plate untuk memaksimalisasi kontak dengan graft.

Cervical Plating dan Evolusi Fiksasi Dinamik Simptom Generasi Pertama Keperluan untuk menambahkan stabilitas tulang servikal telah

menyumbang kepada perkembangan sistem plating servikal ventral. Alat generasi pertama termasuk plat Orozco (Synthes) dan plat Caspar (Aesculap), yang diterima seluruh dunia. Sudah dibuktian bahwa alat ini memberikan keuntungan kepada ahli bedah tulang servikal dan pasiennya. Penggunaan plat ini membantu menghindar lordosis, mengurangkan ekstrusi graft, dan membantu angka union dari graft itu. Tambahan lagi, plating vertebra servikal membenarkan ahli bedah untuk menggunakan allograft berbanding autograft secara liberal. Angka sukses allograft adalah sama dengan angka sukses autograft dengan pemasangan plating ventral. Ini membantu menghindari komplikasi di tempat donor, sumber morbiditas pasien yang signifikan ( misalnya nyeri di bagian graft yang diambil). Sistem plating Caspar yang asli menggunakan slot parallel untuk sekrupnya, di mna ianya tidk terkunci ke plat. Makanya, ini adalah implant dinamik axial yang sebenarnya. Implant ini memerlukan pemasangan sekrup bikortikal untuk stabilitas optimal. Selain pamasangan bikortikal, perlepasan sekrup juga diperhatikan. Sifat dinamik dari implant membenarkan kejadian subsidens axial. Jadi, plat yang digunakan telah dimodifikasi supaya lobang menggantikan setengah dari slot itu. Ini menyumbang kepada kerusakan sekrup berbanding menhindari subsidens. Sekrup yang terfiksir di dalam korteks di dorsal dan di lobang plat di ventral, biasanya mengalami fraktur pada garis tengah sekrup saat kedua aplikasi bending maksimum dan stress maksimum terjadi. Sekrup yang dipasang pada slot bisa bergerak-gerak dan/atau ikut bergerak bersama slot dan membuatkan ianya tidak fraktur.

Simptom Generasi Kedua

Dalam percobaan untuk menghindari komplikasi yang dijelaskan sebelumnya (settling patologis, perlepasan sekrup, dan fraktur sekrup), serta untuk menghindari keperluan untuk penggunaan bikortikal, maka telah dibuatkan sistem fiksasi servikal generasi kedua. Alat ini mempunyai sekrup yang sudah terfiksir ke implant dan membenarkan konvergen sekrup pada pemasangan. Plat kekunci tulanng servikal dari Synthes adalah alat yang pertama. Abilitas untuk menekan sekrup mempertahankan plat di tempatnya oleh triangulasi dan berfungsi untuk mengurangkan kemungkinan untuk sekrup telepas. Alat seperti itu awalnya sukses, tapi kegagalan bisa terjadi karena fraktur sekrup atau plat, binaan struktur yang tertarik keluar, dan delayed atau non-union. Percobaan dibuat untuk mengatasi masalah ini dengan menambah kekuatan plat. Plat Orion dari SofamorDanek dan Codman adalah contohnya. Implant yang lebih rigid ini, mengurng fraktur tetapi meningkatkan insidensi union terlambat dan pseudoarthritis yang disebabkan oleh penahanan stress. Sistem generasi kedua sudah pasti memberikan hasil yang lebih baik berbanding fusi tanpa instrumentasi. Implant yang rigid bekerja bertentangan dengan biologis penyembuhan tulang dengan cara perlindungan stress terhadap graft, setidaknya pada beberapa kasus. Daripada menjadi lebih kuat secara progresif dengan cara fusi tulang, graft tahan stress ini sama ada gagal untuk inkorporasi sepenuhnya atau sukses dengan kekuatan yang suboptimal atau dengan kegagalan fusi.

Simptom Generasi Ketiga Sejarah dan Rasional Benzel dan Yuan memfokuskan pada fenomena ini. Mereka menggunakan pengetahuan ini untuk menghasilkan impla servikal dinamis pada axial yang pertama. Walaupun masih baru untuk tulang servikal, konsep dinamisnya sudah digunakan pada beberapa aplikasi, biasanya dalam prosedur operasi ortopedik melibatkan hip dan tulang panjang. Arthropalsty hip telah digunakan untuk fraktur

neck femur dengan sukses yang signifikan. Konstruk ini membenarkan leher femur untuk berubah bentuk sepanjang axis supaya margin fraktur bertentangan akan terdedah kepada faktor yang membantu penyembuhan tulang yang optimal. Spring Weiss, seperti yang dimodifikasi oleh Larson, juga merupakan implant dinamik dengan aplikasi tulang belakang. Apabila ini dikombinasikan dengan fusi enterbody dalam thoraks atau tulang lumbar, subsidensi akan terpicu dan penyembuhan luka akan meningkat yang seterusnya akan meningkatkan keberhasilan fusi. Dengan memahami implikasi dari Hukum Wolff, seperti yang digunakan pada penyembuhan luka, dan secaa spesifiknya kepada grafting tulang servikal ventral, adalah penting untuk memahami rasional dan nilai dari stabilisasi tulang servikal dinamik. Hukum Wolff menyatakan bahwa setiap perubahan dalam fungsi tulang akan diikuti dengan perubahan pasti pada struktur internalnya dan perubahan sekunder pada konfigurasi eksternalnya. Ini menunjukkan bahwatulang dibentuk di mana stress memerlukannya dan diresorpsi di mana stress tidak memerlukannya. Pada fiksasi frktur tulang panjang dengan plat yang rigid, jika plat itu tidk dibuka setelah proses penyembuhan inisial sudah berlaku, tulang bisa mendeteksi daya penahan berat yang normal dengan kejadian penyembuhan yang maksimal. Fraktur plat membenarkan graft tulang untuk mendeteksi

penyembuhan luka dan seterusnya membantu fusi. Jika plat tidak mengalami fraktur, pseudoarthritis bisa berlaku. Ini dikenal sebagai dinamisme sekunder oleh fraktur plat. Sewaktu perkembangan dari sistem fiksasi servikal, sudah dibuktikan bahwa satu sudut plat sekrup yang terfiksir adalah tidak optimal untuk pasien. Jadi, banyak desain sekrup dengan sudut yang bervariasi dicipta. Beberapa sistem generasi kedua menggunakan sekrup yang terkunci di plat untuk menghindari perlepasan sekrup tetapi tidak mengunci angulasi sekrup apabila diimplatasi. Makanya, sudut ini bisa diubah-ubah (i.e; toggle). Secara teoritis. Desain ini bisa membenarkan beberapa settling sewaktu graft itu mengabsorbsi. Untuk ini terjadi, sekrup itu harus bermigrasi atau dipotong melewati korteks ventral atau toggle di

antara vertebra. Tetapi itu adalah proses yang perlahan. Dalam beberapa kasus, densitas vertebra bisa menghalang migrasi sekrup seperti itu, dan fraktur sekrup nisa terjadi. Migrasi sekrup berisiko untuk melemahkan screw bone interface dan bisa menyebabkan gagal implantasi karena tertarik keluar.

Sistem Sistem fiksasi servikal ventral generasi ketiga yang menyediakan stabilisasi dinamik axial murni, diperkenalkan oleh Benzel dan Yuan dengan introduksi dari sistem DOC VCSS dari DePuy AcroMed (Raynham, MA). Simtem plating ini dikembangkan setelah dinyatakan bahwa terdapat keperluan untuk suatu sistem yang akan membantu fusi, mengurangkan progressivitas dari deformitas, memperbaiki koreksi deformitas, dan mengurangkan resiko gagal kontruk. Observasi yang menunjukkan plat yang rigid bisa menyebabkan fraktur pada pasien dengan arthrodesis solid menyediakan beberapa ide untuk perkembangan implant servikal dinamik axial ini. Jika plat itu tidak mengalami fraktur, pseudosrthrosis bisa terjadi. Sekarang, terdapat empat plate servikal ventral dinamik axial ada secara komersial di Amerika Serikat. DOC VCSS (DePuy-AcroMed), plat ABC (Aescula), plat Premiere (Sofamor-Danek), dan plat C-Tec (Interpore Cross). Sistem ini berbeda dari aspek metode implementasi prinsip stabilisasi tulang belakang dinamik dan dalam aspek geometrid an desain ergonomisnya. Sistem DOC VCSS mempunyai dasar yang terfiksir dengan rigid ke korpus vertebra via sekrup. Maka, merubab-ubah atau menggerak-gerakkan sekrup pada korpus vertebra tidk dibenarkan. Platform ini ikut bersama dua rod sementara fiksator melintang pada rod mengehadkan bilangan sliding dan dengan itu, bilangan subsidens yang dibolehkan. Maka, deformitas axial bisa dikontrol. Sistem ABC (Aesculap Insrument Corp. Center Valley, PA) membenarkan

pembagian beban dengan membenarkan subsidens yang tidak ada limit. Plat itu mempunyai slot bilateral pada setiap level. Sekrup dikunci ke plat menggunakan mekanime pengunci internal yang unik, yang menghalang perlepasan tetapi tidak menghalang rotasi sekrup atau settling. Ini adalah implant yang pertama yang menggunakan desain yang unik ini. Ianya bisa dipakai pada konstruk yang satu level atau multilevel. Jika lebih dinamisme yang diiperlukan, angulasi sekrup bisa terjadi. Dengan pembagian beban , maturasi dan inkorporosi graft yang lebih substansial dan awal diobservasi supaya lanjutan dari settling tidak berlebihan, dan sering semuanya dibenarkan oleh slot itu tidak terjadi. Ini juga pernah diobservasi dengan sistem DOC VCSS. Walaupun dengan desektomi multilevel, subsidensi yang kurang dari 3mm adalah yang biasanya. Plat C-Tec dan Premiers mempunyai desain yang sama untuk membenarkan settling , dengan penahan di atas kepala sekrup untuk menghindari sekrup dari terlepas. Secara funsional, ianya berbeda dari plat ABC karena tidak mempunyai slot di posisi inferior (kaudal) tetapi mempunyai lobang. Sama ada restriksi dinamisme kaudal mempunyai efek signifikan pada hasil tetap tidak jelas, dan belum ada seri klinis yang bisa menjelaskan kondisi seperti ini.

Pengalaman Klinis Seri klinis melaporkan bahwa sistem dinamis tekah menunjukkan bahwa mereka sudah memenuhi tujuannya dan memnerikan keuntungan untuk ahli bedah dan pasiennya. Dengan sistem ABC, inkorporasi graft yang lebih substansial dan awal memberikan hasil angka non-union yang sangat rendah. Terdapat laporan bahwa 500 pasien melibatkan lebih dari 800 segmen gerakan telah menunjukkan bahwa sistem ABC menstabilisasi tulang belakang secara efektif dalam berbagai kondisi, termasuk operasi untuk penyakit degenerative, herniasi diskus, dan trauma. Fusi didefinisikan sebagai ketiadaan gerakan di atas prosessus spinosus di

antara fleksi dan ekstensi, dengan tambahan adanya tulang trabecular penghubung. Essensialnya, penghubung trabecular awal dan maturasi graft yang progressif diperhatikan. Dengan mengukur deviasi di ujung atas prosessus spinosus membenarkan fleksibilitas inisial yang tipikalnya dibenarkan oleh tulang baru yang masih lemah. Tidak ada regresi dengan gerakan yang bertambah diperhatikan jika fusi itu berprogresi. Pengukuran sudut Cobb menunjukkan preservasi lordosis dengan kehilangan yang minimal 2 hingga 8 derajat dalam 3% hingga 4% pasien. Koreksi angulasi kifotik dipertahankan dalam 5 derajat. Fiksasi dinamik, tidak menyebabkan peningkatan deformitas angular yang dilaporkan dengan fusi tanpa instrumentasi. Bilang settling yang diperhatikan adalah konsisten dengan fusi tanpa instrumentasi, rerata 1,5 hingga 2,0mm per level, dengan sedikit lebih melekuk diperhatikan dengan allograft. Banyak settling terjadi dalam bulan pertama operasi dan seterusnya semua dalam waktu 3 bulan. Maka, settling yang tidak restriksi membenarkan plating dinamik tidak menyebabkan settling berlebihan tetapi sebaliknya dibantu dengan lebih awal dan fusi yang lebih substansial. Steinmetz et al. menyatakan pengalaman klinis preliminary dengan plat DOC VCSS dalam pengobatan spondilosis servikal multilevel. 34 pasien dengan spondilosis servikal multilevel simptomatik mengalami dekompresi dan fusi dengan sistem DOC VCSS. Operasinya termasik dua, tiga dan empat level ACDF dan satu, dua dan tiga level korpektomi. Fusi termasuk kedua allograft (76%) dan autograft (24%). Follow up minimal adalah selama 6 bulan, dengan rerata 13 bulan. Plat DOC membenarkan subsidens , dengan rerata 1,7mm subsidens pada 13 bulan setelah operasi. Mayoritas subsidensi ini terjadi dalam 3 bulan setelah operasi, dengan 61% pasien menunjukkan 2 atau lebih milimeter subsidensi pada periode awal. Mengikuti operasi, lordosis dipertahankan pada kebanyakan pasien, dengan rerata 14 derajat lordosis yang diperhatikan dalam seluruh populasi

pasien. Konfigurasi lordotik ini dipertahankan dengan baik mengikuti operasi. Perubahan rerata lordosis 0,4 derajat telah didemonstrasikan pada follow up klinis yang terbaru (13 bulan setelah operasi). Hasilnya menunjukkan plat DOC membenarkan subsidensi axial tetapi menghindari deformasi angular (kifosis). Yang paling signifikan, tidak ada gagal implant, walaupun satu pasien dengan kecelakaan lalulintas datang dengan graft yang kolaps dan hardware yang tidak ditempatnya. Angka fusi keseluruhan adalah 91%. Arthrodesis solid ditentukan jika (1) tidak ada gerakan yang melewati tempat fusi pada radiografi fleksi/ekstensi, (2) trabekula diobservasi melewati setiap tempat fusi, dan (3) tidak ada lusen pada setiap tempat fusi atau sekitar mama-mana sekrup di situ. Dengan introduksi sistem fiksasi dinamik, banyak yang mengatakan terlalu banyak dinamisme mungkin tidak diperlukan. Tambahan lagi, implant ini tidak rigid, dan menjadi suatu pertanyaan sama ada menstabilisasi tulang belakang itu adekuat atau tidak pada kondisi yang tidak stabil. Hal yang harus diperhatikan adalah untuk merestriksi penggunaannya dalam kasus dengan instabilitas yang signifikan seperti trauma, neoplasia atau reseksi multisegmental. Studi laboratorium membuktikan bahwa sistem dinamik sebenarnya adalah lebih stabil berbanding dari bagiannya yang lebih rigid. Brodke et al., mendemonstrasikan bahwa sistem DOC dan ABC berkongsi beban dengan subsidensi 10% dari tinngi graft pada model korpektomi. Dibandingkan dengan sistem CSLP dan Atlantis, mereka menyediakan stabilitas inisial yang sama dalam fleksi dan ekstensi serta bending lateral. Mereka mempertahankan stabilitas yang tinggi setelah subsidensi simulasi. CSLP dan sistem Atlantis kehilangan sebanyak 80% hingga 90% dari abilitasnya untuk menahan fleksi dan ekstensi, tetapi ABC dan DOC mempertahankan kebanyakan kekakuan inisialnya. Mungkin

bertentangan dengan apa yang diperkatakan, ianya terjadi karena konstruk dibebani secara axial, mengsimulasi berat dari kepala dan menarik otot leher. Dengan sistem dinamik, graft-vertebral interface melalui perkongsian beban mempartisipasi dalam stabilisasi konstruk dengan tetap di bawah beban axial dan

makanya memberikan stabilitas kepada struktur itu. Dengan sistem yang lebih rigid, beban axial seperti itu tidak membebani graft karena perlindungan dari stress. Daya axial melewati sekrup ke plat dan aspek dorsal dari tulang belakang. Graft tulang dilindungi dari beban axial dan oleh itu tidak bisa partisipasi dalam menstabilkan konstruk itu. Ini bisa menyebabkan fleksi plat atau degradasi interface sekrup-tulang. Khoo et al. melaporkan bahwa 60 pasien dengan trauma servikal, dioperasi di dua trauma center yng besar lebih dari periode 5 tahun. Empat plat servikal ventral telah digunakan yaitu- CSLP, Atlantis, Codman dan ABCmewakili plat yang rigid, dua plat (satunya membenarkan rotasi sekrup yang lebih banyak [plat Codman]), dan plat yang dinamik sepenuhnya (plat ABC) dengan variasi konstuk termasuk pendekatan interbodi pada korpektomi yang beberapa dan lebih sering. Dalam beberapa kasus, fiksasi dorsal suplementasi juga digunakan. Follow-up adalah minimum 12 bulan. Semua gambar di scan dan dianalisa dengan program computer, dan memastikan pengukuran konsisten yang tergantung dari operator. Pada cedera tilang belakang yang tidak stabil ini, sistem ABC berfungsi dengan lebih baik berbanding sistem sekrup dengan sudut bervariasi dan rigid dengan kurang settling, preservasi lordosis yang lebih baik, dan tidak ada gagal konstruk. Sekrup yang terlepas diperhatikan dalam 13 % kasus CSLP, 20% Atlantis, 31 % Codman, tetapi 0% pada ABC. Konstruk itu gagal dalam 13% CSLP dan 7% kasus plat Atlantis. Graft teralih dalam 17% kasus CSLP, 7% Atlantis dan 15% kasus Codman, tetapi tidak terjadi gagal seperti ini dalam ABC. Hilangnya tinggi graft dan lordosis juga diukur. Pada 18 bulan mengikuti operasi, pada kasus dengan penggunaan plat Codman melaporkan rerata 37% kehilangan tinggi Igraft Iberbanding 32% pada CSLP, 19% pada Atlantis, dan 10% dengan ABC. Pada 12 bulan, 7,31 derajat lordosis juga hilang dengan sistem Codman, 6,84 dengan CSLP, 4,3 dengan Atlantis dan 3,2 dengan ABC. Kesemua hasil ini menunjukkan keuntungan perkongsian beban oleh graft itu, menjadikannya sebagai bagian integral dari konstruk. Makanya, konstruk itu

terdiri dari plat dan sekrup serta graft dan korpus vertebra yang berkongsi beban itu. Ini menyediakan stabilitas yang diperlukan untuk mempertahankan alignment dan melindungi elemen neural sementara mempreservasi lordosis. Jika itu semua tidak terjadi, kegagalan ke depan akan diperhatikan dengan penambahan settling dan /atau lordosis. Sistem dinamik yang murni (dinamik axial) makanya dipakai untuk memberikan keuntungan sustansial dari sistem generasi sebelumnya.

Rumusan Subsidensi terjadi dengan natural sebagai suatu bagian dari biologis penuaan. Subsidensi d=setelah operasi tulang servikal ventral bisa

mengindikasikan kegagalan konstuk yang disebabkan oleh pembuatan yang tidak bagus atau pilihan implant yang suboptimal. Subsidensi juga bermaksud absorpsi graft yang normal berhubung dengan aktivitas osteoclast, yang merupakan komponen utama dalam penyembuhan tulaang yang normal. Sistem fiksasi dinamik murni membenarkan subsidensi normal sementara tulang belakang tetap distabilisasi. Subsidensi sepanjang axis dibenarkan sementara menghalang rotasi, translasi dan deformitas angular. Implant dinamik axial adalah tidak dibebani secara axial, jadi ini akan meminimalisasi peluang untuk fraktur sekrup, plat atau rod. Berbanding menentang, sistem ini lebih berfungsi dalam biologis penyembuhan tulang, menghasilkan fusi yang lebih cepat dan substansial. Maka, kejadian kegagalan konstruk dan instrumentasi akan berkurang. Jadi, sistem ini sering menjadi sistem pilihan untuk stabilisasi servikal ventral setelah dekompresi.

You might also like